KRISTIAN SANJAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2 0 11
TESIS
KRISTIAN SANJAYA
NIM 0890761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2 0 11
PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN
ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH
PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS
MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR
ULTRAVIOLET B
KRISTIAN SANJAYA
NIM 0890761014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2 0 11
Lembar Pengesahan
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp FK
NIP 194612131971001 NIP 194606191976021001
Mengetahui,
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. Dr. dr. A.A. Raka Suwedi, Sp.S(K)
NIP 194612131971001 NIP 19590215985102001
TESIS INI TELAH DIUJI PADA
TANGGAL 14 JULI 2011
Anggota:
1. Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp FK
2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And
3. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
4. dr. A.A.A.N Susraini, Sp.PA
UCAPAN TERIMA KASIH
Ultraviolet of sunlight can cause photodamaged skin and its accumulation will
become photoaging skin. Ultraviolet light consists of UVA, UVB, and UVC. UVB light
directly damages DNA and causes apoptosis. UVB causes epidermal keratinocyte apoptosis
which is called sunburn cell. Some of growth factors have role as skin damage inhibitor.
Some studies have proved that erythropoietin hormone has role as cytoprotection and
apoptosis inhibitor for several tissues, but its action to skin especially on epidermis is still
unknown. This study finding that erythropoietin hormone aimed to prevent the increase of
sunburn cell on epidermis that is induced by UVB.
The study design was experimental pretest-posttest control group design. The study
was done in Biochemistry and Histology Laboratory of Medical Faculty of Airlangga
University Surabaya. Twenty four male mice strain Balbc were included and exposed to
UVB (280-360 nm, peak 306 nm), 16 mJ/cm2, at 30 cm distance for 90 seconds for 3
consecutive days, eight mice were chosen by simple randomization and were sacrificed for
hematoxylin-eosin skin histology preparat and then the amount of sunburn cells was counted
as pretest data. Sixteen mice were chosen randomly and alocated as control group, those were
injected 0.1 ml subcutaneous aquadest, and treatment group, those were injected 0,1 ml
subcutaneous rhEPO 100 IU/kg body weight. Injection was given 4 times with 3 days interval
and UVB everyday. All mice were sacrified on the end treatment and they were made skin
histology preparat as posttest sunburn cells data. Data were performed as mean ± standard
deviation. Statistical analysis used t test by SPSS 17.0 for Windows with significant value
p<0.05.
The mean of pretest sunburn cells 25,00 ± 4,85 ; control posttest 50,83 ± 6,70 ; dan
treatment posttest 31,5 ± 9,39 . The amount of sunburn cells of treatment group was lower
than control with significant difference (p=0,002). The amount of control sunburn cells
significantly increased (p=0,0001), whereas treatment group unsignificantly increased
(p=0,189). UVB cause keratinocyte apoptosis via intrinsic pathway. The skin manifestations
were dry skin and erythematous, and histologic examination show sunburn cells.
Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) prevent the increase the amount of sunburn
cells. The possibilities mechanism of rhEPO antiapoptosis are NO production, caspase
inhibition, or antiapoptosis protein increasing. It can be concluded rhEPO inhibits UVB-
induced epidermal keratinocyte apoptosis. rhEPO can be a choice of therapy in anti-aging
medicine for photodamaged and photoaging skin. It was needed further studies about rhEPO
antiapoptosis mechanism to skin, optimal dose, and side effect of therapy.
Halaman
ABSTRACT .............................................................................................................. ix
LAMPIRAN .............................................................................................................. 49
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Rerata jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan .......... 38
Halaman
EPO = Eritropoietin
NO = Nitric oxide
PI3K = Phosphatydilinositol-3kinase
UV = Ultraviolet
UVA = Ultraviolet A
UVB = Ultraviolet B
UVC = Ultraviolet C
PENDAHULUAN
antiaging medicine ini, setiap orang dapat tetap hidup sehat dan berada dalam kualitas
hidup yang optimal meskipun dengan pertambahan usia. Proses penuaan dapat
diperlambat, ditunda atau dihambat dan usia harapan hidup akan meningkat disertai
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses
antaranya adalah faktor radikal bebas, hormon yang berkurang, genetik, gaya hidup
tidak sehat, polusi lingkungan dan stres (Pangkahila, 2007). Salah satu faktor
manusia. Paparan sinar matahari secara terus-menerus dalam jangka lama membuat
kulit seperti terbakar. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa
terdiri dari UVA, UVB, dan UVC. Sinar UVA memicu terbentuknya senyawa radikal
radikal bebas berikatan dengan DNA, protein, maupun lipid sehingga mengubah
struktur dan fungsi sel. Perubahan ini mengakibatkan kerusakan dan kematian sel.
Sinar UVB langsung merusak DNA. Sinar UVC tidak bisa sampai di permukaan
bumi meskipun efek destruktifnya lebih kuat daripada UVA dan UVB (Dröge, 2002).
Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan paparan sinar ultraviolet B. Kulit
adalah organ yang terpapar radiasi sinar UV. Penuaan kulit akibat sinar UV
Paparan kronis sinar UV menjadi salah satu faktor penuaan prematur dan
penyakit degeneratif kulit. Photoaging adalah proses akumulatif paparan sinar UV.
ataupun mutasi yang mengarah pada neoplasma. Apoptosis keratinosit dan sel
Langerhans terjadi akibat paparan sinar UV (Pradhan et al., 2008). Keratinosit yang
mengalami apoptosis disebut sunburn cell, yang dapat diamati dengan mikroskop
cahaya. Sunburn cell tampak berupa sel dengan inti sel terkondensasi dan sitoplasma
eosinofilik (Raj et al., 2006). Paparan sinar UVB menginduksi apoptosis keratinosit
aktivasi molekul proapoptotik caspase-3 (Mildner et al., 2002). Sinar UVB
mengakibatkan kematian sel melalui efeknya pada mutasi gen. Sinar UVB
menginduksi mutasi gen p53 sehingga terjadi karsinogenesis (Kranen et al., 1995).
kerusakan kulit (Raj et al., 2006). Eritropoietin (EPO) adalah salah satu growth factor
jaringan selain efek eritropoietik. EPO menghambat apoptosis sel. Namun pengaruh
EPO dalam menghambat apoptosis keratinosit epidermis kulit akibat sinar UVB
eritroid sehingga terbentuk eritrosit baru. Beberapa studi terakhir melaporkan tentang
efek noneritropoietik EPO pada berbagai jaringan dan sel, seperti sistem
kardiovaskuler, saraf, dan ginjal. EPO memiliki peran perlindungan terhadap iskemia
langsung. Mekanisme langsung terjadi melalui aktivasi berbagai reaksi biokimia yang
anoksia. Mekanisme tidak langsung terjadi melalui potensi angiogenik EPO sehingga
terjadi perbaikan suplai oksigen pada jaringan iskemik (Paschos et al., 2008). EPO
memiliki peran protektif terhadap kerusakan dan kematian sel serta perbaikan
jaringan. EPO meningkatkan ekspresi endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan
produksi nitric oxide (NO). Efek antiapoptosis NO adalah dengan mengurangi stress
antiapoptosis dibuktikan dengan studi oleh Sharples et al. (2004) bahwa EPO
mencegah aktivasi caspase-3, -8, -9 dan mengurangi sel yang apoptosis. EPO
Studi tentang peran recombinant human EPO (rhEPO) pada kulit melaporkan
induksi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan proliferasi endotel vaskuler
hubungan dengan kadar inducible nitric oxide synthase (iNOS) di jaringan granulasi.
epidermis kulit akibat sinar UV membutuhkan pembuktian lebih lanjut. Penelitian ini
dirancang dengan menggunakan hewan coba mencit yang dipapar sinar UVB sebagai
mencegah peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan yang terpapar
sinar ultraviolet B ?
(rhEPO) dapat mencegah peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan
Manfaat ilmiah:
Manfaat aplikasi:
KAJIAN PUSTAKA
Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak
dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada
umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang
muncul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor yang
berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi faktor
internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon
yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola hidup yang
tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat dicegah, diperlambat
bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Lebih jauh
lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik
(Pangkahila, 2007).
Usia harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang optimal
inilah konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging Medicine
(AAM). AAM ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang didasarkan
berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang
bertujuaan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan definisi AAM
tersebut, tampak bahwa terdapat paradigma yang baru. Yakni di antaranya manusia
bukanlah orang terhukum yang terperangkap dalam takdir genetik dan penuaan dapat
dianggap sama dengan penyakit yang dapat dicegah, diobati bahkan dikembalikan ke
dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses
sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
antara lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat
meliputi berolahraga teratur, makanan sehat dan cukup, atasi stres; jangan merasa
sehat dan normal hanya karena tidak ada keluhan serius; melakukan pemeriksaan
obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi
berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan
melakukan upaya menghambat proses penuaan, antara lain karena lingkungan tidak
sehat, pengetahuan rendah dan budaya yang tidak benar (Pangkahila, 2007).
2.2 Sinar Ultraviolet
lebih pendek dari cahaya tampak tetapi lebih panjang dari sinar X, dengan rentang
10-400 nm, energy 3-124 eV. Sinar UV ditemukan pada sinar matahari. Radiasi UV
yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek
dari 290 nm yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh filtrasi oleh
lapisan ozone. Kedua, UVB (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan
bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit.
