Anda di halaman 1dari 21

Case Report

Fraktur tertutup Os Femur 1/3 distal dextra

OLEH

Khairunisa Firdani

21360159

Preseptor:

dr. Rony Oktarizal, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “ fraktur tertutup os femur 1/3 distal
dextra” yang disusun untuk melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bedah
RSUD Jendral Ahmad Yani Metro. Penyelesaian laporan kasus ini banyak mendapat bantuan
serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh Karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terimakasih kepada dr. Roni Oktarizal, Sp. B selaku pembimbing yang telah memberikan
ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah case
report ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena
keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan dari penulis. Maka sangat diperlukan masukan dan
saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Metro, Maret 2023

Khairunisa Firdani

ii
BAB I

LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RS : Jumat, 17/02/2023


No.RM : 447535
Pukul :15.38 WIB

1.1 Anamnesis
a. Identitas Pasien
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 17 Februari 2023
Umur : 4 tahun
Agama : Islam
Alamat : way jepara lampung timur
b. Riwayat Penyakit
 Keluhan Utama : Nyeri kaki sebelah kanan
 Keluhan Tambahan: kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan

c. Riwayat Penyakit Sekarang


An. A 4 tahun datang diantar keluarganya ke IGD Rumah Sakit Umum
ahmad yani metro dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan dan tidak dapat
digerakkan pasca kecelakaan bermotor 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat
itu pasien dibonceng ayahnya dari desa Jepara menuju Way jepara kemudian
datang pengendara motor dari arah berlawanan mendahului mobil sehingga
motor yang ditumpangi os terkejut dan membanting stir ke kiri dan terjatuh
sendiri. Saat kejadian pasien langsung terjatuh dan menangis, hingga terdapat
luka lecet pada wajah, pingsan dan muntah disangkal.

2
d. Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada
f. Riwayat Alergi
Obat (-) Makanan (-)
g. Riwayat Operasi
Disangkal

1.2 Pemeriksaan Fisik


a. Status Pasien
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah :-
RR : 20 x/menit
HR : 108 x/menit
Suhu : 37°C
SpO2 : 97%
b. Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
Pucat :(-)
Sianosis :(-)
Ikterus :(-)
Edema :(-)
Turgor :<2detik
KGB :(-)

3
Kepala
Wajah : Normocephali, kerut dahi normal
Telinga : Simetris, secret (-)
Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), sudut nasolabialis normal
Leher
Ukuran : Normal
Trakea : Deviasi (-)
Inspeksi : Tidak adanya benjolan, kemerahan (-) dalam batas normal.
Palpasi : dalam batas normal.
Thorax
Bentuk : Normochest
Inspeksi : Simetris
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular,murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Simetris, lesi (-), retraksi (-)
Palpasi : Massa (-), vocal fremitus normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler(+/+), wheezing(-/-),ronkhi(-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar dan lembut
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)

4
Ekstremitas
Ektremitas superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak +/+ Sulit dinilai / +
Kekuatan 5/5 Sulit dinilai / 5
Tonus N/N N/N
Refleks fisiologis +/+ +/+
Refleks patologis -/- -/-

Pemeriksaan Look, Feel, Move


a. Look
Pemendekan (+), bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, kulit utuh
(tidak terdapat luka robek)

b. Feel
Terdapat nyeri tekan (+), pulsasi distal (+), sensibilitas (+)

c. Move
Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM sulit dinilai

1.3 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 17/02/2023

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi rutin
Leukosit 24.29 103/µL 5-10
Eritrosit 4.99 103/µL 4.37-5.63
Hemoglobin 11.1 g/dL 14-18
Hematokrit 33.0 % 41-54

5
MCV 66.2 fL 80-92
MCH 22.2 pg 27-31
MCHC 35.5 g/dL 32-36
Trombosit 354 105/µL 150-450
RDW 14.8 % 12.4-14.4
MPV 8.50 fL 7.3-9
Kimia Klinik
GDS 114. mg/dL < 140
Ureum 34.2 mg/dL 19 -44
Keratinin 0.68 mg/dL 0.9 - 1.3

