Anda di halaman 1dari 126

EFEK EKSTRAK ETANOL-DAUN GEDI MERAH

(Abelmoschus manihot (L.) Medik) TERHADAP-KADAR


TNF-α JANTUNG DAN JUMLAH NEKROSIS
KARDIOMIOSIT TIKUS MODEL DIABETES
MELLITUS TIPE 2

SKRIPSI
Untuk Memenuhi-Persyaratan

Memperoleh-Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

AFIFAH SAKINAH
21601101025

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
EFEK EKSTRAK ETANOL-DAUN GEDI MERAH
(Abelmoschus manihot (L.) Medik) TERHADAP KADAR
TNF-α JANTUNG DAN-JUMLAH NEKROSIS
KARDIOMIOSIT TIKUS MODEL DIABETES
MELLITUS TIPE 2

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

AFIFAH SAKINAH
21601101025

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN GEDI MERAH
(Abelmoschus manihot (L.) Medik) TERHADAP KADAR
TNF-α JANTUNG DAN JUMLAH NEKROSIS
KARDIOMIOSIT TIKUS MODEL DIABETES
MELLITUS TIPE 2

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

AFIFAH SAKINAH
21601101025

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
SKRIPSI
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN GEDI MERAH
(Abelmoschus manihot (L.) Medik) TERHADAP KADAR TNF-α
JANTUNG DAN JUMLAH NEKROSIS KARDIOMIOSIT
TIKUS MODEL DIABETES MELLITUS TIPE 2
Oleh
Afifah Sakinah
21601101025
Telah Dipertahankan Di Depan Penguji
Pada Tanggal September 2020
Dan Dinyatakan Memenuhi Syarat

Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Ketua (Pembimbing 1) Anggota (Pembimbing II)

DR. H. Yudi Purnomo, S.Si., Apt., M.Kes dr. Sasi Purwanti, Sp.KK.
NPP. 205.02.00005 NPP. 210.02.00020

Malang, September 2020


Program Studi Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
Dekan

dr. Rahma Triliana, M.Kes, PhD


NPP. 205.02.00001
JUDUL TUGAS AKHIR:

i
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN GEDI MERAH (Abelmoschus manihot (L.)
Medik) TERHADAP KADAR TNF-α JANTUNG DAN JUMLAH NEKROSIS
KARDIOMIOSIT TIKUS MODEL DIABETES MELITUS TIPE 2

Nama Mahasiswa : Afifah Sakinah

NIM : 21601101025

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

KOMISI PEMBIMBING

Ketua : Dr. H. Yudi Purnomo, S.Si., Apt., M.Kes

Anggota : dr. Sasi Purwanti, Sp.KK

TIM DOSEN PENGUJI

Dosen Penguji I : Dr. dr. Doti Wahyuningsih, M.Kes

Dosen Penguji II : dr. Rosaria Dian Lestari, M.Biomed.

Tanggal Ujian : September 2020

SK Penguji :

ii
MOTTO DAN UCAPAN TERIMA KASIH

iii
Motto SHOUT OUT: “SO WHAT”
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT. Sang Pencipta Alam Semesta. Karena atas kebesaran-Nya saya

mampu berdiri hingga detik ini.

2. Nabi Muhammad SAW. Sang panutan untuk segala hal di bumi ini. Shalawat

dan salam senantiasa tercurah pada Rasulullah.

3. Yth. dr. Rahma Triliana, M.Kes, PhD selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Malang.

4. Yth. Dr. H. Yudi Purnomo, S.Si., Apt., M.Kes selaku Ketua Komisi

Pembimbing/Pembimbing I, atas dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

5. Yth. dr. Sasi Purwanti, Sp.KK selaku pembimbing II, atas dalam penyusunan

Tugas Akhir ini.

6. Yth. Dr. dr. Doti Wahyuningsih, M.Kes selaku penguji I atas guna

penyempurnaan tugas ini.

7. Yth. dr. Rosaria Dian Lestari, M.Biomed selaku penguji II atas guna

penyempurnaan tugas ini.

8. Yth. dr. Noer Aini, M.Kes, PhD selaku penguji kelayakan seminar hasil

penelitian.

9. Yth. Kepala Lab. Terpadu FK UNISMA atas kerjasamanya.

10. Kepada kedua orang tua saya, Abi Apek & Ummi Cuk, orang tua saya yang

sungguh luar biasa yang selalu mendukung dan mendoakan saya kapanpun

dan dimanapun.

11. Kepada special supporter, Upu, Lek Ima, Mbak Astri, Yahya. Semoga

bahagia dan sukses untuk kita semua.

iv
12. Kepada rekan penelitian saya, Hendra, Robby, Fuadi, Nanda, Sitti, Mamil,

dan Rika. Terima kasih telah saling menjaga dan mendukung demi

terlaksananya penelitian bersama.

13. Kepada Hematology 2016 atas tahun-tahun penuh cerita dan kenangan yang

takkan terlupakan.

14. Semua laboran, teknisi, admin, dan pegawai UNISMA dan juga kepada

segenap pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan.

Atas segala jasa, dukungan, dan sumbangan moril maupun material yang

telah penulis terima, penulis ucapkan terimakasih, serta insyaAllah mandapat

penghargaan tersendiri di hadapanNYA, dan penulis tidak akan pernah melupakan

jasa baik anda semua.

Malang, September 2020

Penulis

RIWAYAT HIDUP

v
Afifah Sakinah lahir di Sampang tanggal 31 Januari 1998. Terlahir sebagai

putri pertama dari 5 bersaudara pasangan Bapak Ahmad Afifuddin dan Ibu St.

Sukainah. Afifah Sakinah menjalani pendidikan SD Negeri Rongtengah 2 di

Sampang selama 6 tahun. Kemudian melanjutkan di SMP Negeri 1 Sampang

selama 3 tahun. Afifah Sakinah kemudian menjalani Sekolah Menengah Atas 1

Sampang selama 3 tahun dan menjalani perkuliahan di Jurusan Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang (FK UNISMA) tahun 2016.

Malang, September 2020

Afifah Sakinah

NIM. 21601101025

vi
RINGKASAN

vii
Sakinah, Afifah. Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Malang, September
2020. Efek Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)
Terhadap Kadar TNF-α Jantung dan Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus Model
Diabetes Melitus Tipe 2. Pembimbing 1: Yudi Purnomo. Pembimbing 2: Sasi
Purwanti.

Pendahuluan: Hiperglikemia kronis menyebabkan peningkatan risiko komplikasi


kardiomiopati diabetik. Daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)
dikenal memiliki potensi antidiabetik, namun penelitian tentang efek daun gedi
merah terhadap komplikasi kardiomiopati diabetik belum pernah dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun gedi merah
terhadap kadar TNF-α jaringan jantung dan jumlah nekrosis kardiomiosit pada
tikus Diabetes Mellitus tipe 2.

Metode: Tikus sprague dawley jantan usia 4-6 minggu dikelompokkan menjadi
kelompok normal (KN), kelompok diabetes melitus (KDM) dan kelompok ekstrak
etanol daun gedi merah (EEDGM) dosis I (200 mg/kgBB), II (400 mg/kgBB), dan
III (800 mg/kgBB) (n=5 ekor). Tikus diinduksi DTLF dan STZ 25 mg/kgBB i.p
multiple dose. EEDGM diberikan selama 4 minggu per oral. Kadar TNF-α diukur
dengan microplate reader λ = 450 nm, sedangkan jumlah nekrosis kardiomiosit
dengan pengecatan Hematoxylin Eosin diamati menggunakan mikroskop
trinokuler perbesaran 400x. Analisa statistik menggunakan One Way ANOVA
dilanjutkan dengan uji BNT (p<0,05).

Hasil: Pemberian EEDGM dengan dosis I, II, dan III secara signifikan
menurunkan kadar TNF-α jantung berturut-turut sekitar 50%, 30%, dan 40%
dibandingkan kelompok KDM (p<0,05), sedangkan jumlah nekrosis kardiomiosit
menurun sekitar 40%, 20%, dan 30% (p<0,05). Pada kelompok KDM, kadar
TNF-α dan jumlah nekrosis kardiomiosit mengalami peningkatan dibandingkan
kelompok KN (p<0,05).

Kesimpulan: Pemberian EEDGM dapat menghambat peningkatan kadar TNF-α


jantung dan jumlah nekrosis kardiomiosit pada tikus DM dengan efek terkuat
pada dosis 200 mg/kgBB.

Kata Kunci : Gedi merah, DTLF, STZ, diabetes, TNF-α, nekrosis kardiomiosit.

viii
SUMMARY

Sakinah, Afifah. Faculty of Medicine, Islamic University of Malang, September


2020. Effect Ethanol Extract Of Abelmoschus manihot (L.) Medik On Cardiac
TNF-α Levels And The number of cardiomyocytes necrosis in type 2 diabetes
mellitus rats. Supervisor 1: Yudi Purnomo. Supervisor 2: Sasi Purwanti

Introduction: Chronic hyperglycaemia causes an increased risk on complication


of cardiomyopathy diabetic. Abelmoschus manihot (L.) are known to has potential
of antidiabetic, but research about the effects of red gedi on complication of
cardiomyopathy diabetic has not been studied. This research aims to determine the
effects of ethanol extract red gedi leaves on heart TNF-α levels and number of
cardiomyocytes necrosis in type 2 diabetic mellitus rats.

Method: This study used 4-6-weeks-old Sprague dawley male rats which grouped
into normal group (NG), diabetes mellitus group (DMG), and ethanol extract of
red gedi leaves with doses I (200 mg/kgBW), II (400 mg/ kgBW), and III (800
mg/kgBW) (n = 5 rats). The rats were induced by High-Fat-Fructose-Diet (HFFD)
and 25 mg/kgBW of Streptozotocin (STZ) injection intraperitoneally. The rats
were administrated with ethanol extract of red gedi leaves for 4 weeks per-oral.
Heart TNF-α levels were measured using microplate reader λ = 450 nm, while the
number necrosis of cardiomyocytes were observed by HE staining using a
trinocular microscope at 400x magnification. Data were analyzed with one way
ANOVA and continued by LSD test (p <0.05).

Result : Ethanol extract of red gedi leaves dose I, II, and III can decrease heart
TNF-α level approximately 50%, 30%, and 40% compared to diabetic group
(p<0,05), while the total of cardiomyocyte necrosis decrease approximately 40%,
20%, and 30%(p<0,05). In diabetic group, heart TNF-α level and the number of
cardiomyocyte necrosis were increased compared to normal group (p<0,05).

Conclusion: Ethanol extract of red gedi leaves can inhibit the increase of cardiac
TNF-α levels dan the number of cardiomyocyte necrosis in diabetic rats with the
most effective effect at the dose of 200 mg/kgBW.

Keywords: Red gedi, HFFD, STZ, diabetes, TNF-α, cardiomyocyte necrosis

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, taufik, dan

hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi penelitian yang berjudul "Efek

Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

Terhadap Kadar TNF-α Jantung dan Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus

Model Diabetes Mellitus Tipe 2" ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Judul di atas berangkat dari keingintahuan penulis terhadap efek ekstrak

etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik) terhadap kadar TNF-α

jantung dan jumlah nekrosis kardiomiosit tikus model diabetes melitus. Dari

penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu

pengetahuan dan dapat berguna bagi masyarakat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan di dalamnya. Kritik dan saran untuk penyempurnaan penyusunan

skripsi ini sangat penulis harapkan, sehingga nantinya dapat memberikan hasil

yang lebih baik.

Malang, September 2020

Penulis

DAFTAR ISI

x
Halaman

Lembar Pengesahan….............................................................................................i

Lembar Identitas Tim Penguji Skripsi....................................................................ii

Lembar Pernyataan Orisinalitas Skripsi.................................................................iii

Motto dan Ucapan Terima Kasih............................................................................iv

Riwayat Hidup........................................................................................................vi

Ringkasan..............................................................................................................viii

Summary................................................................................................................ix

Kata Pengantar .......................................................................................................x

Daftar Isi................................................................................................................xi

Daftar Tabel........................................................................................................xvii

Daftar Gambar....................................................................................................xviii

Daftar Lampiran....................................................................................................xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus ....................................................................5

2.1.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus ............................................................5

2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus ....................................................................6

2.1.4 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus ...................................................7

xi
2.1.5 Penegakan Diagnosis.............................................................................8

2.1.6 Tata Laksana Diabetes Mellitus............................................................8

2.1.6.1 Tata Laksana Non- Farmakologi ..............................................8

2.1.6.2 Tata Laksana Farmakologi .......................................................9

2.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus .............................................................11

2.2 Radikal Bebas

2.2.1 Definisi Radikal Bebas......................................................................... 13

2.2.2 Jenis Radikal Bebas.............................................................................. 13

2.2.2.1 Reactive Oxygen Species (ROS).............................................. 13

2.2.2.2 Reactive Nitrogen Species (RNS) ........................................... 15

2.2.3 Sumber Radikal Bebas......................................................................... 15

2.2.3.1 Endogen.................................................................................... 15

2.2.3.2 Eksogen ................................................................................... 16

2.2.4 Efek Radikal Bebas.............................................................................. 17

2.2.4.1 Efek Fisiologis Radikal Bebas................................................. 17

2.2.4.2 Efek Patologis Radikal Bebas ................................................. 17

2.2.5 Pembentukan Radikal Bebas pada Hiperglikemi................................. 17

2.2.5.1 Polyol pathway......................................................................... 17

2.2.5.2 Advanced Glycation End Products ......................................... 18

2.2.5.3 Protein Kinase C pathway........................................................ 20

2.2.5.4 Hexosamine pathway .............................................................. 21

2.3 Inflamasi

xii
2.3.1 Definisi Inflamasi................................................................................. 22

2.3.2 Jenis Inflamasi...................................................................................... 22

2.3.2.1 Inflamasi Akut.......................................................................... 23

2.3.2.2 Inflamasi Kronis....................................................................... 23

2.3.3 Mekanisme Inflamasi dan Peran Mediator Inflamasi.......................... 23

2.3.4 Jenis Mediator Inflamasi...................................................................... 25

2.3.4.1 Cell-Derived Mediators........................................................... 25

2.3.4.2 Plasma-Derived Mediator........................................................ 26

2.3.5 Inflamasi pada Hiperglikemia............................................................. 26

2.4 Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α)

2.4.1 Definisi TNF-α..................................................................................... 27

2.4.2 Peran dan Fungsi TNF-α...................................................................... 27

2.4.3 Struktur dan Sintesis TNF-α................................................................ 28

2.4.4 Peran TNF-α pada Nekrosis Kardiomiosit........................................... 28

2.4.5 Peran TNF-α pada Kardiomiopati Diabetik......................................... 29

2.5 Anatomi, Histologi & Fisiologi Jantung....................................................... 30

2.5.1 Anatomi Jantung................................................................................... 30

2.5.2 Histologi Jantung.................................................................................. 32

2.5.3 Fisiologi Jantung .................................................................................. 33

2.5.4 Kardiomiopati Diabetik......................................................................... 34

2.5.4.1 Gangguan Homeostasis Kalsium............................................. 35

2.5.4.2 Peningkatan Stres Oksidatif..................................................... 36

2.5.4.3 Disfungsi Mitokondria............................................................. 36

2.5.5 Inflamasi pada Kardiomiopati Diabetik................................................ 37

xiii
2.6 Induksi Tikus Model Diabetes Mellitus

2.6.1 Induksi Streptozotocin (STZ)............................................................. 38

2.6.2 Induksi Diet Tinggi Lemak................................................................. 38

2.6.3 Induksi Diet Tinggi Fruktosa.............................................................. 39

2.7 Daun Gedi Merah

2.7.1 Taksonomi Gedi Merah ........................................................................ 40

2.7.2 Morfologi Daun Gedi Merah ............................................................... 40

2.7.3 Kandungan Zat Aktif Daun Gedi Merah............................................... 41

2.7.4 Khasiat dan Efek Farmakologi Daun Gedi Merah ............................... 41

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Mapping Kerangka Konsep .......................................................................44

3.2 Hipotesis ......................................................................................................46

3.2.1 Hipotesis 1...........................................................................................46

3.2.2 Hipotesis 2 ..........................................................................................46

3.3 Variabel Penelitian.......................................................................................46

3.3.1 Variabel Bebas ....................................................................................46

3.3.2 Variabel Terkendali.............................................................................46

3.3.3 Variabel Terikat..................................................................................46

3.4 Definisi Operasional ...................................................................................47

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian...........................................................................................48

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................48

4.3 Perhitungan Sampel dan Hewan Coba..........................................................48

4.3.1 Perhitungan Sampel.............................................................................48

xiv
4.3.2 Hewan Coba........................................................................................49

4.4 Alat dan Bahan Penelitian.............................................................................50

4.4.1 Alat dan Bahan Pemeliharaan Tikus....................................................50

4.4.2 Alat dan Bahan Pembuatan Tikus Model DM.....................................50

4.4.3 Alat dan Bahan Pembuatan dan pemberian Ekstrak............................50

4.4.4 Alat dan Bahan Pemeriksaan Gula Darah............................................51

4.4.5 Alat dan Bahan untuk Pembedahan dan Pengambilan Sampel............51

4.4.6 Alat dan Bahan Pengukuran Kadar TNF- alfa Jantung Tikus..............51

4.4.7 Alat dan bahan pembuatan preparat histopatologi Jantung Tikus.......52

4.4.8 Alat dan Bahan Pemeriksaan Nekrosis Kardiomiosit .........................52

4.5 Tanaman Uji .................................................................................................52

4.6 Tahapan Penelitian........................................................................................53

4.6.1 Proses Adaptasi Hewan Coba..............................................................53

4.6.2 Pembuatan Tikus Model DM..............................................................53

4.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanol daun Gedi Merah dengan Metode

Soxhletasi..............................................................................................54

4.6.4 Pemebedahan dan Pengambilan Sampel Hewan Coba ......................54

4.7 Preparasi Sampel Organ Jantung..................................................................54

4.7.1 Preparasi Sampel Pengukuran Kadar TNF- ɑ......................................54

4.7.2 Preparasi Preparat Jaringan Histopatologi Jantung..............................55

4.8 Pengukuran Biomarker..................................................................................56

4.8.1 Pengukuran Kadar TNF-alfa Jantung...................................................56

4.8.2 Pengamatan Jumlah Nekrosis Kardiomiosit........................................57

4.9 Analisa Data..................................................................................................57

xv
4.10 Diagram Alur Penelitian.............................................................................59

BAB V

5.1 Karakteristik Sampel......................................................................................60

5.2 Efek Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (EEDGM) terhadap kadar TNF-α

Jantung Tikus Model DM...............................................................................61

5.3 Efek Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (EEDGM) terhadap Histopatologi

Jantung Tikus Model DM...............................................................................63

5.4 Efek Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (EEDGM) terhadap Jumlah Nekrosis

Kardiomiosit Jantung Tikus Model DM........................................................64

5.5 Korelasi Kadar TNF-α Jantung dengan Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus

Model DM......................................................................................................65

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel.......................................................................................67

6.2 Efek Pemberian DTLF dan STZ terhadap Kadar TNF-α Jantung dan Jumlah

Nekrosis Kardiomiosit....................................................................................68

6.3 Kadar TNF-α Jantung Tikus Model Diabetes Melitus Setelah Diberikan

Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah..................................................................71

6.4 Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus Model Diabetes Setelah Diberikan

Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah..................................................................74

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan......................................................................................................77

7.2 Saran................................................................................................................77

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Pengelompokan Hewan Coba................................................................49

Tabel 4.2 Pengelompokan Sampel dan Rerata Kadar TNF-α...............................57

Tabel 4.3 Pengelompokan Sampel dan Rerata Jumlah Nekrosis Kardiomiosit....57

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel.............................................................................60

Tabel 5.2 Rerata Kadar TNF-α Jantung Yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Gedi

Merah Pada Tikus DM..........................................................................61

Tabel 5.3 Rerata Jumlah Nekrosis Kardiomiosit yang Diberikan Perlakuan Berupa

Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah ........................................................64

Tabel 5.4 Korelasi TNF-α Jantung dan Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus

Model DM.............................................................................................66

DAFTAR GAMBAR

xvii
Halaman

Gambar 1. Polyol pathway....................................................................................18

Gambar 2. Advanced Glycation End Products......................................................19

Gambar 3. PKC pathway.......................................................................................21

Gambar 4. Hexosamine pathway...........................................................................22

Gambar 5. Anatomi Jantung..................................................................................30

Gambar 6. Lapisan otot jantung............................................................................32

Gambar 7. Histologi kardiomiosit.........................................................................33

Gambar 8. Abelmoschus manihot (L.) Medik.......................................................40

Gambar 9. Histogram Kadar TNF-α Jantung Tikus Model DM yang Diberikan

Perlakuan Berupa Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah.........................62

Gambar 10. Efek pemberin EEDGM terhadap gambaran histopatologi

kardiomiosit tikus model DM.............................................................63

Gambar 11. Histogram Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus Model DM yang

Diberikan Perlakuan Berupa Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah….....65

DAFTAR LAMPIRAN

xviii
Lampiran 1. Waktu dan Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 2. Ethical Clearance

Lampiran 3. Surat Determinasi Abelmoschus manihot (L.) Medik

Lampiran 4. Analisa Statistik Kadar TNF-α Jantung

Lampiran 5. Analisa Statistik Jumlah Nekrosis Kardiomiosit

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

xix
xx
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar-Belakang

Diabetes-Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik penyebab

kematian terbesar di dunia yang ditandai oleh hiperglikemia akibat gangguan

produksi insulin, resistensi insulin, atau keduanya. Data dari International

Diabetes Federation menunjukkan sekitar 415 juta orang dewasa usia 20-79 tahun

di seluruh dunia menderita DM pada tahun 2015 dan diperkirakan meningkat

sebanyak 642 juta pada tahun 2040 dengan peningkatan prevalensi dari 8,8%

menjadi 10,4% (Fan, 2017).

Diabetes mellitus dapat menyebabkan komplikasi sistemik salah satunya

perubahan fungsi pada organ jantung. Komplikasi kardiomiopati pada DM juga

masih menjadi permasalahan di dunia. Kardiomiopati diabetik merupakan

komplikasi diabetes mellitus yang ditandai dengan adanya perubahan struktur dan

fungsi pada miokardium tanpa adanya faktor risiko seperti coronary artery

disease, hipertensi, dan valvular disease (Jia et al, 2018). Pasien diabetes mellitus

yang mengalami komplikasi kardiomiopati kurang lebih 12% dan meningkat

sekitar 22% pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun (Lorenzo et al, 2017).

Komplikasi kardimiopati diabetik disebabkan oleh kondisi stres oksidatif.

Hiperglikemi pada DM menimbulkan peningkatan produksi Reactive Oxygen

Species (ROS) melalui jalur polyol pathway, advanced glycation end products

(AGEs), aktivasi isoform protein kinase c dan hexosamine pathway (Giacco &

Brownlee, 2010). Ketidakseimbangan antara peningkatan ROS dengan

ketersediaan antioksidan menimbulkan kondisi stres oksidatif dan kerusakan


2

jaringan (Ahmed et al, 2013). Kerusakan oksidatif jaringan menimbulkan reaksi

inflamasi melalui over stimulasi Nuclear Factor kappa Beta (NF-κB) sehingga

meningkatkan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α (Nunes et al, 2012).

TNF-α adalah salah satu sitokin pleiotropik yang berpotensi dalam aktivasi sel

polymorphonuclear (PMN) serta berperan dalam apoptosis sel, remodeling

vaskular, dan menurunkan produksi nitrit oxide (NO) (Supit et al, 2015; Zhang et

al, 2009). Ikatan TNF-α dengan reseptornya yaitu TNFR1 menimbulkan proses

nekrosis pada kardiomiosit sehingga menimbulkan disfungsi organ jantung (Chu,

2013; Chiong et al, 2011). Reaksi inflamasi kronik pada DM yang ditandai

dengan peningkatan kadar TNF-α dan jumlah nekrosis kardiomiosit berperan

dalam terjadinya kardiomiopati diabetic (Nunes et al, 2012; Jia et al, 2018)

Pencegahan komplikasi kardiomiopati diabetik dapat dilakukan dengan

pengendalian kadar glukosa darah melalui pemberian oral anti diabetes (OAD).

Oral anti diabetes golongan sulfonilurea dan biguanide merupakan terapi lini

pertama pasien DM, namun kedua golongan obat tersebut memiliki efek samping

yang kurang nyaman bagi pasien. Oral anti diabetes golongan sulfonilurea

memiliki efek samping berupa hipoglikemia dan gangguan fungsi hati, sedangkan

penggunaan obat golongan biguanide seringkali menimbulkan gangguan

pencernaan seperti mual, muntah, diare, nyeri perut dan anoreksia (BPOM, 2015).

Selain kedua obat tersebut, golongan OAD lain seperti alpha-glucosidase

inhibitor dan dypeptyl peptidase-IV (DPP-IV) inhibitor juga memiliki efek

samping berupa gangguan pada sistem gastrointestinal dan hipoglikemia pada

penggunaan jangka panjang (Lorenza, 2012; Decroli, 2019). Efek samping yang

disebabkan oleh OAD mendorong pencarian obat alternatif dari alam yang lebih
3

murah dengan efek samping minimal (Sumekar & Barawa, 2016). World Health

Organization (WHO) juga merekomendasikan herbal--dalam pencegahan dan

pengobatan penyakit terutama penyakit degeneratif seperti DM (Dwisatyadini,

2017).

Salah satu tanaman yang memiliki khasiat obat adalah daun gedi merah

(Abelmoschus manihot (L.) Medik). Berdasarkan data empiris, tanaman daun gedi

merah sering digunakan masyarakat sebagai pengobatan alternatif untuk kencing

manis, radang, dan hipertensi (Nurjannah, 2016). Hasil uji preklinik menunjukkan

efek anti diabetes pada daun gedi merah terjadi melalui penghambatan enzim α

glukosidase yang diprediksi diperankan oleh senyawa flavonoid (Dewantara et al,

2017). Senyawa flavonoid juga berperan sebagai anti DM melalui regenerasi

kerusakan yang terjadi pada sel beta pankreas (Dewantara et al, 2017). Studi lain

menunjukkan gedi merah juga mengandung senyawa tanin yang berperan untuk

mengurangi penyerapan glukosa dengan mengerutkan epitel usus halus (Tandi et

al, 2016). Selain itu gedi merah juga mengandung senyawa alkaloid sebagai anti

DM dengan merangsang sintesis glikogen dan menghambat sintesis glukosa

(Marcedes, 2017). Hingga saat ini penelitian tentang efek ekstrak etanol daun

gedi merah terhadap komplikasi kardiomiopati diabetik belum dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

membuktikan efek ekstrak etanol daun gedi merah terhadap penurunan kadar

TNF-α dan jumlah nekrosis kardiomiosit pada tikus dengan model Diabetes

Mellitus tipe 2.

1.2 Rumusan-Masalah
4

1. Apakah ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

menghambat peningkatan kadar TNF-α organ jantung pada tikus model

Diabetes Mellitus tipe 2?

2. Apakah ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

menghambat peningkatan jumlah nekrosis kardiomiosit pada tikus model

Diabetes Mellitus tipe 2?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Membuktikan efek daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

terhadap kadar TNF-α jantung pada tikus model Diabetes Melitus tipe 2.

2. Membuktikan efek daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

terhadap jumlah nekrosis kardiomiosit pada tikus model Diabetes Mellitus

tipe 2.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Keilmuan

Menambah wawasan keilmuan tentang efek ekstrak etanol daun gedi merah

(Abelmoschus manihot (L.) Medik) terhadap komplikasi kardiomiopati diabetik

melalui penurunan kadar TNF-α jantung dan jumlah nekrosis kardiomiosit pada

tikus model Diabetes Mellitus tipe 2.

1.4.2 Manfaat Praktis

Memberikan peluang dan strategi untuk pengembangan penelitian tentang

pemberian ekstrak etanol-daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

sebagai kandidat fitoterapi dalam upaya pengobatan maupun pencegahan diabetes

mellitus dan komplikasinya.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus

2.1.1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit-dengan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang menyebabkan hiperglikemi karena terjadinya

resistensi insulin secara relatif atau absolut. Penderita DM biasanya akan

mengalami gejala polidipsia, polifagia, poliuri dan penurunan berat badan

(Fatimah, 2015).

2.1.2. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan kondisi resistensi insulin yang berhubungan

dengan disfungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin merupakan kondisi dimana

insulin tidak dapat mengerjakan fungsinya dengan optimal pada sel-otot, lemak

dan hati. Proses tersebut menyebabkan adanya kompensasi dari pankreas dengan

memproduksi insulin lebih banyak untuk memelihara glukosa darah tetap dalam

kadar normal. Jika tidak ditangani, kondisi dapat berkembang dengan terjadinya

perubahan pada sel beta dan sekresi insulin tidak dapat mempertahankan

homeostasis glukosa sehingga menyebabkan kondisi hiperglikemia (Goyal &

Jialal, 2019; Decroli, 2019).

Pada pasien dengan resistensi insulin terdapat gangguan transport glukosa dan

insulin signaling terhadap jaringan target akibat adanya inflamasi dari jaringan
6

adiposa. Glukosa, FFA, saraf otonom, hormon derivat lemak dan Glucagon Like

Peptide-1 (GLP-1) merupakan signaling messenger terhadap sel beta untuk

merespon resistensi insulin. Mayoritas pasien dengan DM memiliki berat badan

berlebihan atau obesitas dan memiliki persentase lemak tubuh tinggi yang

dominan terdistribusi pada regio abdomen. Peningkatan FFA pada individu

dengan obesitas disertai DM menghambat kerja insulin untuk uptake glukosa

perifer (lemak dan otot skeletal) dan sintesis glikogen (AlSaraj, 2015; Goyal &

Jialal, 2019).

Pada individu dengan obesitas mengalami peningkatan hormon leptin. Leptin

merupakan salah satu protein spesifik adiposit yang memiliki efek pro-

aggregatory pada platelet dan mengatur fungsi imun melalui stimulasi respon

inflamasi. Leptin juga menstimulasi terjadinya stres oksidatif dan inflamasi sel

endotel. Stres oksidatif mengaktivasi faktor transkripsi proinflamasi, yaitu NF-κB.

Aktivasi NF-κB menyebabkan terjadinya transkripsi gen proinflamasi yang

menginduksi pengeluaran sitokin seperti IL-6 dan TNF-α. Tumor Necrosis Factor-

α menyebabkan penghambatan autofosforilasi residu tirosin pada reseptor insulin

dan menginduksi fosforilasi serin pada Insulin Receptor Substrat-1 (IRS),

sedangkan IL-6 menghambat transduksi sinyal insulin pada hepatosit (Dandona et

al, 2004).

2.1.3. Etiologi Diabetes Mellitus

Menurut WHO (2019), diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh obesitas,

genetik dan pola hidup (Frankilwati, et al. 2013)

1. Obestitas
7

Obesitas ditandai dengan meningkatnya Body Mass Index (BMI) yang

berhubungan dengan terjadinya resistensi insulin. Pada kondisi obesitas terjadi

lipotoksisitas yang menyebabkan sel tidak sensitif terhadap insulin (Fathmi,

2012).

2. Genetik

Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit diabetes mellitus. Pasien

dengan riwayat keluarga menderita DM berisiko lebih tinggi sekitar 2-6 kali lipat

untuk menderita DM dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga diabetes,

sedangkan pada kembar identik berisiko sebesar 75-95% untuk terkena DM

(Frankilwati, et al. 2013)

3. Pola Hidup

Penyakit Diabetes Mellitus dapat disebabkan karena pola hidup yang kurang

baik seperti sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan energi. Konsumsi

lemak yang berlebihkan menyebabkan resistensi insulin meskipun belum terjadi

kenaikan berat badan (Azrimaidaliza, 2011). Selain itu, kurangnya aktivitas fisik

dapat menurunkan sensitifitas insulin terhadap reseptor sehingga memudahkan

terjadinya DM (Basri, 2018).

2.1.4. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Manifestasi klinis pada DM dapat berupa gejala khas dan tidak khas. Gejala

khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagi dan penurunan berat badan

tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas pada DM dapat berupa

kesemutan, mata kabur, gatal, lemas, luka sulit sembuh, disfungsi ereksi pada pria

dan pruritus vulva pada wanita (Purnamasari, 2014).


8

Selain itu, terdapat beberapa tanda yang disebut warning signs pada diabetes

mellitus karena seringnya asimtomatik pada diabetes mellitus. Warning signs

dapat berupa penurunan berat badan, kelelahan, infeksi berulang pada area genital,

saluran kemih, kulit, cavitas oral, mulut kering, gatal, penurunan pengelihatan,

impotensi atau disfungsi ereksi (Ramachandran, 2014).

Pada pasien DM juga didapatkan adanya disfungsi miokard, penyakit katup

dan faktor risiko seperti hipertensi dan dislipidemia yang mengarah pada

kardiomiopati diabetik. Kardiomiopati diabetik ditandai dengan adanya fibrosis

miokard, remodelling disfungsional dan disfungsi diastolik yang akhirnya

mengarah pada gagal jantung (Jia et al, 2018).

2.1.5. Penegakan Diagnosis

Diagnosa DM dapat ditegakkan dengan ditemukannya gejala klasik DM, yaitu

poliuri, polidipsi, polifagi, dan disertai dengan penurunan berat badan yang tidak

ditemukan penyebabnya. Penderita DM juga dapat mngeluhkan lemah_badan,

kesemutan, pengelihatan kabur, disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada

wanita (PERKENI, 2015).

Selain itu, diagnosis DM dapat ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah

yang diambil dari vena atau kapiler yang diukur dengan glukometer. Diagnosa

juga dapat ditegakkan berdasarkan ada tidaknya glukosuria. Kriteria diagnosa DM

tegak, apabila kadar gula darah acak (GDA) >200 mg/dL (11.1 mmol/L) dengan

klasik, gula darah 2 jam post-prandial (GD2PP) >200 mg/dL (11.1 mmol/L), atau

gula darah_puasa, (GDP) >126 mg/dL (7.0 mmol/L). Puasa merupakan kondisi

tanpa asupan kalori selama 8 jam (PERKENI, 2015).

2.1.6. Tatalaksana Diabetes Mellitus


9

Penanganan pada penyakit Diabetes Melitus dapat dibagi menjadi

penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi.

2.1.6.1 Non Farmakologi

Kebutuhan utama terapi penderita DM dapat berupa asupan makanan dan

aktivitas yang cukup untuk menjaga keseimbangan energi. Kebutuhan makanan

baiknya ditetapkan oleh ahli gizi atau tenaga kesehatan lainnya. Perencanaan

makanan yang baik berperan penting dalam proses perbaikan penyakit DM. Diet

kebutuhan makanan yang seimbang akan mengurangi beban kerja dari insulin

(Putra & Berawi, 2015).

Pasien dengan penyakit DM memiliki risiko tinggi penyakit jantung dan ginjal

sehingga dianjurkan untuk mengurangi konsumsi bumbu-bumbu sintetis.

Makanan dari serat alami seperti buah-buahan, biji-bijian, buncis dan kacang-

kacangan dapat mengurangi peredaran lemak dan glukosa di dalam darah.

Pencegahan dengan menghindari konsumsi minuman beralkohol juga dianjurkan

karena alkohol memiliki kalori yang sangat tinggi. Selain alkohol, penggunaan

rokok harus dihindari karena rokok dapat menyebabkan terjadinya penyempitan

pembuluh darah (Putra & Berawi, 2015).

Olahraga dan aktivitas fisik menjadi salah satu cara untuk menangani penyakit

diabetes. Olahraga dengan perencanaan yang baik memiliki beberapa manfaat,

yaitu meningkatkan sensitifitas insulin, mengembangkan kontrol glukosa,

mengurangi profil dan tekanan darah, mengurangi berat badan dan memperbaiki

kualitas hidup (Penalver et al, 2016).

2.1.6.2. Farmakologi

1. Obat Anti Diabetes


10

Obat Anti Diabetes (OAD) terdiri dari beberapa golongan, antara lain:

a. Sulfonilurea

Sulfonilurea terdiri dari tiga generasi obat. Generasi pertama antara lain

asetoheksimid, klorpropramid, tolbutamid. Generasi kedua antara lain glipizid,

glikazid, sedangkan generasi ketiga meliputi glimeripide. Obat golongan

sulfonilurea sangat jarang digunakan karena efek samping hipoglikemi yang kuat.

Efek hipoglikemi pada setiap obat tidak sama, tergantung kekuatan obat dan

reseptornya (Decroli, 2019).

b. Biguanide

Biguanide sebagai Obat Anti-Diabetes (OAD) memiliki efek primer yaitu

meningkatkan sensitifitas insulin dengan mengurangi glukoneogenesis pada

hepar, meningkatkan uptake glukosa pada otot skeletal, mengurangi trigliserida

dan LDL-Kolesterol plasma dan memiliki efek sekunder yaitu meningkatkan

sensitifitas insulin perifer. Biguanide tidak berefek meningkatkan kadar insulin

dan tidak memiliki efek samping hipoglikemia. Contoh OAD golongan biguanide

adalah metformin (Piero et al, 2012).

c. Alpha-glukosidase Inhibitor

Alpha-glukosidase inhibitor yang sering digunakan, yaitu acarbose, miglitol

dan voglibose. Oral Anti Diabetes golongan ini bekerja dengan mengurangi

trigliserida postprandial namun efek obat terhadap kadar kolesterol LDL dan HDL

tidak signifikan. Alpha-glucosidase inhibitors tidak menginduksi produksi insulin

sehingga jarang menyebabkan hipoglikemia (Penalver et al, 2016). Alpha-

glukosidase inhibitor dapat menyebabkan efek samping pada sistem

gastrointestinal seperti kembung, mual, diare dan flatulensi sehingga


11

kontraindikasi untuk pasien short-bowel syndrome atau inflamasi usus besar

(Lorenza, 2012).

d. Penghambat DPP-IV (Dypeptyl Peptidase-IV)

Oral Anti Diabetes golongan DPP-IV inhibitor seperti Sitagliptin dan

Linagliptin bekerja dengan cara menghambat enzim DPP-IV yang meningkatkan

Glucose Like Peptide-1 (GLP-1). GLP-1 bekerja dengan meningkatkan sekresi

insulin dan menghambat sekresi glukagon. Glukagon merupakan hormon yang

dapat meningkatkan glukosa darah (PERKENI, 2015). Penggunaan DPP-IV

inhibitor jangka panjang dapat menyebabkan efek samping yang rendah seperti

hipoglikemia, gangguan saluran pencernaan, peningkatan berat badan dan edema

(Decroli, 2019).

2. Terapi Insulin

Terapi insulin diinisiasikan pada pasien DM apabila HbA1c > 7% setelah 2-3

bulan dilakukan terapi obat anti diabetes oral. Rejimen yang dianjurkan untuk

inisiasi insulin yaitu insulin basal sehari sekali (Swinnen et al, 2009). Insulin

memiliki efek samping berupa hipoglikemi dan reaksi imunologi terhadap insulin

dapat menimbulkan reaksi alergi insulin atau resistensi insulin. Selain itu, terapi

insulin basal bolus juga dapat menyebabkan peningkatan berat badan secara

signifikan (Decroli, 2019).

2.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi kronis pada DM terjadi akibat hiperglikemi yang terjadi dalam

waktu lama sehingga menyebabkan gangguan pada pembuluh darah atau disebut

dengan angiopati diabetik. Komplikasi kronis dapat dibagi menjadi

mikroangiopati dan makroangiopati. Mikroangiopati dapat berupa retinopati


12

diabetik dan nefropati diabetik, sedangkan makroangiopati dapat berupa

kardiomiopati diabetik, ulkus diabetik, dan stroke (Smeltzer et al, 2010).

1. Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis pada DM.

Nefropati diabetik dapat terjadi akibat adanya keterkaitan antara faktor

hemodinamik dan metabolik. Faktor hemodinamik berperan pada aktivasi Renin

Angiotensin System (RAS) yang berfungsi dalam peningkatan tekanan darah

sistemik dan intraglomerular. Faktor hemodinamik juga meningkatkan

intracellular second mesenggers, yaitu Protein Kinase C (PKC), Mitogen-

Activated Protein (MAP kinase), NF-KB dan bermacam Growth Factor seperti

Permeability Enhacing Growth Factor (PEGF) dan Vascular Endothelial Growth

Factor (VEGF). (Decroli, 2019).

Peningkatan berbagai faktor yang disertai dengan hiperglikemia dapat

menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan penurunan fungsi pada ginjal.

Perubahan struktur dan fungsi dapat berupa deposisi matrik mesangial yang

meningkat serta peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus. Kondisi

nefropati diabetik dapat membaik atau memburuk sesuai dengan perubahan yang

terjadi pada faktor metabolik dan hemodinamik (Decroli, 2019).

2. Kardiomiopati Diabetik

Kardiomiopati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien

DM. Sebanyak 10% pasien DM berisiko mengalami penyakit arteri koroner,

sebanyak 53% mengalami_infark miokard, 58% mengalami stroke, dan 112%

berisiko mengalami penyakit gagal-jantung. Kardiomiopati diabetik terjadi akibat

kondisi hiperglikemia dan resistensi insulin. Hiperglikemia dan resistensi insulin


13

menyebabkan terjadinya disfungsi endotel pada pembuluh darah jantung.

Resistensi insulin dapat terjadi akibat pelepasan FFA dan sitokin inflamasi dari

jaringan adiposa (Decroli, 2019).

3. Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan komplikasi pada penderita DM yang sering

menyebabkan kebutaan. Perkembangan retinopati diabetik dan komplikasi

mikrovaskular lainnya tergantung pada tingkat keparahan kondisi hiperglikemi

yang merupakan penyebab awal terjadinya komplikasi. Gula darah yang

meningkat pada kondisi hiperglikemi akan diubah menjadi sorbitol (glucose

alcohol) melalui jalur poliol yang dikatalisis oleh enzim aldose reductase.

Akumulasi sorbitol menyebabkan terjadinya stres osmotik yang merupakan

mekanisme dasar pada komplikasi mikrovaskular DM (Fowler, 2008).

4. Ulkus Diabetik

Ulkus diabetik merupakan komplikasi kronis pada pasien DM yang terjadi

pada kaki pasien dengan karakteristik gangguan saraf sensorik, motorik, dan

otonom serta gangguan pada pembuluh darah tungkai (Decroli, 2019). Komplikasi

ini biasanya disebabkan oleh kontrol glukosa dan perawatan kaki yang buruk.

Ulkus diabetik biasanya terjadi pada kaki yang mengalami trauma dan tekanan

berulang. Sekitar 5% pasien DM yang mengalami komplikasi ulkus diabetik dan

1% pasien dilakukan amputasi ( Oliver & Mutluoglu, 2020)

2.2. Radikal Bebas

2.2.1. Definisi Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan salah satu spesies molekul yang terdiri dari

sekelompok atom dan memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
14

bersifat tidak stabil dan sangat reaktif serta memiliki waktu paruh yang pendek.

Aktivitas radikal bebas yang berlebihan dapat merusak komponen sel, seperti

karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Nurhidayah, 2009).

2.2.2. Jenis Radikal Bebas

2.2.2.1. Reactive Oxygen Species (ROS)

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan spesies oksigen radikal yang dapat

bereaksi dengan membran sel melalui reaksi peroksidasi lipid yang menyebabkan

kerusakan pada komponen sel. Membran sel memiliki Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA) dalam jumlah tinggi sehingga memungkinkan terjadinya reaksi

peroksidasi membran lipid. Reaksi tersebut menyebabkan berbagai efek pada sel,

yaitu meningkatkan permeabilitas membran, penurunan transpor kalsium dalam

retikulum sarkoplasma, serta gangguan fungsi mitokondria dan enzim. Bentuk

ROS dalam tubuh, yaitu berupa superoksida anion (O 2-), radikal hidroksil (HO),

lipid (R), dan peroksidan lainnya seperti ROO dan XOO (Berawi & Agverianti,

2017).

Pembentukan superoxide terdiri dari beberapa proses, yaitu enzimatik, reaksi

autooksidasi, dan reaksi transfer elektron nonenzimatik. Enzim-enzim yang

terlibat dalam proses enzimatik, yaitu xanthine oxidase, lipooxygenase,

cyclooxygenase, dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH)

dependent oxidase. Reaksi antara oksigen dengan ferrous menyebabkan terjadinya

reaksi autooksidasi. Sedangankan reaksi transfer elektron nonenzimatik

merupakan proses terjadinya transfer elektron pada oksigen tanpa melibatkan

enzim (Phaniendra et al, 2015).


15

Reactive Oxygen Species dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan yang

disebut dengan stress oksidatif, sedangkan antioksidan merupakan faktor yang

melindungi jaringan terhadap Reactive Oxygen Species. Komponen sel pada

jaringan dapat mengalami kerusakan akibat ROS, diantaranya karbohidrat, lipid,

protein dan asam nukleat. Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) merupakan salah satu

asam nukleat yang dapat bereaksi dengan ROS. Reaksi tersebut dapat

menyebabkan perubahan struktur kimia pada DNA yang akhirnya menyebabkan

mutasi gen apabila tidak diperbaiki. Mutasi gen yang terjadi dapat diturunkan

terutama apabila terjadi pada DNA sel germinal pada ovarium atau testis.

