KARSINOMA NASOFARING
Oleh :
Khairunisa Firdani, S.Ked
M. Ridho Noverliansyah, S.Ked
Muhammad Fadillah, S.Ked
Putri Melinda, S.Ked
PRESEPTOR:
dr. Hadjiman Yotosudarmo, Sp.THT-KL
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat ini dalam rangka memenuhi
Kami menyadari bahwa penulisan referat ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar –
KL selaku pembimbing referat dalam stase Ilmu Kesehatan THT-KL yang telah
PENDAHULUAN
daerah kepala dan leher dimana tumor ini berasal dari sel epitel mukosa atau kelenjar
yang terdapat pada nasofaring. KNF pertama kali dilaporkan oleh Regaud dan
Schmincke pada tahun 1921. Penyakit ini seringkali ditemukan pada orang dewasa,
namun jarang dijumpai pada anak dan remaja. Karsinoma nasofaring memiliki
karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi dan biologi, hal ini yang
beberapa negara bagian Cina selatan sangat tinggi. Prevalensi KNF semakin
meningkat pada Negara bagian lain di Asia Tenggara. KNF di Indonesia menduduki
urutan ke empat sebagai penyakit keganasan yang paling sering terjadi setelah kanker
servik, kanker payudara dan kanker kulit. KNF paling sering ditemukan pada
karena penyebarannya berdasarkan geografi dan ras. Faktor genetik, sosial dan
sangat rendah dan bahkan menjadi suatu keganasan yang langka pada populasi
karena gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi sehingga
diagnosis dini sering terlambat. Sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut
bahkan sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Kemoradiasi konkuren
menjadi terapi utama pada pasien dengan KNF oleh karena sifat tumor yang sensitif
terhadap radiasi dan kemoterapi. Akan tetapi, KNF masih memiliki angka kekambuhan
lokoregional dan metastasis jauh yang cukup banyak. Faktor prognosis pada pasien KNF
ini merupakan hal yang sangat penting dalam hal optimalisasi rencana pengobatan
sehingga dengan identifikasi terhadap faktor- faktor tersebut dapat berperan dalam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
daerah kepala dan leher dimana tumor ini berasal dari sel epitel mukosa atau kelenjar
permukaan yang konkaf dan dibentuk oleh bagian posterior tulang sphenoid,
komponen basilar tulang occipital dan cabang anterior dari atlas. Otot konstriktor
faringeal superior dan fasia terletak di dinding posterior. Atap nasofaring terdiri dari
palatum yang lunak. Dinding lateral terdiri dari struktur yang penting seperti tuba
Dinding lateral terdiri dari dua lapis yaitu membran mukosa dan aponeurosis
keluar dari foramen ovale masuk ke fossa infratemporal. Posterior tuba Eustachius
merupakan daerah retroparotid, dimana terdiri dari nodus lifatikus faringeal, arteri
karotis interna, vena jugularis interna, glossofaringeal, vagus, spinal accesorius dan
nervus hipoglosus sebagai nervus simpatis. Mengerti dan memahami lokasi
Foramen laserum dan foramen ovale dapat memberikan sedikit tahanan untuk
penyebaran tumor ke cranium dan foramen tersebut dekat dengan sinus kavernosus
dan saraf kranialis II, III, IV dan VI yang dapat menjelaskan kekerapan terjadinya
kelumpuhan pada saraf cranial tersebut pada diagnosis KNF. Aliran limfatik
limfatikus bagian dalam di segitiga posterior atau pertama kali melewati dinding
lateral faringeal ke retroparotid atau nodus limfatikus lateral faringeal dan kemudian
ke arah atas ke rantai jugular. Beberapa saluran dapat melewati secara langsung ke
rantai jugulodigastrikus. Saluran limfatik selalu menyebrangi bagian tengah dan siap
2.3. Epidemiologi
pada sebagian populasi di Asia. Insiden KNF jarang ditemukan di Jepang, Eropa dan
Amerika Utara. Distribusi KNF memiliki kemajuan yang luar biasa berdasarkan
geografis dan ras dengan interaksi yang kompleks dengan faktor genetik, virus,
Insiden KNF pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 84.400 kasus dengan angka
kematian 51.600 kasus, mewakili sekitar 0,7% beban kanker secara global. KNF dapat
merupakan suatu kenagasan yang langka pada beberapa negara bagian di dunia dengan
prevalensi kurang dari 1/100.000. Angka kejadian KNF di wilayah Cina selatan, tepatnya
di propinsi Guangdong memiliki prevalensi tertinggi di dunia sekitar 20 hingga 40 kasus
per 100.000 penduduk. Data terbaru juga mendapatkan adanya prevalensi yang tinggi
untuk KNF ini yaitu pada suku Bidayuh di Serawak, Malaysia sekitar 23,1/100.000
penduduk.
