Anda di halaman 1dari 141

TESIS

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN


( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN
JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI
MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR
(Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

YESSY HERAWATI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i

TESIS

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN


( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN
JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI
MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR
(Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

YESSY HERAWATI
NIM. 1290761015

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i

TESIS

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN


( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN
JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI
MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR
(Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Tesis ini untuk memperoleh Gelar Magister


Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

YESSY HERAWATI
NIM. 1290761015

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii

Lembaran Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL: 18 November 2014

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS
NIP . 194612131971071001

Dr.dr.A.A.G.P .Wiraguna,SpKK(K). ,FINSDV, FAADV


NIP :195609121984121001

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik


Program Pascasarjana,
Universitas Udayana,

Direktur
Program Pascasarjana Universitas
Udayana,

Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS


NIP.194612131971071001

Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K)


NIP:195902151985102001

iii

Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai


Pada tanggal: 18 November 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor


Program Pascasarjana Universitas Udayana
No: 3464/UN.14.4/HK/2014 Tanggal: 19 September 2014

Ketua

: Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS

Penguji :
1.
Dr.dr.A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K).,FINSDV,FAADV
2.
Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.SC.,Sp.And
3.
Prof.dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
4.
Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes.

iv

UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah Swt, karena rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang
berjudul Pemberian Oral Ekstrak Daun Pegagan ( Centella asiatica) Lebih
Banyak Meningkatkan Jumlah Kolagen Dan Menurunkan Ekspresi MMP-1
Daripada Vitamin C Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Yang Dipapar
Sinar UV-B dapat berjalan lancar sesuai waktu yang direncanakan.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir belajar
untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis ingin manyampaikan rasa hormat, penghargaan dan
ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika,
SpPD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas
pendidikan selama mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas
Udayana. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A. A Raka
Sudewi, SpS(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Made Budhiarsa, MA selaku Asdir I dan Prof. Dr. Made Sudiana
Mahendra, Ph selaku Asdir II atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi
mahasiswa di Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Penghargaan, rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya
penulis juga ucapkan kepada Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS,
Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging
Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penguji dan pembimbing I
yang banyak memberikan bimbingan, koreksi, masukan, saran ilmiah serta
memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
Kepada Dr. A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K) selaku penguji
pembimbing II penulis juga menghaturkan penghargaan dan terima kasih
sebesar-besarnya yang telah banyak memberikan bimbingan mulai dari
usulan penelitian hingga akhir penelitian, koreksi, masukan, saran ilmiah
memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini.

dan
yang
awal
serta

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu
Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.SC.,Sp.And, Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK,
M.Kes, Prof.dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D selaku penguji yang secara teliti
mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif mulai dari awal
penelitian sampai penulisan, untuk lebih menyempurnakan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
pada proses penelitian ini yaitu kepada Dr. I.Gusti Kamasan Nyoman Arijana,
M.si.Med dan seluruh staf laboratorium di histologi, Bapak Sudirghe dalam
membantu pembuatan ekstrak pegagan di laboratorium Farmakologi Universitas
vi

Udayana. Bapak Yoga selaku analis di Laboratorium Analisa Hasil Pangan


Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang sudah banyak membantu dalam
pembuatan ekstrak pegagan, Bapak I Gede Wiranata yang membantu
pemeliharaan tikus sehingga penelitian berjalan lancar.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs. I Ketut Tunas,
Msi yang sangat banyak membantu terutama memberikan masukan, saran,
terutama dalam analisa statistik, juga kepada para dosen dan pengajar Ilmu
Biomedik FK UNUD, teman-teman seperjuangan dan seluruh karyawan bagian
Ilmu Biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan,
penelitian dan penulisan tesis ini.
Kepada seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan support
baik moril maupun materiil, dan ikut merasakan suka duka selama menjalankan
pendidikan Master di Program Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine di FK
UNUD, dalam penelitian dan penyusunan tesis ini.
Tiada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Allah SWT
semata, begitu juga tesis ini masih jauh dari sempurna. Saran dari berbagai pihak
akan penulis terima dengan hati terbuka untuk kelengkapan dan lebih baiknya
laporan tesis ini.
Akhir kata, semoga Allah Swt, senantiasa melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya kepada kita semua, dan memberikan pahala sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, aamiin yaa robbal
alamiin.

Denpasar, 18 November 2014

Penulis

vii

ABSTRAK
PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN
( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH
KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA
VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR
SINAR UV-B
Ekstrak pegagan (Centella asiatica) tanaman tradisional yang tumbuh dan mudah
didapat di daerah Tabanan, Bali. Ekstrak pegagan (Centella asiatica) memiliki zat
antioksidan yang cukup baik dalam mencegah kerusakan kulit oleh karena paparan sinar
UV-B. Kandungan aktif ekstrak pegagan adalah Triterpenoid saponin. Dibandingkan
dengan vitamin C, keduanya memiliki sifat antioksidan dan berperan terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan Ekspresi MMP-1. Tujuan penelitian adalah
membuktikan pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) lebih banyak
meningkatkan jumlah kolagen kulit dan menurunkan Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar
yang dipapar sinar UV-B.
Penelitian ini adalah animal experimental dengan post test only control group
design. Sebanyak 30 ekor mencit dibagi 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 10
ekor mencit, yaitu kelompok 1 kontrol diberi oral plasebo dan dipapar sinar UV-B,
kelompok 2 oral ekstrak pegagan 50 mg dan dipapar sinar UV-B, kelompok 3 pemberian
oral vitamin C 9 mg dan dipapar sinar UV-B. Dosis total penyinaran 840 mJ/cm selama
4 minggu, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan jumlah kolagen dermis dan
ekspresi MMP-1.
Hasil Uji Shapiro-Wilk dan Levenes Test menunjukkan data hasil penelitian
data numerik yang berdistribusi normal. Distribusi data dan varian data ketiga kelompok
homogen (p 0,05). Hasil analisis komparatif ketiga kelompok dengan menggunakan
One Way Anova terdapat perbedaan bermakna antara ketiga kelompok baik itu jumlah
kolagen maupun Ekspresi MMP-1. Rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok sesudah
diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Rerata Ekspresi MMP-1
kelompok kontrol 26,962,64, rerata kelompok Ekstrak pegagan 50 mg 10,311,73, dan
rerata kelompok vitamin C 9 mg 14,261,34. Rerata Ekspresi MMP-1 ketiga kelompok
berbeda secara bermakna (p<0,05). Rerata Ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda
secara bermakna dengan kelompok vitamin C (rerata kelompok vitamin C lebih tinggi
daripada rerata kelompok kontrol).
Rerata Ekspresi MMP-1 kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara bermakna
dengan kelompok vitamin C (rerata kelompok vitamin C lebih rendah daripada rerata
kelompok ekstrak pegagan 50 mg).
Kesimpulannya adalah pemberian ekstrak pegagan ( Centella asiatica) 50 mg
secara oral lebih banyak meningkatkan jumlah kolagen dan menurunkan Ekspresi MMP1 daripada vitamin C 9 mg pada tikus Wistar (Rattus norvegicus)yang dipapar sinar UVB.
Kata kunci : Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica) oral, Vitamin C, Jumlah Kolagen
dermis, ekspresi MMP-1, sinar UV-B.

viii

ABSTRACTS
ADMINISTRATION OF PEGAGAN (Centella asiatica) MORE TO
INCREASED THE NUMBER OF COLLAGEN AND REDUCED THE
EXPRESSION OF
MMP-1 THAN VITAMIN C IN WISTAR RATS (Rattus norvegicus)
EXPOSED TO UV-B RAY

Extracts Pegagan (Centella asiatica) traditional plants that growing easily


obtainable in Tabanan, Bali. Extracts Pegagan (Centella asiatica) have antioxidants to
preventive skin damage due to exposed UV-B rays. The active ingredient was pegagan
(Centella asiatica) extract Triterpenoid saponins. Vitamin C and pegagan both of which
have antioxidant properties and contributes to increased in the amount of collagen and
decreased in MMP-1 expression.
Pegagan (Centella asiatica) compared with vitamin C plays a role in skin
collagen synthesis, both of which have antioxidant properties, this study pegagan extract
compared with vitamin C to increase the amount of collagen and decreased expression of
MMP-1. The research objective is to prove the oral administration of the extract gotu kola
(Centella asiatica) more increasing number of skin collagen and decreases MMP-1
expression in Wistar rats that were exposed to UV-B.
This study was an experimental animal with post test only control group design. A
total of 30 wistar rats were divided into 3 groups, each consisting of 10 wistar rats, 1
control group were given oral placebo and were exposed to UV-B, group 2 oral extract of
Centella asiatica 50 mg and exposed to UV-B, Group 3 oral administration of vitamin C
9 mg and exposed to UV-B rays. The total dose of radiation 840 mJ / cm for 4 weeks,
then do a biopsy for examination number dermis collagen and expression of MMP-1.
The results of Shapiro-Wilk test and Levene's Test data showed the results of the
research data were normally distributed. Data distribution and data of the three variants of
homogeneous groups (p 0.05). The results of the comparative analysis of the three
groups by using One Way ANOVA found significant differences between the three groups
of both the amount of collagen and the expression of MMP-1. The mean amount of
collagen in the three groups after treatment given significantly different (p <0.05). The
mean expression of MMP-1 control group 26.96 2.64, mean group pegagan extract 50
mg 10.31 1.73, and the mean vitamin C group 9 mg 14.26 1.34. The mean expression
of MMP-1 three groups differed significantly (p <0.05). The mean expression of MMP-1
was significantly different from the control group with vitamin C group (group mean
vitamin C higher than the average of the control group).
The mean expression of MMP-1 Centella asiatica extract 50 mg group was
significantly different with vitamin C group (group mean vitamin C lower than the
average group gotu kola extract 50 mg).
The conclusion was the extract of Centella asiatica (Centella asiatica) 50
mg orally more increased the amount of collagen and decreased the expression of MMP-1
than 9 mg of vitamin C on Wistar rats (Rattus norvegicus) were exposed to UV-B.
Keywords: Pegagan (Centella asiatica) orally, Vitamin C orally, Total collagen dermis,
expression of MMP-1, UV-B.

ix

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................

PRASYARAT GELAR ...................................................................................

ii

LEMBARAN PENGESAHAN.......................................................................

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..............................................................

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT..............................................

UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................

vi

ABSTRAK .......................................................................................................

viii

ABSTRACT .....................................................................................................

ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ................................................................

xv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii


DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii

BAB I

PENDAHULUAN.........................................................................

1.1 Latar belakang..............................................................................

1.2 Rumusan masalah ........................................................................

11

1.3 Tujuan penelitian. .......................................................................

11

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................

11

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................

11

1.4 Manfaat penelitian .......................................................................

12

1.4.1 Manfaat ilmiah...............................................................

12

1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................. .. 12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA ....................................................................

13

2.1 Penuaan .......................................................................................

13

2.1.1 Definisi Penuaan .............................................................

13

2.1.2 Harapan Hidup Manusia .................................................

15

2.1.3 Mekaniasme Penuaan .....................................................

15

2.1.4 Faktor yang Mempercepat Penuaan ...............................

17

2.2 Fenomena Penuaan Kulit ............................................................

19

2.2.1 Penuaan Kulit ..................................................................

19

2.2.2 Penuaan berhubungan dengan Proses penuaan ...............

21

2.2.3 Penuaan Intrinsik .............................................................

22

2.3 Kulit ...........................................................................................

22

2.3.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit pada Manusia....................

22

2.3.2. Perubahan Histologi Pada Kulit .....................................

24

2.3.2.1 Keratinosit ..........................................................

24

2.3.2.2 Melanosit ............................................................

25

2.3.3. Anatomi Kulit Tikus Wistar .

26

2.4 Pegagan (Centella asiatica) .........................................................

27

2.4.1 Deskripsi Pegagan ...........................................................

27

2.4.2 Farmakokinetik Pegagan .................................................

30

2.4.3 Klasifikasi Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) ..........

30

xi

2.4.4 Kandungan Bahan Aktif Pegagan (Centella asiatica

BAB III

(L) Urban) .................................................................................

31

2.5 Vitamin C ....................................................................................

33

2.5.1 Farmakokinetik ................................................................

35

2.5.2 Farmakodinamik ..............................................................

35

2.6 Kolagen .......................................................................................

36

2.6.1 Deskripsi Kolagen ...........................................................

36

2.6.2 Perubahan Pada Kolagen .................................................

37

2.6.3 Mekanisme Kerusakan Kolagen ......................................

38

2.6.4 Sintesis Kolagen ..............................................................

39

2.6.5 Sintesis Prokolagen .........................................................

39

2.7 Efek Ultraviolet terhadap Perubahan Kulit .................................

44

2.7.1 Radiasi Sinar Ultraviolet .................................................

44

2.7.2 Pigmentasi .......................................................................

46

2.7.3 Kerusakan DNA .............................................................

47

2.8 MMP-1 ........................................................................................

47

2.8.1 Matriks Metaloproteinase ................................................

47

2.9 Pengaruh Sinar Ultraviolet ..........................................................

50

2.9.1 Pengaruh Ultraviolet Terhadap Ekspresi MMP-1 ...........

51

2.9.2 Pengaruh Ultraviolet terhadap Jumlah Kolagen ..............

52

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS


PENELITIAN................................................................................
xii

54

3.1 Kerangka berpikir..........................................................................

54

3.2 Kerangka Konsep .........................................................................

56

3.3. Hipotesis Penelitian.......................................................................

57

BAB IV

METODE PENELITIAN ..............................................................

58

4.1 Rancangan penelitian .....................................................................

58

4.2 Skema Rancangan Penelitian .........................................................

59

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................

60

4.4 Variabel penelitian ........................................................................

60

4.4.1 Klasifikasi Variabel ........................................................

60

4.4.2 Sampel ............................................................................

61

4.5.3 Teknik Pengambilan Sampel ..........................................

61

4.5.4 Definisi Operasional Variabel ........................................

62

4.5 Bahan dan Alat Penelitian ............................................................

64

4.5.1 Bahan Penelitian .............................................................

64

4.5.2 Alat Penelitian ................................................................

64

4.6 Prosedur Penelitian .......................................................................

65

4.7 Sampel penelitian .........................................................................

71

4.7.1 Tehnik Penentuan Sampel ..................................................

72

4.8 Alur Penelitian...............................................................................

73

4.9 Analisis Data .................................................................................

74

xiii

BAB V

HASIL PENELITIAN ...................................................................

75

5.1 Uji normalitas data ........................................................................

75

5.2 Uji homogenitas data .....................................................................

76

5.3 Jumlah kolagen ..............................................................................

76

5.4 Ekspresi MMP-1 ...........................................................................

78

BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ......................................

84

6.1 Subyek penelitian ..........................................................................

84

6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ......................

84

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

85

7.1 Simpulan........................................................................................

85

7.2 Saran ..............................................................................................

86

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

87

LAMPIRAN - LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

Tabel 2.1 Tabel Vitamin C (Jurnal Manfaat Dan Sumber Vitamin C) .........

34

Tabel 4.1 Jadwal dan waktu penyinaran UVB. ............................................

66

Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen dan ekspresi MMP-1

75

Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Jumlah Kolagen dan ekspresi MMP-1 antar
Kelompok Perlakuan
76
Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen Setelah diberikan pegagan 50 mg
dan Vitamin C 9 mg .
77
Tabel 5.4 Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar
Kelompok .

79

Tabel 5.5 Perbedaan rerata ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan
Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg ..
79
Tabel 5.6

Analisis Komparasi ekspresi MMP-1 sesudah Perlakuan Antar


Kelompok ....................................................................................

80

Grafik 5.1 Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Pegagan 50% dan
Vitamin C 9 mg. ...........................................................................

77

Grafik 5.2 Perbandingan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Kontrol


Dengan Kelompok Perlakuan .....................................................

xv

79

DAFTAR SINGKATAN

AGE

: Advance glycation end product

AAM

: Anti Aging Medicine

AP-1

: Activator protein-1

DNA

: Deoxyribonucleic Acid Replication

FB

: Fibroblas

GAG

: Glycosaminoglycans

GH

: Growth Hormon

KC

: Keratinosit

KAP

: Kedokteran Anti Penuaan

MAPKs

: MAP kinase

MED

: Minimal erythema dose

mJ/Cm

: Mili Joule persentimeter persegi

MMP

: Matriks metalloproteinase

NF-B

: Nuclear Factor-kB

RA

: Retinoic acid

ROS

: Reactive oxygen species

SOD

: Superoxyde Dismutase

TGF-

: Transforming growth factor

UV

: Ultraviolet

BB

: Berat Badan

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN-1

: Keterangan Kelayakan Etik (Ethical Clearance)

LAMPIRAN-2

: Efek Ultraviolet terhadap kulit.

LAMPIRAN-3

: Penanganan hewan coba

LAMPIRAN-4

: Tabel Konversi

LAMPIRAN-5

: Alur Penelitian dan penelitian pendahuluan

LAMPIRAN-6

: Uji fitokimia ekstrak pegagan.

LAMPIRAN-7

: Uji analisis ekstrak pegagan.

LAMPIRAN-8

: Uji Normalitas Data

LAMPIRAN-9

: Uji One Way Anova Kolagen dan MMP-1

LAMPIRAN-10 : Foto Aktivitas Penelitian

DAFTAR GAMBAR
xvii

Gambar 2.1

Struktur Kulit

Gambar 2.2

Epidermis Kulit Pada Usia Muda dan Lanjut

Gambar 2.4

Daun Pegagan

Gambar 2.5

Daun Pegagan Segar

Gambar 2.6

Mekanisme Kerusakan Kolagen

Gambar 2.6.4 Sintesis Kolagen


Gambar 2.6.5 Prokolagen
Gambar 2.6.6 Skematik Struktur Kolagen
Gambar 2.6.7 Kolagen Tipe 1 Dengan Pewarnaan HE
Gambar 2.13

Sintesis Vitamin C

Gambar 3.1

Kerangka Konsep.

Gambar 4.1

Rancangan penelitian.

Gambar 4.2

Klasifikasi Variabel

Gambar 4.3

Bagan Alur Penelitian

Gambar 5.3

Jaringan Dermis Kontrol Tikus Wistar Dengan Pengecatan


Sirius Red

Gambar 5.4

Ekspresi MMP-1 Dengan Pewarnaan Imunohistokimia

xviii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Proses menua merupakan akumulasi secara progresif

berbagai perubahan

patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring dengan waktu. Pada umumnya
manusia menginginkan hidup berumur panjang, mempunyai kualitas hidup yang baik,
sehat dan berkualitas serta tidak mau tampak cepat tua. Untuk mencapai hal tersebut,
maka manusia melakukan berbagai upaya untuk mencegah proses penuaan. Tujuan Anti
Aging Medicine adalah mencegah penuaan dini, mencegah penyakit degeneratif seperti
jantung, paru, stroke dan mencapai usia tua tetap produktif dan sehat (Immanuel,
2008). Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh
secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang
serta meningkatnya kelemahan (Bludau, 2010).
Dengan berkembangnya Anti-Aging Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru
dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan
deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan kelainan, dan penyakit yang berkaitan
dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat.
Dengan demikian, penuaan bukan lagi merupakan suatu keadaan normal yang memang
harus terjadi, namun dianggap sama sebagai suatu penyakit, yang dapat dicegah,
sehingga berakibat usia harapan hidup manusia dapat menjadi lebih panjang dengan
kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
1
xix

Proses penuaan dapat disebabkan oleh banyak hal, dapat disebabkan faktor
dari luar, misalnya makanan yang tidak sehat, kebiasaan yang tidak sehat, polusi
lingkungan, stres dan faktor kemiskinan, dan dapat disebabkan faktor dari dalam, salah
satunya adalah radikal bebas (Pangkahila, 2007). Radikal bebas dapat merusak sel-sel
dalam tubuh manusia. Penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif
yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh
(Goldman and Klantz, 2003).
Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Yang berasal dari
dalam tubuh, misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme, proses inflamasi,
sedangkan yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena polutan, seperti
asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi,
alkohol dan sebagainya.
Proses aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan seluruh organ
tubuh (termasuk kulit secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya (Yaar dan Gilchrest, 2007). Dengan
semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh
dan terjadinya perubahan fisik, baik tingkat seluler, organ, maupun system karena
proses penuaan (Baskoro, 2008).
Kulit manusia, seperti juga organ tubuh yang lainnya mengalami penuaan
kronologis. Tidak seperti organ lain, kulit mengalami kontak langsung dengan
lingkungan.

xx

Faktor lingkungan yang utama yang menyebabkan penuaan kulit adalah radiasi
sinar ultraviolet (UV). Paparan kronis kulit manusia dengan sinar UV mempengaruhi
struktur dan fungsi kulit. Kerusakan sangat tergantung dari jumlah dan jenis sinar UV
dan juga tipe kulit seseorang. Radiasi sinar UV mengakibatkan sunburn, imunosupresi,
stress oksidatif, dan kanker kulit menyerupai penuaan dini kulit maka disebut
photoaging (Fisher et al., 2002; Vayalil et al., 2004).