Ketiga, UVA (320-400 nm) yang mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi
UVA1 (340-400 nm) dan UVA2 (320-340 nm). Menipisnya lapisan stratosfer dari
Sinar UVC merusak DNA lebih berat daripada UVB, meskipun lebih
potensial daripada UVB namun UVC banyak diserap atmosfer dan tidak mencapai
permukaan bumi. Sinar UVB merusak sel melalui efek langsung kerusakan DNA dan
induksi apoptosis. Sinar UVB memicu multimerisasi Fas death receptors, yang
dan stabilisasi p38 mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang terjadi dalam 2
jam paparan UVB, dan memulai aktivasi caspase. Peroksidasi lipid dan produksi
radikal oksidatif terjadi setelah paparan UVB. Sinar UVA mempunyai potensi lebih
rendah dalam merusak sel. Sinar UVA mengakibatkan pembentukan radikal oksidatif.
jumlah sunburn cells sesuai dengan peningkatan dosis. Kelompok kontrol dengan
UVA 0,43-1,25 J/cm2 terdapat peningkatan jumlah sunburn cells dan mencapai
puncak dengan 35 sunburn cells /cm epidermis pada 1,25 J/cm2. Pada 1,75 J/cm2
jumlah sunburn cells berkurang dan pada 2,5-5 J/cm2 terjadi nekrosis (Garmyn et al.,
1989). Paparan lampu UV dengan panjang gelombang >295 nm pada mencit tanpa
bulu dan dengan bulu selama 30, 60, 90, dan 120 detik mengakibatkan eritema pada
paparan selama 90 detik. Eritema pada mencit tanpa bulu lebih tampak jelas
dibandingkan mencit dengan bulu (Fox dan Lewis, 1979). Studi tentang paparan
UVB (290-330 nm) dengan keluaran energi 0,7 mW/cm2, jarak 30 cm, kekuatan
radiasi 8, 16, 24, 32 mJ/cm2 ; pada keratinosit in vitro, melaporkan bahwa apoptosis
keratinosit terjadi pada radiasi 16 mJ/cm2. Apoptosis terjadi melalui induksi aktivitas
Lampu UV dengan emisi UVB (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UVA
(320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada mencit tanpa bulu
mJ/cm2 adalah rentang paparan UV normal pada manusia. Dosis UV 40 mJ/cm2 pada
manusia menghasilkan efek eritema (Lu et al., 2000). Lampu UV (270-440 nm)
dengan emisi dominan 312 nm menghasilkan penetrasi kulit lebih dalam daripada UV
gelombang pendek (254 nm). Paparan lampu UV (UVA 315-400nm dan UVB 280-
315 nm), 2,2 J/m2/detik pada jarak 20 cm, pada mencit menghasilkan efek
tumorigenik lebih besar daripada UV gelombang pendek (254 nm), 1,2 J/m2/detik,
pada jarak 50 cm (Kodama et al., 1984). Delapan lampu UV (UVB 280-320 nm, 75-
80% energi total dan UVA 320-375 nm, 20-25% energi total), dengan radiasi UVB
180 mJ/cm2, pada jarak 43,2 cm, selama 130-160 detik setiap hari sampai 10 hari,
2.3 Apoptosis
dan penuaan, serta sebagai mekanisme homeostasis populasi sel. Apoptosis juga
berguna sebagai mekanisme pertahanan seperti pada reaksi imun atau kerusakan sel
atau mikroskop elektron. Dengan mikroskop cahaya, sel tampak mengkerut dan
eosin, sel apoptotik tampak tampak sebagai massa bundar atau oval, sitoplasma
eosinofilik gelap, dan fragmen kromatin inti berwarna ungu gelap. Tampak
penonjolan sitoplasma yang disebut badan apoptotik, dengan membran sel yang utuh
(Gambar 2.2). Proses pembentukan badan apoptotik yang diikuti karyorrhexis disebut
apoptosis tidak ada reaksi inflamasi karena sel apoptotik tidak melepaskan isi sel ke
ruang interstisial, segera difagositosis, dan sel fagosit (makrofag) tidak menghasilkan
Kematian sel dapat terjadi melalui proses nekrosis selain apoptosis. Oncosis
adalah proses menuju nekrosis dengan manifestasi karyolisis dan cell swelling.
Nekrosis adalah proses pasif dan tidak terkendali yang melibatkan seluruh bagian sel.
(Elmore, 2007).
ekstrinsik (jalur reseptor kematian = death receptor pathway) dan jalur intrinsik (jalur
ujung yang sama yaitu jalur eksekusi. Jalur eksekusi berupa pengaktivan caspase 3
(Elmore, 2007).
Caspase adalah proenzim yang berada dalam kondisi inaktif, yang menjadi
aktif selama proses apoptosis. Caspase utama yang telah diidentifikasi yaitu inisiator
(caspase-2, -8, -9, -10), efektor atau eksekutor (caspase-3, -6, -7), dan inflamator
(caspase-1, -4, -5). Caspase memiliki aktivitas proteolitik yang dapat memecah
proapoptotik terdiri dari Bcl-10, Bax, Bak, Bid, Bad, Bim, Bik, dan B1k. Kelompok
antiapoptotik terdiri dari Bcl-2, Bcl-x, Bcl-XL, Bcl-XS, Bcl-w, BAG (Elmore, 2007).
2.4 Epidermis
Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu epidermis,
dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan berturut-turut dari
luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum spinosum, stratum
granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah struktur yang dinamis dimana
95% tersusun oleh keratinosit yang terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu
melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Melanosit adalah sel penghasil melanin,
yaitu pigmen kulit. Sel Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel Merkel
2.4.2 Keratinosit
proses diferensiasi dimulai dari basal menuju permukaan kulit. Proses ini pada
antara sel dermis dan epidermis melalui growth factors. Pada lapisan basal terdapat 3
jenis keratinosit, yaitu sel punca (stem cells), transit-amplifying cells, dan postmitotic
differentiating cells. Sel punca adalah sumber keratinosit dengan potensi proliferasi
kerusakan genetis karena radiasi sinar UV atau kerusakan oksidatif. Sinar UVB (290-
320 nm) dengan dosis 200-700 J/m2 menginduksi apoptosis pada periode 24-48 jam,
caspase (caspase-3, -8, -9). UVB memicu multimerisasi reseptor kematian Fas (Fas
Sunburn cell adalah keratinosit yang mengalami apoptosis. Sunburn cell bisa
Sunburn cell tampak berupa nukleus terkondensasi atau tanpa nukleus (absen) dan
Pembentukan sunburn cells bergantung pada dosis dan panjang gelombang sinar UV.
Sinar UVC (254 nm) dan UVB (290-320 nm) menginduksi pembentukan sunburn
cells, sedangkan UVA (320-400 nm) sendiri memiliki efek minimal atau hampir tidak
mengakibatkan penuaan dini kulit (photoaging). Proses penuaan ini adalah akumulasi
paparan matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan warna lebih terang.
reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi, dan
enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis dan degradasi protein dermis. Radiasi
sinar UV menghasilkan spesies oksigen reaktif yang bereaksi dengan komponen sel
yaitu DNA, protein, dan lipid. Modifikasi komponen sel mengganggu fungsi sel
senyawa radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila
berubah menjadi spesies oksigen reaktif jenis lain yaitu radikal hidroksil dan oksigen
phosphate) oksidase, enzim yang menghasilkan H2O2, akibat paparan UV. Aktivitas
NADPH oksidase meningkat 2 kali dalam 20 menit paparan sinar UV (Fisher et al.,
2002).
2.6 Eritropoietin
sebagai respons terhadap hipoksia. Sekitar setengah berat molekul EPO terdiri dari
rantai samping oligosakarida asidik. Posisi glikosilasi N-linked terjadi pada residu
aspartil 24, 38, dan 83, sedangkan glikosilasi O-linked pada Serine126. Tiga rantai N-
glycan EPO manusia mengandung struktur tetra-antennary dengan atau tanpa unit
dan asam sialik. Produksi dan sekresi EPO matur juga bergantung pada integritas
rantai N-linked dan O-linked. Gen EPO terletak di kromosom 7, sebagai single copy
regio 5,4 kb genom DNA, dan mengkode rantai polipeptida dengan 193 asam amino.
Selama produksi dan sekresi EPO, terjadi pemecahan 27 asam amino hydrophobic
secretory leader pada ujung amino, sehingga dihasilkan peptida 166 asam amino.
Arginin ujung karboksi pada posisi 166 dihilangkan pada EPO matur dan
recombinant human EPO (rhEPO) sehingga menjadi 165 asam amino yang berada di
sirkulasi. Rantai glikosilasi sangat penting untuk fungsi biologis EPO dan dapat
melindungi EPO dari degradasi oleh radikal bebas (Maiese et al., 2008).
otokrin. Eritropoietin pada orang dewasa dihasilkan 90% di ginjal, oleh sel intersisial
peritubuler, termasuk jenis fibroblas tipe II, yang terletak dekat basis tubulus
proksimal di bagian dalam korteks ginjal dan bagian luar medula ginjal. Eritropoietin
juga dihasilkan 10% di hati, oleh hepatosit dan sel Kupffer. Eritropoietin pada fetus
dihasilkan terutama oleh hati, dan segera sesudah lahir beralih oleh ginjal. Fungsi
eritropoietin ditemukan juga di ginjal, otak, retina, jantung, paru, otot polos, dan
testis. Pengaruh eritropoietin pada ginjal bersifat parakrin. Eritropoietin dapat bersifat
vaskuler, saraf, testis, uterus, ginjal, otot, dan kulit, Reseptor EPO adalah protein
yang terdiri dari domain ekstraseluler, transmembran, dan intraseluler. Ikatan EPO
Proses ini mengawali intracellular signaling cascade yang mengatur ekspresi gen
untuk cell survival, proliferasi, dan diferensiasi (Lapin, 2003; Smith et al., 2003).
Reseptor EPO mengaktifkan Janus-tyrosine kinase 2 (Jak2) melalui fosforilasi.
promoter DNA spesifik untuk memulai transkripsi gen. Jalur ini diperlukan untuk
efek sitoproteksi EPO selama stres oksidatif. Aktivasi STAT dapat melindungi sel
menunjukkan efektivitas yang sama dibandingkan secara intravena, dan telah menjadi
pedoman di Eropa dan Amerika Serikat. Dosis rhEPO yang digunakan adalah 150
IU/kg BB sebanyak 2-3 kali per minggu. Pemberian rhEPO 2 kali atau 3 kali per
minggu menunjukkan efikasi dan toleransi yang baik dibandingkan 1 kali per
minggu. Meskipun terapi rhEPO dosis tinggi menunjukkan manfaat dan aman tetapi
untuk penggunaan jangka panjang sebaiknya dengan dosis rendah untuk mencegah
trombosit, leukosit, kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan mean arterial pressure
atau 500 U/kg BB pada pria dewasa sehat dapat mengaktivasi endotel vaskuler,
melalui peningkatan prosentase P-selectin dan CD-36 positive platelet, serta soluble
E-selectin. Peningkatan soluble E-selectin bergantung dosis rhEPO, dimana
peningkatan >100% pada kelompok rhEPO 500 U/kg BB (Smith et al., 2003).
Pemberian rhEPO 1000 U/kg BB subkutan 2 kali/minggu selama 14 hari pada mencit
ginjal yang diterapi rhEPO. Peningkatan tekanan darah pada penderita dialysis
2003).
Beberapa studi membuktikan efek rhEPO pada kulit. Dosis rhEPO 400 U/kg
dalam 100 μl sc mempercepat penyembuhan luka pada kulit mencit dengan genetik
menunjukkan bahwa rhEPO dengan dosis rendah berulang, 400 U/kg BB/hari, atau
tinggi berulang, 5000 U/kg BB/hari, justru menghambat proses penyembuhan luka
sebab jumlah eritrosit berlebihan dan malfungsi reologi (Sorg et al., 2009). Pemberian
rhEPO 600 U/ml dan 3000 U/ml secara topikal selama 12 hari meningkatkan densitas
(Hamed et al., 2010). rhEPO 150 IU/kg BB subkutan pada penderita sklerosis
Sinar UVB merusak sel melalui efek langsung kerusakan DNA dan
akibat paparan sinar UVB, yang tampak sebagai sunburn cell yaitu keratinosit
mengkerut dan piknosis. Sunburn cells tampak sebagai massa bundar atau oval,
sitoplasma eosinofilik gelap, dan fragmen kromatin inti berwarna ungu gelap.
apoptosis keratinosit dapat mencegah photodamaged skin dan pada akhirnya dapat
EPO, yang dapat berikatan dengan reseptor EPO yang berada di membran sel.
Ikatan rhEPO dan EPO-R menghasilkan sinyal transduksi yang dapat meningkatkan
berperan pada fungsi sel. NO dapat menghambat apoptosis (program kematian sel)
melalui penghambatan protein proapoptotik (Bax, Bak, Bid, caspase) dan atau
3.2 Konsep
Sinar UVB
Epidermis mencit
= Aktivasi
Photodamaged skin ↓
= Inhibisi
peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan yang dipapar sinar
ultraviolet B.
BAB IV
METODE PENELITIAN
P0
R O1 O2
P S Kelompok
P1
O3 O4
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
R = Randomisasi
O1 = Pemeriksaan pretest pada kelompok kontrol
O2 = Pemeriksaan posttest pada kelompok kontrol
O3 = Pemeriksaan pretest pada kelompok perlakuan
O4 = Pemeriksaan posttest pada kelompok perlakuan
P0 = tanpa perlakuan
P1 = dengan perlakuan
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Surabaya.
hari. Perlakuan mencit dilakukan selama 15 hari. Pembuatan sediaan dan pembacaan
Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang anti aging medicine, khususnya
menyangkut kulit
4.4.1 Populasi
response variable:
2 σ2
n= f(α, β)
( μ2- μ1)2
Keterangan:
Untuk mengantisipasi drop out, dilakukan koreksi besar sampel dengan rumus:
n’ = n / (1-f)
f = perkiraan proporsi drop out = 0,3
n’ = 5,1592 / (1- 0,3) = 7,3703
Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 mencit tiap kelompok. Jadi
penelitian ini menggunakan besar sampel 8 mencit tiap kelompok untuk antisipasi
drop out.
manusia usia dewasa muda dan dianggap belum mengalami proses penuaan
3. Berat 25 gram.
4. Kondisi sehat, yang ditandai dengan tidak ada kerontokan bulu, tidak ada
keradangan dan atau pus pada mata, telinga, badan, dan ekor.
3. Variabel kendali adalah jenis kelamin, umur, diet, kondisi kandang, sinar UVB.
rekombinan manusia (Hemapo®, Kalbe Farma, Indonesia) dengan dosis 100 IU/kg
(Garmyn, 1989).
3. Jumlah sunburn cells adalah jumlah sunburn cells yang dihitung dari 100
keratinosit yang tampak pada lapang pandang mikroskop, pada sediaan histologi
preparat dari kiri ke kanan. Jumlah sunburn cells dinyatakan dalam angka, yaitu
6. Diet adalah makanan dan minuman standar mencit (Lampiran 6) yang diberikan
secara ad libitum.
