Anda di halaman 1dari 31

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 13 februari 2017 di bangsal
Perawatan Umum lantai 5, jam 10.00 WIB.

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tanggal lahir : 26/09/1984
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen protestan
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Asrama Yonif 753/AVT Biak Papua
No. RM : 435077

B. Keluhan Utama
Mual dan muntah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Empat hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan
keluhan mual dan muntah. Muntahan berupa sisa makanan berwarna
kuning kehijauan tanpa disertai darah atau warna kehitaman. Pasien
mengaku muntah setiap kali dia makan atau minum. Dalam sehari
muntah bisa lebih dari lima kali. mual dirasakan terus-menerus tanpa ada
pencetus sebelumnya. Tidak ada riwayat sakit kuning atau penyakit pada
empedu sebelumnya. Tidak ada riwayat mengonsumsi obat-obatan
dalam jangka panjang. Tidak ada riwayat konsumsi jamu-jamuan
maupun alkohol. Keluhan juga disertai dengan nyeri ulu hati dan perut
sebelah kanan yang muncul bersamaan dengan keluhan utama, nyeri
skala 4. Nyeri perut menjalar disangkal. Pasien merasa nyeri perut
muncul tanpa adanya pencetus. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala
dan badannya terasa sangat lemas sehingga sulit beraktivitas. Demam

1
dan sesak disangkal. Keluhan pada BAB dan BAK disangkal.
Pasien memiliki riwayat penyakit tumor otak dan sudah dioperasi
pada tahun 2014. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi namun
terkontrol dan rutin mengkonsumsi obat amlodipine. Pasien juga
mempunyai riwayat gastritis kronis.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat sakit dahulu : tumor otak, gastritis kronis,
hipertensi
2. Riwayat sakit kuning : disangkal
3. Riwayat sakit gula : disangkal
4. Riwayat sakit ginjal : disangkal
5. Riwayat transfusi : disangkal

E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga


1. Riwayat sakit dengan keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat sakit kuning : disangkal
3. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
4. Riwayat sakit gula : disangkal
5. Riwayat sakit jantung : disangkal

F. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi


1. Riwayat minum alkohol : disangkal
2. Riwayat konsumsi obat-obatan terlarang : disangkal
3. Riwayat merokok : disangkal
4. Riwayat minum jamu
: disangkal
5. Riwayat minum obat-obatan
: disangkal
6. Riwayat olahraga teratur : disangkal

G. Riwayat Gizi
Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe.
Pasien rutin mengkonsumsi sayur-sayuran dan makanan berserat.
Terdapat penurunan nafsu makan.

II. PEMERIKSAAN FISIK

2
Keadaan Umum
Lemah, kesadaran compos mentis
1. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit, irama reguler, isi cukup, kuat angkat
Frekuensi nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,2C per aksilla
2. Status Gizi
BB = 65 kg
TB = 155 cm
BMI = 65/(1,65)2= 23,8 kg/m2 (kisaran normal = 18,5-22,9 kg/m2)
Kesan : overweight, berisiko
3. Kulit
Ikterik (-), petechie (-), ekimosis (-), turgor baik, hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-),lebam kemerahan (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban (-), mudah rontok (-), luka
(-)
5. Wajah
Simetris, eritema (-)
6. Mata
Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek
cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
7. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).
8. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
pasien terpasang NGT.
9. Mulut

3
Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), bibir kering (+),
stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut bibir (-).

10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi vena leher
(-).
11. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V line midclavikula sinistra,
thrill (-)
Perkusi :
kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak melebar,
retraksi (-)
Dinamis : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler kanan dan kiri, tidak ada ronkhi dan
wheezing
12. Abdomen
Inspeksi : cembung, distensi (-), venektasi (-)

4
Auskultasi : Bising usus (+) normal (9x/menit)
Palpasi : supel (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+), nyeri tekan kuadran atas kanan
(+)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
13. Ekstremitas
Akral dingin Edema Palmar eritema Sianosis

14. Rectal Toucher


Tonus sfingter ani kuat, mukosa licin, tidak terdapat benjolan,handscoen
bersih.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Hematologi Rutin 11 feb 2017 Satuan Rujukan
Hemoglobin 15.8 g/dl 12,0-16,0
Hematokrit 49 37-47%
Eritrosit 5.1 juta/l 4,3 6,0
Leukosit 9210 /l 4800-10800
Trombosit 314000 /l 150000-400000
Hitung jenis
Basofil 1 % 0-1
Eosinofil 2 % 1-3
Neutrofil 75 % 50-70
Limfosit 14 % 20-40
Monosit 8 % 2-8
MCV 96 /um 80 96,0
MCH 31 Pg 28,0 33,0
MCHC 32 g/dl 33,0 36,0
RDW 14.60 % 11.5-14.5
Koagulasi
Prothrombin time
Kontrol 11.9 Detik
Pasien 9.7 9.3-11.8
APTT

5
Kontrol 34.2 Detik
Pasien 35.1 31-47
Kimia Klinik
GDS 150 mg/dL <140
SGOT 254 U/L <35
SGPT 281 U/L <40
Albumin 4.2 g/dL 3.5-5.0
Ureum 11 Mg/dL 20-50
Kreatinin 1.3 Mg/d/L 0.5-1.5

B. Pemeriksaan USG abdomen


o USG hepar : bentuk dan ukuran normal, permukaan regular.
Ekhostruktur parenkhim meningkat homogen. Sistem bilier dan
vaskular intrahepatik tidak melebar. Tidak tampak nodul/SOL.
Tidak tampak efusi pleura maupun asites
o USG lainnya :
-Kantong empedu: bentuk dan ukuran normal. Dinding tidak
menebal. Tak tampak posterior accoustic shadow
-Pankreas: bentuk dan ukuran normal. Tidak tampak lesi
fokal/SOL
-Lien: bentuk dan ukuran normal. Tidak tampak lesi fokal/SOL
-Ginjal: bentuk dan ukuran normal, diferensiasi korteks medulla
jelas. Sistem pelviokalises tidak melebar. Tidak tampak batu
maupun lesi fokal
-Aorta abdominalis: caliber normal, tidak tampak pembesaran
kelenjar getah bening di paraaorta
-Buli: besar dan bentuk baik. Dinding menebal. Tidak tampak batu
atau lesi fokal
-Uterus: besar dan bentuk baik. Tidak tampak lesi fokal

IV. RESUME
Pasienperempuan,32tahundatangdengankeluhannauseadan
vomitus sejak 4 hari SMRS. vomitus berupa sisa makanan berwarna
kuningkehijauan.Tidakadahematemesis,riwayathepatitis,konsumsi

6
obat antinyeri, jamu, alkohol, narkoba. Pasien juga merasa perutnya
begah dan nyeri. Keluhan nyeri perut muncul bersamaan dengan keluhan
utama, lokasi di kuadran kanan atas, dengan VAS 4. Nyeri tidak
menjalar. Keluhan disertai lemas seluruh badan. Tidak ada febris,
takikardi, kaku-kaku pada sendi dan otot. Pasien memiliki riwayat tumor
otak tahun 2014. Pasien juga memiliki riwayat gastritis kronis dan
hipertensi terkontrol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada
epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT dan hiperglikemia.

V. DAFTAR MASALAH
1. Vomitus ec gastritis kronis
2. Non alcoholic fatty liver disease

VI. PENGKAJIAN
1. Vomitus ec gastritis kronis dd/ macroadenoma hipofisis
o Gastritis kronis dipikirkan atas dasar:
Ananmnesis : Mual dan muntah berupa sisa makanan berwarna
kuning kehijauan, nyeri ulu hati, riwayat gastritis
kronis
Px. Fisik : Palpebra tidak cekung, bising usus (+) normal,
nyeri tekan epigastrium(+), turgor kulit baik
R/ Diagnostik : EGD
R/ Terapi: - Atasi kehilangan cairan dengan IVFD NaCl 0,9%
2500 cc / 24 jam
- Diet lunak
-injeksi Ondansetron 3x8mg
-injeksi Omeprazole 2x40mg
R/ Monitoring : - Cek tanda vital
- Kebutuhan nutrisi yang sesuai

o Macroadenoma hipofisis dipikirkan atas dasar:


Anamnesis : Mual dan muntah berupa sisa makanan berwarna
kuning kehijauan, frekuensi muntah 4-5 kali dalam
satu jam. Pasien memiliki riwayat macroadenoma
hipofisis tahun 2014 dan sudah dioperasi.
Px. Fisik :-
R/ Diagnostik : CT scan kepala
R/ Terapi : - Atasi kehilangan cairan dengan IVFD NaCl 0,9%
2500 cc / 24 jam

7
- Rujuk ke bedah syaraf untuk penatalaksanaan
yang sesuai

2. Non alcoholic fatty liver disease


Anamnesis : Adanya rasa lemah, malaise pada seluruh badan.
Nyeri pada abdomen kanan atas.
Px. Fisik : Nyeri tekan perut kanan atas (+), IMT overweight
beresiko.
Px. Penunjang : SGOT, SGPT, profil lipid
R/ Diagnostik : Darah rutin ulang, serologi: HbsAg, anti-HCV,
anti-HAV, USG hepar, biopsy hepar
R/ Terapi : - pasang NGT
- Infus asering /8 jam

R/ Monitor :
Tanda-tanda vital
Kebutuhan nutrisi pasien yang sesuai

3. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

4. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
13-02-2017 S : keluhan mual muntah masih dialami. Pasien
10.00 WIB masih merasa lemas. NGT masih terpasang.
Nyeri perut berkurang
O : KU: lemah. Kes: compos mentis.
TD: 110/80 mmHg, nadi: 96 x,
RR: 18 x, suhu: 36,3oC
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Abdomen : bising usus + normal, perabaan supel, nyeri

8
tekan epigastrium dan perut kanan atas.
Timpani pada seluruh lapang abdomen.

Hasil Laboratorium, tanggal 13-02-2017


Hematologi Rutin 13 feb 2017 Satuan Rujukan
Hb 15.9 g/dl 12,0-16,0
Ht 51 37-47%
Eritrosit 5.2 juta/l 4,3 6,0
Leukosit 9530 /l 4800-10800
Trombosit 362000 /l 150000-400000
Index Eritrosit
MCV 99 /um 80 96,0
MCH 31 Pg 28,0 33,0
MCHC 31 g/dl 33,0 36,0
RDW 15.10 % 11,6 14,6
Hitung Jenis
o Basofil 1 % 0-1
o Eosinofil 4 % 1-3
o Neutrofil 68 % 50 - 70