Proses penuaan terjadi pada semua organ tubuh, begitu pula halnya
dengan kulit manusia. Penuaan kulit dapat disebabkan baik oleh faktor ekstrinsik
seperti paparan sinar ultraviolet (UV), asap rokok, dan polusi udara maupun oleh
faktor intrinsik seperti genetik, ras, dan hormonal. Faktor ekstrinsik yang paling
berperan dalam penuaan dini kulit adalah sinar matahari yang dapat
menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi kulit. Kerusakan kulit yang
disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung dari sering dan
lamanya paparan, jenis sinar UV serta tipe kulit seseorang (Ichihashi et al., 2009).
Radiasi UV memiliki banyak efek negatif terhadap kulit, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Diperkirakan bahwa sekitar 50% kerusakan
yang disebabkan oleh UV terjadi karena pembentukan radikal bebas, sedangkan
kerusakan seluler langsung dan mekanisme lainnya merupakan penyebab untuk
sisanya. Penurunan jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 akibat sinar UV pada
dasarnya diperantarai dua mekanisme yang paling bertanggung jawab yaitu
adalah induksi AP-1 dan menurunkan regulasi TGF- tipe II. Dimana

xxi

pengaktifasian AP-1 didahului dengan pembentukan ROS (Rabe dkk, 2006; Rhein
and Santiago, 2010).
Reactive Oxygen Species (ROS) bersifat sebagai oksidan dan melalui proses
oksidasi tersebut akan menurunkan ensim protein-tyrosine phosphatase.
Penurunan ensim ini akan menyebabkan terjadi up-regulation reseptor growth
factor dan pada akhirnya akan mengaktivasi AP-1 (Rabe et al., 2006). Secara
keseluruhan, efek radiasi UV pada dermis menghasilkan degradasi kolagen,
hambatan sintesis kolagen, inflamasi dan stres oksidatif, serta penurunan
kemampuan sel dan pada akhirnya terjadi proses apoptosis (Cuningham et al.,
2005; Rabe et al., 2006).
Radikal bebas mempunyai peranan yang besar dalam mekanisme
kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Ada 4 cara untuk mengurangi kerusakan
kulit dari radikal bebas akibat paparan sinar UV, yaitu 1) menghindari paparan
sinar matahari yang berlebihan, 2) memakai pakaian pelindung sinar matahari, 3)
menggunakan tabir surya krim atau lotion yang mengandung antioksidan, 4)
menggunakan antioksidan baik secara sistemik maupun topikal.
Penelitian pada binatang dan manusia mendukung adanya peranan radikal
bebas pada proses penuaan, dan penggunaan antioksidan dapat mencegah
kerusakan akibat radikal bebas (Pangkahila, 2007).
Paparan sinar UV pada kulit dapat menimbulkan reaksi akut seperti
terbakar surya (sunburn), imunosupresi, dan stres oksidatif; sedangkan efek
xxii

paparan sinar UV yang kronis dapat mengakibatkan penuaan dini (photoaging)


(Masnec and Poduje, 2008); dan kanker kulit (Narayanan et al., 2010).
Spektrum sinar matahari yang berperan dalam proses photoaging
adalah sinar UV-A dan UV-B.

Sinar UV-B (290-320nm) memiliki panjang

gelombang yang lebih pendek, tetapi mempunyai energi yang lebih kuat dan
lebih bersifat eritematogenik dibandingkan dengan sinar UV-A (320-400nm)
(Gonzaga, 2009).
Pemahaman mengenai mekanisme molekuler dari penuaan kulit akibat
paparan sinar UV dalam satu dekade terakhir mengalami kemajuan yang pesat.
Salah satu konsep yang banyak dianut adalah teori radikal bebas. Mekanisme
kerusakan kulit akibat paparan sinar UV merupakan suatu hal yang kompleks dari
respons molekuler yang spesifik. Proses molekuler ini terjadi karena kemampuan
sinar UV memanfaatkan mesin seluler (cellular machinery) yang sangat
berkembang dan mengatur kembali respons sel terhadap rangsangan fisiologis
dan lingkungan ekstraseluler. Mesin seluler yang memperantarai kerusakan
matriks ekstraseluler lapisan dermis kulit melibatkan reseptor permukaan sel,
jalur

transduksi

sinyal protein

kinase, faktor transkripsi, dan matriks

metaloproteinase yaitu enzim yang merusak kolagen dermis (Rocquet and Bonte,
2002; Schade et al., 2005).
Mekanisme molekuler kerusakan kulit akibat paparan sinar UV dimulai
dari aktivasi reseptor sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor) pada
permukaan keratinosit di epidermis dan fibroblas di dermis oleh radikal bebas.
xxiii

Aktivasi reseptor ini akan menginduksi sinyal intraseluler seperti mitogenactivated protein kinase (MAP kinase) yang selanjutnya mengaktivasi kompleks
faktor transkripsi nukleus aktivator protein-1 (AP-1). Pada epidermis dan
dermis, AP-1 menginduksi ekspresi matriks metaloproteinase (MMP) seperti
MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 yang dapat merusak kolagen dan protein lain yang
menyusun

matriks

ekstraseluler dermis.

Selain itu AP-1 dapat menekan

ekspresi gen prokolagen fibroblast sehingga terjadi penurunan sintesis kolagen


(Helfrich et al., 2009).
Secara keseluruhan dampak sinar UV pada kulit menghasilkan kerusakan
kolagen oleh karena meningkatnya Ekspresi MMP-1; menurunnya sintesis
kolagen karena tingginya kadar 8-OHdG; inflamasi dan stres oksidatif, serta
penurunan kemampuan sel yang rusak untuk dieliminasi oleh proses apoptosis.
Semua proses tersebut akan menimbulkan penuaan kulit

dini (photoaging)

(Fisher et al., 2002; Helfrichs et al., 2008).


Peningkatan pemahaman mengenai peranan sinar UV dalam penuaan
dini kulit tercermin dalam pengembangan formulasi tabir surya dengan efek
perlindungan yang lebih kuat dari berbagai panjang gelombang sinar UV.
Pemahaman dan pengetahuan ini memberikan perhatian yang lebih pada
penelitian tentang peran radikal bebas dalam menimbulkan kerusakan kulit.
Walaupun tubuh memiliki sistem pertahanan antioksidan (AO) alami untuk
menetralkan radikal bebas yang berasal baik dari sumber endogen maupun
eksogen, tapi karena dipapar oleh sinar UV secara terus menerus
xxiv

maka

persediaan AO ini cepat menurun. Oleh karena itu, pemberian topikal AO,
setidaknya dalam teori akan memberikan manfaat tambahan, terutama pada
kulit yang mengalami stres oksidatif akibat paparan sinar UV-B yang berlebihan
(Chen et al., 2012).
Antioksidan yang digunakan secara topikal di permukaan kulit dapat
mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kolagen dan kerusakan
DNA akibat paparan sinar UV (Pinnell, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan
antioksidan semakin meningkat,

baik secara oral

maupun topikal untuk

mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk perawatan kulit


menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang terdapat
dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman. Penuaan
kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan konsekuensi dari faktor
intrinsik (penuaan terprogram genetik) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).
Penuaan intrinsik atau penuaan kronologis mengakibatkan perubahan di
semua lapisan kulit. Epidermis mengalami perlambatan regenerasi. Pada kulit
usia muda, epidermal turnover membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia
tua membutuhkan waktu 40-60 hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan
epidermis sehingga kulit tampak translucent. Perlambatan regenerasi epidermis
juga

mengganggu fungsi pertahananan dan perbaikan kulit. Korneosit

berkumpul di permukaan kulit sehingga kulit tampak kasar dan bersisik. Pada
histologi kulit tua akan tampak penipisan dermo epidermal junction sehingga
meningkatkan kerapuhan kulit dan penurunan transfer nutrisi pada epidermis
xxv

dan dermis. Populasi melanosit di epidermis semakin berkurang dan melanosit


yang ada akan makin mengalami penurunan aktivitas. Kulit tua mengalami
perubahan diskromik seperti bintik - bintik pigmentasi, freckles, lentigines. Kulit
tua juga mudah terbakar sinar matahari sebab kulit menipis dan sedikit
melanosit.
Penuaan kulit juga mempengaruhi sel-sel Langerhans, penurunan jumlah
sel-sel Langerhans sampai 50 mg sehingga terjadi penurunan imunitas kulit dan
peningkatan risiko kanker kulit (MrCullough and Kelly, 2006).
Banyak teori menjelaskan mengapa seseorang menjadi tua. Salah satu
teori penuaan yang sangat berkembang adalah teori radikal bebas.Teori ini
menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi
kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan
merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas sehingga
menyebabkan kerusakan sel. Molekul utama didalam tubuh yang dirusak oleh
radikal bebas adalah DNA (Deoxyribo Nucleid Acid), lemak dan protein
(Suryohudoyo, 2000).
Terbentuknya paparan Reactive Oxygen Species (ROS) selama paparan
berulang UV-B menurunkan ekspresi enzim antioksidan dan meningkatkan
modifikasi protein oksidatif dan akumulasi peroksida lipid dan produk glikasi
(Vayalil dkk., 2004 ). Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk selama
pajanan UV menghambat Transforming Growth Factor (TGF)- sehingga produksi
kolagen terhambat serta meningkatkan faktor transkripsi AP-1 yang selanjutnya
xxvi

meningkatkan produksi Matrix Metalloproteinase (MMP)-1 yang merupakan


enzim yang mendegradasi kolagen (Fisher et al., 2002; Helfrichs, et al., 2009).
Warna kulit seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam tubuh,
misalnya genetik, hormon, maupun luar tubuh misalnya sinar matahari,
makanan ataupun obat-obatan yang diminum. Perpaduan dari faktor ini akan
menghasilkan warna kulit tertentu. Faktor dari dalam tubuh yang sangat besar
pengaruhnya adalah ras atau genetik. Perbedaan tersebut terjadi bukan karena
jumlah sel melanosit yang berbeda, melainkan tergantung dari jumlah dan
bentuk melanosom.
Orang Indonesia sebagian besar memiliki warna kulit coklat atau sawo
matang. Orang yang mempunyai kulit coklat menganggap bahwa warna kulit
yang terang dan bersih

adalah

kulit

yang cantik.

Demikian pula orang

Indonesia, khususnya wanita menganggap bahwa kulit terang tanpa bercakbercak hitam adalah kulit yang cantik. Dalam waktu terakhir ini banyak sekali
tersedia produk kosmetik untuk memutihkan kulit dengan berbagai cara, salah
satunya melalui suntikan vitamin C, yang juga dapat meningkatkan

jumlah

kolagen kulit. Tubuh manusia tidak dapat mensekresi vitamin C karena itu
kebutuhan akan vitamin C dipenuhi dari asupan makanan. Sumber vitamin C
dalam bentuk alami adalah L-ascorbic acid yang didapat sebagai molekul larut
air.
Peneliti

membandingkan ekstrak pegagan dengan vitamin C karena

keduanya memiliki sifat antioksidan dan berperan dalam peningkatan jumlah


xxvii

kolagen dan penurunan Ekspresi MMP-1, sehingga bermanfaat

pada

pencegahan penuaan kulit, sesuai dengan pengaruhnya dalam ilmu Anti Aging
Medicine.
Kandungan bahan aktif yang ditemukan dalam pegagan (Centella asiatica (L.)
Urban) meliputi ;
1) Triterpenoid saponin,
2) Triterpenoid genin,
3) Minyak esensial,
4) Flavonoid,
5) Fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Bahan-bahan aktif tersebut secara umum
terdapat pada organ daun tepatnya pada jaringan palisade parenkim. Bahan
aktif yang terkandung dalam pegagan juga menjadi salah satu alasan mengapa
pegagan dimasukkan dalam ordo umbelliferae.
Kandungan Triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur yang
utama dalam Triterpenoid saponin adalah asiatikosida dan madekassosida (Kumar and
Gupta, 2006). Asiatikosida mampu bekerja sebagai Centella asiatica (Selfitri, 2008).
Madekassosida juga memiliki peran penting karena mampu memperbaiki kerusakan sel
dengan merangsang sintesis kolagen.
Kolagen sangat penting sebagai bahan dasar pembentuk sel fibroblas. Centella
asiatica pada sel fibroblas kulit manusia ditemukan peningkatan yang signifikan dalam
persentase kolagen dan lapisan sel fibronektin.
Vitamin C memiliki polaritas yang tinggi karena banyak mengandung gugus
hidroksil sehingga membuat vitamin ini akan mudah diubah tubuh. Oleh karena itu
xxviii

vitamin C dapat bereaksi dengan radikal bebas yang bersifat aqueous dan juga mampu
menetralisir radikal bebas.

Pada penelitian ini untuk mengetahui peranan pegagan dalam mencegah


atau menghambat penuaan kulit melalui peningkatan jumlah kolagen dan
penurunan ekspresi MMP-1.

xxix

1.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam usulan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan


jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B?
2. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan
Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B?
3. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan
jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang
dipapar sinar UV-B?
4. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan
Ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar
sinar UV-B?

1.3
1.3.1

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui pemberian ekstrak daun pegagan dapat menghambat proses

penuaan kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.


1.3.2

Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat


meningkatkan jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
2. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat
menurunkan Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
xxx

3. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat


meningkatkan jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus
Wistar yang dipapar sinar UV-B.
4. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat
menurunkan Ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar
yang dipapar sinar UV-B.

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat ilmiah.


Memberi informasi tentang potensi ekstrak

pegagan dalam meningkatkan

jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B, Pemberian ekstrak daun
pegagan oral dapat menghambat penuaan dini dengan menghambat

peningkatan

ekspresi MMP-1 tikus Wistar yang diberi paparan sinar UV-B.

1.4.2 Manfaat praktis


Hasil penelitian dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat
sehingga dapat menjadi acuan dalam memahami manfaat ekstrak daun pegagan yang
juga dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit dan dapat memberikan efek perlindungan
terhadap pajanan sinar UV-B yang hampir tidak bisa dihindari dalam kehidupan seharihari terutama dinegara tropis seperti di Indonesia, dan juga dapat menghambat proses
penuaan kulit.

xxxi

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Penuaan

2.1.1 Definisi Penuaan


Setiap manusia pasti akan menjadi tua. Hal ini adalah proses yang tidak
dihindari. Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen
tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan
karena proses penuaan.
Perkembangan ilmu kedokteran, Anti Aging Medicine (AAM), telah
membawa konsep baru dalam dunia Kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai
penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah dan diobati bahkan dikembalikan ke
keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang
dengan kualitas hidup yang lebih baik (Goldman and Klatz, 2007; Pangkahila,
2007).
Penuaan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan
kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan
gaya hidup, sehingga

penuaan dapat terjadi lebih dini atau lebih lambat

tergantung kesehatan masing masing individu (Fowler, 2003). Dengan


mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan
agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia
biologis yang lebih baik. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidupnya
xxxii

menjadi lebih baik dibandingkan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007). Usia


harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang optimal inilah
konsep baru dari Anti Aging Medicine (AAM). AAM ini didefinisikan sebagai
bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan,
pengobatan kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang
bertujuaan untuk memperpanjang hidup.
Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
penuaan, dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi
sehingga proses penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan
kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai
faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat
memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang
dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara lain adalah menjaga
kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi berolahraga
teratur, makanan sehat dan cukup, mengatasi stress, jangan merasa sehat dan
normal

hanya karena tidak ada keluhan

serius, melakukan pemeriksaan

kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi dalam


penggunaan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk
mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat
pula hambatan atau kesulitan melakukan upaya menghambat proses penuaan,
xxxiii

antara lain karena lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan budaya
yang tidak benar (Pangkahila, 2007).
Ada 2 macam usia, yaitu kronologis dan usia biologis. Usia kronologis
ialah usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedangkan usia fisiologis
atau biologis ialah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh. Maka usia kronologis
tidak selalu sama dengan usia fisiologis. Menurut AAM (American Academy Of
Anti - Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang
berhubungan dengan penuaan normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik,
yang dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang
tepat (Klatz, 2003).
2.1.2 Harapan Hidup Manusia
Populasi jumlah orang tua mencapai laju yang sangat luar biasa sebagian
besar berhubungan dengan penurunan laju kelahiran dan peningkatan angka
harapan hidup dalam 20 tahun terakhir. Hingga tahun 2020 populasi didunia
kira-kira mencapai lebih dari 1 milyar orang berumur 60 tahun atau lebih, dan
sebagian besar negara berkembang, sebagian lagi di negara maju (Beers, 2005).
Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk usia lanjut ini sebesar 11,34 % .
Berbagai upaya dilakukan untuk kaitannya yang berhubungan dengan
anti-aging, diantaranya sulih hormon, olahraga, nutrisi, dan estetika, bahkan
dengan

berkembangnya

ilmu

pengetahuan

kedokteran

yang

baru,

dikembangkan pula cell therapy dan stem cell therapy untuk upaya anti-aging.
xxxiv

Konsep dan AAM pada awalnya diperkenalkan oleh A4M (American Academy of
Anti-Aging medicine) pada tahun 1993, definisinya adalah Kedokteran Anti
Penuaan (KAP) adalah bagian dari ilmu kedokteran yang didasarkan pada
penggunaan

ilmu

pengetahuan

dan kedokteran teknologi terkini untuk

melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan kelainan penyakit yang


berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam
keadaan sehat (Pangkahila, 2007).
2.1.3 Mekanisme Penuaan
Penyebab proses penuaan dan teori penuaan, Ada berbagai faktor
penyebab terjadinya proses penuaan, namun secara garis besar faktor-faktor
tersebut

dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Faktor eksternal yaitu gaya hidup yang tidak sehat, diet tidak sehat,
kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Faktor internal yaitu
radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis,
sistem kekebalan yang menurun dan gen (Pangkahila, 2007).
Banyak teori telah dikemukakan dalam upaya menjelaskan terjadinya
proses penuaan. Secara garis besar terdapat dua kelompok yaitu teori wear and
tear dan teori program (Pangkahila, 2007). Teori program meliputi terbatasnya
replikasi sel, proses imun dan teori neuroendokrin. Teori wear and tear meliputi
kerusakan DNA, glikosilasi dan radikal bebas.
Ada 4 teori pokok dari aging (Goldman and Klatz, 2007). Yaitu:
1) Teori wear and tear
xxxv

Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan


disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal,
kulit, dan lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan,
konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar
ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak
terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.
2) Teori neuroendokrin
Teori berdasarkan peranan bebagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon
dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah
kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise
dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan
bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang
akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.
3) Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita
dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik
dan metal tertentu. Dan

penurunan genetik tersebut menentukan seberapa

cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup.


4) Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal
bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak
xxxvi

berpasangan.

Radikal

bebas

memiliki

sifat

reaktifitas

tinggi,

karena

kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi


suatu radikal oleh karena hilangkan atau bertambahnya satu elektron pada
molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh
radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi
sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang rusak oleh radikal
bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan
bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin
mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang
mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal
bebas juga merusak kolagen dan elastin.
2.1.4 Faktor yang mempercepat penuaan
Berbagi faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), yaitu:
1) Faktor lingkungan
Pencemaran lingkungan yang berwujud bahan-bahan polutan dan kimia sebagai
hasil pembakaran pabrik, otomotif,dan rumah tangga akan mempercepat
penuaan. Pemakaian obat-obat/jamu yang tidak terkontrol pemakaiannya
sehingga menyebabkan turunnya hormon tubuh secara langsung atau tidak
langsung melalui mekanisme umpan balik (hormonal feedback mechanism). Sinar
matahari secara langsung yang dapat mempercepat penuaan kulit dengan
hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit.
2) Faktor diet/makanan.
xxxvii

Jumlah nutrisi yang cukup, jenis dan kualitas makanan yang tidak menggunakan
pengawet, pewarna, perasa dari bahan kimia terlarang. Zat beracun dalam
makanan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ tubuh, antara lain
organ hati.

3) Faktor genetik
Genetik seseorang sangat ditentukan oleh genetik orang tuanya. Tetapi faktor
genetik ternyata dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam
makanan dan minuman yang sulit diserap oleh tubuh.
4) Faktor psikis
Faktor stres ini ternyata mampu memacu proses apoptosis di berbagai
organ/jaringan tubuh.
5) Faktor organik
Secara umum, faktor organik adalah : rendahnya kebugaran/fitnes, pola makan
yang kurang sehat. Menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis,
jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama
pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang
dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman and Klatz, 2007).

2.2

Fenomena penuaan kulit

2.2.1 Penuaan Kulit

xxxviii

Penuaan kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan


konsekuensi dari faktor intrinsik (penuaan terprogram genetik) dan faktor
ekstrinsik

(lingkungan).

Penuaan

intrinsik

atau

penuaan

kronologis

mengakibatkan perubahan disemua lapisan kulit. Epidermis mengalami


perlambatan

regenerasi. Pada kulit usia muda, epidermal turnover

membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia tua membutuhkan waktu 40-60
hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan epidermis sehingga kulit tampak
translucent. Perlambatan regenerasi epidermis juga mengganggu fungsi
pertahananan dan perbaikan kulit. Korneosit berkumpul di permukaan kulit
sehingga kulit tampak kasar dan bersisik. Pada histologi kulit tua akan tampak
penipisan dermo epidermal junction sehingga meningkatkan kerapuhan kulit dan
penurunan transfer nutrisi pada epidermis dan dermis. Populasi melanosit di
epidermis semakin berkurang dan melanosit yang ada akan makin mengalami
penurunan aktivitas. Kulit tua mngalami perubahan diskromik seperti bintikbintik pigmentasi (freckles), lentigines. Kulit tua juga mudah terbakar sinar
matahari sebab kulit menipis dan sedikit melanosit.
Penuaan kulit juga mempengaruhi sel-sel Langerhans, Penurunan jumlah
sel-sel Langerhans sampai 50 mg sehingga terjadi penurunan imunitas kulit dan
peningkatan resiko kanker kulit (MrCullough and Kelly,2006).
Radiasi sinar ultraviolet dari sinar matahari mengakibatkan berbagai efek
padakulit manusia, di antaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan
penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara
xxxix

akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari,
sedangkan kanker kulit dan akibat dari akumulasi kerusakan yang disebabkan
oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami photoaging
ditandai dengan kerutan, kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan,
dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan kronologis atau
penuaan intrinsik, pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari yang menjadi
tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus.
Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia (Photo damaged Skin) dan
mengakibatkan penuaan dini kulit (Photoaging). Proses penuaan ini adalah
akumulasi paparan matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan
warna lebih terang. Radiasi sinar UV mempengaruhi

proses seluler dan

perubahan molekul, seperti reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal


protein kinase, faktor transkripsi, dan enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis
dan degradasi protein dermis. Radiasi sinar UV menghasilkan spesies oksigen
reaktif yang bereaksi dengan komponen sel yaitu DNA, protein, dan lipid.
Modifikasi komponen sel mengganggu fungsi sel sehingga mengarah pada
kematian sel (Fisher et al., 2002).
Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ),
senyawa

radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila

dibandingkan

superoksida. Studi pada kulit manusia dan keratinosit

menunjukkan bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H 2 O 2 ,


dan berlanjut terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV.
xl

Hidrogen peroksida dapat berubah menjadi spesies oksigen reaktif jenis


lain yaitu radikal hidroksil (dinucleotide phosphate) oksidase, enzim yang
menghasilkan H 2 O 2 , akibat paparan UV.
Aktivitas NADPH oksidase meningkat 2 kali dalam 20 menit paparan sinar UV
(Fisher et al., 2002).

2.2.2 Perubahan Berhubungan Dengan Proses Penuaan


Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai
organ tubuh. Penurunan fungsi berbagai organ tubuh tersebut mengakibatkan
muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, baik itu tanda fisik maupun
psikis. Tanda fisik pada proses penuaan seperti masa otot berkurang, lemak
meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu,
kemampuan kerja menurun dan sakit tulang. Kemudian yang termasuk tanda
psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah
tersinggung dan merasa tidak berarti lagi (Pangkahila, 2007).
2.2.3 Penuaan intrinsik
Penuaan intrinsik juga dikenal dengan proses penuaan alamiah, yang
merupakan proses yang terus berlangsung yang dimulai pada usia pertengahan
20an. Penuaan intrinsik terjadi oleh karena akumulasi kerusakan endogen akibat
pembentukan senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi sel.
xli

2.3

Kulit

2.3.1 Anatomi dan fisiologi kulit pada manusia


Kulit merupakan organ terbesar manusia penampilan kulit menjadi
media komunikasi yang memberi informasi tentang individu tersebut seperti
kesehatan nya secara umum, etnis atau ras, gaya hidup dan usia. Kualitas
penampilan kulit ditentukan oleh warna kulit, tekstur dan bentuk (Fisher et al.,
2008). Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut terdiri luar ke dalam yaitu
epidermis, dermis, dan hipordermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan
berturut- turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum,
stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah
struktur

yang dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang

terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel langerhans, dan
sel merkel.
Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel
Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel merkel berperan pada persepsi
sensoris (Edmondson et al., 2003). Dermis terdiri 2 lapisan yaitu papillary dermis
di bagian superficial dan reticular dermis di bagian dalam. Di papillary dermis
terdapat kolagen, elastin, fibrous dan ground substance (mukopolisakarida, asam
Hyaluronat, kondroitin sulfat), serta kaya akan mikrosirkulasi. Di reticular dermis
terdapat kumpulan kolagen yang lebih kasar dengan serabut-serabut elastin yang
tersebar (Khazanchi, 2007).
xlii

Struktur epidermis
Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu
epidermis, dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan
berturut - turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum,
stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah
struktur

yang

dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang

terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel Langerhans, dan
sel Merkel.
Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel
Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel Merkel berperan pada persepsi
sensoris (Edmondson et al., 2003). Pemendekan telomer pada pembelahan sel
juga dikatakan salah satu penyebab penuaan intrinsik kulit, selain oleh karena
penurunan faktor pertumbuhan dan hormon. Manifestasi klinis penuaan
kronologis kulit dapat berupa serosis, kelemahan, kerutan dan gambaran tumor
jinak seperti keraktosis seboroik dan angioma buah cherry (Gilchrest and
Krutmann, 2006).

xliii

Gambar 2.1 Struktur Kulit (Edmondson et al., 2006)

Gambar 2.2 Epidermis kulit usia muda dan usia lanjut

2.3.2 Perubahan Histologis Pada Kulit


2.3.2.1

Keratinosit
Keratinosit

mengalami proses

berperan

dalam

pertumbuhan

epidermis.

Keratinosit

diferensiasi dimulai dari basal menuju permukaan kulit.


xliv

Proses ini pada manusia membutuhkan waktu 2-4 minggu. Diferensiasi di basal
melibatkan cross-talk antara sel dermis dan epidermis melalui growth factors.
Pada lapisan basal terdapat 3 jenis keratinosit, yaitu sel punca (stem cells),
transit - amplifying cells, dan post mitotic differentiating cells.
Lampu UV dengan emisi UV-B (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UVA (320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada tikus Wistar tanpa bulu
mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells.
2.3.2.2

Melanosit
Pigmentasi irregular menjadi karakteristik kulit yang mengalami

Photoaging desebabkan oleh karena hyperplasia melanosit hiperaktif, yang


mengakibatkan kulit kecoklatan, bercak-bercak dan lentigen, diselingi dengan
daerah yang

mengalami

kerusakan lebih

berat sehingga melanosit tidak

mampu mentransfer pigmen normal ke keratinosit. Radiasi sinar UV menginduksi


proliferasi melanosit tidak hanya dikulit yang terpapar tetapi juga pada kulit
yang terlindungi. Kemungkinan oleh faktor yang belum dapat dikenali yang
dilepaskan ke sirkulasi setelah radiasi UV-B.
Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia dan mengakibatkan
penuaan dini kulit (Photoaging). Proses penuaan ini adalah akumulasi paparan
matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan warna lebih terang.
Radiasi sinar UV mempengaruhi proses seluler dan perubahan molekul, seperti
reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi,
dan enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis dan degradasi protein dermis.
xlv

Radiasi sinar UV menghasilkan spesies oksigen reaktif yang bereaksi dengan


komponen sel yaitu DNA, protein, dan lipid. Modifikasi komponen sel
mengganggu fungsi sel sehingga mengarah pada kematian sel (Fisher et al.,
2002).
Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ),
senyawa radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila
dibandingkan

superoksida.

Studi

pada

kulit

manusia

dan

keratinosit

menunjukkan bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H 2 O 2 , dan


berlanjut terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV.
2.3.3 Anatomi Kulit Tikus Wistar
Kulit mencit terbagi menjadi tiga lapisan ; epidermis, dermis dan
subkutis, Epidermis terdiri dari epitel skuamosa bertingkat sedangkan dermis
disusun oleh jaringan ikat yang padat. Epidermis berkembang biak baik pada
waktu lahir dan menebal dalam 4-5 hari setelah lahir, kemudian menipis seiring
dengan perkembangan folikel rambut. Ketebalan epidermis berbeda antara
daerah berambut dan tidak berambut.
Epidermis terdiri dari 3 stratum dengan beberapa lapisan sel pada
masing - masing

stratum. Paling dalam adalah Stratum Germinativum di

membran basalis yang terdiri dari sel - sel yang vertikal dan tidak bentuk tidak
teratur, nukleus oval dan jernih dengan beberapa sel polihidral yang masingmasing dihubungkan dengan tonofibril. Epidermis pada daerah tidak berambut
lebih sedikit berambut terdiri dari 6 lapisan sel dan stratum - stratumnya sulit
xlvi

dibedakan. Stratum germinativum dan granulosum tampak sebagai sel yang


tersebar berjumlah sangat sedikit, sedangkan stratum korneum terdiri dari 1-2
lapis sel saja.

2.4

Pegagan (Centella asiatica)

2.4.1 Deskripsi pegagan


Asam asiatic, asam madecassic, dan asiaticoside telah ditunjukkan untuk
merangsang in vitro sintesis kolagen. Ekstrak dititrasi pegagan ( TECA ), asam
asiatik, dan asiaticoside yang terbukti

meningkatkan renovasi dari matriks

kolagen luka setelah injeksi ke dalam model binatang, melalui stimulasi


kolagen dan glikosaminoglikan synthesis. Asiaticoside diisolasi dari Centella
asiatica meningkatkan

kandungan

kandungan kolagen luka setelah


Asiaticoside

ditemukan

untuk

hidroksiprolin, kekuatan tarik, dan

pemberian topikal

pada hewan model.

mempromosikan

angiogenesis dalam

perempuan membran chorioallantoic di in vitro. Peningkatan proliferasi sel dan


sintesis kolagen diamati di lokasi luka setelah pengobatan dengan ekstrak oral
pegagan. Sebuah studi menemukan bahwa

hewan aplikasi topikal ekstrak

pegagan Centella asiatica tiga kali sehari selama 24 hari untuk membuka luka
menghasilkan peningkatan kadar kolagen. Sebuah studi in vitro efek dari fraksi
triterpenoid total, Centella asiatica (TTFCA) pada fibroblast kulit manusia
menemukan ekstrak untuk tidak berpengaruh signifikan terhadap proliferasi

xlvii

sel, sintesis total protein, atau sintesis proteoglikan, namun peningkatan yang
signifikan dalam persentase kolagen dan lapisan sel fibronektin.
Madecassol, suatu

senyawa

yang mengandung asiaticoside,

menghambat biosintesis asam mucopolysaccharides dan kolagen dalam


granuloma hewan. Madecassol juga menghambat proliferasi fibroblast embrio
manusia dalam vitro.

Pegagan (Centella asiatica (L)Urban)

merupakan

tumbuhan tanpa batang, dengan pertumbuhan yang menjalar tahunan


(Heyne, 1987). Spesies dari genus Centella kira-kira terdiri dari 33 spesies yang
kesemuanya tersebar didaerah tropis dan subtropis (Kumar and Gupta, 2006).
Menurut (Lasmadiwati, 2004), Spesies Centella asiatica (L) Urban terdiri dari 2
jenis yang meliputi pegagan merah dan pegagan hijau. Perbedaan mendasar
antara pegagan merah dan pegagan hijau terletak pada warna stolon dan
tangkai daun. Warna stolon dan tangkai daun pegagan merah adalah hijau
kemerahan, sedangkan pada pegagan hijau keseluruhannya berwarna hijau.
Warna hijau kemerahan pada stolon dan tangkai pegagan merah disebabkan
oleh hadirnya zat aktif flavonoid. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa
fenol yang bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru dan
sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan.
Flavonoid terikat pada molekul gula sebagai glukosida pada tumbuhan
tingkat tinggi, flavonoid mempunyai salah satu fungsi sebagai pigmen. Pegagan
(Centella asiatica (L) Urban)

ini merupakan tumbuhan berbiji tertutup dan


xlviii

berkeping dua. Pada umumnya disebut sebagai asiatic. Centella asiatica yang
termasuk dalam family Umbelliferae. Tumbuhan berupa roset akar dengan
tangkai daun yang lunak, perakaran dangkal dan berkembang biak dengan
menggunakan stolon (Kumar and Gupta, 2006).
Seperti halnya tumbuhan tingkat tinggi lainnya, pegagan memiliki
beberapa organ tumbuhan yang meliputi : akar, stolon, daun, bunga dan buah.
Akar dari tumbuhan pegagan merupakan akar vertikal (Kumar and Gupta,
2006). Akarnya merupakan rimpang yang pendek serta mempunyai geragih
(Savitri, 2006). Stolon pegagan tumbuh di atas permukaan tanah, dan
berfungsi sebagai salah satu organ perkembangbiakan selain biji. Pada setiap
buku dari stolon akan tumbuh tunas yang menjadi cikal bakal tumbuhan
pegagan yang baru. Tunas akan tumbuh menjadi beberapa daun tunggal yang
tersusun dalam roset. Daun berupa daun tunggal yang tumbuh dari setiap
buku pada stolon, permukaan daun kadang berambut, kaku atau kasap dengan
pertulangan daun menjari (Lasmadiwati, 2004). Daun

berjumlah 2-10 yang

tersusun dalam suatu roset akar. Bangun ginjal dengan tepi bergerigi atau
beringgit, tangkai daun panjang dan pada pangkal menyerupai pelepah
(Savitri, 2006).
Bunga dari tumbuhan pegagan berukuran kecil, tidak bertangkai dan
berwarna kemerah - merahan. Bunga - bunga ini tumbuh dalam tirai bunga
yang sederhana dan terdiri dari 3-6 bunga (Satya and Ganga, 2006). Bunga
xlix

selanjutnya akan berkembang menjadi buah yang berupa buah buni,


berbentuk lonjong atau pipih. Buah berwarna hijau saat muda dan berubah
menjadi kecokelatan saat sudah tua. Tumbuh menggantung, berukuran kecil
dengan panjang 22,5 mm. Buah memiliki bau yang cukup harum tetapi
rasanya pahit (Lasmadiwati, 2004).
2.4.2

Farmakokinetik Pegagan
Madecassoside, siaticoside, asam Asiatic, dan asam madecassic memiliki

bioavailabilitas antara 0 dan 50 mg . (Bosse et al., 2005). Melaporkan bahwa


kadar plasma puncak dicapai 2-4 jam setelah konsumsi oral, injeksi
intramuskular, atau aplikasi topikal Madecassol, juga tidak menemukan
perbedaan dalam waktu puncak konsentrasi plasma dengan dosis yang berbeda
atau tunggal dibandingkan dosis kronis dalam studi crossover dari total fraksi
triterpenic pegagan (TTFCA).
Daerah di bawah kurva meningkat secara signifikan dalam cara yang
tergantung

dosis

tunggal

setelah

dosis

30

mg

atau

60

mg.

Setelah pengobatan kronis selama tujuh hari dengan baik 30 mg atau 60 mg


TTFCA dua kali sehari.
2.4.3

Klasifikasi Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)


Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan, klasifikasi dari pegagan

(Centella asiatica (L.) Urban) adalah sebagai berikut :


l

a. Kingdom Plantae
b. Divisi Spermatophyta
c. Sub-divisi Angiospermae
d. Kelas Dikotiledonae
e. Ordo Umbellales
f. Famili Umbelliferae
g. Genus Centella
h. Spesies Centella Asiatica (L) Urban (Lasmadiwati, 2004)
Nama umum (nama dagang) dari pegagan (Centella asiatica (L) Urban) antara
lain pegagan, daun kaki kuda dan antanan (Lasmadiwati, 2004). Sedangkan
untuk nama lokal antara lain: pegagan (Ujung Pandang), antanan gede,
antanan rambat (Sunda), dau tungke (Bugis), pegagan, gagan - gagan, rending,
kerok batok (Jawa), tekosan (Madura) dan kori-kori (Yuniarti, 2008). Pegagan
juga

dikenal

dengan

beberapa

istilah

asing

diantaranya:

Ji

xuecao,

Indianpennywort, indischewaternavel dan paardevoet (Wijayakusuma and


Dalimartha, 2006).
Skema tumbuhan pegagan .
1) Pegagan dengan susunan daun dalam roset akar,
2) Tangkai daun dengan pangkal menyerupai pelepah,
3) Susunan tulang daun,
4) Stolon dengan tunas,bunga dan akar yang tumbuh pada buku,
5) Bunga
li

6) Buah

2.4.4 Kandungan Bahan Aktif Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)


Menurut Kumar and Gupta, 2006, secara umum kandungan bahan aktif
yang ditemukan dalam pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) meliputi;
1) Triterpenoid saponin,
2) Triterpenoid genin,
3) Minyak esensial,
4) Flavonoid,
5) Fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Bahan-bahan aktif tersebut secara
umum

terdapat pada organ daun tepatnya pada jaringan palisade

parenkim. Bahan aktif yang terkandung dalam pegagan juga menjadi


salah

satu

alasan

mengapa pegagan dimasukkan dalam ordo

umbelliferae. Bahan aktif yang terkandung, terutama dari golongan


Triterpenoid saponin merupakan turunan zat aktif umbelliferon yang
terdapat pada tumbuhan pegagan dan tumbuhan lainnya. Kandungan
Triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur yang utama
dalam Triterpenoid saponin adalah asiatikosida dan madekassosida
(Kumar dan Gupta, 2006). Asiatikosida mampu bekerja sebagai Centella
asiatica (Selfitri, 2008).

lii

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak.


Tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai glukosida. Flavonoid pada
tumbuhan mempunyai empat fungsi diantaranya:
1)

Sebagai pigmen warna,

2) Fisiologi dan Patologi,


3) Aktifitas farmakologi, terutama yang terkait dengan kerja pembuluh darah
4)

Sebagai flavonoid tambahan dalam makanan (Jayanti, 2007).

Gambar 2.4 Daun Pegagan

liii

Gambar 2.5 Daun Pegagan dalam keadaan segar

2.5

VITAMIN C
Vitamin C lebih sering kita perbincangkan jika menyangkut topik

pencegahan penyakit. Padahal, manfaat vitamin ini juga sangat besar bagi
kesehatan dan kecantikan kulit. Selama berabad-abad, kaum wanita selalu
menemukan cara untuk menikmati khasiat vitamin C bagi kulit. Vitamin C atau
asam askorbat mempunyai sifat mudah teroksidasi sehingga berperan sebagai
anti oksidan atau reduktor pada sintesis melanin yang banyak membutuhkan
oksigen serta dapat mengubah bentuk melanin oksidasi yang berwarna gelap
menjadi melanin tereduksi yang berwarna agak pucat. Vitamin C dalam
megadose

satu

sampai dua gram perhari secara oral dapat menghambat

perubahan dopa menjadi dopakuinon sehingga menghambat pembentukan


melanin. Dalam penelitian
absorbsi perkutaneus

Kameyama K, et al., 2010. Terbukti

asam askorbat dapat

bahwa

menghambat aktivitas enzim

tirosinase sehingga menghambat produksi melanin dengan menurunnya okuinon dan membuat cerah kulit pada orang normal maupun orang dengan
gangguan hiperpigmentasi. Vitamin C selain dapat menghambat kerja enzim
tirosinase dan sebagai reduktor juga sebagai antioksidan kulit sehingga dapat
digunakan

sebagai

tabir

surya selain itu vitamin C penting

pembentukan kolagen dapat digunakan untuk mencegah keriput.

liv

sebagai

Vitamin C tidak disimpan di dalam tubuh dan mudah dieksresikan


kedalam urin. Kadar vitamin C serum yang tinggi akibat vitamin C dalam dosis
yang berlebihan akan diekskresikan oleh ginjal tanpa mengalami perubahan.
VITAMIN

FUNGSI

SUMBER
MAKANAN

KEADAAN
DEFISIENSI

C (asam askorkat)

Membantu
Buah jeruk, tomat, Penyembuhan
perbaikan
dan sayu-sayuran
luka yang buruk,
pertumbuhan
berdaun
hijau, perdarahan gusi,
jaringan.
kentang.
scurvy,
mudah
Dibutuhkan dalam
terkena infeksi.
pembentukan
kolagen.
2.1 Daftar Tabel Vitamin C (Jurnal manfaat dan sumber vitamin C, 2013)

2.5.1 Farmakokinetik
Vitamin C diabsorpsi dengan mudah melalui saluran gastrointestinal
dan di distribusikan ke seluruh cairan tubuh. Ginjal akan mengekskresi vitamin C
seluruhnya, hampir tanpa perubahan.
2.5.2 Farmakodinamik
Vitamin C diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan protein dan
sintesis lemak. Sintesis kolagen juga membutuhkan vitamin C untuk endotel
kapiler, jaringan ikat, dan perbaikan jaringan, serta jaringan osteid dari tulang. T
anaman sejenis beri berwarna oranye keemasan tersebut ternyata merupakan
sumber vitamin C. Tanaman lain yang juga dipakai dalam kecantikan kulit di
zaman kuno adalah biji bunga mawar yang konon mengandung vitamin C 20
lv

kali lebih tinggi dibanding buah jeruk. Manfaat

terbesar vitamin C pada

kesehatan kulit adalah kemampuannya membantu pembentukan kolagen.


Vitamin C mengandung asam askorbat yang merupakan kunci utama untuk
memproduksi kolagen sebagai protein untuk membuat kulit tetap sehat dan tak
gampang kendur. Kolagen bersama dengan elastin akan menjaga kulit tetap
sehat. Kolagen menghasilkan kekenyalan dan kekuatan kulit, sementara elastin
menghasilkan kelenturan.
Selain itu vitamin C juga menjadi sumber antioksidan yang menetralkan
radikal bebas di kulit. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kandungan asam
askorbat 2 - fosfat yang terkandung dalam vitamin C tidak hanya sebagai
antioksidan, disamping itu, vitamin C juga dapat membantu kulit memperbaiki
kolagen kulit (Sauermann et al., 2004).
Saat tubuh kekurangan vitamin C kulit pun tampak lebih kering dan
kasar. Vitamin C juga bermanfaat untuk mencerahkan kulit. Pada mereka
yang sering terpapar sinar matahari kulit menjadi tampak lebih cokelat
karena adanya

pembentukan

pigmen. Beberapa riset juga menunjukkan

vitamin C dalam bentuk oral memiliki efek signifikan memperbaiki kerusakan


kulit akibat sinar matahari (Boyce., 2004).

2.6

Kolagen

lvi

Kolagen adalah triple helikal protein yang tersebar di seluruh tubuh


dan mempunyai berbagai fungsi seperti pengikat jaringan, adhesi sel, migrasi
sel, dan

pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), morfogenesis

jaringan dan perbaikan jaringan. Kolagen adalah elemen yang membentuk


matriks ekstra seluler jaringan, yang berguna untuk kekuatan tegang jaringan
seperti tendon, tulang, tulang rawan dan kulit, kolagen juga mempunyai
fungsi yang

berkaitan

dengan lokasinya, misalnya membran basalis pada

glomerulus ginjal yang berfungsi untuk filtrasi molekul (Kadler et al., 2007).
2.6.1 Deskripsi Kolagen
Kolagen terdiri dari 3 rantai polipeptida dengan konformasi poliprolin
yang

panjang. Setiap rantai polipeptida memiliki pengulangan Gly-X-Y triplet

dimana residu glycyl menempati setiap posisi ketiga dan posisi X dan Y ditempati
oleh prolin dan 4-hidroksiprolin. Ketiga rantai saling berkaitan melalui ikatan
rantai hydrogen. Ada 28 jenis kolagen pada vertebrata yang diberi nomor IXXVIII. Kolagen di hasilkan oleh sel fibrolast. Kolagen tipe 1 adalah jenis yang
paling banyak di jaringan ikat kulit. Selain itu kulit juga mengandung kolagen (III,
V, VI), elastin, proteoglikan dan fibronektin (Kadler., 2007).
2.6.2 Perubahan Pada Kolagen
Pada kulit yang mengalami Photoaging, serat kolagen mengalami
disorganisasi. Serabut kolagen dan kumpulan serat kolagen berkurang dan
mengalami homogenisasi. Kulit yang mengalami Photoaging prekursor kolagen
Tipe I dan III dan crosslink-nya berkurang (Pinnel, 2003; Gilchrest and Krutman,
lvii

2006). Dengan

menggunakan

antibody

terhadap kolagen Tipe I, tidak

ditemukan ada perubahan kolagen setelah radiasi UV-B selama 10 minggu.


Peningkatan kolagen pada Tipe III dimulai setelah terpapar UV-B selama 12
minggu (5 hari perminggu dengan MED setiap pemaparan).
Kolagen di pengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik
meliputi sinar ultraviolet, polusi, dan diet, Faktor ekstrinsik dapat memperberat
kerusakan kolagen

yang disebabkan oleh faktor intrinsik. Pengaruh

faktor

genetika tampak pada studi penuaan kulit pada berbagai etnis, Etnis dengan
pigmentasi lebih gelap, seperti ras Afrika-Amerika, memiliki daya perlindungan
yang lebih tinggi terhadap Ultraviolet. Sinar Ultraviolet memicu pembentukan
radikal bebas sehingga merusak kolagen kulit. Kulit ras Afrika - Amerika
mengandung lipid interseluler lebih banyak daripada ras Kaukasia sehingga
lebih resisten terhadap penuaan. Kerutan wajah pada ras Asia terjadi lebih
lambat dan lebih ringan daripada ras Kaukasia (Farage et al., 2008).
Penurunan kolagen kulit tampak signifikan pada wanita menopause.
Kolagen kulit orang dewasa berkurang 1 % setiap tahun. Penurunan kolagen ini
lebih tampak pada wanita daripada pria. Kulit kendor dan kerutan wajah
disebabkan kerusakan akumulasi kolagen. Sinar ultraviolet juga memicu
pembentukan

radikal bebas, yang dapat bereaksi dengan protein seperti

kolagen sehingga terjadi kerusakan kolagen.


2.6.3 Mekanisme Kerusakan Kolagen

lviii

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan pada kultur


fibroblast yang menunjukkan bahwa paparan pada kultur fibroblast kulit yang
mengalami kerusakan akibat Ultraviolet. Pada kulit yang terlindungi sinar
matahari dengan kolagen Tipe I yang terdegradasi sebagian diperoleh melalui
percobaan in-vitro kolagen yang dicampur dengan MMPs yang di induksi oleh
sinar Ultraviolet, yang terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu; mekanisme secara
langsung terjadi degradasi kolagen secara tidak langsung melalui hambatan
sintesis kolagen oleh degradasi kolagen yang terbentuk dari MMP. Kolagen Tipe I
yang terfragmentasi memberikan umpan balik negative terhadap sintesisnya
(Varani et al., 2001).

Gambar 2.6 Mekanisme Kerusakan Kolagen ( Shin, 2005).


2.6.4 Sintesis Kolagen
Awal polipeptida dibentuk di dalam ribosom dari retikulum endoplasma
kasar yang disebut rantai prokolagen , dimana terjalin dalam sistena retikulum
endoplasma sehingga terbentuk triple helices. Setiap asam amino ketiga pada
rantai disebut sebagai glisin; dua asam amino kecil lainnya terbanyak di dalam

lix

kolagen dihidroksilasi setelah proses translasi menjadi bentuk hidroksiprolin dan


hidroksilisin (Mescher, 2010).
2.6.5 Sintesis Prokolagen
Bentuk triple helix dari rantai berbentuk molekul prokolagen seperti
sebuah batang, dimana kolagen tipe 1 dan 2 berukuran panjang, 300 nm dan
lebar 1,5 nm. Molekul prokolagen mungkin homotrimerik, dimana ketiga
rantainya identik, atau

heterotrimerik, dimana dua atau ketiga rantainya

memiliki sekuen yang berbeda. Kombinasi dari banyak rantai prokolagen


sangat bertanggung jawab atas bermacam-macam tipe dari kolagen dengan
struktur dan fungsi yang berbeda. Pada kolagen tipe I, II, III, molekul kolagen
bersatu dan menjadi berkelompok bersama-sama membentuk fibril (Mescher,
2010).
Karena kolagen tipe I sangat banyak, maka didapatkan banyak penellitian
tentang Sintesis kolagen ini. Sintesis dari protein penting ini meliputi beberapa
tingkat, dimana disimpulkan pada gambar 2.1 (Mescher, 2010) :
1. Polipetida rantai prokolagen diproduksi pada ikatan poliribosom yang
berikatan dengan membrane dari Retikulum Endoplasma yang kasar dan
ditranslokasi di dalam sisterna dan dilanjutkan dengan sinyal peptide.
2. Hidroksilasi prolin dan lisin diawali sesudah rantai peptide telah mencapai
panjang minimum tertentu dan masih terikat pada ribosom. Enzim yang
menyertai adalah prolil hidroxilase dan lisil hidroksilase dan reaksi yang
membutuhkan O 2 , Fe2+ dan asam askorbat (vitamin C) sebagai kofaktor.
lx

3. Terjadi glikosilasi pada beberapa sisa hidroksilisin, dengan bermacammacam tipe dari kolagen yang memiliki jumlah ikatan galaktosa-hidrosilisin
yang berbeda-beda.
4. Gugus amino dan karboksil akhir dari setiap rantai membentuk
polipetida non helix, kadang disebut propeptida ekstensi, dimana
membantu rantai ( 1 , 2 ) membentuk dengan posisi yang benar menjadi
triple helix. Sebagai tambahan, propeptida nonhelix membuat molekul
prokolagen soluble dan mencegah pembentukan intraseluler prematur
dan pengendapan dari fibril kolagen. Prokolagen ditranspotasikan melalui
jaringan golgi dan dieksositosis ke lingkungan ekstraselular.
5. Diluar sel, protease spesifik disebut peptidase prokolagen menyingkirkan
perpanjangan propeptida, perubahan dari molekul prokolagen menjadi
molekul kolagen. Sekarang ini sesuai untuk pembentukan sendiri kedalam
fibril kolagen polimerik, biasanya pada tempat tertentu dekat dengan
permukaan sel.
6. Pada beberapa tipe kolagen, fibril berkumpul membentuk fiber.
Proteoglikan tertentu dan tipe kolagen (tipe V dan tipe XI) bergabung pada
kumpulan molekul kolagen untuk membentuk fibril-fibril dan formasi fiber
yang berasal dari fibril dan berikatan dengan struktur dari komponenkomponen ektraselular matrik lainnya.

lxi

7. Struktur fibriler ditarik oleh formasi kovalen yang berikatan silang antara
molekul-molekul kolagen, sebuah proses dikatalisis oleh enzim lisil
oksidase.
8. Beberapa penelitian mengenai sel fibroblas pada kulit yang menua,
menunjukkan bahwa fibroblas yang dikultur dapat mensintesis sejumlah
prokolagen tipe I yang sama seperti pada kulit yang tidak terpapar sinar
matahari.

Data ini sebagai bukti bahwa berkurangnya produksi

prokolagen tipe I pada kulit yang rusak akibat paparan sinar UV bukan
karena kerusakan fibroblas. Pada penelitian in vitro yang menambahkan
fibroblas pada jaringan kolagen yang utuh atau rusak, memperlihatkan
adanya perubahan fungsi fibroblas pada kolagen yang mengalami
fragmentasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa akumulasi kerusakan
kolagen yang parsial pada sel kulit yang menua menghambat sintesis
prokolagen tipe I (Chung et al., 2003).

lxii

Gambar 2.6.4
Sintesis Kolagen
Proses Hidrosilasi dan glikosilasi pada rantai prokolagen dan pembentukan
menjadi triple helices terjadi pada RER (Rough Endoplasmic Reticulum) dan
pembentukan menjadi fibril terjadi pada Extracelular Matrix sesudah
mengekskresikan prokolagen. Karena ada sedikit perbedaan pada gen rantai
prokolagen dan produksi kolagen tergantung pada beberapa kejadian setelah
translasi meliputi beberapa enzim lainnya, banyaknya penyakit kegagalan
Sintesis kolagen yang telah dijelaskan (Mescher, 2010).

Gambar 2.6.5
Prokolagen
Bentuk dari kolagen yang paling banyak, tipe 1, setiap molekul prokolagen terdiri
dari dua rantai peptide yaitu 1 dan 2 . Massa 1 buah molecular kira-kira 100
kDa, terjalin helix pada sisi kanan dan bergabung bersama oleh interakai ikatan
hidrogen dan hidrofobik. Setiap putaran lengkap dari pilinan helix, dengan jarak
8,6 nm. Panjang setiap molekul tropokolagen adalah 300nm dan lebarnya 1,5 nm
(Mescher, 2010)
lxiii

Serat kolagen tersusun atas subunit subunit tropocollagen di mana


susunan rantai asam amino akan menentukan tipe kolagen, sedikitnya terdapat
20 tipe kolagen. Kolagen dapat dikategorikan sebagai fibril-forming, fibrilassociated dan network-forming, ada juga collagen-like protein sebagai kategori
tambahan. Kolagen termasuk dalam keluarga protein yang jumlahnya sangat
banyak, menyusun sekitar 20 25% dari seluruh protein tubuh (Gartner and
Hiatt, 2007). Pada dermis kulit normal terdiri dari 80% tipe 1 dan 25% tipe 3
(Velnar et al., 2009). Kedua tipe kolagen tersebut termasuk dalam fibril-forming
collagen merupakan serat yang fleksibel dan mempunyai daya regang yang besar
dan kuat. Kolagen tipe ini berwarna putih oleh sebab itu dikenal juga dengan
serat putih. Kolagen pada jaringan ikat berdiameter lebih kecil dan hampir tak
berwarna jika tidak diwarnai. Tiap serat kolagen terdiri atas tropocollagen. Setiap
tropocollagen tersusun atas tiga rantai polipeptida yang tersusun triple helix
(Gartner and Hiatt, 2007).

Gambar 2.6.6
Skematik struktur kolagen (Gartner dan Hiatt, 2007)

lxiv

Gambar 2.6.7
Kolagen tipe 1 dengan Pewarnaan HE
Serabut - serabut kolagen berkumpul menjadi satu ikatan yang besar (C). Tanda
panah menunjukkan gambar fibroblas (Mescher, 2010).
2.7

Efek Ultraviolet Terhadap Perubahan Kulit

2.7.1 Radiasi Sinar Ultraviolet


Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari
berkisar antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang yang sangat
panjang. Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang terjadi berhubungan
dengan radiasi sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang lebih pendek dari cahaya tampak tetapi lebih
panjang dari sinar X, dengan rentang 10-400 nm, energy 3-124eV. Sinar UV
ditemukan pada sinar matahari. Radiasi UV dikelompokkan menjadi 3 macam,
yaitu: Pertama, UV-C dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 100-290
nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm yang mencapai
lxv

permukaan bumi, terutama disebabkan oleh filtrasi oleh lapisan ozone. Kedua,
UV-B (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan bertanggung jawab
terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit. Ketiga, UV-A
(320-400 nm) yang mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UV-A1
(340-400 nm) dan UV-A2 (320-340 nm). Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone
mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UV-B yang mencapai permukaan
bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan manusia.
Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya
penuaan dini kulit (Rigel et al., 2004). Sinar UV-C merusak DNA lebih berat
daripada UV-B, meskipun lebih potensial daripada UV-B namun UV-C banyak
diserap atmosfer dan tidak mencapai permukaan bumi. Sinar UV-B merusak sel
melalui efek langsung kerusakan DNA dan induksi apoptosis. Sinar UV-B memicu
multimerisasi Fas death receptors, yang memicu pengaktifan caspase-8. Sinar
UV-B pada keratinosit menstimulasi fosforilasi dan stabilisasi p38 mitogenactivated protein kinase (MAPK), yang terjadi dalam 2 jam paparan UV-B, dan
memulai aktivasi caspase. Peroksidasi lipid dan produksi radikal oksidatif terjadi
setelah paparan UV-B. Sinar UV-A mempunyai potensi lebih rendah dalam
merusak sel. Sinar UV-A mengakibatkan pembentukan radikal oksidatif. Stres
oksidatif ini yang merusak sel (Raj et al., 2006).
Studi tentang paparan UV-B (290-330 nm) dengan keluaran energi 0,7
mW/cm2, jarak 30 cm, kekuatan radiasi 8, 16,24, 32 mJ/cm2; pada keratinosit in
vitro, melaporkan bahwa apoptosis keratinosit terjadi pada radiasi 16 mJ/cm2.
lxvi

Lampu UV dengan emisi UV-B (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UVA (320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada tikus Wistar tanpa bulu
mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells. Radiasi 30
mJ/cm2 adalah rentang paparan UV normal pada manusia. Dosis UV 40 mJ/cm2
pada manusia menghasilkan efek eritema (Lu et al., 2000). Lampu UV (270-440
nm) dengan emisi dominan 312 nm menghasilkan penetrasi kulit lebih dalam
daripada UV gelombang pendek (254 nm).
Radiasi UV-B yang mencapai kulit, 70 % diserap pada stratum korneum,
20% mencapai seluruh epidermis, dan hanya 10% mencapai bagian atas dermis.
Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada epidermis, dan hanya 10%
mencapai bagian atas dermis. Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada
epidermis, tetapi 20-30% radiasi ini mencapai bagian yang lebih dalam dermis
dibandingkan dengan UV-B. Walaupun UV-B (290-320 nm) memiliki panjang
gelombang yang lebih pendek tetapi lebih efisien mencapai permukaan bumi,
lebih kuat terserap pada epidermis dan lebih eritemogenik dibandingkan dengan
UV-A (Rigel, 2004).
2.7.2 Pigmentasi
Pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari yang terjadi berupa
kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada
kulit tergantung dari panjang gelombang radiasi. Eritema yang diinduksi UV-B
diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi terjadi akibat paparan UV-B. Melanisasi
yang terjadi oleh karena

paparan UV-A bertahan lebih lama dibandingkan


lxvii

dengan paparan UV-B. Perbedaan ini kemungkinan terjadi oleh karena lokalisasi
pigmen yang diinduksi oleh UV-A lebih basal.
2.7.3 Kerusakan DNA
DNA seluler langsung menyerap paparan UV-B dan penyerapan ini
menyebabkan lesi pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan merusak
heliks DNA Apabila kerusakan DNA ini tidak diperbaiki maka akan mengakibatkan
kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi, dan kematian sel. Radiasi sinar UV-A
juga sangat merusak DNA tetapi kurang jika dibandingkan UV-B (Rigel et al.,
2004; Placzek et al., 2005; Gilchrest and Krutman, 2006).

2.8.

MMP-1

2.8.1 Matriks metaloproteinase


Matriks

metaloproteinase

(MMP)

adalah

suatu

zinc-dependent

endopeptidase yang bertanggung jawab dalam degradasi jaringan ikat dermis.


Sampai saat ini diketahui ada 28 tipe MMP pada manusia. Masing-masing MMP
mempunyai struktur dan spesifitas yang berbeda seperti kolagenase, gelatinases,
stromelysin, dan MMP tipe membran disesuaikan dengan substratnya dan
tergantung dari sekresinya berupa protein yang larut atau terikat pada membran
permukaan (Fu et al., 2008). Matriks metaloproteinase terlibat dalam berbagai
aktivitas proteolitik baik dalam keadaan fisiologis maupun patologis seperti
embriogenesis, penyembuhan luka, inflamasi, angiogenesis, dan kanker (Quan et
al., 2009).
lxviii

Beberapa peneliti lainnya menunjukkan bahwa paparan sinar UV secara


in vivo meningkatkan setidaknya tiga MMP yang yaitu kolagenase (MMP-1)
(Quan et al., 2009), stromelysin-1 (MMP-3), dan 92 -kDa gelatinase (MMP-9).
Ketiga MMP ini secara in vivo sangat dipengaruhi oleh faktor transkripsi AP-1,
yang dengan cepat diinduksi dan diaktifkan oleh paparan sinar UV (Fisher et al.,
2001). Aktivitas gabungan MMP-1, -3, dan -9 memiliki kemampuan untuk
menurunkan sebagian besar protein yang terdapat dalam matriks ekstraseluler
dermis. Activator Protein -1 (AP-1) merupakan nuclear transcription factor, terdiri
dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi
MMP.
Hal yang menarik dari penelitiaan Quan et al. (2009) adalah di antara 19
MMP yang terdapat pada kulit manusia normal, hanya tiga secara signifikan
diinduksi oleh paparan sinar UV yaitu MMP-1 (kolagenase), MMP-3 (stromelysin1), dan MMP-9 (92-kDa gelatinase). Matriks metaloproteinase-1 dan mRNA
MMP-3 diinduksi 1000 kali lipat dalam waktu 24 jam setelah dipapar sinar UV,
sedangkan MMP-9 hanya enam kali lipat. Matriks metaloproteinase-1 pada
awalnya membelah prokolagen tipe I dan III pada kulit, pada satu lokasi di dalam
triple helix. Setelah kolagen dibelah oleh MMP-1, maka selanjutnya kolagen
tersebut semakin dirusak oleh peningkatan kadar MMP-3 dan MMP-9. Data ini
menguatkan temuan oleh peneliti sebelumnya (Fisher et al., 2001; Quan et al.,
2009).
lxix

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa MMP-8 (neutrofil kolagenase)


(Fisher et al., 2001) dan MMP-12 (makrofag elastase) (Chung et al., 2002)
merupakan protein yang timbul dalam waktu 24 jam setelah paparan sinar UV,
sebagai akibat dari netrofil dan makrofag yang keluar dari sirkulasi. Netrofil dan
makrofag kulit adalah sel yang mengalami diferensiasi yang tidak lagi
mentranskripsi mRNA baru. MMP-8 dan mRNA MMP-12 yang tersisa kadarnya
sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi.
Selain itu, pada kultur sel yang diambil dari kulit yang terlindung dari sinar
matahari (sun-protected skin) kemudian dipapar dengan sinar UV, maka MMP-1
akan menyebabkan fragmentasi kolagen dan menimbulkan perubahan struktur
dan susunan serat kolagen sama seperti yang yang terjadi pada photoaging
(Varani et al., 2001, 2008). Secara keseluruhan, penelitian oleh Quan et al. (2009)
secara in vivo menunjukkan bahwa MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 adalah enzim
kolagenolitik

primer yang diinduksi oleh paparan sinar UV, dan MMP-1

merupakan protease utama yang mampu memulai degradasi serat kolagen pada
kulit manusia. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan pada kultur fibroblas
menunjukkan bahwa paparan sinar UV-B mampu memicu ekspresi MMP-1 pada
dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2 100 mJ/cm2 (Yulianto, 2006; Lee et al.,
2009).
Fibroblas dermis merupakan sumber utama MMP-1 dan meningkat
setelah paparan sinar UV-B pada sel kultur maupun sel kulit secara in vivo (Fagot
et al., 2004). Walaupun MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 pada permulaannya
lxx

dihasilkan di epidermis, tapi enzim tersebut berdifusi ke dalam dermis dan


kemudian mendegradasi kolagen (Quan et al., 2009). Difusi ini juga dibantu oleh
ikatan

langsung MMP ke kolagen matriks

ekstraseluler. Walaupun ada

penelitian yang mengemukakan bahwa keratinosit adalah sumber utama MMP1, yang diproduksi sebagai respon kulit terhadap paparan sinar UV-B. Sel
fibroblas dermis juga berperan dalam ekspresi MMP-1 oleh keratinosit melalui
mekanisme parakrin tidak langsung yaitu dengan pelepasan growth factor dan
sitokin yang memicu ekspresi MMP-1 oleh keratinosit (Quan et al., 2009).

2.9

Pengaruh Sinar Ultraviolet


Sinar ultraviolet mengaktifkan jalur protein kinase-mediated signaling

dalam waktu 1 jam. Jalur sinyal ini diaktifkan maksimal dalam waktu 4 jam
setelah paparan sinar UV. Pada saat ini, pemeriksaan immunohistologik
mengungkapkan aktivasi (fosforilasi) dari beberapa sinyal kinase pada sel di
seluruh lapisan epidermis (Helfrich et al., 2009). Aktivitas kinase mengatur
ekspresi dan aktivasi fungsional dari AP-1 (terdiri dari c-Jun dan Fos protein),
yang kemudian merangsang transkripsi gen untuk enzim yang mendegradasi
matriks seperti MMP-1, MMP-3, dan MMP-9. Faktor transkripsi AP-1 juga
mengganggu ekspresi gen kolagen pada fibroblas dermis (Fisher et al., 2002;
Ischihashi et al., 2009).
Paparan sinar UV juga mengaktifkan faktor transkripsi NF-B yang
merangsang transkripsi gen sitokin pro inflamasi seperti IL-1, TNF-, IL-6, dan
lxxi

IL-8, dan molekul adesi intercellular adhesion molecule-1. Ultraviolet merangsang


produk gen sitokin kemudian bereaksi melalui reseptor permukaan sel untuk
mengaktifkan AP-1 dan NF-B dan dengan demikian memperkuat respon sinar
UV (Helfrich et al., 2009; Ischihashi et al., 2009).
2.9.1 Pengaruh Ultraviolet terhadap Ekpresi MMP-1
Ultraviolet menginduksi MMP-1 dimulai dari memecah (memotong)
kolagen fibril (tipe I dan III ) di satu lokasi dalam triple helix pusat. Setelah dibelah
oleh MMP-1, kolagen dapat diturunkan jumlahnya oleh peningkatan kadar MMP3 dan MMP-9. Aktivitas MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 telah terbukti melokalisir
kolagen dalam dermis, setelah paparan sinar UV pada kulit secara in vivo.
Ketika kulit yang tertutup pakaian (sun-protected) dipapar kemudian
dilakukan biopsi, maka hasilnya menunjukkan tingkat kerusakan kolagen parsial
meningkat 3 kali lipat dalam 24 jam setelah penyinaran UV. Dengan demikian,
sinar UV yang menginduksi MMP akan mendegradasi kolagen kulit dan merusak
integritas struktur dermis. Dengan tidak adanya perbaikan yang sempurna, maka
kerusakan kolagen oleh MMP akan berakumulasi akibat paparan sinar UV secara
terus menerus. Akibat kerusakan kolagen yang kumulatif ini memberikan andil
yang besar terhadap gambaran fenotipe dari penuaan dini kulit (Seo and Chung,
2006; Helfrich et al., 2009).
Pada penelitian yang lain menunjukkan bahwa pembentukan prekursor
kolagen tipe I dan III (prokolagen) secara signifikan lebih rendah pada kulit
lengan bawah yang terpapar sinar matahari dibandingkan dengan kulit ketiak
lxxii

dan pantat yang terlindung dari sinar matahari, hal ini membuktikan secara tidak
langsung bahwa terjadi penurunan pembentukan kolagen pada photoaging.
Besarnya penurunan pembentukan prokolagen berkorelasi secara signifikan
dengan tingkat kerusakan kulit akibat paparan sinar UV (Gilchrest and Krutmann,
2006).
Diperlukan keseimbangan antara aktivitas MMP-1 dan TIMP yang
merupakan faktor penting dalam remodeling jaringan. Pada kulit muda,
transforming growth factor-1 dapat menginduksi ekspresi gen MMP-1 dan TIMP
untuk menurunkan ekspresi MMP-1 dan meningkatkan akumulasi mRNA TIMP.
Namun, pada sel yang menua, transforming growth factor-1 tidak dapat
menghambat ekspresi gen MMP-1, meskipun induksi gen TIMP tetap ada; ini
menunjukkan bahwa sel-sel yang mengalami penuaan memberikan respon yang
lambat terhadap transforming growth factor-1. Mekanisme ini bertanggung
jawab pada peningkatan ekspresi MMP-1 sel yang menua, yaitu akan
menyebabkan degradasi dan kerusakan jaringan kolagen pada proses penuaan
kulit (Chung et al., 2003).
2.9.2 Pengaruh Ultraviolet Terhadap Jumlah Kolagen
Paparan sinar UV, selain mengurangi jumlah kolagen yang matur pada
dermis, juga merusak sintesis kolagen secara berkelanjutan, terutama melalui
penurunan regulasi ekspresi gen prokolagen tipe I dan tipe III. Dua mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap berkurangnya ekspresi gen prokolagen adalah
induksi AP-1 dan menurunkan regulasi TGF- tipe II (Varani et al., 2001). Seperti
lxxiii

dijelaskan sebelumnya yaitu sinar UV menginduksi faktor transkripsi AP-1,


dengan mengikat dan mengeksekusi faktor yang merupakan bagian dari
kompleks transkripsional yang diperlukan untuk transkripsi prokolagen, yaitu
dengan mengganggu produksi kolagen. Faktor transkripsi AP-1 juga telah terbukti
menurunkan sintesis kolagen dengan menghambat pengaruh TGF-, sebuah
sitokin profibrotik mayor, dan salah satu eksekusi dari sinyal protein ini yang
akan mengaktifkan protein baik secara langsung maupun tak langsung (Fisher et
al., 2002; Helfrich et al., 2009).
Sinar ultraviolet juga mengganggu ekspresi gen prokolagen tipe I dengan
TGF- melalui pengurangan pengaturan (down-regulating) reseptor TGF-II
selama 8 jam penyinaran, menunjukkan sel tidak responsif terhadap efek TGF-.
Pada kultur fibroblas, sinar UV mempengaruhi down-regulation reseptor TGF-II
sehingga mengakibatkan hilangnya respon TGF- yang akhirnya akan mengurangi
secara substansial ekspresi gen prokolagen tipe I. Data ini menunjukkan bahwa
down-regulation reseptor TGF-II, dan untuk represi media transkripsi AP-1, juga
berperanan dalam penurunan ekspresi gen prokolagen yang diamati secara in
vivo setelah dipapar dengan sinar UV (Kregel and Zhang, 2007; Masnec and
Poduje, 2008).

lxxiv

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1

Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir penelitian ini disusun berdasarkan latar belakang dan

kajian pustaka, perkembangan ilmu pengetahuan diketahui bahwa penuaan


merupakan proses yang dapat dicegah atau diobati. Seperti organ tubuh yang
lain, kulit manusia merupakan organ kompleks dan dinamis yang menunjukkan
tanda-tanda penuaan secara nyata.
Ekstrak pegagan (Centella asiatica) bersifat sebagai antioksidan yang
berperan untuk meningkatkan sintesis pembentukan jumlah kolagen kulit dan
penurunan ekspresi MMP-1. Ekstrak pegagan (Centella asiatica) telah banyak
dipakai untuk pengobatan

kulit,

luka bakar

yang dapat mempercepat

penyembuhan luka oleh karena dapat membantu sintesis kolagen. Kandungan


aktif yang utama dalam ekstrak pegagan adalah

Triterpenoid

saponin.

Triterpenoid saponin terdiri dari asiatikosida dan madekassosida. Keduanya


memiliki peranan penting, karena mampu memperbaiki kerusakan sel dengan
merangsang sintesis kolagen.
Vitamin C, kandungan aktif dari Vitamin C adalah L-ascorbic acid berfungsi
untuk antioksidan, sintesis kolagen, membantu absorbsi besi dan metabolisme
beberapa asam amino. Konsumsi vitamin C dari makanan tidak mampu mencapai
lxxv
54

kadar yang dibutuhkan kulit, karena itulah dibutuhkan tambahan pemberian


secara oral. Selain itu banyak vitamin C yang mengalami kerusakan akibat
pengolahan bahan makanan sehingga kadar yang diperoleh tubuh seringkali
tidak sesuai.
Vitamin C diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan protein dan
sintesis lemak. Vitamin C berperan dalam sintesis kolagen dan dalam
pembentukan endotel kapiler, jaringan ikat, dan perbaikan

jaringan, serta

jaringan osteid tulang.


Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kandungan asam askorbat 2fosfat yang dibawa vitamin C tidak hanya menetralisasi radikal bebas, tapi juga
memperbaiki kerusakan DNA. Disamping itu, vitamin C juga dapat membantu
kulit memperbaiki kolagen kulit dengan meningkatkan jumlah kolagen kulit dan
menurunkan ekspresi MMP-1. Mengingat manfaat vitamin C yang begitu besar,
maka banyak produk vitamin C yang dijual di masyarakat. Beberapa riset juga
menunjukkan vitamin C dalam bentuk oral memiliki efek signifikan memperbaiki
kerusakan kulit akibat sinar matahari.
Diharapkan dalam penggabungan teori dan penelitian ini pemberian
ekstrak pegagan oral diharapkan dapat memberi alternatif baru untuk lebih
meningkatkan jumlah kolagen

kulit dan penurunan ekspresi MMP-1 lebih

banyak daripada vitamin C, sehingga dapat meremajakan kulit wajah tanpa


tindakan invasif jika penelitian ini berhasil, sehingga sesuai dengan
perkembangan ilmu Anti Aging Medicine.
lxxvi

lxxvii

3.2

Kerangka Konsep

EKSTRAK PEGAGAN
VITAMIN C

FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

Genetik
Radikal Bebas
Hormon
Penurunan sistem
g
kekebalan
tubuh

Gaya hidup tidak sehat


Diet tidak sehat
Polusi lingkungan
Stress
Bahan Kimia
Rokok
Radiasi Ultraviolet
Bahan Kimia

Penuaan Kulit tikus Wistar


dipapar UV-B

Jumlah Kolagen
Ekspresi MMP-1

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

lxxviii

3.3

Hipotesis Penelitian
1. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan
jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
2. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan
ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinarUV-B.
3. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan p
jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar
yang dipapar sinar UV-B .
4. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan
ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang
dipapar sinar UV-B.

lxxix

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah animal experimental dengan post test only control

group design yang didahului dengan penelitian pendahuluan. Pada awal penelitian
tikus Wistar dibagi untuk 3 kelompok. Kelompok pertama kontrol diberikan
placebo dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 1). Kelompok kedua tikus Wistar
diberi ekstrak pegagan 50 mg oral dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 2).
Sedangkan kelompok ketiga tikus Wistar diberi vitamin C 9 mg oral dan dipapar
sinar UV-B (Perlakuan 3).
Selanjutnya dari ketiga kelompok tersebut dilakukan biopsi pada kulit
punggung tikus Wistar jantan untuk dibuat dalam bentuk blok parafin,
Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah kolagen pada tikus Wistar dengan
pembuatan preparat dan pengecatan dengan reagen Sirius Red dan penilaian
ekspresi MMP-1 dengan pengecatan Immunohistokimia.

58

lxxx

4.2

Skema Rancangan Penelitian

Kontrol

P1

Pegagan

P2

Vitamin C

01
02
03

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan:
P= Populasi
S= Sampel
R= Random
O1 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, kontrol post test.
O2 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, ekstrak pegagan 50
mg post test
O3 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, Vitamin C 9 mg post
test
K = Perlakuan 1 dipapar sinar UV-B
P1 = Perlakuan 2 dipapar sinar UV-B + diberi ekstrak pegagan 50 mg oral.
P2 = Perlakuan 3 dipapar sinar UV-B + diberi vitamin C 9 mg oral
lxxxi

4.3

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dibagian Animal Unit Laboratorium Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar - Bali.


Pemeriksaan Histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian dilakukan selama empat minggu.

4.4

Variabel Penelitian
Variabel bebas

Variabel Tergantung

Ekstrak Pegagan
Vitamin C
UV-B

Ekspresi MMP-1
Jumlah Kolagen

Variabel kendali

Jenis Kelamin
Umur
Berat
Gambar 4.2 Klasifikasi Variabel

4.4.1 Klasifikasi Variabel


a. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi secara langsung
penelitian ini berlangsung yaitu : oral ekstrak pegagan, Vitamin C.
lxxxii

b. Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah variabel yang merupakan hasil perlakuan
variabel bebas yaitu kolagen dermis dan Matriks Metalloproteinase-1.
c. Variabel Kendali
Variabel kendali adalah variabel yang dapat dikendalikan antara lain jenis
tikus, umur, sehat, jenis kelamin yang sama, berat.
4.4.2 Sampel
Kriteria inklusi yang dipergunakan adalah :
1. Tikus Wistar
2. Berat badan 180 - 200 gram
3. Umur 10 12 minggu
4. Sehat
5. Jantan
Kriteria eksklusi : tidak mau makan, cacat fisik, hiperaktif.
Kriteria drop Out : apabila tikus Wistar mati pada saat penelitian.
4.4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Tikus Wistar diambil dengan cara diacak sederhana dibagi menjadi tiga
kelompok. Kelompok 1 diberi placebo ( aquadest ) dan dipapar sinar UV-B.
Kelompok 2 diberi ekstrak pegagan 50 mg (oral) setiap hari dengan dosis sekali

lxxxiii

sehari dan dipapar sinar UV-B. Kelompok 3 diberi vitamin C 9 mg (oral) setiap
hari dengan dosis sekali sehari dan dipapar sinar UV-B.

4.4.4 Definisi Operasional Variabel


1. Daun pegagan yang digunakan daun yang usia kematangan daunnya sedang
(berwarna kuning sedikit kehijauan). Diambil dari jenis tanaman liar yang tumbuh
di rawa-rawa di daerah Tabanan Bali, yang sudah diteliti oleh

laboratorium

Penelitian Universitas Udayana.

2. Ekstrak pegagan dibuat dari pengeringan daun pegagan yang telah dikeringkan
selama 2 sampai 3 hari, lalu dibuat ekstrak dengan menggunakan vacum rotary
evaporator, pengenceran ekstrak dilakukan dengan menambahkan air tween-80
10% sebagai pelarutnya. Selanjutnya dilakukan Biosasay ekstrak kasar terhadap
serangga, jamur, dan bakteri.

3. Oral ekstrak pegagan 50 mg mengandung bahan 50 mg ekstrak daun pegagan.


Sediaan oral dalam bentuk dalam bentuk ekstrak, lalu dilakukan pengenceran 50
mg ekstrak pegagan dengan aquadest, dengan dosis 50 mg/200 mg BB tikus seara
oral (zoned lambung). Bahan dasar dibuat di laboratorium farmasi Universitas
Udayana.

4. Vitamin C 9 mg yang dipakai adalah tablet vitamin C 9 mg buatan kalbe.


Dosis vitamin C 9 mg berdasarkan tabel konversi pada tikus yaitu : 0.018
sesuai dengan BB 70 kg manusia yang dikalikan dengan berat rata-rata tikus,
pada penggunaan dosis optimum pada penelitian ini sebesar 500 mg

lxxxiv

kandungan vitamin C 9 mg, sehingga dosis yang dipakai adalah 9 mg /200 mg


BB tikus. Tikus secara oral (zoned lambung) .
5. Sinar ultraviolet B adalah jumlah intensitas sinar UV-B yang diberikan berasal
dari mesin sinar UV-B buatan China, tipe KN-4003 B. Alat ini dapat
memancarkan sinar UV-B dengan besar dosis radiasi dapat diukur dengan UV
meter. Paparan sinar UV-B diberikan sebanyak 3 kali seminggu selama 4
minggu dengan dosis total penyinaran sebesar 840 mJ/Cm2.
6. Jumlah kolagen adalah presentasi pixel jaringan kolagen yang diamati dan
diukur dengan menggunakan mikroskop Olympus CX-21 yang dihubungkan
dengan alat Optilab untuk mengambil gambar preparat dengan pulasan
warna picro Sirius Red, dibandingkan dengan pixel seluruh jaringan yang
tampak pada foto sediaan histologis dan dinyatakan dalam persen (%).
Penilaian dilakukan pada foto preparat dalam format JPEG yang diambil
dengan kamera LC Evolution dan mikroskop Olympus Bx51 dengan
pembesaran objektif 40 kali, masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali.
7. Ekspresi MMP-1 adalah terlacaknya sel fibroblast berwarna coklat dalam
lapisan dermis yang

mengekspresikan MMP-1 yang diperiksa secara

imunohistokimia. Pengukurannya adalah menghitung jumlah sel dengan


mikroskop Olympus Bx51 dan pembesaran objektif 400 kali, yaitu sel
fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 dibagi dengan jumlah semua sel
fibroblast dalam tiga lapangan pandang dan dikalikan 100%, hasilnya
dinyatakan dalam satuan persen (%).
lxxxv

8. Tikus Wistar Jantan yang digunakan adalah tikus Wistar jantan sehat yang
berumur 10-12 minggu dengan berat 180-200 gram, diberi oral dengan alat
sonde. Dosis kontrol diberikan aquadest sesuai dengan berat badan tikus dan
dipapar sinar UV-B (Perlakuan I), ekstrak pegagan 50 mg oral diberikan sekali
sehari dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan II), dan pemberian dosis vitamin C 9
mg oral diberikan sekali sehari lalu dipapar sinar UV-B (Perlakuan III).
9. Kualitas-kuantitas kandang adalah kandang pemeliharaan dengan atap dari
kawat, dilengkapi dengan tempat makanan-minuman dan disediakan satu
kandang untuk tiap kelompok perlakuan yang berbeda tiap tikus, yaitu tiap
kandang berisi 10 tikus. Kualitas - kuantitas makanan berupa konsentrat
makanan ayam 30%, jagung giling 40% dan dedak 30%, sebanyak 12-25 gr/
ekor/ hari, diberikan secara ad libitum. Minuman yang diberikan secara tidak
terbatas (ad libitum). Suhu ruangan dipertahankan 20-25C. Kelembaban dan
pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Aliran udara dalam ruangan
harus lemah

dan mantap (ruang berventilasi baik dengan penyinaran

normal).

4.5.

Bahan dan Alat Penelitian

4.5.1. Bahan penelitian


1. Ekstrak pegagan
2. Vitamin C
lxxxvi

3. Lampu broadband Ultraviolet buatan tipe KN-4003 B


4. Pengukur dosis radiasi (Dosimetri)
5. Kit MMP-1, antibodi MMP-1.
4.5.2. Alat penelitian
1. Kandang tikus dengan kelengkapan tempat makanan dan minum
2. Timbangan analitik
3. Papan fiksasi
4. Sendok Sonde (zoned lambung)
5. Sarung tangan
6. Labu erlemeyer
7. Alat cukur
8. Scalpel beserta dengan pisaunya
9. Bahan habis pakai lainnya
10. Kaca obyek dan kaca penutup
11. Pewarnaan Picro Sirius red
12. Mikroskop cahaya
13. Optilab
14. Kamera LC Optilab
15. Alat tulis
16. Matrix metalloproteinase-1 (MMP-1)

lxxxvii

4.6

Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan sebagai berikut :

1. Pada kelompok subjek penelitian yaitu menggunakan tikus Wistar jantan


dilakukan pengambilan sampel yang memenuhi persyaratan inklusi penelitian
secara random sebanyak tiga puluh ekor mencit.
2. Tiga puluh tikus Wistar jantan terlebih dahulu dilakukan adaptasi selama 7
hari.
3. Tiga puluh ekor tikus Wistar jantan yang sudah terbagi menjadi tiga kelompok
perlakuan diaklimatisasi di unit Animasi Laboratorium Farmakologi Universitas
Udayana. Tikus Wistar jantan dikandangkan dan setiap kandang berisi 10
ekor dan diberikan makanan standar setiap hari selama 4 minggu ad libitum.
4. Dilakukan pencukuran pada punggung tikus Wistar (area yang mendapat
penyinaran). Kelompok perlakuan pertama hanya diberikan aquadest 1cc
sebagai kontrol setiap hari selama 1 bulan secara oral (zoned lambung)
paparan sinar UV-B. Kelompok perlakuan kedua diberi ekstrak pegagan secara
oral sekali sehari dosis 50/200 mgBB tikus dan diberi paparan sinar UV-B.
Kelompok perlakuan ketiga diberi vitamin C secara oral sekali sehari dengan
dosis 9/200 mgBB lalu diberi paparan sinar UV-B.
5. Dilakukan penyinaran dengan menggunakan

sinar UV-B merek KN-4003,

dengan dosis total penyinaran pada kelompok pertama sampai dengan


kelompok ketiga sebesar 840 mJ/cm2, dengan perincian: 50 mJ/cm2 . pada
lxxxviii

minggu pertama, 70 mJ/cm2 pada minggu ke dua dan 80 mJ/cm2 pada minggu
ke 3 dan ke 4. Penyinaran diberikan 3 kali seminggu selama 4 minggu,
sehingga dosis totalnya mencapai 840 mJ/cm2.
6. Langkah Paparan Sinar UV-B tikus Wistar jantan.
Tabel 4.1
Jadwal dan waktu penyinaran UV-B
Jadwal Penyinaran

Dosis sinar UV-B

Lama penyinaran

Minggu I
( Senin, Rabu, Jumat )

50 mJ/cm2

50 detik

Minggu II
( Senin, Rabu, Jumat )

70 mJ/cm2

70 detik

Minggu III dan IV


(Senin, Rabu, Jumat )

80 mJ/cm2

80 detik

7. Tikus Wistar jantan dibiarkan terlebih dahulu selama dua puluh empat jam
setelah penyinaran berakhir untuk menyingkirkan pengaruh efek penyinaran
akut (Vayalil dkk., 2004).
8. Untuk mengambil sampel kulit pada mencit dilakukan biopsi. Sebelum
dibiopsi, dilakukan biopsi terlebih dahulu menggunakan xylazine dan
ketamin. Dengan dosis xylazine 4-8 mg/ kgBB IM dan Ketamin 22-44mg/ kgBB
IM (KNEPK, 2011).
9. Pembuatan sediaan histologis dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap fiksasi,
dehidrasi, clearing dan embeding. Jaringan kulit hasil biopsi kulit mencit
masing-masing dengan diameter 5 mm dan kedalaman sampai sub kutan
lxxxix

diperlakukan mengikuti tahapan tersebut. Tahap fiksasi artinya kulit hasil


biopsi direndam dalam formalin bufer fosfat 10% selama 24 jam kemudian
dilakukan triming bagian jaringan yang akan diambil. Selanjutnya jaringan
tersebut direndam dengan alkohol bertingkat (tahap dehidrasi) direndam
berturut turut 50%, 70%, 90%, 96% dan 100% masing masing 2 kali selama 2
jam. Selanjutnya masuk ke tahap clearing dengan memasukkan jaringan ke
clearing agent (xylene) selama 24 jam sampai transparan. Tahap embeding
diawali dengan proses infiltrasi sebanyak 2 kali selama masing-masing 1 jam
dengan parafin murni (Histoplast) cair (suhu 60o C) kemudian jaringan
ditanam ke dalam

parafin cair dan dibiarkan membentuk blok yang

memakan waktu selama satu hari agar mudah diiris dengan mikrotom.
Pemotongan menggunakan mikrotom rotari (Jung Histocut Leica 820), tebal 5
mikro meter secara seri dan diambil irisan ke 5, 10, 15 untuk selanjutnya
dilakukan penempelan pada gelas obyek, lalu diinkubasi pada suhu 60o C
selama 2 jam. Khusus untuk slide yang dicat dengan immunohistokimia,
menggunakan objek glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti Poly-Lysine
atau yang sejenis.
10. Pemeriksaan Kolagen dengan Sirius Red dan Ekspresi MMP-1
11. Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan
rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol
100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit
dan aquadest selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan inti sel
xc

dengan Hematoxilin Gill selama 10 menit dan dicuci selama 10 menit dengan
air mengalir. Dilakukan pewarnaan dengan picro Sirius Red selama 1 jam yang
bertujuan memberikan pewarnaan mendekati seimbang. Tahap selanjutnya
dilakukan pencucian dengan air asam sebanyak 2 kali. Air yang berlebihan
selanjutnya dihilangkan secara fisik dengan menggoyang secara perlahan.
Dehidrasi dalam etanol 70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol
100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2 menit, keringkan selama 2 jam dalam
suhu ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX).
12. Pengamatan hasil jumlah kolagen dilakukan dengan metode analisis digital.
Sediaan dengan pembesaran 10 dan 40 kali, difoto dengan kamera Olympus
DP12. Masing masing preparat difoto sebanyak 3 kali dengan menggunakan
format JPEG. Penghitungan jumlah kolagen dermis dengan menggunakan
piranti lunak Adobe PhotoShop CS3 dan Image J.
13. Jaringan kolagen yang tampak berwarna merah terang dipilih menggunakan
fungsi Magic Wand oleh Adobe PhotoShop CS3. Kemudian dengan
menggunakan fungsi inverse maka terpilihlah pixel selain warna merah,
lalu dihapus menggunakan fungsi delete sehingga pada gambar hanya
tersisa pixel dengan warna merah. Jumlah kolagen dihitung sebagai
persentase pixel area kolagen yang berwarna merah dibandingkan dengan
pixel area seluruh jaringan. Pertama-tama gambar yang sudah dihilangkan
pixel selain warna merah, dipisah channel warna merahnya melalui fungsi
RGB stack pada Image J. Setelah didapatkan channel
xci

warna merah

kemudian dibuat nilai threshold untuk warna merah, lalu dijalankan fungsi
measure sehingga didapatkan presentase pixel warna merah dari total
pixel secara otomatis.
14. Jumlah kolagen (%) =

pixel area kolagen


pixel area seluruh jaringan

x 100%

15. Pengecatan Immunohistokimia MMP-1


Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan
rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol
100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit
dan PBS selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan antigen retrieval, yaitu slide
direndam dalam buffer Tri Sodium Citrat lalu dipanaskan dalam microwave
selama 5 menit dengan menggunakan daya 800 Watt, dinginkan lalu cuci
dengan PBS 2 x 5 menit.Selanjutnya dilakukan bloking peroksidase endogen
dalam boks plastik dengan H2O2 3% selama 30 menit. Kemudian dicuci
dengan PBS 1X selama 5 menit masing-masing dua kali. Diteteskan 5% FBS
100 L selama dua jam dalam suhu ruang dan boks dalam

keadaan

tertutup. Dilanjutkan dengan dicuci PBS 1X selama 5 menit masing-masing


dua kali, kemudian diteteskan antibodi primer 100 L selama satu malam
dalam boks tertutup. Setelah satu malam dicuci dengan PBS 1X selama 5
menit dalam glass jar masing-masing sebanyak dua kali sambil digoyangkan.
Dilanjutkan dengan

biotinylated link yang diteteskan pada seluruh

permukaan jaringan kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam boks


xcii

tertutup, kemudian dicuci dalam PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar
masing-masing dua kali sambil digoyangkan.

Selanjutnya diteteskan

streptavidin peroxidase kemudian didiamkan selama 30 menit dalam boks


tertutup, dicuci kembali dalam glass jar menggunakan PBS 1X sebanyak
empat kali masing-masing selama 3 menit sambil digoyangkan. Diteteskan
DAB hingga berwarna coklat kemudian dicuci dengan PBS 1X hingga bersih
dan dikeringkan. Diteteskan Hematoxylin Gill didiamkan selama lima menit
kemudian dicuci dengan air mengalir.

Direndam dalam etanol absolut

sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit, dilanjutkan


perendaman pada xylene sebanyak dua kali masing-masing selama lima
menit.
Setelah kering slide di-mounting dengan medium berbasis xylene (DPX) dan
ditutup cover glass.
16. Perhitungan ekspresi MMP-1 dengan menggunakan teknik imunohistokimia
LSAB Dako, Denmark) dengan antibodi primer anti-mouse MMP-1 (BIOS,
USA). Ekspresi MMP-1 berdasarkan tampilan sel fibroblast yang berwarna
coklat dan dihitung berdasarkan sel fibroblast yang mengekspresikan
MMP-1 dibagi jumlah total fibroblast dalam lapangan pandang dan dihitung
masing - masing 3 lapangan pandang dengna pembesaran 400 kali
menggunakan mikroskop Olympus CX 41 ( Jepang ) dan mikrofotografi

xciii

menggunakan

kamera Optilab Pro ( Miconos, Indonesia ). Hasil

mikrofotografi dianalisis menggunakan perangkat lunak image Raster 2.1 .


Kadar MMP-1 (%) =

Fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 x 100%


Total fibroblas pada lapang pandang

4.7

Sampel Penelitian
Sampel menggunakan tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180-200

gram dan umur tikus Wistar 10 12 minggu.


Besar sampel yang digunakan dihitung dengan rumus Federer (2008)
(n-1) x (t-1) 15
t= jumlah perlakuan / kelompok = 3
Jadi perhitungannya sebagai berikut ( n-1 ) x ( 3-1 ) 15
(n 1) x 2 15
n 7,5 + 1
n 8,5
Tiap kelompok ditambah 10% sebagai cadangan
Jumlah cadangan tikus Wistar : 10% x 9 = 0,9 1
Populasi yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 30 ekor tikus
Wistar secara keseluruhan, yang terbagi menjadi 3 kelompok, kelompok pertama
10 ekor tikus Wistar sebagai kontrol dan dipapar sinar UV-B, kelompok kedua
10 ekor tikus Wistar dengan perlakuan pemberian oral ekstrak pegagan 50 mg
dan dipapar sinar UV-B. Kelompok ketiga 10 ekor tikus
perlakuan pemberian oral Vitamin C 9 mg.
xciv

Wistar dengan

4.6.1 Tehnik penentuan sampel


Tehnik penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Dari populasi dari populasi tikus Wistar diadakan pemilihan sampel berdasarkan
kriteria inklusi.
b. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara acak (random)
untuk mendapatkan jumlah sampel

Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 3 kelompok secara
random yaitu Kelompok Perlakuan I, Kelompok Perlakuan II, dan Kelompok
Perlakuan III dibagi menjadi 3 kelompok. Perlakuan I kontrol/ plasebo diberikan
aquadest secara oral dengan dosis 1 cc sekali sehari dan dipapar sinar UV-B
(Perlakuan 1). Kelompok perlakuan kedua tikus Wistar diberi ekstrak pegagan
secara oral dengan dosis 50/200 mgBB tikus sekali sehari dan dipapar sinar UV-B
(Perlakuan 2). Sedangkan kelompok

ketiga tikus Wistar diberi secara oral

vitamin C dengan dosis 9/200 mgBB dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 3).

xcv

4.8

Alur Penelitian
30 Tikus Wistar

Adaptasi 1 Minggu

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

10 Tikus Wistar diberikan


Paparan UV-B 4 minggu

10 Tikus Wistar diberikan


Paparan UV-B 4 minggu +Ekstrak
Pegagan 50mg

10 Tikus Wistar diberikan


Paparan UV-B 4 minggu +Vitamin
C 9 mg

Paparan UV-B 840 m/Jcm2 4 Minggu

Biopsi Jaringan Kulit

Pengukuran Ekspresi MMP-1 dan


Kolagen Dengan Biopsi Kulit

Analisis Data

Laporan

Gambar 4.3 Alur Penelitian

xcvi

4.9

Analisis Data
Data yang telah terkumpul akan diproses dengan SPSS 17,dan dianalisis dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1) Analisis deskriptif
Dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui
karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program
SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normalnya
distribusi data.
2) Uji normalitas data
Data terlebih dahulu diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk untuk
mengetahui data sampel berdistribusi normal atau tidak.
3) Uji Homogenitas
Setelah dilakukan uji normalitas data kemudian dilakukan uji homogenitas
menggunakan uji Levenes test.
4) Analisis Komparatif
Analisis komparatif dilakukan untuk uji perlakuan, karena data numerik
berdistribusi normal dan homogen maka untuk uji test kemaknaan digunakan
dengan One Way Anova menggunakan program SPSS.
5) Analisis Pos Hoc.
Setelah diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok, dilakukan
uji Pos-Hoc dengan tes LSD (Least Significant Difference-test).

xcvii

BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design,


menggunakan 30 ekor tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180 200 gram
dan berumur 10 12 minggu, yang terbagi dalam sekali sehari menjadi 3 (tiga)
perlakuan, yaitu perlakuan 1 diberikan aquadest 1 ml (kontrol ) dan dipapar sinar
UV-B, perlakuan 2 ekstrak pegagan dosis 50 mg oral sekali sehari dan dipapar
sinar UV-B, dan perlakuan 3 Vitamin C 9 mg oral sekali sehari dan dipapar sinar
UV-B. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data,
dan uji efek perlakuan.
5.1

Uji Normalitas Data


Data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 diuji normalitasnya dengan

menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal


(p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1
Kelompok Subjek

xcviii

Ket.

