Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

HEPATOMA

PEMBIMBING:

dr. Budowin, SpPD

DISUSUN OLEH:
Tria Utaminingsih
03013193

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 8 MEI - 23 JULI
KARAWANG, JUNI 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah laporan kasus ini yang berjudul Hepatoma.
Makalah laporan kasus ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang periode 8
mei- 23 juli 2017. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada
dr. Budowin, Sp.PD selaku pembimbing atas waktu, pengarahan, masukan serta
berbagai ilmu yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah laporan ini.
Penulis menyadari bahwa makalah laporan kasus ini tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai saran
dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga
makalah laporan kasus ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para
penuntut ilmu, pengajar, dan bagi perkembangan ilmu khususnya di bidang
kesehatan.

Karawang, Juni 2017

Tria Utaminingsih
030.13.193
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas
Nama : Tn. O
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 56 tahun
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 12 Februari 1961
Alamat : Dusun Kerajaya, Karawang
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Status pernikahan : Duda
Tanggal MRS : 5 Juni 2017
No. RM : 00.68.54.22

1.2 Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 7 Juni 2017, jam 11.00
Keluhan Utama Perut kanan atas terasa sakit sejak 2 bulan SMRS dan semakin
memberat sejak 10 hari SMRS.
Keluhan Tambahan Perut terasa panas, terdapat benjolan pada perut kanan atas yang
semakin membesar, mual, kuning dan bengkak pada kedua tunkai.
Riwayat Penyakit Os datang ke IGD dengan keluhan perut kanan atas terasa sakit
Sekarang sejak 2 bulan dan dirasakan semakin memberat sejak 10 hari SMRS,
sakit dirasakan terus menerus, os juga mengatakan perut terasa
panas dan penuh sejak 1 bulan SMRS, perut terdapat benjolan pada
perut kanan atas yang semakin membesar sejak 6 bulan SMRS. Os
juga mengeluhkan kedua kaki pasien (punggung kaki) bengkak
sejak 10 hari SMRS. Os mengatakan sebelumnya pernah mengalami
BAK berwarna gelap sejak 6 bulan SMRS dan belum BAB 6 hari.
Os mengatakan memiliki riwayat sakit kuning sejak 1 tahun SMRS.
Riwayat Penyakit Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), jantung (-), riwayat jatuh (-),
Dahulu riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit ginjal (-), riwayat
penyakit hati (+) hepatitis B.
Riwayat Penyakit Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), jantung (-), riwayat penyakit
Keluarga paru (-), riwayat penyakit hati (-), riwayat penyakit ginjal (-).
Istri os meninggal 1 tahun yll, dan os mengatakan sebelumnya
istrinya dirawat di RSUD Karawang dikarenakan muntah darah.
Riwayat Pengobatan Sebelumnya os sudah pernah melakukan pengobatan ke dokter
puskesmas untuk penyakit kuningnya (Hepatitis B) dan keluhan
nyeri dan rasa penuh pada perutnya, namun os mengatakan tidak
ada perbaikan.
Riwayat Kebiasaan Merokok (+)
Minum obat-obatan warung untuk penghilang nyeri dan pegal-pegal
pada badan os (+)
Riwayat OS berobat menggunakan BPJS.
Sosioekonomi

1.3 Pemeriksaan fisik


Keadaan umum Kesadaran: Compos Mentis
Kesan sakit: Tampak sakit sedang
Kesan gizi: Gizi cukup
Tanda vital Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi: 84 x/menit, irama regular, isi cukup
Respirasi: 18 x/menit
Suhu: 37,7C
Kepala Normosefali, rambut hitam, uban (+) tidak rontok, terdistribusi
merata, tidak terdapat jejas atau bekas luka
Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis +/+, sklera
ikterik +/+
Telinga: deformitas (-), kemerahan (-), oedem (-), serumen (-),
nyeri tekan (-), nyeri tarik (-)
Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Tenggorokan: uvula ditengah, arcus faring simetris, T1/T1
Mulut: mukosa bibir hiperpigmentasi, sianosis (-), gusi kemerahaan
(-) oedem (-), plak gigi (+)
Leher tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid, JVP (5+2 cm)
Thorax Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada simetris, tipe
pernapasan abdomino-torakal, sela iga normal, sternum datar,
retraksi sela iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus simetris, tidak teraba
thrill, ictus cordis teraba di 1 cm medial garis midklavikula ICS 5
kiri
Perkusi: Kedua lapang paru sonor, batas kanan jantung ICS 5 linea
sternalis kanan, batas kiri jantung ICS 5 midklavikula kiri.
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-,
Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk cembung, ikterik (+), kemerahan (-), caput medusa
(-), benjolan (+) + + -
+ - -
- - -
Auskultasi: bising usus 3x/menit, arterial bruit (-), venous hum (-),
friction rub (-)
Palpasi: teraba supel, massa (+), nyeri lepas (-), hepar teraba 4 jari
dibawah arcus costae dan lien tidak membesar, ballottement ginjal
(-), undulasi (-)
Nyeri tekan + + -
+ - -
+ - -
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem +/+, ptekie -/-

1.4 Pemeriksaan penunjang


HEMATOLOGI DAN KIMIA (5 Juni 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 10,8 g/dL 13,2 17,3
Eritrosit 3,47 x10^6/uL 4,5 5,9
Leukosit 4,85 x10^3/uL 4,4 11,3
Trombosit 189 x10^3/uL 150 400
Hematokrit 29,8 % 40 - 52
MCV 86 fL 80 - 96
MCH 31 pg 28 - 33
MCHC 36 g/dL 33 -36
RDW-CV 20,7 % 12,2 15,3
Glukosa Darah Sewaktu 118 mg/dL 70 - 110
Ureum 35,4 mg/dL 15,0 50,0
Creatinin 1,15 mg/dL 0,60 1,10

URINALISIS FISIK / KIMIAWI (6 Juni 2017)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Warna Kuning tua Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Sedimen
Epitel Positif 1 /lpk -
Leukosit 0-1 /lpb 0-5
Eritrosit 0-1 /lpb 0-1
Kristal Negatif -
Silinder Negatif -
Bakteri Negatif -
Lain-lain Negatif Negatif
Berat jenis 1,025 1,002-1,030
Ph 6,0 4,5-8,0
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah / Hb Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 0,2 E.U/Dl 0,2-1
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit esterase Negatif Negatif

IMUNOLOGI DAN KIMIA (5 Juni 2017)


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HBs Ag Rapid Reaktif Non Reaktif
SGOT 203 U/L s/d 37
SGPT 84,2 U/L s/d 41
USG
- Hepar : membesar, echoparenchym heterogen kasar,
tampak nodul hiperchoic multiple dengan ukuran bervariasi di
kedua lobus.
- Lien, pancreas : tidak membesar, tak tampak nodul.
- Gall bladder : tidak membesar, tak tampak batu.
- Ginjal kanan kiri: tidak membesar, systema pelviocalyceal normal,
tak tampak batu.
- Buli-buli dan prostat : kesan normal
- Abd kanan kiri : tak tampak gambaran massa maupun infiltrate.
Kesan : suspect Hepatoma
1.5 Diagnosis
WD : Heaptoma ec Hepatitis B

DD : Hepatoma ec Hepatitis C
Hepatoma ec Sirosis hepatis

1.6 Tatalaksana
- Infus D10% 10 tpm
- Injeksi Cefotaxime 3 x 8 mg
- Injeksi Ondansentron 3 x 4 mg
- Injenksi Omeprazole 2 x 40 mg
- Tablet Hepamax 3 x 1 tab
- Tablet Heflat 1 x 100 mg
1.7 Prognosis
- Ad vitam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam : dubia ad malam

1.8 Follow up
Hari 1 (6 Juni 2017)
S OS mengeluh perut panas, mual muntah +, belum bisa BAB 3 hari.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 120/60 mmHg Nadi: 58 x/menit
Suhu: 36,6 C Pernapasan: 20 x/menit
CA: +/+, SI: +/+
Hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae
NT: + + -
+ - -
+ - -
Ekstremitas bawah oedem +/+
A Suspek Hepatoma ec Hepatitis B kronik
P Infus D10% 10 tpm
Injeksi Cefotaxime 3 x 8 mg
Injeksi Ondansentron 3 x 4 mg
Injenksi Omeprazole 2 x 40 mg
Tablet Hepamax 3 x 1 tab
Tablet Heflat 1 x 100 mg

Hari 2 (7 Juni 2017)


S OS mengeluh mual ketika makan dan minum, muntah -, badan
terasa panas, tidak bisa BAB 4 hari.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 120/60 mmHg Nadi: 60 x/menit
Suhu: 36,2 C Pernapasan: 24 x/menit
CA: +/+, SI: +/+
Hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae
NT: + + -
+ - -
+ - -
Ekstremitas bawah oedem +/+
A Suspek Hepatoma ec Hepatitis B kronik
P Infus D10% 10 tpm
Injeksi Cefotaxime 3 x 8 mg
Injeksi Ondansentron 3 x 4 mg
Injenksi Omeprazole 2 x 40 mg
Tablet Hepamax 3 x 1 tab
Tablet Heflat 1 x 100 mg
Hari 3 (8 Juni 2017)
S OS mengatakan keluhan sudah berkurang, tidak bisa BAB 5 hari.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/60 mmHg Nadi: 57 x/menit
Suhu: 36,6 C Pernapasan: 18 x/menit
CA: -/-, SI: -/-
Hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae

NT: - - -
- - -
- - -
Ekstremitas bawah oedem +/+
A Hepatoma ec Hepatitis B kronik
P Infus D10% 10 tpm
Injeksi Cefotaxime 3 x 8 mg
Injeksi Ondansentron 3 x 4 mg
Injenksi Omeprazole 2 x 40 mg
Tablet Hepamax 3 x 1 tab
Tablet Heflat 1 x 100 mg

Hari 4 (9 Juni 2017)


S OS mengatakan keluhan sudah jauh berkurang, tidak bisa BAB 6
hari.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 100/60 mmHg Nadi: 59 x/menit
Suhu: 36,7 C Pernapasan: 18 x/menit
CA: -/-, SI: -/-
Hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae
NT: - - -
- - -
- - -
Ekstremitas bawah oedem +/+
A Hepatoma ec Hepatitis B kronik
P Infus D10% 10 tpm
Injeksi Cefotaxime 3 x 8 mg
Injeksi Ondansentron 3 x 4 mg
Injenksi Omeprazole 2 x 40 mg
Tablet Hepamax 3 x 1 tab
Tablet Heflat 1 x 100 mg
BAB II
ANALISIS KASUS

Os datang ke IGD dengan keluhan perut kanan atas terasa sakit sejak 2
bulan dan dirasakan semakin memberat sejak 10 hari SMRS, sakit dirasakan terus
menerus, os juga mengatakan perut terasa panas dan penuh sejak 1 bulan SMRS,
perut terdapat benjolan pada perut kanan atas yang semakin membesar sejak 6
bulan SMRS. Os juga mengeluhkan kedua kaki pasien (punggung kaki) bengkak
sejak 10 hari SMRS. Os mengatakan sebelumnya pernah mengalami BAK
berwarna gelap sejak 6 bulan SMRS dan belum BAB 6 hari. Os mengatakan
memiliki riwayat sakit kuning sejak 1 tahun SMRS.
Sebelumnya os sudah pernah melakukan pengobatan ke dokter puskesmas
untuk penyakit kuningnya (Hepatitis B) dan keluhan nyeri dan rasa penuh pada
perutnya, namun os mengatakan tidak ada perbaikan. Istri os meninggal 1 tahun
yll, dan os mengatakan sebelumnya istrinya dirawat di RSUD Karawang
dikarenakan muntah darah.

2.1 Dasar diagnosis


- Perut kanan atas terasa sakit, panas dan penuh dirasakan terus menerus dan
semakin memberat
- Terdapat bernjolan pada perut kanan atas yang semakin membesar
- Kedua kaki bengkak
- BAK berwarna gelap
- Konstipasi
- Riwayat penyakit kuning (Hepatitis B) kronis
2.2 Temuan pemeriksaan fisik
Mata : pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+
Abdomen:
- Inspeksi: bentuk cembung, ikterik (+), kemerahan (-), caput medusa (-),
benjolan + + -
+ - -
- - -
- Auskultasi: bising usus 3x/menit, arterial bruit (-), venous hum (-),
friction rub (-)
- Palpasi: teraba supel, massa (+), nyeri lepas (-), hepar teraba 4 jari
dibawah arcus costae dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-),
undulasi (-)
Nyeri tekan + + -
+ - -
+ - -
- Perkusi: shifting dullness (-)
Ektremitas bawah: Oedem +/+

2.3 Temuan pemeriksaan penunjang


Laboratorium :
Hematologi :
- Hemoglobin : 10,8 g/dL
- Eritrosit : 3,47 x10^6/uL
- Hematokrit : 29,8%
- MCHC : 36 g/dL
- RDW-CV : 20,7%
Kimia :
- Glukosa darah sewaktu : 118 mg/dL
- Creatinin : 1,15 mg/dL
Urinalisis fisik / kimiawi :
- Epitel : Positif 1
Imunologi :
- HBs Ag Rapid : Reaktif
Kimia
- SGOT : 203 U/L
- SGPT : 84,2 U/L
USG :
- Hepar : membesar, echoparenchym heterogen kasar,
tampak nodul hiperchoic multiple dengan ukuran bervariasi di
kedua lobus.
- Lien, pancreas : tidak membesar, tak tampak nodul.
- Gall bladder : tidak membesar, tak tampak batu.
- Ginjal kanan kiri: tidak membesar, systema pelviocalyceal normal,
tak tampak batu.
- Buli-buli dan prostat : kesan normal
- Abd kanan kiri : tak tampak gambaran massa maupun infiltrate.
Kesan : suspect Hepatoma
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Keganasan hati primer yang berasal dari hepatosit terdiri dari karsinoma
hepatoselular (hepatocellular carcinoma, HCC), karsinoma firolamelar, dan
hepatoblastoma. Tumor ganas yang berasal dari sel epitel bilier dan berupa
kolangiokarsinoma (cholangiocarcinoma, CC), dan sito-adenokarsinoma.
Sedangkan sel mesenkim dapat berkembang menjadi angiosarkoma dan
leiomiosarkoma. Dan seluruhnya, 85% nya kejadian merupakan HCC, 10% nya
CC, dan 5% adalah jenis lainnya.(1)

2.2 Epidemiologi
Karsinoma hepatoselular (HCC) meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker
pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan
pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker
sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat
kematian (rasio antara mortalitas dan insidens) HCC juga sangat tinggi, di urutan
kedua setelah kanker pancreas. Sekiatr 80% dari kasus HCC di duni berada du
negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah
(sub-sahara), yang diketahu sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis
virus. HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik
infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal.(2,3)

2.3 Faktor risiko


Beberapa faktor risiko terjadinya hepatoma adalah sebagai berikut:
- Virus Hepatitis B (HBV)
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti
kuat, baik secara epidemiologis, klinis, maupun eksperimental,. Sebagian
besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan
HCC yang tinggi. Di Taiwan pengidap kronis infekti HBV mempunyai
risiko untuk terjadinya HCC 102 kali lebih tinggi daripada risiko bagi
yang bukan pengidap. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin
terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,
integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein
spesifik-HBV berinteraksi dengen gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidk langsung oleh kompensasi proliferative merespons nekroinflamasi sel
hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen
yang berubah akibat HBV. Koinsidens infeksi HBV dengan pajanan agen
onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC
tanpa melalui sirosis hati (HCC pada hati non sirotik). Transaktivasi
beberapa promoter selular atau viral tertentu oleh gen-x HBV (HBx) dapat
mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi protein oleh
HBx mampu menyebabkan akselerasi proliferasi hepatosit. Dalam hal ini
proliferasi berlebihan hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif
dari apoptosis sel. (2)
- Virus Hepatitis C (HCV)
HCC lebih jarang terjadi pada pasien yang terinfeksi oleh HCV
dibandingkan pasien dengan infeksi HBV. Bila terserang HCC, pasien
hepatitis C biasanya memiliki faktor risiko lain, seperti sirosis hati, usia
tua, jenis kelamin laki-laki, peminum alkohol, kadar alpha-fetoprotein
(AFP) tinggi, dan koinfeksi HBV. Beberapa penelitian juga menyatakan
bahwa genotipe 1b pada HCV menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
HCC. Akan tetapi, bagaimana HCV dapat menyebabkan terjadinya HCC
belum terlalu dimengerti karena tidak seperti HBV, materi genetik dari
HCV tidak menyerupai materi genetik pada sel-sel hati.(4) Virus hepatitis
C (hepatitis C virus/HCV) adalah suatu virus berkapsul yang memiliki
genom positive-sense RNA, berasal dari famili Flaviridae, genus
Hepativirus. Genom virus mengkode poliprotein tunggal yang dapat
dipecah menjadi 10 protein matur, dengan susunan protein struktural
terletak dekat dengan ujung 5, sedangkan protein fungsional terletak
dekat ujung 3 dari poliprotein tersebut. Berbagai interaksi yang terjadi
antara protein yang dikode oleh genom virus HCVdengan proses seluler
host mengakibatkan alterasi pada berbagai jalur persinyalanseluler yang
menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan sel
hatimenuju karsinoma.(5)
- Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama HCC di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC. Prediktor utama HCC pada
SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein
(AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel
hati.(2)
- Alfatoksin
Alfatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok alfatoksin yang mampu membentuk
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutai
pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.(2)
- Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatohepatits (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan
kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.(2)
- Diabetes Melitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk
penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth
factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.(2)
- Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat
alkohol (> 50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita
HCC melalui sirosis hati alkoholik.(2)
- Faktor risiko lain
Faktor risiko lain yang jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain: (2)
1. Penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun: PBC/sirosis bilier
primer)
2. Penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetik: defisiensi anti-
tripsin alfa 1: penyakit Wilson)
3. Kontrasepsi oral
4. Senyawa kimia
5. Tembakau (masih kontroversial)

2.4 Etiopatogenesis
Beberapa faktor terjadinya karsinoma hepatoseluler telah didefinisikan
baru-baru ini. Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks kejadian cedera
kronik (chronic injury) dari sel hati, peradangan dan meningkatnya kecepatan
perubahan hepatosit. Respons regeneratif yang terjadi dan adanya fibrosis
menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh mutasi pada hepatosit
dan berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. HBV atau HCV mungkin ikut
terlibat di dalam berbagai tahapan proses onkogenik ini. Misalnya, infeksi
persisten dengan virus menimbulkan inflamasi, meningkatkan perubahan sel, dan
menyebabkan sirosis. Sirosis selalu didahului oleh beberapa perubahan patologis
yang reversibel, termasuk steatosis dan inflamasi, baru kemudian timbul suatu
fibrosis yang ireversibel dan regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan
sebagai regeneratif dan displastik atau neoplastik.(6) Nodul regeneratif merupakan
parenkim hepatik yang membesar sebagai respons terhadap nekrosis dan
dikelilingi oleh septa fibrosis. Selain proses di atas, pada waktu periode panjang
yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis dapat berintegrasi ke
dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan ketidakseimbangan
(instability) genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan
penyusunan kembali (rearrangements) pada berbagai tempat di mana genom virus
secara acak masuk ke dalam DNA hepatosit. Salah satu produk gen, protein x
HBV (Hbx), mengaktifkan transkripsi, dan pada periode infeksi kronik, produk ini
meningkatkan ekspresi gen pengatur pertumbuhan (growthregulating genes) yang
ikut terlibat di dalam transformasi malignan dari hepatosit.(7,8)

2.5 Manifestasi klinis


Biasanya karsinoma hepatoselular pada tahap awal tidak menimbulkan gejala atau
tanda. Seiring pertumbuhan kanker, akan timbul satu atau lebih gejala dibawah
ini:(9,10)
- Nyeri pada perut bagian kanan atas
- Benjolan atau perasaan berat di perut bagian kanan atas
- Kembung atau bengkak di perut
- Kehilangan nafsu makan dan perasaan kenyang
- Penurunan berat badan
- Kelemahan atau kelelahan
- Mual dan muntah, perut terasa penuh
- Kulit dan mata kuning
- Konstipasi atau diare dan berwarna pucat
- Urin berwarna gelap
- Demam

2.6 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis HCC dilakukan pemeriksaan:(11)
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan imaging dengan ultrasonografi (USG), CAT scanning,
MRI (magnetic resonance imaging ), atau hepatic angiography.
3. Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) yaitu alpha feto protein (AFP)
4. Pemeriksan patologi anatomi setelah dilakukan biopsi hati.
Berdasarkan hasil anamnesis pasien biasanya datang dengan gejala sirosis
hati. Sirosis hati merupakan jenjang akhir dari proses fibrosis hati, yang
merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya
penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrosa sehingga sel-sel hati
akan kehilangan fungsinya. Secara umum,etiologi sirosis apapun adalah faktor
risiko utama untuk karsinoma hepatoseluler Sekitar 80% dari pasien dengan
karsinoma hepatoseluler baru didiagnosa telah ada sebelumnya sirosis.
Penyebab utama dari sirosis yang dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis
C, dan infeksi hepatitis B.(11)
Adapun gejala- gejala yang ditimbulkan akibat sirosis hati seperti rasa
gatal dengan atau tanpa adanya penyakit kulit yang tampak (pruritus), warna
kekuningan di kulit dan permukaan mukosa disebabkan karena adanya
penumpukan bilirubin (jaundice), pembesaran kelenjar limpa, pendarahan
visceral, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan (Cachexia),
meningkatnya lingkar abdomen (abdominal girth), hepatic encephalopathy,
serta sakit perut, terutama dibagian kanan atas disertai mual, muntah, dan
kelelahan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik biasanya ditemukannya warna
kekuningan di kulit dan permukaan mukosa, efusi dan pengumpulan cairan
serosa dirongga abdomen, pembesaran di daerah hati, alcoholic stigmata,
gangguan motik yang ditandai dengan penyimpangan intermiten dari postur
yang diambil sebagai akibat dari hilang timbulnya kontraksi terus menerus
dari kelompok otot (asterixis), adanya pedal edema, Periumbilikal colateral
veins, dan pembesaran vena hemoroid.
Tes yang dapat digunakan untuk menegakkan kasus karsinoma
hepatoseluler adalah pemeriksaanan radiologi, biopsi, dan AFP serologi.(11)
Beberapa modalitas imaging yang sering digunakan adalah CT scan dan MRI.
Ini berguna untuk mengetahui perluasan penyakitnya. Untuk menetapkan
diagnosis HCC diperlukan serangkaian testersebut tergantung dari ukuran lesi
atau massa:
1. Lesi > 2 cm pada diameter
Deteksi masa hepar dengan keadaan sirosis diketahui memiliki risiko
tinggi untuk terkena HCC. Jika AFP 200ng/ml dan hasil radiologi
menunjukkan adanya massa maka hal ini merujuk ke kasus HCC
dengan adanya hipervaskularisasi arteri. Konferensi EASL
merekomendasikan diagnosis HCC dapat ditegakkan tanpa perlu
melakukan biopsy pada pasien yang memiliki ukuran lesi 2 cm dengan
menunjukkan vaskularisasi arteri yang dapat ditemukan pada modalitas
CT scan ataupun MRI. Jika tidak diketahui karakteristik abnormalitas
vaskularisasinya, dan AFP < 200mg/ml maka biopsi direkomendasikan
untuk dilakukan. Jika lesi menunjukkan hipervaskularisasi dan washed
out pada fase vena awal, untuk menegakkan diagnosis hanya
dibutuhkan satu modalitas imaging saja. Hal ini dapat dilakukan
dengan triphasic CT scan atau MRI dengan injeksi gadolinium.
Beberapa penelitian baru menunjukkan USG dengan kontras juga bisa
digunakan sebagai diagnosis non-invasif.(11)
2. Lesi 1-2 cm pada diameter
Lesi yang berukuran 1-2 cm pada pasien sirosis hati, memiliki faktor
risiko untuk menjadi HCC. Level Alpha-fetoprotein mungkin normal
atau meningkat namun tidak memiliki kegunaan untuk menegakkan
diagnosis. Konferensi EASL merekomendasikan lesi dengan ukuran 1-
2 cm dapat dilakukan dengan biopsy tanpa memperhatikan pembuluh
darah sekitarnya. Lebih dari 25 % lesi berukuran kurang dari 2 cm
dengan pelebaran arteri, tanpa washout venous pada sirosis hati akan
stabil atau malah bisa berkembang menjadi HCC. Biopsi sangat
penting bagi pasien yang hasil gambaran radiologisnya kurang baik.
Pada nodul yang berukuran 2 cm, teknik imaging yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosisnya dapat didasarkan pada
pemeriksaan tunggal yang menunjukkan karakteristik pembuluh darah
melalui contrast-ultrasound, dynamic CT atau MRI , pada nodul yang
berukuran 1-2 cm pencitraan karakteristik vakularisasi hasilnya tidak
telalu baik sehingga untuk menegakkan diagnosis lebih baik digunakan
2 teknik imaging.(12)
3. Lesi kurang dari 1 cm pada diameter
Lesi yang berukuran 1 cm memiliki faktor risiko kecil menjadi HCC.
Pada lesi dengan ukuran tersebut kemungkinan menjadi maligna
adalah kecil, walaupun CT atau MRI menunjukkan nodul yang kecil
dengan vaskularisasi arteri, namun hal ini bukan fokus HCC. Namun,
tidak tertutup kemungkinan terjadinya keganasan dalam perkembangan
nodul tersebut. Oleh karena itu nodul-nodul tersebut perlu di followup
setiap bulan dengan tujuan untuk mendeteksi transformasi keganasan.
Apabila dalam 1-2 tahun tidak tidak ada perubahan, hal ini bisa
menunjukkan nodul tidak bertransformasi menjadi HCC.(12)
Diagnosis klinis ditegakkan jika 2 pemeriksaan imaging memberikan hasil
positif, atau jika 1 hasil imaging disertai kadar AFP melebihi 400 ng/ml.
Diagnosis pasti ditegakkan jika hasil biopsi hati memberikan hasil
pemeriksaan patologi anatomi positif.

2.7 Tatalaksana
Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran
tumor, serta derakat perburukan hepatik.(2)
- Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai
fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatis.
- Transplantasi Hati
Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim
hati yang mengalam disfungsi.
- Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol,
asam asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency,
microwave, laser dan cyroablation).
- Terapi paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya.
Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE
(transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukan
penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup
pasien dengan HCC yang tidak tesektabel.

2.8 Pencegahan
Langkah-langkah pencegahan terjadinya heotoma meliputi:(13)
- Mencegah dan mengobati hepatitis virus
- Vaksinasi terhadap hepatitis B
- Tidak mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan.
- Orang dengan jenis hemochromatosis tertentu (kelebihan zat besi)
mungkin perlu diskrining untuk kanker hati.
- Orang yang menderita hepatitis B atau C atau sirosis mungkin
direkomendasikan untuk skrining kanker hati.

2.9 Prognosis
Pada umumnya prognosis karsinoma hati adalah jelek.(14,15) Tanpa
pengobatan, kematian rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan
pertama. Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11- 12
bulan. Bila karsinoma hati dapat dideteksi secara dini, usaha-usaha pengobatan
seperti pembedahan dapat segera dilakukan misalnya dengan cara sub-
segmenektomi, maka masa hidup penderita dapat menjadi lebih panjang lagi.
Sebaliknya, penderita karsinoma hati fase lanjut mempunyai masa hidup yang
lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh karena koma hepatik,
hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit
hebat karena pecahnya karsinoma hati.(16)
DAFTAR PUSTAKA

1. Carr BI. Tumors the liver and billary tree. Dalam: Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Localzo J. Harrison principles of
internal medicine. Ed 18th. New York: McGraw-Hill;2012.
2. Budihusodo U. 2014, Karsinoma hati. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta,. p.30401.
3. Colombo M. Lavarone M. Epidemiology, risk factors and screening
strategies for hepatocellular carcinoma. In: Arroyo V, Forns X, Gracia-
Pagan JC, Rodes J, eds. Progress in the treatment of liver diseases.
Barclona: Ars Medica; 2003, p.279-89.
4. Keith E. Stuart. 2011. http://www.medicinenet.com. Accessed June, 19
2017.
5. Tran G. The role of hepatitis C virus in the pathogenesis of hepatocellular
carcinoma. Bioscience Horizons. 2008;1(2): p.167-175.
6. Kamel IR, Bluemke DA. Imaging evaluation of hepatocellular carcinoma. J
Vasc Interv Radiol 2002;13: p7.3-83.
7. Zhang X, Zhang H, Ye L. Effects of hepatitis B virus X protein on the
development of liver cancer. J Lab Clin Med. 2006 Feb. 147(2): p.58-66.
8. McKillop IH, Moran DM, Jin X, et al. Molecular pathogenesis of
hepatocellular carcinoma. J Surg Res. 2006 Nov. 136(1): p.125-35.
9. Cicalese L, Geibel J. Hepatocelullar carcinoma. Texas: Medscape 2017;
http://emedicine.medscape.com.)
10. Okuda K. Hepatocellular carcinoma. J Hepat 2000; 32:p225-7.
11. Parikh S, Hynan D. Hepatocellular cancer: a guide for the Internist.
American Journal of medicine. 2007; 120: p.194 202.
12. Bruix J, Sherman M. Management of Hepatocellular carcinoma.
Hepatology. 2005;42: p.1208 1236.
13. Abou-Alfa GK, Jarnagin W, Lowery M, et al. Liver and bile duct cancer. In:
Niederhuber JE, Armitage JO, Doroshow JH, Kastan MB, Tepper JE, eds.
Abeloff's Clinical Oncology. 5th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Churchill
Livingstone; 2014: p.80.
14. Di Bisceglie AM. Hepatitis C and hepatocellular carcinoma. Hepatoloy
1997; 26:S34-S8.
15. Wu CG, Salvay DM, Forgues M, Valerie K, Farnsworth J, Markin RS, et al.
Distinctive gene expression profiles associated with Hepatitis B virus x
protein. Oncogene 2001; 20:3674-82.
16. Siregar GA. Penatalaksanaan non bedah dari karsinoma hati. Sumatera
Utara: Universa medicina 2011; 24(1): p.42.

Anda mungkin juga menyukai