Oleh
Agung Supriyadi, S.Ked J 510 170 091
Pembimbing
dr. Hariyono, Sp. B.
Oleh:
Pembimbing:
Dipresentasikan di hadapan
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 34 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : islam
RM : 367696
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Benjolan dileher
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli RSUD Karanganyar dengan keluhan
benjolan dileher sejak 2 bulan SMRS pasien mengaku timbul benjolan
dileher bagian depan awalnya benjolan tersebut kecil semakin lama
semakin membesar dan terlihat jelas hingga saat ini. Keluhan lain
seperti nyeri menelan tidak ada,jantung berdebar (-), keringat berlebih
(-), tidak tahan ditempat panas atau dingin (-), mudah marah (-),
gelisah (-), lelah (-), tremor (-). Pasien tidak merasakan adanya nyeri
di daerah leher, nafsu makan biasa, dan tidak ada penurunan berat
badan. Pasien mengaku tidak pernah tinggal didaerah yang
penduduknya mengalami keluhan yang sama.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Gejala serupa : disangkal
b. Operasi sebelumnya : disangkal
c. Trauma : disangkal
d. Riw. Alergi obat : disangkal
e. Riw. Psikotik : disangkal
f. Riw asma : disangkal
C. Riwayat kebiasaan
- Merokok : disangkal
- Minum alcohol : disangkal
- Narkoba : disangkal
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : T: 120/80
N: 89
RR: 18
Suhu : 36,5
1. Status Generalis :
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-),
konka hipertrofi (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), gigi karies (-),
Tenggorok : Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
Telinga : Normoauricula, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-),kelenjar tiroid teraba membesar
(+) dan mengikuti pergerakan saat menelan, deviasi trakhea (-)
2. Thorax
Pulmo Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Palpasi Stem fremitus ka < ki Stem fremitus ka = ki
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi SD Vesikuler, Ronki (-/-), SD Vesikuler, Ronki (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
Belakang
Inspeksi Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Palpasi Stem fremitus ka < ki Stem fremitus ka = ki
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi SD Vesikuler, Ronki (-/-), SD Vesikuler, Ronki (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
3. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1-2 cm media linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis kanan
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS V 1-2 cm media linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)
4. Abdomen :
Inspeksi : defans muscular (-), distended (-)
Auskultasi : Peristaltik (-) , metalic sound (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-), hipertympani (-)
E. Pemeriksaan Penunjang
Ureum 27 20-40
1. Foto Rontgen
Kesan:- cor dalam batas normal
- Pulmo tidak tampak kelainan
F. Resume
Seorang perempuan 34 tahun datang ke Poli RSUD Karanganyar
dengan keluhan benjolan dileher sejak 2 bulan yang lalu benjolan
dirasakan semakin lama semakin membesar dan benjolan tidak terasa nyeri
G. Diagnosa Kerja
SNNT (Struma Nodusa Non Toksik)
H. Diagnosis banding
Kista ductus tiroglussus
I. Penatalaksanaan
1. Non operatif
Puasa
2. Operatif
Tiroidektomi
J. FOLLOW UP
O Ku: Cukup, CM
Thorak :
P : Sonor (+/+)
A SNNT
P Inf RL 20 tpm
Pro Op tiroidektomi
Tanggal 29 November 2018
O Ku: Cukup, CM
Thorak :
P : Sonor (+/+)
A SNNT
P Inf RL 20 tpm
Tiroidektomi (29/10/18)
S Terasa nyeri dileher setelah operasi, Mual (-) muntah (-) perdarahan
(-)
O Ku: sedang, CM
TD: 132/87, N: 92, RR: 20, S: 36,8
Thorak :
P : Sonor (+/+)
A Post Tiroidektomi
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung
kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus
sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole
superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-
39 mm.Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia
prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus,
pembuluh darah besar, dan saraf.2
Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan
melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis
communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam
suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal
sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak
masuk ke dalam ruang antara fascia media dan prevertebralis.Limfe dari
kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl. cervicales
profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl. paratracheales.1
Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang
dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia
servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau
surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar
paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry
menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut.
Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua
lobus tiroid.2
Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior
dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala
dijumpai a. ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan
bersama arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n.
laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima
aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima
cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial
lobus lateral, dan permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral
dan pembuluh limfe inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian
besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral.2
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas
kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai
n.laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan
perubahan suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula
permanen.2
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.
Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.
Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-
100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara
dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang
telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi).
Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma.
Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak
pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel,
iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan
lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan
(coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin
(T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis
dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang
terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh
sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses
eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi
TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu
ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan
residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih
menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan
enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta
deiodinasi MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal
dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid
Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25%
dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP
kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal
kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas. Namun
dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada
seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu
penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4
bebas karena jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya
pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati yang
kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3
dan T4 bebas akan meningkat.
Fungsi kelenjar tiroid antara lain adalah menghasilkan hormon tiroid dan
menghasilkan hormon kalsitonin. Fungsi dari hormon tiroid antara lain :3,4
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid. Kata tiroid berasal dari bahasa
Yunani thyros yang berarti perisai atau berbentuk perisai.
3.3 Klasifikasi
Diffuse
Non Toksik
Struma
Toksik
Nodul
Non Toksik
Faalnya bisa :
1. Eutiroid (normal)
2. Hipotiroid (kurang dari normal)
3. Hipertiroid (berlebihan)
Istilah ini menunjukkan keadaan pada suatu saat, bukan gambaran dari
penyakitnya. Akan tetapi lebih tepat digunakan istilah klinik :
Anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinik mempunyai peran
yang penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid.
1. Pemeriksaan Fisik
Bila tiroid teraba membesar, amati : kesimetrisan lobus kanan dan lobus kiri,
unilateral/bilateral, apakah berbentuk nodul, konsistensi, ukuran, batas,
permukaan, mobile/imobile, nyeri tekan, adakah kelainan kulit.
2. Pemeriksaan Penunjang
Petanda tumor (tumor marker). Dari semua petanda tumor yang telah
diuji hanya peninggian tiroglobulin (Tg) serum yang mempunyai nilai bermakna.
Kadar Tg serum normal 1,5-3,0 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml
dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
3.5 ETIOLOGI
1. Lingkungan
Defisiensi yodium : struma endemic
Obat-obatan : sulfonylurea, sulfonamide,
tiosianat, lithium, propitiourasil, kobalt,
aminoglutetimid
Yodium yang berlebihan
Radiasi
Stress fisiologik
Belum diketahui : florida, kalsium, singkong, kedelai
2. Imunology: Tiroiditis Hashimoto
3. Genetik : Dishormonogenesis, refraksi jaringan terhadap hormone
tiroid
4. Virus : Tiroiditis sub-akut
5. Infeksi : Tiroiditis akut
3.6 PATOGENESIS
Biasanya penderita struma tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo
atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tapi kebanyakan akan berkembang
menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan
kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan..6,7
Keluhan yang ada adalah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglottis sehingga tiroid terasa berat karena terfiksasi
pada trakea..
nyeri tetapi tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu keganasan.
Adanya limfadenopati mencurigakan suatu keganasan dengan anak sebar.
Struma nodular
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk yaitu nodul dingin, nodul
hangat dan nodul panas. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah
nodul itu ganas atau jinak.
3. USG
Dengan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair tetapi belum dapat
membedakan apakah suatu nodul ganas atau jinak. Kelainan yang dapat
diketahui seperti kista, adenoma/nodul padat, tiroiditis, kemungkinan
karsinoma.
5. Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit
pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan
ini dilakukan khusus untuk kecurigaan keganasan. Hasilnya panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya >0.9°C dan dingin apabila <0.9°C. Tanda
keganasan apabila semua hasilnya panas.
6. Petanda tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peningkatan tiroglobulin (Tg) serum.
Kadar Tg serum normal 1.5-30 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml,
dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.9
3.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Golongan Tionamid
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan
sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6
bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. Untuk mencegah terjadinya
kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan
dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis
pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).7
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg
setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg, 1
atau 2 kali sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan
methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3.Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat
diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis
methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 5 – 20 mg perhari.9
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung
pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3
x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari
dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila
respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU
50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat
mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas
normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis
dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu
dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan
pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.7
Pembedahan
ablatif berupa:
Komplikasi pembedahan
Langsung sewaktu
pembedahan perdarahan, cidera n rekurens uni atau bilateral,
Sidik tiroid
Obsevarsi L-Thyroxin
USG
4-5 bulan
Panas Dingin
Obsevarsi
FNA
DAFTAR PUSTAKA
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.,
EGC., Jakarta.
Sabiston,david. Buku Ajar Bedah. Bagian 1: hal 415- 425. Jakarta : EGC ;
1995
Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and
Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999.,Principles of Surgery. Vol
2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork