Oleh:
Pembimbing Residen
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. EK
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Karyawan bengkel
Alamat : Jebres, Surakarta, Jawa Tengah
Nomor RM : 013031xx
Tanggal Masuk : 22 Mei 2019
Tanggal Periksa : 29 Mei 2019
B. Data dasar
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada di Bangsal Bedah RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
Keluhan Utama
Luka di kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan luka di kaki kiri. Luka bermula
ketika kaki pasien terkena knalpot panas 2 bulan SMRS. Luka di kaki kanan membaik
dan mengering, namun luka di kaki kiri semakin lama semakin besar. Awalnya hanya
berdiameter +/- 1 cm dan semakin membesar hingga mencapai ukuran saat ini yakni +/-
berdiameter 8 cm dan menjalar ke sekitar. Luka di kaki kiri berbau, bernanah, kadang-
kadang berdarah. Pasien merasakan kebas pada lukanya, dan tidak merasakan nyeri.
Pada April 2017 pasien sudah menjalani debridement luka di RSDM.
Pasien merasa sering lapar, sering haus, dan frekuensi kencing bertambah. Pasien
mengeluhkan penurunan berat badan. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe II
sejak 7 tahun SMRS namun tidak rutin berobat. Pandangan kabur disangkal, mata
berkunang-kunang disangkal, telinga berdenging disangkal. BAK pasien lancar
cenderung banyak. Sehari 6-7x BAK dengan volume +/- 1 gelas tiap BAK dan BAB
1x/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes mellitus : (+) 7 tahun
Riwayat penyakit serupa : April 2018 pasien menjalani debridement luka di
region pedis sinistra di RSDM
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat asma : (-)
Riwayat Kebiasaan
Riwayat Merokok : pasien merokok selama 10 tahun, 1-2 batang/hari
Riwayat Minum Alkohol : disangkal
Riwayat Nutrisi : 3 kali sehari , 1 porsi orang dewasa sekali makan, dengan
telur, temped dan tahu.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
- Keadaan Umum : Composmentis, Tampak sakit sedang
- Derajat Kesadaran : GCS E4V5M6, compos mentis
- Derajat Gizi : gizi normal
2. Vital sign
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit, irama teratur
- Suhu : 36,80 C
- Sp O2 : 98%
- VAS : 4.5 pedis (S)
3. Kepala
mesochepal, luka (-), rambut mudah dicabut (-)
4. Mata
Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), oedem
palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+)
5. Hidung
deformitas (-), deviasi septum (-), krepitasi (-), discharge (-)
6. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-),nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
7. Mulut
sianosis (-), mukosa basah (+), gusi berdarah (-)
8. Leher
KGB membesar (-), peningkatan JVP (-)
9. Thorax
bentuk normochest, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-), nyeri tekan(-)
10. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
11. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan -/-, krepitasi -/-
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
12. Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) 12x/menit
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba
13. Ekstremitas :
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -
Status lokalis :
Regio Pedis Sinistra
Look :
- Luka terbuka pada regio plantar pedis sinistra, berbentuk bulat dengan tepi menggaung,
batas tegas, berukuran 8 x 8 cm, dasar dermis dan sebagian jaringan nekrotik.
- Luka kedua pada daerah plantar pedis berbentuk bulat, batas tegas, dasar epidermis,
berukuran 3 x 3cm.
- Luka ketiga pada daerah plantar pedis berbentuk bulat, batas tegas, dasar epidermis,
berukuran 1 x 1cm. Luka basah dengan discharge berupa pus berbau busuk.
- jari kaki kiri 3 dan 4 hilang, uka terbuka pada distal jari kaki kiri berbentuk oval, batas
tidak tegas, dasar dermis dengan sebagian jaringan nekrotik.
- Kulit disekitar luka berwarna kehitaman.
Feel :
Regio dorsum pedis sinistra nyeri tekan (-) suhu regio pedis sinistra lebih hangat daripada
regio pedis dextra.
Move :
ROM regio pedis sinistra full
Status Vaskularisasi
Ekstremitas Kanan Ekstremitas Kiri
Arteri femoralis +++ +++
Arteri poplitea +++ +++
Arteri tibialis anterior +++ Sde
+++ Sde
superior inferior
+/+ +/+↓
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Indeks Eritrosit
MCV 86.0 fL 80.0 - 96.0
MCH 26.6 Pg 28 - 33
MCHC 32.0 % 33.0 - 36.0
MPV 7.4 Fl 7.2 - 11.1
PDW 11 % 25 - 65
RDW 12.5 % 11.6 - 14.6
Hitung Jenis
Eosinofil 0.60 % 0.00 - 4.00
Basofil 0.10 % 0.00 - 2.00
Neutrofil 98.10 % 55.00 - 80.00
Limfosit 26.00 % 22.00 - 44.00
Monosit 4.10 % 0.00 - 7.00
Hemostasis
PT 20.2 Detik 10.0 – 15.0
APTT 31.3 Detik 20.0 – 40.0
Kimia Klinik
Glukosa darah 114 Mg/dl 60 – 140
sewaktu
Albumin 2.1 g/dl 3.2 - 4.6
Kreatinin 0.8 Mg/dl 0.8 – 1.3
Ureum 62 Mg/dl <50
Elektrolit
Natrium darah 122 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 2.2 mmol/L 3.3 – 5.1
Kalsium Ion 0.91 Mmol/L 1.17 – 1.29
Hasil :
a. Vulnus amputatum pada phalanx proksimal hingga distal digiti 3 dan 4 pedis sinistra.
b. Gangren pedis kiri
c. Osteomyelitis pedis sinistra (metatarsal)
RESUME
1. Keluhan utama:
Nyeri pada kaki kiri
● Anamnesis:
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan luka di kaki
kiri. Luka bermula ketika kaki pasien terkena knalpot panas 2 bulan
SMRS. Luka di kaki kanan membaik dan mengering, namun luka di
kaki kiri semakin lama semakin besar. Awalnya hanya berdiameter
+/- 1 cm dan semakin membesar hingga mencapai ukuran saat ini
yakni +/- berdiameter 8 cm dan menjalar ke sekitar. Luka di kaki kiri
berbau, bernanah, kadang-kadang berdarah. Pasien merasakan kebas
pada lukanya, dan tidak merasakan nyeri. Pada April 2017 pasien
sudah menjalani debridement luka di RSDM.
Pasien merasa sering lapar, sering haus, dan frekuensi
kencing bertambah. Pasien mengeluhkan penurunan berat badan.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe II sejak 7 tahun SMRS
namun tidak rutin berobat. Pandangan kabur disangkal, mata
berkunang-kunang disangkal, telinga berdenging disangkal. BAK
pasien lancar cenderung banyak. Sehari 6-7x BAK dengan volume
+/- 1 gelas tiap BAK dan BAB 1x/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien punya riwayat penyakit gula sejak 7 tahun SMRS
Pasien juga mempunyai riwayat debridement luka pada region pedis sinistra
di RSDM
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mempunyai riwayat penyakit gula
Riwayat Sosial Ekonomi dan kebiasaan
Pasien seorang pegawai bengkel dan berobat meggunakan fasilitas BPJS
kesehatan kelas III.
Pasien merokok selama 10 tahun, 1-2 batang/hari, pasien juga mempunyai
pola diet yang baik, nasi putih, sayur, lauk telur, tempe dan tahu.
2. Pemeriksaan fisik:
● KU: Tampak sakit sedang, compos mentis, GCS E4V5M6
● Vital sign: Tekanan darah 120/80 mmHg, RR 20x/ menit, HR
86x/menit, suhu 36.00 C, VAS 4.5 pedis (S)
● Kepala: Bentuk mesocephal
● Mata : CA (+/+)
● Leher: KGB membesar (-), JVP R+2 cm H2O
● Thorax: Simetris, normochest, retraksi (-)
● Pulmo:
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor/ Sonor
Auskultasi : SDV ( + /+) RBK (-/-), RBH (-/-),
● Abdomen:
Inspeksi : Dinding dada = dinding perut
Auskultasi: Bising usus (+) 12 x / menit
Perkusi: Timpani
Palpasi: Supel, Nyeri Tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Oedem (-/-), akral dingin (-/-)
Status lokalis : regio pedis sinistra
Look : Tampak hiperemis, darah, pus, dan gangrene
Feel : Teraba hangat, nyeri saat palpasi (-)
3. Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium (Tanggal 5 mei 2019)
- Hematologi rutin : hemoglobin 3.8 g/dl (↓) hematokrit 12 % (↓)
eritrosit 2.16 106/ L (↓)
- Index Eritrosit : PDW 11% (↓)
- Hitung Jenis : Neutrofil 98.10% (↑)
- Elektolit darah : Natrium darah 122 (↓) Calsium Ion 0,91 (↓) kalium
darah 2,2 (↓)
- Hemostasis : PT 20.2detik (↑)
Laboratorium (tanggal 7 mei 2019)
- GDP 176 mg/dl (↑), GD2PP 245 mg/dl (↑)
Foto Pedis Kanan AP RSUD Dr. Moewardi (16/05/2019)
1. Vulnus amputatum pada phalanx proximal hinggga distal digiti 3 dan
4 pedis sinistra
2. Gangrene pedis kiri
3. Osteomyelitis pedis sinistra
C. DIAGNOSIS
1. Ulkus DM tipe II pedis (S)
D. TATALAKSANA
1. Bedrest total
2. O2 NK 3 lpm
3. Diet DM 1500 kkal
4. Inf. Ringer Laktat 16 tpm
5. Perbaikan KU dari TS interma
6. Transfusi darah
7. Pro Digital Substraction Angiography (DSA)
8. Rawat luka tiap hari
Pada kasus ini, seorang laki usia 39 tahun datang dengan keluhan luka kaki kiri. Luka
bermula ketika kaki pasien terkena knalpot panas 2 bulan SMRS. Luka di kaki kiri semakin
besar, awalnya hanya berdiameter kurang lebih 1 cm dan semakin membesar hingga mencapai
ukuran saat ini +/- berdiameter 8 cm dan menjalar sekitar. Pasien merasakan kebas pada
lukanya dan tidak merasakan nyeri. Pasien juga memiliki riwayat DM sejak 7 tahun yang lalu,
sehingga mendukung diagnosis ulkus DM pedis sinistra.
Pasien mempunyai DM tipe II tidak terkontrol, didukung dengan keluhan sering lapas,
sering haus dan juga frekuensi kencing yang bertambah,pasien juga memiliki riwayat DM sejak
7 tahun SMRS namun tidak rutin berobat. Didukung dengan hasil pemeriksaan GDP dan
GD2PP 176 dan 245.
Pasien juga didapatkan klinis anemia, dimana pasien mengeluh lemas. Lemas dirasakan
diseluruh tubuh yang membuat pasien tidak bisa beraktivitas. Lemas berkurang saat pasien
beristirahat dan bertambah jika aktivitas. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan CA (+/+).
Pada pemeriksaan lab, didapatkan hb 3.8 g/dl, MCV normal, MCH normal, MCHC normal,
sehingga mengarah ke anemia normositik normokromik.
Anemia dapat terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi.
Hiperglikemia memiliki hubungan langsung dengan berkembangnya kondisi inflamasi yang
ditunjukkan dengan peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi seperti IL-6, TNF-𝛼, dan NF𝜅B.
Peningkatan sitokin proinflamasi berperan penting dalam terjadinya anemia. Dengan
meningkatknya sitokin proinflamasi terutama IL-6, efek antierythropoietic terjadi, karena
sitokin ini mengubah sensitifitas progenitor terhadap eritropoietin (faktor pertumbuhan eritroid)
dan juga meningkatkan apoptosis eritrosit yang belum matang menyebabkan penurunan pada
jumlah eritrosit yang beredar dan akibatnya menyebabkan pengurangan sirkulasi hemoglobin
(Deray G et al., 2004).
Pasien juga mempunyai gejala neuropati DM, didukung dengan gejala kebas pada
lukanya dan tidak nyeri.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Ulkus kaki diabetik adalah salah satu komplikasi kronis dari penyakit
diabetes melitus berupa luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai
dengan kerusakan jaringan bagian dalam atau kematian jaringan, baik dengan
ataupun tanpa infeksi, yang berhubungan dengan adanya neuropati dan atau
penyakit arteri perifer pada penderita diabetes melitus (Alexiadou dan Doupis,
2012).
karena perubahan gaya hidup, kurangnya aktifitas fisik, dan obesitas. Amerika
Serikat mencatat pada tahun 2013 didapatkan hampir 2,9 juta penduduk menderita
53% dari tahun 2006 sampai tahun 2013, yaitu dari 1,9 juta penderita menjadi 2,9
juta orang. Masa harapan hidup (life expectancy) penderita diabetes memendek
populasi
9
penderita diabetes tipe 1 dan 2 mencapai 3% dari total jumlah populasi penduduk
Tabel 2.1
Jumlah Penderita Diabetes Usia 20-79 tahun di Sepuluh Negara Besar tahun 2010
dan tahun 2030
2010 2030
Dikutip dari: Zubair, M., Malik, A., Ahmad, J., 2015. Diabetic Foot Ulcer: A
review. American Journal of Internal Medicine 3(2): 28-49, Feb,
2015.
penyakit diabetes melitus yang tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke
terus
10
meningkat menjadi 5,7% pada tahun 2007, dan diperkirakan menjadi 6,0% pada
mengalami komplikasi berupa ulkus kaki diabetik (Zubair et al., 2015). UKD
Amerika Serikat prevalensi ulkus diabetik adalah sebesar 11,6% pada tahun 2003
seperti dilaporkan oleh Centres For Disease Control and Prevention (CDCP).
Pada tahun yang sama prevalensinya di Inggris juga tinggi yaitu mencapai 7,4%
24%, setelah komplikasi lain berupa neuropati dan mikrovaskular (Yusuf et al.,
2016).
Ulkus kaki diabetik yang kronis dan sulit disembuhkan menjadi penyebab
penderita diabetes melitus, yaitu mencapai 82%. Adanya infeksi pada ulkus
≥3) Data penelitian kohort di Turki juga menyebutkan bahwa derajat keparahan
ulkus diabetik menjadi faktor prediktor kuat terjadinya amputasi kaki. Penelitian
Semarang
11
diabetik Wagner derajat 3 sebanyak 15,9% dan Wagner derajat 4 sebanyak 31,9%
(Pemayun et al., 2015). Prevalensi ulkus diabetik yang tinggi juga ditunjukkan
pembedahan (debridement) pada 256 penderita ulkus kaki diabetik tahun 2014,
(Semadi, 2016).
Ulkus Kaki Diabetik pada dasarnya disebabkan oleh trias klasik yaitu
a. Neuropati
Sebanyak 60% penyebab terjadinya ulkus pada kaki penderita diabetes adalah
menjadi sorbitol dan fruktosa. Produk gula yang terakumulasi ini mengakibatkan
saraf. Hal ini menyebabkan penurunan sensasi perifer dan kerusakan inervasi saraf
pada otot kaki. Penurunan sensasi ini mengakibatkan pasien memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk mendapatkan cedera ringan tanpa disadari sampai berubah
menjadi suatu ulkus. Resiko terjadinya ulkus pada kaki pada pasien dengan
12
penurunan sensoris meningkat tujuh kali lipat lebih tinggi dibandingkan pasien
b. Vaskulopati
istirahat, hilangnya pulsasi perifer, penipisan kulit, serta hilangnya rambut pada
c. Immunopati
menurunkan fungsi dari sel-sel polimorfonuklear, gula darah yang tinggi adalah
medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri yang dominan pada infeksi
kaki adalah aerobik gram positif kokus seperti S. aureus dan β-hemolytic
streptococci .Pada telapak kaki banyak terdapat jaringan lunak yang rentan
terhadap infeksi dan penyebaran yang mudah dan cepat kedalam tulang, dan
mengakibatkan osteitis. Ulkus ringan pada kaki dapat dengan mudah berubah
Gambar 2.1
Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik
Dikutip dari: Frykberg, R.G., Zgonis, T., Armstrong, D.G., Driver, V.R., Giurini, J.M., et
al. 2006. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline (2006
revision). J Foot Ankle Surg. 45(Suppl.):S1-S66.
14
terjadi edema. Selain itu, kaki penderita menjadi kering dan mudah timbul fisura
menimbulkan deformitas seperti Hammer toes, claw toes, dan Charcot. Bersama
Clayton, 2009). Deformitas pada kaki diabetik ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2
A. Claw toe deformity, B. Charcot arthropathy
Dikutip dari: Clayton, Elasy. 2009. A review of The Pathophysiology, Classification
and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Diabetes.
Volume 27, Number 2.
makroangiopati tampak sebagai obstruksi pada pembeuluh darah besar yaitu arteri
penyakit arteri perifer atau peripheral arterial disease (PAD) pada ekstremitas
bawah. PAD sendiri merupakan faktor resiko yang meningkatkan kejadian ulkus
Klasifikasi Wagner-Meggitt’s
terdapat 6 grading untuk menentukan derajat lesi pada kaki diabetik. Derajat 0,1,2,
dan 3 adalah berdasarkan kedalaman luka dan keterlibatan jaringan lunak pada
kaki, sedangkan derajat 4 dan 5 adalah berdasarkan ada tidaknya gangren (Jain et
al., 2012). Klasifikasi ini telah dipergunakan secara luas hingga saat ini dan
Texas Wound Classification) yang terdiri dari empat derajat dan menilai ada
tidaknya infeksi dan atau iskemia. Sistem ini dapat memprediksi outcome dari
tentang lamanya onset diabetes melitus, adanya keluhan polifagi, polidipsi, dan
poliuria, keluhan neuropati dan penyakit vascular perifer, riwayat ulkus maupun
keadaan umum penderita didapatkan status gizi kurang dan pemeriksaan lokal
pada kaki meliputi inspeksi adanya deformitas (Hammar toes,claw toes, charcot
join), kulit yang kering, fisura, ulkus, vena-vena yang tampak prominen disertai
oedem. Perabaan pulsasi arteri perifer, ankle brachial index, dan capillary refill
time harus diperiksa. Pemeriksaan ulkus kaki meliputi lokasinya, ukuran ulkus,
kedalaman, dasar ulkus dan tepinya. Permukaan ulkus dinilai adakah jaringan
granulasi atau slough serta tanda-tanda inflamasi seperti kemerahan, hangat, nyeri
glycosylated hemoglobin (HbA1c), serta fungsi hati dan ginjal sebagai monitoring
al., 2013).
