Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN CA NASOFARING

DI RUANG TULIP 1A (THT/MATA)


RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal


Bedah Program Studi Profesi Ners

Oleh:
Tya Ayu Widyasari, S.Kep
11194692210158

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL LAPORAN : Laporan Pendahuluan CA


Nasofaring di Ruang Tulip 1B
(THT/Mata) RSUD Ulin Banjarmasin
NAMA MAHASISWA : Tya Ayu Widyasari, S.Kep
NIM : 11194692210158

Banjarmasin, Februari 2023

Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Riannor, S.Kep., Ns Rifa’atul Mahmudah, S.Kep.,Ns., MSN


NIP. 19761221 200801 1 008 NIK.1166062013061
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL LAPORAN : Laporan Pendahuluan CA


Nasofaring di Ruang Tulip 1B
(THT/Mata) RSUD Ulin Banjarmasin
NAMA MAHASISWA : Tya Ayu Widyasari, S.Kep
NIM : 11194692210158

Banjarmasin, Februari 2023

Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Riannor, S.Kep., Ns Rifa’atul Mahmudah, S.Kep.,Ns., MSN


NIP. 19761221 200801 1 008 NIK.1166062013061

Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
A. Anatomi Fisiologi Nasofaring

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang dilapisi mukosa dan


disebelah lateral dibatasi oleh lamina medialis processus pterygoidei, di
superior oleh os sphenoideum, di anterior oleh choanae dan vomer tengah,
di posterior oleh clivus dan di inferior oleh palatum molle. Tuba eustachii
bermuara ke arah posterolateral dan dikelilingi oleh suatu struktur kartilago.
Dibelakang tuba eustachii adalah lekuk-lekuk mukosa yang disebut sebagai
fossae rosenmulleri. Adenoid (tonsilla pharyngealis) menggantung dari
fassae tersebut dan dinding posterosuperior kubah nasofaring.
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku yang berada
pada atas, belakang dan lateral. Bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang
sering timbul. Penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba
Estachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di
telinga tengah. Metastasis jauh dapat terjadi di daerah kepala serta dapat
menimbulkan ganggu pada saraf otak.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Kanker Nasofaring
Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang dapat
menginvansi dan menyebar pada tubuh penderita. Kanker memiliki
konsekuensi kesehatan yang berat dan dapat menyebabkan kematian
(Wicaksana & Agus Rudi Asthuta, 2019)
Kanker nasofaring merupakan penyakit keganasan yang ditandai
dengan adanya pertumbuhan sel yang tidak normal yang terjadi pada
bagian rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut,
letaknya kadang tersembunyi dan berhubungan langsung dengan banyak
daerah vital (Sofiani Galuh & Rahmawaty, 2018)
Kanker nasofaring merupakan kanker yang terjadi di mukosa
nasofaring yang menunjukan adanya diferensiasi sel skuamosa. Terdapat
tiga jenis kanker nasofaring, yaitu Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma, Nonkeratinizing Cell Carcinoma, dan Basaloid Squamous
Carcinoma (Kuswandi et al., 2020)

