Anda di halaman 1dari 111

TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK TEH (Camellia sinensis)


HIJAU PER ORAL MENCEGAH PENINGKATAN
EKSPRESI MMP-1DAN PENURUNAN JUMLAH
KOLAGEN LEBIH BANYAK DARIPADA EKSTRAK
TEH OOLONG PADA MENCIT BALB-C (Mus
musculus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

HERMAWAN ADIGUNA
1490761030

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

i
PEMBERIAN EKSTRAK TEH (Camellia sinensis)
HIJAU PER ORAL MENCEGAH PENINGKATAN
EKSPRESI MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH
KOLAGEN LEBIH BANYAK DARIPADA EKSTRAK
TEH OOLONG PADA MENCIT BALB-C (Mus
musculus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister


pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana

HERMAWAN ADIGUNA
1490761030

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 21 Oktober 2016

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof.dr.IGM Aman,Sp.FK Dr.dr.AAGP Wiraguna,Sp.KK(K),FINSDV,FAADV


NIP. 194606191976021001 NIP. 195609121984121001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur


Program Pascasarjana Program Pascsarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana

Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, Sp.GK Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 195805211985031002 NIP. 195902151985102001

iii
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

pada Tanggal 21 Oktober 2016

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No : 4897/UN14.4/HK/2016

Tanggal 4 Oktober 2016

Penguji :

Ketua : Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK

Anggota :

1. Dr.dr. AAGP. Wiraguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV


2. Prof.Dr.dr.J.AlexPangkahila,M.sc,Sp.And
3. Prof.Dr.dr.WimpieI.Pangkahila,Sp.And, FAACS
4. Dr.dr.Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes.

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis senantiasa mengucapkan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas karunia-Nya maka tesis yang berjudul Pemberian Ekstrak Teh
(Camellia Sinensis) Hijau Per Oral Mencegah Peningkatan Ekspresi MMP-1 Dan
Penurunan Jumlah Kolagen Lebih Banyak Daripada Ekstrak Teh Oolong Pada
Mencit Balb-C (Mus musculus) Yang Dipapar Sinar UV-B dapat terselesaikan
dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan


pikiran, dorongan semangat, dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua
pihak, tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih setulus-tulusnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD


dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa,
Sp.OT, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan program Magister Ilmu Biomedik, Program Studi
Kekhususan Kedokteran Anti-Aging Medicine di Universitas Udayana.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis
untuk menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Biomedik, Program Studi
Kekhususan Kedokteran Anti-Aging Medicine di Universitas Udayana.
Ketua Program Magister pada Program Pascasarjana Ilmu Biomedik
Program Studi Kekhususan Kedokteran Anti-Aging Medicine, Dr. dr. Gde Ngurah
Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa Program Studi Kekhususan Kedokteran Anti-
Aging Medicine.
Prof. dr. IGM. Aman, Sp. FK, selaku pembimbing pertama penulis yang
senantiasa membimbing dan mendukung selama penulis mengikuti program

v
Magister Ilmu Biomedik, Program Studi Kekhususan Kedokteran Anti-Aging
Medicine di Universitas Udayana.
Dr. dr. A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K), FINSDV, FIAADV, selaku
pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dorongan
serta meluangkan waktu dan pemikiran dengan sabar dalam penyusunan tesis ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And., FAACS, Prof. Dr. dr. Alex
Pangkahila, M.Sc, Sp.And.,dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.kes., selaku
penguji yang telah memberikan banyak masukan, saran dan sanggahan dan
koreksi sehingga thesis ini dapat terwujud seperti ini.
Seluruh dosen Program Pascasarjana Ilmu Biomedik Program Studi
Kekhususan Kedokteran Anti-Aging Medicinedi Universitas Udayana atas segala
bimbingan dan bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
Seluruh Program Pascasarjana Ilmu Biomedik Program Studi Kekhususan
Kedokteran Anti-Aging Medicine di Universitas Udayana atas segala bimbingan
dan bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
Teman-temanku tercinta angkatan 9 Program Pascasarjana Ilmu Biomedik
Program Studi Kekhususan Kedokteran Anti-Aging Medicine Universitas
Udayana, atas kekompakan, bantuan, dan kerjasama yang baik selama masa
pendidikan dan pembuatan tesis penulis.
Istri tercinta dr. Stephanie, yang selalu setia mendampingi dan
memberikan dukungan. Kedua orang tua serta mertua, yang dengan penuh kasih
sayang membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan kepada penulis.
Temanku seperjuangan dulu dr. Orlen P Sompotan, dr. Adi Wijayanto, dr.
Debby Intan, dr. Mulik Liza Rachmi dan dr. Suarni yang ikut membantu
terselesaikannya tesis ini.
Kepada semua pihak, keluarga, sahabat, rekan sejawat yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu di sini, atas seluruh dukungan dan bantuan yang
telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan Program Magister Program
Studi Kekhususan Kedokteran Anti-Aging Medicine Universitas Udayana.

vi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan tesis ini. Sekiranya, penulis tetap mohon petunjuk untuk perbaikan
supaya hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran
dan pelayanan kesehatan.

Denpasar, 2016

Hermawan Adiguna

vii
ABSTRAK

PEMBERIAN EKSTRAK TEH (Camellia sinensis) HIJAU PER


ORALMENCEGAH PENINGKATAN EKSPRESI MMP-1 DAN
PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN LEBIH BANYAK DARIPADA
EKSTRAK TEH OOLONG PADA MENCIT BALB-C (Mus musculus)
YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Ultraviolet B (UVB) merupakan salah satu sumber radikal bebas yang


dapat mempercepat proses penuaan, khususnya penuaan pada kulit. Sinar UVB
dapat menembus sampai ke lapisan dermis kulit tempat kolagen berada. Paparan
sinar UVB berulang akan membentuk reactive oxygen species (ROS) yang
mengaktifkan enzim yang mendegradasi kolagen dan menghambat produksi
kolagen melalui peningkatan ekspresi MMP-1. Tumbuhan teh (Camellia sinensis)
mengandung banyak sekali polifenol, seperti EGCG yang merupakan antioksidan
potensial dan mencegah terjadinya stress oksidatif. Tujuan dari penelitian ini
adalah membuktikan bahwa pemberian ekstrak teh hijau per oral lebih baik
daripada ekstrak teh oolong dalam mencegah peningkatan ekspresi MMP-1 dan
penurunan jumlah kolagen pada mencit Balb-C yang dipapar sinar UVB.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan post test only control group. Subjek yang digunakan sebagai sampel
adalah 36 ekormencit (Mus musculus)balb-cjantan berusia 6-8 minggu dengan berat
badan 20-25 gram yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok P1 (perlakuan
dengan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Hijau 0,5cc(3,6mg) setiap
hari) dan kelompok P2 (perlakuan dengan pajanan sinar UVB dengan pemberian
ekstrak teh Oolong 0,5cc(3,6mg) setiap hari). Setelah 4 minggu perlakuan, seluruh
mencit dianestesi kemudian diambil jaringan kulitnya untuk dibuat preparat histologis
dan dihitung MMP-1 dan jumlah kolagen dermisnya.
Hasil analisis menunjukkan rerata ekspresi MMP-1 pada kelompok P1
adalah 11,49±2,810%, sedangkan pada kelompok P2 adalah 6,87±2,280%
(p<0,01).Hasilanalisisrerata jumlah kolagen pada kelompok P1 yang diberikan
pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh hijauadalah 73,96±6,266%,
sedangkan pada kelompok P2 yang diberikan pajanan sinar UVB dengan
pemberian ekstrak teh oolong adalah 75,59±6,309% (p>0,05).
Simpulan penelitian ini adalah ada perbedaan bermakna efektivitas ekstrak
teh hijau dan ekstrak teh oolong dalam mencegah peningkatan ekspresi MMP-1
pada mencit balb-c yang dipapar sinar UV-B, dimana teh oolong lebih baik dari
pada teh hijau. Namun efektivitas pemberian ekstrak teh hijau per oral dan ekstrak
teh oolong dalam mencegah penurunan jumlah kolagen pada mencit balb-c yang
dipapar sinar UV-B adalah tidak berbeda bermakna.
Kata kunci: teh hijau, teh oolong, kolagen, MMP-1, UVB

viii
ABSTRACT
ORAL ADMINISTRATION OF GREENTEA EXTRACT ARE BETTER
THAN OOLONG TEA EXTRACT TO PREVENT MMP-1 ELEVATION
AND COLLAGEN DEPLETION IN UVB-EXPOSED MICE (Musmusculus)
Ultraviolet B (UVB) is a source of free radicals that accelerate aging
process, especially in the skin. UVB rays can penetrate into the dermis layer of
skin which has a lot of collagen. Repeated exposure to UVB rays will form
reactive oxygen species (ROS), which activates enzymes that degrade collagen
and inhibit collagen production by inducing the expression of MMP-1. Tea
(Camellia sinensis) abundantly contain polyphenols, such as EGCG which is a
potent antioxidant and strongly able to prevent oxidative stress. The purpose of
this study was to prove that oral administration of green tea extract are better than
the oolong tea extract to prevent MMP-1 elevation and collagen depletion in
UVB-exposed mice.
This research was a true experimental with posttest only control group
design. A total of 36 male mice (Musmusculus)balb-c, 6-8 weeks old male,
weighing 20-25 grams were used as a sample, which divided into 2 groups: P1
(UVB light exposure and green tea extract of 0.5 ml(3,6mg) every day) and P2
group (UVB light exposure and oolong tea extract of 0.5 ml(3,6mg) every day).
After 4 weeks of treatment, all mice were anesthetized and then skin tissue were
collected for histological examination using Sirius red method. The expression of
MMP-1 and the number of collagen were observed under 400 times magnification
of binocular microscopy.
The results showedthe average expression of MMP-1 in P1 group was
11.49 ± 2.810%, while in P2 group was 6.87 ± 2.280% (p <0.01). In addition the
study showed that the average amount of collagen in P1 group given an exposure
to UVB rays and Green tea extract was 73.96 ± 6.266%, whereas in the group P2
given exposure to UVB rays and Oolong tea extract was 75.59 ± 6.309% (p >
0.05).
It can be concluded that the effectiveness of oolong tea extract in
preventing the elevation of MMP-1 expression was better than green tea extracts,
howeverthe effectiveness of green tea extract and oolong tea extract in preventing
the depletion of collagen in mice Balb-c exposed to UVB were similar.

Keywords: green tea, oolong tea, collagen, MMP-1, UVB

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

PRASYARAT GELAR......................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... iii

LEMBAR PENETAPAN PENGUJI..................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................. vi

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

ABSTRACT ....................................................................................................... x

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL................................................................................................. xv

DAFTAR SINGKATAN DAN GAMBAR........................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 5

1.3.1 Tujuan Umum............................................................................ 5

1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 6

1.4.1 Manfaat Ilmiah.......................................................................... 6

1.4.2 Manfaat Aplikasi....................................................................... 6

x
BAB II KAJIAN PUSTAKA.......................................................................... 7

2.1 Penuaan............................................................................................... 7

2.1.1 Faktor Penuaan.......................................................................... 8

2.1.2 Teori Penuaan............................................................................ 9

2.1.3 Gejala Klinis Penuaan............................................................... 12

2.1.4 Pencegahan Penuaan.................................................................. 15

2.2 Radikal Bebas..................................................................................... 17

2.3 Sinar Ultraviolet................................................................................. 18

2.3.1 Ultraviolet B.............................................................................. 20

2.4 Antioksidan......................................................................................... 23

2.5 Kolagendan MMP-1........................................................................... 27

2.6 Teh Oolong Dan Teh Hijau................................................................ 30

2.7 Pengaruh Teh Hijau Terhadap Kolagen............................................. 31

2.8 TIMP................................................................................................... 38

2.9 Mencit................................................................................................. 38

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN .................................................................................... 40

3.1 Kerangka Berpikir.............................................................................. 40

3.1.1 Kerangka Pikir Penelitian.......................................................... 40

3.2 Konsep Penelitian............................................................................... 42

3.3 Hipotesis Penelitian............................................................................ 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 44

4.1 Rancangan Penelitian......................................................................... 44

4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian............................................................ 46

xi
4.3 Populasi Dan Sampel.......................................................................... 46

4.3.1 Populasi..................................................................................... 46

4.3.2 Kriteria Sampel.......................................................................... 47

4.3.2.1 Kriteria Inklusi................................................................... 47

4.3.2.2 Kriteria Drop Out............................................................... 47

4.4 Besar Sampel...................................................................................... 47

4.5 Variabel Penelitian............................................................................. 48

4.5.1 Klasifikasi Variabel................................................................... 48

4.5.2 Definisi Operasional Variabel................................................... 49

4.6 Alat Bahan Dan Hewan Percobaan.................................................... 52

4.6.1 Alat Penelitian.......................................................................... 52

4.6.2 Bahan Penelitian....................................................................... 52

4.6.3 Hewan Percobaan..................................................................... 52

4.7 Prosedur Penelitian............................................................................. 53

4.7.1 Persiapan Hewan Uji................................................................. 53

4.7.2 Pembuatan Sediaan Histologis.................................................. 55

4.7.3 Pewarnaandengan Sirius Red.................................................... 56

4.7.4 Pengamatan Hasil...................................................................... 57

4.7.5 Prosedur Penghitungan Ekspresi Kolagen Dermis.................... 57

4.7.6 Pengecatan Imunohistokimia MMP-1....................................... 58

4.8 Alur Penelitian.................................................................................... 60

4.9 Analisis Data....................................................................................... 61

BAB V HASIL PENELITIAN........................................................................ 62

5.1 Analisis Deskriptif.............................................................................. 63

5.2 Uji Normalitas Data............................................................................ 66

xii
5.3 Uji Homogenitas Data........................................................................ 67

5.4 Uji Komparibilitas.............................................................................. 67

BAB VI PEMBAHASAN................................................................................. 69

6.1 Subjek Penelitian................................................................................ 69

6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian............................ 70

6.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Teh Hijau dan Teh Oolong

Terhadap Jumlah Kolagen Kulit......................................................... 70

6.4 Pengaruh Pemberian Ekstrak Teh Hijau dan Teh Oolong

Terhadap Ekspresi MMP-1................................................................. 75

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN................................................................ 80

7.1 Simpulan............................................................................................. 80

7.2 Saran................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 82

LAMPIRAN.......................................................................................................... 87

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Efek akut dan kronis UVB............................................................. 23

Gambar 2.2 Efek Radiasi UV pada Keratinosit (KC) dan Fibroblast (FB)....... 25

Gambar 2.3 Reaksi Penghambatan antioksi dan primer terhada pradikallipida 27

Gambar 2.4 Antioksi dan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi 27

Gambar 2.5 Tiga Macam Cara Kerja Dari Antioksidan Alami......................... 28

Gambar 2.6 Kolagen tipe I dengan pewarnaan HE........................................... 30

Gambar 2.7 Cincin Aromatik............................................................................ 32

Gambar 3 Konsep Penelitian.......................................................................... 42

Gambar 4 Skema Rancangan Penelitian......................................................... 44

Gambar 5.1 Histopatologi DermisKelompokPerlakuan I.................................. 64

Gambar 5.2 Histopatologi Dermis Kelompok Perlakuan II.............................. 65

Gambar 5.3 Ekspresi MMP-1 Jaringan Dermis Mencit Perlakuan 1(P1) dengan
pengecatan Imunohistokimia......................................................... 65

Gambar 5.4 Ekspresi MMP-1 Jaringan Dermis Mencit Perlakuan 1(P2) dengan
pengecatan Imunohistokimia......................................................... 66

xiv
DAFTAR TABEL

Table 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Jumlah Kolagen dan Ekspresi

MMP-1................................................................................................ 63

Tabel5.2 Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok...................................... 66

Tabel5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok .................................. 67

Tabel 5.4 Rerata Jumlah Kolagen Dan Ekspresi MMP-1 Antar Kelompok....... 68

xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

AAM : Anti Aging Medicine

AP-1 : Activator Protein -1

ECM : Extracellular Matrix

FB : Fibroblas

KC : Keratinosit

mJ/Cm2 : mili joule per sentimeter persegi

MMP : Matrix Metalloproteinase -1

ROS : Reactive Oxygen Species

SOD : Superoxyde Dismutase

TGF-β : Tumor Growth Factor- β

UVB : Ultra Violet B

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Kelayakan Etik........................................................... 87

Lampiran 2. Laporan Hasil Analisis Fitokimia Teh Hijau dan Teh Oolong...... 88

Lampiran 3. Analisis Statistik Kolagen Teh Hijau danTeh Oolong................... 89


Lampiran 4. Analisis Statistik MMP-1 Teh Hijau dan Teh Oolong.................. 92

Lampiran 5. Foto Aktivitas Penelitian............................................................... 96

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini masyarakat semakin sadar akan pentingnya

kesehatan. Kesadaran ini telah mengubah pemikiran bahwa menjadi tua bukanlah

takdir yang dapat diterima begitu saja. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan

saat ini, terdapat paradigma yang menyebutkan bahwa penuaan (aging) dapat

dicegah, diobati, bahkan dikembalikan ke fungsi organ tubuh semula. Menjadi tua

adalah salah satu fase dalam kehidupan manusia, sehingga faktor-faktor yang

mempengaruhi penuaan penting untuk diketahui.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan dibedakan menjadi dua macam

yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal dipengaruhi oleh hal-

hal sebagai berikut, misalnya gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat,

kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan, sedangkan faktor

internal dipengaruhi oleh radikal bebas, defisiensi hormon, proses glikosilasi,

metilasi, apoptosis, sistem kekebalan tubuh yang menurun, dan genetik

(Pangkahila, 2011).

