102014176
jstevania@yahoo.com
Pendahuluan
Perkembangan dunia kesehatan begitu pesat dan bukti ilmiah yang tersedia begitu
banyak.Pengobatan yang sekarang dikatakan paling baik belum tentu beberapa tahun ke depan
masih juga paling baik. Sedangkan tidak semua ilmu pengetahuan baru yang jumlahnya bisa
ratusan itu kita butuhkan.Karenanya diperlukan EBM yang menggunakan pendekatan pencarian
sumber ilmiah sesuai kebutuhan akan informasi bagi individual dokter yang dipicu dari masalah
yang dihadapi pasiennya disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan klinis dokter tersebut.
Pada EBM dokter juga diajari tentang menilai apakah jurnal tersebut dapat dipercaya dan
digunakan. EBM adalah sustu teknik yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
mengelola pasien dengan mengintegrasikan tiga faktor yaitu ketrampilan dan keahlian klinik dari
dokter, kepentingan pasien, bukti ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan kata lain
EBM adalah cara yang untuk membantu dokter dalam membuat keputusan saat merawat pasien
sesuai dengan kebutuhan pasien dan keahlian klinis dokter berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang definisi, tujuan, serta langkah-langkah
dalam Evidence based medicine. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
1
Isi
Menurut Dave Sacket evidence based medicine ( EBM) adalah suatu pendekatan medic
yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayaan kesehatan penderita.
Dengan demikian dalam prakteknya EBM memadukan antara kemmpuan dan pengalaman klinik
dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. 1
Pengertian lain dari evidence based medicine ( EBM ) adalah proses yang digunakan
secara sstematik untuk menemukan, menelaah, dan memanfaatkan hasil- hasil studi sebagai
dasar dari pengambulan keputusan klinik. Evidence based medicine merupakan keterpauan
antara :
Bukti bukti ilmiah yang berasal dari studi yang terpercaya ( best research evidence)
Keahlian klinis ( clinical expertise)
Nilai- nilai yang ada pada masyarakat ( patient values)
2
Tujuan Evidence Based Medicine
Tujuan umum penggunaan evidence based medicine yaitu :
1. Untuk membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik untuk kepentingan
pencegahan diagnosis, terapeutik maupun rehabilitatif yang didasarkan pada bukti-
bukti ilmiah terkini yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Dokter tidak khawatir terhadap tuntutan malpraktik, karena telah menjalankan tugas
profesinya sesuai kaidah etika ilmu kedokteran yang berbasis ilmiah, valid, dan reliable.2
1. Aspek medik
Berfungsi untuk melayani penderita
2. Aspek ilmiah
a. Melalui EBM kita mengadakan survey tentang keluhan sejumlah penderita tertentu
b. Melalui EBM kita mengadakan survey tentang kelainan fisik sejumlah penderita
penyakit tententu
c. Dapat melakukan survey terapi
3. Aspek personal
a. Hubungan dokter dan penderita menjadi lebih baik
b. Kualitas dan profesionalisme menjadi lebih baik
4. Aspek sosial
Penerapan EBM secara luas akan meningkatkan kesadaran serta perhatian masyarakat
kepada kesehatan.3
3
Strategi dan Langkah-langkah Penggunaan Evidence Based Medicine
Sebuah strategi yang efisien untuk menerapkan EBM adalah strategi push and pull.
Strategi push (just in case) yaitu bukti-bukti riset terbaik tentang masalah klinis pasien yang
sering atau banyak dijumpai di tempat praktik secara proaktif dicari dan dipelajari sebelum pasien
mengunjungi praktik klinis, lalu bukti-bukti tersebut disimpan ke dalam file atau memori dokter.