2. Etiologi/Penyebab
Etiologi/penyebab dari kanker nasofaring menurut Anita, R (2020),
sebagai berikut :
a. Infeksi Epstein-Barr Virus (EBV)
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus dsDNA yang
memiliki capsid ichosahedral termasuk dalam family Herpesviridae,
merupakan salah satu penyebab karsinoma nasofaring. Virus
Epstein-Barr virus (EBV).yang paling sering dikaitkan dengan
perkembangan KNF. EBV merupakan virus utama yang
menyebabkan infeksi mononucleosis, dan terutama ditemukan
dalam sel tumor nasofaring tapi tidak meliputi seluruh limfositnya.
Kehadiran EBV pada KNF dibuktikan dengan adanya serum
antibodi terhadap Virus Caspid Antigen (VCA) dan Early Antigen
(EA), dimana peningkatan titer antibodi tersebut biasanya hanya
terjadi pada KNF dan tidak pada kanker lainnya serta pada individu
normal.
b. Suku dan ras
Ras Mongoloid adalah istilah yang pernah digunakan untuk
menunjuk fenotipe umum dari sebagian besar penghuni Asia Utara,
Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur
Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika
Utara, Amerika Selatan, dan Oseania. Ras Mongoloid terbagi
menjadi 3 yaitu: Asiatic Mongoloid, Malayan Mongoloid, dan
American Mongoloid. Ciri khas utama yang dilihat pada ras ini
adalah rambut berwarna hitam yang lurus, bercak mongol pada
saat lahir, dan kelopak mata yang unik yang disebut dengan istilah
mata sipit. Selain itu, perawakan ras Mongoloid sering kali
berukuran lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid
(Narandika, 2019)
Kanker nasofaring paling banyak ditemukan pada ras
mongoloid daerah China bagian selatan yaitu dengan angka sekitar
2.500 kasus baru pertahun. Ras Mongoloid memiliki risiko yang
lebih tinggi menderita KNF dibanding ras lainnya, oleh sebab itu
penderita KNF terpusat pada beberapa negara seperti China bagian
selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan
Indonesia (Hanum, W., 2020). Hal tersebut disebabkan karena
kebiasaan ras mongoloid suka mengonsumsi ikan asin dan daging
asap, Ikan asin dapat meningkatkan risiko KNF karena
mengandung nitrosamin yang merupakan zat karsinogenik.
Nitrosamin pada ikan asin dapat mengaktifkan virus EBV yang
mengekspresikan salah satu protein yaitu LMP1. Protein ini dapat
menyebabkan mutasi DNA akibatnya terjadi perubahan gen
regulator apoptosis sehingga apoptosis menjadi terganggu. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan sel secara terus menerus sehingga
dapat timbulnya KNF. Nitrosamin dapat mengaktifkan virus EBV
yang mengekspresikan salah satu protein yaitu LMP1. Protein ini
dapat menyebabkan mutasi DNA akibatnya terjadi perubahan gen
regulator apoptosis sehingga apoptosis menjadi terganggu. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan sel secara terus menerus sehingga
dapat timbulnya KNF. Formaldehyde yang terkadung dalam daging
asap dan makanan yang diawetkan, yang telah mencapai area
nasofaring tersebut akan bermetabolisme menjadi bersifat reaktif
dalam ikatan dengan DNA (ultimate-carcinogen), lalu terjadi mutasi
genetik dan menyebabkan terjadinya keganasan nasofaring. Zat
karsinogen lainnya seperti peptisida, dll juga berpengaruh terhadap
terjadinya keganasan nasofaring (Kasim, M., et al., 2020)

c. Genetik
Genetik merupakan salah satu faktor resiko dari KNF. Bila
seseorang memiliki riwayat anggota keluarga yang terkena KNF,
maka akan meningkatkan risiko terkena KNF lebih besar pada
keturunan anggota keluarga setelahnya. Faktor yang berperan
terhadap hal ini yaitu HLA (Human Leukocyt Antigen). Pada literatur
lainnya disebutkan bahwa kelainan genetik metabolisme enzim
seperti kelainan enzim sitokrom P450 2E1 (CYP2E1), sitokrom
P450 2A6 (CYP2A6) dan tidak adanya enzim glutathione S-
transferase M1 (GSTM1) serta GSTT1 berkontribusi untuk
terjadinya KNF. Adanya reseptor immunoglobulin PIGR (Polymeric
Immunoglobulin Receptor ) pada sel epitel nasofaring dapat
meningkatkan kejadian karsinoma nasofaring. PIGR merupakan
reseptor permukaan pada sel epitel nasofaring yang berfungsi
menghantarkan Epstein Barr Virus kedalam epitel nasofaring
sehingga dapat meningkatkan kejadian karsinoma nasofaring
d. Faktor makanan
Konsumsi makanan yang diawetkan seperti ikan asin yang
mengandung pengawet nitrosamine yang bersifat karsinogen, ikan/
daging asap, serta makanan berkaleng berhubungan dengan
kejadian karsinoma nasofaring (KNF) (Kasim, M., et al., 2020)
e. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan angka
kejadian karsinoma nasofaring, yaitu:
1. Pekerjaan : Pekerjaan yang sering terpajan dengan formaldehid,
debu kayu, parfum, asap kayu bakar dan bahan kimiawi dinilai
dapat menjadi faktor risiko terjadinya karsinoma nasofaring
melalui peningkatan inflamasi kronik pada nasofaring.
2. Merokok : Merokok dinilai memiliki hubungan kuat dalam
meningkatkan risiko terjadinya karsinoma nasofaring terutama
pada populasi risiko rendah. [2,4]
3. Alkohol : Alkoholisme juga dinilai memiliki risiko tinggi mengalami
karsinoma nasofaring
4. Riwayat penyakit respirasi : Berbagai studi menyatakan adanya
risiko kanker nasofaring pada pasien dengan riwayat rhinitis dan
sinusitis kronik, polip nasal, atau infeksi telinga sebesar dua kali
lipat lebih tinggi. Adanya inflamasi dan infeksi berulang pada
saluran napas dapat menyebabkan mukosa nasofaring rentan
mengalami displasia. Bakteri dapat mengurangi konversi nitrat
menjadi nitrit sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
komponen karsinogenik N-nitroso

