PENDAHULUAN
Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan
sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri
berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker
kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker
di Amerika Serikat.1
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya.2 Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada
kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal
menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker.3 Meskipun belum ada data
yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah
kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk.4
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan
penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara
Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal
yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan
sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia
muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan
di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar
daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut; dan dari
kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon rektosigmoid.2
Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.3
Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari
tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan
penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang
berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi,
perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.2
Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu
sebanyak 98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%),
limfoma (1,3%) dan sarkoma (0,3%).1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2. Anamnesis
Dilakukan pada tanggal 4 Mei 2019 pukul 07.00 WIB
a. Keluhan Utama:
Benjolan di perut kanan bawah sejak ± 7 bulan yang lalu
d. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
Keadaan Spesifik:
1. PemeriksaanKepala:
Normocepali, rambut hitam, tidak rontok, tidak mudah dicabut.
Deformitas (-)
2. Pemeriksaan Mata:
Eksoftalmus (-/-),Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+), subkonjungtiva bleeding (-/-), Raccon eye
(-/-), penglihatan kabur tidak ada, gerakan bola mata ke segala arah dan
simetris, lapangan penglihatan baik.
3. PemeriksaanTelinga
Liang telinga normal, serumen (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan (-/-),
gangguan pendengaran (-), battle sign (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung
Deformitas (-),nafas cuping hidung (-/-), sekret (-), Epistaksis (-),
mukosa hiperemis (-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan
Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-),
gusi hiperemis (-), uvula ditengah
6. Pemeriksaan Leher
Simetris, pembesaran KGB (-)
7. Pemeriksaan Thorax
a. Paru
- Inspeksi : statis kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada
Yang tertinggal, sela iga melebar (-), retraksi
intercostae (-), benjolan (-)
- Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, benjolan (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan kiri, batas paru
hepar ICS V linea midclavicula dextra
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-),wheezing (-/-)
b. Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak, vonsure cardiac (-)
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Atas : ICS II linea sternalis sinistra
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Kiri bawah : ICS VI linea midclavicula sinistra
- Auskultasi: HR: 86x/menit,BJ I & II (+) N, murmur (-), Gallop (-)
- Inspeksi : datar, lemas, caput medusa (-), spider naevi(-),hematom
(-), lihat status lokalis
- Palpasi : Nyeri tekan (+) regio iliaca dextra, teraba masaa(-),
Defans muscular (-), hepatomegali tidak teraba, pembesaran lien tidak
teraba.
- Perkusi : Tympani (+), shifting dullness(-)
- Auskultasi : Bising usus (+) menurun
8. Pemeriksaan Abdomen
9. Pemeriksaan Genitalia
Tidak diperiksa
10. Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior tidak tampak pucat, eritem (-), nyeri otot
dan sendi (-),gerakan ke segala arah, kekuatan (+) 5, jari tabuh (-), eutoni,
atrofi (-),tremor (-), edema pada kedua lengan dan tangan(-), teraba
lembab,hiperpigmentasi (-), jari tabuh (-), pitting edema pretibia (-),
c. Status Lokalis
Tampak benjolan di regio iliaca dextra, soliter, ukuran 5x5 cm, berbatas tidak
tegas, konsistensi kenyal, mobile, permukaan halus, warna kulit diatasnya sama
dengan kulit sekitarnya, nyeri tekan (+).
b. Feces
Makroskopik
Makroskopik warna Kehitaman
Makroskopik konsistensi Lembek
Mikroskopik
Mikroskopik eritrosit 5-10
Mikroskopik Telur cacing Ancylostoma duodenale +
Mikroskopik Leukosit 2-5
Mikroskopik Amoeba Negatif
Mikroskopik Jamur Positif
Mikroskopik Lain-lain Negatif
Operatif
Laparotomy hemikolektomy dextra
2.8. Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad malam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
Follow up
6 Mei 2019 S: Nyeri Perut kanan bawah
Pukul 07.00 O : KU : tampak sakit sedang, GCS E4V5M6
TD : 120/80 mmHg
N : 79 x/menit
RR : 19x/menit
T : 36,6oC
Kepala : Nomocephali, konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-/-), eksoftalmus (-)
Leher : Massa (-),Nyeri tekan (+) suara serak (-)
Thorak: Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-),
iktus cordis tidaktampak, bunyi jantung S1-
S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, massa
(+), nyeri tekan (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-), tremor (-)
A: Ca colon ascenden
P: 1. Diet bubur
2. Aminofluid 1500 cc
3. IVFD D5 gtt xx x/menit
4. Ceftriakson 2x1 g
5. Ketorolac 3x30 mg
6. Ranitin 2x 1 ampul
3.2 Fisiologi
Pertukaran air dan elektrolit
Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit.
Sebnyak 90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium
diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi
sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium
melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif disekresikan ke dalam lumen usus
dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif melalui pertukaran
klorida-bikarbonat.
Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia. Amonia
adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati. Absorpsi amonia ini
tergantung daro pH intraluminal. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan
penurunan bakteri usus dan penuran pH intraluminal yang akan menyebabkan
penurunan absorpsi amonia.
Asam lemak rantai pendek
Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi
oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai pendek
ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan metabolisme usus seperti
transportasi natrium. Kekuranga nsumber penghasil Asam lemak rantai pendek atau
kolostomi, ileostomi akan menyebabkan atrofi mukosa.
Mikroflora kolon dan gas intestinal
Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri.
Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah
Bacteroides. Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak. Mikroflora
endogen ini penting dalam pemecahan karbohodrat dan protein di kolon dan
berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan kolesterol.
Bakteri ini juga di[perlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat
pertunbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah
bakteri pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.
Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan
produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon
dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari udara yang
tertelan. Karbon dioksida diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen
dan perubahan trigliserid menjadi asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi
oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan
melalui flatus.
Motilitas
Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari
kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten.
Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di
kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum,
aktivasi kolinergik meningktkan motilitas kolon. 6
Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan penting
dalam stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan
emosi. Waktu transit di kolon dipercepat oleh makan makanan yang mengandung
serat. Serat ialah matrix sel tumbuhan yang tidak larut dan terdiri dari selulosa,
hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan kolon normal lambat, kompleks dan
bervariasi. Pada kebanyakan, makanan mencapai sekum dalam 4 jam dan 24 pada
rektosigmoid. Kolon transversum merupakan tempat penyimpanan feses.5
Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor
yang mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur,
jumlah distensi kolon dan variasi hormonal.
Jenis- jenis gerakan :
- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini
memperpanjang lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit
- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan
sirkular.
- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan
kontraksi antegrade dan propulsif.7
Defekasi
Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan
pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta
relaksasi lantai pelvis. Rasa ingin defekasi terbentuk ketika feses memasuki rektum
dan menstimulasi reseptor di dinding rektum atau otot levator.5 Distensi dari rektum
menyebabkan relaksasi dari sfingter ani yang menyebabkan kontak dengan kanal
anal. Refleks ini menyebabkan epitel memisahkan feses padat dari gas dan cair.6
3.3 Epidemiologi
Di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat
insiden dan mortalitas.1,5 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker
kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 % pria penderita kanker
terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari
total jumlah penderita kanker.1
Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan
Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika
Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai
kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan
mortalitas.2
Didapatkan suatu hubungan yaitu
- Terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang
meningkat seiring dengan usia
- Meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk
- Rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan
dengan pria lainnya.
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk.
Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah
Sakit. Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang
banyak terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker
menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang
paling sering terdapat pada pria maupun wanita.6
Kasus sporadik
Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh
keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat
diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertamadari pasien kanker
kolorektal memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi
lemak jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat
menurunkan resiko ini untuk individu dengan diet tinggi lemak. Studi
epidemiologik juga memperlihatkan bahwa orang dari negara bukan
industri lebih sedikit terkena resiko ini.7
Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen
dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa
invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma
berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang
diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong
sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker
kolorektal. Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan
meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-
4 kali lipat jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang
mempunyai multipel polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi
tergantung beratnya derajat displasia.8
3.5.4 Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan
mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama
adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin
dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet
yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti
dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada
sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus
proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka
panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal.
Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan
menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut
dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel
disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin
yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini didapat
dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator
oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan
resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat
dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-
inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi
insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang
berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker
kolorektal.8
3.6 Patofisiologi
Penyebab dari kanker kolorektal masih terus diselidiki. Mutasi dapat
menyebabkan aktivasi dari onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen supresi
tumor ( APC, DCC deleted in colorectal carcinoma, p53). Karsinoma kolorektal
merupakan perkembangan dari polip adenomatosa dengan akumulasi dari mutasi
ini.
3.7 Histologi
Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun
1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal.
Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa
adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4%
epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid
carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada
wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe
histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal.
Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum
bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan
dengan derajat differensiasi buruk dan telah bermetastase jauh pada saat
terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan sarcoma yang sering dengan derajat
differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, sedangkan small
cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering sudah bermetastase
jauh pada saat terdiagnosa.
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker
Dharmais (RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering
dijumpai adalah adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78
(38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%) dan
signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Berbagai varian gambaran histopatologi
kanker kolorektal berdasarkan klasifikasi World Health Organization:
- Mucinous adenocarcinoma
- Signet ring cell adenocarcinoma
- Adenoskuamous carcinoma
- Squamous carcinoma
- Choriocarcionma
- Medullary carcinoma10
3. 8 Manifestasi klinis
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi
belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon
transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian
proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak
spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan
besar dan lokasi dari tumor.
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta
isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh
besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah
samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah
makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.
Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi
feses ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen
yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan
frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat
diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus
bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.
Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia.
Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau
mukus. Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua,
walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga
jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar
penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan
kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan
penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total
obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan
perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan
terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan
peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini
dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada
vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan
fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang
sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul
dari kanker kolon.
Gambar 3.8 Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat
dideteksi dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi
Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005)
3.9 Pemeriksaan
Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektal (CRC):
Rigid Proctoscopy
Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon
sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat
cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan
ke dalam rektum, kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari
rektum. Prosedur ini biasa digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip
rektum.
Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian
pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko
kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi
jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit dicantumkan dalam program
skrining modern ini.
Flexible Sigmoidoscopy
Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun menyebabkan
penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan
adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau lainnya pada fleksibek
sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi.
Colonoscopy
Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling baik
digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat sensitif dalam
mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi,
mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan tetapi, pemeriksaan ini
memerlukan persiapan usus dan menyebabkan ketidaknyamanan karena
memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan dengan bantuan endoskopi.
Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah perforasi dan pendarahan, namun
sangat kecil.
Gambar 3.11 Kolonoskopi dan sigmoidoskopi
CT Colonografi
Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif
tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan
rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien
membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu dilakukan CT.
Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.6
CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual
Colonography” merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi-
slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau
tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi
tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi. Persiapan pemeriksaan CTC hampir
sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus besar dengan bahan laksan,
ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan
dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi.
Penelitian meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan
95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan
sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran >
10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya perforasi dan dilaporkan hanya
1/22.000 pemeriksaan.8
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal,
mengidentifikasi emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut
berperan dalam pengobatan. Area supraclavicula harus dipalpasi untuk
memeriksa adanya kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan abdomen
dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas operasi, penonjolan massa,
kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm steifung). Palpasi
dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau nyeri
tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas
atau melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal
pada abdomen ialah timpani. Bila terdapat masssa maka perubahan suara
menjadi redup. Pada auskultasi didengarkan bising usus.
Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval atau
melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan ukuran
dan derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan
darah pada sarung tangan.5,7
Pemeriksaan penunjang
Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti:
anemia mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan
defekasi. Oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau
radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila
tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.
Laboratorium
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon
memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah urinalisis,
hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat diperiksa sesuai
dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium, bilirubin, alkali fosfatase dan
kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip besar dapat dideteksi melalui darah
sama feses atau defesiensi Fe.
Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal
ialah carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan
pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk
ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat
terdeteksi di berbagai cairan tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak
spesifik berhubungan dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70%
pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur
screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.5
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50%
polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran pasase kontras, jenis bagian
rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli
radiologi senior. Oleh karena itu, pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih
diperlukan.
Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi diperlukan
untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan alternatif
lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tidak bisa mendeteksi lesi
berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon di
balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.
Persiapan dan pemeriksaan barium enema
Persiapan:
Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya
10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans
Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans
Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.
Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6.
Gambaran normal:
Pasase lancar (gambaran haustre)
Refluks kontras ke dalam ileum
Post evakuasi: feather like appereance
Gambar 3.14. gambaran polip pada barium enema Gambar 3.15. peduncaled
polyp
Gambaran radiologis karsinoma rektum:
Gambaran pasase kontras
Tergantung jenisnya:
- Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis
- Filling defect : mukosa tidak rata
Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan
kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia
diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi.
Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan
tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk
metastasis.
3. 10 Tata laksana
Kanker kolon
Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan
drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun
telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan
terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular.
Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker
tersebut. Organ atau jaringan penyokong seperti omentum nyga harus direseksi en
blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka dibutuhkan
terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi usus dengan normal
solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat
tercuci atau dihancurkan.
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat
terhadap CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field
defect) dan harus dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah
adanya lebih dari 2 kanker secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru
pada pasien yang telah direseksi sebelumnya) juga diterapi serupa.
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan
laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman.
Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka
dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma atau bypass.
