Anda di halaman 1dari 158

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN

SERUM EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS


(Cinnamomum burmanni) SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI

OLEH:
FIRDHA SEKAR RAHAYU
171501043

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN
SERUM EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni) SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
FIRDHA SEKAR RAHAYU
171501043

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan

Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Sebagai Anti-

Aging”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis menyampaikan

rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny,

M.Si., Apt. selaku pembimbing saya yang telah meluangkan banyak waktu dan

tenaga untuk memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan

keikhlasan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Saya

mengucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., dan Ibu

Lia Laila, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan

arahan, kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi

ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm.,

Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan dan penelitian, saya juga

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt, selaku

dosen pimbimbing akademik saya, dan beserta seluruh dosen pengajar di Fakultas

Farmasi atas arahan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama

di bangku perkuliahan.

iv
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Ibunda Dra. Helina

Mesta dan Ayahanda Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. atas doa, dukungan dan pengorbanan

baik moril maupun materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada sahabat (Grup Metil-

Siklopentana Indi Kristi, Lailathul Ramadhani, Miftahul Jannah, Nur Anisah,

Fairuz Salsabila. Grup 8 Cantik Manis Aisyah Raihan, Dhifa Apriyanti, Haliza

Hasnia, Rodhina Putri, Nurul Hasanah, Nela Aprilia. Sahabat SMA saya Nurulita

Shauma, Maghfira Ashila, Afifah Annisa, Mayang Sari, dan Tasya Safira), rekan

penelitian, dan teman-teman yang telah memberikan, doa, kasih sayang, motivasi

dan dukungan yang tanpa henti selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan

skripsi. Tanpa mereka skripsi ini mungkin tidak akan selesai tepat pada waktunya.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis meminta

maaf atas kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi. Penulis bersedia

menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini

bisa memberikan sumbangsih untuk menambah pengetahuan para pembaca dan

berguna untuk ilmu pengetahuan ke depannya.

Medan, 27 Mei 2021

Firdha Sekar Rahayu

NIM 171501043

v
SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Firdha Sekar Rahayu

Nomor Induk Mahasiswa : 171501043

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Serum Ekstrak

Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)

Sebagai Anti-Aging

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya

sendiri dan bukan plagiat. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa skripsi saya

tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi

sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya

tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat.

Medan, 27 Mei 2021

Firdha Sekar Rahayu


NIM 171501043

vi
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN SERUM EKSTRAK
ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) SEBAGAI
ANTI-AGING

ABSTRAK

Latar Belakang: Penuaan kulit yang disebabkan faktor eksternal melalui proses
paparan radikal bebas dapat dicegah dengan antioksidan. Kulit kayu manis
mengandung senyawa antioksidan turunan fenol seperti tanin dan flavonoid yang
dapat menangkal radikal bebas akibat paparan sinar matahari. Serum merupakan
sediaan dengan zat aktif konsentrasi tinggi dan viskositas rendah, yang dapat
menghantarkan bahan aktif dari film tipis pada kulit.
Tujuan: Untuk memformulasi sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu
manis yang stabil dan tidak mengiritasi kulit serta menguji efektivitas serum
sebagai sediaan anti-aging.
Metode: Metode penelitian meliputi pengolahan kulit kayu manis, skrining
fitokimia, pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis,
pembuatan ekstrak metode maserasi dengan etanol 96%, pengujian antioksidan
kulit kayu manis metode DPPH dengan alat Spektrofotometer UV-Visibel dengan
panjang gelombang 515,4 nm, dan pembuatan formula sediaan serum dengan
penambahan ekstrak etanol kulit kayu manis dengan masing-masing konsentrasi
0,3% (F1), 0,5% (F2), dan 0,7% (F3) ke dalam serum. Evaluasi sediaan serum
meliputi uji homogenitas, uji viskositas, uji pH, uji iritasi, uji kestabilan, uji daya
sebar dan uji efektivitas anti-aging sediaan serum yang diaplikasikan pagi dan
malam selama 4 minggu perawatan dengan melihat parameter perubahan kondisi
kulit seperti kelembapan, kehalusan, noda, pori, dan keriput yang diukur sekali
seminggu dengan menggunakan skin analyzer dan moisture checker terhadap 12
orang sukarelawan.
Hasil: Hasil karakterisasi simplisia didapatkan kadar air 8,58%, kadar sari larut
air 19,62%, kadar sari larut etanol 28,95%, kadar abu total 7,06%, dan kadar abu
tak larut asam 0,267%. Hasil karakterisasi ekstrak didapatkan kadar air 12,23%,
kadar abu total 0,23%, kadar abu tak larut asam 0,08%. Hasil skrining fitokimia
simplisia dan ekstrak positif mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin,
triterpenoid, dan tanin. Hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit
kayu manis didapatkan nilai IC50 sebesar 6,28 ppm. Hasil evaluasi sediaan serum
didapatkan homogen, pH 5,6-6,1; viskositas 488,5-499,5 mPa.s; tidak mengiritasi
kulit, dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu pada suhu ruang, hasil
diameter uji daya sebar sebesar 5,93-8,57 cm Efektivitas anti-aging sediaan serum
memberikan persen pemulihan kelembapan 15,87%-43,20%, kehalusan 4,66%-
37,81%, noda 2,89%-39,33%, pori 3,61%-37,87%, dan keriput 3,71%-34,11%.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit
kayu manis memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar
6,28 ppm. Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis memenuhi hasil evaluasi
sediaan dengan efektivitas anti-aging terbaik pada konsentrari ekstrak 0,7% (F3).

Kata Kunci: anti-aging, antioksidan, kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni),


nilai IC50, serum.

vii
FORMULATION AND EFFECTIVITY EVALUATION OF SERUM
PREPARATION FROM ETHANOLIC EXTRACT OF CINNAMON
BARK (Cinnamomum burmanni) AS ANTI-AGING

ABSTRACT

Background: Skin aging caused by external factors through the process of


exposure to free radicals can be prevented by antioxidants. Cinnamon bark
contains antioxidants phenol derivative compounds such as tannins and flavonoids
which can ward off free radicals caused by sun exposure. Serum is a preparation
with a high concentration and low viscosity of the active ingredients, which
delivers active ingredient of thin film on the skin.
Objective: To formulate a stable and non-irritate facial serum with cinnamon bark
ethanol extract and to test the effectiveness of the serum as an anti-aging
preparation.
Method: Research method included processing of cinnamon bark, phytochemical
screening, characterization examination of dried and extract of cinnamon bark,
making the extract with maceration method using ethanol 96%, testing the
antioxidant activity of cinnamon bark with the DPPH method with a UV-Visible
Spectrophotometer with a wavelength of 515.4 nm, and formulation of serum with
the addition of cinnamon bark ethanol extract with the respective concentrations
of 0.3% (F1), 0.5% (F2), and 0.7% (F3) into the serum. Evaluation of serum
preparations includes homogeneity, viscosity, pH, irritation, stability, and
spreadability test and serum preparation anti-aging effectivity evaluation which
applicated at day and night for 4 weeks treatments by measuring the parameters
changes in skin conditions such as moisture, evenness, spot, pore, and wrinkle
using a skin analyzer and moisture checker on 12 volunters.
Results: The results of dried characterization examination for water content was
8.58%, water soluble extract content 19.62%, ethanol soluble extract content
28.95%, total ash content 7.06%, and acid insoluble ash content 0.267%. The
results of extract characterization examinations were obtained water content of
12.23%, total ash content 0.23%, and acid insoluble ash content 0.08%. The
results of phytochemical screening for dried and extracts showed positive results
for alkaloids, flavonoids, glycosides, saponins, triterpenoids, and tannins. The
results of the antioxidant activity test of cinnamon bark ethanol extract was
obtained an IC50 value of 6.28 ppm. The results of the serum preparation
evaluation were homogeneous, pH 5.6-6.1; viscosity 488.5-499.5 mPa.s; non-
irritating to skin, and stable in storage for 12 weeks at room temperature. The
diameter results of speadability test was 5.93-8.57 cm. The anti-aging effectivity
of the serum preparations provided moisture recovery percentages of 15.87%-
43.20%, evenness 4.66%-37.81%, spot 2.89%-39.33%, pore 3.61%-37.87%, and
wrinkle 3.71% -34.11%.
Conclusions: Based on the research, it was concluded that the extract of
cinnamon bark had very strong antioxidant activity with an IC50 value of 6.28
ppm. Cinnamon bark ethanol extract serum fulfills preparation evaluation with the
best anti-aging effectivity at 0.7% extract concentration (F3).
Keywords: anti-aging, antioxidants, cinnamon bark (Cinnamomum burmanni),
IC50 value, serum.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... iiiii


HALAMAN JUDUL......................................................................................... iiiii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iiiii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ivii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ............................ ......................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
ABSTRACT ............................................................................... ......................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ixii
DAFTAR TABEL .................................................................... ......................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... ......................... xiv
BAB I ............................................................................................................... 1iii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1iii
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1iii
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 4iii
1.3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 4iii
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5iii
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 5iii
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................... 6iii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7iii
2.1 Kulit ........................................................................................................ 7iii
2.1.1 Anatomi kulit .......................................................................................... 7iii
2.1.2 Fungsi kulit ............................................................................................. 9 ii
2.1.3 Jenis-jenis kulit ....................................................................................... 10i
2.2 Penuaan Kulit .......................................................................................... 11i
2.3 Anti-Aging ............................................................................................... 13i
2.3.1 Pengertian anti-aging .............................................................................. 13i
2.3.2 Manfaat anti-aging .................................................................................. 13i
2.4 Antioksidan ............................................................................................. 13i
2.5 Kayu Manis ............................................................................................. 15i
2.6 Serum Wajah ........................................................................................... 17i
2.6.1 Jenis dan fungsi serum ............................................................................ 17i
2.7 Uraian Bahan ........................................................................................... 18i
2.8 Skin Analyzer .......................................................................................... 22i
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 23i
3.1 Alat .......................................................................................................... 23i
3.2 Bahan ...................................................................................................... 23i
3.3 Sukarelawan ............................................................................................ 24i
3.4 Pembuatan Pereaksi ................................................................................ 24i
3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2N ...................................................................... 24i
3.4.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N ....................................................................... 24i
3.4.3 Pereaksi Bouchardat ................................................................................ 24i
3.4.4 Pereaksi Dragendorff .............................................................................. 25i
3.4.5 Pereaksi Liebermann-Burchard ............................................................... 25i
3.4.6 Pereaksi Meyer ........................................................................................ 25i
3.4.7 Pereaksi Molish ....................................................................................... 25i

ix
3.4.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ........................................................... 25i
3.4.9 Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M ............................................................ 25i
3.4.10 Pereaksi DPPH ...................................................................................... 26i
3.5 Sampel Penelitian .................................................................................. 26i
3.5.1 Pengadaan sampel ................................................................................. 26i
3.5.2 Identifikasi sampel ................................................................................ 26i
3.5.2 Pembuatan simplisia kulit kayu manis .................................................. 26i
3.6 Skrining Senyawa Kimia Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ............ 27i
3.6.1 Pemeriksaan alkaloid ............................................................................ 27i
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid .......................................................................... 27i
3.6.3 Pemeriksaan saponin ............................................................................. 27i
3.6.4 Pemeriksaan tanin ................................................................................. 28i
3.6.5 Pemeriksaan glikosida........................................................................... 28i
3.6.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid ........................................................... 29i
3.7 Karakterisasi Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ............................... 29i
3.7.1 Pemeriksaan mikroskopik ..................................................................... 29i
3.7.2 Penetapan kadar air ............................................................................... 29i
3.7.3 Penetapan kadar sari larut dalam air ..................................................... 30i
3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ................................................ 30i
3.7.5 Penetapan kadar abu total...................................................................... 31i
3.7.6 Penetapan kadar abu tak larut asam ...................................................... 31i
3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ...................................... 31i
3.9 Skrining Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................ 32i
3.9.1 Pemeriksaan alkaloid ............................................................................ 32i
3.9.2 Pemeriksaan flavonoid .......................................................................... 32i
3.9.3 Pemeriksaan saponin ............................................................................. 32i
3.9.4 Pemeriksaan tanin ................................................................................. 33i
3.9.5 Pemeriksaan glikosida........................................................................... 33i
3.9.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid ........................................................... 34i
3.10 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................................... 34i
3.10.1 Penetapan kadar air ............................................................................... 34i
3.10.2 Penetapan kadar abu total...................................................................... 35i
3.10.3 Penetapan kadar Abu tak larut asam ..................................................... 35i
3.11 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Visibel 35i
3.11.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH ........................... 35i
3.11.2 Pembuatan larutan blanko ..................................................................... 36i
3.11.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH .................. 36i
3.11.4 Penentuan waktu kerja (operating time) ............................................... 36i
3.11.5 Pembuatan larutan induk ....................................................................... 36i
3.11.6 Pembuatan larutan uji............................................................................ 37i
3.11.7 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas DPPH .......................... 37i
3.11.8 Analisis nilai IC50 .................................................................................. 38i
3.12 Formula Sediaan Serum Anti-Aging ..................................................... 38i
3.12.1 Formula dasar ........................................................................................ 38i
3.12.2 Formula modifikasi ............................................................................... 39i
3.12.3 Formula sediaan serum anti-aging ekstrak etanol kulit kayu manis ...... 40i
3.13 Prosedur Pembuatan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ............ 40i
3.14 Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................. 41i

x
3.14.1 Pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis............ 41i
3.14.2 Pengukuran pH serum ekstrak etanol kulit kayu manis ........................ 41i
3.14.3 Penentuan viskositas serum ekstrak etanol kulit kayu manis ............... 41i
3.14.4 Pengamatan stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis .............. 42i
3.14.5 Pengukuran diameter daya sebar serum ekstrak etanol
kulit kayu manis .................................................................................... 42i
3.15 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ......................................................... 42i
3.16 Pengujian Efektivitas Anti-Aging ......................................................... 43i
3.17 Analisis data .......................................................................................... 44i
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 45i
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ................................................................. 45i
4.2 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis .................................................................................. 45i
4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis .................................. 47i
4.4 Hasil Ekstraksi Simplisia Kulit Kayu Manis ........................................ 49i
4.5 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .......................... 50i
4.6 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Metode DPPH ....................................................................................... 51i
4.6.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum .................... 51i
4.6.2 Hasil penentuan waktu kerja (operating time) ...................................... 51i
4.6.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit kayu manis ...... 52i
4.6.4 Hasil analisis nilai IC50 (inhibitory concentration) sampel................... 53i
4.7 Hasil Formulasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................... 54i
4.8 Hasil Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Manis.................. 56i
4.8.1 Hasil pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis .. 56i
4.8.2 Hasil pengujian stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis......... 57i
4.8.3 Hasil pengukuran pH sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis .. 58i
4.8.4 Hasil pengukuran viskositas sediaan serum ekstrak etanol
kulit kayu manis .................................................................................... 60i
4.8.5 Hasil uji diameter daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis .. 62i
4.9 Hasil Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ................................................ 64i
4.10 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging ................................................ 65i
4.10.1 Kelembapan (moisture) ......................................................................... 66i
4.10.2 Pori (pore) ............................................................................................. 69i
4.10.3 Kehalusan (evenness) ............................................................................ 72i
4.10.4 Noda (spot) ............................................................................................ 75i
4.10.5 Keriput (wrinkle) ................................................................................... 78i
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 82i
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 82i
5.2 Saran ...................................................................................................... 82i
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 83i

xi
DAFTAR TABEL

2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer ................................... 22


3.1 Formula Sediaan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ..... 40
4.1 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis ........................................................................................ 45
4.2 Hasil Pengujian Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis ........................ 48
4.3 Hasil Pengujian Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis................ 50
4.4 Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Dan Vitamin C ...................... 53
4.5 Kategori Nilai IC50 Sebagai Antioksidan ..................................................... 54
4.6 Hasil Pengamatan Uji Stabilitas Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Selama 12 Minggu ...................................................................................... 58
4.7 Hasil Pengamatan pH (rerata ± SD) Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis Selama 12 Minggu ........................................................................... 59
4.8 Hasil Pengukuran Viskositas (rerata ± SD) Serum Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis (mPa.s) Selama 12 Minggu .................................................... 61
4.9 Hasil Pengukuran Diameter (rerata ± SD) Daya Sebar
Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ..................................................... 63
4.10 Hasil Uji Iritasi Sediaan Serum F3 (0,7%) Terhadap Sukarelawan ............. 65
4.11 Data Hasil Pengukuran Kelembapan Pada Kulit Wajah Sukarelawan
yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Selama 4 Minggu ....................................................................................... 67
4.12 Data Hasil Pengukuran Ukuran Pori Pada Kulit Wajah Sukarelawan
yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Selama 4 Minggu ......................................................................................... 70
4.13 Data Hasil Pengukuran Kehalusan Pada Kulit Wajah Sukarelawan
yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Selama 4 Minggu ....................................................................................... 73
4.14 Data Hasil Pengukuran Jumlah Noda Pada Kulit Wajah Sukarelawan
yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Selama 4 Minggu ....................................................................................... 76
4.15 Data Hasil Pengukuran Jumlah Keriput Pada Kulit Wajah Sukarelawan
yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Selama 4 Minggu ....................................................................................... 79

xii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Pohon, Kulit Batang Pada Pohon, dan Kulit Kayu Manis ........................... 15
4.1 Grafik % Aktivitas Peredaman Radikal Bebas DPPH Oleh Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis .......................................................................................... 52
4.2 Grafik % Aktivitas Peredaman Radikal Bebas DPPH Oleh Vitamin C ....... 52
4.3 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .. 56
4.4 Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Minggu Ke-0 ................. 57
4.5 Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Setelah
12 Minggu Penyimpanan ............................................................................ 58
4.6 Grafik Lama Penyimpanan Terhadap pH Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis Selama Uji Stabilitas 12 Minggu Pada Suhu Kamar ......................... 59
4.7 Grafik Rerata Viskositas (mPa.s) Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Selama Uji Stabilitas 12 Minggu Pada Suhu Kamar .................................... 61
4.8 Grafik Rerata ± SD Diameter Daya Sebar (cm) Serum Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis ........................................................................................ 63
4.9 Grafik Hasil Pengukuran Kelembapan (moisture) Pada Kulit Wajah
Sukarelawan Selama 1 Bulan Perawatan ...................................................... 68
4.10 Grafik Persen Peningkatan Kelembapan (Moisture) Pada Kulit Wajah
Sukarelawan ................................................................................................. 68
4.11 Grafik Hasil Pengukuran Pori (Pore) Pada Kulit Wajah Sukarelawan
Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 71
4.12 Grafik Persen Peningkatan Penurunan Ukuran Diameter Pori (pore) Pada
Kulit Wajah Sukarelawan ............................................................................ 71
4.13 Grafik Hasil Pengukuran Kehalusan (Evenness) Pada Kulit Sukarelawan
Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 74
4.14 Grafik Persen Peningkatan Pemulihan Kehalusan (Evenness) Pada Kulit
Wajah Sukarelawan ...................................................................................... 74
4.15 Grafik Hasil Pengukuran Jumlah Noda (Spot) Pada Kulit Sukarelawan
Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 77
4.16 Grafik Persen Peningkatan Penurunan Jumlah Noda (Spot) Pada Kulit
Wajah Sukarelawan ..................................................................................... 77
4.17 Grafik Hasil Pengukuran Jumlah Keriput (Wrinkle) Pada Kulit Sukarelawan
Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 80
4.18 Grafik Persen Peningkatan Pemulihan Jumlah Keriput (Wrinkle) Pada
Kulit Wajah Sukarelawan ............................................................................ 80

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan .............................................. 87ii


Lampiran 2. Gambar Mikroskopis dan Makroskopis Simplisia Kulit
Kayu Manis ................................................................................ 88ii
Lampiran 3. Bagan Penelitian ........................................................................ 89ii
Lampiran 4. Perhitungan Uji Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis ...... 90ii
Lampiran 5. Gambar Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis ......... 93ii
Lampiran 6. Gambar Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Kayu Manis 94ii
Lampiran 7. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................ 95ii
Lampiran 8. Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) ... 96ii
Lampiran 9. Perhitungan Uji Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 97ii
Lampiran 10. Gambar Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 99ii
Lampiran 11. Gambar Hasil Skrining Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis........ 100
Lampiran 12. Bagan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Waktu
Kerja (Operating Time) DPPH.................................................. 101
Lampiran 13. Kurva Panjang Gelombang DPPH ............................................ 102
Lampiran 14. Hasil Waktu Kerja (Operating Time) ........................................ 103
Lampiran 15. Bagan Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C dan Ekstrak
Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) ........................... 104
Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan .................................................. 107
Lampiran 17. Gambar Pengujian Antioksidan Sampel ...................................... 108
Lampiran 18. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Vitamin C .......... 109
Lampiran 19. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis ........................................................................ 115
Lampiran 20. Surat Persetujuan Komisi Etik Peneliti Kesehatan ...................... 121
Lampiran 21. Bagan Pembuatan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis ................................................................................. 122
Lampiran 22. Gambar Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Dalam Kemasan .......................................................................... 123
Lampiran 23. Gambar Sukarelawan ................................................................... 124
Lampiran 24. Gambar Uji Iritasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Konsentrasi 0,7% (F3) ................................................................ 125
Lampiran 25. Data Sukarelawan ........................................................................ 126
Lampiran 26. Surat Pernyataan Persetujuan ...................................................... 127
Lampiran 27. Gambar Alat-Alat yang Digunakan ............................................. 128
Lampiran 28. Hasil Pengujian Skin Analyzer dan Moisture Checker pada
Serum Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,7% ...... 129
Lampiran 29. Data Hasil Uji Statistik ............................................................... 135

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penuaan kulit merupakan proses kemunduran dari struktur dan

fungsi sistem kulit. Berhentinya proses pertumbuhan dan dimulainya proses

penuaan pada kulit merupakan dua fenomena yang saling berkaitan satu dengan

yang lainnya. Semakin meningkat usia, kemampuan alamiah dari kulit akan

semakin menurun pula dalam proses pertumbuhannya, terutama pada usia setelah

remaja (Lumenta, 2006).