3. Patofisiologi
Patofisiologi kanker nasofaring menurut (Wicaksana & Agus Rudi
Asthuta, 2019), sebagai berikut :
Patofisiologi karsinoma nasofaring diduga berhubungan erat
dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV). Meskipun demikian, mekanisme
pasti terjadinya masih belum diketahui secara pasti.
Infeksi EBV primer biasanya terjadi pada masa anak-anak awal
yang bersifat asimptomatik dan dapat menyebabkan virus persisten
dalam jangka waktu lama. EBV memiliki ikatan kuat dengan limfosit
manusia dan pada epitelium saluran pernapasan atas. EBV pada
awalnya akan menginfeksi limfosit B yang tidak aktif dan menyebabkan
infeksi laten. EBV kemudian berproliferasi dan bertumbuh pada sel B
tersebut. Secara in vitro, EBV akan tinggal di limfosit B dan melakukan
transformasi sehingga membentuk sel limfoblastoid, suatu proses
terjadinya transformasi ke arah kanker.
Infeksi EBV laten dipercayai terlibat dalam tumorgenesis. Pada
sel-sel yang terinfeksi EBV terdapat ekspresi gen EBV, seperti EBER,
EBNA1, LMP1, LMP2, dan EBV-encoded miRNAs yang terlibat dalam
berkembangnya tumorgenesis. Infeksi laten dari EBV dapat
menyebabkan perubahan epigenetik pada genom sel host dan
menyebabkan berkembangnya tumor.
PATHWAY

Geografis Genetik Lingkungan Infeksi Makanan yg diawetkan


Pekerjaan

Epstein-Barr Virus
Gangguan
Pendengaran
Terinfeksi pada sel nasofaring
Penyumbatan Muara
Tuba
Perubahan sel abnormal
Penekanan pada
luka eustacius
CA Nasofaring

Metastase sel-sel kanker kelenjar


Pertumbuhan dan getah bening melalui aliran limfe
perkembangan sel-sel
kanker di kelenjar getah
Benjolan massa pada leher bagian
bening.
samping
Risiko Infeksi

Menembus kelenjar dan mengenai Konstipasi Immunosupresi


Kelenjar melekat pada
otot dan sulit digerakkan otak dibawahnya

Rangsangan Leukosit, trombosit,


eritrosit

Nyeri Akut Indikasi Kemoterapi Iritasi Traktus


Gangguan Pembuluh
darah
Mual dan Muntah
Perangsangan elektirik zona
Supresi Sumsum tulang
pencetus kemorestor di ventrikel
Ketidakseimbangan IV otak
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Iritasi
Mukosa Stomatitis Anoreksia
Mulut
Merusak sel-sel epitel Kerusakan pada kulit kepala

Kerusakan Integritas
Aoplesia
kulit

Harga Diri Rendah


4. Manifestasi Klinik/ tanda gejala
Manifestasi klinik dari kanker nasofaring menurut Wu, L., Li, C., & Pan, L.
(2018), sebagai berikut :
a. Benjolan pada tenggorokan
b. Mimisan
c. Hidung terus-menerus tersumbat atau pilek
d. Telinga berdengung (tinnitus) atau terasa tidak nyaman
e. Gangguan pendengaran
f. Infeksi telinga yang berulang
g. Sakit kepala
h. Penglihatan kabur atau berbayang
i. Kesulitan membuka mulut
j. Mati rasa di wajah
k. Sakit tenggorokan

5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien kanker nasofaring menurut
(Pradhipta & Nuaba., 2019), sebagai berikut :
a. Anemia
b. Terjadi metastase regional, yakni penyebaran ke area sekitarnya
seperti kelenjar getah bening di leher. Beberapa pasien juga dapat
mengalami metastasis jauh, seperti ke tulang, paru-paru, dan hati.
c. Kanker nasofaring stadium lanjut akan menginvasi struktur di
sekitarnya, seperti tenggorokan, tulang, dan otak.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang untuk mendeteksi kanker nasofaring menurut
Ariani et al., (2019), sebagai berikut :
a. Menggunkan alat endoskopi
b. CT Scan Nasofaring
c. Foto Thorax
d. Bone Scan

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dari kanker nasofaring menurut Ariani et al.,
(2019) , adalah :
a. Radioterapi
Radioterapi adalah sebuah terapi yang menggunakan sinar
peng-ion untuk mematikan sel-sel tumor dan memelihara
jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan
terlalu berat. Terapi radiasi biasanya dilakukan selama 3 minggu
dengan menggunakan cisplatinum 100 mg/m². radioterapi diberikan
dengan sasaran radiasi tumor oprimer dan KGB lebher dan
supraklavikula kepada seluruh stadium(I, II, III, IV Lokal)

b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi sistemik dan kanker dengan
metastasis klinis ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut
secara lokal, kemoterapi sering menjadi satu- satunya metode pilihan
yang efektif, sehingga saat ini obat anti kanker jenis kemoterapi yang
sudah dapat digunakan secara klinis mencapai lebih dari 70 jenis
(Nuraini, 2021).

8. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
a) Nama
Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit
tumor nasofaring.
b) Jenis Kelamin
Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-
laki daripada perempuan
c) Usia
Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia
terbanyak antara 45-54 tahun.
d) Alamat
Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap
dengan ventilasi rumah yang kurang baik akan
meningkatkan resiko terjadinya tumor nasofaring serta
lingkungan yang sering terpajan oleh gas kimia, asap
industry, asap kayu, dan beberapa ekstrak tumbuh-
tumbuhan.
e) Agama
Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit
tumor nasofaring.
f) Suku Bangsa
Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua
Eropa, Amerika, ataupun Oseania.Namun relatif sering
ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China.
g) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko
terkena tumor nasofaring, karena akan sering terpajan gas
kimia, asap industry, dan asap kayu.

2) Status Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak serak,
kemampuan menelan terjadi penurunan dan terasa sakit
waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam
tenggorok.Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa
berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan
pendengaran.Terjadi pendarahan dihidung yang terjadi
berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan
ingus, sehingga berwarna kemerahan.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien
dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji
tentang proses perjalanan penyakit samapi timbulnya
keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan
keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa
yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua
dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita tumor
nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri
terasa buntu hingga peradangan dan nyeri, timbul benjolan
di daerah samping leher di bawah daun telinga, gangguan
pendengaran, perdarahan hidung, dan bisa juga
menimbulkan komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang
lebih lanjut
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya
yang ada hubungannya dengan penyait keturunan dan
kebiasaan atau gaya hidup.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
tumor nasofaring maka akan meningkatkan resiko
seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring pula.

