Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai relevansi dan validitasnya
Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan informasi ilmiah
Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk melakukan validasi informasi
ilmiah secara sistematik
Area kompetensi :
Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri
Kompetensi inti :
Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
Komponen kompetensi :
lebih minimal telah ditemukan dan senantiasa diperbaharui dari waktu ke waktu. Magnetic
resonance imaging (MRI) dan Whole body CT-scan merupakan sedikit contoh dari teknologi
diagnostik modern yang memiliki akurasi tinggi. Perkembangan obat baru juga jauh lebih
pesat, khususnya untuk terapi keganasan, penyakit-penyakit kardiovaskuler dan penyakit
degenaratif.
Jika disimak lebih jauh maka terlihat bahwa berbagai temuan dan hipotesis yang
pada masa lampau diterima kebenarannya, secara cepat digantikan dengan hipotesishipotesis baru yang lebih sempurna. Demikian pula halnya dengan temuan obat baru yang
dapat saja segera ditarik dari perederan hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat
tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada
sebagian penggunanya.
Di awal 1990an diperkenalkanlah suatu paradigma baru kedokteran yang disebut
sebagai evidence based medicine (EBM) atau kedokteran berbasis bukti. Melalui paradigma
baru ini maka setiap pendekatan medik barulah dianggap accountable apabila didasarkan
pada temuan-temuan terkini yang secara medik, ilmiah, dan metodologi dapat diterima.
Perlahan tapi pasti, EBM telah menjadi jiwa dari ilmu kedokteran dan para klinisi maupun
praktisi medik di seluruh dunia segera mengadopsi EBM sebagai bagian dari implementasi
pelayanan medik yang berbasis bukti.
B. Pengertian Evidence-Based Medicine
Menurut Sackett et al. (1996), evidence-based medicine (EBM) adalah suatu
pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan
pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara
kemampuan dan pengalaman klinik, dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat
dipercaya.
Evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik
untuk menemukan, menelaah / me-review, dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai
dasar dari pengambilan keputusan klinik.
Secara lebih rinci, EBM merupakan keterpaduan antara (1) bukti-bukti ilmiah yang
berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2) keahlian klinis
(clinical expertise), dan (3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values).
(1) Best research evidence. Di sini mengandung arti bahwa bukti-bukti ilmiah tersebut
harus berasal dari studi-studi yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya,
yang dilakukan secara benar. Studi yang dimaksud juga harus menggunakan variabelPanduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
variabel penelitian yang dapat diukur dan dinilai secara obyektif (misalnya tekanan darah,
kadar Hb, dan kadar kolesterol), di samping memanfaatkan metode-metode pengukuran
yang dapat menghindari risiko "bias" dari penulis atau peneliti.
Mengingat bahwa EBM merupakan suatu cara pendekatan ilmiah yang digunakan
untuk pengambilan keputusan terapi, maka dasar-dasar ilmiah dari suatu penelitian juga
perlu diuji kebenarannya untuk mendapatkan hasil penelitian yang selain up-date, juga dapat
digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
(2) Clinical expertise. Untuk menjabarkan EBM diperlukan suatu kemampuan klinik (clinical
skills) yang memadai. Di sini termasuk kemampuan untuk secara cepat mengidentifikasi
kondisi pasien dan memperkirakan diagnosis secara cepat dan tepat, termasuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang menyertai serta memperkirakan kemungkinan
manfaat dan risiko (risk and benefit) dari bentuk intervensi yang akan diberikan. Kemampuan
klinik ini hendaknya juga disertai dengan pengenalan secara baik terhadap nilai-nilai yang
dianut oleh pasien serta harapan-harapan yang tersirat dari pasien.
(3) Patient values. Setiap pasien, dari manapun berasal, dari suku atau agama apapun
tentu mempunyai nilai-nilai yang unik tentang status kesehatan dan penyakitnya. Pasien juga
tentu mempunyai harapan-harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yang
diterimanya. Hal ini harus dipahami benar oleh seorang klinisi atau praktisi medik, agar
setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan selain dapat diterima dan didasarkan
pada bukti-bukti ilmiah juga mempertimbangkan nilai-nilai subyektif yang dimilik oleh pasien.
C. Alasan Pentingnya Evidence-Based Medicine
Ilmu Kedokteran berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan
pada waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan baru yang segera
menggugurkan teori yang ada sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya
bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian-pengujian hipotesis baru yang lebih
sempurna.
Pada waktu yang lampau dalam menetapkan jenis intervensi pengobatan, seorang
dokter umumnya menggunakan pendekatan abdikasi (didasarkan pada rekomendasi yang
diberikan oleh klinisi senior, supervisor, konsulen maupun dokter ahli) atau induksi
(didasarkan pada pengalaman diri sendiri). Kedua pendekatan tersebut saat ini (paling tidak,
dalam 10 tahun terakhir) telah ditinggalkan dan digantikan dengan pendekatan EBM, yaitu
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang ditemukan melalui studi-studi yang terpercaya, valid,
dan reliable.
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
Efek dan khasiat obat yang ditawarkan oleh industri farmasi melalui duta-duta
farmasinya (detailer) umumnya unbalanced dan cenderung misleading atau dilebih-lebihkan
dan lebih berpihak pada kepentingan komersial. Penggunaan informasi seperti ini juga
termasuk dalam pendekatan abdikasi, yang jika diterima begitu saja akan sangat berisiko
dalam proses terapi.
Secara ringkas, ada beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan:
1. Bahwa informasi up-date mengenai diagnosis, prognosis, terapi dan pencegahan
sangat dibutuhkan dalam praktek sehari-hari. Sebagai contoh, teknologi diagnostik
dan terapetik selalu disempurnakan dari waktu ke waktu.
2. Bahwa informasi-informasi tradisional tentang hal-hal di atas sudah sangat tidak
adekuat pada saat ini; beberapa justru sering keliru dan menyesatkan (misalnya
informasi dari pabrik obat yang disampaikan oleh duta-duta farmasi/detailer)
3. Dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang maka kemampuan/ketrampilan
untuk mendiagnosis dan menetapkan bentuk terapi (clinical judgement) juga
meningkat. Namun pada saat yang bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat
terbatasnya informasi yang dapat diakses) serta kinerja klinik (akibat hanya
mengandalkan pengalaman, yang sering tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah) menurun secara signifikan.
4. Dengan meningkatnya jumlah pasien, waktu yang diperlukan untuk pelayanan
semakin banyak. Akibatnya, waktu yang dimanfaatkan untuk meng-up date ilmu
(misalnya membaca journal-journal kedokteran) sangatlah kurang.
D. Tujuan Evidence-Based Medicine
Tujuan utama dari EBM adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik
untuk kepentingan pencegahan, diagnosis, terapetik, maupun rehabilitatif yang didasarkan
pada bukti-bukti ilmiah terkini yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, salah satu syarat utama untuk memfasilitasi pengambilan
keputusan klinik yang evidence-based, adalah dengan menyediakan bukti-bukti ilmiah yang
relevan dengan masalah klinik yang dihadapi.
E. Langkah Evidence-Based Medicine
Langkah-langkah dalam EBM adalah sebagai berikut:
1. Memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan dengan masalah penyakit yang
diderita oleh pasien
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
tersebut. Untuk ini diperlukan kemampuan penelusuran informasi ilmiah (searching skill)
serta kemudahan akses ke sumber-sumber informasi. Penelusuran kepustakaan dapat
dilakukan
secara
manual
di
perpustakaan-perpustakaan fakultas
kedokteran
atau
appraisal atau telaah kritis ini dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan kunci untuk
menjaring apakah artikel-artikel yang kita peroleh memenuhi kriteria sebagai artikel yang
dapat digunakan untuk acuan.
Langkah IV: Penerapan hasil penelaahan ke dalam praktek
Dengan mengidentifikasi bukti-bukti ilmiah yang ada tersebut, seorang klinisi atau
praktisi dapat langsung menerapkannya pada pasien secara langsung atau melalui diskusidiskusi untuk menyusun suatu pedoman terapi.
Dalam Tabel 1 dipresentasikan derajat evidence, yaitu kategorisasi dalam
menempatkan evidence berdasarkan kekuataannya. Evidence level 1a misalnya, merupakan
evidence yang diperoleh dari meta-analisis terhadap berbagai uji klinik acak terkendali
(randomised controlled trials). Evidence level 1a ini dianggap sebagai bukti ilmiah dengan
derajat paling tinggi yang layak untuk dipercaya.
Levels of evidence
Level
Ia
Ib
IIa
IIb
III
IV
Bukti berasal dari laporan komite ahli (expert committee) atau opini dan atau
pengalaman klinis dari individu yang berkompeten
beberapa prasat medik yang sebelumnya dianggap benar dapat saja segera keliru dan
digantikan oleh prasat medik yang lebih efikasius dan aman.
Penggunaan prasat medik yang usang (obsolete) atau sudah tidak direkomendasikan
(abandoned) akan berdampak pada risiko terjadinya medical error. Oleh sebab itu setiap
praktisi medik perlu selalu meng-update keilmuannya agar setiap tindakan medik yang
dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan didasarkan pada bukti-bukti
ilmiah yang terkini dan valid
F. Telaah Kritis Artikel Prognosis
Pendahuluan
Prognosis mengacu pada kemungkinan
outcome
penyakit dan frekuensi kejadiannya dalam satu waktu (misalnya: kematian pada penderita
demensia) (Tugwell, 1981, Laupacis, dkk, 1994). Faktor prognosis adalah faktor-faktor
karakteristik (dermografi, klinik, penyakit penyerta) yang dapat digunakan untuk meramalkan
outcome suatu penyakit (Laupacis, dkk, 1994). Sebagai contoh: adalah gangguan perilaku
pada demensia, pasien demensia dengan gangguan perilaku memiliki kemungkinan
outcome yang lebih buruk daripada pasien demensia tanpa gangguan perilaku.