10
10
10
10
10
10

Kolagen kontrol
Kolagen Ekstrak Pegagan 50 mg
Kolagen Vitamin C
MMP-1 kontrol
MMP-1 Ekstrak Pegagan 50 mg
MMP-1 Vitamin C

0,240
0,518
0,309
0,285
0,441
0,380

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Catatan: n = Jumlah Sampel


p = Nilai Kemaknaan
75

5.2

Uji Homogenitas Data


Data Jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 diuji homogenitasnya dengan

menggunakan uji Levenes test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05),


disajikan pada Tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2
Homogenitas Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Perlakuan
Variabel
Kolagen
MMP-1

2,26

0,124

0,75

0,483

Keterangan
Homogen
Homogen

Catatan : F=Nilai Perhitungan dari Distribusi antar kelompok


p=Nilai Kemaknaan

5.3 Jumlah Kolagen


Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah kolagen antar
kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak oral pegagan 50 mg dan
Vitamin C 9 mg. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan
xcix

pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3
Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen antar Kelompok Sesudah Diberikan Oral
Ekstrak Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg
Kelompok Subjek

Rerata Kolagen
52,29

SB
3,63

Kontrol
Ekstrak Pegagan 50 mg
Vitamin C 9 mg

10
10
10

59,17

3,76

56,05

1,43

Catatan : SB = Simpang Baku

12,14

0,001

F= Nilai Distribusi F antar kelompok

p = Nilai Kemaknaan

Tabel 5.3, menunjukkan bahwa rerata jumlah kolagen kelompok kontrol


adalah 52,293,63, rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg adalah 59,173,76,
dan rerata kelompok vitamin C 9 mg adalah 56,051,43. Analisis kemaknaan
dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 12,14 dan nilai p =
0,001. Hal ini berarti bahwa rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok
sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
%

Ekstrak Pegagan
Vitamin C

Gambar 5.1 Perbandingan Jumlah Kolagen antara Kelompok Kontrol dengan


perlakuan
ci

cii

Tabel 5.4
Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok

Beda Rerata

Interpretasi

Kontrol dengan Ekstrak pegagan 50 mg

6,88

0,001 Berbeda

Kontrol dengan Vitamin C 9 mg

3,76

0,012 Berbeda

Ekstrak pegagan 50 mg dengan Vitamin C 9 mg

3,12

0,034 Berbeda

P = Nilai Kemaknaan
Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa:
1. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda bermakna dengan
kelompok ekstrak pegagan 50 mg (Rerata kelompok ekstrak pegagan 50
mg lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol).
2. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda secara bermakna
dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C lebih tinggi
daripada rerata kelompok kontrol).
3. Rerata jumlah kolagen kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara
bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C
lebih rendah daripada rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg).

5.4

Ekspresi MMP-1
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata ekspresi MMP-1 antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa oral ekstrak pegagan 50 mg dan


Vitamin C 9 mg. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan
ciii

pada Tabel 5.5 berikut.


Tabel 5.5
Perbedaan Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan
Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg
Kelompok Subjek

Rerata MMP-1
28,96

SB
2,64

Kontrol
Ekstrak Pegagan 50 mg
Vitamin C 9 mg

10
10
10

10,31

1,73

14,26

1,34

246,35

0,001

p = nilai kemaknaan
SB = simpangan baku
Tabel 5.5, menunjukkan bahwa rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol adalah
26,962,64, rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg adalah 10,311,73, dan
rerata kelompok vitamin C 9 mg adalah 14,261,34. Analisis kemaknaan dengan
uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 246,35 dan nilai p = 0,001. Hal
ini berarti bahwa rerata Ekspresi MMP-1 pada ketiga kelompok sesudah
diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
%

Ekstrak Pegagan
Vitamin C

Gambar 5.2
civ

Perbandingan Ekspresi MMP-1 antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok


Perlakuan
Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol
perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD).
Tabel 5.6
Analisis Komparasi Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok

Beda Rerata

Interpretasi

Kontrol dengan Ekstrak pegagan 50 mg

18,65

0,001

Berbeda

Kontrol dengan Vitamin C 9 mg

14,70

0,001

Berbeda

0,001

Berbeda

Ekstrak pegagan 50 mg denganVitamin C 9 mg 3,95


p = Nilai Kemaknaan
Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa:

1. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda bermakna dengan


kelompok ekstrak pegagan 50 mg (Rerata kelompok ekstrak pegagan 50
mg lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol).
2. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda secara bermakna
dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C 9 mg lebih
tinggi daripada rerata kelompok kontrol).
3. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara
bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C
mg oral lebih rendah daripada rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg).

cv

Gambar 5.3
Jaringan Dermis Kontrol Tikus Wistar dengan Pengecatan Sirius Red (
Pewarnaan 400x)
A

Keterangan Gambar :
A. Kelompok kontrol yang dipapar sinar UV-B. Terjadi kerusakan susunan
dan struktur kolagen dengan serat kolagen berwarna merah yang tampak
tipis. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang tidak utuh.
B. Kelompok pegagan. Jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna
merah tampak paling lebar dan tebal dimana serat kolagen yang utuh
nampak paling banyak. Tanda panah hitam menunjukkan serat kolagen
yang utuh. Tanda panah merah menunjukkan serat kolagen.
C. Kelompok Vitamin C. Jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna
merah tampak lebih lebar dan tebal dibandingkan gambar A, dimana
serat kolagen yang utuh nampak banyak. Tanda panah hitam
cvi

menunjukkan serat kolagen yang utuh.

Gambar 5.4
Ekspresi MMP-1 dengan Pewarnaan Imunohistokimia
A

Keterangan Gambar :
A. Kelompok kontrol. Tampak Ekspresi MMP-1 (warna coklat) menurun
dibandingkan gambar A. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast
yang mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel
fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda panah hijau
menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea).
B. Kelompok Pegagan. Tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) paling
menurun/sedikit. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang
cvii

mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel


fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda panah hijau
menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea)
C. Kelompok vitamin C.

Tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) lebih

sedikit dibandingkan gambar A. Tanda panah hitam menunjukkan sel


fibroblast

yang

mengekspresikan

MMP-1.

Tanda

panah

merah

menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda


panah hijau menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea).

cviii

BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1.

Subyek Penelitian
Untuk

menguji pemberian ekstrak

pegagan 50 mg oral terhadap

peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1, maka dilakukan


penelitian

eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design,

menggunakan 30 ekor tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180 - 200 gram
dan berumur 10 12 minggu sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga)
kelompok perlakuan, yaitu Perlakuan 1 kontrol (aquadest) diberikan dosis 1 cc
secara oral dan dipapar sinar UV-B, Perlakuan 2 ekstrak pegagan secara oral
dengan dosis 50 mg dan dipapar sinar UV-B, dan Perlakuan 3 vitamin C secara
oral dengan dosis 9 mg dan dipapar sinar UV-B .
6.2

Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian


Data hasil penelitian berupa jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1

sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya.
Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui
normalitas data dan uji homogenitas dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil
analisis didapatkan bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan
homogen (p > 0,05).
cix
84

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak pegagan pada tikus

Wistar yang dipapar Sinar UV-B didapatkan simpulan sebagai berikut:


1. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) meningkatkan jumlah
kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
2. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) menurunkan ekspresi
MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
3. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) meningkatkan jumlah
kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang
dipapar sinar UV-B.
4. Pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) menurunkan ekspresi MMP-1
lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

85
cx

7.2

Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada tikus Wistar untuk
mengetahui efektifitas pemberian ekstrak pegagan oral terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1.
2. Perlu melakukan penelitian klinis (uji klinis) pada manusia untuk
mengetahui efektifitas pemberian ekstrak pegagan oral terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada
peremajaan kulit dan menghambat penuaan kulit.

cxi

DAFTAR PUSTAKA
Baskoro, A. dan Konthen, P.G. 2008. Basic Immunology of Aging Process. Naskah
Lengkap pada 5th Bali Endocrine Update 2nd Bali Aging and Geriatric Update
Symposium. Bali 11-13 April 2008.
Baumann, L. 2008. Cosmetics and Skin Care in Dermatology. In: Wolff, K.,
Goldsmith, L.A, Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th. Ed. New York:
McGrawHill. p.2357-63
Baumann, L. and Saghari, S. 2009. Basic Science of the Epidermis. In : Baumann,
L., Saghari, S., Weisberg, E., editors. Cosmetic Dermatology Principles And
Practice. Second Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 3-7.
Baumann, L. and Saghari, S. 2009. Photoaging. In : Baumann, Leslie, editors.
Cosmetic Dermatology. 2nd. Ed. New York : McGraw-Hill. p.34-41.
Beers, M. 2005. The Merck Manual of Health & Aging. Amerika Serikat :
Ballantine Book Trade Paperback. p. 24-25.
Berneburg, M., Plettenberg, H., Krutmann, J. 2000. Photoaging of Human Skin.
Photodermatology, Photoimunology, & Photomedicine. 16: 239-244.
Boyce, S.T., Supp, A.P., Swope, V.B., and Warden, G.D. 2002. Vitamin C Regulates
Keratinocyte Viability, Epidermal Barrier, and Basement Membrane In
Vitro, and Reduces Wound Contraction after Grafting of Cultured Skin
Substitutes. J Invest Dermatol. 118: 565-72.
Brinkhaus, B., Lindner, M., Schuppan, D., and Hahn, E. G. Chemical,
Pharmacological and clinical profile of the East Asian medical plant Centella
asiatica. Phytomedicine 2000;7
Chen, L., Hu, J.Y., and Wang, S.Q. 2012. The Role of Antioxidants in
Photoprotection: A Critical Review. J Am Acad Dermatol. 63:1-12.
Chow, M.J., and Boineau-Geniaux, D. 2009. Innovations in Treating
Photodamaged Skin. Aesthetic Dermatology. 49-52.
Chu, D.H. 2008. Development and Structure of The Skin. In: Wolff, K., Goldsmith,
L.A, Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatricks
cxii
87

Dermatology in General Medicine. 7th. Ed. New York: McGrawHill. p. 5772.


Chung, J.H., Cho, S., and Kang, S. 2004. Why Does the Skin Age? Intrinsic Aging ,
Photoaging and Their Pathophysiology. in: Rigel, D.S., Weiss, R.A., Lim,
H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc. p. 1-23.
Chung, J.H., Seo, J.Y., Choi, H.R., Lee, M.K., Youn, C.S., Rhie, G., Cho, K.H., Kim,
K.H., Park, K.C., and Eun, H.C. 2001. Modulation of Skin Collagen
Metabolism in aged and Photoaged Human Skin In Vivo. The Journal of
Investigative Dermatology. vol 117 no 5: p. 1218-1224.
Chung, J.H., Seo, J.Y., Lee, M.K., Eun, H.C., Lee, J.H., and Kang S. 2002. Ultraviolet
modulation of human macrophage metalloelastase in human skin in vivo.
J Invest Dermatol. 119:50712.
Cunningham, W. B. R and Maibah, H. 2005. Aging and Photoaging. In : Textbook
of Cosmetic Dermatology. Francis Taylor 3 rd ed. London. p. 443.
Dahlan, 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika :
Jakarta.
Djuanda, E. 2005. Anti Aging: Rahasia Awet Muda. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal: 1-8, 15-17, 24-26.
Fagot, D., Asselineau, D., and Bernerd, F. 2002. Direct role of human dermal
fibroblasts and indirect participation of epidermal keratinocytes in MMP1 production after UV-B irradiation. Arch Dermatol Res. 293:57683.
Fagot, D., Asselineau, D., and Bernerd, F. 2004. Matrix metalloproteinase-1
production observed after solarsimulated radiation exposure is assumed
by dermal fibroblasts but involves a paracrine activation through
epidermal keratinocytes. Photochem Photobiol. 79:499505.
Fisher, G. J., Choi, H. C., Bata-Csorgo, Z., Shao, Y., Datta, S., Wang, Z. D., Kang, S.,
and Voorhees, J.J. 2001. Ultraviolet Irradiation Increases Matrix
Metalloproteinase-8 Protein in Human Skin In Vivo. The Journal of
Investigative Dermatology, 117: 219-26.
Fisher, G. J., Kang S., Varani, J., Bata-Csorgo, Z., Wan, Y., Datta, S., and Voorhees,
J. J. 2002. Mechanisms of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch
Dermatology. 138:1462-70.
cxiii

Fisher, G. J., Quan, T., Purohit, T., Shao, Y., Cho, M.K., He, T., Varani, J., Kang, S.,
and Voorhees, J. J. 2009. Collagen Fragmentation Promotes Oxidative
Stress and Elevates Matrix Metalloproteinase-1 in Fibroblasts in Aged
Human Skin. Am J Pathol. 174:10114.
Fisher, G.J., Voorhees, J.J., Kang, S., Quan, T., He, T. 2004. Solar UV Irradiation
Fowler, B. 2003. Functional and Biological Markers of Aging in Klatz, R. Anti
Aging Medical Therapeutic Vol 5. The A4M Publication.Chicago. p. 43.
Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. 2006. Skin Aging. Berlin: Springer-Verlag. p.10-1.
Gilchrest, B.A., Yaar, M. 2000. Aging of Skin. In: Fitzpatrick T.B. et al, editors.
Dermatology in General Medicine, Mc Graw-Hill Book Co 2, p. 1386-1387.
Goldman, R and Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia:
Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25.
Goldman, R., and Klatz, R. 2003. The New Anti-Aging Revolution. Theories of
Aging; 19-32.
Gonzaga, E.R. 2009. Role of UV Light in Photodamage, Skin Aging, and Skin
Cancer. Importance of Photoprotection. Am J Clin Dermatol. 10 (1): 19-24.
Gonzlez, S., Fernndez-Lorente, M., and Gilaberte-Calzada, Y. 2008. The Latest
on Skin Photoprotection. Clinics in Dermatology. 26: 61426.
Halliwell and Gutteridge 2007, Inflammation and Anti-Aging Process. 10 (1):1825
Harman, D. 2001. Aging: Overview. Annual New York Academy of Science. 928 :
p.1-21.
Helfrich, Y.R., Sachs, D. L., and Voorhees, J. J. 2008. Overview of Skin Aging and
Photoaging. Dermatology Nursing. 20(3): 177-83.
Helfrich, Y.R., Sachs, D. L., and Voorhees, J. J. 2009. The Biology of Skin Ageing.
European Dermatology. 39-42.
Hubrecht, R. and Kirkwood, J. 2010. The UFAW Handbook of The Care and
Management of Laboratory and Other Research Animals. Edisi ke-8.
Universities Federation for Animal Welfare. p. 311-324.

cxiv

Humbert, P.G., Haftek, M., Creidi, P., Lapiere, C., Nusgens, B., and Richard, A.
2003. Topical Ascorbic Acid on Photoaged Skin: Clinical, Topographycal
and Ultrastructural Evaluation; Double Blind Study vs Placebo. Exp
Dermatol. 12:237-44.
Ichihashi, M., Ando, H., Yoshida M., Niki Y., and Matsui, M. 2009. Photoaging of
The Skin. J Anti-Aging Med. 6(6): 46-59.
Jouni, U., Mon-li Chu, Richard, G., and Arthur, Z.E. 2008. Collagen, Elastic Fibers,
and Extracellular Matrix of The Dermis. In: Wolff, K., Goldsmith, L.A, Katz,
S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 7th. Ed New York: McGraw-Hill. p. 51742.
Klatz, R. 2003. Acknowledgement in: Klatz, R. 2003 Anti Aging medical
Therapeutics Vol 5..The A4M publication. Chicago. p. 3.
Kligman, L. H. 1986. Photoaging: Manifestation, Prevention, and Treatment.
Dermatology Clinical, 4: 517-28.
Kohl, E., Steinbauer, J., Landthaler, M., and Szeimies, R.M. 2011. Skin Ageing.
JEADV. 25:87384.
Kregel, K.C., and Zhang, H.J. 2007. An integrated view of oxidative stress in aging:
basic mechanisms, functional effects, and pathological considerations.
Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 292:1836.
Krinke, G.J. 2000. The Laboratory Rat. The Handbook of Experimental Animals.
Academic Press. p. 3-56.
Krutmann, J., and Gilchrest, B.A. 2006. Photoaging of Skin. In : Gilchrest, B. A. and
Krutmann, J. editors. Skin Aging. Berlin: Springer-Verlag. p.33-42.
Lee, Young-Rae, Noh, Eun-Mi, Jeong, E.Y., Yun, Eok-Kweon, Kim, J.H., Kwon, K.B.,
Kim, B.S., Lee, S.H., Park, C., and Kim, Jong-Suk. 2009. Cordycepin Inhibits
UVB-Induced Matrix Metalloproteinase Expression by Suppressing the
NFB Pathway in Human Dermal Fibroblast. Experimental and Molecular
Biomedicine, 415:548-54.
Masnec, I.S. and Poduje, S. 2008. Photoaging. Coll. Antropol. 32(2):17780.
Narayanan, D.L., Saladi, R.N., and Fox, J.L. 2010. Ultraviolet Radiation and Skin
Cancer. International Journal of Dermatology. 49:97886.
cxv