Namun demikian dari semua faktor yang mempengaruhi kesehatan

tersebut, radikal bebas merupakan salah satu faktor internal yang memegang

peranan penting dalam mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Dalam hal ini,

radikal bebas juga mempengaruhi proses penuaan dalam tubuh manusia. Pada

umumnya penuaan merupakan proses yang alamiah, namun penuaan menjadi hal

1
2

yang ditakuti manusia. Sehingga manusia cenderung akan melakukan segala

hal untuk mencegah terjadinya proses penuaan tersebut (Pangkahila, 2011).

Banyak studi yang dilakukan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya

antioksidan untuk menetralisir perkembangan radikal bebas. Hal ini didukung pula

oleh teori yang dikemukakan oleh Dr. Denham Harman pada tahun 1954, teori ini

mengemukakan bahwa radikal bebas adalah suatu elektron dalam tubuh yang tidak

memiliki pasangan sehingga akan berusaha mencari elektron pasangannya agar

berikatan dan stabil. Sebelum berikatan radikal bebas ini akan terus bertumbukan

dengan sel-sel tubuh untuk mendapatkan pasangannya, termasuk bertumbukan

dengan sel-sel tubuh yang stabil atau normal (Pangkahila, 2011).

Superoksid dismutase sebagai antioksidan mengubah radikal oksigen menjadi

hidrogen peroksida yang mengakibatkan degradasi oleh enzim katalase menjadi

oksigen dan air (Pangkahila, 2011), sehingga antioksidan dapat menghambat

kerusakan sel-sel tubuh dari radikal bebas. Antioksidan ini dapat pula ditemukan pada

teh terutama pada teh hijau dan teh Oolong. Kandungan antioksidan

Epigallocatechin-3-Gallate pada teh hijau masih belum sepenuhnya menangkal

radikal bebas, sedangkan kandungan antioksidan Epigallocatechin-3-Gallate yang

terdapat pada teh hijau diyakini lebih tinggi dibandingkan teh oolong(Komatsu et al.,

2003)

Teh Oolong adalah teh tradisional China. Di China teh Oolong telah

dipercaya bermanfaat untuk kesehatan seperti teh-teh lainnya. Komposisi utama dari
3

Teh Oolong adalah polyphenols, kafein, dan asam amino. Teh hijau dan teh Oolong

berasal dari daun teh yang sama, tetapi dibedakan dari pemrosesannya. Untuk

produksi teh hijau, daun teh dipanaskan setelah pemetikan untuk menghentikan

reaksi-reaksi enzim dari daun teh. Untuk produksi teh Oolong, daun teh dibiarkan

dalam kondisi tertentu untuk memproduksi rasa yang spesifik dari proses Fermentasi.

Rasa yang spesifik dari teh yg terfermentasi berasal dari rekasi enzim Polymeric

Polyphenol . Daun dari Teh Oolong tidak dihancurkan dan sel-sel daun tidak rusak.

Oleh perbedaan ini dalam pemprosesan ini, komponen dari teh Oolong dan teh hijau

berbeda satu sama lain (Komatsu et al., 2003)

Polifenol didalam teh juga dikenal dengan istilah Epigallocatechin-3-Gallate

(EGCG). EGCG adalah senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon dalam inti

dasarnya yang tersusun oleh konfigurasi C6-C3-C6 yaitu 2 cincin aromatik yang

dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin

(Komatsu et al., 2003).

Pada umumnya EGCG adalah senyawa pemberi warna pada tumbuhan, selain

fungsinya yang memberi warna EGCG juga memegang peranan penting dalam

pertumbuhan tumbuhan, proteksi dari radiasi UVA dan UVB, antimikroba dan

insektisidal. EGCG juga adalah senyawa antioksidan yang bekerja dengan

menghambat oksidasi seluler lipoprotein densitas rendah dalam tubuh manusia. Dari

semua manfaat dari polifenol sebagai antioksidan terutama yang ditemukan di daun
4

teh (Camelia sinensis) perlu dikaji lebih lanjut manfaatnya setelah pemrosesan

menjadi teh Oolong (Komatsu et al, 2003).

Sebagai senyawa polifenol utama dalam teh, EGCG menunjukan efek

antioksidan melalui peningkatan kerja Transforming Growth Factor Beta 1 (TGF-1).

TGF-beta 1 merupakan faktor utama untuk meningkatkan proliferasi fibroblast,

produksi kolagen, menurunkan MMP-1 dan diferensiasi fibroblast menjadi

miofibroblast. Senyawa EGCG tampak mempengaruhi peran TGF-beta 1 dalam

kontraksi fibroblast didalam kolagen dan nampaknya melalui diferensiasi

miofibroblast dan ekspresi gen faktor pertumbuhan jaringan konektif dan penurunan

ekspresi regulasi gen kolagen tipe 1 (Klass et al.,2010).

Dengan perbedaan dalam proses fermentasi pembuatan teh seperti yang telah

dijelaskan diatas, menunjukan adanya perbedaan komponen EGCG dalam kedua teh

tersebut. Hal ini pun menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam peranannya sebagai

antioksidan dalam tubuh manusia.

Hasil analisis Laboratorium yang dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana, menunjukkan hasil sebagai sebagai berikut pada teh hijau

Flavonoid 28,675mg/100gQE, Total Fenol 243,4300mg/100QE, Saponin

81,120mg/100gQE, Tanin 132,650mg/100gQE, Antioksidan 525,8932mg/L, IC 50%

8,9809 mg/ml, sedangkan hasil pada teh oolong adalah Flavonoid

18,986mg/100gQE,Total Fenol 279,980mg/100QE, Saponin 68,080mg/100gQE,

Tanin 131,980mg/100gQE, Antioksidan 415,8977mg/L, IC 50% 5,6799 mg/ml.


5

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah pemberian ekstrak teh hijau peroral mencegah peningkatan ekspresi MMP-

1 lebih banyak daripada teh Oolong pada mencit balb-c yang dipapar sinar UV-B?

b. Apakah pemberian ekstrak teh hijau peroral mencegah penurunan jumlah kolagen

lebih banyak daripada teh Oolong pada mencit balb-c yang dipapar sinar UV-B?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian ekstrak teh hijau secara

oral lebih banyak daripada teh oolong dalam mencegah terjadinya penuaan pada kulit.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Membuktikan pemberian oral ekstrak teh hijau mencegah peningkatan ekspresi

matrix metalloproteinase-1 lebih banyak daripada teh oolong pada mencit balb/c

yang dipapar sinar ultraviolet B.

b. Membuktikan pemberian oral ekstrak teh hijau mencegah penurunan jumlah

kolagen dermis lebih banyak daripada teh oolong pada mencit balb/c yang

dipapar sinar ultraviolet B.


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Untuk memberikan data ilmiah tentang kandungan antioksidan

Epigallocatechin-3-Gallate pada teh hijau dalam menangkal radikal bebas dalam

tubuh manusia sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya.

1.4.2 Manfaat Aplikasi

Memberikan informasi ilmiah kepada dokter dan kepada masyarakat umum

tentang Epigallocathechin-3-Gallate pada teh hijau lebih baik dalam menangkal

radikal bebas setelah dilakukan clinical trial.


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

Penuaan atau yang lebih sering disebut dengan “menjadi tua” merupakan

sebuah proses yang tidak terjadi begitu saja, namun proses penuaan ini adalah sebuah

proses yang memiliki tahap-tahap tertentu. Adapun sebab dan akibat dalam sebuah

proses, begitu juga dengan proses penuaan. Dalam proses penuaan sudah jelas bahwa

akibatnya adalah menjadi tua, namun penyebab dari menjadi tua tersebut belum

sepenuhnya tepapar secara jelas. Sehingga dengan mengetahui penyebabnya, maka

dapat dilakukan berbagai upaya berdasarkan ilmu pengetahuan terkini untuk

menghambat proses penuaan tersebut. Jikalau hal ini tercapai maka orang akan

tampak lebih muda dibandingkan orang lain yang seusia, sehingga orang akan tampak

jauh lebih muda dari usia sebenarnya (Pangkahila, 2011).

Seperti yang diketahui bahwa penyakit pada dasarnya bisa dicegah atau

diobatin, dan hal ini juga berlaku untuk penuaan karena pada umumnya penuaan

diperlakukan atau dirasakan sebagai penyakit. Dalam perkembangan ilmu kedokteran,

telah berkembang pula Anti-Aging Medicine (AAM), dimana ilmu ini telah membawa

konsep baru dalam dunia kedokteran. Dengan penerapan ilmu dari AAM ini maka

penuaan dapat dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula,


8

sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang

baik (Pangkahila, 2007; Goldman dan Klatz, 2007).

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini

tentunya banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat khususnya dalam

bidang kedokteran. Sehingga ilmu AAM juga mulai berkembang dengan pesat pada

beberapa periode terakhir. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu

penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Sifat dari penuaan adalah tidak dapat

dihindari dan berjalan dengan kecepatan berbeda karena hal tersebut tergantung pada:

susunan genetik seseorang, lingkungan dan juga gaya hidup. Sehingga penuaan dapat

terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu itu sendiri.

(Fowler, 2003).

2.1.1 Faktor Penuaan

Pada umumnya manusia tidak pernah mempertanyakan mengapa kita menjadi

tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Orang hanya menganggap menjadi tua memang

harus terjadi dan hal tersebut sudah ditakdirkan, serta semua masalah yang muncul

harus dialami. Bahkan ada pula yang berpendapat bahwa usia setiap orang sudah

ditentukan oleh Tuhan, sampai pada usia tertentu, dimana hal tersebut tidak sama

pada setiap orang. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat

mempercepat proses penuaan yang kemudian dapat menyebabkan sakit, dan pada
9

akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya berbagai faktor itu dapat

dikelompokkan menjadi Faktor internal dan faktor eksternal (Pangkahila, 2011).

Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses

glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan tubuh yang berkurang dan genetik.

Sedangkan faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup yang tidak sehat, diet tidak

sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).

Dari berbagai faktor tersebut terjadilah proses penuaan, sehingga orang akan

menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Namun apabila semua faktor penyebab

itu dapat dihindari maka proses penuaan dapat dicegah, diperlambat, dan mungkin

dapat dihambat, sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Dengan demikian,

usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik

(Pangkahila, 2011)

2.1.2 Teori Penuaan

Terdapat banyak teori yang melandasi tentang penuaan dan juga terdapat

banyak teori yang menjelaskan mengenai proses penuaan. Namun menurut

Pangkahila, dari semua teori penuaan pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam

dua kelompok. Kedua kelompok tersebut (Pangkahila, 2007) yaitu:

- Wear and tear theory (teori pakai dan rusak)

Teori ini meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas.

- Teori program
10

Teori ini meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori Neuroendokrin

sedangkan menurut Goldman dan Klatz mengemukakan, bahwa terdapat empat teori

pokok yang melandasi proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu:

- Teori Wear and Tear

Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan

(overuse and abuse). Sering kali organ tubuh seperti: hati, lambung, ginjal, kulit, dan

organ tubuh lainnya, mengalami penurunan fungsi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan

oleh:

- toksin yang terdapat di dalam makanan dan lingkungan,

- konsumsi berlebihan atas: lemak, gula, kafein, alkohol, serta nikotin,

- sinar ultraviolet,

- stres fisik dan emosional.

Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.

- Teori Neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon

dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah

kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan

organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia


11

tubuh, maka akan memproduksi hormon dalam jumlah kecil, dan pada akhirnya akan

mengganggu berbagai sistem tubuh.

- Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita

dilahirkan dengan kode genetik yang unik, sehingga memungkinkan terbentuknya

fungsi fisik dan mental tetentu. Penurunan genetik tersebut menentukan seberapa

cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita dapat hidup.

- Teori Radikal Bebas

Dalam teori radikal bebas ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena

terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal

bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak

berpasangan. Radikal bebas juga memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena

kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu

radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain.

Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas

tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, dan bahkan

kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah

DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000).

Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal

bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga

merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain
12

itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, serta merusak suatu protein yang

menjaga agar kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan

menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana

mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh

radikal bebas.

2.1.3 Gejala Klinis Penuaan

Menurut Fowler (2003), pengertian aging adalah suatu penyakit dengan

karakteristik yang terbagi menjadi tiga fase. Ketiga fase tersebut yaitu :

1. Fase subklinik (usia 25-35 tahun).

Kebanyakan hormon mulai menurun : testosteron, GH, dan estrogen. Pembentukan

radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh seperti:

diet yang buruk, stress, polusi, serta paparan berlebihan radiasi ultraviolet dari

matahari.

Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan sel dan DNA ini biasanya tidak tampak dari

luar. Sehingga individu akan tampak dan merasa “normal” tanpa tanda dan gejala dari

aging atau penyakit. Bahkan, pada umumnya pada rentang usia 25-35 tahun ini

dianggap sebagai usia muda dan normal.

2. Fase transisi (usia 35-45 tahun).

Selama tahap atau fase ini kadar hormon akan menurun sampai 25 persen. Pada

tahap ini, otot akan kehilangan masa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan

dan energi serta komposisi lemak tubuh yang meninggi. Keadaan seperti ini
13

menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung, pembuluh

darah, dan obesitas. Pada tahapan ini juga mulai muncul gejala klinis seperti:

penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, rambut putih mulai tumbuh,

elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual

menurun.

Tergantung dari gaya hidup setiap individu, karena seperti yang sudah

dijelaskan bahwa radikal bebas memiliki sifat merusak sel dengan cepat yang

mengakibatkan individu mulai merasa dan tampak tua. Dalam hal ini radikal bebas

mulai mempengaruhi ekspresi gen dari individu yang menjadi penyebab dari banyak

penyakit aging, termasuk juga kanker, arthritis, kehilangan daya ingat, penyakit arteri

koronaria, dan diabetes.

3. Fase Klinik (usia 45 tahun keatas).

Tahapan ini merupakan tahap ketiga dalam penggolongan rentang usia, tahapan

ini terjadi pada rentang usia 45 tahun keatas. Dalam tahap atau fase klinik ini,

individu akan mengalami penurunan hormon yang berlanjut. Penurunan hormon yang

termasuk dalam tahapan ini seperti: DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH,

testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Selain penurunan hormon, hal lain yang

terjadi juga dalam tahapan ini adalah tubuh mengalami penurunan atau kehilangan

kemampuan penyerapan atas konsumsi nutrisi, vitamin, dan mineral. Sehingga akan

terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar 1 kg setiap tiga tahun,

peningkatan lemak tubuh dan berat badan.


14

Di antara usia 40 tahun dan 70 tahun, seorang pria kemungkinan dapat

kehilangan 20 pon ototnya yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk membakar

800-1.000 kalori perhari. Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem

organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama untuk

menikmati ”tahun emas” dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan

aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan

meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia (Fowler, 2003).

2.1.4 Pencegahan Penuaan

Pencegahan adalah suatu hal yang lebih diminati oleh individu pada umumnya.

Begitu juga dengan proses penuaan, proses penuaan juga dapatlah dicegah.

Perkembangan ilmu kedokteran telah mengembangkan ilmu mengenai pencegahan

penuaan yaitu melalui ilmu terapan Anti-Aging Medicine (AMM). Perkembangan

Anti-Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran.

Dengan konsep baru ini manusia tetap dapat hidup dengan kualitas yang prima

walaupun usia terus bertambah naik. Bahkan dengan konsep baru ini maka proses

penuaan dapat diperlambat, ditunda, atau dihambat, sehingga usia harapan hidup

manusia dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik

(Pangkahila, 2011).

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara

berkala yang diperlukan dan sesuai dengan kondisi masing-masing. Selain itu dengan
15

mengkonsumsi obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli, untuk

mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun dengan bertambahnya

usia. Upaya pencegahan ini merupakan upaya intervensi yang memerlukan perlakuan

atau pengobatan yang disarankan atau diberikan oleh tenaga ahli.

Namun demikian, dalam upaya melakukan pencegahan ini seringkali terjadi

atau terdapat hambatan dan/atau kesulitan. Terdapat beberapa hambatan dan/atau

kesulitan dalam upaya menghambat proses penuaan tanpa intervensi, hal tersebut

diantaranya adalah yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat,

pengetahuan yang rendah, serta budaya yang tidak benar.

Lingkungan yang tidak sehat antara lain seperti adanya sejumlah makanan

yang ternyata telah diracuni oleh bahan berbahaya seperti: formalin, pestisida, dan

bahkan bahan pewarna. Beberapa produk kosmetik juga banyak yang dicampur

dengan bahan kimia yang berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Belum lagi

dengan terjadinya pencemaran udara yang disebabkan dari asap kendaraan bermotor,

industri, rokok, dan yang lainnya sebagainya, dimana semua hal ini tentunya akan

sangat berpengaruh dan mengganggu bagi makhluk hidup terkhusus manusia.

Pengetahuan yang rendah dalam berbagai aspek juga banyak menimbulkan

masalah, kerena dengan rendahnya pengetahuan maka seseorang akan cenderung

menganggap segala hal yang disekitarnya aman dan bermanfaat, sehingga mereka

akan “masa bodoh” atas hal yang kecil sampai dengan hal yang besar, meskipun
16

suatu hal tersebut akan membawa pengaruh dengan diri mereka sendiri. Pengetahuan

yang rendah akan pula berpengaruh pada upaya pencegahan atau upaya yang

menghambat proses penuaan. Minimnya pengetahuan membawa seseorang untuk

mengkonsumsi segala sesuatu yang sebenarnya tidak bermanfaat dan bahkan yang

sangat merugikan.

Demikian juga dengan budaya yang tidak benar, terkadang dengan adanya

budaya yang sudah melekat dan sulit untuk dirubah telah membawa seseorang sulit

untuk merubah mindset mereka, meskipun budaya tersebut salah dan/atau tidak sesuai

dengan situasi dan kondisi pada jaman sekarang ini. Budaya yang tidak benar yang

berpengaruh pada upaya pencegahan penuaan misalnya meyakini bahwa pada usia

tua orang memang harus tidak berdaya. Akibatnya banyak orang yang pasrah

menerima berbagai keluhan yang muncul seiring dengan bertambahnya usia.

2.2 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu elektron dalam tubuh yang tidak memiliki

gandengan sehingga akan berusaha mencari elektron pasangannya supaya berikatan

dan stabil, sebelum berikatan Radikal bebas ini akan terus menghantam sel-sel tubuh

guna mendapatkan pasangannya, termasuk menyerang sel-sel tubuh yang stabil atau

normal. Radikal bebas juga merupakan molekul sebagai bahan yang dihasilkan

selama terjadi metabolisme seluler normal, seperti rasikal superoksida, hidroksil,

purin dan pirimidin.


17

Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam

lompatan elektris. Untuk mengembalikan keseimbangan, maka radikal bebas mencari

elektron lainnya. Dalam pencariannya, radikal bebas mengambil elektron dari

molekul yang stabil di dekatnya. Peristiwa ini memutus reaksi rantai karena molekul

baru yang tidak stabil mencoba mengganti elektronnya yang hilang dengan

mengambil dari dekatnya dan begitu juga seterusnya.

Pengaruh radikal bebas secara molekuler berupa serangkaian peristiwa yang

menyebabkan oksidasi organik oleh oksigen molekuler. Peristiwa ini mengakibatkan

kerusakan fungsi seluler melalui terjadinya mitasi DNA, clevage of DNA dan agregasi

biomolekul melalui cross-linking reaction.

Radikal bebas mungkin juga mempengaruhi peroksidasi lipid yang

menyebabkan produksi malondialdehid, yang mengikat protein, dan menyebabkan

gangguan fungsi biologik protein tersebut. Radikal bebas tidak hanya berkaitan

dengan proses penuaan, melainkan juga dengan penyakit yang berhubungan dengan

usia lanjut, misalnya: aterosklerosis, penyakit Parkinson, penyakit Alzeimer, dan

gangguan fungsi kekebalan tubuh (Pangkahila, 2011).

2.3. Sinar Ultraviolet

Penuaan dini pada kulit atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi

akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala penuaan

kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan


18

5% dari seluruh radiasi sinar yang ada.Radiasi ultra violet terbagi atas tiga golongan

yaitu UVA (320-400nm), UVB (280-320nm) dan UVC (100-280nm). UVC biasanya

tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran tinggi sekali dimana UVC ini

diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang paling banyak berpengaruh kepada

kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang gelombangnya yang lebih pendek dan

paling banyak menembus bumi (Fisher et al., 2000).

Ultraviolet B lebih banyak menyebabkan kerusakan sel DNA. Kelainannya

berupa lesi DNA pada cyclobutane pyrimidine dimer. Secara klinis kelainannya

berupa eritema atau kemerahan. Menariknya hasil akhir dari proses glikasi atau

advance glycation end producst (AGEs) yang terakumulasi pada protein yang berusia

panjang seperti matriks ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk

ultraviolet sehingga merusak sel fibroblas di dermal. Sinar ultra violet juga terbukti

meningkatkan degradasi kolagen melalui aktivasi matriks metalloproteinase (MMP).

Dan juga sinar ultra violet dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui

pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas. UVB secara langsung berefek pada

kerusakan DNA terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan pyrimidine

pyrimidone photo product. Yang secara langsung mempengaruhi sintesis asam

nukleat. Walaupun DNA inti mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri,

kerusakan DNA jarang sekali di perbaiki secara komplit dan bisa menjadi sel kanker

(Gilchrest, 2004).
19

Pada beberapa penelitian juga dikatakan bahwa radiasi sinar UVB

menyebabkan penurunan dari sintesis TGF-β (Gilchrest dan Krutmann, 2006). TGF-β

dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-

Esparza et al., 2001).

Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari berkisar

antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang radio yang sangat panjang.

Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang terjadi berhubungan dengan radiasi

UV. Terdapat tiga kategori radiasi UV, yaitu : UVC, dengan panjang gelombang

yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek

dari 290 nm yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh fitrasi oleh

lapisan ozone. Berbeda dengan UVB dengan panjang gelombang 290-320 nm yang

mencapai permukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar

terjadinya fotobiologi pada kulit. Sinar UVA dengan panjang gelombang 320-400 nm

mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UVA1 dengan panjang gelombang

340-400nm dan UVA2 dengan panjang gelombang 320-340nm (Rigel et al., 2004).

Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah

radiasi UVB yang mencapai permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan efek

langsung terhadap kesehatan manusia. Paparan ultraviolet ini memegang peranan

penting terhadap terjadinya penuaan dini kulit.


20

2.4.1. Ultraviolet B

Ultra violet B (UVB) merupakan spektrum radiasi ultra violet dengan panjang

gelombang 290 – 320 nm, dan merupakan sinar ultraviolet yang paling efektif

menembus bumi dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang

terjadi oleh karena ultraviolet B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang

merupakan kromofornya.Sinar UVB banyak terserap ke epidermis dan menembus ke

papila dermis.Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UVB ke epidermis

berupa eritema.Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif menyebabkan

eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan

bertambahnya panjang gelombang. Pada pajanan sinar UVB tunggal dengan dosis

suberitema, gejala eritema berangsur berkurang dalam waktu 24 jam. Pada pajanan

berulang akan terjadi efek kumulatif dan terjadilah eritema.Gejala eritema setelah

paparan sinar UVB akan terjadi kemudian dalam waktu 3- 5 jam dan maksimal pada

12-24 jam kemudian, dan berkurang dalam 72 jam. Sebelum terjadi eritema maka

akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Secara histopatologis pada studi dengan

potongan kulit 1-µm yang disinari UVB tunggal dengan dosis 3 MED terjadi

kerusakan sel keratinosit pada 30 menit setelah paparan, dan paling jelas pada 24jam

kemudian. Setelah 72 jam sel keratinosit yang rusak berubah menjadi parakeratotik

dan pembesaran sel endotel terjadi setelah 30 menit sampai maksimal 24 jam

setelahnya (Gilchrest, 2004).


21

Gambar 2.1. Efek akut dan kronis UVB (Ichihashi, 2009)

Radiasi UV khususnya UVB menghasilkan reactive oxygen species (ROS)

yang mengaktifkan reseptor sel epidermal growth factor (EGF), interleukin (IL)-1,

insulin, keratinocyte growth factor dan tumour necrosis factor alpha (TNF-α).

Pengaktifan reseptor dimediasi oleh enzim protein-tyrosine phosphatase-Ќ yang

berfungsi inaktivasi reseptor EGF. Aktivasi reseptor mengaktifkan MAP kinase dan

C-Jun amino terminal kinase (JNK). Aktivasi kinase mengaktifkan transkripsi

komplek AP-1, membentuk protein C-Jun dan C-Fos (Taylor, 2005; Yaar dan

Gilchrest, 2007; Baumann dan Saghari, 2009b).

Peningkatan transkripsi AP-1 menginduksi ekspresi kolagenase MMPs (MMP-

1), stromelisin I (MMP-3) yang memblokir transforming growth factor (TGF)-β,

sitokin yang meningkatkan transkripsi kolagen serta regulasi negatif proliferasi

keratinosit yang berakibat peningkatan proliferasi keratinosit dan hiperplasia


22

epidermal serta menurunkan produksi tipe prokolagen I. AP-1 juga menurunkan

jumlah reseptor TGF-β yang menghambat transkripsi kolagen. Selanjutnya AP-1

bersifat antagonis asam retinoat yang memiliki efek stimulus sintesis kolagen. Efek

faktor transkripsi AP-1 mempengaruhi cysteine-rich 61 protein (CRY61), gen sintesis

kolagen yang diinduksi oleh radiasi UV. CRY61 memicu sintesis enzim yang

mendegradasi komponen matriks ekstraseluler MMPs, (MMP)-1, stromelisin I (MMP-

3) dan gelatinase 92-kd (MMP-9) yang mendegradasi kolagen, elastin dan protein

lain yang terdiri dari matriks ekstraseluler dermis, menurunkan produksi prokolagen

tipe I dan menurunkan regulasi reseptor TGF-β (Fisher et al., 2002; Taylor, 2005;

Yaar dan Gilchrest, 2007). Radiasi UV juga mengaktivasi faktor transkripsi nuclear

factor α B (NF-αB). NF-αB mengikat netrofil dan membentuk kolagenase netrofil

(MMP-8) pada kulit yang tepapar radiasi. Secara kolektif MMPs tersebut

mendegradasi kolagen kulit dan selanjutnya terjadi kerusakan integritas struktur

dermis (Fisher et al., 2002; Taylor, 2005; Yaar dan Gilchrest, 2007).
23

Gambar 2.2. Efek radiasi UV pada keratinosit (KC) dan fibroblas (FB)
Radiasi UV memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak DNA dan
menghambat kerja enzim tirosin fosfatase. UV juga dapat menurunkan reseptor asam retinoat (RA)
dan memicu peningkatan nuclear factor-kB (NFkB), dengan efek akhir penurunan produksi kolagen,
pemecahan kolagen, akibat aktivitas matriks metaloproteinase (MMP) dan Prokolagen (Rigel et
al.,2004; Rabe et al., 2006).

2.4. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat mengubah Superoksid

dismutase pada Radikal oksigen menjadi Hidrogen peroksida yang mengakibatkan

degradasi oleh enzim katalase menjadi oksigen dan air, sehingga Antioksiodan dapat

menghambat kerusakan sel-sel Tubuh dari Radikal bebas (Pangkahila, 2011).


24

Menurut Gordon antioksidan memiliki fungsi, dimana fungsi dari

antioksidan ini digolongkan kedalam dua fungsi pokok. Kedua fungsi pokok yang

dimaksudkan (Gordon, 1990, dalam www.smart-pustaka.blogspot.com, 2010) yaitu:

- Fungsi pertama:

Fungsi pertama dalam antioksidan merupakan fungsi utama dari antioksidan

yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi

utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat

memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau

mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*)

tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.

- Fungsi kedua:

Fungsi kedua dalam antioksidan merupakan fungsi sekunder antioksidan.

Fungsi sekunder ini memiliki fungsi yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan

berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi, dengan

mengubah radikal lipida ke bentuk lebih stabil.


25

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida

dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.

Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun

propagasi (lihat gambar 2.1). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada

reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi

dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990).

Inisiasi : R* + AH ———> RH + A*

Radikal lipida Propagasi : ROO* + AH ——> ROOH + A*

Gambar 2.3 Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju

oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik justru sering

lenyap, bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 2.2). Pengaruh

jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi

dan sampel yang akan diuji (Gordon, 1990).

AH + O2 ———–> A* + HOO*

AH + ROOH ———> RO* + H2O + A*

Gambar 2.4 Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi

Mekanisme kerja antioksidan dalam tingkat selular antara lain adalah sebagai

berikut (Ong et al, 1995):

- antioksidan yang berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas,

atau oksigen tunggal


26

- mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif

- mengubah jenis oksigen rekatif menjadi kurang toksik

- mencegah kemampuan oksigen reaktif

- memperbaiki kerusakan yang timbul.

Gambar 2.5 Tiga Macam Cara Kerja dari Antioksidan Alami (Afag dan

Mukhtar, 2006)

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak

terdapat di alam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk

menangkap radikal bebas. Sedangkan antioksidan yang banyak ditemukan pada

bahan pangan, antara lain adalah vitamin E, vitamin C, dan karotenoid.

Penggolongan Antioksidan berdasarkan sumbernya :


27

Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu:

a. antioksidan alami yaitu antioksidan hasil ekstraksi bahan alami,

b. antioksidan sintetik yaitu antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi

kimia.

2.5 Kolagen dan MMP-1

Awal polipeptida dibentuk di dalam ribosom dari retikulum endoplasma kasar

yang disebut rantai prokolagen α, dimana terjalin dalam sistena retikulum

endoplasma sehingga terbentuk triple helices. Setiap asam amino ketiga pada rantai α

disebut sebagai glisin; dua asam amino kecil lainnya terbanyak di dalam kolagen

dihidroksilasi setelah proses translasi menjadi bentuk hidroksiprolin dan hidroksilisin

(Mescher, 2010).

Bentuk triple helix dari rantai α berbetnuk molekul prokolagen seperti sebuah

batang, dimana kolagen tipe 1 dan 2 berukuran panjang, 300nm dan lebar 1,5nm.

Molekul prokolagen mungkin homotrimerik, dimana ketiga rantainya identik, atau

heterotrimerik, dimana dua atau ketiga rantainya memiliki sekuen yang berbeda.

Kombinasi dari banyak rantai prokolagen α sangat bertanggungjawab atas bermacam-

macam tipe dari kolagen dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Pada kolagen tipe

I, II, III, molekul kolagen bersatu dan menjadi berkelompok bersama-sama

membentuk fibril (Mescher, 2010).


28

Karena kolagen tipe I sangat banyak, maka didapatkan banyak penellitian

tentang sintesa kolagen ini. Sintesa dari protein penting ini meliputi beberapa tingkat,

dimana disimpulkan pada gambar 2.1 (Mescher, 2010) :

1. Polipetida rantai prokolagen α diproduksi pada ikatan poliribosom yang

berikatan dengan membrane dari Retikulum Endoplasma yang kasar dan

ditranslokasi di dalam sisterna dan dilanjutkan dengan sinyal peptide.

2. Hidroksilasi prolin dan lisin diawali sesudah rantai peptide telah mencapai

panjang minimum tertentu dan masih terikat pada ribosom. Enzim yang

menyertai adalah prolil hidroxilase dan lisil hidroksilase dan reaksi yang

membutuhkan O2, Fe2+ dan asam askorbat (vitamin C) sebagai kofaktor.

3. Terjadi glikosilasi pada beberapa sisa hidroksilisin, dengan bermacam-macam

tipe dari kolagen yang memiliki jumlah ikatan galaktosa-hidrosilisin yang

berbeda-beda.

4. Gugus amino dan karboksil akhir dari setiap rantai α membentuk polipetida

non helix, kadang disebut propeptida ekstensi, dimana membantu rantai α (α1,

α2) membentuk dengan posisi yang benar menjadi triple helix. Sebagai

tambahan, propeptida nonhelix membuat molekul prokolagen soluble dan

mencegah pembentukan intraseluler prematur dan pengendapan dari fibril

kolagen. Prokolagen ditranspotasikan melalui jaringan golgi dan dieksositosis

ke lingkungan ekstraselular.
29

5. Diluar sel, protease spesifik disebut peptidase prokolagen menyingkirkan

perpanjangan propeptida, perubahan dari molekul prokolagen menjadi molekul

kolagen. Sekarang ini sesuai untuk pembentukan sendiri kedalam fibril

kolagen polimerik, biasanya pada tempat tertentu dekat dengan permukaan sel.

6. Pada beberapa tipe kolagen, fibril berkumpul membentuk fiber. Proteoglikan

tertentu dan tipe kolagen (tipe V dan tipe XI) bergabung pada kumpulan

molekul kolagen untuk membentuk fibril-fibril dan formasi fiber yang berasal

dari fibril dan berikatan dengan struktur dari komponen-komponen ektraselular

matrik lainnya.

7. Struktur fibriler ditarik oleh formasi kovalen yang berikatan silang antara

molekul-molekul kolagen, sebuah proses dikatalisis oleh enzim lisil oksidase.

Gambar 2.6

Kolagen tipe 1 dengan Pewarnaan HE


Serabut-serabut kolagen berkumpul menjadi satu ikatan yang besar (C). Tanda panah
menunjukkan gambar fibroblas (Mescher, 2010).
30

Matrix metalloproteinase (MMP) adalah enzim yang memiliki aktivitas yang

luas yang berperan dalam degradasi matriks kolagen kulit yang berhubungan dengan

usia (Chiu et al.,2005).

2.6 Teh Oolong dan Teh Hijau

Teh Oolong adalah Teh tradisional yang berasal dari China. Teh Oolong telah

dipercaya memiliki manfaat untuk kesehatan seperti halnya dengan teh-teh lainnya.

Komposisi utama dari Teh Oolong adalah Polyphenols, kafein, dan Amino Acid.

Teh hijau dan teh Oolong berasal dari daun teh yang sama yaitu camelia

sinensis, tetapi kedua teh ini dapat dibedakan dari pemprosesannya. Untuk produksi

teh hijau, daun teh dipanaskan setelah pemetikan untuk menghentikan reaksi-reaksi

enzim dari daun teh. Sedangkan untuk produksi teh Oolong, daun teh dibiarkan dalam

kondisi tertentu untuk memproduksi rasa yang spesifik dari proses Fermentasi. Rasa

yang spesifik dari teh yg terfermentasi berasal dari reaksi enzim Polymeric

Polyphenol. Daun dari Teh Oolong tidak dihancurkan dan sel-sel daun tidak rusak.

Oleh perbedaan ini dalam pemrosesan ini, komponen dari teh Oolong dan teh hijau

berbeda satu sama lain (Komatsu et al., 2003).

2.7 Pengaruh Teh Hijau Terhadap Kolagen

Teh hijau mengandung dari empat polifenol : Epigallocatechin gallate

(EGCG), Epigallocatechin (EGC), Epicatechingallate (ECG), Epicatechin (EC) dan


31

Gallocatechin (GC). Dari kesemua polifenol tersebut bertindak sebagai antioksidan

yang kuat dan dapat menangka ROS seperti radikal bebas lemak, radikal superoksida,

radikal hidroksil, hydrogen peroksida dan oksigen singlet. EGCG merupakan

kandungan polifenol terbanyak pada teh hijau, kira-kira 40% dari campuran total

polifenol dan merupakan komponen yang bertanggung jawab pada efek ini (Afag dan

Mukhtar, 2006).

EGCG adalah senyawa Polifenol yang memiliki 15 Atom karbon dalam inti

dasarnya yang tersusun oleh konfigurasi C6-C3-C6 yaitu 2 cincin aromatik yang

dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin

(Komatsu et al, 2003).

Gambar 2.7 Cincin Aromatik

Pada umumnya EGCG adalah senyawa pemberi warna pada tumbuhan. Selain

fungsinya yang memberi warna, EGCG juga memegang peranan penting dalam
32

pertumbuhan tumbuhan, proteksi dari radiasi UVA dan UVB, antimicroba dan

insektisidal. EGCG juga merupakan senyawa antioksidan yang bekerja dengan

menghambat Oksidasi seluler lipoprotein densitas rendah dalam tubuh manusia.

Ada banyak penelitian tentang keuntungan teh hijau pada kulit. Penelitian

pada hewan menunjukkan perlindungan pada kanker kulit. Penelitian baik pada

hewan dan manusia menunjukkan formulasi teh hijau topikal dapat mengurangi

kerusakan akibat dari sinar matahari. Efek teh hijau memberikan perlindungan dari

kerusakan sinar matahari dari perlindungan dari radikal bebas dan efek anti inflamasi

dengan cara mengeblok sinar UV. Teh hijau memiliki efek sinergis dengan

memberikan proteksi dari sinar matahari, sehingga penggunaannya dapat

ditambahkan pada sunscreen (Chiu et al., 2005).

Teh hijau dapat mengubah kemampuan kulit secara regeneratif. Dimana

deferensiasi keratinosit yang distimulasi oleh ekstrak teh hijau menjadi sel lebih baru,

ditemukan pada penelitian kulit yang terluka, dan bukti klinis tampak pada aktinik

keratoses. Pemberian ekstrak teh hijau pada kulit dapat meningkatkan ketebalan

epidermal kulit dengan menstimulasi proliferasi keratinosit epidermis dengan cara

meregulasi gen antiapoptosis, seperti bcl-2. Sebagai tambahan EGCG berperan

sebagai inhibitor kompetisi dari tirosin, yang mungkin menurunkan produksi melanin

dan meregulasi perubahan pigmen kulit. Pada hewan, kandungan katekin pada teh

hijau dapat juga meningkatkan kolagen karbonil yang terkandung pada kulit, dimana
33

mekanisme ini merupakan mekanisme penting yang memberikan efek perlindungan

dari katekin teh hijau dalam melawan efek penuaan (Chiu et al,2005).

Kerusakan oksidatif yang diinduksi oleh UVB juga menyebabkan perubahan

pada protein seperti terjadinya ikatan silang pada kolagen, kejadian tersebut dapat

dikurangi dengan pemberian ekstrak teh hijau. EGCG yang dioles secara topical

diaplikasikan pada mencit, sebelum terpapar oleh iradiasi UV-B dengan dosis tunggal,

dapat menghambat produksi hidrogen peroksida dan nitrik oksida pada dermis dan

epidermis. Aplikasi topikal dari EGCG pada kulit tikus sebelum terkena radiasi UV

menunjukkan hasil terhadap penghambatan terhadap respon kontak hipersensitifitas,

pengurangan infiltrasi makrofage (CD 11b+) dan neutrofil, penurunan regulasi pada

produksi interleukin 10 yang diinduksi oleh UV dan peningkatan produksi dari IL12

pada kulit dan pembersihan oleh nodus limfatikus. EGCG juga menyeimbangkan

perubahan dari sitokin IL-10/ IL-12 dan hal ini dimediasi oleh sel yang

mempresentasikan antigenpada kulit dan pembersihan oleh nodus limfatikus atua

oleh pengeblokan infiltrasi terhadap IL 10 yang mengeluarkan makrofag CD 11b+

pada bagian yang teriradiasi (Afag dan Mukhtar, 2006).

Terapi pendahuluan oleh EGCG pada keratinosit epidermis normal manusia

dapat menghambat UV-B menginduksi stress oksidasi yang dimediasi fosforilasi

MAPK; fosforilasi dan degradasi dari IκBα dan aktifasi dari IKKα dan NF-κB. Pada

sel keratinosit, EGCG menghambat UV-B yang memperantarai aktivasi dari aktifitas

AP-1. EGCG juga ditemukan menghambat UV-B menginduksi ekspresi dari c-fos,
34

komponen utama dari AP-1. Aplikasi polifenol teh hijau topikal pada mencit SKH-1

sebelum terpapar UV-B berkali-kali dapat menurunkan regulasi dari UV-B

menginduksi fosforilasi dari MAPK dan aktifasi dari NF-Κb. Aplikasi secara topikal

ekstrak teh hijau pada kulit manusia sebelum terpapar sinar UV-B juga menunjukkan

penghambatan terjadi eritema, pengurangan terhadap sel-sel yang terbakar sinar

matahari, perlindungan terhadap sel-sel langerhan dan terhadap kerusakan DNA

(Afag dan Mukhtar, 2006).

Teh hijau dapat mengubah kemampuan kulit secara regeneratif. Dimana

deferensiasi keratinosit yang distimulasi oleh ekstrak teh hijau menjadi sel lebih baru,

ditemukan pada penelitian kulit yang terluka, dan bukti klinis tampak pada aktinik

keratoses. Pemberian ekstrak teh hijau pada kulit dapat meningkatkan ketebalan

epidermal kulit dengan menstimulasi proliferasi keratinosit epidermis dengan cara

meregulasi gen antiapoptosis, seperti bcl-2. Sebagai tambahan EGCG berperan

sebagai inhibitor kompetisi dari tirosin, yang mungkin menurunkan produksi melanin

dan meregulasi perubahan pigmen kulit. Pada hewan, kandungan katekin pada teh

hijau dapat juga meningkatkan kolagen karbonil yang terkandung pada kulit, dimana

mekanisme ini merupakan mekanisme penting yang memberikan efek perlindungan

dari katekin teh hijau dalam melawan efek penuaan (Chiu et al., 2005).

Pada sebuah penelitian tahun 2005, wanita 40 tahun dengan penuaan akibat

matahari derajat sedang secara acak diberikan kombinasi krim teh hijau 10% dan

300mg sehari dua kali secara oral atau pemberian placebo selama 8 minggu. Secara
35

klinis tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara yang diberikan ekstrak teh

hijau dan plasebo. tetapi pada pemeriksaan histologi menunjukkan perbedaan yang

signifikan pada jaringan elastis yang tersusun pada spesimen yang telah diterapi.

Dikarenakan kandungan polifenol pada teh hijau, bersifat antikanker, antiinflamasi

dan memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Penelitian menunjukkan bahwa

EGCG (salah satu derivat polifenol) dapat mecegah atau menghilangkan respon

akibat dari radiasi UVA dan UVB, meliputi kerusakan oksidatif, siklobutan, formasi

pirimidin dimer, ekspresi sikloksigenase-2 akut, faktor nuclear B dan translokasi P 56,

induksi P-53 dan c-fos dan induksi mutasi gen 8- hidroksideoksiguanosin(Chiu et al,

2005).

Kejadian utama menunjukkan bahwa teh hijau mungkin menghambat matrix

metalloproteinase (MMP). Pada 2009 pada penelitian secara in vitro, ekstrak teh

hijau menunjukkan 2 macam subtype dari MMP, kolagenase dan elastase (Chiu et al.,

2005).

Pada penelitian yang lain, terapi dari sel yang dikultur bersama EGCG secara

langsung dapat menghambat ekspresi dari MMP. Efek kronik dari paparan UVB telah

menunjukkan dapat menginduksi ekspresi dari MMP-2, -3,-7, -9, dimana diikuti

dengan degradasi kolagen tipe 1 dan 3 yang dihasilkan oleh kolagenase. Mencit yang

diberikan teh hijau sebagai pengganti air minum, ternyata dapat menghambat UV

menginduksi MMP pada kulit tikus, ini menandakan ekstrak teh hijau memiliki efek

anti photoaging (Afag dan Mukhtar, 2006). Terapi EGCG dapat juga
36

menghilangkan efek UVA menginduksi kerusakan kulit (kasar dan kendur) dan

melindungi kehilangan kolagen dermal pada kulit tikus. Pada penelitian yang lain,

mengkonsumsi ekstrak teh hijau menghambat peningkatan fluoresensi pada kolagen

aorta yang berhubungan dengan bertambahnya umur (Afag dan Mukhtar, 2006).

Katekin dan polifenol dari teh adalah pengumpul radikal bebas yang baik

untuk stress oksidatif dan fungsi tidak langsung sebagai antioksidan terhadap aktifitas

enzim dan factor transkripsi pada manusia. Pada percobaan terhadap manusia

konsumsi ekstrak teh hijau meningkatkan jumlah antioksidan plasma di dalam darah.

Total antioksidan plasma setelah mengkonsumsi 300ml ekstrak teh hijau meningkat

7% setelah 60 menit (Sung et al., 2000). Konsumsi minuman seperti teh hijau yang

kaya akan antioksidan Polifenol EGCG dapat mengurangi efek dari stress oksidatif

yang diakibatkan oleh ROS (Rapid Oksidatif Species). Dua mekanisme dari

Antioksidan adalah menstabilkan radikal bebas dengan mengumpulkan radikal bebas

tersebut dan menurunkan reaksi oksidatif (Darvin et al., 2011).

Hasil analisis Laboratorium yang dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana, menunjukkan hasil sebagai sebagai berikut :

Kandungan Teh Hijau Teh Oolong


Flavonoid(mg/100gQE) 28,675 18,986
Total Fenol(mg/100gQE) 243,4300 279,9800
Saponin(mg/100gQE) 81,1200 68,0800
Tanin(mg/100gQE) 132,6500 131,9800
37

Antioksidan(mg/L) 525,8932 415,8977


IC 50%(mg/ml) 8,9809 5,6799

2.8 TIMP
TIMP (Tissue inhibitor of metalloproteinase) adalah inhibitor metalloproteinase

pada jaringan merupakan glikoprotein yang terdapat pada beberapa jaringan terutama

kulit. Protein ini adalah anggota dari keluarga TIMP. Selain berperan sebagai

inhibitor terhadap sebagian besar MMPs, protein ini mampu menginduksi proliferasi

berbagai jenis sel, dan juga mungkin memiliki fungsi anti-apoptosis (Nalluri et al.,

2015).