Rancangan penelitian yang paling baik untuk mempelajari prognosis dan faktor
prognosis adalah kohort. Rancangan penelitian uji klinik seringkali tidak dapat digunakan
pada penelitian tentang prognosis karena alasan etika (Laupacis, dkk, 1994). Rancangan
penelitian kasus kontrol dapat pula dipakai dengan menggali faktor-faktor prognosis secara
retrospektif antara kelompok pasien dengan outcome tertentu dan yang tidak (Laupacis, dkk,
1994). Kelemahan utama rancangan kohort dibanding kasus kontrol adalah perlunya waktu
dan biaya yang relatif lebih banyak (Rowe, 2000, Williams, 2001).
Dalam penelitian tentang prognosis maka kriteria outcome harus didefinisikan secara
jelas, spesifik, dan obyektif (Tugwell, 1981). Kriteria outcome harus didefinisikan secara jelas
sebelum penelitian dimulai (Laupacis, dkk, 1994).
subyek (kohort) dengan atau tanpa faktor prediktor prognosis akan diikuti secara longitudinal
sampai muncul outcome (Seibert dan Zakowski, 1999). Kesimpulan hasil penelitian kohort
didapatkan dengan membandingkan proporsi subyek dengan outcome yang positif antara
kelompok subyek dengan faktor prediktor positif dan kelompok subyek tanpa faktor prediktor
(Page, dkk, 1996).
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
10
Telaah kritis berbagai penelitian kedokteran dan kesehatan tentang didasarkan pada
3 pertanyaan utama, sbb:
1. Apakah hasil penelitian ini valid ?
2. Bagimana hasil penelitian tersebut ?
3. Apakah hasilnya dapat membantu saya dalam penatalaksanaan pasien saya ?
APAKAH HASILNYA VALID ?
1. Apakah ada sampel pasien yang representatif dan didefinisikan secara jelas pada
titik yang sama/ similar point dalam perjalanan penyakit / course of the disease?
Pasien yang ikut dalam penelitian harus ada pada titik yang sama/ uniformly early point
penyakit. Waktu yang ideal adalah ketika manifestasi klinik muncul pertama kali. Hal ini
disebut sebagai "inception cohort."
2. Apakah follow-up lengkap dan cukup lama/ sufficiently long and complete?
Pasien harus diikuti sampai mereka pulih sempurna atau salah satu outcome penyakit
muncul (misalnya: kematian). Waktu follow-up harus cukup panjang untuk mendapatkan
gambaran tentang penyakit. Jumlah subyek yang hilang selama periode pengamatan
(loss of follow up) dapat mengancam validitas penelitian, semakin besar jumlah subyek
yang hilang dalam pengamatan akan semakin besar ancaman terhadap validitas
penelitian.
3. Apakah digunakan kriteria outcome yang obyektif dan tidak berbias?
Beberapa outcome didefinisikan secara jelas, seperti kematian atau sembuh sempurna.
Diantara keduanya ada variasi yang luas dalam hal outcome, yang sulit untuk
didefinisikan. Peneliti harus menetapkan kriteria yang spesifik untuk masing-masing
outcome. Peneliti yang menilai outcome harus buta/ "blinded" terhadap karakteristik
pasien dan faktor prognostik untuk meminimalkan munculnya bias.
4. Apakah ada penyesuaian/adjustment terhadap faktor prognostik yang penting?
Untuk dapat membandingkan 2 kelompok, maka peneliti harus mempertimbangkan
apakah karakteristik pasien diantara kedua kelompok serupa atau tidak. Penyesuaian
kedua kelompok dapat dilakukan berbasis pada usia, jenis kelamin, atau variabel
karakteristik lainnya.
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
11
12
konseling. Hal itu terutama berlaku bagi penelitian yang valid, presisinya tinggi, dengan
cakupan pasien yang luas.
Bacaan lebih lanjut
1.
Sackett DL et al. Series of articles on How to read clinical journals in Canadian Medical
Association Joumi (Vol 123) and 1981 (Vol 124).
2.
Sackett DL, Haynes RB, Guyatt GH, lugwell P. Clinical epidemiology: a basic science
for clinical medicine. I Little, Brown & Co, 1991.
3.
4.
Guyatt GH, Sackett DL, Cook DJ et al. Evidence Based Medicine Working Group.
Users' Guides to the medical Literature. A series of articles in JAMA 1993 - 1999.
5.
Riegelman RK, Hirsch RP. Studying a Study and Testing a Test. How to Read the
Health Science Literati] Edition. Little Brown and Company, 1996.
6.
7.
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
13
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
14
4. If subgroups with different prognoses are identified, did adjustment for important
prognostic factors take place?
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
15
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
16
NAMA : ....................................................
NPM
: ....................................................
T.T
: ...............................................
NO
1
2
3
1.
1.
1.
1.
2.
3.
BENAR (20)
2.
2.
3.
2.
3.
JUMLAH
Penilai :
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM
NILAI
17
PENILAIAN
VALIDITY
1
IMPORTANCE
5
APPLICABILITY
7
Keterangan :
3
Menjawab salah
Tidak menjawab
Total skor : 24
Tgl
Instruktur
Panduan EBM Telaah Kritis Artikel Prognosis Blok Neoplasia 2016 .ZPM