7. Kondisi kandang adalah kondisi kandang mencit dengan siklus 12 jam terang dan
8. Sinar ultraviolet B (UVB) adalah sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm)
(Sankyo Denki®, Jepang), 16 mJ/cm2, pada jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari
4. Xylol
5. Paraffin
6. Hematoxylin-eosin
7. Ether
8. Diet mencit
9. Aquadest
2. Kandang mencit
3. Termometer
4. Hygrometer
5. Syringe 1 ml
6. Jarum 30G
7. Pisau scalpel
9. Slide preparat
11. Microtome
4.8 Prosedur Penelitian
adaptasi selama 3 hari, dan makanan serta minuman standar diberikan ad libitum.
2. Mencit dipilih secara randomisasi sederhana pada hari ke-4 sebanyak 16 mencit
tiap kelompok.
3. Mencit dipapar sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada
jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Mata dan
telinga mencit ditutup setiap kali paparan sinar UVB untuk perlindungan.
4. Mencit dipilih secara randomisasi sederhana pada hari ke-4 paparan sinar UVB
anestesi ether, dengan cara meneteskan ether pada kapas, lalu kapas tersebut
ditempatkan pada mulut dan hidung mencit dalam ruang kaca yang tertutup dan
jumlah sunburn cells sebagai data pretest kelompok kontrol dan perlakuan.
5. Mencit kelompok kontrol mendapat sinar UVB dan injeksi aquadest (placebo)
syringe 1 ml dan jarum 30G. Mencit kelompok perlakuan mendapat sinar UVB
dan injeksi rhEPO dosis 100 IU/kg BB sebanyak 0,1 ml secara subkutan pada
sehingga diperoleh kadar 2,5 IU / 0,1 ml. Injeksi aquadest dan rhEPO diberikan 4
kali dengan interval 3 hari. Sinar UVB diberikan setiap hari. Perlakuan dilakukan
selama 12 hari.
6. Dua puluh empat jam sesudah perlakuan mencit dikorbankan dengan anestesi
ether, dengan cara meneteskan ether pada kapas, lalu ditempatkan pada mulut dan
hidung mencit dalam ruang kaca yang tertutup dan transparan. Dilakukan
7. Jumlah sunburn cells ditentukan dengan penghitungan jumlah sunburn cells per
pewarnaan (staining). Sampel kulit difiksasi dengan buffer formalin 10% selama
24 jam. Dehidrasi jaringan dengan Etanol 70% , 90%, 96% dan absolute dalam 3
kali proses selama 2 jam untuk tiap proses dehidrasi. Proses clearing
menggunakan xylene, diawali dengan penggunaan campuran 50% etanol dan 50%
xylene selama 1 jam, lalu dilanjutkan dengan 100% xylene selama 1 jam. Proses
infiltrasi (embedding) diawali dengan menggunakan campuran 50% xylene dan
50% paraffin selama 30 menit, lalu dilanjutkan 100% paraffin sebanyak 2 kali
proses yaitu proses pertama selama 2 jam dan proses kedua selama 3 jam, dengan
albumin telur, dan dibiarkan kering selama 1 malam. Pewarnaan diawali dengan
meletakkan slide dalam xylene selama 20 menit, slide direhidrasi dengan aquadest,
diletakkan dalam hematoxylin selama 3-5 menit, lalu diletakkan dalam etanol 70%
selama 2-5 menit, lalu diletakkan dalam eosin selama 2-5 menit, didehidrasi dan
dibersihkan dengan xylene, ditutup dengan slide cover, dan dibiarkan kering
1. Analisis deskriptif
2. Uji normalitas
Uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk sebab n < 50. Hasil p > 0,05,
3. Uji homogenitas
Uji homogenitas dengan uji Levene, hasil p > 0,05, maka data homogen.
4. Uji komparasi
Data berdistribusi normal dan homogen sehingga dalam penelitian ini
menggunakan:
Uji t bebas untuk komparasi jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan.
Uji t berpasangan untuk komparasi data pretest dan posttest jumlah sunburn cells.
Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows dengan
Randomisasi sederhana
Paparan sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada jarak
30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut
Randomisasi sederhana
Analisis data
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.1 Rerata jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan
Pemeriksaan Rerata jumlah sunburn cells
Kontrol Perlakuan
Pretest 25,00 ± 4,85 24,83 ± 5,15
Posttest 50,83 ± 6,70 31,50 ± 9,39
50,83 ± 6,70
31,50 ± 9,39
menunjukkan tidak berbeda bermakna (p=0,955). Sinar UVB yang dipaparkan pada
kelompok kontrol dan perlakuan menghasilkan efek yang sama. Jumlah sunburn cells
tidak berbeda bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan. Kondisi awal dapat
Kelompok Pretest P
Kelompok Posttest p
PEMBAHASAN
yaitu mutasi dengan terbentuknya dimer timin. Perubahan susunan basa nitrogen
yang selanjutnya menghasilkan kondensasi kromatin dan fragmentasi inti sel. Kulit
mempunyai manifestasi kulit kering dan eritema. Dua ekor mencit kelompok kontrol
mati pada hari ke-12 dan 16 paparan sinar UVB. Penyebab kematian mencit ini
kemungkinan adalah kerusakan kulit yang luas dan efek sistemik paparan UVB. Sinar
(IL-1), IL-6, tumor necrosis factor-α (TNF-α). Efek mediator inflamasi ini
sinar UVB menghasilkan kerusakan kulit yang bermakna dimana jumlah sunburn
kelompok perlakuan mempunyai manifestasi kulit kering dan eritema minimal serta
produksi nitric oxide (NO) (Burger et al., 2006). Pemberian rhEPO menghambat
apoptosis epitel alveolar dan epitel bronkial manusia pada penelitian in vitro
apoptosis pada iskemia otot rangka tungkai (Joshi et al., 2010).EPO dapat
yang ada di kulit. Ikatan ini mengaktivkan proses fosforilasi Jak2. Jak2 mengaktivkan
STAT, dimana STAT yang aktiv akan bergerak ke nukleus untuk memicu proses
transkripsi gen-gen yang dibutuhkan untuk proteksi sel dan inhibisi apoptosis (Smith
penelitian lebih mendalam tentang mekanisme ini khususnya peran EPO sebagai
penelitian lebih lanjut tentang pengaruh rhEPO terhadap dermis, berbagai sel kulit
yang lain, dan matriks ekstraseluler kulit. Pada penelitian ini dosis rhEPO 100 U/kg
dapat menghambat apoptosis, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
dosis optimal rhEPO sebagai inhibitor apoptosis kulit dan efek samping rhEPO yang
kulit seperti terbakar. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa
kulit. Saat ini orang berupaya mengatasi masalah kerusakan kulit akibat sinar
human erythropoietin (rhEPO) dapat menurunkan jumlah suburn cells pada mencit
dapat mencegah terjadinya photodamage skin yang berarti juga dapat menghambat
photoaging skin, sehingga diharapkan rhEPO juga dapat memberikan manfaat yang
sama pada epidermis manusia, namun masih diperlukan kajian yang lebih mendalam
pada manusia mengenai dosis yang optimal dan efek samping penggunaannya sampai
7.1 Simpulan
sunburn cells.
7.2 Saran
1. Penelitian tentang rhEPO terhadap dermis, berbagai jenis sel kulit, dan matriks
ekstraseluler kulit
2. Penelitian tentang dosis optimal rhEPO dengan efek samping minimal untuk
photoaging skin.
Boonstra, A., van Oudenaren, A., Barendregt, B., An, L., Leenen, P. J. M., Savelkoul,
H. F. J. 2000. UVB Irradiation Modulates Systemic Immune Responses by
Affecting Cytokine Production of Antigen-Presenting Cells. International
Immunology, 12(11):1531-1538.
Burger, D., Lei, M., Morphet, N.G., Lu, X., Xenocostas, A., Feng, Q. 2006.
Erythropoietin Protects Cardiomyocytes from Apoptosis via Up-regulation of
Endothelial Nitric Oxide Synthase. Cardiovascular Research, 72:51-59.
Dröge, W. 2002. Free Radical in the Physiological Control of Cell Function. Physiol
Rev., 82:47-95.
Ferri, C., Giuggioli, D., Sebastiani, M., Colaci, M. 2007. Treatment of Severe
Scleroderma Skin Ulcer with Recombinant Human Erythropoietin. Clinical
and Experimental Dermatology, 32(3):287-290.
Fisher, G. J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z. B., Wan, Y., Datta, S., Voorhees, J. J.
2002. Mechanisms of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch
Dermatol, 138:1462-1470.
Fox, P.K., Lewis, A.J. 1979. Production of Ultraviolet-Light Induced Skin Erythema
in Hairless Rat: A Comparison with the Haired Rat in Screening for Anti-
inflammatory Drugs. Laboratory Animal, 13:321-323.
Galeano, M., Altavilla, D., Cucinotta, D., Russo, G.T., Calò, M., Bitto, A., Marini,
H., Marini, R., Adamo, E.B., Seminara, P., Minutoli, L., Torre, V., Squadrito,
F. 2004. Recombinant Human Erythropoietin Stimulates Angiogenesis and
Wound Healing in the Genetically Diabetic Mouse. Diabetes, 53:2509-2517.
Hamed, S., Ullmann, Y., Masoud, M., Hellou, E, Khamaysi, Z., Teot, L. 2010.
Topical Erythropoietin Promotes Wound Repair in Diabetic Rats. Journal of
Investigative Dermatology, 130:287-294.
Haroon, Z.A., Amin, K., Jiang, X., Arcasoy, M.O. 2003. A novel Role for
Erythropoietin During Fibrin-Induced Wound-Healing Response. Am J
Pathol, 163:993-1000.
Joshi, D., Tsui, J., Ho, T. K., Selvakumar, S., Abraham, D. J., Baker, D. M. 2010.
Review of the Role Erythropoietin in Critical Leg Ischemia. Angiology,
61(6):541-550.
Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. 6th edition. Elsevier Saunders.
Li, Y., Takemura, G., Okada, H., Miyata, S., Maruyama, R., Li, L., Higuchi, M.,
Minatoguchi, S., Fujiwara, T., Fujiwara, H. 2006. Reduction of Inflammatory
Cytokine Expression and Oxidative Damage by Erythropoietin in Chronic
Heart Failure. Cardiovascular Research, 71:684-694.
Lu, Y. P., Lou, Y. R., Li, X. H. 2000. Stimulatory Effect of Oral Administration of
Green tea or Caffeine on Ultraviolet Light-induced Increases in Epidermal
Wild-type p53, p21, (WAF1/CIP1), and Apoptotic Sunburn Cells in SKH-1
Mice. Cancer Res, 60:4785-4791.
Maiese, K., Chong, Z. Z., Hou, J., Shang, Y.C. 2008. Erythropoietin and Oxidative
Stress. Curr Neurovasc Res, 5(2):125-142.
Mildner, M., Eckhart, L., Lengauer, B., Tschachler, E. 2002. Hepatocyte Growth
Factor/Scatter Factor Inhibits UVB-induced Apoptosis of Human
Keratinocytes but not of Keratinocyte-derived Cell Lines via
Phosphatidylinositol 3-Kinase/AKT Pathway. Journal of Biological
Chemistry, 277(16):14146-14152.
Paschos, N., Lykissas, M.G., Beris, A.E. 2008. The Role of Erythropoietin as An
Inhibitor of Tissue Ischemia. Int J Biol Sci, 4:161-165.
Pocock, S. 2008. Clinical Trials: A Practical Approach. John Wiley & Sons.
Pradhan, S., Kim, H.K., Thrash, C.J., Cox, M.A., Mantena, S.K., Wu, J.H., Athar, M.,
Katiyar, S.K., Elmets, C.A., Timares, L. 2008. A Critical Role for
Proapoptotic Protein Bid in Ultraviolet-Induced Immune Suppression and
Cutaneous Apoptosis. J Immunol, 181:3077-3088.
Rigel, D. S., Weiss, R. A., Lim, H. W., Dover, J. S. 2004. Photoaging. Canada:
Marcel Dekker Inc. p. 34.
Schrier, R.W. 2007. Diseases of The Kidney and Urinary Tract. 8th edition. Volume
III. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. p.1894-1905, 2405-2423.
Sharples, E.J., Patel, N., Brown, P., Stewart, K., Philipe, H.M., Sheaff, M., Kieswich,
J., Allen, D., Harwood, S., Raftery, M., Thiemermann, C., Yaqoob, M.M.
2004. Erythropoietin Protects The Kidney Against The Injury and Dysfunction
Caused by Ischemia-Reperfusion. J Am Soc Nephrol, 15:2115-2124.
Smith, K. J., Bleyer, A. J., Little, W. C., Sane, D. C. 2003. The Cardiovascular
Effects of Erythropoietin. Cardiovascular Research, 59:538-548.
Sorg, H., Krueger, C., Schulz, T., Menger, M. D., Schmitz, F., Vollmar, B. 2009.
Effects of Erythropoietin in Skin Wound Healing are Dose Related. FASEB J,
23:3049-3058.
Vorobiov, M., Malki, M., Schnaider, A., Basok, A., Rogachev, B., Lewis, E.C.,
Chaimovitz, C., Zlotnik, M., Douvdevani, A. 2008. Erythropoietin Prevents
Dyalisis Fluid-Induced Apoptosis of Mesothelial Cells. Perit Dial Int,
28(6):648-654.
Wang, Z. Y., Huang, M. T., Ferraro, T., et al. 1992. Inhibitory Effect of Green Tea in
the Drinking Water on Tumorigenesis by Ultraviolet Light and 12-o-
tetradecanoylphorbol-13-acetate in the Skin of SKH-1 Mice. Cancer Res,
52:1162-1170.
Weiss, M.J. 2003. New Insight Into Erythropoietin and Epoetin Alfa: Mechanisms of
Action, Target Tissues, and Clinical Applications. The Oncologist, 8(suppl
3):18-29.
LAMPIRAN 1
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pretest kontrol .102 6 .200* 1.000 6 1.000
perlakuan .125 6 .200* .997 6 .999
posttest kontrol .164 6 .200* .977 6 .936
perlakuan .228 6 .200* .918 6 .493
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
LAMPIRAN 2
Group Statistics
LAMPIRAN 4
Paired Differences
FOTO PENELITIAN
Recombinant human erythropoietin
(Hemapo®, Kalbe Farma, Indonesia)
FOTO MIKROSKOP
BAHAN: jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung
daging dan tulang, pecahan gandum,
bungkil kacang tanah, canola, tepung daun, vitamin, kalsium, fosfat, trace
mineral.
ANALISA:
Kadar air 13%
Protein 13-15%
Lemak 3%
Serat 8%
Abu 6%
Kalsium 0,8%
Fosfor 0,6%