Berbagai macam faktor internal maupun eksternal dapat menjadi penyebab

penuaan kulit, salah satu faktor eksternal tersebut adalah paparan sinar matahari

yang sering disebut photo-aging yang merusak lapisan kulit akibat reaksi dengan

Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat dihambat dengan adanya antioksidan

sebagai salah satu mekanisme proses pencegahan penuaan (Lee, 2013).

Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat kimianya tidak stabil,

sehingga cenderung reaktif menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron

guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri. Serangan ini menyebabkan

timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya reaksi berantai sehingga

merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh. Radikal bebas juga disinyalir sebagai

penyebab penuaan dini pada kulit karena serangan radikal bebas pada jaringan

dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi

kering dan keriput (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak

penuaan. Tubuh memerlukan suatu substansi yang dapat memberi perlindungan

1
dari serangan radikal bebas yaitu antioksidan. Antioksidan merupakan suatu

senyawa pemberi elektron (reduktor) yang dapat menetralkan radikal bebas

dengan cara mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul

radikal bebas. Sel-sel pada jaringan kulit pun terhindar dari serangan radikal bebas

yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan dan Suriana,

2013).

Kayu manis adalah tumbuhan asli Asia Selatan, Asia Tenggara dan daratan

Cina, Indonesia termasuk di dalamnya. Tumbuhan ini masuk ke dalam rumpun

famili Lauraceae. Hasil utama tanaman kayu manis adalah kulit batang dan dahan.

Komoditas ini selain digunakan sebagai rempah, hasil olahannya seperti minyak

atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkan dalam industri-industri farmasi,

kosmetik, makanan dan lain-lain (Alimah, 2015). Sentra produksi kayu manis di

Indonesia berada di Pulau Sumatera dengan luas mencapai 96,22% dari total area

perkebunan kayu manis di Indonesia (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Perkebunan, 2016).

Kayu manis mengandung banyak senyawa fitokimia yang mempunyai

mekanisme khusus yang berguna bagi manusia. Kandungan senyawa kimia

berupa fenol, senyawa turunan fenol, terpenoid dan saponin yang merupakan

sumber antioksidan yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas,

memperbaiki kerusakan oksidatif, dan menghilangkan molekul rusak didalam sel

(Rafita, 2015).

Selain itu, mengutip dari penelitian terdahulu kandungan senyawa bioaktif

turunan fenol dari ekstrak kulit kayu manis dapat mempotensiasi biosintesis

kolagen tipe I di dalam fibroblas dermal. Hal ini menjadikan ekstrak kulit kayu

2
manis dapat memperbaiki tanda-tanda penuaan yang diakibatkan oleh photo aging

(Takasao, dkk., 2012). Penelitian sebelumnya telah memanfaatkan khasiat ekstrak

kulit kayu manis dengan memformulasinya menjadi sediaan emulgel

(Paramawidhita, dkk., 2019) dan masker peel-off (Priani, dkk., 2020).

Serum merupakan sediaan dengan zat aktif konsentrasi tinggi dan

viskositas rendah, yang menghantarkan film tipis dari bahan aktif pada permukaan

kulit (Draelos, 2010). Serum diformulasikan dengan viskositas yang rendah dan

kurang jernih (semi-transparan), yang mengandung kadar bahan aktif yang lebih

tinggi dari sediaan topikal pada umumnya (Mardhiani, dkk., 2017).

Serum mulai berkembang karena beberapa alasan, seperti perubahan gaya

hidup dimana konsumen ingin menyederhanakan pengggunaan kosmetik untuk

menghemat waktu, bentuk konsentrat yang dianggap memiliki efek yang lebih

baik, penggunaan wadah yang elegan, perkembangan teknologi pelembab dan zat

aktif berdasarkan fisiologi kulit, perkembangan teknik produksi. Serum

memperbaiki kekurangan-kekurangan pada produk perawatan kulit tradisional

memiliki setidaknya satu efek menjanjikan (Mitsui, 1993).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit kayu manis dengan

metode DPPH dan memformulasikan sediaan anti-aging serum wajah yang

mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni).

3
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

mempunyai aktivitas antioksidan?

b. Apakah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang

diformulasi menjadi sediaan serum stabil dan tidak mengiritasi kulit?

c. Apakah sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum

burmanni) efektif sebagai anti-aging?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

a. Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) mempunyai

aktivitas antioksidan.

b. Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang diformulasi

menjadi sediaan serum stabil dan tidak mengiritasi kulit.

c. Sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum

burmanni) efektif sebagai anti-aging.

4
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

mempunyai aktivitas antioksidan.

b. Untuk mengetahui ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

yang diformulasi menjadi sediaan serum stabil dan tidak mengiritasi kulit.

c. Untuk mengetahui sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis

(Cinnamomum burmanni) efektif sebagai anti-aging.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah dapat diberdayakannya informasi tentang

kegunaan ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) sebagai

antioksidan alami dalam mengatasi penuaan yang dapat diformulasikan dalam

sediaan serum wajah yang stabil, tidak mengiritasi, dan mempermudah

pengguanaannya.

5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis Aktivitas Nilai
(Cinnamomum antioksidan IC50 (< 50 ppm)
burmanni) ekstrak

 Homogenitas
(Homogen)
 pH sediaan
Karakteristik
(4,5-6,5)
sediaan serum
ekstrak etanol  Stabilitas
(bentuk, warna, bau)
kulit kayu manis
 Viskositas
Sediaan serum (230–1150 mPa.s)
anti-aging ekstrak  Daya sebar
etanol kulit kayu (5-7 cm)
manis konsentrasi
0,3%; 0,5%; dan  Kemerahan
0,7% (Eritema) (-)
Evaluasi Iritasi
sediaan serum  Gatal-Gatal (-)
ekstrak etanol  Bengkak
kulit kayu manis (Udem) (-)

 Kelembapan
(Dehidrasi: 0-29,
Normal: 30-50,
Hidrasi: 51-100)
 Pori (Kecil: 0-19,
Besar: 20-39, Sangat
Efektivitas Besar: 40-100)
sediaan serum  Kehalusan (Halus: 0-
ekstrak etanol 31, Normal: 32-51,
kulit kayu manis Kasar: 52-100)
 Noda (Sedikit: 0-19,
Sedang: 20-39,
Banyak: 40-100)
 Keriput (Tidak
berkeriput: 0-19,
Berkeriput: 20-52,
Berkeriput parah: 53-
100)

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit merupakan organ terbesar tubuh, berfungsi tak hanya sebagai

penghalang mekanis antara lingkungan eksternal dan jaringan di bawahnya tetapi

juga terlibat aktif dalam mekanisme pertahanan dan fungsi penting lainnya

(Sherwood, 2012). Kulit termasuk organ yang esensial dan vital yang dapat

memberitahu gambaran kesehatan seseorang. Susunan kulit tiap orang sangat

kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, usia, jenis

kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Anatomi kulit

1. Epidermis

Epidermis terbentuk dari banyak lapisan sel epitel. Rata-rata epidermis

mengalami pergantian dirinya sendiri setiap kira-kira dua setengah bulan. Lapisan

epidermis bagian dalam terdiri dari sel-sel berbentuk kubus yang hidup dan

membelah dengan cepat, sementara sel-sel di lapisan luar berupa sel mati dan

gepeng. Ketiadaan aliran darah langsung membuat sel-sel lapisan epidermis

mendapat nutrisi melalui difusi jaringan vaskular dermis di bawahnya (Sherwood,

2012).

Sel baru yang terbentuk di lapisan dalam mendorong sel tua mendekati

permukaan, menjauhkannya dari pasokan nutrisi menyebabkan mati dan

menggepengnya sel-sel tua ini. Keratin fibrosa yang tertinggal membentuk

skuama gepeng keras yang membentuk lapisan tanduk (berkeratin) protektif yang

kuat. Skuama yang terlepas akibat abrasi akan tergantikan oleh pembelahan sel

7
lapisan epidermis yang lebih dalam. Kecepatan pembelahan dan ketebalan lapisan

keratin bervariasi sesuai dengan bagian tubuh (Sherwood, 2012). Modifikasi

struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis.

Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan

pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit

(Kalangi, 2013).

2. Dermis

Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, berupa lapisan jaringan ikat

yang mengandung banyak serat elastin (untuk peregangan) dan serat kolagen

(untuk kekuatan) serta banyak pembuluh darah dan ujung saraf khusus. Pembuluh

darah dermis tidak saja memasok dermis dan epidermis tetapi juga berperan besar

mengatur suhu tubuh (Sherwood, 2012).

Lapisan dermis terdiri dari pars papilaris dan pars retikularis, di mana

serat penunjang kolagen, elastin, dan retikulin berada di dalamnya. Dasar

(matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan konroitin sulfat

dan sel fibroblas. Kolagen muda bersifat lentur namun dengan bertambahnya usia

menjadi stabil dan keras. Retikulin menyerupai kolagen muda, sementara elastin

menyerupai gelombang, berbentuk amorf, mudah mengembang, dan elastis

(Wasitaatmadja, 1997).

3. Hipodermis

Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia

berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi

terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu

8
dengan dermis. Pada daerah tertentu, lapis ini memungkinkan gerakan kulit di atas

struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih

banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan

dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha dan

bokong dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut

pannikulus adiposus (Kalangi, 2013).

2.1.2 Fungsi kulit

1. Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik

maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan gangguan kimiawi, seperti

zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas

atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur,

bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997).

Permukaan kulit dijaga pada pH asam lemah untuk pelindung dari

gangguan kimia (Mitsui, 1997). Kulit yang basa akan dinetralkan oleh film

hidrolipid dan lapisan tanduk sebelum merusak organ di dalamnya. Pada kondisi

normal, kulit manusia memiliki pH asam yang bervariasi pada tiap daerah yaitu

4,5-6,5 (Tabor dan Blair, 2009).

2. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan kontriksi

pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf

otonom. Pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk

meningkatkan pembuangan gas (Tranggono dan Latifah, 2007).

9
3. Persepsi Sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar

berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri melalui beberapa reseptor. Rangsangan dari

luar diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan diinterpretasi

oleh korteks serebri (Tranggono dan Latifah, 2007).

4. Absorpsi

Banyak zat aktif yang diserap melalui kulit ke dalam tubuh. Usia, aliran

darah, suhu tubuh, kandungan air pada lapisan tanduk, tingkat kerusakan lapisan

tanduk dan kelembapan mempunyai peranan pada absorpsi transdermal. Ada dua

jalur absorpsi yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebaseus pada folikel

rambut (Mitsui, 1997).

2.1.3 Jenis-jenis kulit

Keragaman jenis dan fungsional kulit dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor

intrinsik yang berhubungan dengan kelompok etnis, usia, keadaan fisiologis dan

patologis, serta faktor-faktor ekstrinsik terkait dengan lingkungan sekitarnya

seperti tingkat kekeringan, paparan sinar matahari, suhu, dan angin. Jenis-jenis

kulit dibagi sebagai berikut. Jenis kulit dibagi menurut Barel, dkk. (2009), sebagai

berikut:

a. Kulit Normal

Kulit normal biasanya memiliki kadar air tinggi dan kadar minyak yang

normal, bertekstur halus dan lembut, kulit kencang dan lentur, pori-pori kelihatan

namun tidak terlalu besar, kelembapan kulit yang bagus dan warna kulit merata,

memiliki pH normal. Pada sudut pandang kosmetologi, kulit normal adalah kulit

yang struktural dan fungsionalnya seimbang.

10
b. Kulit kering

Kulit kering memiliki ciri-ciri yaitu kehilangan kekenyalan dan elastisitas

kulit, kulit terlihat kasar dan bersisik.

c. Kulit berminyak

Kulit berminyak merupakan hasil dari aktivitas yang berlebihan dari

kelenjar minyak (sebaceous), yang menyebabkan produksi sebum yang berlebihan

menuju permukaan kulit sehingga memberikan penampilan yang berminyak dan

mengkilap. Produksi ini akan berlanjut mencapai tingkat maksimum pada masa

remaja dan kemudian mengalami penurunan seiring usia.

d. Kulit sensitif

Kulit sensitif dapat ditemukan pada orang yang memiliki kulit yang lebih

tipis sehingga mudah iritasi.

2.2 Penuaan Kulit

Penuaan pasti akan terjadi pada semua orang, tetapi penuaan yang baik

adalah penuaan yang dapat dijalani dengan sukses dan bahagia Successfully Aging

Elderly (SAE). SAE adalah proses penuaan tanpa atau disertai penyakit yang

seminimal mungkin, dengan fungsi kognitif yang baik dan dapat menjalani hidup

yang aktif dalam lingkungan sosial. Faktor genetik, gaya hidup, faktor

lingkungan, kehidupan sosial, ketersediaan pusat pelayanan kesehatan dan

interaksi dari faktor-faktor tersebut sangat penting pada proses penuaan.

Perawatan kulit dasar sebagai pencegahan terjadinya keluhan kulit yang sering

timbul pada populasi ini perlu diketahui sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidupnya (Damayanti, 2017).

11
Proses penuaan kulit terjadi secara alami baik melalui mekanisme internal

dan eksternal. Penuaan internal meliputi penuaan kronologis, penuaan biologis

(genetik), penuaan katabolik (penyakit kronis, karsinoma), dan penuaan hormonal.

Penuaan eksternal termasuk di dalamnya photoaging (radiasi UV), penuaan akibat

lingkungan, penuaan mekanis, dan penuaan akibat gravitasi (Anggowarsito,

2014).

Proses penuaan kulit pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu penuaan

kronologi (chronological aging) dan penuaan karena paparan cahaya (photo

aging). Penuaan kronologi terjadi seiring dengan bertambahnya usia karena

adanya perubahan struktur, fungsi, dan metabolik kulit khususnya pada lapisan

dermis dan epidermis. Perubahan ini ditandai dengan berkurangnya kelenjar

minyak, kulit tampak lebih kering, muncul kerutan dan bintik hitam (Muliyawan

dan Suriana, 2013).

Photo aging terjadi karena berkurangnya kolagen dan serat elastis kulit

akibat paparan sinar ultraviolet. Kolagen merupakan komponen utama lapisan

kulit dermis (lapisan bawah epidermis) yang bertanggungjawab pada sifat

elastisitas dan halusnya kulit. Apabila produksi kolagen menurun pada lapisan

dermis kulit, maka kulit akan terlihat kering dan tidak elastis lagi. Paparan sinar

matahari berlebih menyebabkan munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas

yang terbentuk. Enzim ini lah yang selanjutnya akan merusak kulit,

menghancurkan kolagen, dan jaringan penghubung yang ada di bawah kulit

dermis (Muliyawan dan Suriana, 2013).

12
2.3 Anti-aging

2.3.1 Pengertian anti-aging

Anti-aging atau anti penuaan adalah senyawa/zat yang berfungsi mencegah

proses kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu mencegah timbulnya

tanda-tanda penuaan pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2003).

Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit

seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya elastisitas

kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap.

Keriput yang timbul dapat diartikan secara sederhana sebagai penyebab

menurunnya jumlah kolagen dermis (Jaelani, 2009).

2.3.2 Manfaat anti-aging

Manfaat dari produk anti-aging, yaitu:

1. Mencegah kulit dari kerusakan degeneratif yang menyebabkan kulit terlihat

kusam dan keriput.

2. Kulit tampak lebih sehat, cerah dan awet muda.

3. Kulit tampak kenyal, elastis dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini

2.4 Antioksidan

Secara umum, antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau

sering disebut juga elektron donor atau reduktan. Senyawa antioksidan mampu

menginaktivasikan berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah

terbentuknya radikal. Antioksidan juga dapat didefinisikan sebagai senyawa yang

apabila dalam konsentrasi rendah berada bersama substrat yang dapat teroksidasi,

dapat menunda atau menghambat oksidasi senyawa tersebut (Sadeli, 2016).

13
Antioksidan adalah senyawa penting yang bermanfaat bagi kesehatan kulit.

Zat ini mampu menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit.

Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas dengan cara mengorbankan

dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas. Sel-sel pada

jaringan kulit pun terhindar dari serangan radikal bebas. Oleh karena itu, produk-

produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah

satu bahan aktif (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Pemerolehan antioksidan dapat dilakukan secara sintetik (hasil sintesis

reaksi kimia) maupun secara alami (antioksidan botanikal) yaitu hasil ekstraksi

bahan alami. Penggunaan antioksidan alami akhir-akhir ini semakin meningkat

karena mempunyai beberapa keuntungan seperti lebih mudah mendapatkannya,

lebih murah, tidak terjadi reaksi intermediet, dan mengandung beberapa

antioksdan yang berbeda (Wiraguna, 2013).

Salah satu kandungan senyawa tanaman yang berperan sebagai antioksidan

yaitu senyawa polifenol (flavonoid). Aktivitas senyawa polifenol (flavonoid)

sebagai antioksidan meliputi tiga mekanisme sebagai berikut:

a. Aktivitas penangkapan radikal seperti reactive oxygen species (ROS) ataupun

radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid seperti R·, RO·, dan ROO· dengan

proses transfer elektron melalui atom hidrogen.

b. Mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis transisi metal seperti

reaksi melalui khelasi metal.

c. Interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi dan penggabungan

dengan antioksidan lainnya (Niki dan Noguchi, 2000).

14
2.5 Kayu Manis

Tumbuhan kayu manis termasuk dalam famili Lauraceae yang memiliki

nilai ekonomis. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang dan dahan, sedang

hasil samping adalah ranting dan daun. Komoditas ini selain digunakan sebagai

rempah, hasil olahannya seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkan

dalam industri-industri farmasi, kosmetik, makanan, dan sebagainya (Rafita,

2015).

Menurut Herbarium Medanense (2020), klasifikasi taksonomi kayu manis

antara lain:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Laurales
Familia : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum burmanni (C. Ness & T. Ness) C. Ness ex Blume

Gambar 2.1 Pohon, Kulit Batang Pada Pohon, dan Kulit Kayu Manis
(Sumber gambar: Idris dan Mayura (2019),
https://www.britannica.com/plant/cinnamon/, dokumentasi pribadi 2020)

Kayu manis berkhasiat mengatasi masuk angin, diare, dan penyakit yang

berhubungan dengan saluran pencernaan. Kayu manis juga memiliki aktivitas

sebagai antioksidan (Bisset & Wichtl 2001). Kayu manis mempunyai kandungan

senyawa kimia berupa fenol, terpenoid dan saponin yang merupakan sumber

antioksidan (Halliwell, 2007).

15
Zat kimia yang terkandung dalam kayu manis diantaranya adalah

sinamaldehide, eugenol, trans-cinnamic acid, kelompok senyawa fenol tanin,

katekin, proantosianidin oligomeris, limonen dan alpha-terpineol, dan dalam

jumlah yang sedikit juga dapat ditemukan mineral dan vitamin A, riboflavin (B2),

niacin (B3), dan vitamin K (Rismunandar, 1995).