Hemostasis
Masa Perdarahan (BT) 2”00” Menit 1”00”-6”00”
Masa Pembekuan (CT) 12.”00” Menit 9”00-15”00”

Foto RO Femur
Tanggal 17/02/2023

Hasil :
- Tampak trabekulasi tulang yang tervisualisasi baik
- Joint space yang tervisualisasi tak tampak menyempit/melebar

6
- Facies articularis yang tervisualisasi licin
- Tampak diskontinuitas pada ujung distal femur dextra, tampak moderately
displaced dan shortened
- Tak tampak lesi litik maupun sklerotik pada sisterna yang tervisualisasi
Kesan :
Fraktur ujung distal femur dextra, moderately displaced dan shortened.
1.4 Resume

Anak usia 4 tahun datang diantar keluarganya dengan keluhan mengalami nyeri di

bagian paha kanan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesis didapatkan

pasien mengalami luka lecet pada wajah, pingsan (-), sakit kepala (-), muntah (-) namun

Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan dan tidak dapat digerakkan.

Dari pemeriksaan fisik pada regio femur dekstra didapatkan pemendekan (+),

bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, nyeri tekan (+), pulsasi distal (+), sensibilitas

(+), nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+).

Dari pemeriksaan foto rontgen didapatkan Fraktur ujung distal femur dextra, moderately
displaced dan shortened.

1.5 Diagnosa Banding

Fraktur tertutup os femur 1/3 distal dextra

Fraktur tertutup os femur 1/3 medial dextra

1.6 Diagnosis Kerja

Fraktur tertutup os femur 1/3 distal dextra

1.7 Tatalaksana

Non operatif

IVFD Ringer Laktat 20 tpm

7
Inj paracetamol 2x ½ amp

Inj ceftriaxon 2x ½ amp

Inj Ranitidine 2x ½ amp  

Operatif

Open reduction internal fixation (ORIF)

1.8 Follow Up Pasien

Tanggal Follow-up

20-2-2023 S/ Pasien mengeluh nyeri luka post operasi pada

paha kanan

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis dengan GCS 15

Skala nyeri 9

TTV

TD: -

HR: 80 x/menit

RR: 20 x/menit,

T: 36,2 C

SPO2: 97 %

A/ Fraktur tertutup os femur 1/3 distal dextra

P/
- IVFD RL 20 tpm
- Inj paracetamol 2x ½ amp
- Inj ceftriaxon 2x ½ amp
- Inj Ranitidine 2x ½ amp  

8
21-2-2023 S/ Pasien mengeluh nyeri luka post operasi pada

paha kanan

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis dengan GCS 15

Skala nyeri 9

TTV

TD: -

HR: 102 x/menit

RR: 20 x/menit,

T: 36,5 C

SPO2: 98 %

A/ Fraktur tertutup os femur 1/3 distal dextra

P/
- IVFD RL 30 tpm
- Inj paracetamol 2x ½ amp
- Inj ceftriaxon 2x ½ amp
- Inj Ranitidine 2x ½ amp  

22-2-2023 S/ keluhan membaik

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis dengan GCS 15

Skala nyeri 9

9
TTV

TD: -

HR: 97 x/menit

RR: 20 x/menit,

T: 36,5 C

SPO2: 99 %

A/ Fraktur tertutup os femur 1/3 distal dextra

P/
- IVFD RL 20 tpm
- Inj paracetamol 2x ½ amp
- Inj ceftriaxon 2x ½ amp
- Inj Ranitidine 2x ½ amp  

1.9 Prognosa

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Femur adalah tulang yang paling panjang dan paling berat di dalam tubuh

manusia. Panjang tulang ini sepertiga tinggi badan seseorang manusia dan bisa

menyokong berat sehingga 30 kali lipat berat tubuh badannya. Femur, sama

halnya dengan tulang yang lainnya didalam tubuh, terdiri atas badan (corpus) dan

dua ekstremitas.

