Disusun oleh :
Pembimbing :
Daftar Isi
Daftar isi........................................................................................................................... 2
Bab I................................................................................................................................. 3
Latar Belakang....................................................................................................... 3
Bab II................................................................................................................................ 4
Laporan Kasus....................................................................................................... 4
Identitas Pasien...................................................................................................... 4
Anamnesis............................................................................................................. 4
Pemeriksaan Penunjang......................................................................................... 8
Resume..................................................................................................................12
Diagnosis...............................................................................................................13
Tatalaksana ...........................................................................................................13
Pengkajian ............................................................................................................14
Prognosis...............................................................................................................18
Follow Up...........................................................................................................19
Kesimpulan ...........................................................................................................21
Bab III..............................................................................................................................22
Tinjauan Pustaka....................................................................................................22
BAB IV.............................................................................................................................45
2
BAB V...............................................................................................................................50
Kesimpulan ...........................................................................................................50
Daftar Pustaka.................................................................................................................51
BAB I
3
LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemiaakibatdefekpadakerjainsulindihatidandijaringanperifer,sekresiinsulinoleh
selbetapancreas,ataukeduanya. 1Insiden dan prevalensi diabetes melitus berkembang secara
signifikan di seluruh dunia, terutama pada diabetes tipe 2. 2 Peningkatan prevalensi diabetes
menyebabkan peningkatan jumlah komplikasi makro dan mikrovaskuler diabetes seperti
penyakit ginjal diabetik (DKD) dan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). 3 Sebanyak 45% dari
pasien gagal ginjal yang menerima terapi dialisis, penyebab utamanya adalah diabetes.4
Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau
lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).5
BAB II
4
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Umur : 49 tahun
StatusPernikahan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : TNI AD
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak nafas yang bertambah berat sejak 2 hari SMRS.
Pasien dirujuk dari RS Salak pada tanggal 9 Juni 2016. Pasien mengeluh sesak nafas
yang bertambah berat sejak 2 hari SMRS. Sesak bertambah jika beraktivitas dan
berkurang ketika istirahat. Pasien tidak pernah terbangun dimalam hari karena sesak.
Pasien tidur dengan 3 bantal. Pasien juga mengeluh tangan dan kaki bengkak sejak 3
minggu SMRS. Nyeri dada tidak dirasakan. Batuk sejak 1 bulan SMRS, berdahak
warnanya kuning kehijauan. Pasien saat ini merasa lemas namun masih dapat beraktivitas
5
ringan. Mual tidak ada, muntah 4-5x, nafsu makan menurun.. Keringat malam tidak
ada. Demam tidak ada. Berat badan pasien menurun 5kg dalam 1 bulan. BAK banyak dan
BAB tidak ada keluhan. Pasien mengaku dalam sehari minum hingga 2 liter. Pasien
sudah dirawat di RS Salak sejak 22 mei 2015. Kemudian masuk ICU tanggal 6 Juni 2016
karena tidak bisa nafas. Tanggal 7 Juni 2016 pasien keluar dari ICU langsung dirujuk ke
RSPAD karena sakit 7 macam komplikasi.
Pasien memiliki riwayat terkena TB Paru sejak 3 bulan SMRS dan harus menjalani
pengobatan selama 6 bulan. Tetapi setelah membaik pasien berhenti minum obat. 1 bulan
SMRS pasien kembali lagi untuk kontrol ke paru dan dikatakan pasien harus menjalani
pengobatan dari awal lagi. Namun, pasien menolak untuk menjalani pengobatan.
10 tahun yang lalu pasien diketahui memiliki hipertensi dan DM. Pasien mengaku sering
buang air kecil pada malam hari, sering merasa haus dan lapar. Pandangan kabur tidak
ada. Rasa kebas pada tungkai tidak ada. Obat-obatan yang diminum yaitu captopril dan
glibenklamid. Pasien lupa dosis obatnya dan pasien juga jarang kontrol ke dokter.
Riwayat sakit stroke, jantung, alergi disangkal. Riwayat merokok pasien sejak 20 tahun
yang lalu 12 batang per hari. Riwayat minum alkohol disangkal.
Pasien berobat
22keMei
RS2016
SalakPasien
dan dikatakan
dirawat
terkenadiTB
RS Salak
Paru dan harus
karena
menjalani
sesak nafas,
pengobatan selama
udem pada
6 tangan
bulan. dan kaki.
6
Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (-), DM (-)
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital
o Tekanan darah : 190/110 mmHg
o Pernapasan : 20 x/menit
Antropometri:
o Berat Badan : 75 kg
o BMI : 29 (overweight)
o Aspek Kejiwaan : Tingkah laku wajar, alam perasaan biasa, proses berpikir wajar.