2.9 MENCIT

Data biologis mencit laboratorium adalah sebagai berikut (Smith dan

Mangkoewidjojo, 1988) :

Lama hidup : 1-2 tahun, bisa mencapai 3 tahun

Lama produksi ekonomis : 9 bulan

Lama hamil : 19-21 hari

Kawin sesudah beranak : 1-24 jam

Umur disapih : 21 hari

Umur dewasa : 35 hari

Umur dikawinkan : 8 minggu

Siklus kelamin : poliestrus


38

Lama estrus : 12-24 jam

Ovulasi : dekat akhir periode estrus

Berat badan dewasa : 20-40 gram (jantan), 18-35 gram (betina)

Jumlah anak : rata-rata 6 ekor, bisa mencapai 15 ekor

Uterus : dua kornu, bermuara sebelum serviks

Perkawinan kelompok : 4 betina dan 1 jantan


39

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Radikal bebas merupakan faktor internal yang menyebabkan proses penuaan,

dalam hal ini radikal bebas dijelaskan dalam teori radikal bebas mengakibatkan

kerusakan pada molekul dari sel yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut,

sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.

Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas

semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga

merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain

itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit

tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat

paparan radikal bebas. Radikal bebas yang berperan besar disini adalah Ultraviolet B.

Ultraviolet B memiliki panjang gelombang 290-320 nm. Sinar UVB hanya 2-

5% mencapai bumi dan menembus sampai ke lapisan dermis kulit tempat kolagen

berada. Paparan sinar UVB berulang akan membentuk reactive oxygen species (ROS)

yang mengaktifkan enzim yang mendegradasi kolagen serta menghambat produksi

kolagen. ROS yang terbentuk akan mengaktifkan transkripsi AP-1. Selanjutnya AP-1

akan meningkatkan produksi matrix metalloproteinase (MMP) 1 dan 3 yang


40

memblokir transforming growth factor (TGF-β). AP-1 sendiri juga menurunkan

jumlah reseptor TGF-β. Efek faktor transkripsi AP-1 lainnya yaitu antagonis asam

retinoat dan menginduksi cysteine-rich 61 protein (CRY61), yang mendegradasi

komponen MMP 1, 3 dan 9.

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat mengubah Superoksid

dismutase pada Radikal oksigen menjadi Hidrogen peroksida yang mengakibatkan

degradasi oleh enzim katalase menjadi oksigen dan air, sehingga Antioksidan dapat

menghambat kerusakan sel-sel Tubuh dari Radikal bebas. Antioksidan yang

berperanan penting disini adalah senyawa Antioksidan alami yang berasal dari

tumbuhan seperti Polifenol atau Epigallocatechin-3-Gallate (EGCG).

Polifenol banyak ditemukan dialam terutama tumbuh-tumbuhan dalam hal ini

tumbuhan teh (Camellia sinensis), dikarenakan sifatnya yang alami dan karena

senyawa Polifenol banyak ditemukan didalam ekstrak daun teh, menjadikan teh salah

satu sumber antioksidan yang populer. EGCG dalam hal ini bekerja dengan

menghambat Oksidasi seluler lipoprotein densitas rendah dalam tubuh manusia.


41

3.2 Konsep Penelitian

Ekstrak Teh Hijau

Ekstrak Teh Oolong

Faktor Internal :
Faktor Eksternal :
- Radikal Bebas
- Polusi
- Hormon yang menurun
- Sinar UV-B
- Imun Sistem
- Stress
- Glikosilasi
- Metilasi

Mencit yang dipapar sinar UV-


B

Ekspresi MMP-1

Jumlah Kolagen

Gambar 3 Konsep Penelitian

Keterangan:

: diteliti : diteliti

: tidak diteliti
42

3.1 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:

a. Pemberian ekstrak teh hijau per oral mencegah peningkatan ekspresi MMP-1

lebih banyak daripada ekstrak teh oolong pada mencit balb-c yang dipapar sinar

UV-B

b. Pemberian ekstrak teh hijau per oral mencegah penurunan jumlah kolagen lebih

banyak daripada ekstrak teh oolong pada mencit balb-c yang dipapar sinar UV-B
43

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan gambaran singkat metodologi yang akan

diterapkan dalam penelitian. Dalam melakukan penelitian eksperimental, maka

rancangan penelitian ini perlu dibuat atau dirancangkan. Terdapat banyak desain

dalam rancangan penelitian eksperimental, desain yang dipilih disesuaikan dengan

objek eksperimen. Dalam penelitian eksperimental ini akan menerapkan satu

rancangan desain yaitu dengan menggunakan post test only control group design

(Federer, 2013).

P1
O1
P
S
P2
O2

Gambar 4 Skema Rancangan Penelitian


Keterangan:

P = Populasi

S = Sampel

P1 = perlakuan 1 (Perlakuan dengan pajanan sinar UVB dengan

pemberian ekstrak teh Hijau dengan dosis 3,6 mg (0,5cc) setiap hari)

P2 = perlakuan 2 (Perlakuan dengan pajanan sinar UVB dengan

pemberian ekstrak teh Oolong dengan dosis 3,6 mg (0,5cc) setiap hari).

O1 = Observasi jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada kelompok

perlakuan 1.

O2 = Observasi jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada kelompok

perlakuan 2.

Pengukuran dilakukan pada kedua kelompok setelah perlakuan (O1 dan

O2) sehingga diperoleh dua hasil pengukuran. Pada penelitian ini akan

menggunakan objek tikus sebagai kelompok yang diberikan pajanan sinar UVB.

Mencit pada kelompok P1 dan P2 diberikan pajanan sinar UVB sebanyak

3 kali seminggu yaitu pada hari Senin, Rabu, Jumat setiap pukul 09.00 WITA.

Pada kelompok P1 yang sebelumnya telah diberikan pajanan sinar UVB,

dilakukan pemberian ekstrak teh hijau setiap hari sampai minggu ke -4. Pada

kelompok P2 yang sebelumnya telah diberikan pajanan sinar UVB dilakukan

pemberian ekstrak teh oolong setiap hari sampai minggu ke – 4. Setelah 48 jam

61
62

dari pemberian preparat, semua mencit dari kedua kelompok dianestesi,

kemudian diambil jaringan kulitnya untuk dibuat preparat histologisnya dan

dihitung jumlah kolagen dermisnya sebagai data post test.

4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratory Animal Unit Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana. Waktu penelitian dilakukan selama 4 minggu. Setelah itu

dilakukan pemeriksaan histopatologis jaringan kulit di Laboratorium Histologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

4.3 Populasi Dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Mencit (Mus musculus) jantan berusia

6-8 minggu. Penelitian ini memilih Mencit dengan alasan, karena mencit mudah

dikendalikan dan jika dilihat dari struktur genetiknya juga lebih bagus. Pemilihan

tikus jantan karena tikus jantan tidak berproduksi sehingga tidak akan merusak

siklus kembang biak dari mencit. Mencit dengan usia 6-8 minggu adalah usia

dewasa mencit, sehingga jangka usia ini sangat bagus dan cocok untuk penelitian

ini. Mencit yang dijadikan sampel ini adalah mencit yang tidak menderita sakit,

dan mencit yang masih bisa serta mau untuk diberi makan dan minum.

4.3.2 Kriteria Sampel

Untuk lebih spesifik lagi maka dalam penelitian ini akan diambil sampel

dengan kriteria khusus. Terdapat dua kriteria sampel dalam melakukan penelitian

ini, yaitu:

4.3.2.1 Kriteria Inklusi


63

a. Mencit Jantan (Mus musculus) strain balb/c

b. Umur 6 - 8 minggu

c. Berat 20 - 25 gram

d. Sehat

4.3.2.2 Kriteria Drop Out

Mencit mati saat penelitian berlangsung

4.4 Besar Sampel

Dengan menggunakan rumus dari Federer (2013), maka besarnya sampel

dapat dihitung sebagai berikut:

(n – 1) (t – 1) > 15

(n – 1) (2 – 1) = 15

(n – 1) (1) = 15

n – 1 = 15

n = 16

Keterangan :

n : Banyaknya ulangan.

t : Banyaknya perlakuan

Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka diperoleh n = 16. Sampel

ditambah 10% dari 16 untuk mengantisipasi drop out selama penelitian yaitu

penambahan 1,6 ≈ 2 Sampel menjadi 18 per kelompok, sehingga untuk 2

kelompok perlakuan yang diperlukan adalah 36 ekor.


64

4.5 Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu: variabel bebas, variabel

tergantung, dan variabel terkendali.

4.5.1 Klasifikasi Variabel

- Variabel bebas adalah ekstrak teh hijau dan teh oolong.


- Variabel tergantung adalah jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1
(Matriks Metallo Proteinase-1).
- Variabel terkendali adalah jenis mencit, umur mencit, kesehatan mencit, berat
badan mencit, pakan mencit, kuatnya cahaya.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

1. Teh Hijau adalah golongan teh yang tidak mengalami proses fermentasi

diperoleh dari Kebun Teh di Jawa Tengah, Indonesia.

2. Teh Oolong adalah golongan teh yang mengalami proses semi fermentasi

diperoleh dari Kebun Teh di Bogor, Jawa barat.

3. Ekstrak teh Hijau dan teh Oolong

Ekstrak teh oolong dan teh hijau mengandung Polifenol atau EGCG yang

berfungsi sebagai antioksidan, proses ekstraksi dilakukan di laboratorium

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.

4. Pemberian per oral (force feeding) adalah pemberian dengan menggunakan

sonde lambung berupa jarum suntik yang ujungnya tumpul dengan dosis 3,6

mg (0,5cc).

5. Mencit (Mus musculus)

Mencit Balb/c yang digunakan adalah Mencit (Mus musculus) jantan yang
65

telah terpajan sinar UVB dan berusia 6-8 minggu dengan berat 20-25 gram,

pemberian ekstrak teh hijau dan teh oolong ini sebanyak 0,5 cc secara oral

setiap hari sampai minggu ke empat.

6. Sinar UVB

UVB adalah sinar UV dengan panjang gelombang 302 nm dengan alat G-Box

syngene, medium power level (400 mJ/cm2) selama 2 – 3 menit. Dosis UVB

adalah sinar UVB yang diberikan dari sumber UVB berupa solar simulator

yang diberikan 3 kali per minggu dengan total dosis 840 mJ/cm2 selama 4

minggu. Dimana minggu pertama 50 mJ/cm2, minggu kedua 70 mJ/cm2, dan

minggu ketiga 80 mJ/cm2 dan minggu keempat 80 mJ/cm2.

7. Kolagen

Kolagen adalah protein (Polipeptida) ekstraseluler yang merupakan jaringan

ikat yang diperoduksi oleh fibroblast.

Kolagen pada penelitiian ini diambil dari punggung mencit yang dipapar sinar

UVB, biopsy kulit mencit diambil dengan punch biopsy dengan diameter lima

mm dank e dealaman sampai sub cutan. Setelah itu dibuat preparat

histologinya, kemudian dilakukan pewarnaan dengan Sirius red. Selanjutnya

perhitungan dengan analisis digital menggunakan piranti lunak adobe

photoshop Cs2 versi-9 (Rabello-Fonseca et al, 2008) satuan yang digunakan

adalah %.

8. Jumlah kolagen adalah presentasi pixel jaringan kolagen yang diamati dan

diukur dengan menggunakan mikroskop Olympus CX-21 yang dihubungkan

dengan alat Optilab untuk mengambil gambar preparat dengan pulasan warna
66

picro Sirius Red, dibandingkan dengan pixel seluruh jaringan yang tampak

pada foto sediaan histologis dan dinyatakan dalam persen (%). Penilaian

dilakukan pada foto preparat dalam format JPEG yang diambil dengan kamera

LC Evolution dan mikroskop Olympus Bx51 dengan pembesaran objektif 40

kali, masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali.

9. Ekspresi MMP-1 adalah terlacaknya sel fibroblast dermis yang

mengekspresikan MMP-1 yang diperiksa secara imunohistokimia.

Pengukurannya adalah menghitung jumlah sel dengan mikroskop Olympus

Bx51 dan pembesaran objektif 40 kali, yaitu sel fibroblast yang

mengekspresikan MMP-1 dibagi dengan jumlah semua sel fibroblast dalam

lima lapangan pandang dan dikalikan 100%, hasilnya dinyatakan dalam satuan

persen (%).

10. Kualitas-kuantitas kandang adalah kandang pemeliharaan dengan atap dari

kawat, dilengkapi dengan tempat makanan-minuman dan disediakan satu

kandang untuk tiap kelompok perlakuan yang berbeda tiap mencit, yaitu tiap

kandang berisi 10 mencit. Kualitas-kuantitas makanan berupa konsentrat

makanan ayam 30%, jagung giling 40% dan dedak 30%, sebanyak 12-25 gr/

ekor/ hari, diberikan secara ad libitum. Minuman yang diberikan secara tidak

terbatas (ad libitum). Suhu ruangan dipertahankan 20-25˚C. Kelembaban dan

pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Aliran udara dalam ruangan

harus lemah dan mantap (ruang berventilasi baik dengan penyinaran normal)

(Mangkowidjojo, 1988).
67

4.6 Alat Bahan Dan Hewan Percobaan

4.6.1 Alat Penelitian

1. Kandang mencit

2. Timbangan

3. Buku dan alat pencatatan data

4. Alat untuk pembuatan preparat

5. Mikroskop

6. Spuit 1 cc

7. Needle 30 G

8. Kapiler

4.6.2 Bahan Penelitian

Bahan utama untuk penelitian ini adalah ekstrak teh oolong dan teh hijau

sebanyak 0,5 cc

4.6.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Mencit (Mus

musculus) berusia 6-8 minggu dengan berat badan 20-25 gram. Hewan yang

digunakan sesuai dengan persyaratan penelitian eksperimental. Persyaratannya

adalah mencit ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari wadah plastik

berukuran 23 cm x 17 cm x 9,5 cm dengan alas sekam padi dan tutup dari

anyaman kawat. Satu kandang maksimal dihuni 2 ekor mencit, idealnya satu

kandang untuk 1 ekor mencit. Kandang harus cukup kuat, tidak mudah rusak,
68

tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tapi hewan harus tampak jelas dari luar.

Kandang ditempatkan dalam ruangan berventilasi dan udara alami.

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Persiapan Hewan Uji

- Sebanyak 36 ekor mencit diadaptasi selama 7 hari

- Secara random mencit dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok dengan

pemberian ekstrak teh hijau (P1) dan kelompok dengan pemberian ekstrak teh

oolong (P2), masing-masing kelompok terdiri dari 18 ekor mencit.

- Mencit dari kelompok P1 diaplikasikan ekstrak teh hijau sebanyak 3,6 mg (0,5

cc) perlakuan diberikan setiap hari sampai minggu ke -4. Mencit dari

kelompok P2 diaplikasikan ekstrak teh oolong sebanyak 3,6 mg (0,5 cc),

perlakuan diberikan setiap hari sampai minggu ke -4.

- Dilakukan penyinaran dengan menggunakan sinar UVB merek G-Box

syngene, dengan dosis total penyinaran pada kelompok pertama dan kelompok

kedua sebesar 840 mJ/cm2 , dengan perincian : 50 mJ/cm2 pada minggu

pertama, 70 mJ/cm2 pada minggu ke dua dan 80 mJ/cm2 pada minggu ke 3 dan

ke 4. Penyinaran diberikan 3 kali seminggu selama 4 minggu, sehingga dosis

totalnya mencapai 840 mJ/cm2.


69

- Langkah Pajanan Sinar UVB Pada Mencit Balb/C

Tabel 4.1

Jadwal dan waktu penyinaran UVB

Jadwal Penyinaran Dosis sinar UVB Lama penyinaran

Minggu I 50 mJ/cm2 50 detik

( Senin, Rabu, Jumat )

Minggu II 70 mJ/cm2 70 detik

( Senin, Rabu, Jumat )

Minggu III dan IV 80 mJ/cm2 80 detik

(Senin, Rabu, Jumat )

- Bahan dasar ekstrak teh hijau 3,6 mg (0,5cc) diberikan per oral (force feeding)

menggunakan sonde lambung berupa jarum suntik yang ujungnya tumpul

diberikan dosis tunggal setiap hari setiap pukul 09.00, 15 menit sebelum

disinari dengan UVB. Mencit dibiarkan terlebih dahulu selama dua puluh

empat jam setelah penyinaran berakhir untuk menyingkirkan pengaruh efek

penyinaran akut (Vayalil dkk., 2004).