Gambar 1. Anatomi femur dextra. anterior et posterior surface

Ekstremitas atas (proximal extremity) terdiri dari kepala (head/caput), leher

(neck/collum), trochanter major dan trochanter minor.

11
2.2 Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh

kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh

darah, otot dan persarafan.

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang

pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi

tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. Fraktur femur terbagi

menjadi :

1) Fraktur batang femur

Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis patah

tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur

femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur

dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau

kecelakaan.

2) Fraktur kolum femur

Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan posisi

miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalan.

Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan

eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi

pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis .

12
2.3 Klasifikasi Fraktur secara umum

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.

b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan


antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

2. Berdasarkan komplit atau tidak komplit fraktur

a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

b) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:

c) Hair Line Fraktur

d) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.

e) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


trauma

a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.

b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

13
tulang ke arah permukaan lain.

e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang

4. Berdasarkan jumlah garis patah.

a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.

b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.

c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
c) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
d) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
e) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

6. Berdasarkan posisi frakur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a) 1/3 proksimal
b) 1/3 medial
c) 1/3 distal

2.3 Etiologi

14
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan

dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara

lain :

1) Fraktur femur terbuka Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung

pada paha.

2) Fraktur femur tertutup Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung

atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau

keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.

2.4 Gejala dan Tanda

Tanda dan gejala fraktur femur terdiri atas:

1) Nyeri

Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau

tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan

membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas

tulang tempat melekatnya otot.

3) Pemendekan tulang

Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas dan

15
dibawah tempat fraktur. Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan

panjang tungkai bawah adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di

masa kecil, di mana dua kaki seseorang memiliki panjang yang tidak sama.

Penyebab dari masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis,

tumor, fraktur, hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular

atau tumor (seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di satu sisi

melebihi yang lain. Pengukuran Leg length discrepancy (LLD) terbagi

menjadi, yaitu true leg length discrepancy dan apparent leg length

discrepancy. True leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan

panjang tungkai bawah dengan mengukur dari spina iliaka anterior superior ke

maleolus medial dan apparent leg length discrepancy adalah cara megukur

perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari xiphisternum atau

umbilikus ke maleolus medial.

4) Krepitus tulang (derik tulang)

Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.

5) Pembengkakan dan perubahan warna tulang Pembengkakan dan perubahan

warna tulang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda

ini terjadi setelah beberapa jam atau hari.

2.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur , antara

lain:

1) Fraktur leher femur Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena,

emboli paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30%

klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran.

16
Apabila lokasi fraktur lebih ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis avaskular

lebih besar.

2) Fraktur diafisis femur Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur

diafisis femur adalah sebagai berikut:

a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat tertutup.

b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.

c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan

lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi

atau terpotong sama sekali.

d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai

kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke aksonotemesis.

Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu

nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.

e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi di

tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.

f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeksi

dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi. Komplikasi lanjut pada fraktur

diafisis femur yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur adalah

sebagai berikut:

a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam

empat bulan.

b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.

c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal union

juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan koreksi berupa

17
osteotomi.

d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan

pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan

sistematis dilakukan lebih awal.

e) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.

2.6 Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis

fraktur.

2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan

fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.

3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.

4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel

trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.

5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.

6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi

mulpel atau cedera hati.

2.7 Penatalaksanaan

1. Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan


rotasi anatomis.

18
 Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
 Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
 Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam yang dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.

2. Imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan.


Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan k es ej aj ar an ya ng be na r s am pa i t re ja di
penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi
interna dapat digunakan implant logam yang dapat berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

3. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan


reduksi dan imobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA

19
Apley AG, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley. Widya Medika,
Jakarta. 1995.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus.

Moffat, D & Faiz, O. 2002. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. Glora Aksara
Pratama.

Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang


Lamumpatue; 2000. h.343-536.

Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.Yarsif Watampone.

Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. EGC: Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai