ILUSTRASI KASUS
I. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 13 februari 2017 di bangsal
Perawatan Umum lantai 5, jam 10.00 WIB.
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tanggal lahir : 26/09/1984
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen protestan
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Asrama Yonif 753/AVT Biak Papua
No. RM : 435077
B. Keluhan Utama
Mual dan muntah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
1
dan sesak disangkal. Keluhan pada BAB dan BAK disangkal.
Pasien memiliki riwayat penyakit tumor otak dan sudah dioperasi
pada tahun 2014. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi namun
terkontrol dan rutin mengkonsumsi obat amlodipine. Pasien juga
mempunyai riwayat gastritis kronis.
G. Riwayat Gizi
Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe.
Pasien rutin mengkonsumsi sayur-sayuran dan makanan berserat.
Terdapat penurunan nafsu makan.
2
Keadaan Umum
Lemah, kesadaran compos mentis
1. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit, irama reguler, isi cukup, kuat angkat
Frekuensi nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,2C per aksilla
2. Status Gizi
BB = 65 kg
TB = 155 cm
BMI = 65/(1,65)2= 23,8 kg/m2 (kisaran normal = 18,5-22,9 kg/m2)
Kesan : overweight, berisiko
3. Kulit
Ikterik (-), petechie (-), ekimosis (-), turgor baik, hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-),lebam kemerahan (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban (-), mudah rontok (-), luka
(-)
5. Wajah
Simetris, eritema (-)
6. Mata
Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek
cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
7. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).
8. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
pasien terpasang NGT.
9. Mulut
3
Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), bibir kering (+),
stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut bibir (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi vena leher
(-).
11. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V line midclavikula sinistra,
thrill (-)
Perkusi :
kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak melebar,
retraksi (-)
Dinamis : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler kanan dan kiri, tidak ada ronkhi dan
wheezing
12. Abdomen
Inspeksi : cembung, distensi (-), venektasi (-)
4
Auskultasi : Bising usus (+) normal (9x/menit)
Palpasi : supel (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+), nyeri tekan kuadran atas kanan
(+)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
13. Ekstremitas
Akral dingin Edema Palmar eritema Sianosis
5
Kontrol 34.2 Detik
Pasien 35.1 31-47
Kimia Klinik
GDS 150 mg/dL <140
SGOT 254 U/L <35
SGPT 281 U/L <40
Albumin 4.2 g/dL 3.5-5.0
Ureum 11 Mg/dL 20-50
Kreatinin 1.3 Mg/d/L 0.5-1.5
IV. RESUME
Pasienperempuan,32tahundatangdengankeluhannauseadan
vomitus sejak 4 hari SMRS. vomitus berupa sisa makanan berwarna
kuningkehijauan.Tidakadahematemesis,riwayathepatitis,konsumsi
6
obat antinyeri, jamu, alkohol, narkoba. Pasien juga merasa perutnya
begah dan nyeri. Keluhan nyeri perut muncul bersamaan dengan keluhan
utama, lokasi di kuadran kanan atas, dengan VAS 4. Nyeri tidak
menjalar. Keluhan disertai lemas seluruh badan. Tidak ada febris,
takikardi, kaku-kaku pada sendi dan otot. Pasien memiliki riwayat tumor
otak tahun 2014. Pasien juga memiliki riwayat gastritis kronis dan
hipertensi terkontrol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada
epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT dan hiperglikemia.
V. DAFTAR MASALAH
1. Vomitus ec gastritis kronis
2. Non alcoholic fatty liver disease
VI. PENGKAJIAN
1. Vomitus ec gastritis kronis dd/ macroadenoma hipofisis
o Gastritis kronis dipikirkan atas dasar:
Ananmnesis : Mual dan muntah berupa sisa makanan berwarna
kuning kehijauan, nyeri ulu hati, riwayat gastritis
kronis
Px. Fisik : Palpebra tidak cekung, bising usus (+) normal,
nyeri tekan epigastrium(+), turgor kulit baik
R/ Diagnostik : EGD
R/ Terapi: - Atasi kehilangan cairan dengan IVFD NaCl 0,9%
2500 cc / 24 jam
- Diet lunak
-injeksi Ondansetron 3x8mg
-injeksi Omeprazole 2x40mg
R/ Monitoring : - Cek tanda vital
- Kebutuhan nutrisi yang sesuai
7
- Rujuk ke bedah syaraf untuk penatalaksanaan
yang sesuai
R/ Monitor :
Tanda-tanda vital
Kebutuhan nutrisi pasien yang sesuai
3. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
4. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
13-02-2017 S : keluhan mual muntah masih dialami. Pasien
10.00 WIB masih merasa lemas. NGT masih terpasang.
Nyeri perut berkurang
O : KU: lemah. Kes: compos mentis.
TD: 110/80 mmHg, nadi: 96 x,
RR: 18 x, suhu: 36,3oC
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Abdomen : bising usus + normal, perabaan supel, nyeri
8
tekan epigastrium dan perut kanan atas.
Timpani pada seluruh lapang abdomen.
o Limfosit 19 % 20 - 40
o Monosit 8 % 2-8
Kimia klinik
SGOT 89 U/L <35
9
Imunoserologi
Anti HBs Non reaktif
Tanggal S O A P
13-02-2017 A : - NAFLD
10.00 WIB -Gastritis kronis
P : - Diet makanan lunak
- Obat rutin lain lanjutkan
- Omeprazol 2 x 40 mg IV
- Ondansetron 3x8mg IV
- Hp pro 3x2 tab
- Urdafalk 3x1
- NaCl 0,9% /24 jam
14-02-2017 S : keluhan mual muntah masih dialami. Pasien masih
11.00 WIB merasa lemas. NGT masih terpasang. Nyeri perut
berkurang
O : KU: lemah. Kes: compos mentis.
TD: 120/80 mmHg, nadi: 88x,
RR: 20x/menit, suhu: 36,5oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis:
Abdomen : bising usus + normal, perabaan supel, nyeri
tekan epigastrium dan perut kanan atas, timpani pada
seluruh lapang abdomen.
A : - NAFLD
- Gastritis kronis
P : - Diet makanan lunak
- Obat rutin lain lanjutkan
- Omeprazol 2x40mg IV
- Ondansetron 3x8mg IV
- Hp pro 3x2 tab
- Urdafalk 3x1
- NaCl 0,9% /24 jam
16-02-2017 S : keluhan mual muntah berkurang. Nyeri perut
11.0 IB berkurang.
O : KU: lemah. Kes: compos mentis.
TD: 120/80 mmHg, nadi: 90 x,
10
RR: 18 x, suhu: 36,2oC
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Abdomen : bising usus + normal, perabaan supel, nyeri
tekan epigastrium dan perut kanan atas. Timpani pada
seluruh lapang abdomen.
A : - NAFLD
-Gastritis kronis
P : - Diet makanan lunak
- Obat rutin lain lanjutkan
- Omeprazol 2 x 40 mg IV
- Ondansetron 3x8mg IV
- NaCl 0,9% /24 jam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
Gambar 1. Perjalanan kerusakan hati (sumber: www.HerbalProvider.com)
13
Prevalensi NAFLD meningkat secara cepat di seluruh dunia dan sebanding
dengan peningkatan kejadian obesitas dan diabetes tipe 2. Prevalensi NAFLD
pada populasi umum diperkirakan sebesar 20-30% di negara-negara Barat dan
15% di negara-negara Asia. Prevalensi NAFLD berbeda tergantung usia, jenis
kelamin dan berat badan. NAFLD dan NASH dilaporkan terdapat pada segala usia
termasuk anak-anak, dimana prevalensi steatosis lebih rendah dibanding dewasa
(13-15%), namun meningkat pada subjek dengan obesitas (30-80%). Prevalensi
NAFLD meningkat seiring usia dengan prevalensi tinggi pada pria usia 40 sampai
65 tahun.3
Subjek dengan obesitas memiliki prevalensi NAFLD sebesar 30-100%, dimana
subjek dengan diabetes tipe 2 memiliki prevalensi NAFLD sebesar 10-75% dan
pada hiperlipidemia sebesar 20-92%. NAFLD dianggap jarang di Asia-Pasifik
karena dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan kemakmuran dan
juga regio ini memiliki insidensi hepatitis virus yang tinggi. Peningkatan
prevalensi faktor-faktor resiko utama NAFLD, seperti resistensi insulin, obesitas,
dislipidemia dan sindroma metabolik di Asia-Pasifik, bagaimanapun berperan
dalam peningkatan prevalensi NAFLD di regio tersebut.2,3
Berdasarkan survei dengan menggunakan ultrasonografi, prevalensi NAFLD pada
populasi umum di Asia beragam mulai dari 5-40%. Prevalensi NAFLD di
Indonesia pada populasi urban diperkirakan sebesar 30%. Obesitas merupakan
faktor resiko yang paling erat berkaitan.3
14
subjek tanpa obesitas dan hal ini umum terjadi pada pasien dengan kelainan
lipodistrofi kongenital atau didapat, yang ditandai dengan kurangnya jumlah
jaringan adiposa. Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa obesitas dan
NAFLD merupakan konsekuensi yang sama dari suatu kelainan lain yang
mendasari, atau
bahwa obesitas meningkatkan resiko perkembangan NAFLD setelah pajanan
penyebab tertentu, misal alkohol. Kadar konsumsi alkohol yang dianggap aman
untuk individu normal dapat berbahaya untuk individu dengan obesitas.3,4,5
15
Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin
menyebabkan sel adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang
menyebabkan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi oleh hati,
menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas di dalam hati dapat terikat
dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di mitokondria, peroksisom atau
mikrosom.5,6
Produk-produk hasil oksidasi sifatnya berbahaya dan dapat menyebabkan cedera
pada hati yang selanjutnya dapat berlanjut menjadi fibrosis. 3 Peroksidasi lipid dan
stres oksidatif meningkatkan produksi hidroksineonenal (HNE) dan
malondialdehid (MDA) yang meningkatkan fibrosis hati melalui aktivasi oleh
sel.6,7
16
Stelata yang menyebabkan peningkatan produksi transforming growth factor-beta
(TGF-).