Kemudian strategi pull (just in time) yaitu bukti- bukti riset terbaik yang tersimpan dalam file
atau memori dokter diambil dan digunakan ketika pasien mengunjungi praktik klinis. Pada
praktik penggunaan evidence base medicine terdapat 5 langkah-langkah yang sudah diterapkan
dan harus digunakan yaitu :
Langkah 2 : mencari bukti-bukti terbaik yang tersedia untuk mengatasi masalah tersebut
4
Bagi kebanyakan dokter praktik, pertanyaan latar belakang mudah dijawab dengan
menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan dokter, pengalaman praktik klinis
maupun mengikuti seminar
Foreground Questions
Selain pertanyaan klinis yang bisa maupun mudah diajawab terdapat juga beberapa
pertanyaan klinis yang sulit untuk dijawab hanya berdasarkan pengalaman praktik klinis,
pendidikan dokter maupun megikuti seminar. Pertanyaan klinis yang sulit dijawab disebut
pertanyaan latar depan ( foreground questions)4. Pertanyaan latar depan nertujuan untuk
berusaha memperoleh informasi spesifik yang dibutuhkan untuk membuat maupun mengambil
suatu keputusan klinis. Contoh pertanyaan klinis yang sulit dijawab (foreground questions)
sesuai skenario yaitu :
Manakah pemeriksaan yang lebih baik gula darah puasa atau HbA1C ?
Pada jenis pertanyaan ini agar bisa ijawab dengan benar harus memerlukan upaya yang
lebih sistematis untuk menjawabnya seperti dengan mencari buti-bukti dari sumber database
hasil riset yang sudah terpercaya kebenarannya dan memerlukan keterampilan dokter untuk
menilai secara kritis kulitas bukti hasil riset tersebut.4
Pertanyaan klinis perlu mendeskripsikan dengan jelas karakteristik pasien dan masalah
klinis pasien yang dihadapi pada praktik klinis. Karakteristik pasien dan masalahnya perlu
dideskripsikan dengan eksplisit agar bukti-bukti yang dicari dari data base hasil riset relevan
dengan masalah pasien dan dapat diterapkan, yaitu bukti-bukti yang berasal dari riset yang
menggunakan sampel pasien dengan karakteristik serupa dengan pasien atau populasi pasien
yang datang pada praktikklinik.Keserupaan antara karakteristik demografis, morbiditas, klinis,
dari sampel penelitian dan pasien yang datang pada praktik klinik penting untuk diperhatikan,
karena mempengaruhi kemampuan penerapan bukti-bukti (applicability). Jika karakteristik
kedua populasi berbeda,maka bukti-bukti yang dicari tidak dapat diterapkan, atau dapat
diterapkan dengan pertimbangan yang hati-hati dan bijak (conscientious and judicious
5
judgment). Masalah klinis yang dihadapi dokter dan perlu dijawab dengan metode EBM perlu
dirumuskan dengan jelas apakah mengenai kausa atau etiologi penyakit pasien, akurasitas
diagnostik, manfaat terapi, kerugian dari terapi, atau prognosis.3
Intervention
Pertanyaan klinis perlu menyebutkan dengan spesifik intervensi yang ingin diketahui
manfaat klinisnya. Intervensi diagnostik mencakup tes skrining, tes/ alat/prosedur diagnostik,
dan biomarker. Intervensi terapetik meliputi terapi obat, vaksin, prosedur bedah, konseling,
penyuluhan kesehatan, upaya rehabilitatif, intervensi medis danpelayanan kesehatan lainnya.
Tetapi intervensi yang dirumuskan dalam pertanyaan klinis bisa juga merupakan paparan
(exposure) suatu faktor yang diduga merupakan faktor risiko/ etiologi/ kausayang
mempengaruhi terjadinya penyakit/ masalah kesehataan pada pasien. Intervensi
bisajugamerupakan faktor prognostik yang mempengaruhi terjadinya akibat-akibat penyakit,
seperti kematian, komplikasi, kecacatan, dan sebagainya (badoutcome) pada pasien.
Comparison
Prinsipnya, secara metodologis untuk dapat menarik kesimpulan tentang manfaat suatu tes
diagnostik, maka akurasi tes diagnostik itu perlu dibandingkan dengan keberadaan penyakit yang
sesungguhnya, tes diagnostik yang lebih akurat yang disebut rujukan standar(gold standar ), atau
tes diagnostik lainnya. Hanya dengan melakukan perbandingan makadapat disimpulkan apakah
tes diagnostik tersebut bermanfaat atau tidak bermanfaatuntukdilakukan. Sebagai contoh, jika
hasil tes diagnostik mendekati keberadaan penyakityang sesungguhnya, atau mendekati hasil tes
diagnostik standar emas, maka tesdiagnostik tersebut memiliki akurasi yang baik, sehingga
bermanfaat untukdilakukan
Outcome
Orientasi pada pasien mengenai harapan yang diinginkan dari intervensi yang meliputi:
perbaikan klinis,pengurangan efek samping, mortalitas, morbiditas, dan kualitas hidup pase
6
Penilaian Kritis Terhadap Artikel
Terdapat prinsip yang digunakan pada penilain sebuah artikel yaitu VIA. Prinsip VIA yang
digunakan yaitu :
7
Pembahasan Skenario
Seorang pria berusia 40 tahun dengan dengan keluhan banyak makan, banyak minum, dan
banyak kencing. Berat badan pasien diketahui juga menurun walaupun nafsu makan biasa.
Pasien ingin mengetahui apakah diagnosis pasien diabetes atau tidak dan ingin bertanya apakah
pemeriksaan yang lebih baik gula darah puasa atau HbA1c
Patient and Problem
apakah diagnosis pasien diabetes atau tidak dan ingin bertanya apakah pemeriksaan yang
lebih baik gula darah puasa atau HbA1c
Intervention
Pemeriksaan HbA1c
Comparison
Pemeriksaan gula darah puasa
Outcome
Pemeriksaan yang tepat untuk diagnosis diabetes
Pembahasan Jurnal
Tujuan dari penelitian pada jurnal tersebut adalah untuk melihat nilai prognosis dari
pemeriksaan dengan HbA1C dan gula darah puasa da juga untuk mmbandingkan hasil skrinning
dengan HbA1C ,gula darah puasa dan perngkuran dengan mengkombinasika antar HbA1C dan
gula darah puasa pada orang yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus.
American Diabetes Association melakukan penelitian untuk skrinning diabetes mellitus dengan
menggunakan HbA1C dan gula darah puasa. 6803 subjek yang bebas diabetes mellitus
diklasifikasikan pada non diabetes mellitus, pre diabetes mellitus dan mungkin diabetes mellitus
dengan nilai gula darah puasa (<100). (100-125) dan (>125) dan dengan nilai HbA1C (<5,7),
(5,7-6,4) dan (>6,4). Kemudaian tigkat bahaya, sensitivitas dan spesifisitas sudah diperkirakan
untuk individu dengan pre diabetes untuk mengalami kejadian diabetes mellitus untuk 5 tahun ke
depan. Meskipun gula darah puasa dan HbA1C kurang disetujui untuk klasifikasikan individu
pre diabetes.
Skrinning untuk diabetes tipe 2 dianggap menghemat buaya jika dilakukan pada oang
yang berumur 40-70 tahun. American Diabetes Association mengusulkan pemeriksaan dengan
HbA1C untuk skrinning diabetes mellitus tipe 2 sedangkan pemerikasaan gula darah puasa dan
8
TTGO untuk skrinning pada orang yang asimptomatis diabetes mellitus. Kelemahan dari
skrinnng dengan gula darah puasa dan TTGO membuat HbA1C lebih disukai untuk
menskrinning diabetes mellitus tipe 2 di masa depan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk
menilai kelayakan dari pemeriksaan dengan ula darah puasa dan HbA1C untuk mendeteksi pre
diabetes dan untuk membandingkan kemampuannya unutk mendeteksi diabetes mellitus pada
populasi 50-74 tahun. Kesimpulannya gula darah puasa dan HbA1C mempunyai kemampuan
skrinning untuk seseorang dengan resiko tinggo diabetes. Hasil dari penelitian bahwa jika
pemeriksaan gula darah puasa dan HbA1C dilakukan secara bersama maka hasilnya akan lebih
efektif.