Perubahan struktur pada DNA sel somatik dapat meningkatkan potensi terjadinya

keganasan (Wardani, 2016).

2.2.2.2. Reactive Nitrogen Species (RNS)

Reactive Nitrogen Species (RNS) merupakan radikal bebas turunan nitrogen

yang di dalam tubuh berbentuk nitrit oxide, peroksi nitrit, dan ion nitroksil. RNS

secara normal dalam tubuh berfungsi untuk meregulasi tekanan darah, sistem

pertahanan tubuh, reklaksasi otot dan sebagai neurotransmitter. Kadar RNS yang

berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan reaksi berupa stress nitrostatif.

Bentuk RNS yang banyak terdapat dalam tubuh adalah Nitrit Oxide (NO-). NO-

dapat bekerja secara intrasel dengan menembus membran dan sitoplasma karena

bersifat larut air dan lemak. Sedangkan di ekstrasel, NO- bereaksi dengan air

membentuk nitrat dan anion nitrit (Widayati, 2010; Valko et al., 2006).

2.2.3. Sumber Radikal Bebas

2.2.3.1. Endogen

1. Autooksidasi
16

Autooksidasi merupakan suatu radikal bebas yang didapatkan melalui proses

metabolisme aerob. Molekul yang berperan dalam autooksidasi berupa

katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom C hasil reduksi dan thiol.

Superoksida merupakan bentukan awal dari autooksidasi yang dihasilkan dari

reduksi oksigen sampai membentuk kelompok oksigen reaktif. Ion ferrous (Fe2+)

yang kehilangan elektron dapat membentuk Fe3+ superoxide melalui proses

autooksidasi (Ayala, 2014).

2. Oksidasi enzimatik

Enzim yang berperan dalam pembentukan radikal bebas adalah Xanthine

oxidase, prostaglandin synthase, lipooxygenase, aldehydeoxidase dan

acidoxidase. Aktivasi neutrofil menghasilkan enzim myeloperoxidase. Enzim

myeloperoxidase berperan untuk membentuk hypochlorous acid dari Hidrogen

peroksidan dan ion klorida (Fatir, 2010).

3. Respiratory burst

Respiratory burst terjadi akibat adanya proses fagositosis yang menggunakan

oksigen dalam jumlah besar (70-90%) oleh sel fagosit. Sel fagosit memiliki

komponen membran bound berupa flavoprotein sitokrom-b-245 NADPH

oksidase. Dalam bentuk inaktif, Enzim tersebut berperan dalam pembentukan

superoksida yang mengawali respiratory burst. Bakteri dalam tubuh dapat

menyebabkan pembentukan H202 dengan cara dismutasi bersama generasi

berikutnya dari OH dan HOCl (Helvi, 2008).

2.2.3.2. Eksogen
17

Radikal bebas eksogen dapat bersumber dari polusi udara, alkohol, rokok,

radiasi sinar ultraviolet, serta obat-obatan tertentu seperti anestesi, pestisida, sinar

X dan kemoterapi. Selain itu, pengolahan makanan yang berlebihan juga dapat

menjadi sumber radikal bebas. Makanan yang diolah dengan cara digoreng,

dibakar dan dipanggang merupakan salah satu penyebab terbentuknya radikal

bebas terutama pada makanan hewani yang mengandung lemak dan protein tinggi

(Khaira, 2010).

Minyak goreng yang dipakai berkali-kali menjadi salah satu penyebab

terbentuknya radikal bebas eksogen. Minyak goreng tersebut mengandung

senyawa peroksida dan epoksida yang memiliki sifat karsigonenik yang berbahaya

bagi tubuh. Makanan yang mengandung zat pengawet seperti formalin pada baso

dan tahu, zat warna tekstil methanyl yellow pada kerupuk, serta rhodamin pada

sirup juga dapat merangsang pembentukan radikal bebas (Khaira, 2010).

2.2.4. Efek Radikal Bebas

2.2.4.1. Efek Fisiologis Radikal Bebas

Secara fisiologis, radikal bebas berfungsi dalam sistem imun tubuh dan

maturasi struktur seluler. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh sel-sel fagosit yang

berfungsi untuk menghancurkan mikoorganisme yang menginvasi tubuh. Radikal

bebas juga dapat berfungsi dalam signaling seluler system. Nitrit oxide merupakan

radikal bebas yang berfungsi sebagai messenger molecule dalam mengatur aliran

darah, trombosis, dan aktivitas neural (Huy et al, 2008).

2.2.4.2. Efek Patologis Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan molekul yang tidak memiliki pasangan elektron dan

mampu merusak molekul makro pada sel yaitu protein, karbohidrat, lemak, dan
18

asam nukleat. Radikal bebas akan menyebabkan kerusakan pada sel lain dengan

mengambil elektron pada sel yang berlanjut terjadinya reaksi berantai. Reaksi

berantai menyebabkan radikal bebas yang terbentuk semakin banyak (Khaira,

2010).

2.2.5. Pembentukan Radikal Bebas pada Hiperglikemi

2.2.5.1. Polyol Pathway

Enzim yang berperan penting pada polyol pathway adalah aldose reduktase.

Secara normal, enzim aldose reduktase mengubah aldehid dari glukosa dalam sel

menjadi alkohol inaktif. Namun, dalam keadaan hiperglikemia, aldose reduktase

juga mengkatalisis glukosa menjadi sorbitol dengan nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate (NADPH) sebagai kofaktor. Sorbitol dioksidasi menjadi

fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase yang menggunakan nicotinamide

adenine dinucleotide (NAD+) sebagai kofaktor. Sorbitol merupakan jenis alkohol

yang bersifat hidrofilik sehingga sulit berdifusi melalui membran sel.

Penumpukan sorbitol dalam sel dapat menyebabkan gangguan proses osmotik

(Mathebula, 2015).

Gambar 1. Polyol pathway (Brownlee, 2005).

Stres oksidatif dihasilkan dari proses oksidasi sorbitol menjadi fruktosa. Dalam

proses tersebut terjadi perubahan NAD+ menjadi NADH. Substrat NADH


19

oksidase menghasilkan reactive oxygen species (ROS). Stres oksidatif merupakan

faktor terjadinya komplikasi pada diabetes (Mathebula, 2015). NADPH juga

merupakan kofaktor penting dalam regenerasi antioksidan intraseluler dengan

mengurangi glutahione sehingga terjadi peningkatan kerentanan terhadap stres

oksidatif intraseluler (Brownlee, 2005).

2.2.5.2. Advanced Glycation End Products (AGEs)

Reaksi non-enzimatik antara kelompok amino bebas pada protein dan

kelompok karbon pada glukosa atau komponen karbon lainnya disebut reaksi

Maillard. Reaksi tersebut terdiri dari tiga tahap, tahap awal, intermediate dan

akhir. Pada tahap awal, glukosa bereaksi dengan kelompok amino bebas sehingga

membentuk schiff base. Schiff base mengalami penyusunan ulang menjadi produk

stabil yang disebut produk amadori. Pada tahap intermediate, produk amadori

terdegradasi ke berbagai senyawa dikarbonil reaktif melalui dehidrasi, oksidasi

dan reaksi kimia lainnya. Pada tahap akhir glikasi, terbentuk komponen Advanced

Glycation End Products (AGEs) irreversible melalui proses oksidasi, dehidrasi

dan siklisasi (Singh et al, 2014).

AGEs yang terdapat pada pembuluh darah dapat menimbulkan kerusakan sel

endotel. AGEs menurunkan elastisitas permbuluh darah serta menghambat

pembentukan matrik normal dan cross-linking. Pada berbagai jenis sel, AGEs

dapat berikatan dengan reseptornya. Salah satu reseptor AGEs adalah RAGE.

Ikatan RAGE dengan AGEs dapat menginduksi terbentuknya ROS dan aktivasi

NF-κB. NF-κB merupakan faktor transkripsi proinflamasi (Sargowo, 2015).


20

Gambar 2. Advanced Glycation End Products (Brownlee, 2005)

Pada gambar 2, terdapat mekanisme modifikasi protein intraseluler yang

terlibat dalam regulasi transkpripsi gen. Selain itu, glukosa yang tinggi dalam

aliran sistemik kemudian masuk ke dalam sel endotel sehingga menyebabkan

terjadinya pembentukan AGE precursors. Prekursor AGE berdifusi keluar sel dan

memodifikasi protein yang bersirkulasi dalam darah seperti albumin. Protein

tersebut kemudian mengaktivasi dan berikatan dengan reseptor AGE sehingga

menyebabkan produksi sitokin proinflamasi dan Growth Factors sehingga

menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Prekursor AGE yang berdifusi keluar

dari sel juga menyebabkan modifikasi molekul matriks ekstraseluler yan

mengubah signaling antara matriks dan sel sehingga menyebabkan disfungsi

seluler (Brownlee, 2005).

Glycosylated hemoglobin atau HbA1c merupakan kombinasi hemoglobin dan

glukosa yang dibentuk secara non-enzimatik dalam eritrosit. Konsentrasi HbA1C

berbanding lurus dengan glukosa karena eritrosit permeabel terhadap glukosa.

Selain itu, HbA1c juga menunjukkan glycemic history pada 120 hari sebelumnya

karena terbentuk terus-menerus selama masa hidup eritrosit (Fayyaz et al, 2019).

Individu dapat dikatakan DM apabila kadar HbA1c > 6.5% (Choi et al, 2019).
21

2.2.5.3. Protein Kinase C (PKC) Pathway

Protein Kinase C (PKC) merupakan molekul famili serine/threonine kinase

yang mengatur proses seluler serta berperan dalam diabetes dan komplikasinya

(Zheng et al, 2018). Enzim tersebut merupakan kontributor utama penyebab

disfungsi endotel pada DM. Pada kondisi tingginya FFA dan hiperglikemia

meningkatkan sintesis molekul diasil-gliserol (DAG) yang merupakan kofaktor

utama untuk mengkatifkan protein kinase-C. Proses tersebut menyebabkan

peningkatan ekspresi endothelin 1 (ET-1) yang menyebabkan vasokonstriksi.

Transforming Growth Factor-β dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 juga

mengalami peningkatan. Selain itu, aktivasi PK-C meningkatkan ekspresi

vascular cell adhesion molecule (VCAM), intercelluar adhesion molecule

(ICAM), NFκB dan NADPH oksidase. Aktivasi NADPH oksidase menyebabkan

peningkatan superoxide sehingga menimbulkan terjadinya stres oksidatif

(Brownlee, 2005; Roberts & Porter, 2013).

Gambar 3. PKC pathway (Brownlee, 2005)

2.2.5.4. Hexosamine Pathway

Hiperglikemia dan resistensi insulin yang diakibatkan oleh oksidasi asam

lemak berperan dalam terjadinya komplikasi pada diabetes melalui hexosamine


22

pathway. Dalam pathway tersebut, fruktosa 6-fosfat pada proses glikolisis diubah

menjadi glukosamin 6-fosfat oleh enzim fruktosa 6-fosfat amidotransferase

(GFAT). Glukosamin 6-fosfat diubah menjadi UDP-NAsetilglukosamin yang

kemudian diubah menjadi O-linked N-Asetilglukosamine (O-GlcNAc). Jalur ini

berhubungan dengan terjadinya kerusakan pada mikrovaskular dan disfungsi

endotel. Peningkatan modifikasi dari faktor transkripsi Sp1 menimbulkan

peningkatan ekspresi Transforming Growth Factor-β (TGF- β) dan Plasminogen

Activator Inhibitor-1 (PAI-1) dalam sel endotel serta peningkatan PAI-1 pada sel

otot polos pembuluh darah sehingga menimbulkan kerusakan pada pembuluh

darah (Giacco & Brownlee, 2010; Brownlee, 2005).

Gambar 4. Hexosamine pathway (Brownlee, 2005).

2.3. Inflamasi

2.3.1. Definisi Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon yang ditimbulkan akibat adanya kerusakan

jaringan tubuh. Proses inflamasi dapat menghancurkan dan mengurangi agen

perusak atau jaringan yang rusak melalui respon imun. Respon imun dapat dipicu

oleh patogen, sel yang mengalami kerusakan dan komponen toksik. Inflamasi
23

ditandai dengan adanya pembengkakan (tumor), panas (kalor), nyeri (dolor),

kemerahan (rubor) dan gangguan fungsi (functio laesa). (Manurung & Sumiwi,

2016; Chen et al, 2017).

2.3.2. Jenis Inflamasi

Inflamasi terdiri dari inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut terjadi

dalam waktu yang pendek mulai beberapa jam sampai hari. Inflamasi akut

diinisiasi oleh sel seperti makrofag, sel dendrit, histiosit, dan sel kuppfer.

Sedangkan inflamasi kronis terjadi dalam waktu yang lebih lama disertai jaringan

granulasi dan fibrosis (Jain et al, 2015).

2.3.2.1. Inflamasi Akut

Inflamasi akut merupakan respon imun awal untuk melawan patogen dan injuri

jaringan yang ditandai dengan iskemia, gangguan metabolik dan kerusakan

membran sel. Inflamasi akut merupakan proses yang cepat dengan eikosanoid dan

vasoactive amine sebagai mediator. Mediator tersebut menyebabkan peningkatan

gerakan plasma dan leukosit pada sisi inflamasi. Pada fase proliferasi inflamasi

terjadi pembentukan jaringan granulasi yang berlangsung selama 6-8 minggu,

sedangkan pada fase terakhir inflamasi akut merupakan fase penyembuhan dan

pembentukan scar (Jain et al, 2015).

2.3.2.2. Inflamasi Kronis

Inflamasi kronis merupakan jenis inflamasi yang dapat berlangsung selama

beberapa bulan sampai tahun. Inflamasi kronis dapat disebabkan oleh patogen

seperti Mycobacterium tuberculosis, Treponema pallidum, virus dan jamur

tertentu. Mikroorganisme tersebut memicu respon imun T lymphocyte-mediated


24

yang disebut dengan hipersensitivitas tipe lambat. Inflamasi kronis juga dapat

berperan pada penyakit seperti Alzeimer, aterosklerosis, sindrom metabolik, DM

tipe 2 dan pembentukan kanker (Jain et al, 2015).

2.3.3. Mekanisme Inflamasi dan Peran Mediator Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon proteksi untuk melawan patogen, benda

asing, atau injuri yang terjadi pada jaringan tubuh. Pada proses inflamasi terjadi

vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan aliran darah dan

infiltrasi leukosit. Jenis leukosit yang pertama kali merespon inflamasi yaitu jenis

sel polimorfonuklear (PMN) berupa neutrofil. Sel tersebut merupakan pertahanan

tubuh innate karena memiliki fungsi fagositosis dan mikrobisidal. Sel

mononuklear, yaitu monosit dan makrofag berperan sebagai fagosit sel debris dan

apoptotic neurophils (Freire & Dyke, 2013).

Derajat dan jenis respon inflamasi bergantung pada jenis pemicu respon

inflamasi, seperti bakteri, virus atau parasit. Patogen berupa bakteri dikenal oleh

reseptor, yaitu Toll-Like receptors (TLR) yang diekspresikan oleh makrofag.

Ikatan bakteri dengan TLR memicu pemebentukan dari sitokin, kemokin, dan

mediator proinflamasi lipid seperti prostaglandin. Ketiga mediator tersebut

merupakan mediator utama yang efektif dalam respon inflamasi dan pembersihan

bakteri. Infeksi virus memicu pengeluaran interferon alfa dan interferon beta serta

menyebabkan aktivasi limfosit sitotoksik, sedangkan infeksi parasit memicu sel

mast dan basofil untuk mengeluaran IL-4, IL-5 dan IL-13. Adanya sitokin

inflamasi dalam darah menginduksi leukositosis dan fase protein akut. Pada

paparan yang berlanjut, antigen akan berikatan dengan antibodi membentuk


25

kompleks imun. Kompleks imun tersebut akan terdeposit di tempat inflamasi dan

memperbesar inflamasi (Freire & Dyke, 2013).

Proses inflamasi ditandai dengan adanya pembengkakan (tumor), panas

(kalor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor) dan gangguan fungsi (functio laesa).

Pembengkakan pada inflamasi terjadi akibat peningkatan aliran darah menuju

jaringan inflamasi dan infiltrasi sel radang pada area inflamasi. Pembengkakan

tersebut juga dapat menyebabkan sensasi nyeri akibat peregangan saraf sensoris.

Selain itu, nyeri juga dapat disebabkan oleh efek langsung dari mediator

inflamasi. Aliran darah menuju area inflamasi dapat menyebabkan sensasi panas

dan kemerahan. Kemerahan disebabkan oleh peningkatan aliran darah yang

membawa eritrosit pada area inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi seperti

penurunan mobilitas pada sendi dapat disebabkan oleh adanya edema dan nyeri

atau karena penggantian sel yang berfungsi dengan jaringan parut (Punchard et al,

2004).

2.3.4. Jenis Mediator Inflamasi

Mediator inflamasi yang dikeluarkan akibat injuri jaringan dapat berupa cell-

derived mediators dan plasma-derived mediators. Mediator inflamasi

mengkaktifkan sel dengan berikatan dengan reseptor spesitfik kemudian

memanggil sel ke area injuri (Jain et al, 2015).

2.3.4.1. Cell-Derived Mediators

1. Platelet Activating Factor

Platelet-activating factor (PAF) merupakan lipid aktif dan dapat memberikan

efek dalam jumlah yang sangat rendah. PAF merupakan mediator yang berperan

dalam vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. PAF juga


26

merupakan faktor kemotaksis untuk neutrofil dan monosit, serta dapat

menginisiasi sintesis eikosanoid (Jian et al, 2015). Pada kondisi hiperglikemi dan

stres oksidatif terjadi peningkatan biosintesis PAF serta ekspresi reseptornya yaitu

PAF-R (Kalani, 2013).

2. Endotelin

Endotelins (ETs) merupakan peptida yang berfungsi sebagai vasokonstriktor

yang dilepaskan oleh sel endotel. ETs terdiri dari ET1, ET2, dan ET3. ETs dapat

meningkatkan pelepasan mediator inflamasi dari berbagai sel (Jian et al, 2015).

Pada pasien DM terdapat peningkatan ET-1 yang dapat mengurangi sensitivitas

insulin serta berperan dalam disfungsi endotel dengan meningkatkan produksi

ROS (Kalani, 2008).

2.3.4.2. Plasma-Derived Mediators

1. Sitokin

Sitokin dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun saat terjadi inflamasi. Sitokin

dapat terdiri dari interleukin, kemokin, interferon, colony-stimulating factors,

growth factor, dan tumor necrosis factors (TNFs). Seluruh sitokin bekerja pada

kinase-linked receptors kecuali kemokin. Kemokin bekerja pada G protein-

coupled receptors dan merupakan sitokin chemoattractant untuk mengontrol

migrasi dari leukosit. Sitokin proinflamasi yang berperan dalam inflamasi akut

dan kronis adalah TNF-α dan interleukin-1 (IL-1), sedangkan transforming

growth factor-β (TGF-β), IL-4, IL-10 dan IL-13 merupakan sitokin antiinflamasi

yang menghambat pembentukan kemokin (Jian et al, 2015).


27

Resistensi insulin berhubungan dengan terjadinya sekresi abnormal sitokin pro-

inflamasi seperti TNF-α dan IL-6 serta menurunnya produksi mediator anti-

inflamasi seperti IL-4 dan IL-10. IL-6 berperan dalam menurunkan sintesis

glikogen sedangkan TNF-α berperan dalam mengurangi uptake glukosa pada

organ hati. Kedua mediator tersebut dapat menghambat sinyal insulin di hepar

dengan transduksi sinyal insulin (Xiao et al, 2014).

2.3.5 Inflamasi pada Hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan kondisi meningkatnya glukosa darah yang sering

menyebabkan terjadinya komplikasi penyakit. Peningkatan glukosa dapat

menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan inflamasi akibat peningkatan ROS

oleh leukosit polimorfonuklear, sel mononuklear dan enzim nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate. Selain itu, peningkatan ROS dapat mengurangi

bioavailabilitas NO dengan mengikat NO membentuk ONOO- serta mengaktifkan

faktor transkripsi proinflamasi seperti nuclear factor kappa B (NFκB), activator

protein-1 (AP-1), hypoxia induced factor-α (HIF-α) dan early growth response-1

(Egr-1), yang memicu terjadinya inflamasi. Hiperglikemia juga memicu

peningkatan ekspresi tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin-6 (IL-6)

dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1) pada sel mononuklear (Sun et

al, 2014)

2.4. Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α)

2.4.1. Definisi Tumor Necrosis Factor-α

Tumor Necrosis Factor-α merupakan sitokin yang berperan dalam proses

inflamasi, imunitas dan apoptosis. Tumor Necrosis Factor-α diekspresikan oleh

aktivasi sel-sel radang seperti makrofag dan limfosit. Tumor Necrosis Factor-α
28

mentransmisikan signal melalui dua reseptor, yaitu TNF reseptor 1 (TNFR1) dan

TNF reseptor 2 (TNFR2). TNFR1 berperan hampir pada seluruh tipe sel,

sedangkan ekspresi TNFR2 terdapat pada sel endotel dan hematopoiesis. Aktivitas

TNF-α berupa sitotoksisitas, proliferasi dan apoptosis dimediasi oleh TNFR1

(Sakimoto et al, 2009; Horiuchi et al, 2010).

2.4.2. Peran dan Fungsi Tumor Necrosis Factor - α

Sinyal TNF-α melalui dua reseptor transmembran, yaitu TNFR1 dan TNFR2

berfungsi meregulasi beberapa fungsi sel termasuk proliferasi sel, diferensiasi dan

apoptosis. Makrofag merupakan pembentuk TNF-α utama namun juga sangat

responsif terhadap TNF-α. Pembentukan TNF-α dan signaling reseptor TNF-α

juga berhubungan dengan patogenesis beberapa penyakit termasuk rheumatoid

arthritis, Crohn’s disease, aterosklerosis, psoriasis, sepsis, diabetes dan obesitas

(Parameswaran & Patial, 2010).

Tumor Necrosis Factor-α merupakan sitokin pro-inflamasi kuat yang mengatur

beberapa fungsi makrofag. Tumor Necrosis Factor-α dikeluarkan dengan cepat

setelah terjadi proses inflamasi atau infeksi mikroorganisme seperti bakteri.

Tumor Necrosis Factor-α juga memiliki peran penting dalam mengatur produksi

kaskade sitokin pro-inflamasi sehingga disebut sebagai master regulator. Sebagai

sitokin pro-inflamasi, TNF-α berperan dalam vasodilatasi dan pembentukan

edema serta adhesi leukosit pada epitel melalui ekspresi molekul adhesi. Selain

itu, TNF-α berfungsi untuk meningkatkan mediator inflamasi lipid seperti

prostaglandin dan platelet activating factor (Zelova & Hosek, 2013;

Parameswaran & Patial, 2010).

2.4.3. Struktur dan Sintesis Tumor Necrosis Factor-α


29

TNF-α merupakan salinan gen pada kromosom 6 manusia (kromosom murine

17). Gen tersebut terdiri dari empat ekson dan tiga intron. Ekson I dan II terdiri

dari sequens peptida utama. RNA messenger untuk TNF-α diekspresikan dalam

berbagai sel termasuk monosit dan makrofag. Ekspresi gen TNF-α pada proses

transkpripsi diatur oleh beberapa faktor termasuk nuclear factor kappa b (NFκB)

dan nuclear factor activated T cells (NF-AT), sedangkan pada proses translasi

produksi TNF-α diatur melalui sekuens UA-rich. TNF-α manusia diekspresikan

sebagai protein 27-kDa (233 asam amino) yang kemudian dipecah secara

proteolitik menjadi molekul 17-kDa (Parameswaran & Patial, 2010).

2.4.4. Peran Tumor Necrosis Factor - α pada Nekrosis Kardiomiosit

TNF-α berikatan dengan reseptornya, yaitu TNFR1 yang kemudian

berinteraksi dengan TNFR1-associated death domain protein (TRADD) untuk

merekrut TNFR-associated factors (TRAFs) termasuk TRAF2 dan TRAF5 serta

celluar inhibitor of apoptosis protein 1 dan 2 (c-IAP1/2) membentuk TNF

receptor signaling complex (TNF-RSC). TNF-RSC kemudian merekrut receptor-

interacting protein 1 (RIP1). (Chu, 2013).

Perekrutan TRADD, RIP1 dan TRAF2 menyebabkan degradasi protein IκBα

dan aktivasi MAP kinase kinase kinases (MAP3Ks). Degradasi proteolitik IκBα

memungkinkan NF-κB untuk mentranslokasi pada nukleus sebagai faktor

transkripsi. Fosforilasi MAP3Ks dan aktivasi beberapa kinase menimbulkan

aktivasi pada MAP Kinases, JNK, p38 and ERK. Aktivasi kinase tersebut bersama

dengan aktivasi NF-κB menghasilkan transkripsi gen pro-inflamasi dan pro-

survival (Morgan et al, 2008).


30

Apabila aktivasi NF-κB dihambat, pensinyalan TNF-α menyebabkan

rekrutmen pada Fas-assocoated death domain protein (FADD) yang memicu

aktivasi caspase-8 sehingga menyebabkan apoptosis. Ketika caspase-8 dihambat,

apoptosis dicegah dan protein RIP1 distabilkan. RIP1 dan TRADD membentuk

kompleks dengan NOXO1 yang merekrut Nox1 dan Rac1 untuk membentuk

kompleks penghasil superoksida aktif. Produksi superoksida diduga sebagai

pemicu aktivasi berkelanjutan JNK sehingga menyebabkan kematian sel berupa

nekrosis (Morgan et al, 2008).

2.4.5 Peran Tumor Necrosis Factor -α pada Kardiomiopati Diabetik

Stres oksidatif yang disebabkan oleh kondisi hiperglikemi merupakan

penyebab utama terjadinya komplikasi kardiomiopati diabetik. Stres oksidatif

merupakan suatu kondisi peningkatan pembentukan atau gangguan pembuangan

molekul reaktif seperti ROS dan RNS. Tingginya produksi ROS berhubungan

dengan adanya kerusakan protein dan DNA seluler, aktivasi apoptosis dan

kematian sel yang menyebabkan remodeling abnormal pada jantung. Kondisi

tersebut dapat berlanjut menjadi abnormalitas morfologi dan fungsional pada

jantung (Bhatt & Sharma, 2015).

Tumor Necrosis Factor-α merupakan sitokin pro-inflamasi yang berfungsi

untuk meningkatkan ekspresi molekul adhesi, stimulasi pengeluaran sitokin

endotel, serta meningkatkan permeabilitas vaskular. TNF-α menstimulasi

pembentukan radikal bebas berupa superoxide vaskular dengan meningkatkan

aktivitas NADPH-dependent oxidase (NOX) pada sel endotel, sel otot polos dan

neutrofil. Dalam proses inflamasi kronis, TNF-α menyebabkan terjadinya


31

miokarditis, disfungsi sistolik ventrikel, hipertrofi dan dilatasi ventrikel, apoptosis

dan fibrosis miokardium (Bhatt & Sharma, 2015; Urschel & Cicha, 2015).

2.5. Anatomi, Histologi & Fisiologi Jantung

2.5.1. Anatomi Jantung

Gambar 5. Anatomi Jantung (Zhuang, 2010)

Jantung merupakan organ berupa pompa dengan dua ruang yang terhubung

secara paralel. Jantung kiri terhubung dengan sirkulasi sistemik, sedangkan

jantung kanan terhubung dengan sirkulai paru-paru. Jantung terletak pada ruang

yang disebut mediastinum, yaitu dibelakang sternum sedikit ke kiri. Basis jantung

terdiri dari pembuluh darah dan atrium, sedangkan apeks jantung dibentuk oleh

ventrikel (Thiriet, 2008)

Jantung memiliki empat rongga, yaitu atrium kanan dan kiri di bagian atas

serta ventrikel kanan dan kiri pada bagian bawah. Jantung kanan dan kiri

dipisahkan oleh septum. Ventrikel kiri terletak posterior sinistra dari ventrikel

kanan. Ukuran setiap rongga jantung berbeda-beda sesuai ketebalan dinding otot
32

jantung. Jantung dilapisi oleh perikardium yang mengelilingi jantung serta

pembuluh darah besar. Perikardium dilekatkan oleh ligamen pada kolumna

spinalis, diafragma dan organ lainnya. Perikardium membatasi pengisian ventrikel

terlalu banyak yang menyebabkan dilatasi jantung berlebihan (Thiriet, 2008),

Jantung memiliki empat buah katup yang memisahkan antar rongga. Atrium

dan ventrikel dipisahkan oleh katup atrioventrikular (AV). Katup AV kanan

disebut katup trikuspid, sedangkan katup AV kiri disebut katup bikuspid (mitral).

Katup yang memisahkan antara ventrikel dan arteri-arteri besar disebut katup

semilunar (SL). Katup AV berupa flap asimetris yang bergantung pada annulus

berbentuk cincin yang ujungnya terikat pada ventrikel oleh apparatus yang terdiri

dari chordae tendineae dan muskulus papillaris (Hinton & Yutzey, 2011).

Jantung menerima suplai darah dari dua arteri koroner, yaitu arteri koroner

sinistra utama dan arteri koroner dextra. Sebanyak 80%, otot jantung disuplai oleh

arteri koroner sinistra. Arteri koroner sinistra memiliki dua cabang yaitu left

anterior descending coronary artery dan circumflex coronary artery. Left

anterior descending coronary artery mensuplai dua pertiga anterior septum

interventrikular dan dinding anterior ventrikel kiri, sedangkan arteri koroner

sirkumfleksa mensuplai pada bagian posterior dan lateral ventrikel kiri. Arteri

koroner kanan dan cabangnya mensuplai darah pada ventrikel kanan, atrium

kanan dan dinding inferior ventrikle kiri (Rehman & Rehman, 2019).

2.5.2. Histologi Jantung


33

Gambar 6. Lapisan Otot Jantung (Meo, 2013)

Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot yang memiliki tiga lapisan ,

yaitu endokardium, miokardium dan epikardium secara berurutan dari lapisan

terdalam sampai lapisan paling luar. Selain itu, jantung dikelilingi oleh kantung

dua lapis yang berisi cairan, yaitu perikardium. Perikardium terdiri dari dua lapis,

lapisan luar disebut perikardium parietal sedangkan lapisan dalam disebut

perikardium visceral. Epikardium terdiri dari perikardium visceral, jaringan ikat

fibro-elastic, dan jaringan adiposa (Mescher, 2011; Arackal & Alsayouri, 2019).

Endokardium merupakan lapisan terdalam jantung yang terdiri dari selapis sel

endotel yang berada diatas selapis tipis subendotel berupa jaringan ikat longgar.

Jaringan ikat longgar tersebut terdiri dari serat elastin dan kolagen serta sel otot

polos. Miokardiun dihubungkan dengan lapisan subendotel oleh selapis jaringan

ikat yang disebut lapisan subendokardium. Lapisan subendokardium tersebut

mengandung vena, saraf, dan cabang sistem penghantar impuls (Mescher, 2011).

Miokardium merupakan lapisan paling tebal dan terdiri dari sel-sel otot jantung

yang mengelilingi rongga jantung. Sel otot jantung memiliki lurik seperti otot

skeletal namun bercabang dan memiliki diskus interkalaris. Sel otot jantung tidak
34

bisa beregenerasi sehingga apabila terjadi kerusakan akan digantikan oleh jaringan

parut (Mescher, 2011; Arackal & Alsayouri, 2019).

Gambar 7. Histologi kardiomiosit (Eroschenko, 2008)

2.5.3. Fisiologi Jantung

Jantung memiliki empat ruang dan dibagi menjadi pompa jantung kanan dan

kiri untuk menyediakan aliran darah menuju sirkulasi sistemik dan paru-paru.

Atrium kanan menerima darah yang mengalami deoksigenasi dari seluruh tubuh

kecuali paru-paru melalui vena cava inferior dan superior, sedangkan

deoksigenasi darah dari jantung mengalir menuju atrium kanan melalui sinus

koronarius. Darah dari atrium kanan mengalir melalui katup trikuspid untuk

mengisi ventrikel kanan yang merupakan pompa utama pada jantung kanan.

Ventrikel kanan memompa darah melewati katup pulmonar menuju arteri

pulmonalis dan mendistribusikan darah ke paru-paru untuk oksigenasi. Di dalam

paru-paru, darah mengalami oksigenasi ketika melewati kapiler yang dekat

dengan oksigen dalam alveoli. Kemudian darah yang teroksigenasi tersebut

dikumpulkan oleh empat vena pulmonalis menuju atrium kiri. Darah dari atrium

kiri akan mengisi ventrikel kiri melalui katup mitral. Ventrikel kiri yang

merupakan pompa utama jantung kiri akan mengalirkan darah menuju sirkulasi
35

sistemik melalui katup aorta. Siklus tersebut kemudian berulang lagi pada detak

jantung berikutnya (Rehman & Rehman, 2019).

Proses kontraksi pada jantung merupakan respon terhadap stimulasi yang

diatur oleh sistem konduksi. Sistem konduksi tersebut dimulai pada sinoatrial

(SA) node yang terletak pada persimpangan vena cava superior dan atrium kanan.

Node tersebut merupakan kumpulan sel yang dapat depolarisasi tanpa tergantung

pada sel-sel lain di jantung. Saat SA node mendepolarisasi, sinyal listrik secara

simultan ditransmisikan dari atrium kanan ke atrium kiri melalui bundel sel yang

disebut Bachman’s Bundle. Konduksi terjadi melalui otot atrium kanan ke

atrioventrikular (AV) node yang terletak di segitiga Koch. Segitiga Koch

merupakan area yang dibentuk oleh katup trikuspid, tendon of Todaro, dan ostium

sinus koronarius. AV node menerima sinyal elektrik dan meneruskan menuju

bundle his dengan beberapa penundaan. Penundaan tersebut memungkinkan

pengosongan atrium sebelum ventrikel berkontraksi. Bundle his terletak di inferior

AV node tepatnya di septum interventrikular. Bundle his meiliki dua cabang

kanan dan kiri yang terdiri dari ribuan cabang kecil disebut serat Purkinje. Serat

Purkinje mentransmisikan sinyal listrik secara cepat untuk menghasilkan

kontraksi yang hampir bersamaan pada kedua ventrikel (Rehman & Rehman,

2019; Oberman & Bhardwaj, 2018).

2.5.4 Kardiomiopati Diabetik

Kardiomiopati diabetik merupakan perubahan struktur dan fungsi pada

miokardium yang berhubungan dengan DM. Pada kardiomiopati diabetik

didapatkan left ventricular hypertrophy (LVH), peningkatan kerentanan jantung

terhadap injuri iskemik serta meningkatkan kemungkinan terjadinya gagal


36

jantung. Beberapa mekanisme terlibat dalam patogenesis kardiomiopat diabetik,

antara lain gangguan homeostasis kalsium, peningkatan stres oksidatif dan

disfungsi mitokondria (Boudina & Abel, 2010).

Resistensi insulin pada DM menyebabkan kondisi hiperglikemia sistemik,

hiperlipidemia dan lipotoksisitas. Produk AGEs yang berlebihan menyebabkan

perubahan kondisi metabolik pada jantung yang menimbulkan disfungsi

mitokondria kardiomiosit dan sel endotel. Kondisi disfungsi mitokondria

membentuk ROS sehingga menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang memicu

kematian kardiomiosit, kerusakan sel endotel dan disfungsi mikrovaskular (Tan et

al, 2020).

2.5.4.1 Gangguan Homeostasis Kalsium

Kadar Ca2+ dalam sitosol berperan dalam meregulasi metabolisme sel,

kontraksi otot dan cell signaling. Saat otot jantung berkontraksi, Ca2+ memasuki

sitoplasma melalui kanal Ca2+ tipe-L setelah depolarisasi sarkolema, kondisi

tersebut memicu pengeluaran Ca2+ dari retikulum sarkoplasma. Kemudian Ca2+

berikatan dengan troponin C untuk memicu kontraksi miofibril. Ca 2+ diangkut

kembali ke retikulum sarkoplasma dan sebagian dipompa keluar oleh Na +/ Ca2+

exchanger selama miokardium berelaksasi (Jia et al, 2018).

Pada kardiomiopati diabetik, terjadi perpanjangan durasi aksi potensial karena

penurunan efluks Ca2+ dari sitosol. Gangguan homeostasis Ca2+ terjadi akibat

berkurangnya aktivitas Sarcoplasmic Reticulum Ca pump (SERCA), Na+/ Ca2+

exchanger dan Ca2+ ATPase sehingga mengakibatkan gangguan relaksasi dan

peningkatan durasi aksi potensial. Gangguan homeostasis Ca2+ berperan penting


37

dalam terjadinya disfungsi diastolik pada kardiomiopati diabetik (Yilmaz et al,

2015; Jia et al, 2018).

2.5.4.2 Peningkatan Stres Oksidatif

Stres oksidatif merupakan salah satu penyebab perkembangan resistensi insulin

jantung, kardiomiopati diabetik dan gagal jantung. Reactive Oxygen Species

mitokondria merupakan produk alami yang dihasilkan pada metabolisme oksigen

dalam rantai transpor elektron. Kondisi hiperglikemia dan resistensi insulin

meningkatkan aliran nicotinamide adenine dinucleotide dan flavin adenine

dinucleotide pada rantai respirasi mitokondria sehingga menyebabkan

hiperpolarisasi membran mitokondria, penghambatan transpor elektron pada

kompleks III, serta peningkatan produksi ROS. Peningkatan aktivitas

nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oksidase merupakan salah satu

sumber terbentuknya ROS pada kardiomiosit. Aktivitas nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate oksidase yang dimediasi RAAS juga dapat meningkatkan

fibrosis jantung melalui aktivasi profibrotic transforming growth factor β1/Smad

2/3 signaling pathway (Jia et al, 2018).

2.5.4.3 Disfungsi Mitokondria

Disfungsi mitokondria berperan dalam terjadinya kardiomiopati diabetik serta

gagal jantung. Proses fosforilasi oksidatif di mitokondira menyediakan produksi

ATP intraseluler kardiomiosit sebanyak 90%. Namun pada DM tipe 2, pada

mitokondria terjadi proses oksidasi FFA untuk membentuk ATP yang disertai

dengan peningkatan ROS serta gangguan fosforilasi oksidatif. Gangguan

keseimbangan Ca2+ mitokondria menimbulkan disfungsi respirasi mitokondria

yang menyebabkan terjadinya kematian sel. Disfungsi mitokondria juga


38

menyebabkan stres metabolik yang meningkatkan permeabilitas mitokondria

sehingga terjadi autofagi dan nekrosis kardiomiosit (Jia et al, 2018).

2.5.5 Inflamasi pada Kardiomiopati Diabetik

Hiperglikemia pada DM menimbulkan kondisi stres oksidatif yang disebabkan

oleh peningkatan produksi ROS sehingga kerusakan jaringan yang menimbulkan

reaksi inflamasi (Giacco & Brownlee, 2010; Nunes et al, 2012). Komplikasi

kardiomiopati diabetik disebabkan oleh terjadinya inflamasi melalui aktivasi

beberapa signaling pathways. Jalur yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi

yang berhubungan dengan resistensi insulin, yaitu NF-κB, c-jun NH2-terminal

kinase atau p38-MAPK. Mediator yang paling sering berperan dalam proses

inflamasi adalah NF-κB. Kerusakan pada jantung akibat DM disebabkan oleh

aktivasi NF-κB yang dapat meningkatkan sitokin seperti TNF-α. Peningkatan

mediator inflamasi akibat overaktivasi dari NF-κB dapat meningkatkan gangguan

signaling insulin melalui aktivasi PI3K dan Akt (Nunes et al, 2012).

Pada pasien dengan kardiomiopati diabetik didapatkan adanya peningkatan

tanda-tanda inflamasi dalam sirkulasi seperti sitokin (seperti TNF-α dan IL-6),

molekul adhesi sel (seperti VCAM-1 dan ICAM-1) dan reaktan fase akut (CRP).

Ekspresi berlebihan TNF-α dan IL-6 dapat menyebabkan kerusakan pada otot

jantung. TNF- α berperan dalam proses hipertrofi dan fibrosis otot jantung serta

disfungsi ventrikel kiri, sedangkan IL-6 berhubungan dengan disfungsi ventrikel

kiri dan hipertrofi otot jantung pada acute myocardial infarction. Selain itu,

peningkatan mediator inflamasi pada kardiomiopati diabetik dapat meningkatkan

penebalan epikardium dan disfungsi kontraksi otot jantung yang dapat berperan

dalam terjadinya gagal jantung (Nunes et al, 2012).


39

2.6 Induksi Tikus Model Diabetes Mellitus Tipe 2

2.6.1. Induksi STZ

Streptozotocin (STZ) merupakan komponen glucosamine-nitrosourea turunan

Streptomyces achromogenes yang biasanya digunakan sebagai agen kemoterapi

pada karsinoma sel pankreas. STZ merusak sel β pankreas sehingga menyebabkan

hipoinsulinemia dan hiperglikemia. Efek toksik yang disebabkan oleh STZ dapat

menimbulkan kerusakan pada jaringan lain termasuk hepar dan ginjal karena STZ

secara umum diduga dibawa oleh glucose transporter 2 (GLUT2) dan

menyebabkan kematian sel β pankreas serta alkilasi DNA (Graham et al, 2011;

Deeds et al, 2011).

Kerusakan pada DNA akibat STZ menyebabkan aktivasi poly ADP-

rybosylation sehingga terjadi deplesi NAD+ dan ATP seluler. Induksi STZ

menimbulkan peningkatan defosforilasi ATP yang menghasilkan substrat bagi

reaksi katalisis xantin oksidase. Kondisi tersebut memicu terbentuknya radikal

superoxide, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. STZ menyebabkan

kerusakan DNA serta membebaskan zat toksik dan NO yang menghambat

aktivitas aconitase yang kemudian menimbulkan apoptosis dan nekrosis sel β

pankreas (Novrial, 2007).

2.6.2. Induksi Diet Tinggi Lemak

Diet tinggi lemak akan meningkatkan Free Fatty Acid (FFA) yang memicu

peningkatan fatty acyl-CoA dan diacylgliserol (DAG) sehingga terjadi

peningkatan aktivasi Protein Kinase C (PKC). PKC merupakan enzim yang

berperan dalam fosforilasi serin pada reseptor insulin dan Insulin Receptor

Substrat (IRS-1). Forsforilasi serin pada IRS-1 dapat menyebabkan resistensi


40

insulin. FFA juga dapat menyebabkan resistensi insulin melalui produksi ROS

sehingga memicu aktivasi PKC (Boden dan Laakso, 2004).

Pada penelitian Tatto et al. (2017) komposisi pemberian pakan tinggi lemak

pada tikus terdiri dari yang digunakan adalah pakan standar (80%), lemak

kambing (15%) dan kuning telur bebek (5%).

2.6.3. Induksi Diet Tinggi Fruktosa

Diet tinggi fruktosa (DTF) memicu metabolisme fruktosa oleh hepar. Fruktosa

diserap dari jejunum dengan bantuan glukosa transporter 5 (GLUT5) kemudian

masuk ke dalam hepatosit melalui GLUT2. Fruktosa dalam hepatosit akan

mengalami fosforilasi menjadi fruktosa-1-fosfat oleh enzim fruktokinase yang

kemudian dipecah oleh hepatic aldolase menjadi gliseraldehid dan dihidroaseton

fosfat. Dihidroaseton fosfat akan masuk dalam rantai respirasi sehingga

menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) dan trigliserida. Sebagian fruktosa dalam

hepatosit diubah menjadi asam lemak melalui proses lipogenesis de novo

(Desmawati, 2017).

Proses lipogenesis de novo merupakan proses terbentuknya glikogen dan asam

lemak dari karbon fruktosa akibat akumulasi triose fosfat. Triose fosfat berasal

dari fruktosa-1-fosfat dalam hepar yang diubah oleh enzim aldolase B.

Pembentukan asam lemak yang berlebihan menyebabkan penurunan senstitivitas

pada insulin sehingga menurunkan ambilan glukosa. Hal tersebut dapat memicu

proses lipolisis sehingga asam lemak dan gliserol semakin meningkat dan

menumpuk dalam jaringan adiposa sebagai trigliserida (TG). Penumpukan TG

pada jaringan adiposa akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Wulansari

& Wulandari. 2018).


41

Pada penelitian yang dilakukan oleh Xiang et al (2010) menunjukkan bahwa

induksi diet tinggi lemak dan glukosa yang dikombinasi dengan STZ 25 mg/kgBB

dapat merepresentasikan tikus model DM tipe 2.

2.7. Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

Gambar 8. Abelmoschus manihot (L.) Medik (Firdaus, 2018).

2.7.1. Taksonomi Gedi Merah

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophytina

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae

Genus : Abelmoschus Medik

Species : Abelmoschus manihot (L.) Medik.

2.7.2. Morfologi Daun Gedi Merah

Gedi merupakan tanaman yang memiliki tinggi sekitar 1,2-1,8 m dengan

batang merah dengan bulu halus. Daun gedi berbentuk menjari sebanyak 5-7 jari

daun dengan panjang 5-12,5 cm tersusun majemuk dan menyirip. Panjang tangkai
42

daun dengan warna merah tidak lebih dari 2,5 cm. Tanaman gedi memiliki bunga

berwarna kuning dengan bagian tengah berwarna ungu, panjang mahkota bunga

5-7,5 cm. Tanaman gedi juga memiliki buah berwarna abu-abu dan berbentuk

kapsul keras dengan panjang diameter 3,8 cm. Akar gedi memiliki bentuk

bergelombang dengan warna coklat kekuningan dan panjangnya sekitar 3-6 cm

(Yuniar, 2018).

2.7.3. Kandungan Zat Aktif Daun Gedi Merah

Gedi merah merupakan tanaman dari suku Malvaceae dengan tinggi 1,2-1,8 m

berbatang tegak. Tanaman gedi merah mengandung quercetin-3-orobinobiosid,

hyperin, isoquercetin, gossipetin-8-o-glukuronid, dan myricetin. Tanaman ini

sering digunakan sebagai obat beberapa penyakit seperti kencing manis, maag,

penyakit jantung, hipertensi, osteoporosis, gangguan ginjal dan kejang

(Dewantara et al, 2017).

Pada tanaman gedi merah telah diidentifikasi adanya senyawa golongan

flavonoid, steroid, alkaloid dan fenolik. Senyawa-senyawa tersebut memiliki

potensi beberapa aktivitas farmakologi seperti anti-oksidan, anti-inflamasi,

analgesik, anti-obesitas dan anti-diabetes (Wulan & Indradi, 2018).

2.7.4. Khasiat dan Efek Farmakologi Daun Gedi Merah

Data empirik menunjukkan, masyarakat sulawesi utara memanfaatkan tanaman

gedi dalam mengobati penyakit seperti sakit ginjal, maag, serta menurunkan

kolesterol dengan cara merebus daun gedi merah tanpa menggunakan garam

(Wulan & Indradi, 2018). Selain itu daun gedi merah juga memiliki potensi

sebagai anti-diabetes, anti-inflamasi, antioksidan, anti-depresan dan anti-

hipertensi (Nurjannah, 2016).


43

Penelitian Marcedes (2017) menunjukkan senyawa yang terkandung dalam

ekstrak daun gedi merah antara lain yaitu, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin dan

polifenol. Senyawa flavonoid dapat berperan sebagai anti-diabetes dengan

mencegah kerusakan sel beta pankreas dan meningkatkan sensitifitas insulin

melaui penetralan radikal bebas. Selain itu flavonoid diduga berfungsi sebagai

anti-diabetes karena aktivitas inhibisi terhadap enzim α glukosidase. Penelitian

Pine (2017) menunjukkan bahwa ekstraksi daun gedi dengan pelarut etanol 96%

dapat menghasilkan kandungan flavonoid sekitar 41,56% (Dewantara et al, 2017).

Senyawa alkaloid berperan dalam menurunkan gula darah dengan menghambat

absorbsi glukosa di usus, meningkatkan transportasi glukosa dalam darah,

merangsang sintesis glikogen, meningkatkan oksidasi glukosa melalui glukosa 6-

fosfat dehidrogenase serta menghambat enzim glukosa 6-fosfatase dan fruktosa

1,6-bifosfatase yang merupakan enzim yang berfungsi untuk glukoneogenesis

(Arjadi & Susatyo, 2010).

Daun gedi merah mengandung senyawa polifenol yang memiliki aktivitas

antioksidan. Senyawa polifenol mencegah timbulnya stres oksidatif melalui

inhibisi konversi superoksida menjadi hidrogen superoksida dengan mekanisme

donor atom hidrogen dari aromatik hidroksil polifenol yang dapat mengikat

radikal bebas (Tandi et al, 2016).

Senyawa saponin dalam daun gedi merah juga memilik aktivitas anti-diabetes

melalui inhibisi enzim α glukosidase pada usus yang berperan untuk menurunkan

kadar glukosa darah dengan menghambat pengubahan disakarida menjadi glukosa

(Fiana & Oktaria, 2016). Sedangkan senyawa tanin pada daun gedi merah

berperan untuk meningkatkan metabolisme gluksoa dan lemak. Tanin dalam gedi
44

merah juga berperan dalam mengurangi penyerapan sari makanan melalui

pengerutan membran epitel usus halus sehinga mengurangi kadar glukosa dalam

darah (Tandi et al, 2016).

Senyawa flavonoid pada daun gedi merah juga memiliki potensi sebagai anti-

inflamasi. Flavonoid berperan dalam menghambat pelepasan mediator inflamasi

seperti prostaglandin dan histamin. Quercetin merupakan salah satu jenis

flavonoid yang berperan dalam penghambatan kaskade yang terlibat dalam

mekanisme inflamasi, yaitu siklooksigenase-2 (COX-2) dan 5-lipooksigenase (5-

LOX) (Farzaei et al, 2019).

Pada penelitian Tandi et al (2016) menunjukkan bahwa ekstrak daun gedi

merah dengan dosis 150, 300, dan 450 mg/kgBB dapat menurunkan kadar gula

darah, 8-hidroksi-deoksiguanosin, malondialdehid dan meningkatkan kadar

insulin pada tikus putih diabetes yang diinduksi streptozotocin.


45

BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Konsep Penelitian
Diet Tinggi Lemak Streptozotocin
Tikus Sprague Dawley
Fruktosa (DTLF) (STZ) pada
minggu ke-4

Trigliserida (TG) ↑ dan


Free Fatty Acid (FFA) ↑ Alkilasi dan Metilasi DNA

Gangguan signaling Destruksi sel β


reseptor insulin Hiperinsulinemia pankreas
insulin
↓ Jumlah sel β
Resistensi insulin Fatigue sel β pankreas pankreas

Sekresi insulin ↓
Abelmoschus
Hiperglikemia manihot L. Medik:
Saponin
Abelmoschus
manihot L. Medik: ROS ↑
Flavonoid
Stres oksidatif

Kerusakan oksidatif
kardiomiosit

Aktivasi sitokin pro- Abelmoschus


inflamasi manihot L. Medik:
Flavonoid
↑ TNF-α jaringan

TNF-α berikatan
dengan TNFR1 Keterangan:
Induksi DM
↑ Jumlah nekrosis Kandungan Herbal
↑ Fagositosis
oleh makrofag kardiomiosit Variabel yang diteliti
Stimulasi
Inhibisi
Kardiomiopati
Diabetik
46

Keterangan :
Tikus model diabetes mellitus diinduksi diet tinggi lemak fruktosa (DTLF) dan
induksi streptozotocin (STZ). DTLF akan meningkatkan trigliserida (TG) dan free
fatty acid (FFA). Kadar FFA yang tinggi menimbulkan gangguan mekanisme
signaling reseptor insulin sehingga terjadi resistensi insulin yang menyebabkan
kondisi hiperglikemia. Resistensi insulin kemudian memicu sel beta pankreas
untuk membentuk lebih banyak insulin sehingga mengalami kelelahan yang
kemudian menyebabkan penurunan sekresi insulin (Boden dan Laakso. 2004).
Sedangkan induksi STZ menyebabkan alkilasi DNA yang menimbulkan
kerusakan pada sel beta pancreas sehingga terjadi penurunan produksi insulin
yang memicu kondisi hiperglikemia (Novrial, 2007).
Hiperglikemia pada DM menimbulkan peningkatan produksi ROS (Giacco et
al, 2010). Ketidakseimbangan antara peningkatan ROS dengan antioksidan
menimbulkan kondisi stres oksidatif dan kerusakan jaringan (Ahmed et al, 2013).
Kerusakan oksidatif jaringan menimbulkan reaksi inflamasi sehingga
meningkatan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α (Nunes et al, 2012).
Ikatan TNF-α dengan reseptornya yaitu TNFR1 menyebabkan terjadinya proses
kematian sel berupa nekrosis pada kardiomiosit (Chu, 2013).
Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)
yang mengandung senyawa saponin memiliki aktivitas anti-diabetes melalui
inhibisi enzim α glukosidase pada usus (Fiana & Oktaria, 2016). Sedangkan
senyawa flavonoid pada daun gedi merah berperan sebagai antioksidan serta anti-
inflamasi dengan menghambat pelepasan mediator inflamasi (Farzaei et al, 2019;
Tandi et al, 2016). Daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)
diharapkan dapat menghambat peningkatan kadar TNF-α dan menghambat
peningkatan jumlah nekrosis kardiomiosit sehingga dapat mencegah komplikasi
kardiomiopati diabetik.
47

3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis 1

H0: Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot L. Medik)

tidak menghambat peningkatan kadar TNF-α organ jantung tikus model DM

tipe 2.

H1: Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot L. Medik)

menghambat peningkatan kadar TNF-α organ jantung tikus model DM tipe 2.

3.2.2 Hipotesis 2

H0: Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot L. Medik)

tidak menghambat peningkatan jumlah nekrosis kardiomiosit tikus model DM

tipe 2.

H1: Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot L. Medik)

menghambat peningkatan jumlah nekrosis kardiomiosit tikus model DM tipe

2.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas :

1. Dosis ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot L. Medik)

3.3.2 Variabel Terkendali :

1. Diet tinggi lemak dan fruktosa

2. Streptozotocin (STZ) dosis 25 mg/kg BB

3. Jenis kelamin dan usia tikus

3.3.3 Variabel Terikat :

1. Kadar Tumor Necrosis Factor α (TNF-α) jantung

2. Jumlah nekrosis kardiomiosit


48

3.4 Definisi Operasional

1. Ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmoschus manihot (L.) Medik)

merupakan hasil ekstraksi dari serbuk daun gedi merah dengan pelarut etanol

96% dan menggunakan metode Soxhletasi. Kemudian diuapkan dengan

rotary evaporator untuk mendapatkan campuran berbentuk pasta.

2. Tikus model diabetes mellitus adalah tikus jenis Sprague Dawley yang

diinduksi dengan Streptozotocin (STZ) 25 mg/kgBB secara intra peritoneal

(ip) multiple dose pada minggu keempat, diet tinggi lemak dan diet tinggi

fruktosa (DTLF) selama 10 minggu. Dinyatakan DM bila kadar gula darah

puasa > 126 mg/dL.

3. Kadar Tumor Necrosis Factor alpha (TNF-α) jantung merupakan jumlah

mediator inflamasi yang diproduksi oleh makrofag dan limfosit selama proses

inflamasi. Pengukuran menggunakan TNF-α ELISA Rat Kit dan dibaca

dengan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm dengan satuan

pg/mL.

4. Jumlah nekrosis kardiomiosit merupakan pengamatan sel otot jantung yang

mengalami piknotik, karioeksis dan kariolisis dilihat menggunakan

pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE), kemudian dihitung jumlah nekrosis

kardiomiosit dalam 10 lapang pandang dan diambil rataan jumlah nekrosis

kardiomiosit dalam satu sediaan. Pengamatan menggunakan mikroskop

trinokuler Olympus BX53 dengan perbesaran 400x.


49

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium secara in vivo

dengan desain control group post test only design. Penelitian ini bertujuan

mengetahui efek pemberian Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (Abelmoschus

manihot (L.) Medik) terhadap kadar Tumor Necrosis Factor alfa (TNF α) jaringan

jantung dan jumlah nekrosis kardiomiosit pada tikus DM. Penelitian ini telah

disetujui oleh komisi etik Universitas Brawijaya Malang dengan sertifikat etik No.

028-KEP-UB tahun 2020.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Malang (FK UNISMA), Laboratorium Biokimia Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya, Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya, Laboratorium Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya pada bulan Desember 2019 sampai April 2020.

4.3 Perhitungan Sampel dan Hewan Coba

4.3.1 Perhitungan Sampel

Metode pengambilan data sampel menggunakan non probability sampling.

Rumus hubungan antara perlakuan dan banyaknya ulangan adalah sebagai berikut

(Federer, 1963 dalam Hasanah, 2015 ) :

(p-1)(n-1) ≥ 15
50

(5-1)(n-1) ≥ 15

4(n-1) ≥ 15

n ≥ 4,75 ≈ 5

Keterangan

p = jumlah perlakuan

n = jumlah sampel

Pada jumlah 5 perlakuan maka dibutuhkan hewan coba minimal 5 ekor tikus

dalam setiap kelompok sehingga kebutuhan tikus total adalah 30 ekor.

Pengelompokan perlakuan hewan coba dilakukan seperti pada tabel 1.

Tabel 4.1 Pengelompokan Hewan Coba

Kelompok Jumlah (n) Perlakuan


Kelompok 1 Diberi diet standar tanpa perlakuan selama
6
(Kontrol Normal) 10 minggu
Kelompok 2 Diberi diet tinggi lemak-fruktosa selama
6
(Kontrol DM) 10 minggu + STZ pada minggu ke-4
Kelompok 3 Diberi diet tinggi lemak-fruktosa selama
(Pemberian EEDGM 6 10 minggu + STZ pada minggu ke-4,
200 mg/kgBB) EEDGM 200 mg/KgBB selama 1 bulan
Kelompok 4 Diberi diet tinggi lemak-fruktosa selama
(Pemberian EEDGM 6 10 minggu + STZ pada minggu ke-4,
400 mg/kgBB) EEDGM 400 mg/KgBB selama 1 bulan
Kelompok 5 Diberi diet tinggi lemak-fruktosa selama
(Pemberian EEDGM 6 10 minggu + STZ pada minggu ke-4,
800 mg/kgBB) EEDGM 800 mg/KgBB selama 1 bulan

4.3.2 Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus galur sprague

dawley. Tikus jantan dari galur ini dipilih untuk penelitian karena tidak

berpengaruh terhadap hormon. Usia tikus yang digunakan yaitu 4-6 minggu
51

dengan berat badan sekitar 180-200 gram dalam kondisi tidak cacat dan sehat

yang ditandai dengan berbulu putih dan halus, bergerak aktif, tingkah laku normal

(Tambunan et al, 2015).

4.4 Alat dan Bahan Penelitian

4.4.1 Alat dan Bahan Pemeliharaan Tikus

- Kandang tikus (single cage) - Pakan tikus biasa

- Sekam - Aquades untuk minum

- Tempat pakan tikus

- Botol minuman - Timbangan digital

4.4.2 Alat dan Bahan Pembuatan Tikus Model DM

- Batang pengaduk - Fruktosa murni

- Pipet tetes - Streptozotosin (STZ)

- Aquades - Kuning telur

- Gelas ukur 25 ml
- Lemak babi
- Timbangan digital
- Lemak kambing
- Sonde
- Handscoon
- Spuit 1 cc

4.4.3 Alat dan Bahan Pembuatan dan Pemberian Ekstrak

- Simplisia Daun Gedi merah


- Tabung erlenmayer
- Etanol 96%
- Gelas ukur
- Sonde
- Gelas beker
- Timbangan digital
- Batang pengaduk
- Handscoon

- Kertas saring
52

- Alat soxhlet

- Rotary Evaporator

4.4.4 Alat dan Bahan Pemeriksaan Gula Darah

- Glukometer - Kapas Alkohol

- Stick Glukometer - Darah vena lateral ekor tikus

- Lanset

4.4.5 Alat dan Bahan untuk Pembedahan dan Pengambilan Sampel

- Ketamin 0,2 ml - Tabung erlenmayer

- Tempat pembedahan - Pisau scalpel

- Jarum untuk fiksasi tikus - Formalin 37%

- Handscoon - PBS (Phosphate Buffer Saline)

- Hecting set - NaCl

- Spuit 3 cc - Stiker dan alat tulis

- Tabung organ - Alumunium foil

- Cawan Petri - Tempat sampah

- Pinset

4.4.6 Alat dan Bahan Pengukur Kadar TNF-alfa Jantung Tikus

- Organ jantung tikus - Concentrated HRP Conjugate

- Micro ELISA Plate reader - Plate Sealer

- Reference Standart - Concentrated Wash Buffer

- Concentrated Biotinylated - Substrate Reagent

Detection AB - Stop Solution

4.4.7 Alat dan bahan pembuatan preparat histopatologi Jantung Tikus


53

- Formalin 10 % - Cat utama Harris Hematosilin

- Automatic Tissue Tex Processor - Alkohol asam 1%

- Alarm - Amonia lithium karbonat

- Paraffin - Eosin

- Microtome - Alkohol 70 %

- Oven - Alkohol 80 %

- Xylol - Alkohol 96 %

- Alkohol abolut

- Aquades

4.4.8 Alat dan Bahan Pemeriksaan Nekrosis Kardiomiosit

- Objek glas dan cover glass

- Preparat Jantung

- Mikroskop cahaya trinokuler

4.5 Tanaman Uji

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Gedi Merah

(Abelmoschus manihot (L.) Medik) segar. Daun dicuci dengan air mengalir,

disortir dan dikeringkan pada suhu 40o-50o C kemudian digiling menjadi serbuk

(Indradi et al, 2018). Serbuk Daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot (L.)

Medik) diperoleh dari Balai Materia Medika, Batu, Jawa Timur, dengan surat

keterangan determinasi nomer 074/193A /102.7/2020.

4.6 Tahapan Penelitian


54

4.6.1 Proses Adaptasi Hewan Coba

Tikus diadaptasi dalam kanang jenis single cage di Laboratorium Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang selama 7 hari serta diberi

makan dan minum sesuai standar laboratorium. Kandang dibersikan setiap dua

hari sekali dan diberi penyinaran dengan lama terang 14 jam dan lama gelap 10

jam (Masyita et al, 2015)

4.6.2 Pembuatan Tikus Model DM

Pembuatan tikus model DM dilakukan dengan induksi diet tinggi lemak

fruktosa (DTLF) dan induksi streptozotocin (STZ) dengan dosis 25 mg/kgBB

multiple dose secara intra peritoneal (ip) (Mansor et al, 2013). Pemberian dosis

diet tinggi lemak pada penelitian ini mengacu pada Murwani et al (2013),

sedangkan penentuan dosis diet tinggi fruktosa pada penelitian ini mengacu pada

penelitian Dupas et al (2016). Komposisi pembuatan terdiri dari kuning telur

(4%), minyak kambing (6,5%), minyak babi (6,5%), asam kolat (0,2%), pakan

ayam (82,8%) dan air secukupnya. Bahan tersebut dicampur kemudian dibentuk

bulat. Dosis diet tinggi lemak diberikan 25 gram/hari setiap sore. Tikus

dinyatakan DM bila kadar glukosa > 126 mg/dl (Firdaus et al, 2016).

Pemberian diet tinggi fruktosa yaitu dengan membuat larutan fruktosa 20%

terdiri dari 200 ml fruktosa dicampur kedalam 1000 ml air. Dosis diet tinggi

fruktosa diberikan 40ml/hari ad libitum. Pada kelompok normal hanya diberikan

pakan normal atau susu pap. Induksi DTLF dilakukan setiap hari selama 10

minggu setelah proses adaptasi (Dupas et al, 2016).


55

4.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanol daun Gedi Merah dengan Metode

Soxhletasi

Pembuatan ekstrak etanol daun gedi merah metode soxhletasi dimulai dengan

menimbang serbuk daun gedi merah sebanyak 25 gram dibungkus dengan kertas

saring dan dimasukkan dalam timbal. Kemudian labu alas diisi dengan batu didih

dan pelarut etanol 96% 250 ml. Timbal yang berisi sampel disambungkan dengan

labu alas dan ditempatkan pada alat pemanas serta kondensor. Kemudian

dilakukan pemanasan pada pelarut sesuai dengan titik didih pelarut. Ekstraksi

dihentikan apabila pelarut berwarna jernih (Pine et al, 2017). Kemudian ekstrak

diuapkan dengan rotary evaporator untuk mendapatkan berbentuk pasta.

Kemudian ekstrak disuspensi dengan CMC-Na 0,1% dan diberikan dalam 3 dosis,

yaitu 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan 800 mg/kgBB (Tandi et al, 2016).

4.6.4 Pembedahan dan Pengambilan Sampel Hewan Coba

Hewan coba dikorbankan dengan pemberian injeksi ketamin 0,2 ml

intramuskular. Kemudian tikus dibedah secara vertikal mengikuti linea media dari

arah abdomen menuju thorax hingga seluruh abdomen dan thorax terbuka.

Kemudian organ jantung diambil dan dibilas dengan larutan fisiologis Natrium

Cloride (NaCl) sebanyak 3 kali dan dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan

larutan Phosphate Buffer Saline (PBS). Organ jantung yang akan diamati

disimpan di tempat penyimpanan.

4.7 Preparasi Sampel Organ Jantung

4.7.1 Preparasi Sampel Pengukuran Kadar TNF-α


56

1. Organ jantung disimpan didalam tabung, direndam dalam formalin untuk

preparasi histopatologi dan sebagian dimasukan dalam plastic klip untuk

preparasi kadar ELISA kit TNF-ɑ.

2. Preparasi sampel dengan menyiapkan organ yang akan diperiksa dan

ditimbang dengan berat sekitar 100 mg.

3. Bahan dibilas menggunakan larutan Phosphate Buffer Saline (PBS)

4. Bahan dihancurkan menggunakan mortar dan ditambahkan cairan PBS

untuk pemeriksaan TNF- ɑ dengan perbandingan 100 mg : 1000 ml.

5. Bahan yang telah larut dimasukkan dalam tabung eppendorf dan

dimasukkan dalam di centrifuge dalam 4000 rpm selama 15 menit untuk

mendapatkan supernatan.

4.7.2 Preparasi Preparat Jaringan Histopatologi Jantung

1. Jaringan jantung yang telah difiksasi formalin 10% dipotong kurang lebih 2-

3 mm. Kemudian jaringan dimasukkan ke kaset dan diberi kode sesuai kode

gross peneliti.

2. Jaringan kemudian diproses dengan alat automatic tissue tex prossesor

selama 90 menit. Apabila alarm telah berbunyi maka proses telah selesai.

3. Selanjutnya, jaringan diangkat dari mesin tissue prossesor dan di blok

dengan paraffin sesuai kode jaringan.

4. Jaringan dipotong dengan alat microtome ketebalan 3-5 mikron.

5. Kemudian jaringan diletakkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 70-

80 derajat.
57

6. Jaringan dimasukkan kedalam 2 tabung larutan xylol masing- masing 20

menit. Kemudian masukkan ke 4 tabung alkohol masing masing tempat 3

menit (hidrasi), dan yang terakhir dimasukkan air mengalir selama 15 menit.

7. Setelah proses deparafinasi, selanjutnya dilakukan proses pewarnaan

Hematoxylin-Eosin (HE). Pewarnaan pertama menggunakan cat utama

harris hematoxylin selama 10-15 menit dan dilanjutkan pencucian dengan

air mengalir selama 15 menit.

8. Preparat dicelupkan pada alkohol asam 1% 2-5 celup dan lanjutkan

pencelupan pada amonia lithium karbonat 3-5 celup. Setelah itu, masukkan

pada eosin selama 10-15 menit.