Mediator-mediator inflamasi berperan pada progresi NAFLD. Faktor transkripsi
prionflamasi seperti nuclear factor kappa beta (NF-) sering ditemukan
meningkat pada pasien NASH. Adiponektin dan tumor necrosis factor-alpha
(TNF-) merupakan dua protein proinflamasi yang berkaitan dengan patogenesis
NAFLD. 6,7
Manusia maupun tikus menunjukkan level adiponektin yang rendah dan
berhubungan dengan peningkatan derajat keparahan inflamasi. Pemecahan
adiponektin pada tikus menunjukkan peningkatan signifikan derajat steatosis dan
inflamasi. TNF- merupakan mediator inflamasi yang sebagian besar diproduksi
oleh makrofag, serta juga diproduksi oleh sel adiposa dan hepatosit. TNF-
menyebabkan cedera pada hati melalui inhibisi transport elektron mitokondria dan
pelepasan reactive oxygen species yang menstimulasi peroksidasi lipid.6
Inaktivasi sel Kupfer juga berkaitan pada NAFLD dan penurunan kapasitas
regenerasi sel hati. Eliminasi sel Kupfer diasosiasikan dengan peningkatan derajat
NASH. Fungsi sel Kupfer terganggu pada situasi peningkatan lemak hati yang
mungkin disebabkan karena sinusoid hati yang terlalu penuh dan menyebabkan
paparan antigen berkepanjangan terhadap sel Kupfer serta penurunan aliran keluar
sel Kupfer, yang menyebabkan respon inflamasi yang menetap.7,8
17
Gambar 4. Perjalanan alamiah NAFLD (sumber: www.gastrofoundation.com)
18
tanda-tanda stigmata penyakit hati kronis, dimana eritema palmar dan spider nevi
adalah yang tersering. Jaundice, asites, asteriksis dan tanda hipertensi portal dapat
ditemukan apada pasien dengan sirosis lanjut. Muscle wasting juga dapat
ditemukan saat penyakit berlanjut namun sering tersamar oleh keadaan edema
atau obesitas yang telah ada sebelumnya.8
2.1.6.2 Pencitraan
Pencitraan abdomen sering dilakukan dalam mengkonfirmasi kecurigaan NAFLD.
Keberadaan lemak pada hati dapat diketahui melalui berbagai pencitraan
noninvasif. Pada praktek sehari-hari, steatosis sering dideteksi melalui
ultrasonografi (USG), computerised axial tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) bila jumlah lemak telah melebihi 25-30% berat hati.
Pencitraan hati tidak sensitif bagi individu dengan steatosis yang tidak terlalu
berat, dan tidak ada satupun modalitas pencitraan yang dapat membedakan
19
steatosis dengan NASH ataupun NASH dengan fibrosis. USG merupakan
modalitas paling terjangkau dimana MRI adalah yang termahal.4,9,10
Hasil USG pada steatosis memberikan gambaran peningkatan ekogenitas yang
difus (relatif terhadap ginjal). Fibrosis atau sirosis memberikan gambaran yang
sama tanpa memandang etiologinya.9
20
digunakan sebagai dasar diagnosis NAFLD melalui MRI. Perlemakan hati juga
menghasilkan intensitas sinyal yang rendah bila dibandingkan dengan otot yang
berdekatan.9
Kadang-kadang infiltrasi lemak yang didapatkan bersifat fokal, sehingga pada
USG atau CT dapat salah diinterpretasikan sebagai lesi keganasan. MRI dapat
membedakan space-occupying-lesions dan infiltrasi lemak fokal serta daerah hati
normal yang terisolasi (isolated areas of normal liver).10,11
21
Di samping berbagai kegunaan yang telah dipaparkan, tidak ada satupun
modalitas pencitraan yang dapat membedakan antara steatosis sederhana dengan
NASH. Biopsi hati merupakan satu-satunya cara akurat dalam mendiagnosis
NASH.
22
Gambar 7. Histologi perlemakan hati
Strategi dikembangkan dalam menghindari biopsi yang tidak perlu yaitu observasi
selama 6 bulan setelah NAFLD atau NASH terdiagnosa. Bila tanda dan gejala
menetap walaupun sudah dilakukan perbaikan gaya hidup dan diet, maka biopsi
dapat dipertimbangkan.11
Berbagai sistem telah dikembangkan dalam menilai derajat keparahan NAFLD.
Brunt et al pada tahun 1999 telah mengembangkan suatu kriteria penilaian dimana
didalam menentukan gradasi dan stadium NAFLD, terdapat kriteria steatosis,
degenerasi balon dan inflamasi yang harus dipenuhi. Kelemahan dari kriteria ini
adalah kriteria tersebut tidak terintegrasi menjadi suatu skor total, sehingga pada
spesimen kasus tertentu akan sulit ditentukan stadium dan gradasinya.
23
hepatitis pada penyakit hepatitis virus kronis. NAFLD Activity Score (NAS) (0
8). Penjumlahan skor steatosis, inflamasi lobular dan degenerasi balon sel hati.
Steatosis (03)
0 = meliputi <5% sel hati
1 = meliputi 533% sel hati
2 = meliputi 3366% sel hati
3 = meliputi >66% sel hati
24
2.1.7.1 Pengelolaan Non-medikamentosa
Modifikasi Gaya Hidup dan Reduksi Stres
Strategi reduksi stres dinilai masuk akal berdasarkan hipotesis patogenesis
NAFLD yang meliputi respon terhadap stres oksidatif. Modifikasi gaya hidup
meliputi diet dan olahraga mengurangi resiko berkembangnya diabetes tipe 2
secara signifikan. Olahraga merupakan komponen penting kesuksesan penurunan
berat badan dan aktivitas fisik akan meningkatan sensitivitas insulin.13
b. Antioksidan
Stres oksidatif merupakan mekanisme kunci dari cedera sel hati dan progresi
NAFLD. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang sering diteliti sebagai
alternatif pengobatan NAFLD. Dapat disimpulkan bahwa:
25
1) penggunaan vitamin E berhubungan dengan penurunan kadar aminotransferase,
2) vitamin E menghasilkan perbaikan pada steatosis, inflamasi, degenerasi balon
dan resolusi dari steatohepatitis,
3) vitamin E tidak memberi efek pada fibrosis.10
26
d. Ursodeoxycholic Acid (UDCA) dan Asam Lemak Omega-3
Beberapa studi berusaha meneliti penggunaan UDCA (dosis konvensional dan
dosis tinggi). Studi tunggal besar dengan metode RCT menunjukkan bahwa
UDCA tidak memberikan keuntungan secara histologis dibandingkan dengan
plasebo pada pasien dengan NASH.1,6
Penggunaan asam lemak omega-3 disetujui di Amerika Serikat dalam penanganan
hipertrigliserida dan sedang diteliti dalam penggunaannya dalam mengobati
NAFLD. Rekomendasi penggunaan asam lemak omega-3 dalam pengobatan
NAFLD dianggap prematur namun bisa menjadi obat lini pertama dalam
penanganan hipertrigliseridemia pada pasien NAFLD.1,6,10
2.8 Prognosis
Steatohepatitis dapat progesif menjadi fibrosis hati dan sirosis. Pasien dengan
perlemakan hati memiliki risiko tinggi untuk berkembang manjadi sirosis dan
meningkatkan mortalitas seiring dengan keparahan steatosis pada biopsi. Fibrosis
dan sirosis ditemukan pada 15-50% pasien dengan NAFLD.15
BAB III
27
ANALISA KASUS
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan
umum tampak sakit sedang. Tanda vital: tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90
x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 36.8oC. Berat badan 65 kg. Tinggi badan 155
cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
spider navy (-),rambut ketiak rontok (-), venektasi (-), distensi abdomen (-), bising
usus (+) normal (9x/menit), supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+),
timpani, shifting dullness (-), edema ekstremitas (-), Palmar eritem (-), kulit
ikterik (-).
Menentukan status gizi pasien menggunakan rumus BMI = BB/(TB dalam
meter)2
65/(1,55)2= 23,8 kg/m2 (kisaran normal = 18,5-22,9 kg/m2)
Kesan : overweight, berisiko
28
Berdasarkan tanda-tanda vital pasien diketahui bahwa pasien dalam
kondisi hemodinamik yang stabil, menandakan tidak ada kegawatan akibat
komplikasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:
Peningkatan enzim transaminase.
Hiperglikemia
Gambaran USG fatty liver
Diagnosa Kerja
Non alkoholik fatty liver disease dengan gastritis kronis
Diagnosis NAFLD dengan gastritis kronis pada pasien ini didasarkan
atas anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, biopsi hati yang merupakan gold standart dari
NAFLD belum dilakukan.
Penatalaksanaan Pasien
Pengobatan NAFLD
o Antidiabetik dan insulin sensitizer
o Tiazolidindion (pioglitazone)
o Anti hyperlipidemia
o Antioksidan
Edukasi
Pada kasus ini pasien diedukasi mengenai:
o Jaga pola makan yang teratur
o Kurangi makanan berlemak dan berpengawet
o Makan dengan porsi sedikit namun sering
o Kurangi makanan yang asam, pedas, berlemak dan konsumsi kopi
29
o Olahraga teratur
Prognosis
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad fuctionam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam
Prognosis penyakit terhadap proses kehidupan pasien adalah baik. Hal ini
dikarenakan saat pasien datang dan selama masa perawatan kondisi
hemodinamik dan tanda vital pasien stabil, pasien juga mengalami
perbaikan keluhan selama masa perawatan.
Prognosis penyakit terhadap fungsi organ adalah ragu-ragu kearah baik.
Hal ini dikarenakan tergantung pola hidup dan nutrisi yang dikonsumsi
pasien.
Prognosis penyakit terhadap kesembuhan atau kekambuhan adalah ragu-
ragu kearah baik karena faktor risiko terhadap terjadinya sirosis hati bisa
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
30
4. Sanyal, A J (2002). "AGA Technical Review on Nonalcoholic Fatty Liver
Disease.". Bethesda, MD: American Gastroenterological Association.
5. Omagari K, Kadokawa Y, Masuda J, Egawa I, Sawa T, Hazama H, et al.
(2002). "Fatty liver in non-alcoholic non overweight Japanese adults:
incidence and clinical characteristics". J Gastroenterol Hepatol
6. Allocca, M; Selmi C (2010). "Emerging nutritional treatments for
nonalcoholic fatty liver disease". In Preedy VR; Lakshman R;
Rajaskanthan RS. Nutrition, diet therapy, and the liver. CRC Press.
7. McCulough, Arthur J (Aug 2004). "The clinical features, diagnosis and
natural history of nonalcoholic fatty liver disease". Clinics in Liver
Disease.
8. Musso G; Gambino, Roberto; Cassader, Maurizio; Pagano, Gianfranco;
et al. (2010). "Meta-analysis: Natural history of non-alcoholic fatty liver
disease (NAFLD) and diagnostic accuracy of non-invasive tests for liver
disease severity". Annals of Medicine
9. Rinella, ME (9 June 2015). "Nonalcoholic fatty liver disease: a systematic
review.". JAMA.
10. Chalasani N, Younossi Z, Lavine JE, et al. AASLD practice guidelines:
11. The Diagnosis and Management of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease:
Practice Guideline by the American Association for the Study of Liver
Diseases, American College of Gastroenterology, and the American
Gastroenterological Association. Hepatology 2012;
12. Alwi Idrus, Salim Simon, Hidayat Rudy, Kurniawan Juferdy, Tahapary
Dicky L. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan
Praktik Klinis. FKUI 2016
13. McAvoy NC, Fergusson JW, Campbell IW, Hayes FC. Non-Alcoholic
Fatty Liver Disease: Natural History, Pathogenesis and Treatment. Br J
Diabetes Vasc Dis. 2006
14. Veena J, Muragundla A, Sidgiddi S, Subramaniam S (2014). "Non-
alcoholic fatty liver disease: need for a balanced nutritional source". Br.
J. Nutr.
15. Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.
Jakarta: Jayabadi.
16. Feldman, Friedman, dan Brandit .2010. Sleisenger dan
Fordtranss. Gastrointestinal and Liver Disease. Pathophysiology/
Diagnosis/ Manajemen. Ninth Edition. Canada: Saunders Elsevier.
31