Metodi penelitiann yang digubakan adalah base on the esteher study yang menggunakan
kohort dengan subjek yang berusuia 50-74 tahun yag rutin di check-up dari tahun 2000-2002.
Subjek diklasifikasikan sebagai pasien diabetes mellitus jika menggunakan obat anti diabetes
mellitus ataupun sudah didignosis dengan pemeriksaan penunjang.
Jumlah subkect 9853 tapi setelah melalui proses ekskusi total populasi yang benar-benar
digunakan dalam penelitian adalah 6803 kemudian dilakukan pengecekan gula darah puasa dan
HbA1C dan didapatkan 3410 tidak diabetes mellitus, 3184 pre diabetes mellitus dan 200
mungkin diabetes mellitus. Dari hasil penelitian tersebut 725 terdeteksi dengan pemeriksaan gula
darah puasa, 739 terdeteksi dengan pemeriksaan gula darah puasa dan HbA1C yang dilakukan
secara bersamaan dan 1720 terdeteksi dengan pemeriksaan HbA1C.
Setelah penelitian ini sudah dilakukan 353 populasi tidak di follow up lagi dan 218 tidak
ada kabar lebih lanjut. Dari hasil penilitiab ini ditemukan prognosis yang berbeda-beda.
1. Apakah terdapat sampel yang representative, dan berada pada kondisi yang sama dalam
perjalanan penyakitnya?
2. Berapa lama follow up yang dilakukan pada subject yang diperiksa?
3. Apakah follow up yang dilakuakn pada subject lengkap atau tidak?
4. Apakah tes yang dilakukan sesuai atau mengikutu prosedur dalam pengukuran dengan
GDP dan HbA1C?
5. Apakah terdapat faktor yang diduga mempengaruhi hasil dari penelitian?
6. Bila ditemukan subgrup dengan prognosis yang beda, apakah dilakukan adjustment
untukfaktor-faktor prognostik yang penting?
9
Penutup
Kesimpulan
Evidence based medicine adalah suatu pendekatan medic yang didasarkan pada
buktibukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayaan kesehatan penderita. diperlukan EBM yang
menggunakan pendekatan pencarian sumber ilmiah sesuai kebutuhan akan informasi bagi
individual dokter yang dipicu dari masalah yang dihadapi pasiennya disesuaikan dengan
pengalaman dan kemampuan klinis dokter tersebut. Pada EBM dokter juga diajari tentang
menilai apakah jurnal tersebut dapat dipercaya dan digunakan. Terdapat beberapa langkah
langkah dalam penggunaan dan penerapan evidence based medicine,dan untuk merumuskan
pertanyaan menggunakan sistem PICO. Untuk melakukan penilaian kritis menggunakan VIA.
Demi menunjang kelanjutan penilaian kritis diperlukan juga sumber bukti yang dapat digunakan
berupa sistem, sinopsis, sintesis dan studi.
Daftar Pustaka
1. Darmansyah,I. Evidence based medicine. Jakarta: FK UI; 2002.Hal.37-5.
2. Hamzah, C. Telaah kritis, pemahaman data dan interpretasi literature. Solo:UNS press;
2008. Hal.165-3.
3. Murti Bhisma Prof. Pegantar evidence based medicine. Bagian ilmu kesehatan
masyarakat.Solo; Fakultas Kedokteran Unversitas Sebelas Maret; 2001.
4. Hawkins RC (2005). The evidence based medicine approach to diagnostic testing:
practicalities and limitations. Clin Biochem Rev, 26:7-18.
5. Sastroasmoro S. Menelusur asal dan kaidah evidence-based medicine. Sagung seto.
Jakarta: Sagung Seto; 2009. Hal:32-4.
6. Dahlan S. Membaca dan menelaah jurnal uji klinis. Seri 6. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
Hal:16.
10