o Limfosit 19 % 20 - 40

o Monosit 8 % 2-8

Kimia klinik
SGOT 89 U/L <35

SGPT 155 U/L <40

Ureum 27 Mg/dL 20-50

Kreatinin 1.3 Mg/dL 0.5-1.5

GDS 171 Mg/dL <140

Na 157 mmol/L 135-147

K 4.0 mmol/L 3.5-5.0

Cl 117 mmol/L 95-105

Bilirubin total 0.70 Mg/dL <1.5

Bilirubin direk 0.40 Mg/dL <0.3

Bilirubin indirek 0.30 Mg/dL <1.1

9
Imunoserologi
Anti HBs Non reaktif

Anti HCV Non reaktif Non reaktif

Tanggal S O A P
13-02-2017 A : - NAFLD
10.00 WIB -Gastritis kronis
P : - Diet makanan lunak
- Obat rutin lain lanjutkan
- Omeprazol 2 x 40 mg IV
- Ondansetron 3x8mg IV
- Hp pro 3x2 tab
- Urdafalk 3x1
- NaCl 0,9% /24 jam
14-02-2017 S : keluhan mual muntah masih dialami. Pasien masih
11.00 WIB merasa lemas. NGT masih terpasang. Nyeri perut
berkurang
O : KU: lemah. Kes: compos mentis.
TD: 120/80 mmHg, nadi: 88x,
RR: 20x/menit, suhu: 36,5oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis:
Abdomen : bising usus + normal, perabaan supel, nyeri
tekan epigastrium dan perut kanan atas, timpani pada
seluruh lapang abdomen.
A : - NAFLD
- Gastritis kronis
P : - Diet makanan lunak
- Obat rutin lain lanjutkan
- Omeprazol 2x40mg IV
- Ondansetron 3x8mg IV
- Hp pro 3x2 tab
- Urdafalk 3x1
- NaCl 0,9% /24 jam
16-02-2017 S : keluhan mual muntah berkurang. Nyeri perut
11.0 IB berkurang.
O : KU: lemah. Kes: compos mentis.
TD: 120/80 mmHg, nadi: 90 x,

10
RR: 18 x, suhu: 36,2oC
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Abdomen : bising usus + normal, perabaan supel, nyeri
tekan epigastrium dan perut kanan atas. Timpani pada
seluruh lapang abdomen.
A : - NAFLD
-Gastritis kronis
P : - Diet makanan lunak
- Obat rutin lain lanjutkan
- Omeprazol 2 x 40 mg IV
- Ondansetron 3x8mg IV
- NaCl 0,9% /24 jam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)


2.1. Terminologi dan Definisi Non-Alcoholic Fatty Liver Disease
Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan spektrum kelainan hati
dengan gambaran khas berupa steatosis (perlemakan) makrovesikular yang
muncul pada pasien yang tidak mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang
dianggap berbahaya bagi hati (kurang dari 20 gram etanol per minggu). Spektrum
kelainan dimulai dari steatosis sederhana (tanpa inflamasi dan fibrosis), steatosis
dengan inflamasi dengan atau tanpa fibrosis (non-alcoholic steatohepatitis-
NASH) dan dapat berlangsung menjadi sirosis.1,2
Istilah NASH pertama kali diangkat pada 1980 di dalam penelitian Ludwig yang
melaporkan perubahan histologi hati berupa steatosis, infiltrat inflamasi, badan
Mallory, fibrosis dan sirosis pada 20 pasien tanpa adanya riwayat konsumsi
alkohol yang signifikan. NAFLD dianggap berperan pada 90% lebih kasus
kenaikan tes fungsi hati tanpa ditemukannya penyebab tertentu (virus, alkohol,
penyakit hati yang diturunkan dan obat-obatan).1,2

12
Gambar 1. Perjalanan kerusakan hati (sumber: www.HerbalProvider.com)

13
Prevalensi NAFLD meningkat secara cepat di seluruh dunia dan sebanding
dengan peningkatan kejadian obesitas dan diabetes tipe 2. Prevalensi NAFLD
pada populasi umum diperkirakan sebesar 20-30% di negara-negara Barat dan
15% di negara-negara Asia. Prevalensi NAFLD berbeda tergantung usia, jenis
kelamin dan berat badan. NAFLD dan NASH dilaporkan terdapat pada segala usia
termasuk anak-anak, dimana prevalensi steatosis lebih rendah dibanding dewasa
(13-15%), namun meningkat pada subjek dengan obesitas (30-80%). Prevalensi
NAFLD meningkat seiring usia dengan prevalensi tinggi pada pria usia 40 sampai
65 tahun.3
Subjek dengan obesitas memiliki prevalensi NAFLD sebesar 30-100%, dimana
subjek dengan diabetes tipe 2 memiliki prevalensi NAFLD sebesar 10-75% dan
pada hiperlipidemia sebesar 20-92%. NAFLD dianggap jarang di Asia-Pasifik
karena dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan kemakmuran dan
juga regio ini memiliki insidensi hepatitis virus yang tinggi. Peningkatan
prevalensi faktor-faktor resiko utama NAFLD, seperti resistensi insulin, obesitas,
dislipidemia dan sindroma metabolik di Asia-Pasifik, bagaimanapun berperan
dalam peningkatan prevalensi NAFLD di regio tersebut.2,3
Berdasarkan survei dengan menggunakan ultrasonografi, prevalensi NAFLD pada
populasi umum di Asia beragam mulai dari 5-40%. Prevalensi NAFLD di
Indonesia pada populasi urban diperkirakan sebesar 30%. Obesitas merupakan
faktor resiko yang paling erat berkaitan.3

2.1.2 Faktor Resiko Non-Alcoholic Fatty Liver Disease


NAFLD dianggap merepresentasikan komponen hepatik dari sindroma metabolik
berupa obesitas, hiperinsulinemia, resistensi insulin, diabetes, Resistensi insulin
memainkan peran besar pada patogenesis NAFLD dimana ditemukan bahwa
resistensi ringan sangat umum terjadi pada stadium awal NAFLD dan semakin
berat resistensi insulin (diabetes tipe 2) berhubungan dengan semakin beratnya
stadium dari NAFLD.3,4
Obesitas dikatakan sangat erat berkaitan dengan NAFLD, namun jelas bahwa
tidak seluruh individu dengan obesitas memiliki NAFLD kerena prevalensinya
masih berkisar 20-90%. Studi lain menunjukkan bahwa NAFLD juga terjadi pada

14
subjek tanpa obesitas dan hal ini umum terjadi pada pasien dengan kelainan
lipodistrofi kongenital atau didapat, yang ditandai dengan kurangnya jumlah
jaringan adiposa. Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa obesitas dan
NAFLD merupakan konsekuensi yang sama dari suatu kelainan lain yang
mendasari, atau
bahwa obesitas meningkatkan resiko perkembangan NAFLD setelah pajanan
penyebab tertentu, misal alkohol. Kadar konsumsi alkohol yang dianggap aman
untuk individu normal dapat berbahaya untuk individu dengan obesitas.3,4,5

2.1.3 Patogenesis Non-Alcoholic Fatty Liver Disease


Resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi dipercaya memainkan peran pada
patogenesis dan progresi NAFLD. Hipotesis multi-hit (yang dulunya disebut
sebagai two-hit) telah digunakan dalam menjelaskan patogenesis NAFLD.
Resistensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas yang diabsorbsi
oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis sebagai hit pertama (first hit). Hal
tersebut dilanjutkan dengan berbagai interaksi kompleks (multiple second hit)
yang melibatkan sel hati, sel stelata, sel adiposa, sel kupfer, mediator-mediator
inflamasi dan reactive oxygen species yang dapat menyebabkan inflamasi
(NASH) atau berlanjut sirosis.4,5

15
Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin
menyebabkan sel adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang
menyebabkan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi oleh hati,
menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas di dalam hati dapat terikat
dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di mitokondria, peroksisom atau
mikrosom.5,6
Produk-produk hasil oksidasi sifatnya berbahaya dan dapat menyebabkan cedera
pada hati yang selanjutnya dapat berlanjut menjadi fibrosis. 3 Peroksidasi lipid dan
stres oksidatif meningkatkan produksi hidroksineonenal (HNE) dan
malondialdehid (MDA) yang meningkatkan fibrosis hati melalui aktivasi oleh
sel.6,7

Gambar 3. Mekanisme biomolekul NAFLD (sumber: www.lancetendocrinology.com)

16
Stelata yang menyebabkan peningkatan produksi transforming growth factor-beta
(TGF-).
Mediator-mediator inflamasi berperan pada progresi NAFLD. Faktor transkripsi
prionflamasi seperti nuclear factor kappa beta (NF-) sering ditemukan
meningkat pada pasien NASH. Adiponektin dan tumor necrosis factor-alpha
(TNF-) merupakan dua protein proinflamasi yang berkaitan dengan patogenesis
NAFLD. 6,7
Manusia maupun tikus menunjukkan level adiponektin yang rendah dan
berhubungan dengan peningkatan derajat keparahan inflamasi. Pemecahan
adiponektin pada tikus menunjukkan peningkatan signifikan derajat steatosis dan
inflamasi. TNF- merupakan mediator inflamasi yang sebagian besar diproduksi
oleh makrofag, serta juga diproduksi oleh sel adiposa dan hepatosit. TNF-
menyebabkan cedera pada hati melalui inhibisi transport elektron mitokondria dan
pelepasan reactive oxygen species yang menstimulasi peroksidasi lipid.6
Inaktivasi sel Kupfer juga berkaitan pada NAFLD dan penurunan kapasitas
regenerasi sel hati. Eliminasi sel Kupfer diasosiasikan dengan peningkatan derajat
NASH. Fungsi sel Kupfer terganggu pada situasi peningkatan lemak hati yang
mungkin disebabkan karena sinusoid hati yang terlalu penuh dan menyebabkan
paparan antigen berkepanjangan terhadap sel Kupfer serta penurunan aliran keluar
sel Kupfer, yang menyebabkan respon inflamasi yang menetap.7,8

2.1.4 Perjalanan Alamiah (Natural History) Non-Alcoholic Fatty Liver Disease


Terdapat beberapa stadium histologis pada perjalanan ilmiah NAFLD yang
menggambarkan progresi dari lesi yang ada. Stadium yang dimaksud antara lain
perlemakan saja, steatohepatitis (NASH), steatohepatitis dengan fibrosis dan pada
akhirnya sirosis.9

17
Gambar 4. Perjalanan alamiah NAFLD (sumber: www.gastrofoundation.com)

Fassio et al di dalam studi prospektif menggambarkan bahwa 30% pasien dengan


NASH menunjukkan progresi histologis menuju fibrosis dalam waktu 5-14 tahun.
Lebih jauh lagi dinyatakan bahwa pada pasien NASH, 15-20% berkembang
menjadi sirosis dan 30-40% mengalami kematian yang berhubungan dengan
hati.8,9