9. Selanjutnya preparat dimasukkan dalam alkohol 70 % selama 3 menit,

alkohol 80% selama 3 menit, alkohol 96% selama 3 menit dan terakhir

alkohol absolut selama 3 menit.

10. Kemudian dilanjutkan dengan tahap penjernihan (clearing) dengan xylol I

selama 15 menit dan xylol II selama 15 menit.

11. Setelah tahap penjernihan, selanjutnya dilakukan mounting yakni

slide/objek glass ditutup cover glass dan biarkan hingga slide mengering

pada suhu ruangan . Setelah kering, slide bisa diamati.

4.8 Pengukuran Biomarker

4.8.1 Pengukuran Kadar TNF-α Jantung

1. 100 μl Standart Working Solution ditambahkan pada masing masing well di

2 kolom pertama. Dan 100 μl supernatan ditambahkan pada well yang

tersisa. Inkubasi pada 37°C selama 90 menit. Kemudian cairan dari semua

well dibuang tanpa dicuci.


58

2. Tambahkan 100 μl Biotinylated Detection Ab working solution pada setiap

well. Lalu Inkubasi pada 37°C selama 1 jam.

3. Aspirasi dan cuci sebanyak 3 kali menggunakan 350 μl Wash buffer pada

setiap kali pencucian lalu tambahkan 100 μl HRP Conjugate untuk masing

masing well. Lalu inkubasi pada 37°C selama 30 menit.

4. Lakukan aspirasi dan cuci sebanyak 5 kali menggunakan 350 μl Wash

buffer pada setiap kali pencucian kemudian tambahkan 90 μl substrat

reagent, lindungi dari paparan cahaya. Lalu inkubasi pada 37°C selama 15

menit.

5. Selanjutnya, tambahkan 50 μl stop solution pada setiap well dan tentukan

nilai OD pada 450 nm segera.

Tabel 4.2 Pengelompokan Sampel dan Rerata Kadar TNF-α

Jumlah
Kelompok Rerata + SD (pg/mL)
(n)
Kontrol Negatif 6
Kontrol Positif 6
Perlakuan 1 (EEDGM 200 mg/kgBB) 6
Perlakuan 2 (EEDGM 400 mg/kgBB) 6
Perlakuan 3 (EEDGM 800 mg/kgBB) 6

4.8.2 Pengamatan Jumlah Nekrosis Kardiomiosit

Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop Trinokular Olympus BX53 dengan

perbesaran lensa okuler 400x. Kemudian dihitung jumlah kardiomiosit yang

mengalami piknotik, karioreksis dan kariolisis pada 10 lapang pandang untuk

setiap preparat dan diambil rataannya (Alverina et al, 2016)

Tabel 4.3 Pengelompokan Sampel dan Rerata Jumlah Nekrosis Kardiomiosit

Jumlah
Kelompok Rerata + SD
(n)
Kontrol Negatif 6
59

Kontrol Positif 6
Perlakuan 1 (EEDGM 200 mg/kgBB) 6
Perlakuan 2 (EEDGM 400 mg/kgBB) 6
Perlakuan 3 (EEDGM 800 mg/kgBB) 6

4.9 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu

kemudian setelah dinyatakan terdistribusi normal dapat dilakukan uji beda

menggunakan metode statistik parametrik yaitu one way ANOVA. Metode ini

dipilih dikarenakan pengujian dilakukan pada lebih dari 2 kelompok uji.

Selanjutnya dilakukan uji least significance different (LSD) untuk mengetahui

perbandingan antar perlakuan. Hasil dinyatakan bermakna apabila nilai p<0,05.

Analisa data dilakukan dengan memakai software statistik SPSS versi 22.
60

4.10 Diagram Alur Penelitian

30 tikus Sprague Dawley jantan


BB : 180 – 200 gram
Usia : 4 – 6 minggu

Aklimatisasi 7 hari

Cek KGDP

Kelompok
Kontrol (-) Kelompok perlakuan : Induksi DTLF &
(Diet Normal) STZ 25mg/KgBB secara intra peritoneal 6 minggu
(ip) multiple dose pada minggu ke–4

Cek KGDP ( > 126 mg/dl dinyatakan DM)

Positif (+) DM

Kontrol (-) Kontrol P1 P2 P3


n= 6 (+) n= 6 n= 6 n= 6
pemberian n= 6 Pemberian Pemberian Pemberian
minum + DTLF EEDGM 200 EEDGM 400 EEDGM 800 4
makanan mg/KgBB mg/KgBB mg/KgBB minggu
biasa dan DTLF dan DTLF dan DTLF

Cek KGDP, Berat Badan (BB), Sisa makan dan sisa minum
Tikus diinjeksi ketamine 0,2 ml im

Pembedahan

Pengambilan jaringan jantung

Pengamatan preparat histopatologi jaringan


jantung dan pengukuran kadar TNF-α jantung
61

BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel

Karakteristik hewan coba yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik sampel


EEDGM EEDGM
EEDGM 800
n=5 KN KDM 200 400
mg/kgBB
mg/kgBB mg/kgBB
BB pra 242.8 ± 12.7a 230.4 ± 11.5a 246.8 ± 18.9a 256.2 ± 32.20a 253.0 ± 25.08a
perlakuan (g)

BB pasca 335.4 ± 34.9a 279.2 ± 54.0b 304.80 ± 52.0c 324.8 ± 24.1c 333,6 ± 29.8a
perlakuan (g)

Δ BB (g) 92,6 ± 27,6 48,8 ± 44,5 58.0 ± 48,9 68,6 ± 33,2 80,6 ± 10,7

Asupan 89.6 ± 9.6a 84,8 ± 7,7a 77,6 ± 15,1a 86,4 ± 9,21a 81,6 ± 12,2a
Pakan (%)

KGDP awal 74.6 ± 3.0a 85.0 ± 8.5b 83.2 ± 5.3b 87.6 ± 3.9b 81.6 ± 3.2b
(mg/dL)

KGDP pra 100.0 ± 7.9a 182.6 ± 43.1b 171.6 ± 11.6b 172.2 ± 26.6b 163.6 ± 9.9b
perlakuan
(mg/dL)

KGDP pasca 111.6 ± 5.9a 149.8 ± 11.1b 130.6 ± 4.8c 120.8 ± 11.4d 113.8 ± 5.7a
perlakuan
(mg/dL)

Δ KGDP 11.6 ± 13.7 32.8 ± 34.3 41.0 ± 9.7 51.4 ± 33.0 49.8 ± 6.2
(mg/dL)

Keterangan:
Data tabel 4 merupakan data kelompok
Data dalam mean ± SD. Uji statistik menggunakan One Way Anova dan Post Hoc LSD test, BB: Berat Badan, Δ BB:
selisih BB post treat dan pre treat, KGDP : Kadar Glukosa Darah Puasa, ∆ KGDP : selisih KGDP post treat dan pre treat,
KN: Kontrol Normal, KDM: Kontrol Diabetes Melitus, EEDGM: pemberian ekstrak etanol daun gedi merah. Notasi yang
berbeda menunjukkan signifikansi (p<0.05).BB pra perlakuan: sebelum induksi DM, BB pasca perlakuan: setelah induksi
DM dan EEDGM KGDP Awal: sebelum induksi DM dan EEDGM, KGDP pra perlakuan: setelah induksi STZ, KGDP
pasca perlakuan: setelah diberi EEDGM.
62

Berdasarkan tabel 5.1, berat badan pra perlakuan relatif tidak berbeda antar

kelompok (p>0,05). Berat badan pasca perlakuan cenderung lebih meningkat pada

kelompok KN dan EEDGM dibandingkan KDM (p<0,05). Berat badan pasca

perlakuan pada kelompok normal lebih besar dibandingkan KDM (p<0,05).

Asupan pakan terendah terdapat pada kelompok EEDGM 200 mg/kgBB dan

tertinggi pada kelompok KN tetapi tidak berbeda signifikan (p>0,05). Kadar Gula

Darah Puasa pra perlakuan cenderung meningkat pada kelompok DM dan

perlakuan setelah induksi DM dibandingkan KN (p>0,05). Kadar Gula Darah

Puasa pasca perlakuan pada kelompok EEDGM lebih kecil dibandingkan

kelompok KDM (p<0,05). Kadar Gula Darah Puasa pasca perlakuan pada

kelompok KDM lebih tinggi dibandingkan KN (p<0,05).

5.2 Efek Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (EEDGM) terhadap kadar TNF-

α Jantung Tikus Model DM

Efek EEDGM terhadap kadar TNF-α jantung tikus model DM dapat dilihat

pada tabel 5.2 dan gambar 9.

Tabel 5.2 Rerata Kadar TNF-α Jantung Yang Diberi Ekstrak Etanol Daun
Gedi Merah (EEDGM) Pada Tikus DM
Rerata ± SD Kadar
Kelompok Perlakuan N
(pg/mL)
Kontrol Kontrol Negatif (Diet standar tanpa 5 498,29 ± 16,32a
Normal (KN) perlakuan)

Kontrol DM Kontrol Positif (Induksi DTLF + STZ) 5 879,02 ± 75,14b


(KDM)

EEDGM 200 Pemberian EEDGM 200 mg/kgBB 5 482,47 ± 26,93a


mg/kgBB (Induksi DTLF + STZ + EEDGM 200
mg/KgBB)

EEDGM 400 Pemberian EEDGM 400 mg/kgBB 5 577,95 ± 37,86c


mg/kgBB (Induksi DTLF + STZ + EEDGM 400
mg/KgBB)

EEDGM 800 Pemberian EEDGM 800 mg/kgBB 5 554,01 ± 96,98d


63

mg/kgBB (Induksi DTLF + STZ + EEDGM 800


mg/KgBB)
Keterangan
a,b,c,.... = huruf berbeda menunjukkan perbedaan efek (p<0,05).

1000
900 879.02
800
700
Kadar (pg/mL)

600 577.95 554.01


498.29 482.47
500
400 Series 1
300
200
100
0

Kelompok (n = 5)

Keterangan
a,b,c,.... = huruf berbeda menunjukkan perbedaan efek (p<0,05).
Gambar 9. Histogram Kadar TNF-α Jantung Tikus Model DM yang Diberikan
Perlakuan Berupa Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah
.

Induksi DM pada tikus dengan pemberian DTLF dan STZ meningkatkan kadar

TNF-α secara signifikan sekitar 80% dibandingkan dengan kelompok kontrol

normal (p<0,05). Pemberian EEDGM dengan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB,

dan 800 mg/kgBB secara signifikan menurunkan TNF-α jantung tikus model DM

berturut-turut sekitar 50%, 30% dan 40% dibandingkan KDM (p<0,05).

Pemberian EEDGM berbeda signifikan antar dosis dalam menurunkan kadar

TNF-α dengan efek terkuat pada dosis 200 mg/kgBB (p<0,05). Pemberian dosis

200 mg/kgBB dapat menghambat peningkatan TNF-α hingga tak berbeda

signifikan dengan kelompok normal (p>0,05), sedangkan pada kelompok

EEDGM 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB lebih tinggi dibandingkan kelompok

normal (p<0,05).
64

5.3 Efek Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (EEDGM) terhadap


Histopatologi Jantung Tikus Model DM

Efek pemberin EEDGM terhadap gambaran histopatologi kardiomiosit tikus

model DM dapat dilihat pada gambar 10.

A B

C D

E Gambar 10. Gambaran histopatologi


kardiomiosit dengan pewarnaan HE.
(A) Kontrol normal, (B) Kontrol positif,
(C) EEDGM-200, (D) EEDGM-400, (E)
EEDGM-800. ( ) Inti myosit normal,
( ) inti myosit piknotik, ( ) inti
myosit kariolisis, ( ) inti myosit
karioreksis. Diamati dibawah mikroskop
trinokular dengan perbesaran 400x.
65

Pada kelompok kontrol normal terdapat gambaran histopatologi kardiomiosit

dengan inti normal. Gambaran histopatologi pada kelompok positif menunjukkan

lebih banyak sel yang mengalami nekrosis dibandingkan dengan kelompok

normal. Nekrosis kardiomiosit yang ditandai dengan inti sel piknotik (mengecil),

karioreksis (pecah), dan kariolisis (memudar). Gambaran histopatologi kelompok

EEDGM kardiomiosit yang mengalami nekrosis tampak mengalami penurunan

dibandingkan dengan kelompok positif.

5.4 Efek Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (EEDGM) terhadap Jumlah
Nekrosis Kardiomiosit Jantung Tikus Model DM

Efek EEDGM terhadap jumlah nekrosis kardiomiosit jantung tikus model DM

dapat dilihat pada tabel 5.3 dan gambar 11.

Tabel 5.3 Rerata Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Jantung yang Diberikan


Perlakuan Berupa Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah.
Kelompok Perlakuan n Rerata ± SD
Kontrol Kontrol Negatif (Diet standar tanpa 5 30,91 ± 2,51a
Normal (KN) perlakuan)

Kontrol DM Kontrol Positif (Induksi DTLF + STZ) 5 67,45 ± 2,56b


(KDM)
EEDGM 200 Pemberian EEDGM 200 mg/kgBB 5 43,43 ± 2,64c
mg/kgBB (Induksi DTLF + STZ + EEDGM 200
mg/KgBB)

EEDGM 400 Pemberian EEDGM 400 mg/kgBB 5 51,73 ± 1,31d


mg/kgBB (Induksi DTLF + STZ + EEDGM 400
mg/KgBB)

EEDGM 800 Pemberian EEDGM 800 mg/kgBB 5 48,15 ± 1,21e


mg/kgBB (Induksi DTLF + STZ + EEDGM 800
mg/KgBB)
Keterangan
a,b,c,.... = huruf berbeda menunjukkan perbedaan efek (p<0,05).
66

80

70 67.45

Jumlah Nekrosis Kardiomiosi 60


51.73
50 48.1
43.43
40
30.91 Series 1
30

20

10

Kelompok (n=5)

Keterangan
a,b,c,.... = huruf berbeda menunjukkan perbedaan efek (p<0,05).
Gambar 11. Histogram Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus Model DM yang
Diberikan Perlakuan Berupa Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah
Induksi DM dengan pemberian DTLF dan STZ meningkatkan secara

signifikan jumlah nekrosis kardiomiosit sekitar 2 kali lipat dibandingkan kontrol

normal (p<0,05). Pemberian EEDGM dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan

800 mg/kg BB berbeda signifikan menurunkan jumlah nekrosis kardiomiosit

berturut-turut 40%, 20%, dan 30% dibandingkan KDM (p<0,05). Pemberian

EEDGM berbeda signifikan antar dosis dalam menurunkan jumlah nekrosis

kardiomiosit dengan efek terkuat pada dosis 200 mg/kgBB (p<0,05). Jumlah

nekrosis kardiomiosit pada kelompok EEDGM lebih tinggi sekitar 40%-70%

dibandingkan kelompok normal (p<0,05).

5.5 Korelasi Kadar TNF-α Jantung dengan Jumlah Nekrosis Kardiomiosit


Tikus Model Diabetes Mellitus

Hasil uji korelasi Pearson antara kadar TNF-α jantung dengan jumlah nekrosis

kardiomiosit dapat dilihat pada tabel 5.4.


67

Tabel 5.4. Uji Korelasi TNF-α Jantung dengan Jumlah Nekrosis


Kardiomiosit

Hubungan antara TNF-α jantung dengan jumlah nekrosis kardiomiosit

menunjukkan nilai signifikan (p<0,05) dengan nilai koefisien korelasi sebesar

0,835 yang menunjukkan memiliki hubungan yang kuat.


68

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel

Penelitian ini menggunakan tikus galur Sprague dawley jantan berusia 4-6

minggu dengan berat badan 180-200 gram. Pemilihan galur Sprague dawley

sebagai hewan uji karena memiliki temperamen yang baik sehingga cukup tahan

terhadap perlakuan (Pambudi, 2017). Selain itu, tikus Sprague dawley memiliki

karakteristik fisiologi yang mirip dengan manusia dibandingkan kelinci

(Nugraheni, 2012). Tikus jantan digunakan sebagai hewan uji karena tidak

memiliki hormon yang berpegaruh pada penelitian (Tambunan et al, 2015).

Berat badan kelompok EEDGM pasca perlakuan menunjukkan nilai yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok KDM. Peningkatan berat badan tersebut diduga

karena adanya aktivitas senyawa flavonoid dan saponin pada ekstrak etanol daun

gedi merah. Senyawa flavonoid berperan dalam peningkatan berat badan dengan

cara meningkatkan sensitivitas insulin melalui penetralan radikal bebas,

sedangkan saponin berperan dalam stimulasi pelepasan insulin. Peningkatan

stimulasi pelepasan insulin dan sensitivitas insulin meningkatkan pemasukan

glukosa ke dalam sel. Hal tersebut menyebabkan penghambatan pada lipolisis

sehingga berat badan tidak menurun (Ajie, 2015; Firdaus, 2018).

Sedangkan pada kelompok KDM pasca perlakuan memiliki berat badan yang

lebih rendah secara signifikan dibandingkan kelompok normal (KN). Berat badan

yang rendah pada kelompok DM disebabkan oleh induksi DTLF dan STZ yang

berperan dalam resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin (Boden & Laakso,

2004; Graham et al, 2011; Wulansari & Wulandari, 2018). Resistensi dan
69

penurunan sekresi insulin menyebabkan terjadinya peningkatan lipolisis sehingga

terjadi penurunan berat badan kelompok KDM (Phielix & Roden, 2013). Pada

hasil pengukuran asupan pakan didapatkan penurunan nafsu makan pada KDM

dibandingkan kelompok KN. Hal tersebut diduga karena adanya absorbsi lemak

yang memicu produksi cholecystokinin (CCK). Produksi CCK menyebabkan

lambatnya pengosongan lambung. CCK mengaktivasi propiomelanocortin

(POMC) pada hipotalamus yang menyebabkan rasa kenyang sehingga terjadi

penurunan asupan pakan (Ria, 2015).

Kadar gula darah puasa (KGDP) kelompok KDM memiliki nilai lebih tinggi

dibandingkan KN pasca perlakuan. Peningkatan KGDP disebabkan karena

induksi DTLF dan STZ yang menimbulkan resistensi insulin serta penurunan

sekresi insulin sehingga terjadi hiperglikemia (Boden & Laakso, 2004; Graham et

al, 2011; Wulansari & Wulandari, 2018). Sedangkan KGDP pada kelompok

EEDGM pasca perlakuan menunjukkan penurunan dibandingkan kelompok

KDM. Hal tersebut disebabkan karena adanya senyawa aktif seperti flavonoid dan

saponin pada daun gedi merah yang berperan sebagai antidiabetik. Flavonoid

berperan dalan peningkatan senstivitas insulin, sedangkan saponin berperan dalam

stimulasi pengeluaran insulin yang menyebabkan penurunan kadar glukosa (Ajie,

2015; Firdaus, 2018).

6.2 Efek Pemberian DTLF dan STZ terhadap Kadar TNF-α Jantung dan

Jumlah Nekrosis Kardiomiosit

Induksi DTLF dan STZ dapat meningkatkan kadar TNF-α jantung dan jumlah

nekrosis kardiomiosit. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya kondisi stres


70

oksidatif akibat hiperglikemia melalui resistensi insulin yang disebabkan oleh

induksi DTLF dan kerusakan sel β pankreas oleh STZ.

Diet tinggi lemak dapat meningkatkan Free Fatty Acid (FFA) yang berperan

dalam peningkatan diacylgliserol (DAG) dan Protein Kinase C (PKC). Protein

Kinase C merupakan enzim yang berperan dalam fosforilasi serin pada Insulin

Receptor Substrat (IRS-1). Fosforilasi serin pada IRS-1 menyebabkan terjadinya

resistensi insulin yang berlanjut pada kondisi hiperglikemia (Boden & Laakso,

2004).

Diet tinggi fruktosa memicu metabolisme fruktosa oleh hepar. Molekul

fruktosa akan diserap melalui glukosa transporter 5 (GLUT5) dan dikeluarkan

menuju aliran darah. Fruktosa akan masuk ke dalam hepatosit melalui GLUT2

dan diubah menjadi fruktosa 1-fosfat oleh enzim fruktokinase. Fruktosa 1-fosfat

kemudian diubah menjadi triose fosfat oleh enzim aldolase B. Peningkatan triose

fosfat memicu terjadinya sintesis glikogen dan asam lemak dari karbon fruktosa

melalui jalur de novo lipogenesis. Pembentukan asam lemak yang tinggi

menyebabkan penurunan sensitivitas insulin sehingga ambilan glukosa menurun.

Hal tersebut memicu proses lipolisis yang menyebabkan peningkatan FFA

sehingga terjadi resistensi insulin dan berlanjut pada kondisi hiperglikemia

(Wulansari & Wulandari, 2018).

Induksi streptozotocin (STZ) menyebabkan hiperglikemia melalui kerusakan

pada sel β pankreas sehingga menurunkan produksi insulin. STZ memasuki sel β

melalui GLUT2 dan menyebabkan alkilasi DNA. Kerusakan pada DNA memicu

aktivasi poly ADP-rybosylation yang menyebabkan deplesi pada NAD+ dan ATP

seluler. Peningkatan defosforilasi ATP menimbulkan pembentukan substrat untuk


71

xanthine oxidase yang memicu pembentukan radikal superoxide. Selain itu, STZ

juga membebaskan sejumlah nitrit oksida toksik yang menghambat aktivitas

aconitase dan berperan dalam kerusakan DNA. Hal tersebut menyebabkan

terjadinya nekrosis pada sel β pankreas (Szkudelski, 2001).

Kondisi hiperglikemia kronis akibat induksi DTLF dan STZ menyebabkan

peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga terjadi kondisi stres

oksidatif. Kondisi stres oksidatif dapat menimbulkan kerusakan oksidatif

sehingga memicu reaksi inflamasi melalui aktivasi NF-κB yang meningkatkan

sitokin proinflamasi seperti TNF-α (Nunes et al, 2012). Tumor Necrosis Factor-α

merupakan sitokin proinflamasi yang diekspresikan oleh aktivasi sel-sel radang

seperti makrofag dan limfosit. Tumor Necrosis Factor-α mentransmisikan sinyal

melalui TNF reseptor 1 (TNFR1) pada kardiomiosit. Tumor Necrosis Factor-α

berikatan dengan TNFR1 menyebabkan nekrosis kardiomiosit melalui inhibisi

caspase-8 dan stabilisasi receptor interacting protein 1 (RIP1) (Morgan et al,

2008; Chu, 2013). Death domain (DD) pada RIP1 mengikat TNF-receptor

associated death domain (TRADD) dan Fas associated via death domain

(FADD) yang menyebabkan peningkatan metabolisme melalui glikosis dan

glutaminolisis. Hal tersebut memicu fosforilasi oksidatif yang meningkatkan

produksi ROS sehingga terjadi nekrosis kardiomiosit (Kung et al, 2011).