Mangunkusumo, angka kejadian KNF lebih banyak dijumpai pada pasien dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu sekitar 789 orang (70,4%) dari 1121 kasus dan rasio antara laki-
laki dan perempuan yaitu 2,4:1. Distribusi KNF berdasarkan usia dari beberapa negara
berkisar pada usia antara 4 hingga 91 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 50 hingga
60 tahun pada populasi Cina. Secara umum, KNF jarang terjadi pada usia dibawah 20
tahun, mengingat distribusi usia bimodal telah digambarkan di Afrika utara dengan 20%
2.4. Etiologi
menduga karsinoma nasofaring terkait dengan faktor lingkungan dan kerentanan genetik
serta infeksi, namun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Di daerah
endemik, KNF merupakan penyakit yang komplek yang disebabkan oleh interaksi faktor
onkogenik akibat infeksi kronis virus EBV, faktor lingkungan dan faktor genetik. Berikut
Keterkaitan antara karsinoma nasofaring dan EBV untuk pertama kali telah
diketahui pada tahun 1966. EBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma nasofaring.
Sebagian besar infeksi EBV tidak menimbulkan gejala. EBV dapat memasuki sel-sel
epitel orofaring dengan jalur yang masih belum jelas, bersifat menetap dan tersembunyi.
EBV dapat ditransmisikan melalui saliva dan infeksi primer terjadi selama masa anak-
anak dengan replikasi virus di sel-sel epitel orofaring diikuti dengan infeksi laten pada
Infeksi EBV pada permulaannya bersifat aktif kemudian virus tersebut menetap
dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala sampai virus tersebut aktif kembali oleh karena
kondisi tertentu seperti penurunan daya tahan tubuh. Pada pasien KNF ditemukan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgA yang dapat digunakan sebagai pedoman tes skrining
2. Lingkungan
Konsumsi ikan asin sangat erat hubungannya dengan kejadian KNF, dimana
konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan dapat meningkatkan risiko KNF. Potensi
karsinogenik ikan asin ini didukung oleh penelitian dengan menggunakan hewan coba
akumulasi nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Konsumsi ikan asin pada anak-anak
dari usia dini merupakan faktor risiko yang sangat substansial untuk terjadinya KNF, hal
karena kandungan nitrosamine yang terdapat dalam rokok.Sekitar 60% KNF tipe I
berhubungan dengan merokok, sedangkan tipe II dan tipe III tidak berhubungan. Perokok
berisiko untuk terkena KNF sebesar 30%-100% dibandingkan dengan bukan perokok.
Beberapa peneliti juga menemukan bahwa pajanan asap pembakaran kayu bakar dapat
meningkatkan resiko kejadian KNF. Sebanyak 93% dari penderita KNF tinggal di rumah
dengan ventilasi yang buruk dan terpapar oleh asap pembakaran kayu bakar.
Pajanan pekerjaan seperti debu kayu, debu katun, bahan kimia lainnya, pajanan
tempat kerja yang panas atau produk bakaran dapat meningkatkan kejadian KNF. Adanya
perubahan sel epitel akibat paparan tersebut dapat pula memicu KNF
3. Genetik
Pada familial clustering biasanya terjadi pada karsinoma nasofaring tipe II dan 1
Kerabat pertama, kedua dan ketiga pasien karsinoma nasofaring lebih berisiko untuk terkena
KNF.
Genetik juga memegang peranan penting dalam risiko KNF, dimana human
memiliki hubungan dengan kejadian KNF,5,8. Pada kasus familial yang jarang, pewarisan
perubahan genetik dapat menjadi penyebab utama dan infeksi EBV yang ke dua. Oleh
sebab itu kasus pewarisan genetik ini biasanya terjadi pada pasien KNF dengan usia
muda. Translokasi, amplifikasi dan delesi pada 3p,5p dan 3q menunjukkan suatu
kerusakan genetik yang sangat memungkinkan timbulnya suatu KNF pada seseorang.
2.5. Patogenesis
erdapat tiga kelompok utama gen pada regulasi pertumbuhan sel normal yaitu
protoonkogen, gen penekan tumor dan gen gatekeeper. Protoonkogen berperan dalam
stimulasi, regulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. Gen penekan tumor bekerja sebagai
penghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis. Gen gatekeeper memiliki fungsi
untuk mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan
memperbaikinya. Gen-gen ini dikenal sebagai gen antionkogen karena berfungsi melakukan
kontrol negatif atau menekan pertumbuhan sel. Adanya mutasi pada gen-gen ini
Jika terjadi ketidakseimbangan dari ketiga gen-gen tersebut akan mencetuskan suatu
penyimpangan dari siklus sel. Pada umumnya proses keganasan dapat terjadi melalui dua
mekanisme yaitu pemendekan waktu siklus sel sehingga akan lebih banyak sel yang
diproduksi dalam satuan waktu dan penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan dalam
proses apoptosis. Jika proses ini terjadi dalam suatu sel yang dicetuskan oleh karena mutasi
dari ketiga gen tersebut, maka siklus sel tidak akan berjalan semestinya dan
multifaktorial, akan tetapi virus Epstein Barr yang paling sering dikaitkandengan kejadian
KNF disamping faktor-faktor predisposisi lainnya yaitu genetik, nitrosamine yang terdapat
pada ikan asin dan makanan yang diawetkan, paparan asap, dan lain-lain. Infeksi yang
disebabkan oleh EBV seringkali bersifat asimptomatis. EBV masuk ke dalam tubuh dan
dapat bersifat laten sehingga tidak menimbulkan gejala dalam jangka waktu lama. Untuk
mengaktifkan virus EBV diperlukan mediator tertentu seperti kebiasaan konsumsi ikan asin
sehinggamenimbulkan KNF.
kecuali bila telah ada penyebaran ke kelenjar getah bening regional. Pembesaran dan
ekstensi tumor pada nasofaring dapat menimbulkan adanya keluhan seperti hidung
tersumbat, sekret pada hidung, perdarahan pada hidung, gangguan pendengaran biasanya
dihubungkan dengan adanya sumbatan pada tuba Eustachius seperti otitis media efusi
dan tinnitus. Kelumpuhan saraf kranial biasanya dihubungkan dengan adanya penyebaran
tumor ke dalam dasar tengkorak, seperti gejala pada mata berupa diplopia. Massa atau
benjolan di leher seringkali menjadi alasan pasien KNF melakukan pemeriksaan. Sekitar
60-90% pasien KNF memiliki metastasis kelenjar leher pada evaluasi menggunakan
modalitas pencitraan.
Adanya keluhan berupa nyeri pada kepala dan keluhan lain yang berhubungan
dengan keterlibatan saraf intrakranial merupakan tanda bahwa KNF telah mencapai
stadium lanjut. Keterlibatan saraf kranialis yang paling sering adalah saraf V dan VI
dimana akan menimbulkan keluhan berupa baal pada wajah dan diplopia. Pada KNF
stadium lanjut dapat muncul keterlibatan saraf kranialis IX, X, XI dan XII. Dapat pula
ditemukan adanya keluhan berupa trismus yang terjadi akibat infiltrasi pada otot
a. Gejala Hidung :
nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
b. Gejala telinga
1. Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fosa Rosen Muler, pertumbuhan
tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang
gangguan pendengaran)
c. Gejala lanjut
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar
limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga
kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak
dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
1. Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini
dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga tengkorak
melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf
otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang
membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang
sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.
2. Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari penderita
seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang sulit menelan
atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum kranii akan menyebabkan
kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor
menembus jaringan sekitar atau juga secara hematogen dengan manifestasinya adalah
diplopia.
2.7. Diagnosis
keluhan yang dirasakan oleh pasien, gejala klinis yang nampak pada pasien
tempat yang tersembunyi dan sulit dilihat, maka diperlukan teknik khusus untuk dapat
melihat kondisi nasofaring, yaitu dengan menggunakan alat endoskopi atau kaca
magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan untuk melihat adanya pertumbuhan
tumor yang bersifat lokal dan perluasan intrakranial. MRI lebih sensitif daripada CT
untuk mendeteksi tumor primer dan adanya metastasis ke kelenjar getah bening dan
baik daripada MRI dalam hal mengidentifikasi adanya erosi tulang. Untuk menentukan
diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan penunjang yaitu histopatologi yang diperoleh
dari hasil biopsi nasofaring. Biopsi nasofaring dikerjakan di ruang tindakan dengan atau
tanpa bantuan alat endoskopi, kemudian sampel hasil biopsi tersebut di kirim ke
mikroskop untuk melihat sel kanker. Biopsi merupakan gold standard untuk menegakkan
diagnosis KNF.
Untuk penentuan stadium KNF digunakan American Joint Committee on Cancer
T1: Tumor confined to nasopharynx or tumor extends to oropharynx and or nasal cavity
without parapharyngeal extension
T2 : Tumor with paapharyngeal extension
T3 : Tumor involves bony structures of skull base and or paranasal sinuses T4:Tumor
with intracranial extension and or involvement of cranial nerves,
hypopharynx, orbit or with extension to infratemporal fossa/masyicator space Nodal
Stage grouping
0 : TisN0M0
I : T1N0M0
II : T1N1M0, T2N0M0, T2N1M0
III : T1-2N0M0, T3N0-2M0
IVA: T4N0-2M0
IVB : AnyTN3M0
IVC : AnyTAnyNM1
2.8. Histopatologi
Klasifikasi histopatologi pada KNF menurut WHO ada tiga bentuk yaitu tipe I
intersel, tipe II karsinoma tidak berkeratin, ditemukan sel matur hingga anaplastik dengan
keratin minimal, tipe III sel tidak berdiferensiasi (termasuk limfoepitelioma, anaplastik,
clear cell, dan varian sel spindel). WHO tipe I ini sekitar 25% dari semua KNF di
Amerika Utara, tapi hanya 1% didaerah endemis. Gambaran histopatologi WHO tipe III
adalah yang paling sering ditemukan pada daerah dengan prevalensi KNF yang tinggi.
Pada orang dewasa, gambaran histopatologi yang tersering adalah tipe I dan
sedangkan pada anak lebih sering ditemukan tipe III, yang berhubungan dengan infeksi
EBV dan predisposisi genetik. Berbagai literatur juga menghubungkan gambaran tumor
tipe III ini dengan kombinasi antara infeksi EBV dan paparan diet yang mengandung
nitrosamin.
Gambar 3.Klasifikasi histopatologi menurut WHO, (A).Keratinizing
2.9.Penatalaksanaan
Radioterapi
sedangkan stadium III-IV dapat diberikan kemoterapi dan radioterapi. Untuk radioterapi,
sebagian besar pasien menjalani fraksi radioterapi konvensional dengan energi tinggi 6-8
MV X-ray dengan percepatan linear. Terdapat empat teknologi radioterapi yang dapat
digunakan yaitu, (1).Radioterapi konvensional dua dimensi (2D- RT), (2).CT simulation
treatment planning radiotherapy, (3). Radioterapi konformal tiga dimensi (3D-CRT) dan
tumor primer yang besar termasuk pembesaran kelenjar getah bening di leher adalah
sebesar 66-70 Gy dan daerah sekitar yang benjolan sebesar 50-60 Gy.
Penatalaksanaan KNF dengan IMRT dinilai lebih baik dibandingkan dengan
teknik 2D-RT oleh karena IMRT merupakan teknik konformal radioterapi yang dapat
memberikan dosis yang cukup pada target tumor dan dosis yang rendah untuk daerah
disekitarnya dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Pemilihan teknik radioterapi
ini ditentukan berdasarkan pada indikasi klinis dan modalitas yang dimiliki oleh masing-
Kemoterapi
diberikan sebelum tindakan definitif dan diberikan pada kanker stadium lanjut dengan
Adjuvant chemotherapy diberikan pada pasien KNF oleh karena ukuran tumor yang
terlampau besar atau respon terhadap radioterapi sangat rendah. Kemoradiasi yang diikuti
karboplatin/5-FU. Pasien KNF dengan ukuran tumor yang sangat besar dapat diberikan
pula concomitnant chemotherapy dengan cisplatin tiap minggu (40 mg/m2) selama
radioterapi dan dosis radioterapi yang diberikan > 64,5 Gy. Pada KNF non keratin
Operasi
Pilihan operasi pada KNF jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena
lokasinya yang rumit disertai letaknya yang sangat berdekatan dengan organ penting
sekitarnya hampir tidak memungkinkan untuk tepi sayatan bebas tumor. Tindakan
operatif dapat dilakukan teutama pada kasus yang rekuren lokal atau regional yang masih
dapat dieksisi dengan tepi sayatan bebas kanker. Adapun beberapa pendekatan operasinya
Prognosis pasien dengan kanker daerah kepala dan leher yang utama adalah
tergatung pada keagresifan tumor yang dikaitkan dengan karakteristik penjamu dan terapi
regional dan tatalaksana serta adanya metastasis jauh merupakan faktor penting dalam
penentuan prognosis yang berkaitan dengan angka harapan hidup secara keseluruhan. Pada
beberapa studi menggambarkan bahwa faktor yang terkait dengan karakteristik pasien
seperti usia, jenis kelamin dan ras merupakan faktor yang signifikan dapat mempengaruhi
prognosis pasien dengan kanker dan sangat berkaitan dengan stadium klinis dan
histologi. Distribusi pasien KNF di Indonesia berdasarkan usia yaitu sekitar 40-49 tahun
dan lebih dari 80% pasien telah terdiagnosis pada rentang usia 30 dan 59 tahun. Selain itu
didapatkan pula data bahwa KNF pada usia kurang dari 30 tahun sebesar 20% walaupun hal
ini jarang terjadi. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa usia dapat mempengaruhi
prognosis pada pasien KNF dimana pasien dengan usia muda memiliki angka harapan
hal tersebut dikaitkan dengan kontrol lokal dan metastasis jauh. Akan tetapi penelitian
yang dilakukan oleh Ma seperti yang dikutip Xiao,dkk melaporkan bahwa pasien dengan
usia muda (< 40 tahun) memiliki angka harapan hidup dan kontrol lokal yang lebih baik
KNF merupakan karsinoma sel skuamosa nonlimfomatosa yang terjadi pada sel
epitelial di nasofaring. KNF memiliki karakteristik yang khas baik secara histologi,
epidemiologi dan biologi. Hal ini yang akan menentukan gejala klinis dan pendekatan
Terapi. Angka kejadian KNF di wilayah Cina selatan, tepatnya di propinsi Guangdong
memiliki prevalensi tertinggi di dunia sekitar 20 hingga 40 kasus per 100.000 penduduk.
Data terbaru juga mendapatkan adanya prevalensi yang tinggi untuk KNF ini yaitu pada
bahwa KNF menempati urutan ke tiga keganasan pada pada laki-laki dengan insiden 50
kasus per 100.000 di propinsi Guangdong, Cina selatan. KNF merupakan penyakit yang
komplek yang disebabkan oleh adanya interaksi antara infeksi kronis dengan onkogenik
gamma herpesvirus EBV dan faktor lingkungan serta genetik termasuk proses
utama pasien dan gejala klinis yang menyertai yang merupakan tanda khas pada pasien
KNF. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan endoskopi fiber optik untuk melihat
resonance imaging (MRI) dapat digunakan untuk melihat adanya pertumbuhan tumor
yang bersifat lokal dan perluasan intrakranial. MRI lebih sensitif daripada CT untuk
mendeteksi tumor primer dan adanya metastasis ke kelenjar getah bening dan perineural
Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan biopsi yang merupakan gold standard untuk
menegakkan diagnosis KNF. Untuk penentuan stadium KNF digunakan American Joint
Committee on Cancer (AJCC) 2010/TNM edisi 7. Klasifikasi histopatologi pada KNF
menurut WHO ada tiga bentuk yaitu tipe I karsinoma sel skuamosa, berkeratin dengan
ditemukan sel matur hingga anaplastik dengan keratin minimal, tipe III sel tidak
berdiferensiasi (termasuk limfoepitelioma, anaplastik, clear cell, dan varian sel spindel).
operasi. Radioterapi merupakan terapi utama untuk KNF oleh karena sangat radiosensitif.