2.1.5 Manifestasi Klinik Non-Alcoholic Fatty Liver Disease


Seperti pada penyakit hati kronis lainnya, sebagian besar pasien dengan NAFLD
adalah asimptomatik. NAFLD biasa ditemukan secara tidak sengaja pada
pemeriksaan laboratorium rutin atau pemeriksaan lanjutan dari keadaan-keadaan
lain, seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas berat. Peningkatan level ALT atau
penemuan bukti-bukti NAFLD secara sonografi dapat pula ditemukan pada
pemeriksaan batu empedu.7
Gejala yang mungkin muncul biasanya bersifat tidak spesifik. Kelelahan
merupakan yang paling sering dilaporkan dan tidak berkorelasi dengan keparahan
lesi histologis. Gejala umum lainnya adalah rasa tidak nyaman pada perut kanan
atas yang bersifat samar-samar dan tidak dapat dikategorikan pada rasa nyeri
tertentu.8,9
Tidak terdapat tanda patognomonik untuk NASH. Obesitas merupakan
abnormalitas yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik dan terdapat
pada 30-100% pasien. Hepatomegali merupakan hal yang paling sering ditemukan
pada pasien dengan gangguan hati. Sebagian kecil pasien juga menunjukkan

18
tanda-tanda stigmata penyakit hati kronis, dimana eritema palmar dan spider nevi
adalah yang tersering. Jaundice, asites, asteriksis dan tanda hipertensi portal dapat
ditemukan apada pasien dengan sirosis lanjut. Muscle wasting juga dapat
ditemukan saat penyakit berlanjut namun sering tersamar oleh keadaan edema
atau obesitas yang telah ada sebelumnya.8

2.1.6 Diagnosis Non-Alcoholic Fatty Liver Disease

2.1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium


Konsentrasi ALT (SGPT) dan atau AST (SGOT) biasanya mengalami peningkatan
ringan sampai sedang, mencapai 1-4 kali dari batas atas nilai normal dengan rasio
AST/ALT kurang dari 1.2. Gamma-glutamiltranspeptidase (GGT) hampir selalu
meningkat, Alkalin Phospatase (AP) bisa meningkat beragam sampai dengan 2
kali batas normal atas. Hasil tes fungsi hati seperti albumin, bilirubin dan waktu
prothrombin biasanya normal, kecuali bila terdapat sirosis dan gagal hati.10
Sejumlah penelitian juga telah dilakukan dalam menemukan prediktor noninvasif
dalam mendiagnosis fibrosis lanjut dan sirosis pada pasien NAFLD, antara lain
FibroTest, Hepascore dan APRI (AST-to-platelet Ratio Index). Mediator-mediator
inflamasi yang terlibat dalam hipotesis multi-hit juga menjadi fokus penelitian
alat diagnosis yang potensial.10

2.1.6.2 Pencitraan
Pencitraan abdomen sering dilakukan dalam mengkonfirmasi kecurigaan NAFLD.
Keberadaan lemak pada hati dapat diketahui melalui berbagai pencitraan
noninvasif. Pada praktek sehari-hari, steatosis sering dideteksi melalui
ultrasonografi (USG), computerised axial tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) bila jumlah lemak telah melebihi 25-30% berat hati.
Pencitraan hati tidak sensitif bagi individu dengan steatosis yang tidak terlalu
berat, dan tidak ada satupun modalitas pencitraan yang dapat membedakan

19
steatosis dengan NASH ataupun NASH dengan fibrosis. USG merupakan
modalitas paling terjangkau dimana MRI adalah yang termahal.4,9,10
Hasil USG pada steatosis memberikan gambaran peningkatan ekogenitas yang
difus (relatif terhadap ginjal). Fibrosis atau sirosis memberikan gambaran yang
sama tanpa memandang etiologinya.9

Gambar 5. USG Fatty liver non alkoholik

Derajat perlemakan hati secara Ultrasonografi:

1 Derajat Ringan (Mild) peningkatan ekogenitas difus parenkim hati


dibandingkan dengan korteks ginjal, tetapi pembuluh darah intrahepatik
masih tervisualisasi normal.
2 Derajat Sedang (Moderate) peningkatan ekogenitas difus moderat
parenkim hati dengan visualisasi pembuluh darah intrahepatik sedikit
kabur.
3 Derajat Berat (Severe) peningkatan ekogenitas hati nyata dengan
sulitnya visualisasi dari dinding vena porta dan diafragma. Bagian hati
yang lebih dalam juga mungkin sulit di visualisasikan.

Hasil CT pada steatosis memberikan gambaran perenkim hati dengan densitas


rendah yang biasanya difus pada penderita NAFLD. Unenhanced CT merupakan
metode CT yang paling akurat dalam mendeteksi dan mengetahui karakter
steatosis. Pemeriksaan kuantitatif perlemakan dapat dilakukan lebih lanjut dengan
contrast enhanced CT yang bersifat kurang sensitif terhadap steatosis ringan
dibanding unenhanced CT, namun tetap berguna untuk mendeteksi steatosis
ringan dan berat. Perbedaan lenggokan frekuensi antara air dan proton lemak

20
digunakan sebagai dasar diagnosis NAFLD melalui MRI. Perlemakan hati juga
menghasilkan intensitas sinyal yang rendah bila dibandingkan dengan otot yang
berdekatan.9
Kadang-kadang infiltrasi lemak yang didapatkan bersifat fokal, sehingga pada
USG atau CT dapat salah diinterpretasikan sebagai lesi keganasan. MRI dapat
membedakan space-occupying-lesions dan infiltrasi lemak fokal serta daerah hati
normal yang terisolasi (isolated areas of normal liver).10,11

Gambar6. Pada pemeriksaan CT-scan non-kontras, perlemakan hati tampak hipodens


dan tampak lebih gelap daripada limpa. Pembuluh darah hepatik terlihat yang relatif
cerah.