Status Generalis
o Kepala : Normocephal
7
o Hidung : Normosepta, Sekret -/-
hiperemis
o Pemeriksaan Thoraks :
o Paru
o Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas
normal
Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
o Pemeriksaan Abdomen:
8
Ekstremitas : edema tungkai +/+ , edema lengan +/+, akral hangat, CRT
< 2detik, teraba pulsasi arteri dorsalis pedis lemah, Charcot foot (-), ulkus
(-)
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
9/6/16 10/6/16 11/6/16 14/6/16
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 9,1 * 8,2 * 13.0 18.0 g/dL
Hematokrit 24 * 23 * 40 52%
Eritrosit 3,3 * 3,1 * 4,3 6,0 juta/uL
Leukosit 10.440 9.590 4800 10800 /uL
201.000 166.000 150000
Trombosit
400000 /uL
MCV 73 * 75 * 80 96 fL
MCH 28 27 27 32 pg
MCHC 38 * 36 32 36 g/dL
KIMIA KLINIK
Albumin 2,4 * 2,3 * 3,0 * 2,4 * 3.5 5.0 g/dL
Ureum 101 * 132 * 20 50 mg/dL
Kreatinin 7,2 ** 10
Glukosa darah 218 * 170 243 222 < 140 mg/dL
(Sewaktu)
119 duplo 135 147
Natrium (Na)
* mmol/L
Kalium (K) 3,1 * 3.5 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 94 * 95 105 mmol/L
Aseton Negatif
Analisa Gas Darah :
pH 7.301 * 7.290 * 7.35 7.45
pCO2 27.7 * 30.6 * 33 44 mmHg
pO2 91.0 144.7 * 71 104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 13.8 * 14.8 * 22 -29 mmol/L
Kelebihan basa (BE) -10.6 -10.0 (-2) 3 mmol/L
Saturasi O2 95.9 98.5 * 94 98%
9
Tanggal / Jam Registrasi : 09-06-2016 14:22:15
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
Saat Ini
KIMIA KLINIK
Besi (Fe) 65 70 200 g/dL
10
o Tampak fibroinfiltrat di lapangan atas tengah paru kanan dan perihiler serta parakardial
kiri.
o Curiga nodul di parakardial kanan.negtif
o Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus kostofrenikus lancip.
o Tulang-tulang intak .
Kesan :
Fibroinfiltrat di kedua lapangan paru dapat sesuai dengan TB Paru.
Curiga tuberkuloma di parakardial kanan.
o Vesica urinaria : tampak terpasang balon kateter. Kesan, tidak tampak batu.
o Prostat : besar dan bentuk normal, echostructure homogen. Tidak tampak lesi
fokal ataupun kalsifikasi.
o Aorta : Tidak tampak pembesaran KGB para aorta.
KESAN : - Ascites minimal
- efusi pleura bilateral
- ginjal bilateral ukuran dalam batas normal, dengan ekhogenitas meningkat.
- Organ-organ intra abdominal lainnya dalam batas normal.
V. Resume
Tn. D, 49 tahun, datang dengan keluhan sesak semakin memberat sejak 2 hari
SMRS. DOE (+), OE (+). PND (-). Udem tungkai dan lengan sejak 3 minggu SMRS.
Batuk sejak 1 bulan SMRS, berdahak warnanya kuning kehijauan. Lemas namun masih
11
dapat beraktivitas ringan, muntah 4-5x. Pasien dirujuk dari RS Salak karena sakit 7
macam komplikasi. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM sejak 10 tahun yang lalu.
Pasien jarang kontrol ke dokter. Riwayat terkena TB paru putus obat sejak 3 bulan
SMRS.
Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah:
190/110 mmHg, konjungtiva anemis (+), rhonki +/+, wheezing -/-, shifting dullness (+),
tes undulasi (+), edema tungkai +/+, edema lengan +/+. Pemeriksaan penunjang
didapatkan anemia, hipoalbuminemia, peningkatan ureum dan kreatinin serum,
hiperglikemik, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, hiponatremia, hipokalemia, dan
asidosis metabolik terkompensasi. Pemeriksaan foto thorax didapatkan fibroinfiltrat di
kedua lapangan paru dapat sesuai dengan TB Paru. Curiga tuberkuloma di parakardial
kanan. Pemeriksaan USG Abdomen didapatkan ascites minimal, efusi pleura bilateral,
ginjal bilateral ukuran dalam batas normal, dengan ekhogenitas meningkat.
VI. Diagnosis
VII. Tatalaksana
Terapi Non-medikamentosa
Terapi Medikamentosa
12
Omeprazole 1 x 40mg i.v B12 3x50mg
Asam folat 1x5mg Albumin 20% 100mL
Bicnat 3x 500mg
VIII. Pengkajian
SMRS. Nyeri dada tidak dirasakan. Mual (-), muntah 4-5x, dan nafsu
makan menurun. BAK banyak. Pasien mengaku dalam sehari minum hingga 2
liter. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus sejak 10 tahun
yang lalu. Obat yang diminum pasien captopril dan glibenklamid. Pasien juga
mengaku jarang kontrol ke dokter. Riwayat sakit stroke, jantung, alergi
disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah : 190/110 mmHg, nadi : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, suhu
tubuh : 36 C per aksila. Konjungtiva anemis +/+. JVP 5-2 cmH O. Ronki
2
basah halus +/+, wheezing -/-. Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-),
gallop (-). Shifting dullness (+), tes undulasi (+). Pitting udem tungkai +/+,
udem lengan +/+.
Pemeriksaan Penunjang:
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb : 9,1 g/dL,
albumin : 2,4 g/dL, natrium : 119 mmol/L, kalium : 3,1 mmol/L, klorida : 94
mmol/L, asidosis metabolic terkompensasi, dan peningkatan ureum : 101
mg/dL, kreatinin : 7,2 mg/dL.
Pemeriksaan USG Abdomen didapatkan ascites minimal, efusi pleura
bilateral, ginjal bilateral ukuran dalam batas normal, dengan ekhogenitas
meningkat.
13
2
LFG(ml/menit/1.73m )=( 140 umur ) x ( berat
badan ) *
*padaperempuandikalikan0,85
LFGpadapasieniniadalah:
2
LFG =( 140 49 ) x ( 75 ) = 13.16ml/menit/1.73m
72 x 7,2 (mg/dl )
Rencana Pemeriksaan:
- Urinalisis Lengkap dengan albumin urin
Rencana Terapeutik:
Furosemid 2 x 40 mg i.v
Spironolakton 1 x 25mg
Asam folat 1x5mg
Bicnat 3x 500mg
B12 3x50mg
Albumin 20% 100mL
2. Hipertensi stage II
Anamnesis:
Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Pasien minum obat captopril
namun jarang kontrol ke dokter.
Pemeriksaan Fisik: Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah :190/110
mmHg.
Pemeriksaan Penunjang:
-
14
Rencana Pemeriksaan:
EKG
Rencana Terapeutik:
Valsartan 1x 100mg
3. Diabetes Melitus Tipe 2
Anamnesis:
10 tahun yang lalu pasien diketahui memiliki DM. Polifagi (+), poliuri (+),
dan polidipsi (+). Pandangan kabur tidak ada. Rasa kebas pada tungkai tidak
ada. Obat yang diminum yaitu glibenklamid. Pasien lupa dosis obatnya dan
pasien juga jarang kontrol ke dokter. Riwayat sakit stroke, jantung, alergi
disangkal. Riwayat merokok pasien sejak 20 tahun yang lalu 12 batang per
hari. Riwayat minum alkohol disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Pandangan kabur (-), Charcot foot (-), ulkus (-)
Pemeriksaan Penunjang:
Glukosa darah sewaktu : 218 mg/dL, HbA1C : 11,9
Rencana Pemeriksaan:
GDP, GD 2jam PP
Rencana Terapeutik:
Glimepiride 1 x 2mg
4. TB Paru putus obat
Anamnesis:
3 bulan SMRS pasien dikatakan terkena TB paru dan harus menjalani
pengobatan selama 6 bulan. Tetapi setelah membaik pasien berhenti minum
obat. 4 minggu SMRS pasien kembali lagi untuk kontrol ke paru dan
dikatakan pasien harus menjalani pengobatan dari awal lagi. Namun, pasien
menolak untuk menjalani pengobatan. Pasien juga mengalami penurunan
berat badan 5 kg dalam 1 bulan.
Pemeriksaan Fisik:
Tidak teraba pembesaran KGB pada leher. Pada auskultasi paru
didapatkan vesikuler +/+, rhonki basah halus +/+, wheezing -/-.
Pemeriksaan Penunjang:
Foto Toraks PA : Fibroinfiltrat di kedua lapangan paru dapat sesuai dengan
TB Paru. Curiga tuberkuloma di parakardial kanan.
Rencana Pemeriksaan:
15
BTA sputum, kultur resistensi sputum dan kultur darah.
Rencana Terapeutik:
-
5. Dislipidemia
Anamnesis:
-
Pemeriksaan Fisik:
o Berat Badan : 75 kg
o BMI : 29 (overweight)
Pemeriksaan Penunjang:
Hiperkolesterolemia , Kolesterol total : 273 mg/dL
Hipertrigliseridemia, Trigliserida : 453 mg/dL
Rencana Pemeriksaan:
-
Rencana Terapeutik:
Simvastatin 1 x 20mg
6. Hiponatremia
Anamnesis: -
Pemeriksaan Fisik: -
Pemeriksaan Penunjang:
Hiponatremia, Na = 119 duplo mmol/L
Rencana Pemeriksaan: -
Rencana Terapeutik:
IVFD NaCl 3% 500cc /24jam
7. Hipokalemia
Anamnesis: Pasien saat ini lemas.
Pemeriksaan Fisik: -
Pemeriksaan Penunjang:
Hipokalemia, K = 3,1 mmol/L
Rencana Pemeriksaan: -
Rencana Terapeutik:
Observasi tanda-tanda hypokalemia
16
VIII. Prognosis
IX. Follow Up
C, RR : 20 x/menit C, RR : 20 x/menit
17
Mata : konjungtiva anemis Mata : konjungtiva anemis +/
+/+, Sklera iketeik -/- +, Sklera iketeik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru : Paru :
I : Simetris I : Simetris
P : Fremitus taktil & vocal P : Fremitus taktil & vocal
pada paru kanan dan kiri pada paru kanan dan kiri
melemah. melemah.
P : Redup pada ICS 5 linea P : Redup pada ICS 5 linea
midclavicula sinistra dan midclavicula sinistra dan
dextra, peranjakan hati (-) dextra, peranjakan hati (-)
A : vesikuler +/+, rhonki +/ A : vesikuler +/+, rhonki +/+
+ basah halus, wheezing -/- basah halus, wheezing -/-
Cor : Cor :
I : iktus cordis tidak terlihat I : iktus cordis tidak terlihat
P : iktus cordis teraba P : iktus cordis teraba pulsasi pada
pulsasi pada ICS 5 linea ICS 5 linea midclavicula sinistra
midclavicula sinistra P : batas jantung kanan dan
P : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
kiri dalam batas normal A : S1 dan S2 reguler,
A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
murmur (-), gallop (-) Abdomen :
Abdomen : I : Datar
I : Datar A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal P : Redup
P : Redup P : shifting dullness (+), tes
P : shifting dullness (+), tes undulasi (+)
undulasi (+) Ektremitas : edema tungkai
Ektremitas : edema tungkai +/+ dan lengan +/+
18
+/+ dan lengan +/+
1. Akut on CKD dd/ CKD grade 1. Akut on CKD dd/ CKD grade V
V dengan overload, uremikum, dengan overload, uremikum, anemia
2. Hipertensi stage II
anemia
3. Diabetes Melitus Tipe 2
2. Hipertensi stage II
4. TB Paru pututs obat
3. Diabetes Melitus Tipe 2
5. Dyslipidemia
4. TB Paru pututs obat
6. Hiponatremia
5. Dyslipidemia
7. Hipokalemia
6. Hiponatremia
7. Hypokalemia
1. IVFD NaCl 3% 500cc/ 24jam 1. IVFD Heplock
2. diet DM 1900 kkal 2. diet DM 1900 kkal
3. protein 19g/kgBB/hari 3. protein 19g/kgBB/hari
4. Furosemid 2c40 mg i.v 4. Furosemid 2c40 mg i.v
5. Spironolakton 1 x 25mg 5. Spironolakton 1 x 25mg
6. Valsartan 1x 100mg 6. Valsartan 1x 100mg
7. Glimepiride 1 x 2mg 7. Glimepiride 1 x 2mg
8. Simvastatin 1 x 20mg 8. Simvastatin 1 x 20mg
9. Omeprazole 1 x 40mg i.v 9. Omeprazole 1 x 40mg i.v
10. Asam folat 1x5mg 10. Asam folat 1x5mg
11. Bicnat 3x 500mg 11. Bicnat 3x 500mg
12. B12 3x50mg 12. B12 3x50mg
13. Albumin 20% 100mL 13. Albumin 20% 100mL
13 JUNI 2016 14 JUNI 2016
Pasien mengeluh lemas Pasien mengeluh lemas
Keadaan Umum : Tampak Keadaan Umum : Tampak
sakit sedang sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis Kesadaran : Komposmentis
TTV : TD :146/90 mmHg, TTV : TD :170/100 mmHg,
Nadi : 82x/menit, Suhu : Nadi : 70x/menit, Suhu : 36
36,1 C, RR : 22 C, RR : 18 x/menit
19
I : Simetris P : Fremitus taktil & vocal
P : Fremitus taktil & vocal pada paru kanan dan kiri
pada paru kanan dan kiri melemah.