Ekstrak kulit batang kayu manis dengan kandungan kadar

transinamaldehid yang cukup tinggi (68,65%) menjadi sumber senyawa

antioksidan dengan kemampuannya menangkap radikal bebas. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa minyak atsiri dan oleoresin kayu manis jenis C.

burmannii mempunyai aktivitas antioksidan. Kayu manis merupakan tanaman

rempah yang mengandung banyak senyawa fitokimia yang mempunyai

mekanisme khusus yang berguna bagi manusia. Diantaranya dalam kayu manis

banyak ditemukan senyawa fitokimia dari kelas phenylpropanoids berupa

cinnamic acid (Senyawa sinamaldehid) yang termasuk dalam golongan

fenilpropanoid merupakan turunan senyawa fenol, dimana senyawa fenol tersebut

juga berperan penting dalam aktivitas antioksidan. Senyawa ini dapat berfungsi

sebagai antioksidan yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas,

menghilangkan radikal sebelum kerusakan muncul, memperbaiki kerusakan

oksidatif, menghilangkan molekul rusak didalam sel (Rismunandar 1995).

Mengutip dari penelitian terdahulu kandungan senyawa bioaktif turunan

fenol dari ekstrak kulit kayu manis dapat mempotensiasi biosintesis kolagen tipe I

di dalam fibroblas dermal. Hal ini menjadikan ekstrak kulit kayu manis dapat

memperbaiki tanda-tanda penuaan yang diakibatkan oleh photo aging (Takasao,

dkk., 2012).

16
2.6 Serum Wajah

Serum kosmetik sebenarnya hanyalah istilah komersil di dunia kosmetik,

dimana sediaan ini memiliki viskositas rendah dengan konsentrat tinggi (Mitsui,

1997). Zat aktifnya dihantarkan dengan membentuk film tipis pada permukaan

kulit. Serum sendiri dapat diolah menggunakan dua basis, yaitu basis air dan

minyak. Serum mengandung lebih banyak zat aktif alami yang baik untuk kulit

dibandingkan dengan produk lainnya seperti krim wajah. Serum bekerja secara

lokal pada bagain tubuh manusia seperti wajah, bahu, leher dan kelopak mata.

Serum juga dapat digunakan oleh berbagai umur, orang tua maupun anak muda /

remaja (Draelos, 2010).

2.6.1 Jenis dan fungsi serum

Beberapa jenis dan fungsi serum seperti yang dipaparkan oleh Muliyawan

dan Suriana (2013), meliputi:

1. Serum Anti-acne

Serum ini ditujukan untuk memperbaiki tampilan kulit yang berjerawat

dengan kandungan zat-zat yang berkhasiat mengeringkan jerawat dan mengurangi

produksi minyak berlebih pada wajah. Namun, berbeda dengan obat jerawat jenis

lain yang dapat menyebabkan kulit kering, serum anti-acne tetap menjaga

kelembapan kulit meskipun dapat meredakan jerawat yang meradang.

2. Serum Whitening

Serum dengan kandungan zat yang berfungsi mencerahkan wajah,

penggunannya yang teratur disertai dengan tambahan sunblock.

3. Serum Anti-aging

Serum dengan kandungan kolagen dan beberapa zat yang membantu

17
mencegah munculnya kerut dan garis halus pada wajah. Penggunaan serum anti-

aging bisa dilakukan menjelang usia 30 tahun untuk menjaga penampilan wajah.

4. Serum Vitamin C

Vitamin C atau ascorbic acid merupakan antioksidan yang mampu

menangkal pengaruh buruk polusi dan zat berbahaya lain bagi kulit. Penggunaan

serum vitamin C mampu mengurangi kerut dan garis-garis halus di wajah. Dua

fungsi serum vitamin C adalah:

a. Merangsang pembentukan kolagen. Dengan terbentuknya kolagen, kerut dan

garis halus yang mulai muncul di wajah mulai berkurang.

b. Melembapkan kulit. Penggunaan teratur serum vitamin C pada kulit dapat

menanggulangi pengaruh buruk sinar matahari dan membuat kulit kembali

terasa lembap dan kenyal.

5. Serum Vitamin E

Vitamin E mampu mengembalikan kelembapan kulit, vitamin E juga

memiliki fungsi sebagai antioksidan yang bisa mencegah terjadinya penuaan dini.

6. Serum Rambut

Serum rambut bisa digunakan pada kulit kepala dan batang rambut. Serum

untuk batang rambut adalah cara paling praktis untuk menjinakkan rambut “liar”

sehingga rambut akan terasa lembap dan mudah ditata.

2.7 Uraian Bahan

1. Air Demineral

Air demineral diproduksi dari air minum yang dimurnikan menggunakan

penukar ion yang cocok (Ditjen POM, 1979).

18
2. Ethoxydiglycol

Ethoxydiglycol berupa cairan tidak berwarna berbau lemah dan tidak

menyengat yang dapat diklasifikasikan sebagai glikol, biasa digunakan sebagai

pelarut dalam produk perawatan kulit dan rambut. Berfungsi untuk melarutkan

bahan, meningkatkan kemanjuran bahan aktif, humektan, dan mengurangi

viskositas formulasi. Biasa digunakan pada konsentrasi 1-10%. Larut dalam

etanol, propilen glikol, minyak nabati, air dan butilen glikol. (Thedermreview,

2021).

3. Gliserin

Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau

khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; larutan netral terhadap lakmus

Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform,

dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap (Ditjen POM,

2020).

Dalam formulasi sediaan topikal farmasetik dan kosmetik gliserin

digunakan karena kemampuannya sebagai humektan dan emolien. Konsentrasi

gliserin yang digunakan sebagai humektan dalam sediaan yaitu ≤ 30% (Rowe,

dkk., 2009).

4. Karbomer

Serbuk halus higroskopis stabil berwarna putih, bersifat asam dengan

karakteristik berbau lemah (Ditjen POM, 1995). Mengembang dalam air dan

gliserin, setelah netralisasi dapat mengembang dalam etanol (95%). Karbomer

tidak dapat melarut, melainkan mengembang sampai tingkat tertentu, karena pada

19
dasarnya karbomer merupakan microgel yang bertaut silang secara tiga dimensi

(Rowe, dkk., 2009).

Karbomer adalah bahan sintesa dengan bobot molekul besar dari asam

akrilat mata rantai silang dengan alil sukrosa atau alil eter pentaeritritol. Karbomer

digunakan dalam formula kosmetik sebagai pengatur sifat reologi. Pendispersian

dalam air akan membentuk dispersi koloid asam yang ketika dinetralkan akan

membentuk gel dengan viskositas tinggi (Rowe, dkk., 2009).

Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menetralkan karbomer meliputi

asam amino, kalium hidroksida, natrium bikarbonat, natrium hidroksida, dan

golongan amina organik seperti trietanolamin. Gel akan lebih kental jika berada

dalam lingkungan pH 6-11, viskositasnya berkurang jika kondisi pH berada di

bawah 3 atau lebih besar dari 12. Konsentrasi karbomer yang biasa digunakan

sebagai gelling agent yaitu 0,5-2,0% (Rowe, dkk., 2009).

5. Metil Paraben

Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau atau

berbau khas lemah; mempunyai sedikit rasa terbakar (Ditjen POM, 1995). Sukar

larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam

etanol dan dalam eter. Metil paraben digunakan sebagai zat pengawet.

Konsentrasi yang digunakan yaitu 0,02-0,3% untuk sediaan topikal (Rowe, dkk.,

2009).

6. Natrium Metabisulfit

Hablur prismatik tidak berwarna atau serbuk kristal berwarna putih

hingga putih kekuningan berbau belerang dioksida dan memiliki rasa asin (Rowe,

20
dkk., 2009). Mudah larut dalam air dan dalam gliserin; sukar larut dalam etanol

(Ditjen POM, 2020).

Natrium metabisulfit biasa digunakan sebagai antioksidan dalam sediaan

farmasi oral, parenteral, dan topikal. Digunakan dalam konsentrasi 0,01-1,0%

(Rowe, dkk., 2009).

7. Propanediol

Cairan bening tidak berwarna dan tidak berbau. Larut dalam air, alkohol,

eter, dan formamida. Sangat mudah larut dalam benzena dan kloroform (Sullivan,

dkk., 2018).

Propanediol merupakan senyawa glikol yang memiliki struktur dan sifat

fisikokimia yang sama dengan propilen glikol. Penggunaannya dalam sediaan skin

care adalah sebagai peningkat absorpsi transdermal bahan aktif, memberi efek

melembapkan dan melembutkan pada kulit. Propanediol secara umum didapat

melalui proses degradasi jagung oleh bakteri E.coli memberikannya reputasi

sebagai bahan baku yang alami ketimbang propilen glikol yang didapatkan dari

petroleum yang merupakan iritan terhadap mata dan kulit (Guertin, 2018).

Berdasarkan hasil pengujian Belcher, dkk. (2010) menunjukkan jika

potensi reaktivitas terhadap kulit manusia dari propanediol lebih rendah

ketimbang propilen glikol.

8. Trietanolamin (TEA)

Cairan kental tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip

amoniak, dan bersifat higroskopis. Mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%),

larut dalam kloroform (Ditjen POM, 1979).

21
Trietanolamin banyak digunakan dalam formulasi sediaan topikal farmasi,

terutama dalam pembentukan emulsi. Pada formula yang menggunakan polimer

karbomer biasa digunakan sebagai penetral untuk mengembangkan karbomer

(Rowe, dkk., 2009).

2.8 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis

keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk

mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,

melainkan juga mampu memperlihatkan sisi-sisi kulit yang lebih dalam dari

lapisan kulit. (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: Moisture (Kadar air), Sebum (Kadar

minyak), Evenness (Kehalusan), Pore (Pori), Spot (Noda), Wrinkle (Keriput).

Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan

menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara

langsung disesuaikan dengan parameter yang telah diatur sedemikian rupa pada

alat. Parameter hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer


Pengukuran Parameter (%)
Moisture Dehidrasi Normal Hidrasi
(Kadar air) 0-29 30-44 45-100
Evenness Halus Normal Kasar
(Kehalusan) 0-31 32-51 52-100
Pore Kecil Sedang Besar
(Pori) 0-19 20-39 40-100
Spot Sedikit Sedang Banyak
(Noda) 0-19 20-40 41-100
Wrinkle Tidak Berkeriput Berkeriput Berkeriput Parah
(Keriput) 0-19 20-52 53-100

22
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian

meliputi pembuatan sediaan serum yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu

manis, uji antioksidan sediaan, evaluasi terhadap mutu fisik serum seperti uji

homogenitas, uji stabilitas, uji pH, uji viskositas, uji iritasi dan uji efektivitas

sediaan sebagai anti-aging terhadap 12 orang sukarelawan.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, alumunium foil, batang pengaduk, botol pipet, cawan porselen,

lumpang dan alu, objek gelas, pH meter (Hanna Instrument), penangas air, pipet

tetes, pinset, pot plastik, serbet, skin analyzer dan moisture checker (Aramo-SG),

spatula, sudip, timbangan analitik (Boeco), tissue (Nice) dan viskositas NDJ-8S.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aqua demineral, aqua

destilata, asam asetat anhidrat, asam askorbat pro analisis, asam klorida, asam

sulfat, etanol 96%, etoksidiglikol, gliserin, isopropanol, karbopol, kloralhidrat,

kloroform, kulit kayu manis, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH

netral (7,01), metanol pro analisis, metil paraben, n-heksan, natrium hidroksida,

natrium metabisulfit, natrium sulfat anhidida, pereaksi besi (III) klorida, pereaksi

Bouchardat, pereaksi DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), pereaksi

23
Dragendorff, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Meyer, pereaksi Molish,

propanediol, serbuk magensium, timbal (II) asetat, toluen, trietanolamin.

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada penentuan kemampuan sediaan

untuk mengurangi efek penuaan dini berjumlah 15 orang dengan kriteria yaitu:

Syarat - syarat yang digunakan :

1. Wanita berbadan sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan

4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM RI, 1985).

3.4 Pembuatan pereaksi

3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2N

Sebanyak 16,67 mL asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga

volume 100 mL (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 mL asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling

hingga 100 mL (Ditjen POM, 1979).

3.4.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodide ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 mL

air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling

hingga 100 mL (Ditjen POM, 1995).

24
3.4.4 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 mL

kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 mL

air suling. Diamkan campuran sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil

dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 mL (Depkes RI, 1980).

3.4.5 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 mL asam sulfat

pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 mL (Harbone, 1987).

3.4.6 Pereaksi Meyer

Sebanyak 1,3 g merkuri (II) klorida dilarutkan dalam 60 mL air suling.

Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodide dilarutkan dalam 10 mL

air lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 mL (Depkes

RI, 1980).

3.4.7 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat

0,5 N hingga volume 100 mL (Depkes RI, 1980).

3.4.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling

hingga 100 mL (Depkes, 1979).

3.4.9 Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas

karbondioksida hingga 100 mL (Depkes, 1979).

25
3.4.10 Pereaksi DPPH

Sebanyak 20 mg DPPH ditimbang kemudian dilarutkan dalam metanol

hingga diperoleh volume larutan 100 mL (konsentrasi 200 g/mL) (Molyneux,

2004).

3.5 Sampel Penelitian

3.5.1 Pengadaan sampel

Metode pengadaan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan sampel yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan

adalah kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang diperoleh dari Sidikalang

Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

3.5.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA),

Departemen Biologi FMIPA USU.

3.5.3 Pembuatan simplisia kulit kayu manis

Kulit kayu manis basah dibersihkan dengan dicuci menggunakan air

mengalir, ditiriskan dan ditimbang (1,15 kg). Pengeringan simplisia dapat

dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari, diangin-angin, atau

menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain subuh pengeringan dengan oven tidak

lebih dari 60˚ (Depkes RI, 2017). Dilakukan pengeringan kulit kayu manis dalam

lemari pengering dengan suhu 40-60˚C selama 3-5 hari atau sampai kering.

Setelah kering, simplisia kulit kayu manis diserbukkan dengan menggunakan

blender dan ditimbang hingga diperoleh serbuk simplisia kulit kayu manis (1,056

kg).

26
3.6 Skrining Senyawa Kimia Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis

Skrining senyawa kimia serbuk simplisia kulit kayu manis meliputi

pemeriksaan senyawa alkaloida, flavonoida, saponin, tannin, glikosida,

triterpenoid/steroid.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid

Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 mL asam klorida 2 N

dan 9 mL air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Pindahkan 3 tetes filtrat pada spot plat, kemudian ditambahkan 2 tetes (LP)

Meyer, Bouchardat, dan Dragendroff. Jika dengan Mayer terbentuk endapan

berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol, dengan Bouchardat

terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dan dengan Dragendorff

terbentuk endapan kuning jingga. Sebuk simplisia dikatakan mengandung alkaloid

apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia kemudian ditambahkan 20 mL air panas,

dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang

diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL

HCl pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida

positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol

(Farnsworth, 1996).

3.6.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan kemudian di kocok kuat-kuat

selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-

27
10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang maka

hasil menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 mL air suling, disaring

lalu filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL

larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi

warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan kedalan erlenmeyer,

kemudian ditambahkan 30 mL campuran etanol 96% dan air (7:3), panaskan

selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat ditambahkan 25

mL air dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan

disaring. Filtrat diekstraksi dengan 20 mL campuran kloroform dan isopropanol

(3:2) dilakukan sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat

anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa

dengan 2 mL metanol P. (1) Uapkan 0,1 mL larutan percobaan di atas penangas

air, larutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 tetes asam

sulfat P, terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi

Liebermann Burchard). (2) Masukkan 0,1 mL larutan percobaan dalam tabung

reaksi, uapkan di atas penangas air. Pada sisi tambahkan 2 mL air dan 5 tetes

Mollish LP. Tambahkan hati-hati 2 mL asam sulfat P, terbentuk cincin berwarna

ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).

28
3.6.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam,

lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2

tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuk warna biru

atau hijau menunjukkan adanya steroida dan terbentuk warna merah, pink atau

ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Farnsworth, 1966).

3.7 Karakterisasi Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis

3.7.1 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit kayu

manis. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan

larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah

mikroskop.

3.7.2 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen).

Tahapan langkah penetapannya:

1. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama

30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian

0,05 mL (Depkes RI, 1995).

2. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

ke dalam labu alas bulat berisi toluen, dipanaskan selama 15 menit, setelah

29
toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik

sampai bagian air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima

dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah

sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat

dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI,

1995).

3.7.3 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL

air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu

bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan

selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 mL filtrat pertama diuapkan sampai

kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa

dipanakan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL

etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari

penguapan etanol. Sejumlah 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanakan pada

suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol

96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

30
3.7.5 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada

suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh

bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.7.6 Penetapan kadar abu tak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 mL

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring memalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan

dan timbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Simplisia diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol

96% yang telah dimurnikan Dimasukkan 10 bagian simplisia atau campuran

simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuang dengan

75 bagian cairan penyari, tutup rapat, dibiarkan selama 5 hari terlindungi dari

cahaya sambil sering diaduk. Serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari

secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup,

biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau

saring (Ditjen POM, 1979). Maserat lalu diuapkan dengan rotary evaporator pada

temperatur 40-50oC sampai diperoleh ekstrak kental.

31
3.9 Skrining Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Skrining senyawa kimia ekstrak etanol kulit kayu manis meliputi

pemeriksaan senyawa alkaloida, flavonoida, saponin, tannin, glikosida,

triterpenoid/steroid.

3.9.1 Pemeriksaan alkaloid

Ditimbang 500 mg ekstrak, tambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL

air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Pindahkan 3 tetes filtrat pada spot plat, kemudian ditambahkan 2 tetes (LP)

Meyer, Bouchardat, dan Dragendroff. Jika dengan Mayer terbentuk endapan

berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol, dengan Bouchardat

terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dan dengan Dragendorff

terbentuk endapan kuning jingga. Ekstrak dikatakan mengandung alkaloid apabila

2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes RI, 1995).

3.9.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak kemudian ditambahkan 20 mL air panas,

dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang

diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL

HCl pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida

positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol

(Farnsworth, 1996).

3.9.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan

10 mL air suling panas, didinginkan kemudian di kocok kuat-kuat selama 10

detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm.

32
Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang maka hasil

menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.9.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak disari dengan 10 mL air suling, disaring lalu filtrat

diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL larutan lalu

ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau

hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1995).

3.9.5 Pemeriksaan glikosida

Ekstrak ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan kedalan erlenmeyer,

kemudian ditambahkan 30 mL campuran etanol 96% dan air (7:3), panaskan

selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat ditambahkan 25

mL air dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan

disaring. Filtrat diekstraksi dengan 20 mL campuran kloroform dan isopropanol

(3:2) dilakukan sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat

anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa

dengan 2 mL metanol P. (1) Uapkan 0,1 mL larutan percobaan di atas penangas

air, larutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 tetes asam

sulfat P, terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi

Liebermann Burchard). (2) Masukkan 0,1 mL larutan percobaan dalam tabung

reaksi, uapkan di atas penangas air. Pada sisi tambahkan 2 mL air dan 5 tetes

Mollish LP. Tambahkan hati-hati 2 mL asam sulfat P, terbentuk cincin berwarna

ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).

33
3.9.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid

Sebanyak 1 g ekstrak dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes

asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuk warna biru atau

hijau menunjukkan adanya steroida dan terbentuk warna merah, pink atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoida (Farnsworth, 1966).

3.10 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

3.10.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen).

Tahapan langkah penetapannya:

1. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama

30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian

0,05 mL (Depkes RI, 1995).

2. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia

Sebanyak 5 g ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam

labu alas bulat berisi toluen, dipanaskan selama 15 menit, setelah toluen

mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik sampai

bagian air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan

dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna,

34
volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan

yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.10.2 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2,5 gram ekstrak ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus

porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama

isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai

diperoleh bobot yang tetap, kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.10.3 Penetapan kadar abu tak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25

mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu

dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, didinginkan dan

ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.11 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Visibel

3.11.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas

DPPH dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu

menjadi kuning) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang memerangkap

radikal bebas 50%) sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel

uji tersebut (Sapri, dkk., 2013).

35
3.11.2 Pembuatan larutan blanko

Ditimbang sebanyak 5 mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dalam

metanol hingga diperoleh volume larutan 25 mL (konsentrasi 200 g/mL).

Larutan DPPH (konsentrasi 200 g/mL) dipipet sebanyak 1 mL, kemudian

dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 mL, dicukupkan volumenya dengan

metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 g/mL) (Sapri, dkk., 2013).

3.11.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH

Larutan DPPH konsentrasi 40 g/mL dihomogenkan dan diukur

serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm (Sapri, dkk., 2013).

3.11.4 Penentuan waktu kerja (operating time)

Dihomogenkan larutan DPPH 40 g/mL dan diukur absorbasi larutan pada

panjang gelombang 515,4 nm sampai menit ke-60 dan diamati waktu larutan

tersebut hingga menghasilkan absorbansi yang stabil, data kemudian digunakan

sebagai operating time.

3.11.5 Pembuatan larutan induk

1. Pembuatan Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Sebanyak 5 mg ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 mL dengan metanol, lalu

volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 200

g/mL).

2. Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C

Sebanyak 2,5 mg serbuk vitamin c ditimbang, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 25 mL dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda (konsentrasi 100 g/mL).

36
3.11.6 Pembuatan larutan uji

1. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Larutan induk dipipet sebanyak 0,025 mL, 0,075 mL, 0,125 mL, dan 0,175

mL dan 0,225 mL ke dalam labu tentukur 5 mL untuk mendapatkan konsentrasi

larutan uji 1 g/mL, 3 g/mL, 5 g/mL, 7 g/mL, dan 9 g/mL . Lalu ke dalam

masing-masing labu tentukur ditambahkan 1 mL larutan DPPH (konsentrasi 200

g/mL), volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan

dihomogenkan. Diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, lalu diukur

serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang

maksimum yang diperoleh.

2. Pembuatan Larutan Uji Vitamin C

Larutan induk dipipet sebanyak 0,05 mL, 0,1 mL, 0,15 mL, 0,2 mL, dan

0,25 mL ke dalam labu tentukur 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji

1 g/mL, 2 g/mL, 3 g/mL, 4 g/mL, dan 5 g/mL. Lalu ke dalam masing-

masing labu tentukur ditambahkan 5 mL larutan DPPH (konsentrasi 200 g/mL),

volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan dihomogenkan.

Diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, lalu diukur serapannya

menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang maksimum

yang diperoleh.

3.11.7 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas DPPH

Menurut Al Ridho, dkk., (2013) prinsip dari metode uji aktivitas

antioksidan ini adalah pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif yaitu

dengan melakukan pengukuran penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa

yang mempunyai aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometri

37
UV-Vis sehingga dengan demikian akan diketahui nilai aktivitas peredaman

radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50 (Inhibitory Concentration), yaitu

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Aktivitas pemerangkapan radikal bebas (%) =

Keterangan: Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel


Asampel = Absorbansi sampel

3.11.8 Analisis nilai IC50

Nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50

(Inhibitory Concentration) didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji

yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC 50 maka

aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi. Prinsip kerja dari pengukuran

ini adalah adanya radikal bebas stabil yaitu DPPH yang dicampurkan dengan

senyawa antioksidan yang memiliki kemampuan mendonorkan hidrogen,

sehingga radikal bebas dapat diredam. Koefisien y pada persamaan ini adalah

sebagai IC50, sedangkan koefisien x adalah konsentrasi dari ekstrak yang akan

dicari nilainya, dimana nilai dari x yang didapat merupakan besarnya konsentrasi

yang diperlukan untuk dapat meredam 50% aktivitas radikal DPPH (Al Ridho,

dkk., 2013).

3.12 Formula Sediaan Serum Anti-Aging

3.12.1 Formula dasar

Sediaan serum yang dibuat berdasarkan formula dasar (Septiyanti, 2019),

yaitu:

38
Formula Dasar (Septiyanti, 2019):

R/ Ekstrak Alga (P. australis, 0,2%


U. reticulate, E. cottoni,
S. oligocystum)
Natrium Bikarbonat 0,02%
Carbomer 1,5%
Gliserin 10%
Euxyl® 0,5%
Nanosilver 0,3%
TEA 0,3%

3.12.2 Formula modifikasi

Formulasi sediaan serum anti-aging sebagai berikut:

R/ Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0%; 0,3%; 0,5%; 0,7%


Carbomer 0,5%
Gliserin 5%
Propanediol 5%
Natrium Metabisulfit 0,2%
Metil Paraben 0,2%
Ethoxydiglycol 1%
TEA 0,2%
Aqua demineral ad 100

Penambahan bahan aktif berupa ekstrak etanol kulit kayu manis

(Cinnamomun burmanni) karena ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung

senyawa turunan fenolik seperti tanin, flavonoid, dan sinamaldehid yang memiliki

efek antioksidan yang tinggi. Penggantian bahan tambahan Euxyl® dan

Nanosilver menjadi Nipagin dikarenakan Nipagin memiliki kegunaan yang sama

yaitu sebagai bahan pengawet pada sediaan. Penambahan Propanediol dan

Ethoxydiglycol dalam formula berfungsi sebagai pelarut bahan dan humektan.

Penambahan Natrium Metabisulfit dalam formula berfungsi sebagai antioksidan

tambahan agar zat aktif tidak mudah teroksidasi dalam sediaan.

39
3.12.3 Formula sediaan serum anti-aging ekstrak etanol kulit kayu manis

Konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

yang digunakan pada sediaan serum anti-aging adalah konsentrasi 0,3% (F1),

konsentrasi 0,5% (F2), konsentrasi 0,7% (F3). Formula sediaan serum anti-aging

yang tidak mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

digunakan sebagai blanko. Formula sediaan serum anti-aging dapat dilihat pada

Tabel 3.1

Tabel 3.1 Formula Sediaan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Konsentrasi
NO Komponen
F0 F1 F2 F3
1 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0% 0,3% 0,5% 0,7%
2 Carbomer 0,5% 0,5% 0,5% 0,5%
3 Gliserin 5% 5% 5% 5%
4 Propanediol 5% 5% 5% 5%
5 Natrium Metabisulfit 0,2% 0,2% 0,2% 0,2%
6 Metil Paraben 0,2% 0,2% 0,2% 0,2%
7 Ethoxydiglycol 1% 1% 1% 1%
8 TEA 0,2% 0,2% 0,2% 0,2%
9 Aqua demineral ad 100 100 100 100
Keterangan: F0: Serum anti-aging tanpa Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
F1: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,3%
F2: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,5%
F3: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,7%

3.13 Prosedur Pembuatan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Pembuatan sediaan serum yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu

manis dan bahan tambahan lainnya mengikuti formula yang telah dicantumkan.

Dilarutkan Carbomer dalam air panas (50oC) kemudian ditambahkan TEA dan

diaduk konstan sambil dijaga suhu hingga terbentuk massa gel (massa I).

Dilarutkan nipagin dengan aqua demineral panas (massa II). Dilarutkan Natrium

Metabisulfit dengan aqua demineral dingin (Massa III). Massa II dan massa III

dimasukkan ke dalam massa I secara perlahan-lahan dan dihomogenkan (massa

40
IV). Dimasukkan ethoxydiglycol dan gliserin ke dalam massa IV sedikit demi

sedikit sambil terus diaduk hingga homogen (massa V). Dilarutkan ekstrak etanol

kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) sesuai dengan variasi yang telah

ditentukan dengan propanediol, ditambahkan ke dalam massa V kemudian diaduk

hingga homogen (massa VI)

3.14 Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

3.14.1 Pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

mtransparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang

homogeny dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Depkes RI, 1979).

3.14.2 Pengukuran pH serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Penentuan pH serum dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral (pH

7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH

tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan

tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan

dilarutkan dalam air suling ad 100 ml, kemudian elektroda dicelupkan dalam

larutan sampel tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan.

Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.14.3 Penentuan viskositas serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Penentuan viskositas serum menggunakan alat Viskometer NDJ-8S.

Sediaan serum dimasukan ke dalam gelas beker, lalu spindle diturunkan hingga

tercelup ke dalam cairan sampai batas yang tertera, kemudian diatur kecepatan

41
spindle dan Viskometer NDJ-8S dijalankan, kemudian viskositas dari serum akan

terbaca.

3.14.4 Pengamatan stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Masing-masing formula serum dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan

pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna

dan bentuk, kemudiaan dievaluasi selama penyimpanan 12 minggu dengan

pengamatan setiap 4 minggu (National Health Surveillance Agency, 2005).

3.14.5 Pengukuran diameter daya sebar serum ekstrak etanol kulit

kayu manis

Sebanyak 1 gram serum diletakkan dengan hati-hati diatas kaca atau

plastik transparan, kemudian ditutupi dengan bagian lainnya dan digunakan

pemberat diatasnya hingga bobot mencapai 125 gram dan diukur diameternya

setelah 1 menit (Syaiful, 2016).

3.15 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan serum dengan maksud untuk

mengetahui bahwa serum yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau

tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera

timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan pada kulit dan iritasi

sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan dan

pelekatan pada kulit (Ditjen POM RI, 1985).

Sukarelawan yang akan menggunakan kosmetika baru dapat dilakukan uji

tempel preventif (patch test), yaitu dengan memakai kosmetik tersebut ditempat

lain, misalnya dibagian lengan bawah atau dibelakang daun telinga. Setelah

42
dibiarkan 24 jam tidak terjadi reaksi kulit yang diinginkan, maka kosmetik dapat

digunakan (Wasiataatmadja, 1997).

3.16 Pengujian Efektivitas Anti-Aging

Perawatan dilakukan dengan memberi serum pada wajah sukarelawan

hingga merata setiap minggu selama 4 minggu. Pengujian efektivitasnya terhadap

12 sukarelawan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

a. Kelompok 1: 3 orang sukarelawan formula serum blanko (F0)


b. Kelompok 2: 3 orang sukarelawan formula serum konsentrasi 0,3% (F1)
c. Kelompok 3: 3 orang sukarelawan formula serum konsentrasi 0,5% (F2)
d. Kelompok 4: 3 orang sukarelawan formula serum konsentrasi 0,7% (F3)

Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit awal/sebelum

perlakuan dengan menggunakan perangkat skin analyzer. Pengukuran meliputi:

1. Moisture (kelembapan)

Pengukuran kelembapan dengan menggunakan alat Moisture checker yang

Universitas Sumatera Utara terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo.

Caranya dengan menekan tombol power dan diletakkan pada permukaan kulit.

Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit

yang diukur.

2. Evenness (kehalusan)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer

pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera

diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol

capture untuk memfoto dan secara otomatis menampilkan hasil berupa angka dan

banyaknya noda pada layar komputer.

43
3. Pore (pori)

Pengukuran perbesaran pori pada kulit secara otomatis akan muncul pada

saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang terlah terfoto

pada pengukuran kehalusan kulit juga akan muncul pada kotak bagian pori kulit.

4. Spot (noda)

Pengukuran banyaknya noda dilakukan dengan lensa perbesaran 60x dan

menggunakan lampu sensor jingga (terpolarisasi). Kamera diletakkan pada

permukan kulit yang akan diukur, kemudian tekan tombol capture untuk memfoto

dan secara otomatis menampilkan hasil berupa angka dan banyaknya noda pada

layar komputer.

5. Wrinkle (keriput)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa

perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan

pada permukaan kulit yang diukur kemudian tekan tombol capture untuk

memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapat

akan tampil pada layar komputer.

3.17 Analisis data

Data dianalisis menggunakan program SPSS ver. 25. Distribusi data

dianalisis menggunakan Homogeneity of variance test. Selanjutnya dianalisis

menggunakan uji parametrik One Way ANOVA untuk mengetahui efektivitas anti-

aging pada perubahan kondisi kulit setiap minggu selama empat minggu

perawatan. Jika terdapat nilai signifikansi p < 0,05, data selanjutnya dianalisis

dengan uji post-hoc Duncan Test untuk melihat perbedaan antara formula.

44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense,

Dapertemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara No. 5366/MEDA/2020

menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti termasuk spesies Cinnamomum

burmanni (C. Ness & T. Ness) C. Ness ex Blume dari suku Lauraceae. Hasil

identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu

Manis

Hasil skrining senyawa kimia simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis

(Cinnamomum burmanni) dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 11 dan

sebagai berikut pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis
Hasil
No. Golongan
Simplisia Ekstrak
Mayer + +
1. Alkaloid Bouchardat + +
Dragendrof + +
2. Flavonoid + +
3. Saponin + +
4. Tanin + +
5. Triterpenoid/Steroid + +
6. Glikosida + +
Keterangan: (+) Positif : Mengandung golongan senyawa
(-) Negatif : Tidak mengandung golongan senyawa

Hasil pengujian skrining senyawa alkaloid terhadap simplisia dan ekstrak

etanol kulit kayu manis dikatakan positif apabila pada penambahan larutan

45
pereaksi Mayer akan membentuk endapan putih, penambahan larutan Dragendroff

membentuk endapan kuning jingga, dan apabila ditambahkan larutan pereaksi

Bouchardart membentuk endapan coklat. Apabila dua dari tiga percobaan di atas

terdapat endapan atau kekeruhan maka alkaloid disebut positif (Depkes RI, 1995).

Hasil pengujian skrining senyawa flavonoid pada simplisia dan ekstrak

etanol kulit kayu manis memberikan hasil positif. Flavonoid dikatakan positif

apabila terbentuk warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol

(Farnsworth, 1966).

Hasil pengujian skrining senyawa saponin pada pada seimplisia dan

ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif, di mana simplisia dan

ekstrak etanol kulit kayu manis akan membentuk buih yang stabil selama tidak

kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm jika dikocok menggunakan air panas, dan

jika dilakukan penambahan HCl 2 N buih tersebut tidak hilang (Depkes RI, 1995).

Hasil pengujian skrining senyawa glikosida pada simplisia dan ekstrak

etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif. Glikosida dikatakan positif

apabila menghasilkan cincin ungu pada sari air dan menghasilkan warna

hijau/biru pada sari pelarut organik (Depkes RI, 1995).

Hasil pengujian skrining senyawa triterpenoid/steroid pada simplisia dan

ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif senyawa triterpenoid,

dimana simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis dimaserasi dengan

menggunaka n-heksan, filtrat kemudian diuapkan dan ditambahkan 2 tetes asam

asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pada sisa filtrat (pereaksi

Liebermann-Buchard), apabila terjadi warna merah atau ungu maka positif

46
triterpenoid kemudian apabila terjadi warna hijau atau biru menunjukkan positif

steroid (Harbone, 1987).

Hasil pengujian skrining senyawa tanin pada pada simplisia dan ekstrak

etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif, dimana simplisia dan ekstrak

etanol kulit kayu manis disari dengan menggunakan air suling dan diencerkan

filtratnya hingga tidak berwarna. Filtrat hasil direaksikan dengan pereaksi besi

(III) klorida, bila didapatkan warna biru atau hijau maka menunjukkan positif

tanin (Depkes RI, 1995). Tanin galat akan membentuk warna biru kehitaman

sedangkan tanin katekol akan membentuk warna hijau-kehitaman (Septyaningsih,

2010). Sehingga jenis tanin yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak etanol kulit

kayu manis merupakan tanin katekol.

4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis

Hasil pengujian makroskopis simplisia kulit kayu manis yaitu berupa kulit

batang menggulung dan tebal berwarna cokelat kemerahan, bau aromatik khas

kayu manis, rasa sedikit manis agak pedas. Gambar simplisia kulit kayu manis

dapat dilihat pada Lampiran 2.

Hasil pengujian mikroskopis simplisia kulit kayu manis menunjukkan

simplisia memiliki sel minyak, skelereida (sel batu). Gambar mikroskopis

simplisia kulit kayu manis dapat dilihat di Lampiran 2

Hasil pengujian karakterisasi simplisia kulit kayu manis dapat dilihat pada

Lampiran 5 dan Tabel 4.2. Dan hasil perhitungan pengujian karakterisasi

simplisia kulit kayu manis dapat dilihat pada Lampiran 4.

47
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis
Persyaratan (BSN, 1995)
No. Pemeriksaan Hasil
dan (Depkes RI, 2017)
1. Penetapan Kadar Air 8,58% ≤ 12%
2. Penetapan Kadar Sari Larut Air 19,62% > 4%
3. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol 28,95% > 16%
4. Penetapan Kadar Abu Total 7,06% ≤ 10,5%
Penetapan Kadar Abu Tak Larut
5. 0,267% ≤ 0,3%
Asam

Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar air simplisia kulit kayu

manis yang didapat yaitu sebesar 8,58%. Monografi kadar air simplisia kulit kayu

manis yang dinyatakan SNI 01-3714-1995 (Kulit Kayu Manis Bubuk)

menetapkan kadar air bubuk kayu manis maksimal sebesar 12%. Sehingga hasil

pengujian memenuhi persyaratan. Penetapan kadar air dilakukan untuk

menentukan kualitas simplisia dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas

pelarut dalam mengekstrak simplisia (Widiyanto, dkk., 2013).

Penetapan kadar sari dilakukan dengan pelarut air dan etanol, hasil

pengujian karakterisasi penetapan kadar sari larut air simplisia kulit kayu manis

yang didapat yaitu sebesar 19,62%. Berdasarkan monografi yang tertera pada

Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) ditetapkan kadar sari larut air

simplisia kulit kayu manis tidak kurang dari 4,0%. Sementara, hasil pengujian

karakterisasi penetapan kadar sari larut etanol simplisia kulit kayu manis

didapatkan sebesar 28,95%. Berdasarkan monografi yang tertera pada Farmakope

Herbal Indonesia Edisi II (2017) ditetapkan kadar sari larut air simplisia kulit

kayu manis tidak kurang dari 16,0%. Hasil pengujian memenuhi persyaratan

monografi. Penetapan kadar senyawa terlarut dalam pelarut air dan etanol ini

bertujuan untuk memperkirakan banyak kandungan senyawa-senyawa aktif yang

48
bersifat polar (larut dalam air) dan bersifat polar – non polar (larut dalam etanol)

(Utami, dkk., 2017).

Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar abu total dan kadar abu tak

larut asam simplisia kulit kayu manis yang didapat yaitu sebesar 7,06% untuk

kadar abu total dan 0,267% untuk kadar abu tak larut asam. Persyaratan kadar

yang tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) menetapkan kadar

abu total simplisia kulit kayu tidak lebih dari 10,5% dan kadar abu tak larut asam

tidak lebih dari 0,3%. Sehingga hasil memenuhi persyaratan monografi.

4.4 Hasil Ekstraksi Simplisia Kulit Kayu Manis

Sebanyak 1150 g (1,15 kg) kulit kayu manis basah dikeringkan dan

dihaluskan menjadi simplisia dengan berat hasil pengeringan 1056 g (1,056 kg).

Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi dari 1056 g simplisia kulit kayu

manis menggunakan etanol 96% sebanyak 10 L, kemudian dipekatkan dengan

rotary evaporator dengan suhu 50oC dan diuapkan di penangas air sampai

terbentuk ekstrak kental berwarna merah kecoklatan yaitu sebanyak 355,03 g

dengan hasil nilai rendemen sebesar 33,62% hasil rendemen memenuhi

persyaratan di mana ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki rendemen tidak

kurang dari 25,4% (Depkes RI, 2017). Hasil ekstrak etanol kulit kayu manis dapat

dilihat di Lampiran 8.

49
4.5 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Hasil pengujian karakterisasi ekstrak etanol kulit kayu manis dapat dilihat

pada Lampiran 10 dan Tabel 4.3. Dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran

9.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
No. Pemeriksaan Hasil Persyaratan (Depkes RI, 2017)
1. Penetapan Kadar Air 12,23% ≤ 16%
2. Penetapan Kadar Abu Total 0,23% ≤ 0,3%
Penetapan Kadar Abu Tak
3. 0,08% ≤ 0,1%
Larut Asam

Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar air ekstrak etanol kulit kayu

manis yang didapat yaitu sebesar 12,23%. Hasil ini memenuhi persyaratan

monografi kadar air yang dinyatakan Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017)

yang menetapkan batas kadar air dari ekstrak etanol kulit kayu manis tidak

melebihi 16,0%. Penentuan kadar air juga terkait dengan kemurnian ekstrak.

Kadar air yang terlalu tinggi dapat menjadi penyebab tumbuhnya mikroba yang

akan menurunkan stabilitas ekstrak (Utami, dkk., 2017).

Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar abu total dan kadar abu tak

larut asam simplisia kulit kayu manis yang didapat yaitu sebesar 0,23% untuk

kadar abu total dan 0,08% untuk kadar abu tak larut asam. Persyaratan kadar yang

tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) menetapkan kadar abu

total ekstrak etanol kulit kayu manis tidak lebih dari 0,3% dan kadar abu tak larut

asam tidak lebih dari 0,1%. Sehingga hasil memenuhi persyaratan monografi.

Pengujian kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral

internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak

(Depkes RI., 2000). Semakin tinggi kadar abu yang didapat maka semakin tinggi

kandungan mineral yang terdapat di sampel (Utami, dkk., 2017). Kadar abu tak

50
larut asam memberikan gambaran adanya kontaminasi mineral atau logam yang

tidak larut asam dalam suatu sampel (Guntarti dkk., 2015).

4.6 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Metode DPPH

4.6.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Pengukuran absorbansi maksimum larutan DPPH dengan konsentrasi 40

ppm dalam metanol menggunakan spektrofotometer UV-Visible. Kurva

absorbansi panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Lampiran 13.

Hasil pengukuran menunjukkan larutan DPPH 40 ppm dalam metanol

menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 515,4 nm. Panjang

gelombang maksimum DPPH yang didapat sesuai dengan panjang gelombang

teoritis DPPH teoritis yang berkisar antara 515-525 nm. Pada panjang gelombang

tersebut larutan DPPH dapat memberi nilai absorbansi yang tinggi dan stabil

(Sari, dkk., 2020).

4.6.2 Hasil penentuan waktu kerja (operating time)

Waktu kerja (Operating Time/OT) dilakukan untuk menentukan waktu

paling tepat larutan uji dalam meredam radikal bebas DPPH (Rastuti dan Purwati,

2012). Waktu kerja bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran stabil yang

ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan

absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2007). Hasil pengukuran waktu kerja

larutan DPPH sudah mulai stabil pada menit ke-15 sampai menit ke-18, dikutip

dari beberapa penelitian waktu yang digunakan yaitu berkisar dari 1 sampai 240

51
menit (Marinova dan Batchvarov, 2011). Tabel penentuan waktu kerja (operating

time) dapat dilihat pada Lampiran 14.

4.6.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit kayu manis

Kemampuan aktivitas antioksidan diukur pada menit ke-15 sebagai

penurunan serapan larutan DPPH (peredaman warna ungu) akibat penambahan

larutan uji sampel. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan

larutan uji dihitung dalam persen peredaman (%). Perhitungan analisis peredaman

radikal bebas vitamin C dan ekstrak etanol kulit kayu manis dapat dilihat pada

Lampiran 18 dan Lampiran 19. Berikut merupakan gambar grafik

pemerangkapan radikal bebas DPPH (%) oleh ekstrak etanol kulit kayu manis dan

vitamin C.

Gambar 4.1 Grafik % Aktivitas Peredaman radikal bebas DPPH Oleh Ekstrak
Etanol Kulit Kayu Manis

Gambar 4.2 Grafik % Aktivitas Peredaman radikal bebas DPPH Oleh Vitamin C

52
Prinsip kerja dari metode DPPH yaitu interaksi senyawa antioksidan dalam

sampel dengan DPPH. Perpindahan elektron atau radikal hidrogen akan terjadi

pada DPPH dan menetralkan radikal bebas dari DPPH tersebut (Sari, dkk., 2020).

Larutan ungu DPPH bertemu dengan bahan pendonor elektron maka DPPH akan

tereduksi, menyebabkan warna ungu memudar dan berubah menjadi warna kuning

yang berasal dari gugus pikril (Tristantini, dkk., 2016).

Semakin meningkatnya konsentrasi larutan uji maka aktivitas peredaman

DPPH akan semakin meningkat dan nilai absorbansi DPPH akan menurun

dikarenakan semakin banyak DPPH yang berpasangan dengan atom hidrogen dari

sampel. Dari persamaan tersebut digunakan untuk mencari konsentrasi efektif

ekstrak etanol kulit kayu manis dan vitamin C untuk meredam radikal bebas

DPPH atau nilai IC50. Besarnya aktivitas penangkapan radikal DPPH dinyatakan

dalam parameter IC50.

4.6.4 Hasil analisis nilai IC50 (inhibitory concentration) sampel

Nilai IC50 untuk ekstrak etanol kulit kayu manis dan vitamin C ditentukan

menggunakan persamaan regresi dengan memplot konsentrasi sampel uji sebagai

sumbu horizontal (X) dan persen peredaman sampel uji sebagai sumbu vertikal

(Y). Perhitungan regresi dan nilai IC50 dapat dilihat pada Lampiran 18 dan

Lampiran 19, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis dan Vitamin C
Sampel Persamaan Regresi Nilai IC50
Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Y = 6,7438X +7,6406 6,2812 ppm
Manis
Vitamin C Y = 11,0177X – 2,2757 4,7447 ppm

53
Tabel 4.5 Kategori Nilai IC50 Sebagai Antioksidan
No. Kategori Konsentrasi (ppm)
1. Sangat Kuat < 50
2. Kuat 50 – 100
3. Sedang 101 – 500
4. Lemah > 150

Menurut Molyneux (2004), nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif

ekstrak yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH (warna), sehingga nilai

50 disubstitusikan untuk nilai Y. Setelah mensubstitusikan nilai 50 pada nilai Y,

akan didapat nilai X sebagai nilai IC50.

Berdasarkan Tabel 4.4, nilai IC50 dari ekstrak etanol kulit kayu manis

menunjukkan nilai IC50 sebesar 6,2812 ppm dan nilai IC50 Vitamin C sebesar

4,7447 ppm yang berarti ekstrak etanol kulit kayu manis dan vitamin C memiliki

aktivitas antioksidan yang sangat kuat (nilai IC50 < 50) menurut tabel yang dikutip

dari Molyneux (2004).

Penurunan nilai absorbansi menunjukkan peningkatan aktivitas antioksidan

sampel. Penurunan nilai absorbansi terjadi karena larutan ekstrak etanol kulit kayu

manis menetralkan DPPH dengan mendonorkan elektron kepada DPPH membuat

atom dengan elektron yang tidak berpasangan menjadi berpasangan dan tidak lagi

menjadi radikal. Reaksi ini ditandai dengan larutan yang berubah dari ungu tua

menjadi kuning terang dan angka absorbansi pada panjang gelombang

maksimumnya yang menurun (Molyneux, 2004).

4.7 Hasil Formulasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis diformulasi dengan

memodifikasi formula standar Septiyanti (2019) dan juga dilakukan penambahan

bahan dari formula standar Mardhiani (2018). Formula yang dimodifikasi yaitu

54
penurunan konsentrasi carbomer menjadi 0,5% dikarenakan konsentrasi carbomer

1,5% pada formula standar masih menghasilkan konsistensi sediaan gel semi stiff

sementara konsistensi yang diharapkan yaitu sediaan gel semi liquid. Modifikasi

konsentrasi TEA menjadi 0,2% dilakukan karena pada konsentrasi 0,3% seperti

formula standar masih menghasilkan pH sediaan di luar rentang penerimaan pH

kulit yaitu 4,5-6,5.

Pembagian humektan menjadi dua yaitu gliserin 5% dan propanediol 5%

serta dilakukan penambahan ethoxydiglycol 1% sebagai co-solvent dilakukan

untuk mempermudah pelarutan ekstrak yang akan ditambahkan ke dalam sediaan

serum. Berdasarkan hasil orientasi sebelumnya yang menggunakan konsentrasi

humektan 20% (gliserin 10% dan propanediol 10%) dihasilkan sediaan yang

lengket dan tidak nyaman pada saat pemakaian. Penggunaan humektan yang

terlalu tinggi akan menyebabkan air dalam sediaan berinteraksi sepenuhnya

dengan humektan dan membentuk ikatan hidrogen, bahkan kulit akan kehilangan

kelembapannya saat diaplikasikan dan mengalami dehidrasi. Namun, konsentrasi

humektan yang terlalu rendah dikhawatirkan tidak dapat menjaga kandungan air

dengan baik (Aulton dan Taylor, 2007). Oleh karena itu penggunaan humektan

dalam formula serum tidak melebihi 15%.

Penggantian bahan pengawet dari nanosilver dan Euxyl menjadi metil

paraben 0,2% dikarenakan kesulitan pengadaan bahan pengawet yang terdapat

dalam formula standar sehingga dipilih penggantian bahan pengawet yang umum

digunakan pada sediaan kosmetik yaitu metil paraben. Penambahan natrium

metabisulfit 0,2% dilakukan karena pada orientasi sediaan serum terjadi proses

55
oksidasi yang ditandai dengan perubahan warna sediaan sehingga diperlukan

antioksidan tambahan untuk menjaga kestabilan sediaan.

Pada sediaan ditambahkan ekstrak etanol kulit kayu manis dengan

konsentrasi 0,3%; 0,5%; dan 0,7%. Konsentrasi didapat melalui hasil orientasi dan

percobaan pendahuluan menggunakan skin analyzer dan moisture checker.

Sediaan berwarna merah muda dengan aroma aromatik khas kulit kayu manis.

Gambar sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis dalam kemasan dapat

dilihat pada Lampiran 22.

4.8 Hasil Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

4.8.1 Hasil pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Hasil pengujian homogenitas sediaan serum pada blanko (F0), dan sediaan

serum yang masing-masing telah ditambah ekstrak etanol kulit kayu manis

konsentrasi 0,3% (F1); 0,5% (F2); 0,7% (F3) menunjukkan distribusi sediaan

yang homogen dan tidak terdapat partikel kasar.

Gambar 4.3 Hasil uji homogenitas sediaan serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis
Keterangan:
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%

56
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengambil sejumlah sediaan

dan kemudian dioleskan pada permukaan kaca atau bahan transparan lain yang

sesuai. sediaan harus menunjukkan distribusi yang homogen dan tidak terlihat

adanya partikel kasar (Ditjen POM. 1979).

4.8.2 Hasil pengujian stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Evaluasi mutu sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis dilakukan

pada jangka waktu 12 minggu penyimpanan dengan pengamatan setiap 2 minggu.

sediaan serum disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan bentuk. warna.

dan bau.

Hasil pengamatan stabilitas sediaan serum blanko (F0) dan sediaan serum

dengan ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% (F1); 0,5% (F2) dan

0,5% (F3) menunjukkan hasil yang stabil selama penyimpanan 12 minggu pada

suhu kamar di mana. tidak didapati perubahan bentuk. warna. dan bau. Pada setiap

sediaan serum ditambahkan metil paraben 0,2% sebagai pengawet untuk

mencegah pertumbuhan mikroba dan jamur. selain itu penambahan natrium

metabisulfit 0,2% juga dilakukan untuk menghindari sediaan serum teroksidasi

yang ditandai dengan perubahan warna sediaan. Hasil pengujian stabilitas dari tiap

parameter dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Gambar 4.4 Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis minggu ke-0

57
Gambar 4.5 Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis setelah 12 minggu
penyimpanan
Keterangan:
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%

Tabel 4.6 Hasil pengamatan uji stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis
selama 12 minggu
Pengamatan Formula
(Minggu) F0 F1 F2 F3
X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z
0 - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - -
6 - - - - - - - - - - - -
8 - - - - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - - - - -
12 - - - - - - - - - - - -
Keterangan:
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%
- : Tidak terjadi perubahan
+ : Terjadi perubahan
X : Perubahan warna
Y : Perubahan bau
Z : Perubahan bentuk (konsistensi)

4.8.3 Hasil pengukuran pH sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Hasil pengujian pH sediaan serum didapatkan dengan menggunakan alat

pH meter digital. Rentang pH sediaan sebaiknya tidak terlalu asam karena dapat

menyebabkan iritasi kulit dan tidak terlalu basa karena dapat membuat kulit

bersisik. Rentang pH fisiologis kulit manusia berada pada angka 4,5-6,5

58
(Tranggono dan Latifah, 2007). Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel

4.7.

Tabel 4.7 Hasil pengamatan pH (rerata ± SD) serum ekstrak etanol kulit kayu
manis selama 12 minggu
Pengamatan Formula
(Minggu) F0 F1 F2 F3
0 6,30 ± 0,00 6,00 ± 0,10 5,93 ± 0,06 5,73 ± 0,06
2 6,27 ± 0,06 6,00 ± 0,10 5,90 ± 0,10 5,70 ± 0,00
4 6,27 ± 0,06 5,97 ± 0,06 5,87 ± 0,06 5,70 ± 0,00
6 6,27 ± 0,06 5,97 ± 0,06 5,87 ± 0,06 5,67 ± 0,06
8 6,23 ± 0,06 5,93 ± 0,06 5,87 ± 0,15 5,67 ± 0,06
10 6,20 ± 0,10 5,93 ± 0,06 5,83 ± 0,15 5,67 ± 0,06
12 6,17 ± 0,06 5,87 ± 0,06 5,83 ± 0,06 5,60 ± 0,10
Keterangan:
F0 : Formula blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,7%

6,4
6,3
6,2
6,1
6
pH

5,9 F0
F1
5,8 F2
5,7 F3
5,6
5,5
0 2 4 6 8 10 12
Minggu
Gambar 4.6 Grafik lama penyimpanan terhadap pH serum ekstrak etanol kulit
kayu manis selama uji stabilitas 12 minggu pada suhu kamar

Berdasarkan hasil pengamatan pH selama masa penyimpanan 12 minggu,

menunjukkan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis yang

ditambahkan akan menurunkan pH sediaan yang disebabkan karena pH ekstrak

etanol kulit kayu manis yang bersifat asam 4,0-6,5 (Nurmalasari, dkk., 2018).

Pada Tabel 4.7 sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis mengalami

59
penurunan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu. Penurunan pH yang

terjadi dapat disebabkan karena terdapat kontaminasi ion positif dari bahan yang

digunakan dalam formulasi yang dapat mempengaruhi derajat keasaman atau

kebasaan sediaan serum (Mardhiani, dkk., 2018).

Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara

lain stabilitas bahan aktif, inetraksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan ,

proses pembuatan bentuk sediaan, cara pengemasan dan kondisi lingkungan yang

dialami selama pengiriman, penyimpanan, penanganan dan jarak waktu antara

pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya

dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga mempengaruhi

stabilitas (Troy dan Beringer, 2006). Penurunan yang terjadi masih berada dalam

rentang pH fisiologis kulit wajah sehingga hasil pengujian stabilitas pH sediaan

serum masih memenuhi persyaratan untuk berada dalam keadaan stabilnya.

4.8.4 Hasil pengukuran viskositas sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu

manis

Pemeriksaan viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer NDJ-

8S spindle 1 speed 12. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.8.

60
Tabel 4.8 Hasil pengukuran viskositas (rerata ± SD) serum ekstrak etanol kulit
kayu manis (mPa.s) selama 12 minggu
Pengamatan Formula
(Minggu) F0 F1 F2 F3
0 446,5 ± 2,8 450,5 ± 2,3 464,3 ± 0,00 474,2 ± 3,5
2 446,5 ± 2,8 450,5 ± 2,3 464,3 ± 0,00 474,2 ± 3,5
4 450,5 ± 9,5 464,3 ± 2,8 474,2 ± 2,3 488,5 ± 0,00
6 450,5 ± 9,5 474,2 ± 2,8 474,2 ± 2,8 488,5 ± 0,00
8 481,5 ± 9,5 490,5 ± 15,6 490,5 ± 15,6 494 ± 15,6
10 481,5 ± 9,5 490,5 ± 15,6 490,5 ± 15,6 494 ± 15,6
12 488,5 ± 0,00 488,5 ± 9,5 494 ± 9,5 499,5 ± 9,5
Keterangan:
F0 : Formula blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,7%
510
500
Viskositas (mPa.s)

490
480
F0
470
F1
460
F2
450
F3
440
430
0 2 4 6 8 10 12
Minggu

Gambar 4.7 Grafik rerata ± SD viskositas (mPa.s) serum ekstrak etanol kulit
kayu manis selama uji stabilitas 12 minggu pada suhu kamar

Beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas suatu sediaan diantaranya,

yaitu faktor mekanis seperti pencampuran atau pengadukan saat proses pembuatan

sediaan, pemilihan zat pengental, proporsi fase terdispersi, dan ukuran partikel

(Ansel, 1989). Berdasarkan hasil pengukuran viskositas selama masa

penyimpanan 12 minggu, menunjukkan perbedaan konsistensi yang diberikan tiap

61
konsentrasi ekstrak yang ditambahkan ke dalam sediaan. Rentang viskositas dari

sediaan serum berada pada 230-1150 mPa.s (Mardhiani, dkk., 2018).

Viskositas sediaan mengalami peningkatan setelah penyimpanan selama 12

minggu. Peningkatan viskositas sediaan terjadi dikarenakan adanya tekanan geser

(shear force) dari proses pengadukan pada saat pembuatan sediaan. Tekanan geser

mengubah struktur polimer basis sediaan menjadi agak renggang menyebabkan

viskositas sediaan menjadi rendah saat baru dibuat. Setelah dilakukan

penyimpanan, struktur dari polimer tersebut akan kembali seperti semula,

sehingga sediaan menjadi lebih kental (Martin, dkk., 1983). Selain itu,

peningkatan viskositas juga dapat terjadi karena penurunan kadar air sediaan yang

terjadi karena penguapan pada saat pengujian, semakin berkurang kandungan air

dalam sediaan akan meningkatkan konsistensinya (Winarti, dkk., 2007).

Peningkatan viskositas yang terjadi masih berada dalam rentang persyaratan

viskositas sehingga sediaan serum masih terpenuhi.

4.8.5 Hasil uji diameter daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis

Pengujian daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis dilakukan

pengukuran setelah 1 penambahan beban tiap 25 g di atas kaca yang menimpa

sediaan hingga mencapai 125 g. Hasil pengukuran diameter daya sebar sediaan

dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.8.

62
Tabel 4.9 Hasil pengukuran diameter (rerata ± SD) daya sebar serum ekstrak
etanol kulit kayu manis (cm)

Ukuran Diameter
Formula Waktu (menit) Beban (g) Daya Sebar Sediaan (cm)
(Rerata ± SD)
1 25 7,57 ± 0,06
1 50 7,80 ± 0,10
F0 1 75 8,03 ± 0,06
1 100 8,13 ± 0,06
1 125 8,57 ± 0,12
1 25 5,70 ± 0,10
1 50 5,97 ± 0,06
F1
1 75 6,27 ± 0,12
1 100 6,57 ± 0,06
1 125 6,67 ± 0,06
1 25 5,07 ± 0,06
1 50 5,27 ± 0,06
F2 1 75 5,47 ± 0,06
1 100 5,67 ± 0,06
1 125 6,00 ± 0,10
1 25 5,03 ± 0,06
1 50 5,17 ± 0,06
F3 1 75 5,23 ± 0,06
1 100 5,50 ± 0,10
1 125 5,93 ± 0,06
Keterangan:
F0 : Formula blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,7%
9
8,5
Diameter Daya Sebar (cm)

8
7,5
F0
7
F1
6,5
F2
6
F3
5,5
5
25 50 75 100 125

Beban (gram)

Gambar 4.8 Grafik rerata ± SD diameter daya sebar (cm) serum ekstrak etanol
kulit kayu manis

63
Hasil menunjukkan Formula 0 memiliki rentang daya sebar dengan

diameter 7,57-8,57 cm, Formula 1 sebesar 5,7-6,67 cm, Formula 2 sebesar 5,07-

6,00 cm dan Formula 3 sebesar 5,03-5,93 cm. Setiap formula mengalami

peningkatan daya sebar setelah ditambahkan beban kelipatan 25 gram di atas kaca

setelah 1 menit. Pengujian daya sebar sediaan bertujuan untuk mengetahui

seberapa baik sediaan gel menyebar di permukaan kulit, karena dapat

mempengaruhi absorbsi dan kecepatan pelepasan zat aktif di tempat

pemakaiannya. Suatu sediaan yang baik dan lebih disukai bila dapat menyebar

dengan mudah di kulit dan nyaman digunakan (Wyatt, dkk., 2008).

Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas, makin besar viskositas

suatu sediaan, makin kental konsistensinya, maka makin kecil daya sebar yang

dihasilkan. Daya sebar semisolid dibagi menjadi 2, yaitu semistiff dan semifluid.

semistiff adalah sediaan semisolid yang memiliki viskositas tinggi sedangkan

semifluid adalah sediaan semisolid dengan viskositas rendah. Pada semistiff

syarat daya sebar yang ditetapkan adalah 3-5 cm dan untuk semifluid adalah 5-7

cm (Garg, dkk., 2002). Berdasarkan hasil uji daya sebar sediaan serum termasuk

ke dalam sediaan gel semifluid.

4.9 Hasil Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang menggunakan sediaan serum

dengan ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% (F3) dapat dilihat pada

Tabel 4.10 dan pada Lampiran 24.

64
Tabel 4.10 Hasil Uji Iritasi Sediaan Serum F3 (0,7%) Terhadap Sukarelawan
Parameter
Sukarelawan
Gatal-gatal Udem Eritema
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 - - -
11 - - -
12 - - -
Keterangan:
- : Tidak terjadi reaksi
+ : Terjadi reaksi
Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang dilakukan pada sediaan serum

dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,7% (F3) menunjukkan hasil

yang negatif. Uji iritasi dilakukan dengan mengaplikasikan serum ke bagian

belakangan telinga relawan yang kemudian dilihat parameter uji iritasi yaitu

munculnya kemerahan kulit (eritema), gata-gatal, dan pembengkakkan (udem)

pada kulit (Mulyawan dan Suriana, 2013). Berdasarkan hasil pengujian dengan

konsentrasi tertinggi dapat disimpulkan bahwa blanko sediaan serum (F0) dan

sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis dengan konsentrasi 0,3% (F1) dan

0,5% (F2); dan 0,5 (F2) tidak menyebabkan reaksi iritasi dan aman untuk

digunakan.

4.10 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging

Pengujian efektivitas anti-aging serum ekstrak etanol kulit kayu manis

dalam dilakukan terhadap sukarelawan wanita sebanyak 12 orang yang telah

disetujui Komite Etik Pelaksanaan Penelitian Kesehatan No:165/KEP/USU/2021.

65
Surat persetujuan Komite Etik Peneliti Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran

20. Pengukuran dilakukan seminggu sekali dalam kurun waktu 1 bulan. Semua

sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit wajah awal sebelum perlakuan

dengan menggunakan perangkat skin analyzer. Hal ini bertujuan untuk melihat

besar pengaruh serum ekstrak etanol kulit kayu manis terhadap kulit sukarelawan

dilihat dari persen pemulihan. Parameter pengukuran meliputi : kelembapan

(moisture), kehalusan (evenness), pori (pore), noda (spot), dan keriput (wrinkle).

Data yang diperoleh pada setiap parameter dianalisis dengan menggunakan

program statistik dengan metode One Way ANOVA. Selanjutnya untuk

menganalisis pengaruh setiap formula terhadap kondisi kulit selama 1 bulan

perawatan digunakan uji post-hoc Duncan Test.

4.10.1 Kelembapan (moisture)

Kelembapan diukur menggunakan moisture checker yang terdapat dalam

perangkat skin analyzer Aramo. Hasil pengukuran kelembapan yang diperoleh

dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.9.

66
Tabel 4.11 Data hasil pengukuran kelembapan pada kulit wajah sukarelawan yang
menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4 minggu
Kelembapan
% Peningkatan
Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Kelembapan
Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
27 28 28 30 31 14,81%
F0 27 28 29 31 32 18,52%
28 29 30 31 32 14,29%
27,33 ± 28,33 ± 29,00 ± 30,67 ± 31,67 ±
Rerata 15,87 ± 2,31 %
0,58 0,58 1,00 0,58 0,58
30 32 34 35 37 23,33%
F1 29 30 33 35 37 27,58%
27 29 30 32 35 29,63%
28,67 ± 30,33 ± 32,33 ± 34,00 ± 36,33 ±
Rerata 26,85 ± 3,21 %
1,53 1,53 2,08 1,73 1,15
27 28 31 34 36 33,33%
F2 28 30 33 36 37 32,14%
28 31 34 37 39 39,28%
27,67 ± 29,67 ± 32,67 ± 35,67 ± 37,33 ±
Rerata 34,92 ± 3,83 %
0,58 1,53 1,53 1,53 1,53
27 30 34 37 39 44,44%
F3 28 32 35 38 40 42,86%
26 30 32 34 37 42,31%
27,00 ± 30,67 ± 33,67 ± 36,33 ± 38,67 ±
Rerata 43,20 ± 1,11 %
1,00 1,15 1,53 2,08 1,53
Keterangan :
- Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012).
- Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 4.11 dapat dilihat terjadinya

kenaikan kadar air pada setiap formula.

Grafik pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi

ekstrak etanol kulit kayu manis memengaruhi peningkatan kelembapan kulit

67
wajah pada sukarelawan mulai minggu ke-1 sampai ke-4 perawatan. Pemakaian

sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis menghasilkan peningkatan

kelembapan rata-rata dari masing-masing formula yaitu, F0 (blanko) 15,87%; F1

26,85%; F2 34,92%; dan peningkatan yang paling tinggi yaitu F3 43,20%

α = 0,05
Kelembapan
Normal
Dehidrasi

Waktu
(Minggu)

Gambar 4.9 Grafik hasil pengukuran kelembapan (moisture) pada kuli


sukarelawan selama 1 bulan perawatan

Gambar 4.10 Grafik persen peningkatan kelembapan (moisture) pada kulit wajah
sukarelawan

Kemudian data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji parametrik

One Way ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap

kelembapan kulit wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05.

Hasil analisis pengukuran kelembapan menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan antar formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu.

68
Data selanjutnya diuji menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk

mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji Duncan mulai

terdapat perbedaan signifikan F0 dengan F1, F2, dan F3 dari minggu 2 hingga

minggu 4. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F1, F2, dan F3 dari

minggu awal hingga minggu 4.

Membran sel manusia terdiri dari lapisan fosfolipid yang salah satunya

berupa asam lemak tak jenuh/Polyunsaturated faty acid (PUFA). Polyunsaturated

faty acid (PUFA) memiliki fungsi menormalkan aktivitas metabolisme dan

meningkatkan fluiditas membran sel. Radikal bebas akan melakukan aktivitas foto

oksidasi pada asam lemak tak jenuh sehingga menurunkan fluiditas membran sel

dan menyebabkan kulit kehilangan kelembapannya. Antioksidan bekerja untuk

menghambat reaksi foto oksidasi sehingga meningkatkan kelembaban kulit

(Bhagavan, 1992).

Kandungan ekstrak kulit kayu manis yaitu transinamaldehid dalam serum

bermanfaat sebagai scavenging agent yang berperan dalam mengikat radikal

bebas sehingga dapat mencegah perusakan lipid interseluler dan menjaga

pertahanan alami kulit berupa NMF (Natural Moisturizing Factor) (Astuti dkk.,

2018).

4.10.2 Pori (pore)

Besar pori pada kulit wajah sukarelawan yang diukur menggunakan

perangkat skin analyzer yakni lensa perbesaran 60x (normal lens) sensor biru

(Aramo, 2012). Hasil pengukuran pori yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel

4.12 dan Gambar 4.11.

69
Tabel 4.12 Data hasil pengukuran diameter pori pada kulit wajah sukarelawan
yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama
4 minggu
Ukuran Pori
% Penurunan Besar
Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah
Diameter Pori
Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
38 38 37 37 36 5,26%
F0 35 35 34 34 34 2,86%
37 37 36 36 36 2,70%
36,67 ± 36,67 ± 35,67 ± 35,67 ± 35,33 ±
Rerata 3,61 ± 1,43 %
1,53 1,53 1,53 1,53 1,15
37 36 35 34 34 8,11%
F1 35 35 33 32 32 8,57%
38 37 35 34 34 10,53%
36,67 ± 36,00 ± 34,33 ± 33,33 ± 33,33 ±
Rerata 9,07 ± 1,29 %
1,53 1,00 1,15 1,15 1,15
38 36 34 34 33 13,16%
F2 36 34 30 29 28 22,22%
40 39 36 35 35 12,50%
38,00 ± 36,33 ± 33,33 ± 32,67 ± 32,00 ±
Rerata 15,96 ± 5,43 %
2,00 2,52 3,05 3,21 3,61
36 34 29 25 23 36,11%
F3 32 30 26 23 20 37,50%
40 35 30 26 24 40,00%
36,00 ± 33,00 ± 28,33 ± 24,67 ± 22,33 ±
Rerata 37,87 ± 1,97 %
4,00 2,65 2,08 1,53 2,08
Keterangan :
- Kecil 0-19; Besar 20-39; Sangat Besar 40-100 (Aramo, 2012).
- Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%

Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal pori kulit wajah sukarelawan

berada pada rentang sangat besar dan besar. Setelah penggunaan sediaan serum

ekstrak etanol kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan

penurunan ukuran pori dengan persentase pemulihan rata-rata F0 (blanko) sebesar

70
3,61%; F1 sebesar 9,07%; F2 sebesar 15,96%; dan F3 menunjukkan rata-rata

penurunan ukuran pori kulit wajah paling besar yaitu sebesar 37,87%.
α = 0,05

Ukuran Pori

Besar

Waktu
(Minggu)

Gambar 4.11 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan
selama 1 bulan perawatan

Gambar 4.12 Grafik persen peningkatan penurunan ukuran diameter pori (pore)
pada kulit wajah sukarelawan

Hasil uji parametrik One Way ANOVA dilakukan untuk mengetahui

efektivitas formula serum terhadap ukuran pori kulit wajah sukarelawan dan

diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis pengukuran ukuran pori

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula setelah pemakaian

serum selama 4 minggu.

Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk

mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji Duncan mulai

terdapat perbedaan signifikan F0, F1, F2, dengan F3 dari minggu 2 hingga

71
minggu 4. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F0, F1, dan F2 dari

minggu awal hingga minggu 4.

Seiring dengan berjalannya usia, pori-pori kulit akan menjadi semakin

besar karena berkurangnya elastisitas dan adanya penumpukan sel-sel kulit mati.

Banyaknya aktivitas meningkatkan suhu tubuh yang akan memperbesar ukuran

pori (Anderson, 1996). Pori-pori dapat membesar apabila terkena sinar matahari

yang terlalu terik, peningkatan suhu menyebabkan pembukaan pori-pori pada

kulit. Pori-pori yang besar dapat menyebabkan kotoran mudah masuk dan

tersumbat di dalamnya sehingga menyebabkan jerawat lebih mudah timbul

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

Flavonoid (turunan fenol) berlaku sebagai penghambat yang baik untuk

radikal hidroksil dan superoksida sehingga dapat melindungi membran lipid kulit,

menyebabkan berkurangnya ukuran pori-pori dan meningkatkan tekstur serta

elastisitas kulit (Tapas, dkk., 2008). Kandungan senyawa bioaktif ekstrak etanol

kulit kayu manis seperti sinamaldehid dan senyawa turunannya secara signifikan

dapat mempotensiasi biosintesis kolagen tipe I yang dapat menjaga elastisitas

kulit (Takasao, dkk., 2012).

4.10.3 Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit (evenness) dengan menggunakan perangkat

skin analyzer lensa perbesaran 60x dan metode pembacaan normal dengan warna

lampu sensor biru. Hasil pengukuran kelembapan yang diperoleh dapat dilihat

pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.13.

72
Tabel 4.13 Data hasil pengukuran kehalusan pada kulit wajah sukarelawan yang
menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4
minggu
Tingkat Kehalusan
% Pemulihan
Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Kehalusan
Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
37 37 36 35 35 5,41%
F0 35 35 34 34 34 2,86%
35 34 34 33 33 5,71%
35,67 ± 35,33 ± 34,67 ± 34,00 ± 34,00 ±
Rerata 4,66 ± 1,57 %
1,15 1,53 1,15 1,00 1,00
36 35 35 33 31 13,89%
F1 37 36 35 34 32 13,51%
39 38 36 34 32 17,95%
37,33 ± 36,33 ± 35,33 ± 33,67 ± 31,67 ±
Rerata 15,12 ± 2,46 %
1,53 1,53 0,58 0,58 0,58
37 34 32 30 28 24,32%
F2 41 39 35 33 31 24,39%
37 34 31 29 27 27,02%
38,33 ± 35,67 ± 32,67 ± 30,67 ± 28,67 ±
Rerata 25,25 ± 1,54 %
2,31 2,89 2,08 2,08 2,08
35 32 28 25 22 37,14%
F3 37 34 30 27 23 37,84%
39 35 31 27 24 38,46%
37,00 ± 33,67 ± 29,67 ± 26,33 ± 23,00 ±
Rerata 37,81 ± 0,66 %
2,00 1,53 1,53 1,15 1,00
Keterangan:
- Halus 0-31; Normal 32-51; Kasar 52-100 (Aramo, 2012).
- Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%

Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal kehalusan kulit sukarelawan

berkisar pada kondisi normal. Setelah penggunaan sediaan serum ekstrak etanol

kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan peningkatan kehalusan

kulit dengan persentase peningkatan rata-rata F0 (blanko) sebesar 4,66%; F1

73
sebesar 15,12%; F2 sebesar 25,25%; dan F3 menunjukkan rata-rata peningkatan

kehalusan kulit wajah paling tinggi yaitu sebesar 37,81%.

α = 0,05

Kehalusan
Normal
Halus

Waktu
(Minggu)

Gambar 4.13 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit


sukarelawan selama 1 bulan perawatan

Gambar 4.14 Grafik persen peningkatan pemulihan kehalusan (evenness) pada


kulit wajah sukarelawan

Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametik One Way

ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap kehalusan kulit

wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis

pengukuran kehalusan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar

formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu.

Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk

mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji Duncan mulai

74
terdapat perbedaan signifikan F0, F1, F2, dengan F3 dari minggu 2 hingga

minggu 4. Terdapat perbedaan signifikan F2 dengan F1 dan F0 dari minggu 3

hingga minggu 4. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F0 dengan F1

dari minggu awal hingga minggu 4.

Kulit yang terlalu sering terpapar oleh sinar matahari akan mengalami

kerusakan kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit. Sehingga sel-sel

mati pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit menjadi kurang halus.

Akibatnya, kulit tampak lebih kasar (Bogadenta, 2012). Antioksidan adalah

senyawa yang dapat mencegah kerusakan sel melalui mekanisme radikal fenoksi

yang bergabung dengan spesies oksigen reaktif, dan menghentikan reaksi berantai

radikal bebas yang tidak diinginkan dalam sel. Senyawa flavonoid meningkatkan

pembentukan kolagen ekstraseluler yang akan menjaga elastisitas, fleksibilitas,

dan kehalusan kulit (Tapas dkk., 2008). Kayu manis banyak ditemukan senyawa

fitokimia dari kelas phenylpropanoids berupa asam sinamat (Senyawa

sinamaldehid) yang termasuk dalam golongan fenilpropanoid merupakan turunan

senyawa fenol, dimana senyawa fenol tersebut juga berperan penting dalam

aktivitas antioksidan (Rismunandar, 1995).

4.10.4 Noda (spot)

Noda pada kulit wajah sukarelawan diukur menggunakan perangkat skin

analyzer lensa perbesaran 60x (polarizing lens) sensor jingga. Hasil pengukuran

banyaknya noda kulit wajah dari sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.14. dan

Gambar 4.15.

75
Tabel 4.14 Data hasil pengukuran jumlah noda pada kulit wajah sukarelawan
yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4
minggu
Banyak Noda
% Penurunan
Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Banyak Noda
Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
36 36 35 35 35 2,78%
F0 33 33 32 32 32 3,03%
35 35 34 34 34 2,86%
34,67 ± 34,67 ± 33,67 ± 33,67 ± 33,67 ±
Rerata 2,89 ± 0,13 %
1,53 1,53 1,53 1,53 1,53
37 37 35 34 32 13,51%
F1 36 35 33 32 30 16,67%
37 36 34 34 33 10,81%
36,67 ± 36,00 ± 34,00 ± 33,33 ± 31,67 ±
Rerata 13,66 ± 2,93 %
0,58 1,00 1,00 1,15 1,53
37 36 33 30 29 21,62%
F2 34 32 29 29 27 20,59%
37 34 32 31 28 24,32%
36,00 ± 34,00 ± 31,33 ± 30,00 ± 28,00 ±
Rerata 22,18 ± 1,93 %
1,73 2,00 2,08 1,00 1,00
38 35 29 27 23 39,47%
F3 39 36 32 28 23 41,03%
32 29 25 23 20 37,50%
36,33 ± 33,33 ± 28,67 ± 26,00 ± 22,00 ±
Rerata 39,33 ± 1,77 %
3,79 3,79 3,51 2,65 1,73
Keterangan:
- Sedikit 0-19; Sedang 20-39; Banyak 40-100 (Aramo, 2012).
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%

Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal jumlah noda kulit wajah

sukarelawan berkisar pada jumlah noda sedang. Setelah penggunaan sediaan

serum ekstrak etanol kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan

pengurangan jumlah noda kulit wajah dengan persentase pemulihan rata-rata F0

(blanko) sebesar 2,89%; F1 sebesar 13,66%; F2 sebesar 22,18%; dan F3

76
menunjukkan rata-rata penurunan ukuran pori kulit wajah paling besar yaitu

39,33%.
α = 0,05

Banyak Noda
Sedang

Waktu
(Minggu)

Gambar 4.15 Grafik hasil pengukuran jumlah noda (spot) pada kulit sukarelawan
selama 1 bulan perawatan

Gambar 4.16 Grafik persen peningkatan penurunan jumlah noda (spot) pada kulit
wajah sukarelawan

Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametik One Way

ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap jumlah noda kulit

wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis

pengukuran kehalusan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar

formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu.

Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk

mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Hasil uji Post-Hoc Duncan

77
mulai terdapat perbedaan signifikan antara F0, F1 dengan F3 sedangkan F2

dengan F3 masih tidak terdapat perbedaan signifikan pada minggu 2. Pada

minggu 3 hingga minggu 4 terdapat perbedaan signifikan F0, F1, dan F2 dengan

F3 serta F0 dan F1 dengan F2. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F0

dengan F1 dari minggu awal hingga minggu 4.

Bercak-bercak hitam (hiperpigmentasi) bisa muncul pada kulit yang mulai

menua maupun kulit yang belum tua yang disebabkan oleh sinar ultraviolet.

Semakin lama kulit terpapar sinar matahari menyababkan melanin kulit semakin

aktif dan menimbulkan noda pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Pigmentasi kulit dapat disebabkan oleh berbagai tingkat sintesis melanin di

kulit, melanosom dalam sel melanosit oleh aksi tyrosinase, enzim yang

menghidroksilasi asam amino tyrosine menjadi dihydroxyphenylalanine (DOPA)

dan mengkatalisis oksidasi menjadi DOPA quinone. Senyawa yang termasuk

dalam golongan flavonoid (turunan fenol) dapat berperan sebagai antioksidan

serta penghambat tirosinase (Sari dkk., 2015). Senyawa khas turunan fenol yang

terdapat dalam kayu manis yaitu sinamaldehid dan asam sinamat (Rismunandar,

1995).

4.10.5 Keriput (wrinkle)

Keriput atau kerutan pada kulit mata bagian lateral sukarelawan diukur

dengan menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 10x sensor biru.

Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat

pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.17

78
Tabel 4.15 Data hasil pengukuran jumlah keriput pada kulit wajah sukarelawan
yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4
minggu
Jumlah Keriput
% Pemulihan
Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Jumlah Keriput
Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
25 25 25 24 24 4,00%
F0 28 28 28 27 27 3,57%
28 28 28 27 27 3,57%
27,00 ± 27,00 ± 27,00 ± 26,00 ± 26,00 ±
Rerata 3,71 ± 0,25 %
1,73 1,73 1,73 1,73 1,73
27 27 26 26 25 7,41%
F1 27 27 26 25 24 11,11%
24 24 23 22 21 12,50%
26,00 ± 26,00 ± 25,00 ± 24,33 ± 23,33 ±
Rerata 10,34 ± 2,63 %
1,73 1,73 1,73 2,08 2,08
25 24 22 21 20 20,00%
F2 26 25 23 21 20 23,08%
28 27 25 23 21 25,00%
26,33 ± 25,33 ± 23,33 ± 21,67 ± 20,33 ±
Rerata 22,69 ± 2,52 %
1,53 1,53 1,53 1,15 0,58
28 26 24 22 19 32,14%
F3 28 25 23 20 18 35,71%
29 26 22 20 19 34,48%
28,33 ± 25,67 ± 23,00 ± 20,67 ± 18,67 ±
Rerata 34,11 ± 1,81 %
0,58 0,58 1,00 1,15 0,58

Keterangan:
- Tidak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput parah 53-100 (Aramo,
2012).
- Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum
F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis)
F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%
F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5%
F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%

Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal jumlah keriput kulit wajah

sukarelawan berkisar pada rentang berkeriput. Setelah penggunaan sediaan serum

ekstrak etanol kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan

79
pengurangan jumlah keriput kulit wajah dengan persentase pemulihan rata-rata F0

(blanko) sebesar 3,71%; F1 sebesar 10,34%; F2 sebesar 22,69%; dan F3

menunjukkan rata-rata pengurangan jumlah keriput kulit wajah paling besar yaitu

34,11%.
α = 0,05

Jumlah Keriput
Berkeriput
Berkeriput
Tidak

Waktu
(Minggu)

Gambar 4.17 Grafik hasil pengukuran jumlah keriput (wrinkle) pada kulit
sukarelawan selama 1 bulan perawatan

Gambar 4.18 Grafik persen peningkatan pemulihan jumlah keriput (wrinkle)


pada kulit wajah sukarelawan

Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametik One Way

ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap jumlah keriput kulit

wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis

pengukuran jumlah keriput menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar

formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu.

80
Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk

mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji post-hoc

Duncan mulai terdapat perbedaan signifikan antara F0 dengan F3. Pada minggu 3

hingga minggu 4 mulai terdapat perbedaan signifikan F1 dengan F3. Serta tidak

terdapat perbedaan signifikan antara F2 dengan F3 dari minggu awal hingga

minggu 4.

Radikal bebas merupakan molekul yang sifat kimianya tidak stabil dan

cenderung menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron. Serangan ini

dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas sehingga membuat kulit

menjadi kering dan keriput (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat peningkatan enzim

MMP-1 (Matrix Metalloproteinase-1). MMP-1 adalah mediator utama yang

menurunkan produksi kolagen pada kulit. Penghambatan terhadap enzim MMP-1

adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV.

Dengan penghambatan ini, sintesis MMP-1 akan berkurang dan proses degradasi

kolagen terhambat sehingga kulit terlindungi dari proses penuaan (Tapas dkk.,

2008). Kandungan senyawa bioaktif ekstrak etanol kulit kayu manis seperti

sinamaldehid dan senyawa turunannya secara signifikan dapat mempotensiasi

biosintesis kolagen tipe I di dalam fibroblas dermal. Hal ini menjadikan ekstrak

etanol kulit kayu manis dapat memperbaiki tanda-tanda penuaan yang diakibatkan

oleh photo aging (Takasao, dkk., 2012).

81
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa:

 Ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki aktivitas antioksidan dalam

kategori sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 6,28 ppm.

 Serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis yang diformulasi merupakan

sediaan yang stabil dengan memenuhi persyaratan homogenitas

(homogen), pH (5,6-6,1), viskositas (488,5-499,5 mPa.s) selama 12

minggu penyimpanan dan tidak mengiritasi kulit pada uji iritasi

sukarelawan.

 Serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan efektivitas

sebagai sediaan anti-aging, di mana konsentrasi terbaik yaitu pada

konsentrasi 0,7%. Penggunaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis

menunjukkan peningkatan kondisi kulit yaitu semakin meningkatnya

kelembapan kulit (43,20%), pori kulit mengecil (37,87%), kulit semakin

halus (37,81%), noda kulit berkurang (39,33%) serta kerutan yang

semakin berkurang (34,11%).

5.2 Saran

Penulis menyarankan peneliti selanjutnya untuk melakukan uji aktivitas

antioksidan serum ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

untuk mendapatkan nilai IC50.

82
DAFTAR PUSTAKA

Alimah, D. 2015. Studi Pengusahaan Kayu Manis Di Hulu Sungai Selatan,


Kalimantan Selatan. Galam. Vol 1(1). Halaman 2
Al Ridho, E., Sari, R., dan Wahdaningsih, S. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Metanol Buah Lakum (Cayratia trifolia) Dengan Metode DPPH
(2,2-Difenil-1-Pikrihidrazil). Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran. Universitas Tanjungpura. Halaman 5, 7
Anderson, P.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Halaman 473
Anggowarsito, J. L. 2014. Aspek Fisiologi Penuaan Kulit. Jurnal Widya Medika
Surabaya. Vol 2(1). Halaman 57
Aramo. 2012. Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea Ltd.
Halaman 1-10
Astuti, K.W., Wijayanti,N. P. A. D., Lestari,A. A. D., Artha, IG. A. P. Y.,
Pradnyani,IA. G., Ratnayanti, IG. A. D. 2018. Uji Pendahuluan Nilai
Kelembaban Kulit Manusia Pada Pemakaian Sediaan Masker Gel Peel Off
Kulit Buah Manggis. Jurnal Kimia. 12 (1). Halaman 50-53
Aulton, M. E., dan Taylor, K. M. G. 2007. Aulton’s Pharmaceutics, The Design
and Manufactures of Medicines. Inggris : Churchill Livingstone Elsevier.
Halaman 399
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. 2009. Handbook of Cosmetic Science
and Technology Edisi Ketiga. United State of America: Informa
Healthcare USA, Inc. Halaman 83
Belcher, L. A., Muska, C. F., dan DeSalvo, J. W. 2010. Evaluating 1,3-
Propanediol for Potential Skin Effects. Cosmetics and Toiletries
Formulating Results in Cosmetics R&D. Vol 125(5). Halaman 4
Bhagavan, N. V. 1992. Medical Biochemistry. Burlington: Jones and Barlett
Publisher. Halaman 179
Bogadenta, A. 2012. Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian Ramuan
Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Halaman 43
Britannica.com. 2021. Cinnamon Plant and Spice. Diakses pada tanggal 3 Juni
2021 melalui https://www.britannica.com/plant/cinnamon/
Damayanti. 2017. Penuaan Kulit dan Perawatan Kulit Dasar pada Usia Lanjut.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology
and Venereology. Vol 29(1). Halaman 74
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid Keenam. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 300, 302-304, 306, 334,
540, 536
Depkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 181-184
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 96, 612, 792
Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 22, 356
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 1168, 117

83
Ditjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 680, 1233
Draelos, Z.D. (2010). Cosmetic Dermatology Products and Procedures. West
Sussex: Wiley-Blackwell. Halaman 253
Fansworth, N.R. 1966. Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science. Vol 55(3). Halaman 262-264
Gandjar, L. G., dan Abdul, R. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Halaman 36-39
Garg A, Aggarwal D, Garg S, Singla A. 2002. Spreading of semisolid
formulations an update. Pharmaceutical Technology. Vol 26(9). Halaman
105
Guertin, P.A. 2018. Is Propanediol a Safer Molecule Than Some Other Glycols In
Personal Care And Anti-Aging Biocosmeceutical Products? Review
Article. International Journal of Aging Research. Vol 1(23). Halaman 1-2
Guntarti, A., Sholehah, K., Irna, N., Fistianingrum, W. 2015. Penentuan
Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis
(Garciniamangostana) Pada Variasi Asal Daerah. Farmasains. Vol 2(5).
Halaman 203-204
Halliwell, B. 2007. Oxidative stress and cancer: have we moved forward?.
Biochemistry Journal. Vol 1(11). Halaman 5
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 49,
147
Idris, H dan Mayura, E. 2019. Sirkuler Informasi Teknologi Tanaman Rempah
dan Obat. Bogor: Badan Penelitian Tanaman Obat. Halaman 3
Jaelani. 2009. Ensiklopedi Kosmetika Nabati. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Halaman 153-155
Kalangi, S. 2013. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik. Vol 5(3). Halaman 12-15.
Lee, C.K. 2013. Assesments of the Facial Mask Materials in Skin Care. Thesis.
Department of Cosmetics Science. Chia-Nan University of Pharmacy and
Science. Halaman 14-19
Lumenta, N. A. 2006. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 132
Mardhiani, Y. D., Yulianti, H., Azhary D. P., dan Rusdiana, T. 2018. Formulasi
dan Stabilitas Sediaan Serum dari Ekstrak Kopi Hijau (Coffea cenaphora
var. Robusta) Sebagai Antioksidan. Indonesia Natural Research
Pharmaceutical Journal. Vol 2(2). Halaman 21-22
Marinova, G., dan Batchvarov, V. 2011. Evaluation of The Methods for
Determination of The Free Radical Scavening Activity by DPPH.
Bulgarian Journal of Agricultural Science. Vol 17(1). Halaman 20
Martin, A., Swarbick, J., & Cammarata, A. (1983). Farmasi Fisik Jilid II edisi
ketiga. Jakarta: UI Press. Halaman 378
Maslarova, N.V.Y. 2001. Inhibiting Oxidation Cited in Pokornya J, Yanishlieva N
and Gordon M. Antioxidant in Food. Practical Applications. New York :
CRC Press. Halaman 42-48
Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science Edisi Pertama. Amsterdam: Elsevier
Science. Halaman 354-355

84
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal
Science Technology. Vol 26(2). Halaman 211-219
Muliyawan, D., dan Suriana, N. 2013. A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo. Halaman 17, 267-269
National Health Surveillance Agency. 2005. Cosmetics Products Stability Guide.
Brazil: ANVISA. Halaman: 19
Niki, E., dan Noguchi, N., 2000, Evaluation of Antioxidant Capacity ; What
Capacity is Being Measured by Which Method?, IUBMB Life. 323- 329
Nurmalasari, D. L., Damiyanti, M., Eriwati, Y. K. 2018. Effect of cinnamon
extract solution on human tooth enamel surface roughness. Journal of
Physics Conference. Series 1073. Halaman 2
Paramawidhita, R. Y., Chasanah, U., Ermawati, D. 2019. Formulasi dan Evaluasi
Fisik Sediaan Emulgel Tabir Surya Ekstrak Kulit Batang Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii). Jurnal Surya Medika. Vol 5(1). Halaman 91
Priani, S. E., Mutiara, R., Mulyanti, D. 2020. The Development of Antioxidant
Peel-Off Facial Masks From Cinnamon Bark Extract (Cinnamomum
burmannii). Pharmaciana Vol 10(1). Halaman 70-72
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. 2016. Perkembangan
Produksi dan Ekspor Kayu Manis Indonesia. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri. Vol 22(2). Halaman 10-13
Rafita, I.D. 2015. Pengaruh Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)
Terhadap Gambaran Histopatologi Dan Kadar Sgot Sgpt Hepar Tikus
Yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Halaman 9
Rismunandar. 1995. Kayu Manis. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 23-30
Rowe, R.C., Paul, J.S dan Marian, E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th Ed. Pharmaceutical Press. USA. Halaman 110-112, 283,
441, 654
Sadeli, R.A. 2016. Uji Aktivitas Ntioksidan dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-
2-picrylhydrazyl) Ekstrak Bromelian Buah Nanas (Ananas comosus (L.)
Merr.). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Halaman 13-15
Sapri, Pebrianti, R., dan Faizal, M. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Metanol Tumbuhan Singgah Perempuan (Loranthus sp.) Dengan Metode
DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Prosiding Seminar Nasional Kimia.
Halaman 203-210
Sari, R. K., Utami, R., Batubar, I., Carolina, A., Febriany, S. 2015. Aktivitas
Antioksidan dan Inhibitor Tirosinase Ekstrak Metanol Mangium (Acacia
mangium) (Antioxidant and Tyrosinase Inhibitor Activities of Methanol
Extracts of Acacia mangium). J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis. 13 (1): 88-97
Sari, W. Y., Yuliastuti, D., Afiaturrahma, A. 2020. Aktivitas Antioksidan Krim
Dari Fraksi Etanol 70% Buah Stroberi Dengan Metode DPPH. Jurnal
Farmasetis. Vol 9(2). Halaman 111
Septiyanti, M., Liana, L., Sutriningsih, Kumayanjati, B., dan Meliana, Y. 2019.
Formulation and Evaluation of Serum From Red, Brown and Green Algae
Extract For Anti-Aging Base Material. Proceedings of the 5th
International Symposium in Applied Chemistry. Halaman 3

85
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: Penebit Buku
Kedokteran EGC. Halaman 479-480
SNI 01-3714-1995. Kayu Manis Bubuk. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Halaman 1
Sullivan, C.J., Kuenz, A., dan Vorlop, K. 2018. Ullmann’s Encyclopedia of
Industrial Chemistry. 7th Ed. Weinheim Wiley-VCH-Verl. Weinheim.
Halaman 7, 9
Syaiful, S. D. 2016. Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Etanol Daun
Kemangi (Ocimum Sanctum L.) Sebagai Sediaan Hand Sanitizer. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. Halaman 39
Tabor, A., dan Blair, R. 2009.Nutritional Cosmetics Beauty from Within. USA:
William Andrew. Hal.14-15
Takasao, N., Tsuji-Naito, K., Ishikura, S., Tamura, A., Akagawa, M. 2012.
Cinnamon Extract Promotes Type I Collagen Biosynthesis via Activation
of IGF-I Signaling in Human Dermal Fibroblasts. Journal of Agricultural
and Food Chemistry. Vol 60(1). Halaman 1198
Tapas, A.R., Sakarkar, D.M., Kakde, R.B. 2008. Flavonoid as Nutraceuticals: A
Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research.7(3): 1089-1099
Thedermreview.com. 2021. Ethoxydiglycol-The Dermatology Review. Diakses
pada tanggal 13 Februari 2021 melalui
https://thedermreview.com/ethoxydiglycol/
Tranggono, R. I., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 11, 32, 167
Tristantini, D., Ismawati, A., Pradana, B. T., Jonathan, J. G. 2016. Pengujian
Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung
(Mimusops elengi L). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”. Halaman 1-2
Troy, D. B. dan Beringer, P. 2006. Remington’s Pharmaceutical Sciences 21st Ed.
Massachusetts : Academic Press. Halaman 724
Utami, Y. P., Umar, A. H., Syahruni, R., Kadullah, I. 2017. Standardisasi
Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Leilem (Clerodendrum minahassae
Teisjm. & Binn.). Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences. Vol
2(1). Halaman 37-38
Wardhani, R.A.P., dan Supartono. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit
Buah Rambutan (Nephelium lappacheum L.) Pada Bakteri. Indonesian
Journal of Chemical Science. Vol 4(1). Halaman 48
Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.
Halaman 4-5
Widiyanto, I., Anandito. 2013. Ekstraksi Oleoresin Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii) : Optimasi Rendemen Dan Pengujian Karakteristik Mutu.
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. Vol 6(1). Halaman 12
Winarti, C., Hernani, Budiarti, R. 2007. Formulasi dan Karakterisasi Shampo Anti
Jamur Dengan Penambahan Ekstrak Lengkuas Merah. Jurnal Pascapanen.
Vol 4 (2). Halaman 102
Wyatt, E. L., Sutter, S. H., Drake, L. A. 2008. Goodman & Gilman’s the
Pharmacological Basis of Therapeutics 10th edition. New York :
McGraw-Hill. Halaman 1763

86
Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan

87
Lampiran 2. Gambar Mikroskopis dan Makroskopis Simplisia Kulit Kayu Manis

3
1

A. Mikroskopis

1 2

B. Makroskopis

Keterangan:
A. Mikroskopis
1. Sel Minyak
2. Sklerenkim
3. Sel Batu
B. Makroskopis
1. Simplisia Kulit Kayu Manis
2. Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis

88
Lampiran 3. Bagan Penelitian
Kulit Kayu Manis Basah (1,15 kg)

Dikeringkan dan
dihaluskan

Simplisia Kulit Kayu Manis (1,056kg)

Karakterisasi Skrining Pembuatan Karakterisasi


Simplisia Fitokimia Ekstrak Ekstrak

Dimaserasi

 PK.Air  Alkaloida  PK.Air


Ekstrak
 PK. Sari  Flavonoida  PK. Abu
Etanol Kulit
Larut Air  Glikosida Total
 Kayu Manis  PK. Abu
 PK. Sari Saponin
Larut  Tanin Tak Larut
Etanol  Triterpenoid/ Asam
 PK. Abu Steroid
Total
 PK. Abu
Tak Larut Dibuat variasi
Asam konsentrasi
Formulasi sediaan Pengujian Aktivitas
serum ekstrak etanol Antioksidan
kulit kayu manis

IC50

Evaluasi mutu sediaan serum


Efektivitas anti-aging
ekstrak etanol kulit kayu manis

 Homogenitas  Kelembapan (moisture)


 pH sediaan  Pori (Pore)
 Stabilitas (organoleptis)  Kehalusan (Evenness)
 Viskositas  Noda (Spot)
 Tidak Mengiritasi Kulit  Keriput (Wrinkle)

89
Lampiran 4. Perhitungan Uji Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis

1. Penetapan Kadar Air


Volume Air (mL)
Kadar Air = x 100%
Berat Sampel (g)

No. Berat Sampel (gram) Volume Air (mL)


1. 5,0902 g 0,6
2. 5,0095 g 0,4
3. 5,0333 g 0,3

1. Kadar air = x 100% = 11,78%

2. Kadar air = x 100% = 8%

3. Kadar air = x 100% = 5,96%

Kadar air rata-rata = = = 8,58%

2. Penetapan Kadar Sari Larut Air


Berat sari air (g)
Kadar Sari Larut Air = x x 100%
Berat Sampel (g)

Berat Cawan
Berat Sampel Berat Cawam Berat Sari
No. Kosong
(gram) + Sari (gram) (gram)
(gram)
1. 5,03 g 60,6245 60,828 0,1973
2. 5,05 g 58,5908 58,7890 0,1982
3. 5,02 g 58,2768 58,4738 0,1970

1. Kadar sari larut air = x x 100% = 19,61%

2. Kadar sari larut air = x x 100% = 19,62%

90
Lampiran 4. (Lanjutan)

3. Kadar sari larut air = x x 100% = 19,62%

Kadar sari larut air rata-rata = = = 19,62%

3. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol


Berat sari air (g)
Kadar Sari Larut Etanol = x x 100%
Berat Sampel (g)

Berat Cawan
Berat Sampel Berat Cawam Berat Sari
No. Kosong
(gram) + Sari (gram) (gram)
(gram)
1. 5,10 g 103,2298 103,5262 0,2964
2. 5,08 g 48,8324 49,1250 0,2926
3. 5,12 g 45,2474 45,5445 0,2971

1. Kadar sari larut etanol = x x 100% = 29,05%

2. Kadar sari larut etanol = x x 100% = 28,79%

3. Kadar sari larut etanol = x x 100% = 29,01%

Kadar sari larut etanol rata-rata = = = 28,95%

4. Penetapan Kadar Abu Total


Berat abu (g)
Kadar Abu Total = x 100%
Berat Sampel (g)

Berat Kurs
Berat Sampel Berat Kurs + Berat Abu
No. Kosong
(gram) Abu (gram) (gram)
(gram)
1. 2,00 g 39,4280 39,5751 0,1471
2. 2,01 g 41,0644 41,1926 0,1282
3. 2,01 g 37,3220 37,4722 0,1502

91
Lampiran 4. (Lanjutan)

1. Kadar abu total = x 100% = 7,35%

2. Kadar abu total = x 100% = 6,37%

3. Kadar abu total = x 100% = 7,47%

Kadar abu total rata-rata = = = 7,06%

5. Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam


Berat abu (g)
Kadar Abu Tak Larut Asam = x 100%
Berat Sampel (g)

Berat Kurs
Berat Sampel Berat Kurs + Berat Abu
No. Kosong
(gram) Abu (gram) (gram)
(gram)
1. 2,00 g 39,4280 39,4334 0,0054
2. 2,01 g 41,0644 41,0697 0,0053
3. 2,01 g 37,3220 37,3276 0,0056

1. Kadar abu tak larut asam = x 100% = 0,27%

2. Kadar abu tak larut asam = x 100% = 0,26%

3. Kadar abu tak larut asam = x 100% = 0,27%

Kadar abu tak larut asam rata-rata = = = 0,267%

92
Lampiran 5. Gambar Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis

(B)
(A)

(C) (D)

Keterangan:
A : Penetapan Kadar Air
B : Penetapan Kadar Sari Larut Etanol dan Kadar Sari Larut Air
C : Penetapan Kadar Abu Total
D : Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam

93
Lampiran 6. Gambar Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Kayu Manis

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)

Keterangan:
A : Hasil Skrining Alkaloid
B : Hasil Skrining Flavonoid
C : Hasil Skrining Saponin
D : Hasil Skrining Glikosida
E : Hasil Skrining Tanin
F : Hasil Skrining Triterpenoid/Steroid

94
Lampiran 7. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Simplisia Kulit Kayu Manis (1056g)

Dimasukkan ke dalam botol maserasi


Dimasukkan etanol 96% rotary
sebanyak ¾ bagian total etanol (7,5L)
Dibiarkan selama 5 hari terlindung
dari cahaya sambil diaduk sesekali
Diserkai/disaring

Ampas Maserat I

Diremaserasi dengan sisa ¼ bagian


total etanol 96% rotary (2,5L)
Disaring

Maserat II

Digabung
Dibiarkan selama 2 hari di tempat
yang terlindung dari cahaya
Dienap tuangkan

Maserat

Dipekatkan dengan rotary evaporator


pada suhu 50oC
Dilanjutkan diuapkan dengan penangas
air

Ekstrak Kental Kulit Kayu Manis


(Berat = 355,03g)
(Rendemen = 33,62%)

95
Lampiran 8. Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)

96
Lampiran 9. Perhitungan Uji Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

1. Penetapan Kadar Air


Volume Air (mL)
Kadar Air = x 100%
Berat Sampel (g)

No. Berat Sampel (gram) Volume Air (mL)


1. 5,30 g 0,7
2. 5,05 g 0,5
3. 5,15 g 0,7

1. Kadar air = x 100% = 13,20%

2. Kadar air = x 100% = 9,90%

3. Kadar air = x 100% = 13,59%

Kadar air rata-rata = = = 12,23%

2. Penetapan Kadar Abu Total


Berat abu (g)
Kadar Abu Total = x 100%
Berat Sampel (g)

Berat Kurs
Berat Sampel Berat Kurs + Berat Abu
No. Kosong
(gram) Abu (gram) (gram)
(gram)
1. 2,01 g 57,5754 57,5802 0,0048
2. 2,00 g 58,1235 58,1278 0,0043
3. 2,01 g 62,8259 62,8310 0,0051

1. Kadar abu total = x 100% = 0,24%

2. Kadar abu total = x 100% = 0,21%

3. Kadar abu total = x 100% = 0,25%

97
Lampiran 9. (Lanjutan)

Kadar abu total rata-rata = = = 0,23%

3. Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam


Berat abu (g)
Kadar Abu Tak Larut Asam = x 100%
Berat Sampel (g)

Berat Kurs
Berat Sampel Berat Kurs + Berat Abu
No. Kosong
(gram) Abu (gram) (gram)
(gram)
1. 2,01 g 57,5754 57,5772 0,0018
2. 2,00 g 58,1235 58,1249 0,0014
3. 2,01 g 62,8259 62,8279 0,0020

1. Kadar abu tak larut asam = x 100% = 0,08%

2. Kadar abu tak larut asam = x 100% = 0,07%

3. Kadar abu tak larut asam = x 100% = 0,09%

Kadar abu tak larut asam rata-rata = = = 0,08%

98
Lampiran 10. Gambar Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

(B)

(A)

(C)

Keterangan:
A : Penetapan Kadar Air
B : Penetapan Kadar Abu Total
C : Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam

99
Lampiran 11. Gambar Hasil Skrining Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)

Keterangan:
A : Hasil Skrining Alkaloid
B : Hasil Skrining Flavonoid
C : Hasil Skrining Saponin
D : Hasil Skrining Glikosida
E : Hasil Skrining Tanin
F : Hasil Skrining Triterpenoid/Steroid

100
Lampiran 12. Bagan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Waktu

Kerja (Operating Time) DPPH

12.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


5 mg serbuk DPPH

Dimasukkan ke dalam labu tentukur


25 ml
Dilarutkan dengan metanol
Dicukupkan dengan metanol sampai
garis tanda

Larutan Blanko DPPH 0,5 mM


(C = 200 ppm)

Dipipet 1 ml
Dimasukkan ke dalam labu tentukur 5
ml

Dicukupkan dengan metanol sampai


garis tanda (C = 40 ppm)
Diukur pada serapan panjang
gelombang 400-800 nm
Hasil Serapan Maksimum
(515,4 nm)

12.2 Penentuan Waktu Kerja (Operating Time)

Larutan DPPH (C = 40 ppm)

Diukur serapan pada panjang


gelombang 515,4 nm sampai menit
ke-60

Hasil Waktu Kerja


(15 menit)

101
Lampiran 13. Kurva Panjang Gelombang DPPH

102
Lampiran 14. Hasil Waktu Kerja (Operating Time)

103
Lampiran 15. Bagan Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C dan Ekstrak

Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)

15.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C


2,5 mg Vitamin C

Dimasukkan ke dalam labu tentukur


25 ml
Dilarutkan dengan metanol dan
dicukupkan sampai garis tanda (C =
100 ppm)
Larutan Induk Baku Vitamin C

15.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

5 mg Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Dimasukkan ke dalam labu tentukur


25 ml
Dilarutkan dengan metanol dan
dicukupkan sampai garis tanda (C =
200 ppm)
Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

104
Lampiran 15. (Lanjutan)

15.3 Pembuatan Larutan Uji Vitamin C


Larutan Induk Baku Vitamin C (100 ppm)

Dipipet masing-masing 0,05 ml, 0,1


ml, 0,15 ml, 0,2 ml, 0,25 ml

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 5


ml
Ditambahkan 1 ml LIB DPPH 200
ppm

Dicukupkan dengan metanol hingga


batas tanda

Larutan Uji Larutan Uji Larutan Uji Larutan Uji Larutan Uji
1 ppm 2 ppm 3 ppm 4 ppm 5 ppm

Diinkubasi selama 15 menit

Diukur absorbansi pada panjang


gelombang 515,4 nm

Dihitung % pemerangkapan DPPH

IC50 = 4,7447 ppm

105
Lampiran 15. (Lanjutan)

15.4 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis


Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (200 ppm)

Dipipet masing-masing 0,025 ml,


0,075 ml, 0,125 ml, 0,175 ml, 0,225
Dimasukkan
ml ke dalam labu tentukur 5
ml

Ditambahkan 1 ml LIB DPPH 200


ppm

Dicukupkan dengan metanol hingga


batas tanda

Larutan Uji Larutan Uji Larutan Uji Larutan Uji Larutan Uji
1 ppm 3 ppm 5 ppm 7 ppm 9 ppm

Diinkubasi selama 15 menit

Diukur absorbansi pada panjang


gelombang 515,4 nm

Dihitung % pemerangkapan DPPH

IC50 = 6,2812 ppm

106
Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan

1. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C

Absorbansi % Peredaman
Larutan Konsentrasi
Uji (ppm) Rata-
I II III I II III
Rata

Blanko 0,9694 0,9689 0,9689 0,00 0,00 0,00 0,00

1 0,8202 0,8202 0,8200 15,39 15,35 15,37 15,37


Vitamin C 2 0,7213 0,7213 0,7210 25,59 25,55 25,59 25,58
3 0,6415 0,6419 0,6425 33,83 33,75 33,69 33,76
4 0,5125 0,4950 0,4810 47,13 48,91 50,35 48,80
5 0,4321 0,4318 0,4318 55,43 55,43 55,43 55,43

2. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Absorbansi % Peredaman
Larutan Konsentrasi
Uji (ppm) Rata-
I II III I II III
Rata

Blanko 0,9694 0,9689 0,9689 0,00 0,00 0,00 0,00


Ekstrak
Etanol 1 0,7611 0,7611 0,7613 21,49 21,45 21,43 21,46
Kulit 3 0,6662 0,6663 0,666 31,28 31,23 31,26 31,26
Kayu 5 0,5775 0,5773 0,5775 40,43 40,42 40,40 40,42
Manis 7 0,4590 0,4588 0,4592 52,65 52,65 52,61 52,64
9 0,3036 0,3036 0,3036 68,68 68,67 68,67 68,67

107
Lampiran 17. Gambar Pengujian Antioksidan Sampel

1. Gambar Pengujian Antioksidan Vitamin C

2. Gambar Pengujian Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis


(Cinnamomum burmanni)

108
Lampiran 18. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Vitamin C

a. Perhitungan Persen Peredaman Vitamin C


A. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran I

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 0 0,9694
2. 1 0,8202
3. 2 0,7213
4. 3 0,6415
5. 4 0,5125
6. 5 0,4321

A A
Aktivitas Peredaman (%) = x 100%
A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel


Asampel = Absorbansi Sampel

Perhitungan % Peredaman Vitamin C (Pengukuran I)

 Konsentrasi 1 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 15,39%

 Konsentrasi 2 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 25,59%

 Konsentrasi 3 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

109
Lampiran 18. (Lanjutan)

% Peredaman = x 100%

= 33,83%

 Konsentrasi 4 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 47,13%

 Konsentrasi 5 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 55,43%

B. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran II

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 0 0,9689
2. 1 0,8202
3. 2 0,7213
4. 3 0,6419
5. 4 0,4950
6. 5 0,4318

A A
Aktivitas Peredaman (%) = x 100%
A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel


Asampel = Absorbansi Sampel

110
Lampiran 18. (Lanjutan)
Perhitungan % Peredaman Vitamin C (Pengukuran II)
 Konsentrasi 1 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 15,35%

 Konsentrasi 2 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 25,55%

 Konsentrasi 3 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 33,75%

 Konsentrasi 4 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 48,91%

 Konsentrasi 5 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

111
Lampiran 18. (Lanjutan)

% Peredaman = x 100%

= 55,43%

C. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran III

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 0 0,9689
2. 1 0,8200
3. 2 0,7210
4. 3 0,6425
5. 4 0,4810
6. 5 0,4318

A A
Aktivitas Peredaman (%) = x 100%
A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel


Asampel = Absorbansi Sampel

Perhitungan % Peredaman Vitamin C (Pengukuran III)


 Konsentrasi 1 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 15,37%

 Konsentrasi 2 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 25,59%

112
Lampiran 18. (Lanjutan)
 Konsentrasi 3 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 33,69%

 Konsentrasi 4 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 50,35%

 Konsentrasi 5 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 55,43%

b. Perhitungan Nilai IC50


NO X Y XY X2 Y2
1 0 0 0 0 0
2 1 15,37 15,37 1 236,1980
3 2 25,58 51,16 4 654,2276
4 3 33,76 101,26 9 1139,3403
5 4 48,80 195,20 16 2381,4223
6 5 55,43 277,16 25 3072,6339
Total 15 178,93 640,14 55 7483,8221
Mean 2,5 29,82 106,69 9,167 1247,3037
Keterangan:
X = Konsentrasi (ppm)
Y = % Peredaman

113
Lampiran 18. (Lanjutan)

r
 XY  ( X )( Y ) / n
( X 2  ( X ) / n)( Y  ( Y )
2 2 2
/ n)

640,14  (15)(178,93) / 6
r
[55  (15) 2 / 6 )][7483,8221  (178,93) 2 /6)]

192,81
r
(17,5 )(2147,7187)

192,8131054
r
37585,078603332

192,8131054
r
193,8687148648

r = 0,9945550292

r = 0,9945

a =

a = 640,14 - (15)(178,93)/ 6
55 - ((15)2/6)
a = 192,81
17,5
a = 11,0177

b=
b= 29,82 - (11,0177)(2,5)

b= 2,2757

Persamaan garis untuk mendapatkan nilai IC50 adalah Y = 11,0177X - 2,2757


Nilai IC50 Y = 11,0177X – 2,2757
50 = 11,0177X – 2,2757
X = 4,7447

114
Lampiran 19. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit

Kayu Manis

a. Perhitungan Persen Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis


1. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran I

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 0 0,9694
2. 1 0,7611
3. 3 0,6662
4. 5 0,5775
5. 7 0,4590
6. 9 0,3036

A A
Aktivitas Peredaman (%) = x 100%
A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel


Asampel = Absorbansi Sampel

Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Pengukuran I)

 Konsentrasi 1 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 21,49%

 Konsentrasi 3 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 31,28%

 Konsentrasi 5 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

115
Lampiran 19. (Lanjutan)

% Peredaman = x 100%

= 40,43%

 Konsentrasi 7 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 52,65%

 Konsentrasi 9 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 68,68%

2. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran II

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 0 0,9689
2. 1 0,7611
3. 3 0,6663
4. 5 0,5773
5. 7 0,4588
6. 9 0,3036

A A
Aktivitas Peredaman (%) = x 100%
A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel


Asampel = Absorbansi Sampel

116
Lampiran 19. (Lanjutan)
Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Pengukuran II)
 Konsentrasi 1 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 21,45%

 Konsentrasi 3 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 31,23%

 Konsentrasi 5 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 40,42%

 Konsentrasi 7 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 52,65%

 Konsentrasi 9 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 68,67%

117
Lampiran 19. (Lanjutan)
3. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran III

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 0 0,9689
2. 1 0,7613
3. 3 0,6660
4. 5 0,5775
5. 7 0,4592
6. 9 0,3036
A A
Aktivitas Peredaman (%) = x 100%
A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel


Asampel = Absorbansi Sampel

Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Pengukuran III)


 Konsentrasi 1 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 21,43%

 Konsentrasi 3 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 31,26%

 Konsentrasi 5 ppm
A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 40,40%

118
Lampiran 19. (Lanjutan)
 Konsentrasi 7 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 52,61%

 Konsentrasi 9 ppm

A A
% Peredaman = x 100%
A

% Peredaman = x 100%

= 68,67%

b. Perhitungan Nilai IC50


No. X Y XY X2 Y2
1 0 0 0 0 0
2 1 21,46 21,46 1 460,2581
3 3 31,26 93,77 9 976,9923
4 5 40,42 202,06 25 1633,2473
5 7 52,64 368,44 49 2770,4258
6 9 68,67 618,04 81 4715,6903
total 25 214,45 1303,77 165 10556,6138
mean 4,1667 35,74 217,30 27,5 1759,4356
Keterangan : X = Konsentrasi (ppm)
Y = % Peredaman

r
 XY  ( X )( Y ) / n
( X 2  ( X ) / n)( Y  ( Y )
2 2 2
/ n)

1303,77  (25)(214,45) / 6
r
[165  (25) 2 / 6 )][10556,6138  (214,45) 2 /6)]

410,2284
r
(60,83 )(2891,813)

119
Lampiran 19. (Lanjutan)
410,2284
r
175908,9848

410,2284
r
419,4150

r = 0,9780966346

r = 0,9781

a =

a = 1303,77- (25)(214,45) / 6
165 – ((25)2/6)

a = 410,2284
60,83
a= 6,7438

b=

b= 35,74 – (6,7438)(4,1667)
b= 7,6406

Jadi, persamaan garis untuk mendapatkan nilai IC50 adalah


Nilai IC50
50 = ax + b
X = 6,281103548 ppm

Jadi, persamaan garis untuk mendapatkan nilai IC50 adalah Y = 6,7438X +7,6406
Nilai IC50 Y = 6,7438X +7,6406
50 = 6,7438X + 7,6406
X = 6,2812 ppm

120
Lampiran 20. Surat Persetujuan Komisi Etik Peneliti Kesehatan

121
Lampiran 21. Bagan Pembuatan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu

Manis

Carbomer Na. Metabisulfit Nipagin

Dimasukkan ke dalam lumpang Dilarutkan Dilarutkan


yang sudah ditambah aqua dengan dengan
demineral 60oC Aqua demineral Aqua
demineral
Dibiarkan mengembang selama panas
±30 menit
Dinetralkan dengan TEA
Diaduk hingga homogen

Massa I Massa II Massa III

Ekstrak Etanol Kulit Kayu Ditambahkan sedikit demi


Manis variasi konsentrasi sedikit Massa II dan
0,3%; 0,5%; 0,7% Massa III ke dalam Massa
I sambil diaduk homogen

Ditambahkan
ethoxydiglycol, gliserin,
dan propanediol sedikit
demi sedikit sambil
digerus homogen
Massa V Massa IV

Ditambahkan Massa V ke dalam


Massa IV sedikit demi sedikit

Dihomogenkan

Serum Anti-Aging Ekstrak


Etanol Kulit Kayu Manis

122
Lampiran 22. Gambar Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Dalam

Kemasan

123
Lampiran 23. Gambar Sukarelawan

124
Lampiran 24. Gambar Uji Iritasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Kon-

sentrasi 0,7% (F3)

125
Lampiran 25. Data Sukarelawan

Usia Jenis Riwayat


No. Nama Alamat
(Tahun) Kelamin Alergi
Lailathul Jl Susuk II no.
1. 21 Perempuan -
Ramadhani 18
Indi Kristi Claudia Jl Helvetia No.
2. 21 Perempuan -
S.P. 37
Rodhina Putri Jl. Gaperta
3. 21 Perempuan -
Madiha Ujung
Dhifa Apriyanti Jl. Susuk II no.
4. 22 Perempuan -
Wardhani 37
Maghfira Ashila Jl Deposito
5. 21 Perempuan -
Nasution No. 12
Jl. Setiabudi
Nurulita Shauma
6. 21 Perempuan Gg Rambutan -
Bismaranti
II
Jl. Yos
7. Chelvia 21 Perempuan -
Sudarso No. 56
Uci Yis Emeninta Jl Harmonika
8. 20 Perempuan -
Tarigan Baru No. 44
Anjeli Rosevtica Jl. Marelan
9. 21 Perempuan -
Tampubolon Raya No. 16
Jl. Setiabudi
Firdha Sekar
10. 22 Perempuan Ps. II Komplek -
Rahayu
Icon
Jl. Susuk II
11. Esi Margaretha 21 Perempuan -
No. 5
Jl. Sipirok No.
12. Risky Maesaroh 21 Perempuan -
47

126
Lampiran 26. Surat Pernyataan Persetujuan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUKARELAWAN PENELITIAN

(Informed Consent)

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No.Telp/HP :

Telah mendapat penjelasan dari peneliti (Firdha Sekar Rahayu) secara


jelas tentang penelitian “Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Serum Ekstrak
Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Sebagai Anti-Aging”, maka
dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia untuk
diikutsertakan dalam penelitian tersebut.

Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Maret 2021


Sukarelawan

( )

127
Lampiran 27. Gambar Alat-Alat yang Digunakan

A. Rotary Evaporator B. Spektrofotometer UV-Visibel

D. Spindle E. Skin Analyzer dan Moistiure


C. Viskometer Checker

F. pH Meter
G. Neraca Analitik
H. Alat-Alat Gelas

128
Lampiran 28. Hasil Pengujian Skin Analyzer dan Moisture Checker pada Sediaan

Serum Dengan Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,7%

A. Kelembapan (Moisture)
Kondisi Awal

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

129
B. Kehalusan (Evenness)

Kondisi Awal Minggu 1

Minggu 2 Minggu 3

25

Minggu 4

22

130
C. Noda (Spot)
Kondisi Awal Minggu 1

Minggu 2 Minggu 3

29

Minggu 4

131
D. Pori (Pore)
Kondisi Awal Minggu 1

Minggu 2 Minggu 3

Minggu 4

132
E. Keriput (Wrinkle)
Kondisi Awal

Minggu 1

26

Minggu 2

24

133
Minggu 3

22

Minggu 4

19

134
Lampiran 29. Data Hasil Uji Statistik

A. Kelembapan (Moisture)
Uji Homogenitas

Uji One Way ANOVA

135
Lampiran 29. (Lanjutan)
Uji Post-Hoc Duncan Test

136
Lampiran 29. (Lanjutan)
B. Pori (Pore)
Uji Homogenitas

Uji One Way ANOVA

137
Lampiran 29. (Lanjutan)
Uji Post-Hoc Duncan Test

138
Lampiran 29. (Lanjutan)
C. Kehalusan (Evenness)
Uji Homogenitas

Uji One Way ANOVA

139
Lampiran 29. (Lanjutan)
Uji Post-Hoc Duncan Test

140
Lampiran 29. (Lanjutan)
D. Noda (Spot)
Uji Homogenitas

Uji One Way ANOVA

141
Lampiran 29. (Lanjutan)
Uji Post-Hoc Duncan Test

142
Lampiran 29. (Lanjutan)
E. Keriput (Wrinkle)
Uji Homogenitas

Uji One Way ANOVA

143
Lampiran 29. (Lanjutan)
Uji Post-Hoc Duncan Test

144

Anda mungkin juga menyukai