Stage 0 ( Tis, N0,M0)
Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak
memiliki resiko metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia
meningkatkan resiko karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi
lengkap dan batasnya harus bebas dari displasia.polip bertangkai harus dilepaskan
secara komplit secara endoskopi. Pada pasien iini, diikuti dengan kolonoskopi
teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren dan tidak terbentuk karsinoma
invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat se`luruhnya, maka dilakukan reseksi
segmental.
Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)
Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis
ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan
kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk
dapat dilkakukan segmental kolektomi.
Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)
Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan
operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat
berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan survival
pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi komplit stadium 2 dapat beresiko
kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan disarankan untuk beberapa pasien (
pasien muda dan resiko tinggi).
Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)
Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang
tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan kemoterapi
rutin pada pasien ini. Regimen yang digunakan ialah 5- Flourouracil dengan
levamisole atau leukovorin emngurangi rekurensi dan meningkatkan angka
ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru ialah as capecitabine, irinotecan,
oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan immunotherapy.
Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)
Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit sistemik,
sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak 20% potensial
reseksi untuk sembuh. Angka survival pada pasien reseksi ini menignkat bila
dibandingkan dengan pasien yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan
kemoterapi ajuvan. Pasien yang tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi.
Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting untuk lesi obstruksi kolon kiri.
Reseksi kolorektal
Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak
dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.
Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah
pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kurativ
dari CRC dicapai dengan ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan
kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses benign,
tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi.
Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada
reseksi kolon kanan atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat
dilakukan.
Reseksi laparoskopik
Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri
post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara
laparoskopik membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara
terbuka.
Side to side
Gambar 3. 17 Anastomosis
Colostomy
Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding
dengan loop kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding
abdomen dibuat dan akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian
distal yang dikeluarkan melalui dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di
dalam abdomen sebagai hartmann’s pouch. Penutupan kolostomi membutuhkan
laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan odentifikasi usus distal,
kemudian dilakukan anastomosis end to end.
Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi
dikarenakan terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi
lebih sedikit beresiko.6
Gambar 3.18 Kolostomi
Kanker rektum
Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon
dan prinsip operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening
dan organ apapun yang terkena. Akan tetapi diakrenakan struktur dari pelvis maka
reseksi lebih sulit dan membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi
dibanding dengan kanker kolon dengan stadium yang sama. Akan tetapi, tumor
rektum lebih sensitif dengan radiasi.
Terapi lokal
Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus. Karena
itulah, beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang benign,
noncircumferential dan adenoma villous dilakukan dengan baik dengan eksisi
transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi walau dengan terapi kemoradiasi. Transanal
endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan dengan menggunakan proctoscope
dan alat-alat serupa dengan laparoskopi yang membuat eksisi lokal dapat dilakukan
pada tempat yang lebih tinggi yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi harus diikuti dengan
eksisional biopsi.
Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga dapat
digunakan. Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya spesimen
patologis untuk diketahui stadiumnya. Teknik ini digunakan pada individu dengan
resiko tinggi yang tidak dapat mentoleransi terapi radikal lainnya.
Reseksi radikal
Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak kasus
karsinoma rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena bersama
dengan limfovaskularnya.
Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan diseksi
tajam untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. Untuk tumor
rektosigmoid, eksisi partial mesorektal paling tidak sepanyak cm distal dari tumor.
TME menurunkan rekurensi dan meningkatakan survival. Teknik ini hanya sedikit
dari yang hilang dibanding dengan operasi tajam.
Terapi spesifik stadium
Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk mengetahui T dan
N dari kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui kedalaman tumor namun
kurang akurat dalam diagnosis keterlibatan nodus limfatikus.
Stage 0 (Tis, N0,M0)
Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan eksisi lokal.
Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0)
Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki < 1%
resiko metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi. Terapi lokal
dapat dilakukan namun angka rekurensi tinggi. Untuk alasan ini, maka dilakukan
reseksi radikal.
Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0)
Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk mencegah
rekurensi yaitu tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan setelah dilakukan TME
untuk stadium 1,2 dan 3. Pendapat lainnya ialah diperlukannya kemoradiasi.
Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah pengecilan ukuran tumor, mereseksi
menjadi lebih mudah. Kerugiannya ialah overtreatment dari tumor masa awal,
penundaan penyembuhan uka dan fibrosis pelvis.
Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)
Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre atau post operasi
untuk kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah bening. Keuntungan dan
kerugian sama seperti yang diungkapkan di atas. Untuk alasan ini, pasien diterapi
dengan neoajuvan terapi diikuti dengan reseksi radikal.
Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)
Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup terbatas dengan
pasien metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun bila ada reseksi dapat
menyembuhkan untuk beberapa pasien. Kebanyakan pasien memerlukan terapi
paliatif. Reseksi radikal dapat digunakan untuk mengontrol nyeri, perdarahan atau
tenesmus. Terapi lokal dengan kauter atau laser digunakan untuk mengontrol
perdarahan atau mencegah obstruksi. Intraluminal stent berguna untuk mencegah
obstruksi namun sering menyebabkan nyeri dan tenesmus. 6
Sistemik kemoterapi
Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil
sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa
regimen kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan angka harapan hidup
pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat capecitabine dan tegafur yang digunakan
sebagai monoterapi atau kombonasi dengan oxalipatin dan irinotecan.
Regimen untuk ajuvan kemoterapi :
5-Fluorouracil + leucovorin
o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu
o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu,
diberikan sebelum 5-FU
o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu
LV5FU2 (de Gramont regimen)
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV
continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu
Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV
continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu
3.12 Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi
penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor.
Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka
kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa
penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu
persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.
3.13 Follow up
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 3-6 bulan pada 3 tahun pertama dan
setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Akan tetapi hal ini tidak mutlak dan
berdasarkan kondisi individu dan faktor resiko yang dimiliki oleh pasien.
2. Pemeriksaan carcinoembryonic antigen (CEA)
Pemeriksaan ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna walaupun ada
kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 3 bulan pada pasien selama 3
tahun dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Pemeriksaan ini berguna
untuk menilai kekambuhan pada pasien.
3. CT scan
CT scan dada dan abdomen dilakukan setiap tahun untuk minimal 3 tahun
pertama setelah reseksi tumor primer.
4. Kolonoskopi
Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk mendokumentasi
tidak adanya tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi dilakukan setelah operasi /
3-6 bulan kemudian dan kemudian tiap tahun sampai 3 tahun kemudian. Bila
normal, diulang setiap 5 tahun. Bila tidak tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat
dilakukan barium enema dan sigmoidoskopi.
5. Colok dubur/ proctoskopi/ sigmoidoskopi
Diperuntukkan pasien yang mengalami kanker rektal. Pemeriksaan
dilakukan pada bulan ketiga, keenam, setahun dan tahun kedua.
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. H usia 34 tahun dengan keluhan terdapat benjolan di perut kanan bawah
sejak 7 bulan yang lalu dan nyeri perut kanan bawah sejak 2 bulan sebelum MRS.
Penyakit pada pasien bukan merupakan faktor risiko dari usia.karena berdasarkan
teori proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita
adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158
per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per
100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda
(30-64 thn). Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan usia.7
Pasien mengeluh Nyeri perut dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan menjalar
ke pinggang Pada saat nyeri pasien juga mengeluh mual dan muntah. Muntah
sebanyak 3-5 kali setiap kali makan berisi air, volume ¼ gelas belimbing setiap kali
muntah, tidak pernah disertai darah. Nyeri perut dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
menjalar ke pinggang. Pada saat nyeri pasien juga mengeluh mual dan muntah.
Muntah sebanyak 3-5 kali setiap kali makan berisi air, volume ¼ gelas belimbing
setiap kali muntah, tidak pernah disertai darah. Keluhan demam disangkal. BAK
pasien 4-5 kali per hari berwarna kuning jernih. BAK berwarna merah seperti teh
disangkal. Nyeri dan panas saat BAK disangkal. Pasien mengalami penurunan berat
badan sekitar 13 kg dalam 5 bulan terakhir. Berdasarkan teori gejala ca colon
meliputi ;
Kolon kanan :
- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia
- Tes darah samar pada feses
- Gejala dispepsia
- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten
- Teraba massa abdominal
Kolon kiri :
- Gangguan pola buang air besar
- Darah makro pada feses
- Gejala obstruksi
Rektum :
- Pendarahan per rektal
- Gangguan pola buang air
- Adanya sensasi tidak lampias
- Teraba tumor intrarectal5
Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan tampak benjolan di regio
iliaca dextra, soliter, ukuran 5x5 cm, berbatas tidak tegas, konsistensi kenyal,
mobile, permukaan halus, warna kulit diatasnya sama dengan kulit sekitarnya,
nyeri tekan (+).
Pasien Ny. H dilakukan tindakan Operatif laparotomy hemikolektomy dextra.
Sesuai dengan teori tata laksana yang dapat diberikan pada ca colon ialah reseksi
operasi luas dari lesi dan drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap
diindikasikan walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi
adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan
suplai limfovaskular.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and
anus. In Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P
1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan
anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s
Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P
1443-65.
4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300
5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org.
7.GE.2007. Carcinoma colorectal http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/
8. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for
colorectal cancer. http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp Mine coins
makemoney: http://bit.ly/money_crypto diakses 5 Mei 2019