21
Di samping berbagai kegunaan yang telah dipaparkan, tidak ada satupun
modalitas pencitraan yang dapat membedakan antara steatosis sederhana dengan
NASH. Biopsi hati merupakan satu-satunya cara akurat dalam mendiagnosis
NASH.

2.1.6.3 Biopsi Hati


Biopsi hati merupakan satu-satunya cara dalam mendiagnosa keberadaan serta
derajat keparahan spektrum histologis NAFLD. Biopsi hati diperlukan apabila
teknik pencitraan tidak dapat mendiagnosa, dan untuk mengkonfirmasi
keberadaan NASH, fibrosis dan/atau sirosis. Dalam prekteknya, biopsi hati dirasa
tidak penting apabila diagnosis sirosis dan hipertensi portal dapat ditegakkan
melalui bukti klinis dan pencitraan.10
Kegunaan diagnosis NAFLD melalui biopsi hati dalam prektek sehari-hari masih
menjadi perdebatan. Opini yang menentang antara lain karena NAFLD
merupakan penyakit yang sebagian besar memiliki prognosis baik serta biopsi
memiliki resiko serta biaya yang lebih tinggi.12
Biopsi hati tetap menyajikan informasi-informasi penting. Derajat keparahan
histologis yang hanya didapat melalui biopsi dapat mendiagnosis fibrosis dan
sirosis sehingga pemeriksaan endoskopi dini dapat dilakukan dalam rangka
mengetahui varises dan monitoring komplikasi sirosis yang mungkin terjadi.11,12
Sebagai tambahan, pasien dengan fibrosis dan sirosis dapat dipertimbangkan
untuk menjalani pemeriksaan keganasan sel hati. Lebih jauh lagi, usia tua dan
diabetes merupakan prediktor fibrosis independen dan biopsi pada populasi
tersebut dapat mendiagnosa fibrosis secara lebih dini. Setelah mengetahui status
fibrosis dan sirosis pasien.12

22
Gambar 7. Histologi perlemakan hati

Strategi dikembangkan dalam menghindari biopsi yang tidak perlu yaitu observasi
selama 6 bulan setelah NAFLD atau NASH terdiagnosa. Bila tanda dan gejala
menetap walaupun sudah dilakukan perbaikan gaya hidup dan diet, maka biopsi
dapat dipertimbangkan.11
Berbagai sistem telah dikembangkan dalam menilai derajat keparahan NAFLD.
Brunt et al pada tahun 1999 telah mengembangkan suatu kriteria penilaian dimana
didalam menentukan gradasi dan stadium NAFLD, terdapat kriteria steatosis,
degenerasi balon dan inflamasi yang harus dipenuhi. Kelemahan dari kriteria ini
adalah kriteria tersebut tidak terintegrasi menjadi suatu skor total, sehingga pada
spesimen kasus tertentu akan sulit ditentukan stadium dan gradasinya.

Untuk mengatasi permasalahan diatas, dilakukan pengembangan modifikasi


sistem skoring oleh peneliti-peneliti North American Steatohepatitis Clinical
Research Network. Sistem ini menilai tiga gambaran utama yang juga dinilai pada
kriteria Brunt, namun juga menyatukannya menjadi suatu skor yaitu NAFLD
Activity Score (NAS). Tujuan dari sistem yang disusun oleh Kleiner et al ini
adalah untuk menetukan diagnosis NAS, namun dapat juga digunakan dalam
menentukan keparahan serta respon terhadap terapi, sama seperti skor aktivitas

23
hepatitis pada penyakit hepatitis virus kronis. NAFLD Activity Score (NAS) (0
8). Penjumlahan skor steatosis, inflamasi lobular dan degenerasi balon sel hati.

Steatosis (03)
0 = meliputi <5% sel hati
1 = meliputi 533% sel hati
2 = meliputi 3366% sel hati
3 = meliputi >66% sel hati

Inflamasi Lobular (03)


0 = tidak ada
1 = <2 foci per 200 lapangan
2 = 24 foci per 200 lapangan
3 = >4 foci per 200 lapangan

Degenerasi Balon Sel Hati (02)


0 = tidak ada
1 = beberapa sel
2 = banyak/menonjol

2.1.7 Pengelolaan Non-Alcoholic Fatty Liver Disease


Tidak seperti penyakit kronik hati lainnya, tidak terdapat algoritma baku dalam
pengelolaan NAFLD. Pengelolaan NAFLD meliputi modifikasi faktor resiko,
deteksi pasien dengan sirosis, pengelolaan kejadian yang berhubungan dengan
sirosis serta transplantasi pada pasien dengan stadium akhir. 12

24
2.1.7.1 Pengelolaan Non-medikamentosa
Modifikasi Gaya Hidup dan Reduksi Stres
Strategi reduksi stres dinilai masuk akal berdasarkan hipotesis patogenesis
NAFLD yang meliputi respon terhadap stres oksidatif. Modifikasi gaya hidup
meliputi diet dan olahraga mengurangi resiko berkembangnya diabetes tipe 2
secara signifikan. Olahraga merupakan komponen penting kesuksesan penurunan
berat badan dan aktivitas fisik akan meningkatan sensitivitas insulin.13

2.1.7.2 Terapi Farmakologis


a. Peningkat Sensitivitas Insulin (Insulin-Sensitizing Drugs)
Resistensi insulin memainkan peran sentral pada patogenesis NAFLD.
Pengamatan pada tikus dengan resistensi insulin dan perlemakan hati, setelah
diberi metformin atau thiazolidinediones mengalami perbaikan untuk kedua
keadaan tersebut. Traglitazone, walaupun memberikan keuntungan berupa
perbaikan tes fungsi hati dan perbaikan secara histologis, berkaitan dengan gagal
hati idiosinkratik fulminan dan dihapus dari pasar sejak tahun 2000.1

Beberapa penelitian berusaha mengetahui efek metformin pada kadar


aminotransferase dan histologi hati pada pasien NASH. Sebuah penelitian kecil
awal mengemukakan terjadinye penurunan resistensi insulin dan
aminotransferase, namun tanpa perbaikan signifikan dari histologi hati. Penelitian
terbaru dengan studi meta-analisis mengamati pemberian metformin selama 6
sampai 12 bulan disertai dengan intervensi gaya hidup tidak menghasilkan
perbaikan pada aminotransferase dan histologi hati. Semenjak metformin tidak
memberikan efek perbaikan pada histologi hati, metformin tidak
direkomendasikan sebagai terapi spesifik untuk pasien dengan NASH.10

b. Antioksidan
Stres oksidatif merupakan mekanisme kunci dari cedera sel hati dan progresi
NAFLD. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang sering diteliti sebagai
alternatif pengobatan NAFLD. Dapat disimpulkan bahwa:

25
1) penggunaan vitamin E berhubungan dengan penurunan kadar aminotransferase,
2) vitamin E menghasilkan perbaikan pada steatosis, inflamasi, degenerasi balon
dan resolusi dari steatohepatitis,
3) vitamin E tidak memberi efek pada fibrosis.10

Gambar 5. Sumber-sumber vitamin E. (sumber: www.bahanalami.com)

c. Obat Penurun Lipid (Lipid Lowering Drugs)


Mengingat NAFLD sebagai kelainan homeostasis lemak hati, pemberian obat
penurun kadar lemak juga menjadi salah satu pertimbangan.. Penelitian tentang
pemakaian gemfibrizol menunjukkan tidak adanya efek terhadap NAFLD.
Penggunaan obat-obatan ini secara rasional masih tidak dapat ditetapkan, dan
berhubungan dengan kejadian cedera hati. Statin dapat digunakan sebagai terapi
dislipidemia pada pasien dengan NAFLD dan NASH, akan tetapi tidak
direkomendasikan pada pasien dengan spesifik NASH.1,6

26
d. Ursodeoxycholic Acid (UDCA) dan Asam Lemak Omega-3
Beberapa studi berusaha meneliti penggunaan UDCA (dosis konvensional dan
dosis tinggi). Studi tunggal besar dengan metode RCT menunjukkan bahwa
UDCA tidak memberikan keuntungan secara histologis dibandingkan dengan
plasebo pada pasien dengan NASH.1,6
Penggunaan asam lemak omega-3 disetujui di Amerika Serikat dalam penanganan
hipertrigliserida dan sedang diteliti dalam penggunaannya dalam mengobati
NAFLD. Rekomendasi penggunaan asam lemak omega-3 dalam pengobatan
NAFLD dianggap prematur namun bisa menjadi obat lini pertama dalam
penanganan hipertrigliseridemia pada pasien NAFLD.1,6,10

2.8 Prognosis
Steatohepatitis dapat progesif menjadi fibrosis hati dan sirosis. Pasien dengan
perlemakan hati memiliki risiko tinggi untuk berkembang manjadi sirosis dan
meningkatkan mortalitas seiring dengan keparahan steatosis pada biopsi. Fibrosis
dan sirosis ditemukan pada 15-50% pasien dengan NAFLD.15

BAB III

27
ANALISA KASUS

Pasien Ny. S, usia 32 tahun datang dengan permasalahan non alkoholik


fatty liver disease dengan gastritis kronis yang diketahui berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Keluhan utama pasien berupa mual, muntah, nyeri epigastrium, nyeri
abdomen kuadran kanan atas, dan seluruh badan terasa lemah. Berdasarkan
anamnesis yang merujuk kepada kepustakaan, keluhan mual dan muntah
merupakan salah satu gejala dari gastritis. Gejala khas lain dari gastritis adalah
adanya nyeri epigastrium. Kemudian keluhan selanjutnya adalah seluruh badan
terasa lemah dan adanya nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Menurut
kepustakaan, itu adalah gejala klinis dari penyakit gangguan hati. Dalam kasus ini,
diagnosis mengarah kepada non alkoholik fatty liver disease. Disesuaikan karena
berdasarkan IMT pasien dan anamnesis. Anamnesis tidak terlalu khas untuk gejala
hepatitis akut dan pada pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan hasil positif
untuk hepatitis akut maupun kronis.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan
umum tampak sakit sedang. Tanda vital: tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90
x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 36.8oC. Berat badan 65 kg. Tinggi badan 155
cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
spider navy (-),rambut ketiak rontok (-), venektasi (-), distensi abdomen (-), bising
usus (+) normal (9x/menit), supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+),
timpani, shifting dullness (-), edema ekstremitas (-), Palmar eritem (-), kulit
ikterik (-).
Menentukan status gizi pasien menggunakan rumus BMI = BB/(TB dalam
meter)2
65/(1,55)2= 23,8 kg/m2 (kisaran normal = 18,5-22,9 kg/m2)
Kesan : overweight, berisiko