KNF stadium I-II dapat diterapi dengan menggunakan radioterapi saja, sedangkan
stadium III-IV dapat diberikan kemoterapi dan radioterapi. Penatalaksanaan KNF dengan
IMRT dinilai lebih baik dibandingkan dengan teknik 2D-RT. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sheng Fa Su,dkk yang dikutip oleh Hamida menunjukkan bahwa IMRT
memberikan angka kesintasan hidup selama 5 tahun yang cukup baik pada pasien KNF
stadium dini
yaitu neoadjuvant, adjuvant dan concomitant kemoterapi. Pada stadium III-IV walaupun
pencapaian kontrol lokoregional tinggi, tapi risiko metastasis jauh masih sangat tinggi
sekitar 25% pada 5 tahun pertama. Pemberian neoadjuvant kemoterapi cisplatin dan 5 FU
didapatkan hasil pengecilan volume tumor > 50% dari 70% pasien. Kemoradiasi yang
atau karboplatin/5-FU. Pasien KNF dengan ukuran tumor yang sangat besar dapat
diberikan pula concomitnant chemotherapy dengan cisplatin tiap minggu (40 mg/m2)
selama radioterapi dan dosis radioterapi yang diberikan > 64,5 Gy. Suatu studi
membandingkan antara konkomitan kemoterapi dengan radioterapi saja pada pasien KNF
stadium lokoregional lanjut diperoleh angka kesintasan hidup 5 tahun untuk yang
mendapat terapi radiasi saja sebesar 58,6% dan untuk yang mendapat konkomitan
Selain kemoterapi dan radiasi, operasi juga merupakan pilihan terapi pada pasien
dengan KNF. Pilihan operasi pada KNF jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena
lokasinya yang rumit disertai letaknya yang sangat berdekatan dengan organ penting
Prognosis KNF telah menjadi salah satu fokus penelitian yang sangat penting.
Stadium klinis, keterlibatan kelenjar limfatik regional dan tatalaksana serta adanya
metastasis jauh merupakan faktor penting dalam penentuan prognosis yang berkaitan
dengan angka harapan hidup secara keseluruhan. Pada beberapa studi menggambarkan
bahwa faktor yang terkait dengan karakteristik pasien seperti usia, jenis kelamin dan ras
merupakan faktor yang signifikan dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan kanker
KESIMPULAN
KNF merupakan salah satu jenis keganasan pada daerah kepala dan leher dimana
tumor ini berasal dari sel epitel mukosa atau kelenjar yang terdapat pada nasofaring. KNF
ini memiliki karakteristik yang unik dengan angka kejadian yang sangat tinggi di Asia
Tenggara. Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan pada anamnesis yang cermat meliputi
keluhan utama pasien dan gejala klinis yang menyertai, pemeriksaan fisik dan
yang utama pada KNF karena sifatnya yang radiosensitif. Faktor utama yang
mempengaruhi prognosis pasien dengan KNF yaitu meliputi keagresifan tumor yang
dikaitkan dengan karakteristik pejamu dan terapi atau penatalaksanaan yang diberikan.
Stadium klinis, keterlibatan kelenjar limfatik regional dan tatalaksana serta adanya
metastasis jauh merupakan faktor penting dalam penentuan prognosis yang berkaitan
2003.p. 1392-1407
4. Maulana AS, dkk.Kasus Karsinoma Nasofaring di RSUD dr. Soebandi Jember Periode
2016.http://mylifeismypride.files.wordpress.com
2016,http://www.researchgate.net
7. Li Guo, dkk. Increased Pretreatment levels of serum LDH and ALP as Poor Prognostic
Factors For Nasopharyngeal Carcinoma.In :Chinese Journal of Cancer.2012. Diunduh
http://www.dx.doi.org/10.1155/2014/814948
9. Xiao G, dkk. Influence of gender and age on the survival of patients with
2016.http://www.biomedcentral.com