melemah. P : Redup pada ICS 5,
P : Redup pada ICS 5, peranjakan hati (-)
peranjakan hati (-) A : vesikuler +/+, rhonki +/+
A : vesikuler +/+, rhonki +/ basah halus, wheezing -/-
+ basah halus, wheezing -/- Cor :
Cor : I : iktus cordis tidak terlihat
I : iktus cordis tidak terlihat P : iktus cordis teraba pulsasi
P : iktus cordis teraba pada ICS 5 linea
pulsasi pada ICS 5 linea midclavicula
midclavicula P : batas jantung kanan dan
P : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
kiri dalam batas normal A : S1 dan S2 reguler,
A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
murmur (-), gallop (-) Abdomen :
Abdomen : I : Datar
I : Datar A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal P : Redup
P : Redup P : shifting dullness (+), tes
P : shifting dullness (+), tes undulasi (+)
undulasi (+) Ektremitas : akral hangat,
Ektremitas : akral hangat, edema tungkai +/+
edema tungkai +/+ dan
lengan +/+
1. Akut on CKD dd/ CKD grade V 1. Akut on CKD dd/ CKD grade V
dengan overload, uremikum, dengan overload, uremikum, anemia
2. Hipertensi stage II
anemia
3. Diabetes Melitus Tipe 2
2. Hipertensi stage II
4. TB Paru putus obat
20
3. Diabetes Melitus Tipe 2 5. Dyslipidemia
4. TB Paru putus obat 6. Hiponatremia
5. Dyslipidemia 7. Hypokalemia
6. Hiponatremia
7. Hypokalemia
1. IVFD Heplock 1. IVFD Heplock
2. diet DM 1900 kkal 2. diet DM 1900 kkal
3. protein 19g/kgBB/hari 3. protein 19g/kgBB/hari
4. Minum 600 cc/hari 4. Minum 600 cc/hari
5. Spironolakton 1 x 25mg 5. Spironolakton 1 x 25mg
6. Valsartan 1x 100mg 6. Valsartan 1x 100mg
7. Glikuidon 2 x 15mg 7. Glikuidon 2 x 15mg
8. Atorvastatin 1 x 20mg 8. Atorvastatin 1 x 20mg
9. Omeprazole 1 x 40mg i.v 9. Omeprazole 1 x 40mg i.v
10. Asam folat 1x5mg 10. Asam folat 1x5mg
11. Bicnat 3x 500mg 11. Bicnat 3x 500mg
12. B12 3x50mg 12. B12 3x50mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa proporsi diabetes di Indonesia
pada tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007. Proporsi
diabetes melitus di Indonesia sebesar 6,9 %, toleransi glukosa terganggu (TGT)
sebesar 29,9% dan glukosa darah puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6%. 12
c. Diagnosis
DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. 13
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis DM :
22
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram. (peringkatbuktiB)
Atau
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu
(TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
M 1. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-
125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl.
M 2. Toleransi glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO
antara 140-199 mg/dl.
23
e. Tatalaksana
24
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut
M Riwayat Penyakit
2 endokrin lain).
M Pemeriksaan Fisik
3 jantung
25
4 Pemeriksaan kaki secara komprehensif
M Evaluasi Laboratorium
1 HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang
2 mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1
1 tahun pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.
M Penapisan Komplikasi
M Elektrokardiogram.
M Langkah-langkah Penatalaksanaan
M Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral
dan/atau suntikan.
M Edukasi
26
1 Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
2 upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
3 secara holistik.
M makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
M Latihan Jasmani
1 Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70%
denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien.
M Intervensi Farmakologis
M jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
M suntikan.
27
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Karena efek utamanya itu, risiko terjadinya
hipoglikemi sangat tinggi. Sulfoniluera golongan pertama di
kontraindikasikan pada pasien yang menjalani dialysis.16
28
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Efek
samping yang biasanya terjadi yaitu gangguan gastrointestinal seperti flatus dan
diare. Meskipun <2% dari dosis oral acarbose diserap sebagai obat aktif, pasien
dengan gangguan ginjal berat (CrCl <25 mL / menit) mencapai kenaikan sekitar 5
kali lipat lebih tinggi untuk konsentrasi peak plasma dari acarbose.16 Oleh karena
itu, penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR 30ml/min/1,73 m2,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
. Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru
yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini
antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
1. Insulin
29
kerja cepat (sering disebut insulin reguler/short-acting insulin) atau insulin kerja sangat
cepat (rapid- atau ultra-rapid acting insulin). Di pasaran, selain tersedia insulin dengan
komposisi tersendiri, juga ada sediaan yang sudah dalam bentuk campuran antara insulin
kerja cepat atau sangat cepat dengan insulin kerja menengah (disebut juga premixed
insulin) .
Indikasi :
Tabel 1. Farmakokinetik sediaan insulin yang umum digunakan
30
c. Terapi kombinasi
31
diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang
tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan
evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan.
32
Gambar 2. Target organ dan mekanisme obat antidiabetik18
Gambar 3. Algoritme Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia12
33
Komplikasi Akut
Ketoasidosis diabetik
Hipoglikemia
Komplikasi Kronik
o Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
o Mikroangiopati
Nefropati diabetic
Retinopati diabetic
o Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjaidnya
ulkus kaki dan amputasi.
II. Nefropati Diabetik
a. Definisi
Nefropati diabetic didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien
diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam
atau >200 ug/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3
sampai 6 bulan.7
b. Tahap Nefropati Diabetik
Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes mellitus oleh
Mogensen dibagi menjadi 5 tahapan :
Tahap 1 : terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis
ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin
meningkat.
Tahap 2 : secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi
glomerulus tetap meningkat, eksresi albumin dalam urin dan tekanan darah
normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrane basalis
34
yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional
(dengan peningkatan matriks mesangium).
Tahap 3 : pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati
insipient. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat
normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 20 200 ug/menit (30 300
mg/24 jam). Tekanan darah mulai meningkat secara histologis, didapatkan
peningkatan ketebalan membrane basalis dan volume mesangium fraksional
dalam glomerulus.
Tahap 4 : merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan
histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagaian besar pasien.
Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus
menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan
dengan tingginya tekanan darah.
c. Patofisiologi
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari
mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada
sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron
tersebut. Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada
nefropati diabetic ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai
hormone vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek
langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
35
Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih
stabil tetapi masih reversible dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini
berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang
irrerversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler
seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler
serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi
ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga
akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa
hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen
intrarenal atau intraglomerulus.7
- kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140 160
mg/dl [7,7 8,8 mmol/L]); A1C >7-8%
- faktor-faktor genetis
- kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
- hipertensi sistemik
- sindroma resistensi insulin (sindroma metabolic)
- peradangan
- perubahan permeabilitas pembuluh darah
- asupan protein berlebih
- gangguan metabolic (kelainan metabolism polyol, pembentukan
advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)
- pelepasan growth factors
- kelainan metabolism karbohidrat / lemak / protein
- kelainan structural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,
penebalan membrane basalis glomerulus)
- gangguan ion pumps (peningkatan Na+-H+ pump dan penurunan Ca2+
ATPase pump)
- hyperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
- aktivasi protein kinase C
36
Metabolik Genetik Hemodina
mik
Glukos Protein Hormon Aliran /
a kinase C hormone tekanan
vasoaktif
Advance Sitokin (angiotensin II,
endotelin)
d
glycatio Transforming Vascular
Extracellular growth endothelial
matrix (ECM) growth
cross-linking factor
factor ECM
Permeabilitas
pembuluh darah
Penimbunan
Gambar 4. Patogenesis Nefropati Diabetik 7 Proteinuria
ECM
III. Penyakit ginjal kronik
a. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan abnormal pada struktur dan
fungsi ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan implikasi pada kesehatan
dan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kategori LFG dan kategori albuminuria.8
b. Manifestasi klinis
Pada penyakit ginjal kronik timbul manifestasi klinis seperti lemas, mual,
muntah, sesak nafas, BAK berkurang, konjungtiva anemis, edema tungkai atau
5
palpebra, tanda bendungan paru. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
6
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikaditis, kejang-kejang sampai koma.
Anemia terjadi pada 80 90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit
37
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal yang ikut
berperan terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan
saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,
proses inflamasi akut maupun kronik. 6
c. Klasifikasi
Klasifikasi derajat penurunan LFG sangat penting untuk panduan terapi
konservatif dan saat dimulai terapi pengganti faal ginjal. Derajat penyakit ginjal
kronik berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi KDIGO,2012:
d. Diagnosis
Terdapat tanda kerusakan ginjal (satu atau lebih) selama 3 bulan 19 :
Albuminuria (AER 30 mg / 24 jam; ACR 30 mg / g
[ 3 mg/mmol])
Kelainan sedimen urine
Elektrolit dan kelainan lain karena gangguan tubular
Kelainan terdeteksi oleh histologi
Kelainan struktural terdeteksi oleh pencitraan
Riwayat transplantasi ginjal
38
2
GFR<60ml/min/1.73m (GFRcategoriesG3aG5)
e. Tatalaksana
Penatalaksanaanpenyakitginjalkronikmeliputi:
Terapispesifikterhadappenyakitdasarnya
Pencegahandanterapiterhadapkondisikomorbid(comorbidcondition)
Memperlambatpemburukan(progression)fungsiginjal
Pencegahandanterapiterhadappenyakitkardiovaskular
Pencegahandanterapiterhadapkomplikasi
Terapipenggantiginjalberupadialisisatautransplantasiginjal.
TerapiSpesifikTerhadapPenyakitDasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunanLFG,sehinggapemburukanfungsiginjaltidakterjadi.Padaukuranginjalyang
masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah
menurunsampai2030%darinormalterapiterhadappenyakitdasarsudahtidakbanyak
bermanfaat
PencegahandanTerapiTerhadapKondisiKomorbid
PentingsekaliuntukmengikutidanmencatatpenurunanLFGpadapasienpenyakitginjal
kronik.Haliniuntukmengetahuikondisikomorbid(superimposedfactors)yangdapat
memperburuk keadaan pasien. Faktorfaktor komorbid ini antara lain gangguan
keseimbangancairan,hipertensiyangtidakterkontrolinfeksitraktusurinarius,obatobat
nefrotoksik,bahanradiokontras,ataupeningkatanaktivitaspenyakitdasarnya.
MenghambatPemburukanFungsiGinjal
39
glomerulus.Duacarapentinguntukmengurangihiperfiltrasiglomerulusiniadalah:
PembatasanAsupanProtein.
PembatasanasupanproteinmulaidilakukanpadaLFG<60ml/mnt,sedangkandiatas
nilaitersebut,pembatasanasupanproteintidakselaludianjurkan.Proteindiberikan0,60,8
kg.bb/hari,yang0,350,50grdiantaranyamerupakanproteinnilaibiologitinggi.Jumlah
kalori yang diberikan sebesar 30 35 kkal/kgBB/hari. Ddibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi jumlah asupan kalori dan
protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein
tidakdisimpandalamtubuhtapidipecahdipecahmenjadiureadansubtansinitrogenlain,
yangterutamadiekskresikanmelaluiginjal.Olehkarenaitu,pemberiandiettinggiprotein
padapasienPenyakitGinjalKronikakanmengakibatkanpenimbunansubtansinitrogen
danionanorganiklain,danmengakibatkangangguanklinisdanmetabolikyangdisebut
uremia.Dengandemikianpembatasanasupanproteinakanmengakibatkanberkurangnya
sindromuremik.Masalahpentinglainadalahsupanproteinberlebih(proteinoverload)
akanmengakibatkanperubahanhemodinamikginjalberupapeningkatanalirandarahdan
tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan
progresifitaspemburuanfungsiginjal.Pembatasanasupanproteinjugaberkaitandengan
pembatasanasupanfosfat,karenaproteindanfosfatselaluberasaldarisumberyangsama.
Pembatasanfosfatperluuntukmencegahterjadinyahiperfosfatemia.
TerapiFarmakologis.
40
inidiketahuisecaraluasbahwa,proteinuriamerupakanfaktorresikoterjadipemburukan
fungsi ginjal dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses pemburukan
fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Beberapa obat antihipertensi, terutama
Penghambat Ensim Komveting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE
inhibitor),melaluiberbagaistuditerbuktidapatmemperlambatprosespemburukanfungsi
ginjal.Haliniterjadilewatmekanismekerjanyasebagaiantihipertensidanantiproteinuria.
f. Prognosis
41
Gambar 5. Prognosis CKD 11
kreatinin serum 1,5 mg / dL dan pada wanita dengan serum CRE- atinine
1,4 mg / dL. Metformin juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
kondisi yang mengganggu metabolisme dan ekskresi asam laktat, seperti gagal
jantung dan penyakit hati, dan selama penyakit akut dan / atau hipoksia jaringan.
Penggunaan metformin baru-baru ini harus dievaluasi ulang pada eGFR,
45 mL/ menit/1,73 m2 dengan reduksi dalam dosis maksimum 1.000 mg / hari dan
dihentikan pada saat, 30 mL / menit / 1,73 m2 serta dalam situasi yang terkait dengan
42
risiko tinggi AKI, sepsis, hipotensi, infark miokard akut, dan penggunaan kontras
radiografi atau agen nefrotoksik lain.
Thiazolidinediones
Thiazolidinediones (TZD) hampir sepenuhnya dimetabolisme oleh hati.
Penggunaan TZD umumnya dihindari di CKD karena efek samping seperti retensi
cairan, hipertensi, dan peningkatan risiko fraktur.
Inhibitor a-glukosidase
Inhibitor a-glukosidase, acarbose dan miglitol, diserap minimal dari saluran
pencernaan, namun kadar plasma dapat meningkat pada pasien CKD. Oleh karena itu,
disarankan hati-hati untuk penggunaan agen ini pada pasien diabetes dengan eGFR
rendah ( 30 mL / menit / 1,73 m2).
Tabel 4. Rekomendasi dosis obat noninsulin antihiperglikemik agen pada Penyakit Ginjal
Diabetik
43
44
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pada penyakit ginjal kronik timbul manifestasi klinis seperti lemas, mual,
muntah, sesak nafas, BAK berkurang, konjungtiva anemis, edema tungkai atau
5
palpebra, tanda bendungan paru. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikaditis, kejang-kejang sampai koma. 6
Pada pasien ini sudah timbul tanda-tanda klinis sindrom uremia seperti
mual, muntah, edema tungkai. LFG pasien = 13.16 ml/menit/1.73m2 sehingga masuk
kategori CKD grade V. Menurut KDIGO 2012, tatalaksana pada pasien CKD grade V
harus dilakukan terapi pengganti ginjal dapat berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Oleh karena itu, insiasi hemodialysis harus dilakukan kepada pasien dan keluarga
pasien.
45
Furosemid 1 x 40mg I.V
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin di hati dan di jaringan perifer,
sekresi insulin oleh sel beta pancreas, atau keduanya.1
Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis diketahui pasien mengalami gejala
klasik DM seperti poliuri, polidipsi, dan polifagi. Berdasarkan hasil pemeriksaan
lab didapatkan Glukosa Darah Sewaktu : 218 mg/dL dan HbA1c : 11,9.
Sehingga menurut diagnosis DM tipe 2 PERKENI 2011, pasien ini di diagnosis
DM Tipe 2.
Tatalaksana
46
Terdapat 4 pilar tatalaksana DM :
1. Edukasi
Pengertian DM, Pola makan sehat, tidak menggunakan sandal yang
ketat, rajin minum obat, kontrol ke dokter, cek glukosa darah rutin.