28
Berdasarkan tanda-tanda vital pasien diketahui bahwa pasien dalam
kondisi hemodinamik yang stabil, menandakan tidak ada kegawatan akibat
komplikasi.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:
Peningkatan enzim transaminase.
Hiperglikemia
Gambaran USG fatty liver

Diagnosa Kerja
Non alkoholik fatty liver disease dengan gastritis kronis
Diagnosis NAFLD dengan gastritis kronis pada pasien ini didasarkan
atas anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, biopsi hati yang merupakan gold standart dari
NAFLD belum dilakukan.

Penatalaksanaan Pasien
Pengobatan NAFLD
o Antidiabetik dan insulin sensitizer
o Tiazolidindion (pioglitazone)
o Anti hyperlipidemia
o Antioksidan

Atasi mual muntah


Pemberian Omeprazole 2x40mg IV
Pemberian Ondansentron 3x8mg IV

Edukasi
Pada kasus ini pasien diedukasi mengenai:
o Jaga pola makan yang teratur
o Kurangi makanan berlemak dan berpengawet
o Makan dengan porsi sedikit namun sering
o Kurangi makanan yang asam, pedas, berlemak dan konsumsi kopi

29
o Olahraga teratur

Prognosis
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad fuctionam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam
Prognosis penyakit terhadap proses kehidupan pasien adalah baik. Hal ini
dikarenakan saat pasien datang dan selama masa perawatan kondisi
hemodinamik dan tanda vital pasien stabil, pasien juga mengalami
perbaikan keluhan selama masa perawatan.
Prognosis penyakit terhadap fungsi organ adalah ragu-ragu kearah baik.
Hal ini dikarenakan tergantung pola hidup dan nutrisi yang dikonsumsi
pasien.
Prognosis penyakit terhadap kesembuhan atau kekambuhan adalah ragu-
ragu kearah baik karena faktor risiko terhadap terjadinya sirosis hati bisa
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan I. Perlemakan Hati Non Alkoholik. In: Sudoyo AW, Setyohadi B,


Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S.(Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
4, Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI 2006
2. Lesmana LA. Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik (Non-Alcoholic
Fatty Liver Disease). In: Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA, Noer HMS
(Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.
3. Darmono. Obesitas dan lipid: Aspek global terhadap sindroma metabolik.
Dalam: Tony S, Tjokorda GDP, penyunting. Perpektif baru dalam
endokrinologi dasar & klinik. Balai Penerbit Universitas Diponegoro;
2007.

30
4. Sanyal, A J (2002). "AGA Technical Review on Nonalcoholic Fatty Liver
Disease.". Bethesda, MD: American Gastroenterological Association.
5. Omagari K, Kadokawa Y, Masuda J, Egawa I, Sawa T, Hazama H, et al.
(2002). "Fatty liver in non-alcoholic non overweight Japanese adults:
incidence and clinical characteristics". J Gastroenterol Hepatol
6. Allocca, M; Selmi C (2010). "Emerging nutritional treatments for
nonalcoholic fatty liver disease". In Preedy VR; Lakshman R;
Rajaskanthan RS. Nutrition, diet therapy, and the liver. CRC Press.
7. McCulough, Arthur J (Aug 2004). "The clinical features, diagnosis and
natural history of nonalcoholic fatty liver disease". Clinics in Liver
Disease.
8. Musso G; Gambino, Roberto; Cassader, Maurizio; Pagano, Gianfranco;
et al. (2010). "Meta-analysis: Natural history of non-alcoholic fatty liver
disease (NAFLD) and diagnostic accuracy of non-invasive tests for liver
disease severity". Annals of Medicine
9. Rinella, ME (9 June 2015). "Nonalcoholic fatty liver disease: a systematic
review.". JAMA.
10. Chalasani N, Younossi Z, Lavine JE, et al. AASLD practice guidelines:
11. The Diagnosis and Management of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease:
Practice Guideline by the American Association for the Study of Liver
Diseases, American College of Gastroenterology, and the American
Gastroenterological Association. Hepatology 2012;
12. Alwi Idrus, Salim Simon, Hidayat Rudy, Kurniawan Juferdy, Tahapary
Dicky L. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan
Praktik Klinis. FKUI 2016
13. McAvoy NC, Fergusson JW, Campbell IW, Hayes FC. Non-Alcoholic
Fatty Liver Disease: Natural History, Pathogenesis and Treatment. Br J
Diabetes Vasc Dis. 2006
14. Veena J, Muragundla A, Sidgiddi S, Subramaniam S (2014). "Non-
alcoholic fatty liver disease: need for a balanced nutritional source". Br.
J. Nutr.
15. Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.
Jakarta: Jayabadi.
16. Feldman, Friedman, dan Brandit .2010. Sleisenger dan
Fordtranss. Gastrointestinal and Liver Disease. Pathophysiology/
Diagnosis/ Manajemen. Ninth Edition. Canada: Saunders Elsevier.

31

Anda mungkin juga menyukai