Pangkahila, A. 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisis Statistik Dengan SPSS.
Denpasar: Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Hal: 9-19.
Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. Hal: 1-3, 9-19, 36-40.
Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Pangkahila, W. 2011. Anti Aging Medicine:Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Pangkahila, W. 2011. Anti-Aging: Tetap Muda dan Sehat. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. p.11-3.
Pangkahila, W. 2013. Hormone Replacement Therapy In Anti-Aging Medicine :
What to do and Not to do. Workshop New Hope in Anti-Aging Medicine.
Bandung 8-10 November 2013.
Pinnel, R.S. 2003. Cutaneous Photodamage, Oxidative Stress, and Topical
Antioxidant Protection, A Continuing Medical Education, American
Academy of Dermatology. p. 1-19.
Placzek, M, dkk. 2005. Ultraviolet B-Induced DNA Damage in Human Epidermis Is
Modified by the Antioxidant Ascorbic Acid. Journal of Investigative
Dermatology. vol. 124. p. 304-307.
Pugliese, P.T. 2009. Aging and Inflammation. Skin Inc Magazine. p.1-8.
Quan, T., He T., Kang, S., Voorhees, J. J., and Fisher, G. J. 2004. Solar Ultraviolet
Irradiation Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking
Transforming Growth Factor- Type II Receptor Smad Signaling. American
Journal of Pathology. 165 (3):741-51.
Quan, T., Qin, Z., Xia, W., Shao, Y., Voorhees, J.J. and Fisher, G. 2009. MatrixDegrading Metalloproteinases in Photoaging. Journal of Investigative
Dermatology Symposium Proceedings. 14 : 20-24.
cxvi

Rabe, J.H., Mamelak, A.J., Mc Elgunn, P., Morison, W.L., Sauder, D.N. 2006.
Photoaging : Mechanism and Repair, Continuing Medical Education,
American Academy of Dermatology, Inc. p.1-19.
Rachel, E.B.W., and Christopher, E.M.G. 2005. Pathogenic aspects of cutaneous
photoaging. Journal of Cosmetic Dermatology. 4:23036.
Raj dkk., 2006.Pembentukan Radikal Oksidatif. p. 25-30.
Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking Transforming Growth
Factor- TypeII Receptor/Smad Signaling. American Journal of Pathology.
vol 165(3):741-58.
Rigel, D. S., Weiss, R. A., Lim, H. W., and Dover, J. S. 2004. Photoaging. Marcel
Dekker Inc. Canada. p. 34.
Rittie, L., and Fisher, G. J. 2002. UV-Light Induced Signal Cascades and Skin Aging.
Aging Res Reviews. 1:705-20.
Sasaki, S., Shinkai, H., Akashi, Y., and Kishihara, Y. Studies on the mechanism of
action of asiaticoside (Madecassol) on experimental granulation tissue
and cultured fibroblasts and its clinical application in systemic
scleroderma. Acta Derm Venereol. 1972;52
Satya dan Ganga. 2006. Deskripsi dan kandungan dalam Pegagan, Universitas
Diponegoro. Hal: 2 - 6.
Sauermann, K., Jaspers, S., Koop, U., and Wenek, H. 2004. Topically Applied
Vitamin C Increases The Density of Dermal Papillae in Aged Human Skin.
BMC Dermatology. 4:13.
Seltzer, J.L., and Eisen, A.Z. 2003. The Role of Extracellular Matrix Metalloproteinases in Conective Tissue Remodelling. In: Wolff, K., Goldsmith, L.
A., Katz, S. I., Gilchrest B. A., Paller, A. S., and Jeffell, D. J., eds.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th edition volume 1. New
York:Mc-Graw-Hill, Inc.p 200-09.
Seo, J.Y., and Chung, J.H. 2006. Thermal Aging: A New Concept of Skin Aging. J
Dermatol Science. 2(Suppl):13-22.
Setiati, S. 2003. Radikal Bebas, Antioksidan, dan Proses Menua dalam: Medika
no. 6 Tahun XXIX. Jakarta. p. 366.
cxvii

Shin, M. H., Rhie, G.,Kyung Kim, Y., Park, C., Cho, K. H., Kim, K. H., Eun, H. C.,
Chung, J. H. 2005. H2O2 Accumulation by Catalase Reduction Changes
MAP Kinase Signaling in Aged Human Skin In Vivo. Journal of Investigative
Dermatology. vol. 125. p. 221-229.
Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta: CV.
Infomedika. p. 31-46.
Varani, J., Dame , M.K., Rittie, L., Fligiel, E. G., Kang, S., Fisher, G. J., and
Voorhees, J. J. 2006. Decrease Collagen Production in Chronologically
Aged Skin. Roles of Age-Dependent Alteration in Fibroblast Function and
Detective Mechanical Stimulation. Am J Path. 168 (6): 1861-8.
Varani, J., Perone, P., Warner, R.L., Dame, M.K., Kang, S., and Fisher, G.J. 2008.
Vascular tube formation on matrix metalloproteinase-1-damaged
collagen. Br J Cancer. 98:164652.
Varani, J., Quan, TH., Fisher GJ. 2010. Mechanism and Pathophysiologi Of
Photoaging and Chronological Skin Aging. In: Rhein, L.D.,s Fluhr J.M.,
editors. Aging Skin: Current and Futer Therapeutic Strategiced USA:
Allured Bussiness Media P. 1-25.
Varani, J., Spearman, D., Perone, P., Fligiel, E. G., Datta, S. C., Wang, Z. Q., Shao,
Y., Kang, S., Fisher, G. J., and Voorhees, J. J. 2001. Inhibition of Type I
Procollagen Synthesis by Damage Collagen in Photoaged Skin and by
Collagenase-Degraded Collagen in Vitro. The Journal of Pathology. 158(3):
931-42.
Voorhess, J.J. 2001. Ultraviolet Irradiation Increase Matrix Metalloproteinase-8
Protein in Human Skin Invitro. J.Invest Dermatol. 117 : 219-26.
Wasitaatmadja, S.M. 2007. Anatomi dan Faal kulit. dalam: Djuanda, A., Hamzah,
M., Aisah, S. editor. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai
Penerbit FKUI 2007. 7-8.
Widodo, Y., and Dahlan, I., 2007. The Effect of Narrow and Broad Band
Ultraviolet B Onto Keloid Fibroblast-VEGF Expressions. Berkala Ilmu
Kedokteran 39(2): 82-87.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan alami dan Radikal Bebas, Potensi dan aplikasinya
dalam kesehatan. Kanisius.

cxviii

Wiraguna, A.A.G.P. 2013. Photochemoprotection Effect of Active Component of


Bulung Boni (Caulerpa spp.) on Rats Skin. Denpasar. IJBS. 7(2).
(accepted).
Yaar, M. 2004. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin
Aging. In : Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. Eds. Skin Aging. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg, p. 9-21.
Yaar, M. 2006. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin
Agin., in : Gilchrest, B.A., Krutmann, J. editors. Skin Aging. Springer. p.1021.
Yaar, M., and Gilchrest, B. A. 2007. Photoageing: mechanism, prevention and
Therapy. British Journal of Dermatology. 157: 874-87.
Yaar, M., and Gilchrest, B. A. 2008. Aging of Skin. In: Wolff, K., Goldsmith, L. A.,
Katz, S. I., Gilchrest B. A., Paller, A. S., and Jeffell, D. J., eds. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 7th edition volume 2. New York: McGraw-Hill, Inc. p. 963-6.
Yessy Herawati., 2014. Pemberian Oral Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica)
Lebih Banyak Meningkatkan Jumlah Kolagen Dan Menurunkan Ekspresi
MMP-1 Daripada Vitamin C Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Yang
Dipapar Sinar UV-B. Universitas Udayana. Denpasar. (Penelitian
Pendahuluan).
Zussman, J., Ahdout, J., and Kim, J. 2010. Vitamin and Photoaging: Do Scientific
Data Support Their Use? J Am Acad Dermatol. 63: 507-25.

cxix

Lampiran 1

cxx

Lampiran-2

Efek UV terhadap kulit


UV-C

UV-B

UV-A

Wavelength:
100-280 nm
Higher energy
per photon.

Wavelength: 280315 nm
Intermediate
energy per
photon.

Wavelength:
315-400 nm
Lower energy
per photon

Sources:

Sources:

Sources:

Sun (UV-C is
absorbed by
molecular
oxygen,
ozone and
water
vapour in
the upper
atmosphere)
Germicidal
lamps
Arcwelding
equipment
High intensity
discharge lamps
(HIDL)
Penetration:

Sun (5% of
UVR at
ground level,
only
wavelengths
> 297 nm)
Germicidal
lamps
Arc welding
equipment
HIDL
Therapeutics
lamps
Medical and
industrial
lasers
Penetration:

Photons
between 100
to 200 nm
are
absorbed in
air.
Absorbed by
keratin in
the
epidermis,
does not
penetrate to
the dermis.
Effects:

Partially
absorbed by
ozone in the
upper
atmosphere
Penetrates to
the dermis

DNA damage

Responsible

Effects:

cxxi

Sun (95% of
UVR at ground
level)
Black light lamps
Germicidal
lamps
Arc welding
equipment
HIDL
Therapeutics
lamps
Tanning devices
(sunbeds)

Penetration
:
Not
absorbed
by ozone
Penetrates
deeper into
the skin
than any
other form
of UVR

Effects:
Causes

on
unprotected
cells:
epithelium,
cornea and
bacteria.

for vitamin
D3
production
and delayed
tanning.
Most effective
in causing
acute and
chronic
harmful
effects.
Sunburn,
immunosuppr
ession,
cellular
damage, skin
cancer, solar
urticaria,
photo aging
and,
photokeratoconjunctivitis,
cataract, and
pterygium.

cxxii

immediate
tanning.
Can
potentiate
some
carcinogeni
c effects of
UVB.
Thermal
burns
Sunburn,
immunosuppression
, cellular
damage,
photoallerg
y,
phototoxicit
y,
photoaging,
photokerat
oconjunctivit
is, cataract
and
pterygium,
solar
retinitis.

Lampiran 3. Penanganan Hewan Coba

Pengelolaan Hewan Coba pada penelitian dengan judul:


PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica)
LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN
MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA
TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Sesuai dengan saran dari Komisi etik Penelitian FK UNUD maka hewan
coba yang dipilih sebagai sampel diperlakukan dengan baik agar kenyamanan
hewan yang telah berkorban untuk kepentingan kemanusiaan tetap terjamin.
Perlakuan sebelum penelitian:
Tikus yang akan dipilih sebagai sampel harus homogen berdasarkan umur
dan berat badannya. Tikus yang dipakai didapat dari Laboratorium Farmakologi
FK UNUD dan dipelihara dalam kandang yang dibuat nyaman. Ukuran kandang
tikus adalah 60 X 40 X 60 cm, dengan kebersihan, sirkulasi udara, penerangan
dan penyediaan makan dan minum yang terjamin selama 24 jam. Setiap kandang
diberi alas tidur dengan sekam agar mampu menghisap air kemih dan agar
kandang tetap kering serta tidak mengandung zat kimia, setiap kandang ditempati
oleh 3 ekor tikus.
Sebelum mulai penelitian, bulu pada semua tikus pada bagian
punggungnya dicukur dengan alat pencukur rambut dan skapel dengan ukuran 5 x
5 cm.
cxxiii

Perlakuan selama penelitian:


Selama penelitian tikus diletakkan secara teratur dengan nomor urut sesuai
kelompok. Makanan dan air minum dimonitor sehari 2 kali (pagi dan sore), suhu
dan ventilasi serta kelembaban kandang dijaga dengan baik.
Semua tikus Wistar dari semua kelompok yang telah dicukur bulu
punggungnya diberikan paparan sinar UVB sebanyak 3 kali seminggu. Kemudian
masing-masing kelompok perlakuan diberikan obat oral sesuai dosis pada masing
masing kelompok perlakuan. Perlakuan pertama diberikan aquadest 1 ml (kontrol
dan dipapar sinar UV-B, perlakuan kedua ekstrak pegagan 50 mg/200 mgBB tikus
secara oral diberikan sekali sehari dan dipapar sinar UV-B, perlakuan ketiga
diberikan vitamin C dengan dosis 9 mg/200 mgBB tikus sekali sehari dan dipapar
sinar UV-B. Setelah 48 jam dari penyinaran terakhir, semua tikus Wistar dari
ketiga kelompok perlakuan dilakukan eutanasia dengan kloroform kemudian
dilakukan biopsi jaringan kulit dengan cara diambil jaringan kulitnya dengan
ukuran 1 cm x 1 cm dan dibagi menjadi 3 bagian yaitu untuk pengukuran jumlah
kolagen dan ekspresi MMP-1.
Perlakuan sesudah penelitian:
Tikus yang sudah didekapitasi kemudian dikubur dengan baik.

cxxiv

Lampiran 4

Lampiran 5
cxxv

cxxvi

cxxvii

cxxviii

Lampiran 6

cxxix

Lampiran 7

cxxx

Lampiran 8

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
Kolagen

Statistic

Sig.

Statistic

df

Sig.

Kontrol

.309

.076

.894

.340

Perlakuan 1

.175

.200*

.968

.881

.889

.315

Perlakuan 2

MMP_1

df

Shapiro-Wilk

.241

.200

Perlakuan 3

.243

.200

.908

.423

Vitamin C
Kontrol

.297
.182

6
6

.105
.200*

.826
.962

6
6

.100
.838

Perlakuan 1

.244

.200*

.923

.528

Perlakuan 2

.278

.161

.870

.224

Perlakuan 3

.282

.148

.838

.125

.968

.878

Vitamin C

.174

.200

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic

df1

df2

Sig.

Kolagen

1.345

25

.281

MMP_1

1.666

25

.189

cxxxi

Lampiran 9

Oneway
Descriptives

Mean

Std.
Deviatio
n

95% Confidence
Interval for Mean
Std.
Error

Lower
Bound

Upper
Bound

Minimu Maximu
m
m

Kolage Kontrol
n
Perlakuan 1

50.5133 3.61508 1.47585

46.7195

54.3071

44.12

55.11

54.9033 2.44638 .99873

52.3360

57.4707

51.47

58.34

Perlakuan 2

60.1217 4.25127 1.73557

55.6602

64.5831

52.48

64.46

Perlakuan 3

59.3083 1.44576 .59023

57.7911

60.8256

56.93

60.74

Vitamin C

55.7217 1.29327 .52797

54.3645

57.0789

54.58

57.57

30

56.1137 4.39420 .80227

54.4728

57.7545

44.12

64.46

MMP_ Kontrol
1
Perlakuan 1

29.0967 3.40441 1.38984

25.5240

32.6694

24.12

34.51

14.6233 3.44003 1.40439

11.0132

18.2334

10.64

19.44

Perlakuan 2

11.0117 1.47471 .60205

9.4641

12.5593

8.33

12.50

Perlakuan 3

9.4650 1.67664 .68448

7.7055

11.2245

8.00

11.76

Vitamin C

14.0067 1.44120 .58837

12.4942

15.5191

12.10

16.34

30

15.6407 7.47051 1.36392

12.8511

18.4302

8.00

34.51

Total

Total

ANOVA
Sum of Squares
Kolagen

MMP_1

df

Mean Square

Between Groups

355.514

88.878

Within Groups

204.448

25

8.178

Total

559.962

29

1466.012

366.503

152.434

25

6.097

1618.446

29

Between Groups
Within Groups
Total

cxxxii

Sig.

10.868

.000

60.109

.000

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
LSD
Mean
Difference
(I-J)
Std. Error

95% Confidence Interval

Dependent (I)
Variable
Kelompok

(J)
Kelompok

Kolagen

Perlakuan 1

-4.39000*

1.65105

.013

-7.7904

-.9896

Perlakuan 2

1.65105

.000

-13.0087

-6.2079

Perlakuan 3

-8.79500

1.65105

.000

-12.1954

-5.3946

Vitamin C

-5.20833*

1.65105

.004

-8.6087

-1.8079

1.65105

.013

.9896

7.7904

Perlakuan 2

-5.21833

1.65105

.004

-8.6187

-1.8179

Perlakuan 3

-4.40500*

1.65105

.013

-7.8054

-1.0046

-.81833

1.65105

.624

-4.2187

2.5821

1.65105

.000

6.2079

13.0087

1.65105

.004

1.8179

8.6187

.81333

1.65105

.627

-2.5871

4.2137

1.65105

.013

.9996

7.8004

8.79500

1.65105

.000

5.3946

12.1954

Perlakuan 1

4.40500*

1.65105

.013

1.0046

7.8054

Perlakuan 2

-.81333

1.65105

.627

-4.2137

2.5871

Vitamin C

3.58667

1.65105

.040

.1863

6.9871

Kontrol

5.20833*

1.65105

.004

1.8079

8.6087

Perlakuan 1

.81833

1.65105

.624

-2.5821

4.2187

Perlakuan 2

1.65105

.013

-7.8004

-.9996

Perlakuan 3

-3.58667

1.65105

.040

-6.9871

-.1863

Perlakuan 1

14.47333*

1.42564

.000

11.5372

17.4095

Perlakuan 2

18.08500*

1.42564

.000

15.1488

21.0212

Perlakuan 3

1.42564

.000

16.6955

22.5678

1.42564

.000

12.1538

18.0262

1.42564

.000

-17.4095

-11.5372

1.42564

.018

.6755

6.5478

1.42564

.001

2.2222

8.0945

.61667

1.42564

.669

-2.3195

3.5528

-18.08500*

1.42564

.000

-21.0212

-15.1488

-3.61167*

1.42564

.018

-6.5478

-.6755

Kontrol

Perlakuan 1 Kontrol

Vitamin C
Perlakuan 2 Kontrol
Perlakuan 1
Perlakuan 3
Vitamin C
Perlakuan 3 Kontrol

Vitamin C

MMP_1

Kontrol

Vitamin C
Perlakuan 1 Kontrol
Perlakuan 2
Perlakuan 3
Vitamin C
Perlakuan 2 Kontrol
Perlakuan 1

-9.60833

4.39000

9.60833
5.21833

4.40000

-4.40000

19.63167
15.09000
-14.47333

3.61167
5.15833

cxxxiii

Sig.

Lower
Bound

Upper
Bound

Perlakuan 3

1.54667

1.42564

.288

-1.3895

4.4828

1.42564

.046

-5.9312

-.0588

1.42564

.000

-22.5678

-16.6955

1.42564

.001

-8.0945

-2.2222

-1.54667

1.42564

.288

-4.4828

1.3895

1.42564

.004

-7.4778

-1.6055

1.42564

.000

-18.0262

-12.1538

Perlakuan 1

-.61667

1.42564

.669

-3.5528

2.3195

Perlakuan 2

1.42564

.046

.0588

5.9312

1.42564

.004

1.6055

7.4778

Vitamin C
Perlakuan 3 Kontrol
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Vitamin C
Vitamin C

Kontrol

Perlakuan 3

-2.99500
-19.63167

-5.15833
-4.54167
-15.09000

2.99500
4.54167

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

cxxxiv

Lampiran 10. Foto Aktivitas Penelitian

Tikus Wistar Jantan

Proses Penimbangan tikus Wistar

Tikus Wistar Jantan

Kelompok perlakuan tikus Wistar jantan dalam kandang

cxxxv

Dekapitasi tikus Wistar

Pencukuran Bulu tikus Wistar


yang akan Diberi Perlakuan

tikus Wistar sedang dicukur

tikus Wistar diambil jaringan kulitnya

cxxxvi

Tikus Wistar sedang dipapar UVB dalam box Simulator UVB & box penyinaran
tikus Wistar

Simulator UVB & box penyinaran tikus Wistar

Penyinaran UV-B pada Kelompok


tikus Wistar

cxxxvii

Pengambilan Jaringan Kulit ukuran 1 x 1 cm2


Pada punggung tikus Wistar
untuk Pembuatan Preparat Histologi

Dekapitasi tikus Wistar

Daun Pegagan

Vacuum Rotary Evaporator

cxxxviii

Isi kit LSAB+ DAKO


Kit LSAB+ DAKO, Fetal bovine Serum, dan anti bodi MMP1

Mikroskop Olympus CX41


dan kamera Optilab pro

Microtome Leica Jung 820

cxxxix

cxl

Anda mungkin juga menyukai