2. Terapi gizi medis
Terapi nutrisi pada pasien ini :
Rumus Broca :
BBI = 90% x (tinggi badan dalam cm 100) x 1kg
= 90% x (170 100) x 1kg = 63 kg
Kebutuhan kalori
Hamil :
Aktivitas :
- ringan +10%
- sedang +20%
- berat +30% *
Pasien = 30 x 63 -10% - 5% + 30%
= 1800,15 kalori
3. Latihan jasmani
47
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2.
Pada pasien ini, olahraga yang paling ringan adalah berjalan kaki
selama 5 menit 10 menit.
4. Intervensi farmakologis
Pasien ini diberikan obat antidiabetik Glimepiride 1 x 2mg.
Generasi kedua SU glimepiride merupakan kontraindikasi pada pasien
dialysis karena peningkatan risiko hipoglikemia.17 Glipizide dimetabolisme
oleh hati dan menjadi beberapa metabolit tidak aktif, pembersihan dan
eliminasinya tidak terpengaruh oleh penurunan eGFR sehingga penyesuaian
dosis pada pasien dengan CKD tidak diperlukan.
Sehingga, pada pasien ini dapat diberikan obat antidiabetik lain yang
risiko hipoglikemianya rendah seperti glipizide dimulai dengan dosis awal 1 x
5mg atau menggunakan kombinasi dengan insulin sesuai dengan algoritma
tatalaksana diabetes melitus PERKENI 2015. Insulin yang dipilih adalah
insulin dengan masa kerja yang cepat seperti Novorapid.
Komplikasi Akut
Ketoasidosis diabetik
Hipoglikemia
Komplikasi Kronik
o Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
o Mikroangiopati
Nefropati diabetic
48
Retinopati diabetic
o Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjaidnya
ulkus kaki dan amputasi
Pada pasien ini terdapat komplikasi kronik dari DM
tak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu, yaitu nefropati diabetikum
yang sekarang sudah menjadi End stage renal disease.
BAB V
KESIMPULAN
49
Tn. D, 49 tahun didiagnosis dengan AKI on CKD dd/ CKD grade V
dengan overload, uremikum, dan anemia, Hipertensi stage II, Diabetes Melitus
tipe 2, TB Paru putus obat, Dislipidemia, Hiponatremia, dan Hipokalemia. Hal
tersebut berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium, rontgen thorax, dan USG Abdomen. Dipikirkan bahwa kejadian
tersebut akibat dari komplikasi penyakit lamanya yang tidak terkontrol yaitu
hipertensi dan diabetes mellitus yang sudah diderita sejak 10 tahun yang lalu.
Tn.D ini mengalami penyakit ginjal tahap akhir dan tatalaksana yang dianjurkan
adalah hemodialisa karena LFG pasien < 15 ml/menit/1.73 m2 . Pasien juga
telah diberikan edukasi mengenai penyakit DMnya, diet sesuai dengan kebutuhan
kalorinya, dan terapi medikamentosa obat antidiabetik serta obat untuk penyakit
ginjalnya. Prognosis dari pasien ini memang memperlihatkan kecenderungan
kearah yang lebih buruk karena sudah memasuki penyakit ginjal tahap akhir.
Daftar Pustaka
50
1. PB PAPDI. 2005. Diabetes Melitus. Pedoman Pelayanan Medik. Hal. 9-15. Interna
Publishing : Jakarta
2. Diabetic Kidney Disease: A Report From an ADA Consensus Conference Diabetes
Care 2014;37:28642883
3. Toth-Manikowski dan M. G. Atta. 2015. Review Article Diabetic Kidney Disease:
Pathophysiology and Therapeutic Targets. Hindawi Publishing Corporation Journal of
Diabetes Research Vol. 2015.
4. Cavanaugh KL. 2007. Diabetes Management Issues for Patients With Chronic Kidney
Disease. Clinical Diabetes Vol. 25 number 3.
5. PB PAPDI. 2005. Gagal Ginjal Kronik. Pedoman Pelayanan Medik. Hal. 157-159.
Interna Publishing : Jakarta
6. Aslam M., Tan CK., Prayitno A. 2004. Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional
dan Penghargaan Pilihan Pasien., PT Elex Media Kompusindo Kelompok Gramedia.,
Jakarta.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
51
14. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta. 2015
15. Diltiazem http://www.medscape.com/viewarticle/757659 (Diakses 17 Juli 2016
19:00)
16. Abe M, Okada K, Som M. 2011. Antidiabetic Agents in Patients with Chronic
Kidney Disease and End-Stage Renal Disease on Dialysis: Metabolism and Clinical
Practice. Current Drug Metabolism.Vol. 12, No. 1.
17. Diabetic Kidney Disease: A Report From an ADA Consensus Conference Diabetes
Care 2014;37:28642883
18. Target organ dan mekanisme obat antidiabetik
http://www.nature.com/nrendo/journal/v12/n6/fig_tab/nrendo.2016.51_F1.html
(Diakses pada 17 Juli 2016 18:30)
19. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD_G
L.pdf (Diakses pada tanggal 9 Juli 2016 pukul 13:55)
52