Induksi lemak pada DTLF meningkatkan kadar FFA dalam darah yang dapat

memicu reaksi inflamasi sitemik low-grade. Peningkatan FFA dalam darah dapat

mengaktivasi makrofag yang memicu produksi sitokim pro-inflamasi TNF-α.

Aktivasi makrofag dapat mencapai pembuluh darah yang memicu inflamasi

perifer (Duan et al, 2018).


72

Stres oksidatif yang disebabkan oleh ROS dapat menyebabkan nekrosis

kardiomisit secara langsung melalui jalur RIP-mediated necrosis dan jalur

mitochondrial necrosis. Peningkatan produksi ROS pada mitokondria memicu

nekrosis kardiomiosit yang menyebabkan kerusakan miokardium. Reactive

Oxygen Species juga meningkatkan protein RIP1 dan RIP3 sehingga memicu

nekrosis kardiomiosit yang diinduksi H2O2 (Xu et al, 2019).

Pada penelitinan ini, induksi STZ dan DTLF meningkatkan kadar TNF-α

jantung dan jumlah nekrosis kardiomiosit sekitar dua kali lipat dibandingkan

dengan kontrol normal. Hal ini sesuai dengan teori bahwa induksi STZ dan

DTLF dapat menyebabkan hiperglikemia yang memicu stres oksidatif sehingga

terjadi reaksi inflamasi yang meningkatkan kadar TNF-α dan jumlah nekrosis

kardiomiosit pada tikus DM.

6.3 Kadar TNF-α Jantung Tikus Model Diabetes Setelah Diberikan Ekstrak

Etanol Daun Gedi Merah

Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah (EEDGM) dapat menghambat

peningkatan TNF-α jantung pada tikus DM. Hal tersebut disebabkan karena daun

gedi merah memiliki senyawa yang berpotensi sebagai antiinflamasi, antioksidan

dan antidiabetik (Nurjannah, 2016).

Daun gedi merah memiliki efek antiinflamasi yang secara langsung mencegah

peningkatan kadar TNF-α jantung yang diperankan oleh flavonoid. Flavonoid

dapat menghambat pelepasan mediator inflamasi dan metabolisme asam

arakidonat melalui inhibisi enzim siklooksigenase-2 (COX-2) dan 5-

lipooksigenase (5-LOX) (Farzei et al, 2019). Penghambatan enzim 5-LOX akan

mengurangi produksi beberapa sitokin inflamasi salah satunya TNF-α (Pihlaja et


73

al, 2017). Selain itu, flavonoid memiliki kemampuan untuk menghambat

produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α melalui inhibisi NF-κB (Izzi et al,

2012; Farzei et al, 2019). Quercetin merupakan salah satu jenis flavonoid yang

memiliki aktivitas antiinflamasi dengan memodulasi produksi dan ekpresi gen

dari sitokin proinflamasi TNF-α (Nair et al, 2006).

Efek antioksidan pada daun gedi merah merupakan efek tidak langsung

terhadap penurunan kadar TNF-α jantung yang diperantarai senyawa flavonoid

dan alkaloid. Senyawa flavonoid dapat mencegah injury yang disebabkan oleh

radikal bebas. Flavonoid menghambat stres oksidatif melalui reaksi dengan

radikal bebas sehingga menghasilkan radikal yang lebih stabil. Gugus hidroksil

dari flavonoid memiliki reaktivitas yang tinggi sehingga dapat menginaktivasi

radikal (Panche et al, 2016). Sementara senyawa alkaloid memiliki potensi

sebagai antioksidan primer dengan cara mendonorkan atom H pada radikal bebas

(Kurniati et al, 2016).

Daun gedi merah sebagai antidiabetik merupakan mekanisme secara tidak

langsung dalam menghambat peningkatan kadar TNF-α melalui kandungan

senyawa berupa flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin sebagai antidiabetik

(Marcedes, 2017). Flavonoid dalam daun gedi merah berperan dalam mencegah

rusaknya sel β pankreas serta menetralkan radikal bebas yang dapat meningkatkan

sensitifitas insulin (Ajie, 2015). Flavonoid juga berperan dalam menghambat

enzim α glukosidase sehingga dapat menurunkan glukosa darah (Dewantara et al,

2017). Senyawa alkaloid sebagai antidiabetik berperan dalam menghambat

absorbsi glukosa di usus, meningkatkan transportasi glukosa dalam darah serta

memicu sintesis glikogen (Arjadi & Susatyo, 2010). Senyawa saponin dalam daun
74

gedi merah juga memiliki aktivitas antidiabetes melalui inhibisi enzim α

glukosidase pada usus yang berperan untuk menurunkan kadar glukosa darah

dengan menghambat pengubahan disakarida menjadi glukosa (Fiana & Oktaria,

2016). Selain itu, senyawa saponin juga memiliki aktivitas menstimulasi

pelepasan insulin (Firdaus, 2018). Sedangkan senyawa tanin pada daun gedi

merah berperan dalam pengerutan membran epitel usus yang mengurangi

penyerapan glukosa sehingga kadar glukosa darah berkurang (Tandi et al, 2016).

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan signifikan antar dosis EEDGM dalam

menghambat peningkatan TNF-α dengan efek terkuat pada dosis 200 mg/kgBB.

Pemberian EEDGM dosis 200 mg/kgBB menghambat peningkatan kadar TNF-α

lebih tinggi dibandingkan dosis 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB. Hal ini diduga

karena adanya kandungan flavonoid yang berlebihan pada EEDGM dosis 400

mg/kgBB dan 800 mg/kgBB. Kandungan flavonoid berlebihan diduga dapat

bertindak sebagai pro-oksidan yang memicu peningkatan radikal bebas sehingga

efektivitas dalam mencegah peningkatan kadar TNF-α berkurang (Skibola &

Martyn, 2000). Pada penelitian ini didapatkan kesan non-dependent dose karena

tidak adanya peningkatan efektivitas yang menyertai peningkatan dosis. Hal ini

diduga karena terdapat senyawa multikomponen pada daun gedi merah yang

memiliki berbagai mekanisme sehingga efektivitas dalam menurunkan jumlah

nekrosis kardiomiosit berkurang.

Hasil penelitian ini dapat terjadi diduga karena asupan pakan yang rendah pada

kelompok EEDGM dosis 200 mg/kgBB. Asupan pakan yang rendah dapat

mengurangi produksi ROS sehingga menghambat kondisi stres oksidatif.


75

Penghambatan kondisi stres oksidatif dapat menghambat reaksi inflamasi

sehingga kadar TNF-α dan jumlah nekrosis kardiomiosit menurun.

Pada penelitian ini didapatkan kadar TNF-α bernilai > 200 pg/mL yang

menunjukkan bahwa EEDGM diduga belum kuat dalam menurunkan kadar TNF-

α jaringan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Iskender et al (2018)

menyebutkan apabila kadar rerata normal TNF-α jaringan sekitar 203,08 pg/mL.

Hal ini diduga karena Induksi lemak pada DTLF yang meningkatkan kadar free

fatty acid dalam darah dapat mengaktivasi makrofag yang memicu produksi

sitokin pro-inflamasi TNF-α. Aktivasi makrofag dapat mencapai pembuluh darah

sehingga memicu terjadinya inflamasi perifer (Duan, 2018)

Tumor Necrosis Factor-α merupakan sitokin yang berperan dalam proses

inflamasi, imunitas dan apoptosis. Tumor Necrosis Factor-α diekspresikan oleh

aktivasi sel-sel radang seperti makrofag dan limfosit. Tumor Necrosis Factor-α

mentransmisikan signal melalui dua reseptor, yaitu TNF reseptor 1 (TNFR1) dan

TNF reseptor 2 (TNFR2). TNF reseptor 1 berperan hampir pada seluruh tipe sel,

sedangkan ekspresi TNFR2 terdapat pada sel endotel dan hematopoiesis

(Sakimoto et al, 2009; Horiuchi et al, 2010).

6.4 Jumlah Nekrosis Kardiomiosit Tikus Model Diabetes Setelah Diberikan

Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah

Nekrosis kardiomiosit ditandai dengan adanya perubahan inti berupa piknosis,

karioreksis dan kariolisis. Piknosis berupa inti yang mengecil dengan peningkatan

warna basofil. Gambaran karioreksis berupa inti piknotik yang mengalami

fragmentasi, sedangkan pada gambaran kariolisis warna basofil dan kromatin akan

memudar (Kumar et al, 2013).


76

Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah menghambat peningkatan jumlah

nekrosis kardiomiosit pada tikus DM. Hal tersebut disebabkan karena adanya

senyawa pada daun gedi merah yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan,

dan antidiabetes (Wulan & Indradi, 2010).

Efek antiinflamasi daun gedi merah merupakan efek secara langsung terhadap

penurunan jumlah nekrosis kardiomiosit melalui senyawa flavonoid. Flavonoid

mampu mengurangi ekspresi berbagai sitokin proinflamasi termasuk TNF-α

(Serafini et al, 2010). Pengurangan ekspresi gene TNF-α diperankan oleh salah

satu jenis flavonoid yaitu quercetin melaui penekanan aktivitas NF-κB (Nair et al,

2006). Peningkatan jumlah nekrosis kardiomiosit dapat dihambat melalui

penurunan TNF-α sehingga tidak berikatan dengan TNFR1 yang menghambat

nekrosis pada kardiomiosit. Penghambatan ekspresi sitokin dan molekul adhesi

memberikan kemungkinan bahwa flavonoid memiliki mekanisme yang

menyediakan efek kardio-protektif pada manusia (Rathee et al, 2009).

Sedangkan efek antioksidan pada daun gedi merah secara tidak langsung

berperan dalam menghambat peningkatan jumlah nekrosis kardiomiosit. Efek

antioksidan pada daun gedi merah diperankan oleh senyawa flavonoid dan

alkaloid dengan menetralkan radikal bebas melalui oksidasi oleh radikal tersebut

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya (Panche et al, 2016). Penetralan

radikal bebas akan mengurangi reaksi inflamasi yang dapat mencegah

peningkatan sitokin proinflamasi TNF-α sehingga mencegah peningkatan jumlah

nekrosis kardiomiosit. Flavonoid juga dapat mengurangi pembentukan ROS pada

mitokondria sehingga dapat mencegah peningkatan nekrosis kardiomiosit (Xu et

al, 2019; Kicinska et al, 2020).


77

Daun gedi merah sebagai antidiabetik merupakan mekanisme secara tidak

langsung dalam menghambat peningkatan jumlah nekrosis kardiomiosit. Efek

antidiabetik daun gedi merah diperantarai oleh senyawa flavonoid, alkaloid,

saponin dan tanin dengan mekanisme yang sudah dijelaskan sebelumnya

(Marcedes, 2017). Penghambatan hiperglikemia oleh senyawa-senyawa tersebut

dapat mencegah kerusakan oksidatif sehingga dapat mencegah peningkatan

jumlah nekrosis kardiomiosit yang disebabkan oleh peningkatan TNF-α.

Pemberian EEDGM dosis 200 mg/kgBB dapat menghambat peningkatan

jumlah nekrosis kardiomiosit lebih tinggi dibandingkan EEDGM dosis 400

mg/kgBB dan 800 mg/kgBB. Hal ini disebabkan karena senyawa flavonoid pada

daun gedi merah mengalami autooksidasi sehingga terbentuk hidrogen peroksida,

superoksida dan hidroksil radikal (Munawwaroh, 2019). Hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan Fuadi tahun 2020 (unpublish) yang meneliti tentang

efek EEDGM terhadap MDA (Malondialdehyd) ginjal tikus DM yang mengalami

peningkatan pada dosis 800 mg/kgBB. Peningkatan MDA menunjukkan

terjadinya peningkatan radikal bebas yang memicu peningkatan jumlah nekrosis

kardiomiosit (Gawel et al, 2004). Selain itu, hal tersebut juga bisa disebabkan

karena kandungan multikomponen pada gedi merah sehingga tidak terjadi

peningkatan efek pada dosis dengan tingkatan berbeda.

Kekurangan dari penelitian ini adalah tidak dilakukannya skrining senyawa

fitokimia pada ekstrak etanol daun gedi merah sehingga tidak dapat diketahui

senyawa apa saja yang berefek terhadap variabel penelitian. Pada penelitian ini,

tikus model DM tipe 2 tidak dilakukan uji resistensi insulin yang merupakan salah

satu bias penelitian.


78

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa:

1. Induksi DTLF dan STZ meningkatkan kadar TNF-α jantung dan jumlah

nekrosis kardiomiosit

2. Pemberian ekstrak etanol daun gedi merah dosis 200 mg/kgBB, 400

mg/kgBB, dan 800 mg/kgBB secara signifikan menghambat peningkatan

kadar TNF-α jantung dan jumlah nekrosis kardiomiosit.

3. Dosis 200 mg/kgBB merupakan dosis dengan efek paling kuat dalam

menghambat peningkatan kadar TNF-α dan jumlah nekrosis kardiomiosit.

7.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, untuk penelitian lebih lanjut

peneliti menyarankan:

1. Melakukan penelitian mengenai mekanisme kerja senyawa-senyawa aktif

pada daun gedi merah

2. Melakukan penelitian mengenai indeks resistensi insulin

3. Melakukan penelitian dengan dosis yang lebih rendah dari 800 mg/kgBB dan

waktu yang berbeda


79
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed R G, A F Azmy, S Incerpi and A Gaber. 2013. The Developemental and


Physiological Interaction between Free Radical and Antioxiant Defense
System: Effect of Environtmental Pollutants. Journal of Natural Science
Research 3(13):74-110

Ajie, R. B. 2015. White dragon fruit (Hylocereus undatus) potential as diabetes


mellitus treatment. Jurnal Majority, 4(1).

AlSaraj, Fuad. 2015. Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus, Treatment of


Type 2 Diabetes Mellitus, Colleen Croniger, IntechOpen,

Alverina C, Andari D, and Prihanti, Gita S. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak


Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Terhadap Sel Kardiomiosit Pada Tikus
Putih (Rattus novergicus Strain Wistar) dengan Diet Aterogenik. Saintika
Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 12,1: 30-37.

Arackal A, Alsayouri K. Histology, Heart. [Updated 2019 Sep 20]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-

Arjadi, F., and Susatyo, P. 2010. Regenerasi sel pulau langerhans pada tikus putih
(rattus norvegicus) diabetes yang diberi rebusan daging mahkota (phaleria
macrocarp lam). Sains Medika, 2(2), 117-126.

Ayala A. 2014. Lipid Peroxidation: Production, Metabolism and Signaling


Mechanism Of Malondialdehyde and 4-Hydroxy-2-Nonenal. Spain:
Department of Biochemistry and Molecular Biology, Faculty of Pharmacy,
University Of Seville.

Azrimaidaliza, A. 2011. Asupan Zat Gizi dan Penyakit Diabetes Mellitus. Jurnal


Kesehatan Masyarakat Andalas, 6(1), 36-41.

Basri, M H. 2018. Pengalaman Pasietn DMTIPE 2 dalam Melakukan Perawatan


Ulkusdiabetik Secara Mandiri. Jurnal Endurance 4(1):58-69

80
Berawi, K.N., dan T, Agverianti. 2017. Efek Aktivitas Fisik pada Proses
Pembentukan Radikal Bebas sebagai Faktor Risiko Aterosklerosis.
Majority. 6(2):85-90.

Bhatt, P., and Sharma, D. 2015 TNF-α correlates oxidative stress-induced


cardiomyopathy: A comparative study among Indian male and female
diabetic patients. Indian J. Basic and Applied Med. Res. 4(4) 703-713.

Boden, G and M, Laakso. 2004. Lipids and Gucose in Type 2 Diabetes. Diabetes
Care 27(9): 2253-2259

Boudina, S., and Abel, E. D. (2010). Diabetic cardiomyopathy, causes and


effects. Reviews in endocrine & metabolic disorders, 11(1): 31–39.

BPOM. 2015. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Rebuplik Indonesia, Jakarta.

Brownlee, M. 2005. The Pathobiology of Diabetic Complications. Diabetes


54(6):1615-1625

Chen, L., Deng, H., Cui, H., Fang, J., Zuo, Z., Deng, J., Li, Y., Wang, X., and
Zhao, L. 2017. Inflammatory responses and inflammation-associated
diseases in organs. Oncotarget, 9(6):7204–7218.

Chiong M, Wang ZV, Pedrozo Z, et al. 2011. Cardiomyocyte death: mechanisms


and translational implications. Cell Death Dis 2(12):e224

Chu WM. 2013. Tumor Necrosis Factor. Cancer Lett. 328(2):222-225

Choi, K. H., Kim, J. H., Kang, K. W., Kim, J. T., Choi, S. M., Lee, S. H., ... and
Cho, K. H. 2019. HbA1c (glycated hemoglobin) levels and clinical outcome
post-mechanical thrombectomy in patients with large vessel
occlusion. Stroke, 50(1), 119-126.

Dandona P, Aljada A and Bandyopadhyay A. 2004. Inflammation: the link


beteween insulin resistance, obesity and diabetes. Trends Immunol 25(1):4-
7

81
Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Deeds, M. C., Anderson, J. M., Armstrong, A. S., Gastineau, D. A., Hiddinga, H.


J., Jahangir, A., Eberhardt, N. L., and Kudva, Y. C. 2011. Single dose
streptozotocin-induced diabetes: considerations for study design in islet
transplantation models. Laboratory animals, 45(3), 131–140.

Desmawati, D. 2017. Pengaruh asupan tinggi fruktosa terhadap tekanan darah.


Majalah Kedokteran Andalas, 40(1), 31-39. 

Dewantara I K G, I Wayan G G and I N Wirajana. 2017. Uji Potensi Ekstrak


Etanol Daun Gedi (Abelmoschus manihot L.) Terhadap Aktivitas
Antioksidan dan Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Galur Wistar
yang Diinduksi Aloksan. Cakra Kimia 5(2):94-101

Druce, M., Rockall, A., and Grossman, A. B. 2009. Fibrosis and carcinoid
syndrome: from causation to future therapy. Nature Reviews
Endocrinology, 5(5), 276.

Duan, Y., Zeng L, Zhang C, Song B, Li F, Kong X and Xu K. 2018. Inflammatory


Links Betwees Fat Diets and Disease. Frontiers in Immunology 9(2649).

Dupas, J., Goanvec, C., Feray, A., Guernec, A., Alain, C., Guerrero, F., and
Mansourati, J. 2016. Progressive induction of type 2 diabetes: effects of a
reality–like fructose enriched diet in young Wistar rats. PLoS One, 11(1).

Dwisatyadini, Mutimanda. 2017. Pemanfaatan Tanaman Obat untuk Pencegahan


dan Pengobatan Penyakit Degeneratif. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Terbuka, Jakarta

Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi

11. Jakarta: EGC.

Fan, Wenjun. 2017. Epidemiology in diabetes mellitus and cardiovascular disease.


Cardiovascular Endocrinology 6:8-16

82
Farzaei, M. H., Singh, A. K., Kumar, R., Croley, C. R., Pandey, A. K., Coy-
Barrera, E., ... and Tenore, G. C. 2019. Targeting inflammation by
flavonoids: Novel therapeutic strategy for metabolic disorders. International
journal of molecular sciences,20(19), 4957.

Fathmi, Ain. 2012. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universtas Muhammadiyah
Surakarta.

Fatimah, R N. 2015. Diabtes Mellitus Tipe 2. J Majority 4(5):93-101

Fatir S. 2010. Mekanisme inflamasi, Radikal Bebas dan Peranan Antioksidan


pada Penyakit Periodontal. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Barat.

Fayyaz, B., Rehman, H. J., and Minn, H. 2019. Interpretation of hemoglobin A1C
in primary care setting. Journal of community hospital internal medicine
perspectives, 9(1), 18–21.

Fiana, N., and Oktaria, D. 2016. Pengaruh kandungan saponin dalam daging buah
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap penurunan kadar glukosa
darah. Jurnal Majority, 5(4), 128-132.

Firdaus, F., Rimbawan, R., Marliyati, S. A., and Roosita, K. 2016. Model Tikus
Diabetes yang Diinduksi Streptocotozin-Sukrosa untuk Pendekatan
Penelitian Diabetes Mellitus Gestasional. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 12(1), 29-34.

Firdaus, M. 2018. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah


(Abelmoschus manihot L. Medik) terhadap Radikal Bebas DPPH dan
Aktivitas Enzim Glutation Peroksidase pada Tikus Diabetes (Doctoral
dissertation, Universitas Setia Budi Surakarta).

Fowler, M J. 2008. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes.


Clinical Diabetes 26(2): 72-82

83
Freire, M. O., and Van Dyke, T. E. 2013. Natural resolution of inflammation.
Periodontology 2000, 63(1), 149–164.

Frankilwati D A M, Agus S and N A Setiyadi. 2013. Hubungan Antara Pola


Makan, Genetik dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan Surakarta. [Skripsi].
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Gawel S, Wardas M, Niedworok E, Wardas P. 2004. Malondialdehyde (MDA) as


lipid peroxidation marker. Wiad Lek. 57(9-10), 453-455

Giacco, F and M, Brownlee. 2010. Oxidative stress and diabetic complications.


Circulation Research 107(9): 1058-1070

Goyal R and I Jialal. 2019. Diabetes Mellitus Type 2. New Delhi: StatPearls
Publising LLC

Gulsin GS, Althithan L and McCann GP. 2019. Diabetic cardiomyopathy:


prevalence, determinants and potential treatment. The Adv Endocrinal
Metab 10:1-21

Graham, M. L., Janecek, J. L., Kittredge, J. A., Hering, B. J., and Schuurman, H.
J. 2011. The streptozotocin-induced diabetic nude mouse model: differences
between animals from different sources. Comparative medicine, 61(4), 356–
360.

Hasanah, A. 2015. Efek Jus Bawang Bombay (Allium cepa Linn.) Terhadap
Motilitas Spermatozoa Mencit Yang Diinduksi Streptozotocin
(STZ). Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran
Keluarga, 11(2), 92-101.

Helvi, Mardiani. 2008. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Kadar


Malondialdehida Plasma Mencit. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatra Utara.

Hinton, R. B., and Yutzey, K. E. 2011. Heart valve structure and function in
development and disease. Annual review of physiology, 73, 29-46.

84
Horiuchi, T., Mitoma, H., Harashima, S. I., Tsukamoto, H., and Shimoda, T.
2010. Transmembrane TNF-α: structure, function and interaction with anti-
TNF agents. Rheumatology, 49(7), 1215-1228.