- Untuk mengambil sampel kulit pada mencit dilakukan biopsi. Sebelum

dibiopsi, mencit di euthanasia dengan dosis xylazine 4-8 mg/ kgBB IM dan

Ketamin 22-44mg/ kgBB IM (KNEPK, 2011). Bila sudah mati mencit

ditempatkan pada ruang tertutup kemudian dikubur. Sampel diambil dari

jaringan kulit diambil 2-3 mm dengan kedalaman sampai subkutan dan dibuat

sediaan histologis.

-
70

4.7.2 Pembuatan sediaan histologis

a. Tahap fiksasi

Kulit hasil biopsi direndam dalam formalin bufer fosfat 10% selama 24 jam

kemudian dilakukan triming bagian jaringan yang akan diambil.

b. Tahap dehidrasi

Jaringan tersebut direndam dengan alkohol bertingkat direndam berturut turut

50%, 70%, 90%, 96% dan 100% masing masing 2 kali selama 2 jam.

c. Tahap clearing

Jaringan dimasukkan ke clearing agent (xylene) selama 24 jam sampai

transparan.

d. Tahap embeding

Diawali dengan proses infiltrasi sebanyak 2 kali selama masing-masing 1 jam

dengan parafin murni (Histoplast) cair (suhu 60o C) kemudian jaringan

ditanam ke dalam parafin cair dan dibiarkan membentuk blok yang memakan

waktu selama satu hari agar mudah diiris dengan mikrotom.

e. Pemotongan

Menggunakan mikrotom rotari (Jung Histocut Leica 820), tebal 3 – 5 mikro

meter secara seri dan diambil irisan ke 5, 10, 15 untuk selanjutnya dilakukan

penempelan pada gelas obyek, lalu diinkubasi pada suhu 60o C selama 2 jam.

Khusus untuk slide yang dicat dengan immunohistokimia, menggunakan

object glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti Poly-Lysine atau yang

sejenis.
71

4.7.3 Pewarnaan dengan Sirius Red

a. Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan

rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100%

selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan

aquadest selama 2 menit.

b. Selanjutnya dilakukan pewarnaan inti sel dengan Hematoxilin Gill selama 10

menit dan dicuci selama 10 menit dengan air mengalir.

c. Dilakukan pewarnaan dengan picro Sirius Red selama 1 jam yang bertujuan

memberikan pewarnaan mendekati seimbang.

d. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian dengan air asam sebanyak 2 kali.

e. Air yang berlebihan selanjutnya dihilangkan secara fisik dengan menggoyang

secara perlahan.

f. Dehidrasi dalam etanol 70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol

100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2 menit, keringkan selama 2 jam dalam

suhu ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX).

4.7.4 Pengamatan hasil

Jumlah kolagen dihitung dengan metode analisis cepat digital, setiap sediaan

preparat difoto dengan menggunakan kamera LC evolution dan mikroskop

Olympus Bx51 dengan pembesaran objektif 40 kali,, masing-masing preparat

difoto 3 kali disimpan dalam format JPEG.


72

4.7.5 Prosedur penghitungan ekspresi kolagen dermis

Prosedur menggunakan piranti lunak Adobe Photoshop Cs2 versi 9.0. Foto

preparat tersebut dianalisis jumlah kolagennya yang merupakan presentase

kolagen dari seluruh area jaringan. Jaringan kolagen yang tampak berwarna merah

terang.

Jumlah kolagen (%) = pixel area kolagen x 100%


pixel area seluruh jaringan

4.7.6 Pengecatan Immunohistokimia MMP-1

Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi

meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100% selama 2

menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan PBS selama 2

menit. Selanjutnya dilakukan antigen retrieval, yaitu slide direndam dalam buffer

Tri Sodium Citrat lalu dipanaskan dalam microwave selama 5 menit dengan

menggunakan daya 800 Watt, dinginkan lalu cuci dengan PBS 2 x 5

menit.Selanjutnya dilakukan bloking peroksidase endogen dalam boks plastik

dengan H2O2 3% selama 30 menit. Kemudian dicuci dengan PBS 1X selama 5

menit masing-masing dua kali. Diteteskan 5% FBS 100 µL selama dua jam dalam

suhu ruang dan boks dalam keadaan tertutup. Dilanjutkan dengan dicuci PBS 1X

selama 5 menit masing-masing dua kali, kemudian diteteskan antibodi primer 100

µL selama satu malam dalam boks tertutup. Setelah satu malam dicuci dengan

PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar masing-masing sebanyak dua kali sambil

digoyangkan. Dilanjutkan dengan biotinylated link yang diteteskan pada seluruh

permukaan jaringan kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam boks tertutup,


73

kemudian dicuci dalam PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar masing-masing

dua kali sambil digoyangkan. Selanjutnya diteteskan streptavidin peroxidase

kemudian didiamkan selama 30 menit dalam boks tertutup, dicuci kembali dalam

glass jar menggunakan PBS 1X sebanyak empat kali masing-masing selama 3

menit sambil digoyangkan. Diteteskan DAB hingga berwarna coklat kemudian

dicuci dengan PBS 1X hingga bersih dan dikeringkan. Diteteskan Hematoxylin

Gill didiamkan selama lima menit kemudian dicuci dengan air mengalir.

Direndam dalam etanol absolut sebanyak dua kali masing-masing selama lima

menit, dilanjutkan perendaman pada xylene sebanyak dua kali masing-masing

selama lima menit.

Setelah kering slide di-mounting dengan medium berbasis xylene (DPX) dan

ditutup cover glass.

Kadar MMP-1 (%) = Fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 x 100%

Total fibroblas pada lapang pandang


74

4.8. Alur Penelitian

36 ekor mencit diadaptasi selama 7 hari

36 mencit percobaan dibagi 2 kelompok secara acak

Kelompok P1 Kelompok P2
18 18

Pemberian ekstrak teh Hijau 3,6 mg Pemberian ekstrak teh Oolong 3,6 mg
(0,5 cc) setiap pukul 09.00, ditunggu (0,5 cc) setiap pukul 09.00, ditunggu 15
15 menit kemudian dipapar sinar UVB menit kemudian dipapar sinar UVB

Paparan UVB seminggu 3x selama 4 Paparan UVB seminggu 3x selama 4


minggu dengan dosis total 840 mj/cm2 minggu dengan dosis total 840 mj/cm2

Setelah 4 minggu mencit dianestesi sampai mati

Histopatologi jaringan kulit

Analisis Data

4.9 Analisis Data

Data yang telah terkumpul sudah diproses dan dianalisis dengan langkah –

langkah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji

hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif


75

dilakukan dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis

tergantung dari normal tidaknya distribusi data.

2. Analisis Normalitas dan Homogenitas

a. Uji normalitas data menggunakan uji Saphiro Wilk, oleh karena sampel

berjumlah kurang atau sama dengan 36. Data terdistribusi normal dengan

p>0,05.

b. Uji Homogenitas dengan menggunakan Levene’s test.Varian data

dinyatakan homogen dengan p>0,05.

3. Uji komparasi

Karena data berdistribusi normal dan homogen, perbedaan rerata antar kelompok

dilakukan Independent sample T Test.


76

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan

completely randomized post test only control group design yang menggunakan 36

ekor Mencit Jantan (Mus musculus) strain balb/c, berumur 6-8 minggu, dengan

berat badan 20-25 gram yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing

berjumlah 18 ekor mencit, satu kelompok sebagai kelompok perlakuan 1 (P1)

yang diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Hijau dengan

dosis 0,5cc setiap hari, dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan pajanan

sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Oolong dengan dosis 0,5cc setiap hari.

Pada kelompok P1 yang sebelumnya telah diberikan pajanan sinar UVB,

dilakukan pemberian ekstrak teh hijau setiap hari sampai minggu ke -4. Pada

kelompok P2 yang sebelumnya telah diberikan pajanan sinar UVB dilakukan

pemberian ekstrak teh oolong setiap hari sampai minggu ke – 4. Setelah 48 jam

dari pemberian preparat, semua mencit dari kedua kelompok dianestesi, kemudian

diambil jaringan kulitnya untuk dibuat preparat histologisnya dan dihitung jumlah

kolagen dermisnya sebagai data post test. Hasil penelitian ini kemudian dianalisis

dan disajikan menggunakan analisis deskriptif, normalitas data, homogenitas data,

dan uji komparabilitas.


77

5.1. Analisis Deskriptif

Data hasil penelitian terhadap variabel jumlah kolagen dan ekspresi

MMP-1 pada masing-masing kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk

deskripsi. Jumlah kolagen dermis adalah persentase pixel jaringan kolagen berupa

jaringan berwarna merah terang dengan pewarnaan Sirius red dibandingkan

dengan pixel seluruh jaringan yang tampak pada foto sediaan histologis. Penilaian

dilakukan pada foto dan perhitungan dengan analisis digital menggunakan piranti

lunak adobe photoshop Cs2 versi-9 (Gambar 5.1; 5.2).

Tabel 5.1
Hasil Analisis Deskriptif Data Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1

Hasil analisis jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada masing-masing

kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

Variabel Kelompok Rerata SB Median Minimum Maksimum

Perlakuan 1 (P1) 73,96 6,266 74,68 63,10 83,32


Jumlah Kolagen
(%) Perlakuan 2 (P2) 75,59 6,309 74,98 65,95 85,05

11,49 2,810 10,66 7,59 17,57


Ekspresi MMP-1 Perlakuan 1 (P1)
(%) Perlakuan 2 (P2) 6,87 2,280 6,87 3,64 11,67
78

Gambar 5.1 Histopatologi Dermis Kelompok Perlakuan 1 (P1)

(Panah menunjukkan Kolagen; Pewarnaan Sirius Red; Perbesaran 400x)


79

Gambar 5.2 Histopatologi Dermis Kelompok Perlakuan 2 (P2)

(Panah menunjukkan Kolagen; Pewarnaan Sirius Red; Perbesaran 400x)


80

Gambar 5. 3 Ekspresi MMP-1 Jaringan Dermis Mencit


Perlakuan (P1) dengan pengecatan Imunohistokimia (panah
menunjukan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1)

Gambar 5. 4 Ekspresi MMP-1 Jaringan Dermis Mencit Perlakuan (P2) dengan

pengecatan Imunohistokimia

Keterangan Gambar: Tanda panah menunjukan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1

(sitoplasma sekitarnya berwarna keunguan sampai kecoklatan)


81

5.2 Uji Normalitas Data

Jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada masing-masing kelompok diuji

normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan

bahwa data berdistribusi normal (p>0,05) yang disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok

Variabel Kelompok Subyek n p Keterangan

Jumlah Kolagen Perlakuan 1 (P1) 18 0,441 Normal

Perlakuan 2 (P2) 18 0,525 Normal

Ekspresi MMP-1 Perlakuan 1 (P1) 18 0,167 Normal

Perlakuan 2 (P2) 18 0,534 Normal


n = jumlah sampel

5.3 Uji Homogenitas Data

Jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada masing-masing kelompok diuji

homogenitasnya dengan menggunakan uji Lavene’s statistic. Hasilnya

menunjukkan bahwa varian data homogen (p>0,05) (Tabel 5.3).

Tabel 5. 3
Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok

Variabel n p Keterangan

Jumlah Kolagen 36 0,939 Homogen

Ekspresi MMP-1 36 0,254 Homogen


n = jumlah sampel
82

5.4 Uji Komparabilitas

Analisis komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata jumlah

kolagen dan ekspresi MMP-1 antar kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberikan

pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Hijau dengan dosis 0,5cc setiap

hari, dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan pajanan sinar UVB dengan

pemberian ekstrak teh Oolong dengan dosis 0,5cc setiap hari. Analisis kemaknaan

diuji dengan Independent sample T test karena sebaran data normal dan homogen.

Hasil analisis komparasi disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4
Rerata Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok

Variabel Kelompok n Rerata t p

Perlakuan 1 (P1) 18 73,96 ± 6,266


Jumlah Kolagen -0,778 0,442
Perlakuan 2 (P2) 18 75,59 ± 6,309

Perlakuan 1 (P1) 18 11,49 ± 2,810


Ekspresi MMP-1 5,321 0,000
Perlakuan 2 (P2) 18 6,87 ± 2,280

Tabel 5.4 menunjukkan rerata jumlah kolagen pada kelompok perlakuan 1

(P1) yang diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Hijau

adalah 73,96 ± 6,266 %, sedangkan pada kelompok perlakuan 2 (P2) yang

diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Oolong adalah 75,59

± 6,309 %. Analisis kemaknaan dengan Independent sample T test menunjukkan

bahwa nilai t= -0,778 dan nilai p= 0,442. Hal ini berarti kedua kelompok memiliki

rerata jumlah kolagen yang tidak berbeda bermakna (p>0,05).


83

Namun Tabel 5.4 menunjukkan rerata ekspresi MMP-1 pada kelompok

perlakuan 1 (P1) yang diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh

Hijau adalah 11,49 ± 2,810 %, sedangkan pada kelompok perlakuan 2 (P2) yang

diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Oolong adalah 6,87 ±

2,280 %. Analisis kemaknaan dengan Independent sample T test menunjukkan

bahwa nilai t= 5,321 dan nilai p= 0,000. Hal ini berarti kedua kelompok memiliki

rerata ekspresi MMP-1 yang berbeda sangat bermakna (p<0,01).


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subyek Penelitian

Untuk menguji perbedaan efek pemberian ekstrak teh Hijau dan ekstrak teh

Oolong terhadap jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 Mencit Jantan (Mus

musculus) strain balb/c yang dipapar sinar UVB, telah dilakukan penelitian

dengan rancangan Posttest Only Control Group Design. menggunakan 36 ekor

Mencit Jantan (Mus Musculus) strain balb/c, berumur 6-8 minggu, dengan berat

badan 20-25 gram yang terbagi menjadi 2 (tiga) kelompok masing-masing

berjumlah 18 ekor mencit, satu kelompok sebagai kelompok perlakuan 1 (P1)

yang diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Hijau dengan

dosis 0,5cc setiap hari, dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan pajanan

sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Oolong dengan dosis 0,5cc setiap hari.

Pada kelompok P1 yang sebelumnya telah diberikan pajanan sinar UVB,

dilakukan pemberian ekstrak teh hijau setiap hari sampai minggu ke -4. Pada

kelompok P2 yang sebelumnya telah diberikan pajanan sinar UVB dilakukan

pemberian ekstrak teh oolong setiap hari sampai minggu ke – 4. Penggunaan

mencit sebagai subjek disebabkan karena mencit merupakan hewan yang

memiliki banyak persamaan secara biologis terhadap manusia. Sedangkan

penggunaan jenis kelamin jantan dikarenakan mencit jantan tidak terpengaruh

oleh siklus menstruasi seperti pada mencit betina, dimana pada mencit yang

84
85

mestruasi akan terjadi perubahan hormonal yang akan memberi efek pada

jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 yang akan diperiksa.

6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa jumlah kolagen sebelum dianalisis lebih lanjut,

terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi digunakan uji

Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data dan uji homogenitas dengan uji

Levene test untuk mengetahui varian data.

Hasilnya menunjukkan bahwa data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1

pada semua kelompok, yaitu kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberikan pajanan

sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Hijau dengan dosis 0,5cc setiap hari,

dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan pajanan sinar UVB dengan

pemberian ekstrak teh Oolong dengan dosis 0,5cc setiap hari berdistribusi normal

(p>0,05) dan memiliki varian data yang homogen (p>0,05).

6.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Teh Hijau dan Teh Oolong terhadap
Jumlah Kolagen Kulit

Radiasi ultraviolet merupakan salah satu sumber radikal bebas yang dapat

menyebabkan penuaan dini kulit (photoaging) yang ditandai dengan menurunnya

jumlah kolagen. Penurunan jumlah kolagen jaringan dermis dikarenakan energi

radiasi UV menyebabkan kerusakan pada membran sel dan protein sehingga

memproduksi ROS (Reactive Oxygen Speciesies). Kira-kira 50% dari UV

menginduksi kerusakan yang berasal dari formasi radikal bebas. Radiasi sinar
86

ultraviolet dapat bersifat merusak melalui dua mekanisme yang berbeda

yaitu melalui absorbsi UV secara langsung oleh komponen selular dan

fotosensitisasi yang dapat merusak sel dengan tranfer elektron atau pembentukan

radikal hiroksil. Hidrogen peroksida juga dapat dikonversi menjadi radikal

hidroksil (OH•) dengan adanya zat besi (Fe2+) melalui reaksi Fenton. Radikal

hidroksil dapat masuk memalui membran inti dan merusak DNA. Kadar (OH•)

dapat dideteksi dalam 15 menit setelah paparan sinar UV dan berlanjut hingga 60

menit. Pembentukan dan penyebaran radikal bebas semacam ini dapat merusak

berbagai komponen di dalam kulit, seperti enzim dan membran sel (Rhein dan

Santiago, 2010; Wiraguna, 2013).

Kromofor pada jaringan kulit dapat menyerap energi dan menjadi bagian

yang tereksitasi. Kemudian terjadi perubahan kimiawi, mengirimkan energi ini ke

molekul yang lain atau energi ekstra tersebut menyalurkan panas atau sinar. Sinar

matahari mengurangi produksi prokolagen tipe 1, yang merupakan struktur

protein utama pada kulit manusia. Pengurangan ini adalah kunci dari patofisiologi

dari penuaan kulit secara dini (photoaging) (Rhein dan Santiago, 2010).

Kerusakan pada dermis akibat paparan UV menyebabkan perubahan

berupa berkurangnya jumlah serat kolagen dan berakibat pada ketebalan kolagen

berkurang, serat kelarutan serat kolagen berkurang (Diegelman, 2008). Kerusakan

kolagen akibat paparan sinar UVB akibat pengaruh radikal bebas dapat

menimbulkan kerusakan pada tingkat seluler dan pada akhirnya berakibat pada

kematian sel serat kolagen maupun sel fibroblas yang memproduksi kolagen

(Diegelman, 2008; Fisher et al., 2008).


87

Hasil penelitian menunjukkan rerata jumlah kolagen pada kelompok

perlakuan 1 (P1) yang diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh

Hijau adalah 73,96 ± 6,266 %, sedangkan pada kelompok perlakuan 2 (P2) yang

diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Oolong adalah 75,59

± 6,309 %. Analisis kemaknaan dengan Independent sample T test menunjukkan

bahwa nilai t= -0,778 dan nilai p= 0,442. Hal ini berarti kedua kelompok memiliki

rerata jumlah kolagen yang tidak berbeda bermakna (p>0,05).

Teh hijau dan teh oolong mengandung polifenol dalam jumlah yang cukup

tinggi, termasuk di dalamnya epicatechin, epigallocatechin, epicatechin-3-gallate,

dan epigallocatechin3-gallate (EGCG). Polifenol teh hijau dan teh oolong dapat

diberikan baik secara oral maupun topikal untuk mendapatkan efek fotoproteksi.

Mekanisme antioksidan senyawa polifenol berdasarkan kemampuan mendonorkan

atom hidrogen dan kemampuan mengkelat ion-ion logam. Setelah mendonorkan

satu atom hidrogen, senyawa fenolik menjadi senyawa yang stabil dan tidak

mudah mengalami resonansi , sehingga tidak mudah berpartisipasi dalam reaksi

radikal yang lain (Chiu et al., 2005; Muchtadi, 2013).

Epicatechin, epigallocatechin, epicatechin-3-gallate, dan

epigallocatechin3-gallate (EGCG) merupakan flavonoid yang terkandung dalam

teh. Flavonoid merupakan suatu antoksidan golongan phenol yang banyak

ditemukan di sayuran, buah-buahan, kulit pohon, akar, bunga, teh dan wine.

Konstribusi flavonoid untuk sistem pertahanan antioksidan sangat besar

mengingat total asupan harian flavonoid dapat berkisar 50-800 mg, konsumsi ini
88

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata asupan harian diet antioksidan

lain seperti vitamin C (70 mg), vitamin E (7-10) atau keratenoid (2-3 mg).

Flavonoid bisa mencegah kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dengan

beberapa cara. Salah satunya adalah memusnahkan radikal bebas secara langsung.

Flavonoid dioksidasi oleh radikal, menghasilkan radikal yang lebih stabil dan

kurang reaktif. Flavonoid menstabilkan senyawa oksigen reaktif dengan bereaksi

dengan susunan reaktif dari radikal tersebut (Muchtadi, 2013).

Teh hijau dapat mengubah kemampuan kulit secara regeneratif. Dimana

deferensiasi keratinosit yang distimulasi oleh ekstrak teh hijau menjadi sel lebih

baru, ditemukan pada penelitian kulit yang terluka, dan bukti klinis tampak pada

aktinik keratoses. Pemberian ekstrak teh hijau pada kulit dapat meningkatkan

ketebalan epidermal kulit dengan menstimulasi proliferasi keratinosit epidermis

dengan cara meregulasi gen antiapoptosis, seperti bcl-2. Sebagai tambahan EGCG

berperan sebagai inhibitor kompetisi dari tirosin, yang mungkin menurunkan

produksi melanin dan meregulasi perubahan pigmen kulit. Pada hewan,

kandungan katekin pada teh hijau dapat juga meningkatkan kolagen karbonil yang

terkandung pada kulit, dimana mekanisme ini merupakan mekanisme penting

yang memberikan efek perlindungan dari katekin teh hijau dalam melawan efek

penuaan (Chiu et al, 2005).

Penelitian menunjukkan EGCG dapat mencegah dan memodifikasi respon

untuk menghilangkan radiasi UVA dan UVB, meliputi kerusakan oksidatif,

formasi dimensiklobutan dimer pirimidin. Ekspresi akut siklooksigenase 2, faktor

nuklear B dan translokasi nuklear p56, c-fos dan induksi protein p53 dan 8-
89

hidroksideoksiguanosin yang menginduksi mutasi gen. Selain itu polifenol

teh hijau dapat menstimulasi umur keratinnosit untuk memperbarui sel. EGCG

juga telah menunjukan pengaruhnya terhadap ketebalan epidermal dengan

menstimulasi proliferasi keratinosit epidermal melalui regulasi gen antiapoptosis

seperti bcl-2. Pada hewan coba, katekin teh dapat juga meningkatkan kandungan

karbonil kolagen pada kolagen, dimana hal ini penting sebagai langkah untuk

mencegah penuaan (Chiu et al., 2005).

Terapi pendahuluan oleh EGCG pada keratinosit epidermis normal

manusia dapat menghambat UV-B menginduksi stress oksidasi yang dimediasi

fosforilasi MAPK; fosforilasi dan degradasi dari IκBα dan aktifasi dari IKKα dan

NF-κB. Pada sel keratinosit, EGCG menghambat UV-B yang memperantarai

aktivasi dari aktifitas AP-1. EGCG juga ditemukan menghambat UV-B

menginduksi ekspresi dari c-fos, komponen utama dari AP-1. Aplikasi polifenol

teh hijau topikal pada mencit SKH-1 sebelum terpapar UV-B berkali-kali dapat

menurunkan regulasi dari UV-B menginduksi fosforilasi dari MAPK dan aktifasi

dari NF-Κb. Aplikasi secara topikal ekstrak teh hijau pada kulit manusia sebelum

terpapar sinar UV-B juga menunjukkan penghambatan terjadi eritema,

pengurangan terhadap sel-sel yang terbakar sinar matahari, perlindungan terhadap

sel-sel langerhan dan terhadap kerusakan DNA (Afag dan Mukhtar, 2006).

Secara garis besar, kedua jenis teh ini, yakni teh hijau dan teh oolong

dapat mencegah penurunan kadar kolagen akibat paparan sinar UVB dengan

efektifitas yang tidak berbeda (p>0,05). Teh hijau dan teh Oolong berasal dari

daun teh yang sama yaitu camelia sinensis, tetapi kedua teh ini dapat dibedakan
90

dari pemprosesannya. Untuk produksi teh hijau, daun teh dipanaskan

setelah pemetikan untuk menghentikan reaksi-reaksi enzim dari daun teh.

Sedangkan untuk produksi teh Oolong, daun teh dibiarkan dalam kondisi tertentu

untuk memproduksi rasa yang spesifik dari proses Fermentasi. Daun dari Teh

Oolong tidak dihancurkan dan sel-sel daun tidak rusak. Oleh perbedaan ini dalam

pemprosesan ini, komponen dari teh Oolong dan teh hijau berbeda satu sama lain

(Komatsu et al, 2003). Namun efektifitas kedua daun ini dalam mencegah

penurunan kolagen adalah serupa dan tidak berbeda bermakna secara statistik.

6.4 Pengaruh Pemberian Ekstrak Teh Hijau dan Teh Oolong terhadap
Ekspresi MMP-1

Matriks metaloproteinase (MMP) adalah suatu enzim golongan zinc-

dependent endopeptidase yang berfungsi mendegradasi jaringan ikat pada kulit

bagian dermis. MMP terlibat dalam berbagai aktivitas proteolitik baik dalam

keadaan fisiologis maupun patologis seperti embriogenesis, penyembuhan luka,

inflamasi, angiogenesis, dan kanker (Quan et al., 2009). Matriks metaloproteinase

pada kulit yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh paparan sinar UV

adalah MMP-1 dan paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen.

Disamping oleh paparan sinar UV, kadar MMP-1 juga meningkat dengan

bertambahnya usia, hal ini akan mengakibatkan fragmentasi dan disorganisasi

susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer dan Eisen, 2003 ; Fisher et al., 2009).

Stres oksidatif yang dipicu oleh paparan sinar UV akan mengaktivasi

reseptor sitokin dan growth factor pada permukaan keratinosit epidermis dan sel
91

fibroblas di dermis. Aktivasi reseptor ini akan menginduksi sinyal

intraseluler MAP Kinase yang selanjutnya mengaktivasi faktor transkripsi AP-1.

Activator protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription factor, terdiri

dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi

MMP (Helfrich et al., 2009; Ichihashi et al., 2009).

Nuclear factor kappa B (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1)

merupakan faktor transkripsi yang diatur oleh keadaan redoks seluler, dan terlibat

dalam regulasi ekspresi gen. Kedua faktor transkripsi tersebut bertanggung jawab

dalam pengaturan berbagai molekul sinyal ekstraseluler yang terlibat dalam

proses inflamasi, proliferasi sel, apoptosis, tumorigenesis, dan perbaikan jaringan.

Kedua faktor transkripsi ini sangat penting dalam proses degeneratif yang

diakibatkan oleh paparan sinar UV yang berhubungan dengan photoaging seperti

induksi matriks metaloproteinase, dan keduanya merupakan target terapi

pencegahan anti-penuaan (Ichihashi et al., 2009). Matriks metaloproteinase-1,

MMP-3 dan MMP-9 adalah yang paling meningkat kadarnya setelah paparan

sinar UV-B. Peningkatan mRNA MMP-1 dan MMP-3 hampir 1000 kali lipat

setelah 24 jam paparan sinar UV (Quan et al., 2009). Setelah kolagen dipecah

oleh MMP-1, maka kolagen semakin mengalami degradasi dengan meningkatnya

MMP-3 dan MMP-9 (Fisher et al., 2001; Quan et al., 2009).

Fibroblas dermis merupakan sumber utama MMP-1 dan meningkat setelah

paparan sinar UV-B pada sel kultur maupun sel kulit secara in vivo (Fagot et al.,

2004). Matriks metaloproteinase-1, MMP-3 dan MMP-9 pada permulaannya

dihasilkan di epidermis, tapi enzim tersebut dapat berdifusi ke dalam dermis dan
92

kemudian mendegradasi kolagen (Quan et al., 2009). Difusi ini juga

dibantu oleh ikatan langsung MMP ke kolagen matriks ekstraseluler. Walaupun

ada penelitian yang mengemukakan bahwa keratinosit adalah sumber utama MMP,

yang diproduksi sebagai respon kulit terhadap paparan sinar UV-B (Fisher et

al.,2009) tapi ada kemungkinan bahwa fibroblas dermis juga memainkan peran

dalam produksi MMP oleh keratinosit melalui mekanisme parakrin tidak langsung

yaitu dengan pelepasan growth factor dan sitokin yang memicu produksi MMP

oleh keratinosit (Quan et al., 2009).

Paparan sinar UV-B dengan total dosis 840 mJ/cm2 selama empat minggu

mampu meningkatkan kadar MMP-1 pada jaringan kulit tikus (Sun-Young et al.,

2004). Dan dalam penelitian rerata ekspresi MMP-1 pada kelompok perlakuan 1

(P1) yang diberikan pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Hijau

adalah 11,49 ± 2,810, sedangkan pada kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan

pajanan sinar UVB dengan pemberian ekstrak teh Oolong adalah 6,87 ± 2,280.

Analisis kemaknaan dengan Independent sample T test menunjukkan bahwa nilai

t= 5,321 dan nilai p= 0,000. Hal ini berarti kedua kelompok memiliki rerata

ekspresi MMP-1 yang berbeda sangat bermakna (p<0,01).

Ekstrak teh hijau dan teh oolong merupakan sumber kaya katekin telah

menunjukkan mengkonsumsi teh hijau berhubungan dengan keuntungan

kesehatan meliputi penghambatan terhadap proses inflamasi. Penelitian

menunjukkan bahwa EGCG dapat menghambat aktivitas dari aktivasi sitokin JNK

dan jalur AP-1 pada kondrosit manusia (Singh et al., 2004). Selain itu penelitian

yang dilakukan oleh Adcocks et al. (2002) membuktikan bahwa pemberian


93

EGCG konsentrasi 100μM secara in vitro pada kultur sel kondrosit babi

dan manusia dapat mencegah IL-1β meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-13

pada kondrosit manusia (Ahmed, 2002). Banyak penelitian telah dilakukan dan

membuktikan fungsi antioksidan antikarsinogenik, antihiperkolesterol dan anti

kanker dari katekin ekstrak teh hijau serta pengaruh pencegahan terhadap penyakit

jantung iskemik.. Namun hasil peneltian ini bertolak belakang dengan penelitian

yang dilakukan oleh Chiu et al. (2005), yang menunjukkan pemberian EGCG oral

sebesar 400 atau 800 mg dari tidak dapat melindungi kulit dari kemerahan atau

eritema akibat dari ultraviolet, sedangkan pemberian secara topikal dapat

melindungi kerusakan kulit akibat dari ultraviolet (Klaus et al., 2005; Nagao et al.,

2007; Nagle et al., 2008).

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa senyawa yang memiliki efek

mencegah peningkatan MMP-1 di dalam ekstrak teh adalah kandungan polifenol

yang meliputi epigallocatechin (EGC), epigallocatechin gallate (EGCG),

epicatechin gallate (ECG), epicatechin (EC), gallocatechin (GC) dan catechin (C).

Namun hasil penelitian ini menarik karena dari hasil analisis menunjukkan bahwa

ekspresi MMP-1 pada kelompok yang diberikan teh oolong (P2) lebih rendah

dibandingkan kelompok yang diberikan teh hijau (P1) (p<0,01). Hal ini

menunjukkan efektifitas teh oolong dalam mencegah peningkatan eksrepsi MMP-

1 akibat paparan sinar UV lebih baik dibandingkan teh hijau.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuo et al., (2005) menunjukkan

bahwa hamper seluruh jenis kandungan polifenol penting seperti epigallocatechin

(EGC), epigallocatechin gallate (EGCG), epicatechin gallate (ECG), epicatechin


94

(EC), gallocatechin (GC) pada teh hijau adalah lebih tinggi dibandingkan

teh oolong. Kecuali kandungan catechin (C) yang menunjukkan kadar lebih tinggi

pada teh oolong dibandingkan dengan teh hijau (Kuo et al., 2005). Hal ini

mengindikasikan bahwa catechin (C) memiliki peran yang jauh lebih dominan

dalam regulasi kadar MMP-1 sebagai respon terhadap paparan sinar UV

disbanding polifenol lainnya.