3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Penglihatan
Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola
mata klien simetris, kelompak mata klien normal, pergerakan
bola mata klien normal namun konjungtiva klien anemis,
kornea normal, sclera anikterik, pupil mata klien isokor, otot
mata klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan
kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap
cahaya baik (+/+). Hal ini terjadi karena pada karsinoma
nasofaring, hanya bagian tertentu yang mengalami
beberapa gejala yang tidak normal seperti konjungtiva klien
yang anemis disebabkan klien memiliki kekurangan nutrisi
dan fungsi penglihatan kabur.
b) Sistem Pendengaran
Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan
kanan pasien normal dan simetris, terdapat cairan pada
rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga. Hal ini terjadi
akibat adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien
dengan tumor nasofaring sehingga terdengar suara
berdengung pada telinga.
c) Sistem Pernafasan
Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak,
tidak menggunakan otot bantu nafas dengan frekuensi
pernafasan 26 x/ menit, irama nafas klien teratur, jenis
pernafasan spontan, nafas dalam, klien mengalami batuk
produktif dengan sputum kental berwarna kuning, tidak
terdapat darah, palpasi dada klien simetris, perkusi dada
bunyi sonor, suara nafas klien ronkhi, namun tidak
mengalami nyeri dada dan menggunakan alat bantu nafas.
Pada sistem ini akan sangat terganggu karena akan
mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas terdapat
sputum maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang
bisa mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas.
Gangguan lain muncul seperti ronkhi karena suara nafas ini
menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.
d) Sistem Kardiovaskular
Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit
dengan irama teratur, tidak mengalami distensi vena
jugularis, temperature kulit hangat suhu tubuh klien 360C,
warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak
ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan
denyut apical 82 x/ menit dengan irama teratur tidak ada
kelainan bunyi jantung dan tidak ada nyeri dada. Tumor
nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien
sehingga tidak akan mengganggu peredaran darah tersebut.
e) Sistem Saraf Pusat
Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat
kesadaran pasien kompos mentis dengan Glasgow Coma
Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK, tidak ada gangguan sitem persyarafan dan
pada pemeriksaan refleks fisiologis klien normal. Tumor
nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena ada
lubang penghubung di rongga tengkorak yang bisa
menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf
otak. Jika terdapat gangguan pada otak tersebut maka
pasien akan memiliki prognosis yang buruk.
f) Sistem Pencernaan
Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis
lidah klien tidak kotor, saliva normal, tidak muntah, tidak ada
nyeri perut, tidak ada diare, konsistensi feses lunak, bising
usus klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi, hepar tidak
teraba, abdomen lembek. Tumor tidak menyerang di
saluran pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam
sistem percernaan pasien.
g) Sistem Endokrin
Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien
tidak berbau keton, dan tidak ada luka ganggren. Hal ini
terjadi karena tumor nasofaring tidak menyerang kalenjar
tiroid pasien sehingga tidak menganggu kerja sistem
endoktrin.
h) Sistem Urogential
Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml,
tidak ada perubahan pola kemih (retensi urgency, disuria,
tidak lampias, nokturia, inkontinensia, anunia), warna BAK
klien kuning jernih, tidak ada distensi kandung kemih, tidak
ada keluhan sakit pinggang. Tumor nasofaring tidak sampai
melebar sampai daerah urogenital sehingga tidak
mengganggu sistem tersebut.
i) Sistem integumen
Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat,
warna kulit pucat, keadaan kulit baik, tidak ada luka,
kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah pemasangan
infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut bersih.
Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya
sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga pasien
terlihat pucat.
j) Sistem Musculoskeletal
Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat,
warna kulit pucat, keadaan kulit baik, tidak ada luka,
kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah pemasangan
infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut bersih.
Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya
sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga pasien
terlihat pucat.
4) Pola aktivitas Sehari-hari
a) Pola Persepsi Kesehatan Manajemen Kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang
penyakit yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi
klien? Biasanya klien yang datang ke rumah sakit sudah
mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya
kurang mengetahui penyebab terjadinya serta
penanganannya dengan cepat.
b) Pola Nugrisi Metabolik
Kaji kebiasaan diit buruk (rendah serat, aditif, bahan
pengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering,
intoleransi makanan,perubahan berat badan, perubahan
kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami
penurunan berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses
pengobatan kanker.
c) Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare,
perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi
abdomen. Biasanya klien tidak mengalami gangguan
eliminasi.
d) Pola Aktivitas Latihan
Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari.
Biasanya klien mengalami kelemahan atau keletihan akibat
inflamasi penyakit.
e) Pola Istirahat Tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit,
berapa lama klien tidur dalam sehari? Biasanya klien
mengalami perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
f) Pola Kognitif Persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami
gangguan penglihatan,pendengaran, perabaan,
penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam
berkomunikasi? Biasanya klien mengalami gangguan pada
indra penciuman.
g) Pola Perepsi Diri dan Konsep Diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit
yang dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri?
Biasanya klien akan merasa sedih dan rendah diri karena
penyakit yang dideritanya.
h) Pola Peran Hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum
dan selama dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana
hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan
orang lain.
i) Pola Reproduksi dan Seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
Apakah ada perubahan kepuasan pada klien?. Biasanya
klien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan
pasangan karena sakit yang diderita.
j) Pola Koping dan Toleransi Stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?
Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk
menghilangkan stres?. Biasanya klien akan sering bertanya
tentang pengobatan.
k) Pola Nilai dan Kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien
menghadapi penyakitnya? Apakah ada pantangan agama
dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien lebih
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
l) Pola Kebersihan Diri
Kaji bagaimana klien tentang tindakan dalam menjaga
kebersihan diri.
b. Pemeriksaan Penunjang
Hasil dari beberapa pemeriksaan diagnostik yang abnormal.
c. Penatalaksanaan
Pemberian terapi atau pengobatan untuk KNF,seperti
radioterapi,kemoterapi serta obat-obatan.
d. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan.
2) Nyeri kronik b/d agen injuri fisik (pembedahan).
3) Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)
4) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
penglihatan
5) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
pendengaran
6) Risiko Cedera
e. Rencana Asuhan Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Latihan Batuk Efektif
b.d sekresi berlebihan selama 3 jam, maka Bersihan O
Jalan Napas Meningkat, dengan 1. Identifikasi kemampuan batuk
kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi sputum
1. Batuk efektif meningkat 3. Monitor dada dan gejala infeksi saluran
2. Produksi sputum menurun nafas
3. Dispnea menurun 4. Monitor input dan output cairan
4. Frekuensi napas normal 12- T
20 kali/menit 1. Atur posisi semi Fowler atau Fowler
5.  Pola napas membaik 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang sekret pada tempat sputum
E
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik nafas dalam yang ke-3
K
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu.

Manajemen Jalan Nafas

O
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum

T
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika
dicurigai trauma servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
6. Lakukan hiperoksigensi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGlll
8. Berikan oksigen

E
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk efektif

K
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik jika perlu.
2 Nyeri akut b/d agen injuri Setelah dilakukan intervensi O
biologis selama 3 jam , maka tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi,
nyeri menurun, dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
2. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Sikap protektif menurun memperingan nyeri
4. Gelisah menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Frekuensi nadi membaik tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

T
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
3. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
4. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
E
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkaan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

K
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3 Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
psikologis (keengganan untuk selama 2 jam, maka defisit O
makan) nutrisi membaik, dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makan
1. Porsi makan yang 3. Identifikasi makanan yang disukai
dihabiskan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
2. Pengetahuan tentang nutrien
pilihan makanan yang 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
sehat meningkat nasogastrik
3. Frekuensi makan membaik 6. Monitor asupan makanan
4. Nafsu makan membaik 7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
T
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
3. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi.

E
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan

K
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan
4. Gangguan persepsi sensori Fungsi sensori (L. 06048) Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
berhubungan dengan gangguan Persepsi sensori (L.09083)
penglihatan Setelah dilakukan intervensi O:
selama 1 x 24 jam, maka Periksa status mental, status sensori dan
Gangguan persepsi sensori tingkat kenyamanan
berhubungan dengan gangguan
penglihatan membaik, dengan T:
kriteria hasil : Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
1. Ketajaman penglihatan sensori (ex. Terlalu terang)
membaik
2. Verbalisasi melihat bayangan E:
Ajarkan cara meminimalisasi stimulis (ex.
Mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)