Huy L A P, Hua H and C P Huy. 2008. Free Radical, Antioxidants in Disease and
Health. Int J Biomedic Sci 4(2):89-96

Indradi, R. B., Moektiwardojo, M., and Hendriani, R. 2018. Topical Anti-


inflammatory Activity of Gedi Leaves Extract Gel (Abelmoschus manihot
L.) on Carrageenan-induced Paw Edema in Male Wistar Albino
Rat. Research Journal of Chemistry and Environment. Vol,22, 9.

Iskender, H., Dokumacioglu, E., Saral, S., Yenice, G., and Sevim, C. 2018. NF-
κB, TNF-α and IL-6 Levels in Liver and Kidney of High-Fructose-Fed
Rats. Journal of Advances in Medical and Pharmaceutical Sciences, 1-7.

Jain, P., Pandey, R., and Shukla, S. S. 2015. Inflammation: Natural resources and
its applications. India: Springer

Jia G, Michael A, and J G Sowers. 2018. Diabetic Cardiomyopathy: an update of


mechanism contributing to this clinical entity. Cuirculation Research
122:624-638

Kalani, M. 2008. The importance of endothelin-1 for microvascular dysfunction


in diabetes. Vascular health and risk management, 4(5), 1061.

Khaira, Kuntum. 2010. Menangkal Radikal Bebas dengan Anti-Oksidan. Jurnal


Saintek. 2(2):183-187.

Kicinska, A., and Jarmuszkiewicz, W. 2020. Flavonoids and Mitochondria:


Activation of Cytoprotective Pathways?.Molecules, 25(13), 3060.

Kumar, V., Abbas, A. K., and Aster, J. C. 2013. Robbins basic pathology.
9th. Philadelphia, USA, Saunders: Elsevier, 2572013.

Kung, G., Konstantinidis, K., and Kitsis, R. N. 2011. Programmed necrosis, not
apoptosis, in the heart. Circulation research, 108(8), 1017-1036.

85
Kurniati, R. I. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etanol Daun Buas-Buas
(Premna cordifolia Linn.) dengan Metode DPPH (2, 2-difenil-1-
pikrilhidrazil). Doctoral dissertation, Tanjungpura University.

Lorenza, B. 2012. Uji Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa-Glukosidase dan


Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Teraktif Daun Buni
(Antidesma bunius L.). Skripsi, FMIPA UI.

Lorenzo-Almoros, A., Tunon, J., Orejas, M., Cortés, M., Egido, J., and Lorenzo,
Ó. 2017. Diagnostic approaches for diabetic
cardiomyopathy. Cardiovascular diabetology, 16(1), 1-14.

Mansor, L.S., Gonzalez, E.R., Cole, M.A. et al. 2013. Cardiac metabolism in new
rat model of type 2 diabetes using high-fat diet with low dose
streptozotocin. Cardiovasc Diabetol 12, 136

Manurung N R M and Sumiwi S A, 2016. Aktiitas Antiinflamasi berbagai


tanaman diduga berasal dari flavonoid. Farmaka, 14(2):111-122.

Mathebula, S D. 2015. Polyol Pathway: A possible mechanism of diabetes


complications in the eye. Afr. Vision Eye Health 74(1)

Marcedes, Agustina. 2017. Aktivitas Antidiabetes Kombinasi Ekstrak Daun Gedi


Merah dan Daun Semak Bunga Putih Tikus Induksi Streptozotocin. Jurnal
Farmasi 14(2):159-166

Masyita, N., Santoso, K., Kusumorini, N., Satyaningtijas, A. S., and Supiyani, A.
2015. Pengamatan Aktivitas Tikus Wistar Jantan dengan Alat Opto-
Varimexa pada Kondisi Diet Tinggi Minyak Trans. Bioma, 11(1), 89-97.

Meo, M. 2013. Spatio-temporal characterization of the surface electrocardiogram


for catheter ablation outcome prediction in persistent atrial
fibrillation (Doctoral dissertation).

Mescher, AL. 2011. Histologi Dasar Junqueira, Teks, dan Atlas, Edisi 12. Jakarta:
EGC

86
Morgan, M. J., Kim, Y. S., and Liu, Z. G. 2008. TNFα and reactive oxygen
species in necrotic cell death. Cell research,18(3), 343-349.

Murwani, S., Ali, M., and Muliartha, K. 2013. Diet aterogenik pada tikus putih
(Rattus novergicus strain Wistar) sebagai model hewan
aterosklerosis. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 22(1), 6-9.

Nair, M. P., Mahajan, S., Reynolds, J. L., Aalinkeel, R., Nair, H., Schwartz, S. A.,
and Kandaswami, C. 2006. The flavonoid quercetin inhibits
proinflammatory cytokine (tumor necrosis factor alpha) gene expression in
normal peripheral blood mononuclear cells via modulation of the NF-κβ
system. Clinical and vaccine immunology, 13(3), 319-328.

Nawale R B, Mourya V K and Bhise S B. 2006. Non-enzymatic glycation of


proteins: a cause for complication in diabetes. Indian J Biochem Biophys
43(6):337-344

Nayak, B. K., and Kumar, A. 2017. Activity of Leukotrienes in Inflammation.


Ejpmr 4(3):207-215

Nesti, Dela R. 2015. Morfologi, Morfometri dan Distribusi Sel Imunoreaktif


Insulin dan Glukagon Pada Pankreas Tikus Obesitas. Master Thesis.
Universitas Gajah Mada

Novrial, D. 2007. Kerusakan Sel β Pankreas Akibat Induksi Streptozotocin.


Mandala of Health. Vol 3 (2)

Nugraheni, K. 2012. Pengaruh pemberian minyak zaitun ekstra virgin terhadap


profil lipid serum tikus putih (rattus norvegicus) strain sprague dawley
hiperkolesterolemia. Universitas Diponegoro.

Nunes S, Soares E, Periera F and Reis F. 2012. The Role of Inflammation in


Diabetic Cardiomyopathy. International Journal of Interferon, Citokyne and
Mediator Reasearch 4:59-73

Nurhidayah, Siti. 2009. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daging


Pisang Raja dengan Vitamin A, Vitamin C dan Katekin Melalui Perhitungan
Bilangan Peroksid. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

87
Nurjannah. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Gedi Merah (Abelmoschus
manihot L) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tikus (Rotus novergicus)
yang Diinduksi Prednison dan Garam. [Skripsi]. Universitas Islam Negeri
Alauddin, Makassar.

Oberman R, Bhardwaj A. Physiology, Cardiac. [Updated 2018 Oct 27]. In:


StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526089/

Oliver TI, Mutluoglu M. Diabetic Foot Ulcer. [Updated 2020 Mar 22]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.

Panche, A. N., Diwan, A. D., and Chandra, S. R. 2016. Flavonoids: an


overview. Journal of nutritional science, 5.

Pambudi, R. 2017. Perbedaan Panjang Serta Berat Tubuh Fetus Tikus Putih
(Rattus Norvegicus) Galur Sprague-Dawley Terhadap Pemberian Asam
Folat Pada Periode Kehamilan Yang Berbeda.

Parameswaran, N., and Patial, S. 2010. Tumor necrosis factor-α signaling in


macrophages. Critical Reviews™ in Eukaryotic Gene Expression, 20(2).

PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di


Indonesia

Penalver J J M, I M Timon, C S Collantes and F J C Gomez. 2016. Update on the


treatment of type 2 diabetes mellitus. World J Diabetes 7(17):354-395

Phaniendra A., Jestadi D.B. and Periyasamy L., 2015. Free radicals : properties,
source, targets and their implication in various disease. India Journal
Clinical Biochemical. 30 (1): 11-26.

Phielix, E., and Roden, M. 2013. Assessing multiple features of mitochondrial


function. Diabetes, 62(6), 1826-1828.

Piero N M, N J Murugi, K C Mwiti and M P Mwenda. 2012. Pharmacological


Management of Diabetes Mellitus. Asian Journal of Biochemical
Pharmaceutical Research 2(2):375-381

88
Pihlaja, R., Haaparanta-Solin, M., and Rinne, J. O. 2017. The anti-inflammatory
effects of lipoxygenase and cyclo-oxygenase inhibitors in inflammation-
induced human fetal glia cells and the Aβ degradation capacity of human
fetal astrocytes in an ex vivo assay. Frontiers in neuroscience, 11, 299.

Pine, A. T. D., Alam, G., and Attamimi, F. 2017. Standardisasi mutu ekstrak daun
gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik) dan uji efek antioksidan dengan
metode DPPH. Jurnal Farmasi UIN Alauddin Makassar, 3(3), 111-128.

Preedy, V. R. 2013. Diabetes; Oxidative Stress amd Dietary Antioxidants.


Academic Press.

Punchard, N. A., Whelan, C. J., and Adcock, I. 2004. The Journal of


Inflammation. Journal of inflammation (London, England), 1(1), 1. 

Purnamasari, Dyah. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing

Putra I W A and K N Berawi. 2015. Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes


Mellitus Tipe 2. Majority 4(9):8-12

Ramachandran A. 2014. Know the signs and symptoms of diabetes. The Indian


journal of medical research, 140(5), 579–581.

Rathee, P., Chaudhary, H., Rathee, S., Rathee, D., Kumar, V., and Kohli, K. 2009.
Mechanism of action of flavonoids as anti-inflammatory agents: a
review. Inflammation & allergy-drug targets (formerly current drug targets-
inflammation & allergy),8(3), 229-235.

Rehman I, Rehman A. Anatomy, Thorax, Heart. [Updated 2019 Feb 10]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470256/

Roberts A C and Porter K E. 2013. Cellular and molecular mechanisms of


endothelial dysfunction on diabetes. Diab Vasc Dis Res. 10(6):472-482

Sakimoto, T., Yamada, A., and Sawa, M. 2009. Release of soluble tumor necrosis
factor receptor 1 from corneal epithelium by TNF-α–converting enzyme-

89
dependent ectodomain shedding. Investigative ophthalmology & visual
science, 50(10), 4618-4621.

Sargowo, D. 2015. Disfungsi Endotel. Malang: Universitas Brawijaya Press

Sari, D. R., Rimbun, R., Yuliawati, T. H., Susanto, J., Gunawan, A., and Harjanto,
J. M. 2018. GLUT 4 di Jaringan Adiposa (GLUT 4 in Adipose Tissue).
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 21(1),
75-81.

Serafini, M., Peluso, I., and Raguzzini, A. 2010. Flavonoids as anti-inflammatory


agents. Proceedings of the Nutrition Society,69(3), 273-278.

Singh, V. P., Bali, A., Singh, N., and Jaggi, A. S. 2014. Advanced glycation end
products and diabetic complications. The Korean Journal of Physiology &
Pharmacology, 18(1), 1-14.

Skibola, C. F., and Smith, M. T. 2000. Potential health impacts of excessive


flavonoid intake. Free radical biology and medicine,29(3-4), 375-383.

Smeltzer, S C, Bare B G, Hinkle J L and Cheever K H. 2010. Brunner &


suddarth’s textbook of medical surgival nursing (12th ed). Philadephia:
Wolters Kluwer Health; Lippincott Wiliams & Wilkins

Sumekar D W and Barawa A T P. 2016. Orthosiphon stamineus sebagai Terapi


Herbal Diabetes Mellitus. Majority 5(3):28-32

Sun, Q., Li, J., and Gao, F. 2014. New insights into insulin: The anti-
inflammatory effect and its clinical relevance. World journal of
diabetes, 5(2), 

Supit I A, D H C Pengemanan and Sylvia R M. Profil Tumor Necrosis Factor


(TNF-α) Berdasarkan Imdeks Massa Tubuh (IMT) pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran UNSRAT Angkatan 2014. 2015. Journal e-Biomedik
3(2):640-643

Swinnen, S. G., Hoekstra, J. B., and DeVries, J. H. 2009. Insulin therapy for type
2 diabetes. Diabetes care, 32 Suppl 2(Suppl 2), S253–S259. 

90
Tambunan, S., Malik, Z., and Ismawati, I. 2015. Histopatologi aorta torasika tikus
putih (Rattus norvegicus strain Wistar) jantan setelah pemberian diet
aterogenik selama 12 minggu (Doctoral dissertation, Riau University).

Szkudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B


cells of the rat pancreas. Physiological research, 50(6), 537-546.

Tan, Y., Zhang, Z., Zheng, C., Wintergerst, K. A., Keller, B. B., and Cai, L. 2020.
Mechanisms of diabetic cardiomyopathy and potential therapeutic
strategies: preclinical and clinical evidence.Nature Reviews Cardiology, 1-
23.

Tandi J, Muthi’ah H Z, Yuliet and Yusriadi. 2016. Efektivitas Daun Gedi Merah
Terhadap Glukosa Darah, Malondialdehid, 8-Hidroksi-Deoksiguanosin,
Insulin Tikus Diabetes. J. Trop. Pharm. Chem. 3(4):264-276

Tatto, D., Niluh, P. D., and Feiverin, T. 2017. Efek Antihiperkolesterol dan
Antihiperglikemik Ekstrak Daun Cermai (Phyllantus acidus (L.) Skeels)
pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Hiperkolesterol
Diabetes. Journal Farmasi Galenika,3(2), 157-164.

Thiriet, Marc. 2008. Biology and Mechanics of Blood Flows. New York: Springer
Science+Business Media, LLC.

Urschel, K., and Cicha, I. 2015. TNF-α in the cardiovascular system: from
physiology to therapy. Internat J Interferon Cytokine Med Res, 7, 9-25.

Valko, M., Rhodes, C., Moncol, J., Izakovic, M. M., & Mazur, M. (2006). Free
radicals, metals and antioxidants in oxidative stress-induced
cancer. Chemico-biological interactions, 160(1), 1-40.

Wardani, N.P. 2016. Efek Ekstrak Daun Katuk (Saurapus andragynus L) terhadap
Perubahan Kadar Malondialdehid (MDA) Tikus Putih (Rattus norvegicus
strain wistar) yang Diinduksi Minyak Goreng Deep Frying. Fakultas
Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Widayati, E. 2010. Oksidasi Biologi, Radikal Bebas, dan Antioksidan.

91
Wilson, R. D., and Islam, M. S. 2012. Fructose-fed streptozotocin-injected rat: an
alternative model for type 2 diabetes. Pharmacological Reports, 64(1), 129-
139.

Wulan, O. T., and Indradi, R. B. 2018. Profil Fitokimia dan Aktivitas Farmakologi
Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.). Farmaka, 16(2).

Wulansari, D. D., and Wulandari, D. D. 2018. Pengembangan Model Hewan


Coba Tikus Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Induksi Diet Tinggi Fruktosa
Intragastrik. Media Pharmaceutica Indonesiana (MPI), 2(1), 41-47

Xiang X, Wang Z, Zhu Y, Bian L, Yang Y. 2010. Dosage of Streptozotocin in


inducing rat model of type 2 diabetes mellitus. Wei Sheng Yan Jiu
39(2):138-142

Xiao, J., Li, J., Cai, L., Chakrabarti, S., and Li, X. 2014. Cytokines and diabetes
research.

Xu, T., Ding, W., Ji, X., Ao, X., Liu, Y., Yu, W., and Wang, J. 2019. Oxidative
stress in cell death and cardiovascular diseases. Oxidative medicine and
cellular longevity.

Yilmaz, S., Canpolat, U., Aydogdu, S., and Abboud, H. E. 2015. Diabetic
Cardiomyopathy; Summary of 41 Years. Korean circulation journal, 45(4),
266–272.

Yuniar, S. D. 2018. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Gedi Merah (Abelmoschus


manihot L. Medik) terhadap Mikroalbuminuria dan Histopatologi Ginjal
pada Tikus Diabetes Nefropati yang Diinduksi Streptozotocin-Nikotinamid
(Doctoral dissertation, Universitas Setia Budi Surakarta).

Zelová, H., and Hošek, J. 2013. TNF-α signalling and inflammation: interactions
between old acquaintances. Inflammation Research, 62(7), 641-651.

Zhang, H., Park, Y., Wu, J., Lee, S., Yang, J., Dellsperger, K. C., & Zhang, C.
2009. Role of TNF-α in vascular dysfunction.Clinical science, 116(3), 219-
230.

92
Zheng, J., Wang, Y., Han, S., Luo, Y., Sun, X., Zhu, N., ... and Li, J. 2018.
Identification of protein kinase C isoforms involved in type 1 diabetic
encephalopathy in mice. Journal of diabetes research.

Zhuang, X. 2010. Automatic whole heart segmentation based on image


registration (Doctoral dissertation, UCL (University College London).

93
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance

94
Lampiran 2. Surat Determinasi Abelmoschus manihot (L.) Medik

95
Lampiran 3. Analisa statistik Kadar TNF-α Jantung
Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar TNF-alpha
,077 25 ,200* ,976 25 ,797
Jaringan Jantung
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Oneway
Descriptives

Kadar TNF-alpha Jaringan Jantung


95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Normal 5 498,2920 16,32220 7,29951 478,0253 518,5587 475,50 518,67
KDM 5 879,0280 75,14315 33,60504 785,7255 972,3305 790,66 997,08
P1 5 482,4760 26,93394 12,04522 449,0331 515,9189 448,25 516,83
P2 5 577,9580 37,86182 16,93232 530,9463 624,9697 532,67 619,33
P3 5 554,0140 96,98952 43,37503 433,5856 674,4424 412,58 685,91
Total 25 598,3536 157,17765 31,43553 533,4739 663,2333 412,58 997,08

Test of Homogeneity of Variances

Kadar TNF-alpha Jaringan Jantung


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1,066 4 20 ,399

ANOVA

Kadar TNF-alpha Jaringan Jantung


Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 523000,2 4 130750,052 37,402 ,000
Within Groups 69915,314 20 3495,766
Total 592915,5 24

96
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons

Dependent Variable: Kadar TNF-alpha Jaringan Jantung


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Normal KDM -380,7360* 37,39393 ,000 -458,7384 -302,7336
P1 15,8160 37,39393 ,677 -62,1864 93,8184
P2 -79,6660* 37,39393 ,046 -157,6684 -1,6636
P3 -55,7220 37,39393 ,152 -133,7244 22,2804
KDM Normal 380,7360* 37,39393 ,000 302,7336 458,7384
P1 396,5520* 37,39393 ,000 318,5496 474,5544
P2 301,0700* 37,39393 ,000 223,0676 379,0724
P3 325,0140* 37,39393 ,000 247,0116 403,0164
P1 Normal -15,8160 37,39393 ,677 -93,8184 62,1864
KDM -396,5520* 37,39393 ,000 -474,5544 -318,5496
P2 -95,4820* 37,39393 ,019 -173,4844 -17,4796
P3 -71,5380 37,39393 ,070 -149,5404 6,4644
P2 Normal 79,6660* 37,39393 ,046 1,6636 157,6684
KDM -301,0700* 37,39393 ,000 -379,0724 -223,0676
P1 95,4820* 37,39393 ,019 17,4796 173,4844
P3 23,9440 37,39393 ,529 -54,0584 101,9464
P3 Normal 55,7220 37,39393 ,152 -22,2804 133,7244
KDM -325,0140* 37,39393 ,000 -403,0164 -247,0116
P1 71,5380 37,39393 ,070 -6,4644 149,5404
P2 -23,9440 37,39393 ,529 -101,9464 54,0584
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Means Plots
1000
Mean of Kadar TNF-alpha Jaringan Jantung

900

800

700

600

500

400
Normal KDM P1 P2 P3

Kelompok

97
Lampiran 4. Analisa statistik Jumlah Nekrosis Kardiomiosit
Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nekrosis Kardiomiosit .143 25 .200* .941 25 .154
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Oneway
Descriptives

Nekrosis Kardiomiosit
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Normal 5 30.9125 2.51256 1.12365 27.7927 34.0323 27.30 34.40
KDM 5 67.4500 2.56935 1.14905 64.2597 70.6403 64.20 70.70
P1 5 43.4350 2.64005 1.18067 40.1569 46.7131 38.75 45.00
P2 5 51.7375 1.31690 .58893 50.1024 53.3726 49.80 53.50
P3 5 48.1500 1.21758 .54452 46.6382 49.6618 46.80 50.10
Total 25 48.3370 12.27318 2.45464 43.2709 53.4031 27.30 70.70

Test of Homogeneity of Variances

Nekrosis Kardiomiosit
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.815 4 20 .530

ANOVA

Nekrosis Kardiomiosit
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3522.740 4 880.685 190.615 .000
Within Groups 92.404 20 4.620
Total 3615.144 24

98
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons

Dependent Variable: Nekrosis Kardiomiosit


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Normal KDM -36.5375* 1.35944 .000 -39.3733 -33.7017
P1 -12.5225* 1.35944 .000 -15.3583 -9.6867
P2 -20.8250* 1.35944 .000 -23.6608 -17.9892
P3 -17.2375* 1.35944 .000 -20.0733 -14.4017
KDM Normal 36.5375* 1.35944 .000 33.7017 39.3733
P1 24.0150* 1.35944 .000 21.1792 26.8508
P2 15.7125* 1.35944 .000 12.8767 18.5483
P3 19.3000* 1.35944 .000 16.4642 22.1358
P1 Normal 12.5225* 1.35944 .000 9.6867 15.3583
KDM -24.0150* 1.35944 .000 -26.8508 -21.1792
P2 -8.3025* 1.35944 .000 -11.1383 -5.4667
P3 -4.7150* 1.35944 .002 -7.5508 -1.8792
P2 Normal 20.8250* 1.35944 .000 17.9892 23.6608
KDM -15.7125* 1.35944 .000 -18.5483 -12.8767
P1 8.3025* 1.35944 .000 5.4667 11.1383
P3 3.5875* 1.35944 .016 .7517 6.4233
P3 Normal 17.2375* 1.35944 .000 14.4017 20.0733
KDM -19.3000* 1.35944 .000 -22.1358 -16.4642
P1 4.7150* 1.35944 .002 1.8792 7.5508
P2 -3.5875* 1.35944 .016 -6.4233 -.7517
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Means Plots
70

60
Mean of Nekrosis Kardiomiosit

50

40

30

20
Normal KDM P1 P2 P3

Kelompok

99
Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan

Aklimatisasi Hewan Coba

Pemberian Diet Tinggi Lemak Pemberian Diet Tinggi Fruktosa

Ekstrak Etanol Daun Gedi M/erah Pemberian EEDGM

100
Pengecekan Kadar Gula Darah Tikus

Injeksi Ketamin

Pembedahan Hewan Coba

101
Pengambilan Organ Jantung Penimbangan Organ Jantung

Preparasi Organ Jantung

Pemeriksaan Marker TNFAlpha dengan ELISA rat kit

102
Pengecekan Histopatologi
Pengukuran kadar dengan
Jantung
microplate reader

103

Anda mungkin juga menyukai