Hasil menarik lainnya dalam penelitian ini adalah walaupun ekspresi

MMP-1 secara statistik lebih tinggi pada kelompok perlakuan teh oolong (P2)

dibandingkan teh hijau (P1) (p<0,01), namun jumlah kolagen pada kedua

kelompok tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Hal ini kemungkinan dapat

terjadi karena adanya overekspresi dari tissue inhibitor of metalloproteinase-1

(TIMP1) pada kelompok teh hijau (P1). TIMP adalah inhibitor metalloproteinase

pada jaringan merupakan glikoprotein yang terdapat pada beberapa jaringan

terutama kulit. Protein ini adalah anggota dari keluarga TIMP. Selain berperan

sebagai inhibitor terhadap sebagian besar MMPs, protein ini mampu menginduksi

proliferasi berbagai jenis sel, dan juga mungkin memiliki fungsi anti-apoptosis

(Nalluri et al., 2015). Sehingga hal ini dapat menjelaskan mengapa jumlah

kolagen pada kedua kelompok tidak berbeda dengan ekspresi MMP-1 yang

berbeda. Namun hal ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan melakukan

penelitian lanjutan menggunakan rancangan penelitian yang sama dan variabel

bebas berupa kadar TIMP-1.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 4 minggu dengan

menggunakan Mencit Jantan (Mus musculus) strain balb/c sebanyak 30 ekor

sebagai hewan coba ini, dapat disimpulkan hal sebagai berikut.

1. Pemberian ekstrak teh oolong per oral mencegah peningkatan ekspresi

MMP-1 lebih banyak daripada ekstrak teh hijau pada mencit balb-c yang

dipapar sinar UV-B (p<0,01)

2. Pemberian ekstrak teh hijau per oral tidak berbeda bermakna dalam

mencegah penurunan jumlah kolagen daripada ekstrak teh oolong pada

mencit balb-c yang dipapar sinar UV-B.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah.

1. Perlu dilakukan penelitian dalam jangka waktu perlakuan lebih lama untuk

mengetahui efek terapi dan kemungkinan efek toksistas pada pemberian

ekstrak teh hijau dan teh oolong.

95
81

2. Perlu dilakukan analisis lanjutan terhadap variabel lain seperti TIMP-1 untuk

menjelaskan fenomena hasil penelitian yang tidak konsisten antara jumlah

kolagen dan ekspresi MMP-1.

3. Perlu dilakukan uji toksisitas krim ekstrak teh hijau dan teh oolong terhadap

kulit, untuk mengetahui potensi efek samping baik jangka pendek maupun

jangka panjang jika diberikan pada dosis tertentu.

4. Perlu dilakukan uji klinik pada manusia yang memiliki tingkat sensitivitas

terhadap bahan kimia yang berbeda.

81
82

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, T.H. 2004. Biomolecular Mechanism of Antioxidant Activity on Aging


Process. Paparan lengkap presented at 1st Symposium on Geriatri “The New
Paradigma in The Role and Life Care of Active Aging People”. Bandung 16-
17 Juli 2004. Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/archives/27543/#.
Accessed at 21 maret 2014.

Adcocks C, Collin P, Buttle DJ. 2002. Catechins from green tea (Camellia sinensis)
inhibit bovine and human cartilage proteoglycan and type II collagen
degradation in vitro. J Nutr. 2002 Mar;132(3):341-6.

Afaq, F and Mukhtar, H. 2006. Botanical Antioxidants in The Prevention of


Photocarcinogenesis and Photoaging. Experimental Dermatology. 15 : 678-84.

Afaq, F., Mukhtar H., 2010. Antioxidants for The Prevention of Photoaging. In :
Rhein, L.D., Fluhr J.M., editors. Aging Skin : Current and Future
Therapeutic Strategis 1st ed.USA: Allu Red Bussiness Media. P. 273-93.

Ahmed, S., Wang, N., Lalonde, M., Goldberg, V. M. and Haqqi, T.M. 2004. Green
Tea Polyphenol Epigallocathecin-3-gallate (EGCG) Differentially Inhibits
Interleukin- 1β- Induced Expression of Matrix Metalloproteinase-1 and -13 in
Human Chondrocytes. The Journal of Pharmacology and Experimental
Therapeutics February, 308 (2) : 767-73.

Baumann, L. and Saghari, S. 2009. Photoaging. In : Baumann, Leslie, editors.


Cosmetic Dermatology. 2nd. Ed. New York : McGraw-Hill. p.34-41.

Bose, M., Lambert, J.D., Ju, J., Reuhl, K.R., Shapses, S.A., Yang, C.S., 2008. The
Major Green Tea Polyphenol, (-)- Epigallocatechin-3- Gallate, Inhibits
Obesity, Metabolic Syondrome, and Fatty Liver Disease in High-Fat-Fed
Mice. Dalam Journal of Nutrition and Disease. Vol:2, hlm 1677-1683.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2586893/.
Accessed at 1 April 2014.

Chiu, A.E., Chan, J. L., Kern, D. G., Kohler, S., Rehmus, W. E. and Kimball, A. B.
2005. Double-Blinded, Placebo-Controlled Trial of Green dTea Extracts in

82
83

The Clinical and Histologic Appearance of Photoaging Skin. Dermatol surg,


31: 855-59.

83
84

Darvin, M. E., Sterry, W., Lademann, J., Vergou, T., 2011. The Role Of
Carotinoid in Human Skin, 16: 10491-10506.

Diegelmann, R.F., 2008. Collagen Metabolism., Available from:


http:/www.medscape.com/viewarticle/423231. Accessed August 8, 2016.

Fagot, D., Asselineau, D., and Bernerd, F. 2004. Matrix metalloproteinase-1


production observed after solarsimulated radiation exposure is assumed by
dermal fibroblasts but involves a paracrine activation through epidermal
keratinocytes. Photochem Photobiol. 79:499–505.

Fatchiyah, 2013. “Laik Ethic Penelitian dengan Hewan Coba”(makalah). Malang:


Brawijaya

Federer, W.T., 2013. Statistical Design and Analysis for Intercropping


Experiments. Vol II : Three of More Crops. New York: Springer. p. 30-33.

Fisher, G.J., Quan, T., Purohit, T., Shao, Y., Cho, M.K., Varani, J., Kang, S.,
Voorhess, J.J. 2009. Collagen Fragmentation Promotes Oxidative Stress
and Elevates Matrix Metalloproteinase-1 in Fibroblast in Aged Human
Skin. The American Journal of Pathology, vol 174: p. 101-115.

Fisher, G.J., Wang, Z.Q., Datta , S.C., Varani, J. and Kang, S., 2001.
Pathophysiology of Premature Skin Aging. N. Eng. J. Med. Vol. 337:
1419-29.

Fisher, G.J., Wang, Z.Q., Datta , S.C., Varani, J., Kang, S. and Voorhees, J.J.,
2008. Pathophysiologi of Premature Skin Aging Induce by Ultraviolet
Light. Available from: http//Wikipedia.org/wiki/Antioxidan. Accessed
August 12, 2016

Fowler, B. 2003. Functional and Biological Markers of Aging. In :Klatz, R. 2003.


Anti-Aging MedicalTherapeutics volume 5. Chicago : the A4M
Publications. p. 43

Gilchrest, B. A. 2004. Using DNA damage responses to prevent and treat skin
cancers. J Dermatol, 31 : 862-877.

Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. 2006. Skin Aging. Germany : Springer-Verlag


Berlin Heidelberg, Germany. p. 10-11, 23-24, 34-42, 49.

Helfrich, Y.R., Sachs, D. L., and Voorhees, J. J. 2008. The Biology of Skin
Ageing. European Dermatology. 39-42.
85

Hoffman, R. 2014. EGCG: Potent Extact of Green Tea. Artikel Intelligent


MedicineTM. Available from: http://drhoffman.com/article/egcg-potent-
extract-of-green-tea-2/. Accessed at 1 April 2014.

Ichihashi, M., Ando, H., Yoshida M., Niki Y., and Matsui, M. 2009. Photoaging
of The Skin. J Anti-Aging Med. 6(6): 46-59.

Japanese Female. Dalam jurnal Med Invest. Vol: 50:170-175. Kuo KL, Weng MS,
Chiang CT, Tsai YJ, Lin-Shiau SY, Lin JK. 2005. Comparative studies on
the hypolipidemic and growth suppressive effects of oolong, black, pu-erh,
and green tea leaves in rats. J Agric Food Chem. 2005 Jan 26;53(2):480-9.

Klatz, R. 2003. Acknowledgements. In :Klatz, R. 2003. Anti-Aging Medical


Therapeutics. volume 5. Chicago : The A4M Publication. p. 3.

Klaus, S., Piltz, S., Thone-Reineke, C. and Wolfram, S. 2005. Epigallocathecin


gallate Attenuates Diet- Induced Obesity in Mice by Decreasing Energy
Absorbtion and Increasing Fat Oxidation. Int J Obes (Lond). 29 (6) : 615-
23.

Komatsu, T., Nakamori, M., Komatsu, K., Hosoda, K., Okamura, M., Toyama, K.,
Ishikura, Y., Sakai, T., Kunii, D., Yamamoto, S., 2003. Oolong Tea
Increases Energy Metabolism in Japanese Female. Dalam jurnal Med
Invest. Vol: 50:170-175.

Marczyk, Geoffrey, R., Dematteo, D., Festinger, D., 2005. Experimental Design.
In: Dematteo, D., David., editors. Essentials of Research Design and
Methodology. First edition. New Jersey: John-Wiley. p. 48-56.

Mescher, A. L. 2010. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas : Connective


Tissue. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 94-97.

Nagao, T., Hase, T., and Tokimitsu, I. 2007. A Green Tea Extract High in
Catechins Reduces Body Fat and Cardiovascular Risk in Human. Obesity
journal. 15 : 1473-83

Nagle, D.G., Ferreira, D. and Zhou, Y.D. 2006. Epigallocathecin-3-gallate


(EGCG) : Chemical and Biomedical Perspectives. Phytochemistry. 67
(17) : 1849-55.

Nalluri S, Ghoshal-Gupta S, Kutiyanawalla A, Gayatri S, Lee BR, Jiwani S,


Rojiani AM, Rojiani MV. 2015. TIMP-1 Inhibits Apoptosis in Lung
86

Adenocarcinoma Cells via Interaction with Bcl-2. PLoS One. 2015 Sep
14;10(9):e0137673. doi: 10.1371/journal.pone.0137673. eCollection 2015.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,


Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Pangkahila, W. 2011. Antiaging Tetap Muda Dan Sehat. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Prasetijo, Budi. 2010. Antioksidan. Dalam artikel Smart_ebook. Posting in blog


tgl 15 Oktober 2010 pukul 07.50. Available from: http://smart-
pustaka.blogspot.com/2010/10/antioksidan.html. Accessed at 25 Maret
2014.

Quan, T., Qin, Z., Xia, W., Shao, Y., Voorhees, J.J. and Fisher, G. 2009. Matrix-
Degrading Metalloproteinases in Photoaging. Journal of Investigative
Dermatology Symposium Proceedings. 14 : 20-24.

Rabe, J.H., Mamelak, A.J., McElgunn, P.J.S., and Morison, W.L. 2006.
Photoaging Mechanism and Repair . J Am Acad of Dermatol. 55: 1-19.

Rhein, L.D. and Santiago, J.M., 2010. Matrix Metallo Proteinase, Fibrosis, and
Regulationby Transforming Growth Factor Beta: A new Frontier in
Wrinkle Repair. In : Rhein, L.D., Fluhr J.M., editors. Aging Skin : Current
and Future Therapeutic Strategis 1st ed.USA: Allu Red Bussiness Media.
P. 26-81.

Rigel, D. S., Weiss, R. A., Lim, H.W., dan Dover, J. S. 2004. Photoaging. New
York: Marcel Dekker, Inc.

Seltzer, J.L., Eisen, A.Z., 2003. The Role of Extracellular Matrix


Metalloproteinases in Conective Tissue Remodelling. In: Fitzpatrick T.B.
et al, editors. Dermatology. Mc Graw-Hill Book co, p 200-209.

Singh KP, Gerard HC, Hudson AP, Boros DL. 2004. Dynamics of collagen, MMP
and TIMP gene expression during the granulomatous, fibrotic process
induced by Schistosoma mansoni eggs. Ann Trop Med Parasitol. 2004
Sep;98(6):581-93.

Smith, J.B. and Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Coba di Daerah Tropis, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia. p.10-36.

Sun-Young, K., Su-Jun, K., Jin-Young, L., Wan-Gi, K., Won-Seok, P., Young-
Chul, S., and Sang-Jun, L. 2004. Protective Effects of Dietary Soy
87

Isoflavones Against UV Induced Skin-Aging in Hairless Mouse Model.


Journal of American College of Nutrition. 23(2): 157-162.

Sun-Young, K., Su-Jun, K., Jin-Young, L., Wan-Gi, K., Won-Seok, P., Young-
Chul, S. and Sang-Jun, L. 2004. Protective Effects of Dietary Soy
Isoflavones Against UV Induced Skin-Aging in Hairless Mouse Model.
Journal of American College o Nutrition. 23(2): 157-162.

Taylor, S.C. 2005. Photoaging and Pigmentary Changes of the Skin, In Burgess,
C.M, editor. Cosmetic Dermatology. First edition. Germany: Springer. p
29-49.

Wiraguna, 2013. Pemberian Gel Ekstrak Bulung Boni (Caulerpa spp.) Topikal
Mencegah Penuaan Kulit Melalui Peningkatan Ekspresi Kolagen,
Penurunan Kadar dan Ekspresi MMP-1 Serta Ekspresi 8-OhdG Pada Tikus
Wistar Yang Dipapar Sinar Ultra Violet-B. (Disertasi). Denpasar :
Universitas Udayana.

Yaar M and Gilchrest. 2008. Aging of Skin. Fitzpatrick Dermatology in General


Medicine. 7th edition. Wolf K, editor. New York ; McGrawHill : 964-977.
88

Lampiran 1. Keterangan Layak Etik


89

Lampiran 2. Laporan Hasil Analisis Fitokimia Teh Hijau dan Teh Oolong
90

Lampiran 3. Analisis Statistik Kolagen Teh Hijau dan Teh Oolong

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total

Kelompok N Percent N Percent N Percent


Presentase_kolagen Kolagen Teh Hijau 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

Kolagen Teh Oolong 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

Descriptives

Kelompok Statistic Std. Error


Presentase_kolagen Kolagen Teh HijauMean 73.9650 1.47703

95% Confidence Interval for Mean


Lower Bound 70.8487
Upper Bound 77.0813
5% Trimmed Mean 74.0489
Median 74.6850
Variance 39.269
Std. Deviation 6.26650
Minimum 63.10
Maximum 83.32
Range 20.22
Interquartile Range 9.76
Skewness -.370 .536
Kurtosis -.820 1.038
Kolagen Teh Oolong
Mean 75.5956 1.48706
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 72.4581
Upper Bound 78.7330
5% Trimmed Mean 75.6062
Median 74.9850
Variance 39.804
Std. Deviation 6.30905
Minimum 65.95
Maximum 85.05
Range 19.10
Interquartile Range 12.16
Skewness .122 .536
Kurtosis -1.266 1.038
91

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Presentase_kolagen Kolagen Teh Hijau .107 18 .200* .951 18 .441
Kolagen Teh Oolong .117 18 .200* .934 18 .226
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance


Levene Statistic df1 df2 Sig.
Presentase_kolagen Based on Mean .006 1 34 .939
Based on Median .004 1 34 .949
Based on Median and with adjusted df .004 1 33.989 .949
Based on trimmed mean .008 1 34 .931

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality


of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
Std. Error the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Difference Lower Upper
Presentase_kolagen
Equal variances .006 .939 -.778 34 .442 -1.63056 2.09594-5.89001 2.62890
assumed
Equal variances not -.778 33.998 .442 -1.63056 2.09594-5.89002 2.62891
assumed
92

Lampiran 4. Analisis Statistik MMP-1 Teh Hijau dan Teh Oolong


93
94
95
96

Lampiran 5. Foto Aktivitas Penelitian

Anda mungkin juga menyukai