18
vaskuler adalah ankle brachial index atau toe brachial index. Nilai ABI kurang
dari 0,9 menandakan adanya obtruksi vaskuler dan skor yang kurang dari 0,4
transkutaneus dapat digunakan sebagai indikator perfusi di sekitar luka atau ulkus
sering dipilih pada ulkus kaki diabetik karena biayanya lebih murah dan mudah
osteomielitis dan adanya pembentukan gas pada jaringan lunak. Tetapi bila
akumulasi gas minimal maka sulit untuk menilai adanya perubahan pada jaringan
lunak seperti selulitis, fasciitis atau abses. Peranan imaging lainnya seperti CT
scan masih terbatas pada kaki diabetik tetapi memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan foto polos, yaitu: lebih sensitif dan spesifik dalam menilai erosi
kortek tulang, adanya sequester, gas pada jaringan lunak dan kalsifikasi.
perubahan pada jaringan lunak dan sumsum tulang penderita kaki diabetik adalah
MRI. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya edema dan osteomielitis sebagai
tahap awal dari neuroartropati dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (90-
kontras
19
yang tinggi pada jaringan lunak sehingga dapat menilai ada tidaknya infeksi
(Sanverdi, 2012).
tetapi biayanya mahal dan waktunya lama. Metoda bone scan yang paling sering
Pengambilan tiga fase tersebut untuk menilai adanya hiperperfusi fokal, hiperemia
radionuklida yang sering dikombinasi dengan bone scan ini adalah labeled
leucocytes imaging, yaitu mendeteksi akumulasi leukosit pada jaringan lunak dan
tulang dengan adanya uptake 99mTc. Akurasi pemeriksaan ini meningkat dengan
2012).
tepat, dan penanganan komorbid yang menyertai. Pengobatan ulkus kaki diabetik
dengan standar perawatan saja seringkali memberi hasil yang tidak maksimal
sehingga dikombinasi juga dengan terapi adjuvant. Beberapa terapi adjuvan yang
(GCSF), pemberian
20
Profil darah tepi pada anemia penyakit kronik adalah anemia ringan
sampai sedang (kadar Hb 8-11 g/dl). Gambaran eritrosit umumnya
normositik normokrom namun pada keadaan yang berat menjadi
mikrositik hipokrom. Pada anemia penyakit kronik, retikulosit rendah
yang menunjukkan kegagalan produksi retikulosit untuk
mengkompensasi jumlah eritrosit yang menurun. Jumlah leukosit dan
22
Profil besi pada APK menunjukkan kadar besi serum dan saturasi
transferin menurun serta kadar feritin meningkat. Cadangan besi yang
cukup tetap tersimpan dalam makrofag sehingga tidak dapat digunakan
untuk sintesis sel darah merah. Hal yang paling membedakan APK dari
ADB adalah 2411 ferritin yang meningkat. Bila terdapat kadar ferritin yang
rendah pada APK, maka ADB telah terjadi. Kadar besi serum mungkin
rendah pada kedua jenis anemia tsb, namun TIBC akan meningkat pada
ADB dan menurun pada APK. Saat kedua jenis anemia terjadi bersamaan,
saturasi transferin mungkin akan turun. Reseptor transferin adalah
parameter terbaru untuk membedakan APK dari ADB. Pemeriksaan
reseptor transferin yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar soluble
transferin receptor (sTR) yang diproduksi dari pengelupasan membran
reseptor transferin saat maturasi eritrosit, kadar sTR normal atau menurun
pada APK dan meningkat pada ADB.
DAFTAR PUSTAKA
Hold RIG dan Hanley NA (2012). Essential Endocrinology and Diabetes. Oxford:
Wiley-Blackwell.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (2014).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam. Jakarta Pusat: Interna
Publishing.
Soelistijo SA, Lindarto D, Decroli E, Permana H, Sucipto KW, Kusnadi Y,
Budiman, et al. (2019). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. Jakarta: PB PERKENI
Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M.,
Setiati, S. 2006. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614