Anda di halaman 1dari 26

Zat Warna dalam Kosmetika

Bahan Pewarna
Bahan Pewarna adalah bahan atau campuran
bahan yang digunakan untuk memberi dan/atau
memperbaiki warna pada kosmetika (Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015
Tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika)
Bahan alam di Indonesia dapat digunakan sebagai
sepanjang disertai pembuktian secara empiris
atau ilmiah.
Zat warna
Klasifikasi Zat warna
Zat warna dapat diklasifikasian berdasar struktur
kimia :
Pigmen anorganik
Azo dyes
Nitro & Nitroso Dyes
Antraquinones dyes
Indigoid dyes
Natural Colours (anthocyanin, carotenoids)
Klasifikasi Zat warna
Zat warna organik
Zat warna anorganik
Zat warna alami
Klasifikasi zat warna
Zat warna juga dideskripsikan berdasarkan
warna visual dengan huruf awalan sesuai
dengan aplikasinya atau wilayah aplikasi. Yaitu :
FD&C (Food Drug & Cosmetics)
D&C
F&D
The Food, drug and cosmetic act
FD&C colors : adalah zat warna yang digunakan
untuk makanan, obat dan kosmetika
D&C colors : dyes dan pigmen yang
dipertimbangkan aman digunakan pada obat dan
kosmetika ketika kontak dengan membran
mukosa dan ketika tertelan
External D&C colors : zat warna, karena toksisitas
oralnya, tidak dapat digunakan pada produk yang
diperuntukkan untuk ditelan tetapi
dipertimbangkan aman untuk produk yang
penggunaannya eksternal.
Klasifikasi zat warna
Untuk kesamaan pemahaman di kalangan
industri, peneliti dan pemerintah, zat warna
harus dideskripsian dengan CAS Number
(Chemical Abstract Registry Number) atau dengan
CI Number (Colour Index Number).
CI No biasanya terdiri dari 5 angka dan utamanya
berdasar pada struktur kimia zat warna.
Contoh :
CI 10.. menunjukkan nitroso dye,
CI 77 menunjukkan inorganic pigment.
a. Zat Warna Organik
Zat warna organik awalnya disebut coal tar
atau anilines sebab zat warna ini diperoleh
dari sumber batu bara.
Namun, saat ini hampir semua zat warna
organik adalah sintetis dan tersedia baik
sebagai bentuk yang larut air, larut minyak
atau tak larut (Lakes) pada semua jenis warna.
b. Zat warna anorganik
Zat warna anorganik tersusun atas senyawa logam tak
larut yang dapat berasal dari sumber alami (misalnya
dari tanah liat/clay, deposit karbon) atau berasal dari
sintesis.
Zat warna anorganik tidak memiliki resiko kesehatan
yang sama seperti halnya zat warna organik, sehingga
tidak membutuhkan sertifikasi
Sayangnya, zat warna anorganik tidak tersedia pada
rentang jenis warna seperti yang diberikan oleh zat
warna organik. Zat warna anorganik juga tak larut
dalam air sehingga membatasi penggunaannya.
Zat warna alami
Pewarna karamel dan minyak wortel
Ekstrak bit
Henna
Juice buah dan sayuran
Pemilihan zat warna berdasar
peraturan
Produk yang tidak akan kontak dengan membran
mukosa atau area mata (misal shampo, conditioner,
hand cream): gunakan FD&C, D&C or Ext. D&C colors
Produk yang digunakan di sekitar mulut (misal krim
wajah, lipstick): gunakan FD&C atau lebih spesifik D&C
colors yang diijinkan
Produk yang digunakan di sekitar mata (misal maskara,
eye shadow): gunakan hanya inorganic atau natural
colors atau lebih spesifik adalah organic colors (misal
FD&C Yellow 5) yang diijinkan. Beberapa natural colors
yang tidak diijinkan seperti henna, silver, atau timbal
asetat
Pemilihan zat warna berdasarkan
Formulasi
Produk Cair (Misal shampo, lotion): gunakan
water-soluble D&C or FD&C colors.
Produk padat (misal: bedak): gunakan
inorganic atau insoluble organic colors (Lakes).
Zat warna dalam bedak wajah
Red
D & C Red No. 7 Calcium lake
D & C Red No. 9 Barium lake
D & C Red No. 12 Barium lake
D & C Red No. 13 Strontium lake
D & C Red No. 19 Aluminum lake
D & C Red No. 21 Aluminum lake
D & C Red No. 36 Barium lake
Orange
D & C Orange No. 4 Aluminum lake
D & C Orange No. 17 Barium lake
Yellow
D & C Yellow No. 5 Aluminum lake
LIST OF COLOURING AGENTS ALLOWED FOR
USE IN COSMETIC PRODUCTS
Field of application :
a. Column 1: Colouring agents allowed in all cosmetic
products
b. Column 2: Colouring agents allowed in all cosmetic
products except those intended to be applied in the
vicinity of eyes, in particular eye make-up and eye make-
up remover.
c. Column 3: Colouring agents allowed exclusively in
cosmetic products intended no to come into contact with
the mucous membranes
d. Column 4: Colouring agents allowed exclusively in
cosmetic products intended to come into contact only
briefly with the skin.

EU Cosmetic Directive 76/768/EEC, ANNEX IV


Contoh Analisis Zat warna yang tidak
diijinkan dalam kosmetika
IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI
PASAR PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO
TAHUN 2013
Analisis menggunakan metode Kromatografi Lapis
Tipis - Densitometri.
Sampel yang digunakan adalah lipstik yang
berwarna merah yang dijual di pasar Porong
Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo, 14
(empat belas) sampel yang sesuai dengan
kriteria.
Kriteria sampel adalah lipstik dengan (1)
berwarna merah ceri, merah jingga, merah
maroon dan merah muda, (2) Lipstik yang tidak
terdaftar di BPOM.
Prosedur KLT
Melapisi bejana KLT menggunakan kertas saring, jenuhkan bejana
KLT dengan fase gerak berupa etil asetat, metanol, amonium
hidroksida 30% (15:3:3).
Mengaktifkan plat KLT dengan cara dipanaskan pada oven suhu
1000 C selama 30 menit.
Menotolkan secara terpisah, masing-masing 1 l sampai 5 l
larutan baku dan sejumlah volume sama larutan uji pada plat
menggunakan pipet kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah plat.
Membiarkan beberapa saat hingga mengering.
Mengembangkan lempeng dalam masing-masing bejana
kromatografi yang berisi larutan pengembang sampai batas eluasi
pada suhu ruang.
Angkat lempeng dan keringkan pada suhu ruang.
Bercak dibaca pada alat densitometer, kemudian membandingkan
nilai Rf larutan uji dengan Rf larutan baku pembanding.
ANALISIS RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR
KOTA MANADO

Sampel lipstik diambil dari 3 pasar besar yang ada di Kota


Manado yaitu Pasar Karombasan, Pasar 45, dan Pasar
Bersehati.
Sampel direndam dengan amonia untuk menarik zat warna
rhodamin B menggunakan benang wol, dilanjutkan dengan
identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)
kemudian dideteksi dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm.
Pembacaan kadar rhodamin B menggunakan
spektrofotometri UVVis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 sampel yang
diperiksa tidak teridentifikasi adanya zat warna rhodamin B.
Ekstraksi zat warna rhodamin B
a. Sebanyak 1 gram sampel (lipstik) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
kemudian direndam dalam 10 ml larutan amonia 2% (yang dilarutkan
dalam etanol 70%) selama semalaman.
b. Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring whatman
no. 1. Larutan dipindahkan kedalam gelas kimia kemudian dipanaskan di
atas hot plate. Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml air yang
mengandung asam (larutan asam dibuat dengan mencampurkan 10 ml
air dan 5 ml asam asetat 10%).
c. Benang wol dengan panjang 15 cm dimasukkan ke dalam larutan asam
dan dididihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol,
kemudian benang wol diangkat dan dicuci dengan aquades. Kemudian
benang wol dimasukkan kedalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10%
(yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan didihkan.
d. Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk ke dalam
larutan basa. Larutan basa yang didapat selanjutnya akan digunakan
sebagai cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.

Anda mungkin juga menyukai