K:
- Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
- kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
5 Gangguan persepsi sensori Persepsi Sensori (L. 09083) Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi
pendengaran selama 1 x 24 jam, maka O:
Gangguan persepsi sensori Periksa status mental, status sensori dan
berhubungan dengan tingkat kenyamanan
pendengaran membaik, dengan
kriteria hasil : T:
1. verbalisasi mendengar Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
bisikan meningkat sensori (ex. Terlalu terang)
2. Ketajaman meningkat
E:
Ajarkan cara meminimalisasi stimulis (ex.
Mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)

K:
- Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
- kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
6. Risiko Cedera Fungsi sensori (L. 06048) Pencegahan Cedera
Tingkat Cedera (L.14136) (I.14537)
Setelah dilakukan intervensi O
selama 1 x 24 jam, maka Risiko 1. Identifikasi area
Cedera membaik, dengan lingkungan yang berpotensi
kriteria hasil : menyebabkan cedera
1. Mengetahui persepsi posisi 2. Identifikasi obat yang berpotensi
tubuh meningkat menyebabkan
2. Kejadian cedera meningkat Cedera.
menjadi menurun
3. Pola istirahat/tidur memburuk T
menjadi membaik 1. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat (mis. penggunaan
telepon, tempat tidur, penerangan ruangan
dan lokasi kamar mandi)
2. Pastikan barangbarang pribadi mudah
dijangkau
3. Pertahankan posisi tempat tidur di posisi
terendah saat digunakan
4. Gunakan pengaman tempat tidur sesui
dengan kebijakan fasilits pelayanan
kesehatan
5. diskusi mengenai latihan dan terapi fisik
yang diperlukan

E
1. Jelaska alasan intervensi pencegahan jatuh
ke pasien dan keluarga,
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, S., Saputra, R. B., & Sudiasa, I. P. (2019). Diagnosa Dan Penatalaksanaan
Karsinoma Nasofaring. Jurnal Kedokteran, 3(2), 595.
https://doi.org/10.36679/kedokteran.v3i2.77

Hanum, W., Farhat, F., & Nasution, T. A. (2020). Hubungan IgA Anti-Vca Evb
Dengan Gambaran Histopatologi Pada Penderita Karsinoma
Nasofaring. Indonesian Journal for Health Sciences, 4(2), 51-58.

Kasim, M., Pebriyani, U., & Aprillya, E. (2020). Konsumsi Ikan Asin dan Daging Asap
dengan Kejadian Karsinoma Nasofaring. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 9(1), 62-71.

Kuswandi, A., Kuswandi, N. H., Kasim, M., Tan’im, T., & Wulandari, M. (2020).
Karakteristik Histopatologi dan Stadium Klinis Kanker Nasofaring. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 243–251.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.259

Nuraini, U. (2021). Psikososial Pasien Kanker Nasofaring Pasca Kemoterapi Di


Lantai VIII Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Artikel.
Universitas Binawan, 1–56.

Narandika, I. W. H., Hidayat, B., & Arif, J. (2019). Identifikasi Ras Manusia Melalui
Citra Wajah Menggunakan Metode Histogram of Oriented Gradient dan
Klasifikasi Linear Discriminant Analysis. Prosiding SENIATI, 182-187.

Pradiptha, I. P. Y., & Nuaba, I. G. A. (2019). Profil pasien karsinoma nasofaring


dengan anemia yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2017-
Desember 2018. MEDICINA, 50(2), 277-280.

Sofiani Galuh, E., & Rahmawaty, S. (2018). Tingkat Pengetahuan Gizi, Asupan
Energi - Protein Dan Status Gizi Pasien Kanker Nasofaring Yang Mendapatkan
Kemoterapi. Darussalam Nutrition Journal, 2(2), 14.
https://doi.org/10.21111/dnj.v2i2.2423

Wicaksana, A. . G. O. S., & Agus Rudi Asthuta. (2019). Karakteristik Pasien Kanker
Nasofaring Di Poli Tht- Kl Rsup Sanglah Pada Tahun 2015 a.a. E-Jurnal
Medika, 8(2), 2–5. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

Wu, L., Li, C., & Pan, L. (2018). Nasopharyngeal Carcinoma: A Review of Current
Updates. Experimental and Therapeutic Medicine, 15 (4), pp. 3687–3692.

Anda mungkin juga menyukai