Anda di halaman 1dari 52

PRESENTASI KASUS

PENYAKIT GINJAL KRONIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

Disusun oleh :

Debby Elvira 1102012051

Pembimbing :

dr. Deka Larasati, Sp.PD, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT KEPRESIDENAN RSPAD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 23 MEI 2016 08 AGUSTUS 2016

Daftar Isi
Daftar isi........................................................................................................................... 2

Bab I................................................................................................................................. 3

Latar Belakang....................................................................................................... 3

Bab II................................................................................................................................ 4

Laporan Kasus....................................................................................................... 4

Identitas Pasien...................................................................................................... 4

Anamnesis............................................................................................................. 4

Pemeriksaan Fisik ................................................................................................. 6

Pemeriksaan Penunjang......................................................................................... 8

Resume..................................................................................................................12

Diagnosis...............................................................................................................13

Tatalaksana ...........................................................................................................13

Pengkajian ............................................................................................................14

Prognosis...............................................................................................................18

Follow Up...........................................................................................................19

Kesimpulan ...........................................................................................................21

Bab III..............................................................................................................................22

Tinjauan Pustaka....................................................................................................22

BAB IV.............................................................................................................................45

Pembahasan Kasus ...............................................................................................45

2
BAB V...............................................................................................................................50

Kesimpulan ...........................................................................................................50

Daftar Pustaka.................................................................................................................51

BAB I

3
LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemiaakibatdefekpadakerjainsulindihatidandijaringanperifer,sekresiinsulinoleh
selbetapancreas,ataukeduanya. 1Insiden dan prevalensi diabetes melitus berkembang secara
signifikan di seluruh dunia, terutama pada diabetes tipe 2. 2 Peningkatan prevalensi diabetes
menyebabkan peningkatan jumlah komplikasi makro dan mikrovaskuler diabetes seperti
penyakit ginjal diabetik (DKD) dan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). 3 Sebanyak 45% dari
pasien gagal ginjal yang menerima terapi dialisis, penyebab utamanya adalah diabetes.4

Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau
lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).5

Penggunaan obat antidiabetika pada gangguan ginjal membutuhkan perhatian khusus


karena dengan terjadinya penurunan ginjal maka obat yang diekresikan melalui ginjal akan
terakumulasi dan dapat menimbulkan efek toksik atau memperburuk kondisi ginjal pasien
sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis. 6

BAB II

4
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Dedi Supriadi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 49 tahun

Tempat, tanggal Lahir : 14 Juni 1966

StatusPernikahan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : TNI AD

Alamat : Kp. Jatake RT 004/006 Cimanggu I, Cubungbulang, Bogor

Tanggal masuk RS : 9 Juni 2016 11:30 WIB

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alonanamnesis di Bangsal PU lantai 6 kamar


606 RSPAD Gatot Subroto kepada pasien pada hari Jumat, 10 Juni 2016.

Keluhan Utama:
Sesak nafas yang bertambah berat sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien dirujuk dari RS Salak pada tanggal 9 Juni 2016. Pasien mengeluh sesak nafas
yang bertambah berat sejak 2 hari SMRS. Sesak bertambah jika beraktivitas dan
berkurang ketika istirahat. Pasien tidak pernah terbangun dimalam hari karena sesak.
Pasien tidur dengan 3 bantal. Pasien juga mengeluh tangan dan kaki bengkak sejak 3
minggu SMRS. Nyeri dada tidak dirasakan. Batuk sejak 1 bulan SMRS, berdahak
warnanya kuning kehijauan. Pasien saat ini merasa lemas namun masih dapat beraktivitas

5
ringan. Mual tidak ada, muntah 4-5x, nafsu makan menurun.. Keringat malam tidak

ada. Demam tidak ada. Berat badan pasien menurun 5kg dalam 1 bulan. BAK banyak dan
BAB tidak ada keluhan. Pasien mengaku dalam sehari minum hingga 2 liter. Pasien
sudah dirawat di RS Salak sejak 22 mei 2015. Kemudian masuk ICU tanggal 6 Juni 2016
karena tidak bisa nafas. Tanggal 7 Juni 2016 pasien keluar dari ICU langsung dirujuk ke
RSPAD karena sakit 7 macam komplikasi.

Pasien memiliki riwayat terkena TB Paru sejak 3 bulan SMRS dan harus menjalani
pengobatan selama 6 bulan. Tetapi setelah membaik pasien berhenti minum obat. 1 bulan
SMRS pasien kembali lagi untuk kontrol ke paru dan dikatakan pasien harus menjalani
pengobatan dari awal lagi. Namun, pasien menolak untuk menjalani pengobatan.

10 tahun yang lalu pasien diketahui memiliki hipertensi dan DM. Pasien mengaku sering
buang air kecil pada malam hari, sering merasa haus dan lapar. Pandangan kabur tidak
ada. Rasa kebas pada tungkai tidak ada. Obat-obatan yang diminum yaitu captopril dan
glibenklamid. Pasien lupa dosis obatnya dan pasien juga jarang kontrol ke dokter.
Riwayat sakit stroke, jantung, alergi disangkal. Riwayat merokok pasien sejak 20 tahun
yang lalu 12 batang per hari. Riwayat minum alkohol disangkal.

Pasien mengidap Pasien berhenti Pasien masuk IGD


hipertensi & DM tipe 2. minum obat RSPAD dengan keluhan
Obat yang diminum karena merasa sesak semakin
captopril dan sudah membaik memberat dan edema
glibenklamid. pada kaki dan lengan
10 tahun 3 bulan 1 bulan HMR
SMRS SMRS S 3 minggu
SMRS

Pasien berobat
22keMei
RS2016
SalakPasien
dan dikatakan
dirawat
terkenadiTB
RS Salak
Paru dan harus
karena
menjalani
sesak nafas,
pengobatan selama
udem pada
6 tangan
bulan. dan kaki.

Riwayat Penyakit Dahulu : Stroke (-), Jantung (-), Alergi (-)

6
Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Pemakaian Obat : Captopril dan Glibenklamid

III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda vital
o Tekanan darah : 190/110 mmHg

o Denyut nadi : 80 x/menit

o Pernapasan : 20 x/menit

o Suhu tubuh : 36 C per aksila

Antropometri:

o Berat Badan : 75 kg

o Tinggi Badan : 160 cm

o BMI : 29 (overweight)

o Aspek Kejiwaan : Tingkah laku wajar, alam perasaan biasa, proses berpikir wajar.

Status Generalis

o Kepala : Normocephal

o Rambut : Distribusi merata

o Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-

7
o Hidung : Normosepta, Sekret -/-

o Telinga : Sekret -/- , Membran timpani intak

o Mulut : Bibir lembab, lidah tidak hiperemis, faring tidak

hiperemis

o Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

o Pemeriksaan Thoraks :

o Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada saat statis


dandinamis

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri melemah

Perkusi : Redup pada ICS 5 midclavicula sinistra dan dextra,


Peranjakan hati (-)

Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki basah halus +/+, wheezing -/-

o Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas
normal
Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

o Pemeriksaan Abdomen:

Inspeksi : simetris, supel

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : tes undulasi (+)

Perkusi : shifting dullness (+)

8
Ekstremitas : edema tungkai +/+ , edema lengan +/+, akral hangat, CRT
< 2detik, teraba pulsasi arteri dorsalis pedis lemah, Charcot foot (-), ulkus
(-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal / Jam Registrasi : 09-06-2016 12:06:35

Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
9/6/16 10/6/16 11/6/16 14/6/16
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 9,1 * 8,2 * 13.0 18.0 g/dL
Hematokrit 24 * 23 * 40 52%
Eritrosit 3,3 * 3,1 * 4,3 6,0 juta/uL
Leukosit 10.440 9.590 4800 10800 /uL
201.000 166.000 150000
Trombosit
400000 /uL
MCV 73 * 75 * 80 96 fL
MCH 28 27 27 32 pg
MCHC 38 * 36 32 36 g/dL
KIMIA KLINIK
Albumin 2,4 * 2,3 * 3,0 * 2,4 * 3.5 5.0 g/dL
Ureum 101 * 132 * 20 50 mg/dL
Kreatinin 7,2 ** 10
Glukosa darah 218 * 170 243 222 < 140 mg/dL
(Sewaktu)
119 duplo 135 147
Natrium (Na)
* mmol/L
Kalium (K) 3,1 * 3.5 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 94 * 95 105 mmol/L
Aseton Negatif
Analisa Gas Darah :
pH 7.301 * 7.290 * 7.35 7.45
pCO2 27.7 * 30.6 * 33 44 mmHg
pO2 91.0 144.7 * 71 104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 13.8 * 14.8 * 22 -29 mmol/L
Kelebihan basa (BE) -10.6 -10.0 (-2) 3 mmol/L
Saturasi O2 95.9 98.5 * 94 98%

9
Tanggal / Jam Registrasi : 09-06-2016 14:22:15

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SAAT INI NILAI RUJUKAN


IMUNOSEROLOGI
Anti HIV Penyaring Non reaktif reagen SD Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif

Tanggal / jam registrasi : 10-06-2016 10:18:35

Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
Saat Ini
KIMIA KLINIK
Besi (Fe) 65 70 200 g/dL

TIBC 252 253 435 g/dL

SGOT (AST) 16 < 35 U/L


SGPT (ALT) 23 < 40 U/L
Protein Total 5,0 * 6 8,5 g/dL
Albumin 2,3 * 3,5 5,0 g/dL
Gobulin 2.7 2.5 3.5 g/dL
Kolesterol total 273 * < 200 mg/dL
Trigliserida 453 * <160 mg/dL
Kolesterol HDL 61 >35 mg/dL
Kolesterol LDL - <100 mg/dL
Asam Urat 6,7 3,4 7,0 mg/dL
11,9 * Normal : < 5,7
HbA1C
Prediabetes : 5,7 6,4
Glukosa Darah 170 * < 140 mg/dL
(Sewaktu)
IMUNOSEROLOGI
Ferritin > 1200 20 250 ng/mL
HbsAg (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif

Pemeriksaan Rontgen Thorax


o Jantung kesan tidak membesar.
o Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
o Trakea relatif ditengah. Kedua hilus tidak menebal.

10
o Tampak fibroinfiltrat di lapangan atas tengah paru kanan dan perihiler serta parakardial
kiri.
o Curiga nodul di parakardial kanan.negtif
o Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus kostofrenikus lancip.
o Tulang-tulang intak .
Kesan :
Fibroinfiltrat di kedua lapangan paru dapat sesuai dengan TB Paru.
Curiga tuberkuloma di parakardial kanan.

Pemeriksaan USG Abdomen


o Hepar : besar dan bentuk normal, permukaan rata, tepi tajam. Echostructure
homogen ; tidak tampak lesi focal. Pembuluh darah dan system bilier tidak
melebar.
o Kandung empedu : Besar dan bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak tampak
batu ataupun sludge.
o Pancreas : besar dan bentuk normal, echostructure homogen. Tidak tampak
lesi focal. Ductus pancreaticus tidak melebar.
o Lien : besar dan bentuk normal, echostructure homogen. Tidak tampak
lesi focal. Vena lienalis tidak melebar.
o Tampak ascites minimal.
o Tampak efusi pleura kanan dan kiri.
o Kedua ginjal : besar dan bentuk normal. Ekogenitas parenkim meningkat.

Diferensiasi cortex dan medulla jelas. Tidak tampak pelebaran

system pelviocalices. Tidak tampak batu atau lesi focal.

o Vesica urinaria : tampak terpasang balon kateter. Kesan, tidak tampak batu.
o Prostat : besar dan bentuk normal, echostructure homogen. Tidak tampak lesi
fokal ataupun kalsifikasi.
o Aorta : Tidak tampak pembesaran KGB para aorta.
KESAN : - Ascites minimal
- efusi pleura bilateral
- ginjal bilateral ukuran dalam batas normal, dengan ekhogenitas meningkat.
- Organ-organ intra abdominal lainnya dalam batas normal.

V. Resume

Tn. D, 49 tahun, datang dengan keluhan sesak semakin memberat sejak 2 hari
SMRS. DOE (+), OE (+). PND (-). Udem tungkai dan lengan sejak 3 minggu SMRS.
Batuk sejak 1 bulan SMRS, berdahak warnanya kuning kehijauan. Lemas namun masih

11
dapat beraktivitas ringan, muntah 4-5x. Pasien dirujuk dari RS Salak karena sakit 7

macam komplikasi. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM sejak 10 tahun yang lalu.
Pasien jarang kontrol ke dokter. Riwayat terkena TB paru putus obat sejak 3 bulan
SMRS.

Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah:
190/110 mmHg, konjungtiva anemis (+), rhonki +/+, wheezing -/-, shifting dullness (+),
tes undulasi (+), edema tungkai +/+, edema lengan +/+. Pemeriksaan penunjang
didapatkan anemia, hipoalbuminemia, peningkatan ureum dan kreatinin serum,
hiperglikemik, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, hiponatremia, hipokalemia, dan
asidosis metabolik terkompensasi. Pemeriksaan foto thorax didapatkan fibroinfiltrat di
kedua lapangan paru dapat sesuai dengan TB Paru. Curiga tuberkuloma di parakardial
kanan. Pemeriksaan USG Abdomen didapatkan ascites minimal, efusi pleura bilateral,
ginjal bilateral ukuran dalam batas normal, dengan ekhogenitas meningkat.

VI. Diagnosis

1. AKI on CKD dd/ CKD grade V dengan overload, uremikum, anemia


2. Hipertensi stage II
3. Diabetes Melitus Tipe 2
4. TB Paru putus obat
5. Dislipidemia
6. Hiponatremia
7. Hipokalemia

VII. Tatalaksana

Terapi Non-medikamentosa

Edukasi penyakit yang diderita


Diet protein 19g/kgBB/hari
Diet DM 1900 kkal

Terapi Medikamentosa

IVFD NaCl 3% 500cc/ 24jam Valsartan 1x 100mg


Furosemid 2 x 40 mg i.v Glimepiride 1 x 2mg
Spironolakton 1 x 25mg Simvastatin 1 x 20mg

12
Omeprazole 1 x 40mg i.v B12 3x50mg
Asam folat 1x5mg Albumin 20% 100mL
Bicnat 3x 500mg

VIII. Pengkajian

1. AKI on CKD dd/ CKD grade V dengan overload, uremikum, anemia


Anamnesis:
Pasien dirujuk dari RS Salak pada tanggal 9 Juni 2016. Pasien
mengeluh sesak nafas yang bertambah berat sejak 2 hari SMRS. DOE (+), OE
(+), PND (-). Pasien juga mengeluh tangan dan kaki bengkak sejak 3 minggu

SMRS. Nyeri dada tidak dirasakan. Mual (-), muntah 4-5x, dan nafsu

makan menurun. BAK banyak. Pasien mengaku dalam sehari minum hingga 2
liter. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus sejak 10 tahun
yang lalu. Obat yang diminum pasien captopril dan glibenklamid. Pasien juga
mengaku jarang kontrol ke dokter. Riwayat sakit stroke, jantung, alergi
disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah : 190/110 mmHg, nadi : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, suhu

tubuh : 36 C per aksila. Konjungtiva anemis +/+. JVP 5-2 cmH O. Ronki
2

basah halus +/+, wheezing -/-. Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-),
gallop (-). Shifting dullness (+), tes undulasi (+). Pitting udem tungkai +/+,
udem lengan +/+.
Pemeriksaan Penunjang:
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb : 9,1 g/dL,
albumin : 2,4 g/dL, natrium : 119 mmol/L, kalium : 3,1 mmol/L, klorida : 94
mmol/L, asidosis metabolic terkompensasi, dan peningkatan ureum : 101
mg/dL, kreatinin : 7,2 mg/dL.
Pemeriksaan USG Abdomen didapatkan ascites minimal, efusi pleura
bilateral, ginjal bilateral ukuran dalam batas normal, dengan ekhogenitas
meningkat.

13
2
LFG(ml/menit/1.73m )=( 140 umur ) x ( berat
badan ) *

72 x kreatinin plasma (mg/dl )

*padaperempuandikalikan0,85

LFGpadapasieniniadalah:

2
LFG =( 140 49 ) x ( 75 ) = 13.16ml/menit/1.73m

72 x 7,2 (mg/dl )

LFG pasien < 15 ml/menit/1.73 m2 yang menandakan


bahwa pasien telah memasuki derajat V atau end stage renal
disease (ESRD).

Rencana Pemeriksaan:
- Urinalisis Lengkap dengan albumin urin

Rencana Terapeutik:
Furosemid 2 x 40 mg i.v
Spironolakton 1 x 25mg
Asam folat 1x5mg
Bicnat 3x 500mg
B12 3x50mg
Albumin 20% 100mL

2. Hipertensi stage II
Anamnesis:
Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Pasien minum obat captopril
namun jarang kontrol ke dokter.
Pemeriksaan Fisik: Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah :190/110
mmHg.

Pemeriksaan Penunjang:
-

14
Rencana Pemeriksaan:

EKG
Rencana Terapeutik:
Valsartan 1x 100mg

3. Diabetes Melitus Tipe 2
Anamnesis:
10 tahun yang lalu pasien diketahui memiliki DM. Polifagi (+), poliuri (+),
dan polidipsi (+). Pandangan kabur tidak ada. Rasa kebas pada tungkai tidak
ada. Obat yang diminum yaitu glibenklamid. Pasien lupa dosis obatnya dan
pasien juga jarang kontrol ke dokter. Riwayat sakit stroke, jantung, alergi
disangkal. Riwayat merokok pasien sejak 20 tahun yang lalu 12 batang per
hari. Riwayat minum alkohol disangkal.

Pemeriksaan Fisik:
Pandangan kabur (-), Charcot foot (-), ulkus (-)
Pemeriksaan Penunjang:
Glukosa darah sewaktu : 218 mg/dL, HbA1C : 11,9
Rencana Pemeriksaan:
GDP, GD 2jam PP
Rencana Terapeutik:
Glimepiride 1 x 2mg

4. TB Paru putus obat
Anamnesis:
3 bulan SMRS pasien dikatakan terkena TB paru dan harus menjalani
pengobatan selama 6 bulan. Tetapi setelah membaik pasien berhenti minum
obat. 4 minggu SMRS pasien kembali lagi untuk kontrol ke paru dan
dikatakan pasien harus menjalani pengobatan dari awal lagi. Namun, pasien
menolak untuk menjalani pengobatan. Pasien juga mengalami penurunan
berat badan 5 kg dalam 1 bulan.
Pemeriksaan Fisik:
Tidak teraba pembesaran KGB pada leher. Pada auskultasi paru
didapatkan vesikuler +/+, rhonki basah halus +/+, wheezing -/-.
Pemeriksaan Penunjang:
Foto Toraks PA : Fibroinfiltrat di kedua lapangan paru dapat sesuai dengan
TB Paru. Curiga tuberkuloma di parakardial kanan.
Rencana Pemeriksaan:

15
BTA sputum, kultur resistensi sputum dan kultur darah.
Rencana Terapeutik:
-

5. Dislipidemia
Anamnesis:
-
Pemeriksaan Fisik:

o Berat Badan : 75 kg

o Tinggi Badan : 160 cm

o BMI : 29 (overweight)

Pemeriksaan Penunjang:
Hiperkolesterolemia , Kolesterol total : 273 mg/dL
Hipertrigliseridemia, Trigliserida : 453 mg/dL
Rencana Pemeriksaan:
-
Rencana Terapeutik:
Simvastatin 1 x 20mg


6. Hiponatremia
Anamnesis: -
Pemeriksaan Fisik: -
Pemeriksaan Penunjang:
Hiponatremia, Na = 119 duplo mmol/L
Rencana Pemeriksaan: -
Rencana Terapeutik:
IVFD NaCl 3% 500cc /24jam

7. Hipokalemia
Anamnesis: Pasien saat ini lemas.
Pemeriksaan Fisik: -
Pemeriksaan Penunjang:
Hipokalemia, K = 3,1 mmol/L
Rencana Pemeriksaan: -
Rencana Terapeutik:
Observasi tanda-tanda hypokalemia

16

VIII. Prognosis

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

IX. Follow Up

10 JUNI 2016 11 JUNI 2016


Tangan dan kaki bengkak. Tangan dan kaki masih
Pasien merasa lemas. bengkak. Pasien merasa
pegal dari paha hingga ujung
kaki. Pasien masih merasa
lemas.

Keadaan Umum : Tampak Keadaan Umum : Tampak
sakit sedang sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis Kesadaran : Komposmentis
TTV : TD :190/110 mmHg, TTV : TD :160/70 mmHg,
Nadi : 80x/menit, Suhu : 36 Nadi : 80x/menit, Suhu : 36

C, RR : 20 x/menit C, RR : 20 x/menit

17
Mata : konjungtiva anemis Mata : konjungtiva anemis +/
+/+, Sklera iketeik -/- +, Sklera iketeik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru : Paru :
I : Simetris I : Simetris
P : Fremitus taktil & vocal P : Fremitus taktil & vocal
pada paru kanan dan kiri pada paru kanan dan kiri
melemah. melemah.
P : Redup pada ICS 5 linea P : Redup pada ICS 5 linea
midclavicula sinistra dan midclavicula sinistra dan
dextra, peranjakan hati (-) dextra, peranjakan hati (-)
A : vesikuler +/+, rhonki +/ A : vesikuler +/+, rhonki +/+
+ basah halus, wheezing -/- basah halus, wheezing -/-
Cor : Cor :
I : iktus cordis tidak terlihat I : iktus cordis tidak terlihat
P : iktus cordis teraba P : iktus cordis teraba pulsasi pada
pulsasi pada ICS 5 linea ICS 5 linea midclavicula sinistra
midclavicula sinistra P : batas jantung kanan dan
P : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
kiri dalam batas normal A : S1 dan S2 reguler,
A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
murmur (-), gallop (-) Abdomen :
Abdomen : I : Datar
I : Datar A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal P : Redup
P : Redup P : shifting dullness (+), tes
P : shifting dullness (+), tes undulasi (+)
undulasi (+) Ektremitas : edema tungkai
Ektremitas : edema tungkai +/+ dan lengan +/+

18
+/+ dan lengan +/+
1. Akut on CKD dd/ CKD grade 1. Akut on CKD dd/ CKD grade V
V dengan overload, uremikum, dengan overload, uremikum, anemia
2. Hipertensi stage II
anemia
3. Diabetes Melitus Tipe 2
2. Hipertensi stage II
4. TB Paru pututs obat
3. Diabetes Melitus Tipe 2
5. Dyslipidemia
4. TB Paru pututs obat
6. Hiponatremia
5. Dyslipidemia
7. Hipokalemia
6. Hiponatremia
7. Hypokalemia

1. IVFD NaCl 3% 500cc/ 24jam 1. IVFD Heplock
2. diet DM 1900 kkal 2. diet DM 1900 kkal
3. protein 19g/kgBB/hari 3. protein 19g/kgBB/hari
4. Furosemid 2c40 mg i.v 4. Furosemid 2c40 mg i.v
5. Spironolakton 1 x 25mg 5. Spironolakton 1 x 25mg
6. Valsartan 1x 100mg 6. Valsartan 1x 100mg
7. Glimepiride 1 x 2mg 7. Glimepiride 1 x 2mg
8. Simvastatin 1 x 20mg 8. Simvastatin 1 x 20mg
9. Omeprazole 1 x 40mg i.v 9. Omeprazole 1 x 40mg i.v
10. Asam folat 1x5mg 10. Asam folat 1x5mg
11. Bicnat 3x 500mg 11. Bicnat 3x 500mg
12. B12 3x50mg 12. B12 3x50mg
13. Albumin 20% 100mL 13. Albumin 20% 100mL
13 JUNI 2016 14 JUNI 2016
Pasien mengeluh lemas Pasien mengeluh lemas
Keadaan Umum : Tampak Keadaan Umum : Tampak
sakit sedang sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis Kesadaran : Komposmentis
TTV : TD :146/90 mmHg, TTV : TD :170/100 mmHg,
Nadi : 82x/menit, Suhu : Nadi : 70x/menit, Suhu : 36

36,1 C, RR : 22 C, RR : 18 x/menit

x/menit Mata : konjungtiva anemis +/


Mata : konjungtiva anemis +, Sklera iketeik -/-
+/+, Sklera iketeik -/- Leher : JVP 5-1 cmH2O
Leher : JVP 5-1 cmH2O Paru :
Paru : I : Simetris

19
I : Simetris P : Fremitus taktil & vocal
P : Fremitus taktil & vocal pada paru kanan dan kiri
pada paru kanan dan kiri melemah.
melemah. P : Redup pada ICS 5,
P : Redup pada ICS 5, peranjakan hati (-)
peranjakan hati (-) A : vesikuler +/+, rhonki +/+
A : vesikuler +/+, rhonki +/ basah halus, wheezing -/-
+ basah halus, wheezing -/- Cor :
Cor : I : iktus cordis tidak terlihat
I : iktus cordis tidak terlihat P : iktus cordis teraba pulsasi
P : iktus cordis teraba pada ICS 5 linea
pulsasi pada ICS 5 linea midclavicula
midclavicula P : batas jantung kanan dan
P : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
kiri dalam batas normal A : S1 dan S2 reguler,
A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
murmur (-), gallop (-) Abdomen :
Abdomen : I : Datar
I : Datar A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal P : Redup
P : Redup P : shifting dullness (+), tes
P : shifting dullness (+), tes undulasi (+)
undulasi (+) Ektremitas : akral hangat,
Ektremitas : akral hangat, edema tungkai +/+
edema tungkai +/+ dan
lengan +/+
1. Akut on CKD dd/ CKD grade V 1. Akut on CKD dd/ CKD grade V
dengan overload, uremikum, dengan overload, uremikum, anemia
2. Hipertensi stage II
anemia
3. Diabetes Melitus Tipe 2
2. Hipertensi stage II
4. TB Paru putus obat

20
3. Diabetes Melitus Tipe 2 5. Dyslipidemia
4. TB Paru putus obat 6. Hiponatremia
5. Dyslipidemia 7. Hypokalemia
6. Hiponatremia
7. Hypokalemia

1. IVFD Heplock 1. IVFD Heplock
2. diet DM 1900 kkal 2. diet DM 1900 kkal
3. protein 19g/kgBB/hari 3. protein 19g/kgBB/hari
4. Minum 600 cc/hari 4. Minum 600 cc/hari
5. Spironolakton 1 x 25mg 5. Spironolakton 1 x 25mg
6. Valsartan 1x 100mg 6. Valsartan 1x 100mg
7. Glikuidon 2 x 15mg 7. Glikuidon 2 x 15mg
8. Atorvastatin 1 x 20mg 8. Atorvastatin 1 x 20mg
9. Omeprazole 1 x 40mg i.v 9. Omeprazole 1 x 40mg i.v
10. Asam folat 1x5mg 10. Asam folat 1x5mg
11. Bicnat 3x 500mg 11. Bicnat 3x 500mg
12. B12 3x50mg 12. B12 3x50mg

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Diabetes Melitus Tipe 2


21
a. Definisi
Diabetesmellitusmerupakansuatukelompokpenyakitmetabolik
yangditandaiolehhiperglikemiaakibatdefekpadakerjainsulindihatidandi
jaringanperifer,sekresiinsulinolehselbetapancreas,ataukeduanya. 1 Insiden
dan prevalensi diabetes melitus berkembang secara signifikan di seluruh dunia,
terutama pada diabetes tipe 2.2
b. Epidemiologi


Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa proporsi diabetes di Indonesia
pada tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007. Proporsi
diabetes melitus di Indonesia sebesar 6,9 %, toleransi glukosa terganggu (TGT)
sebesar 29,9% dan glukosa darah puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6%. 12

c. Diagnosis
DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. 13

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:

Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria Diagnosis DM :

Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi


tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau

22
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram. (peringkatbuktiB)
Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan


klasik.
Atau
PemeriksaanHbA1c>6,5%denganmenggunakanmetode High
PerformanceLiquidChromatography (HPLC)yangterstandarisasi
olehNationalGlycohaemoglobinStandarizationProgram(NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu
(TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

M 1. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-
125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl.

M 2. Toleransi glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO
antara 140-199 mg/dl.

Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan


HbA1c 5,7-6,4%.

23

Gambar 1. Diagnosis DM Tipe 2 PERKENI 2011


e. Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes, yang meliputi: 14

Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas

24
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut

Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit


mikroangiopati dan makroangiopati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa


darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum:1. Evaluasi medis yang lengkap
pada pertemuan pertama: 12

M Riwayat Penyakit

1 Gejala yang dialami oleh pasien.

2 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.

1 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit


jantung koroner,

1 obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk


penyakit DM dan

2 endokrin lain).

3 Riwayat penyakit dan pengobatan.

4 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

M Pemeriksaan Fisik

1 Pengukuran tinggi dan berat badan.

2 Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru


dan

3 jantung

25
4 Pemeriksaan kaki secara komprehensif

M Evaluasi Laboratorium

1 HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang

2 mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1

1 tahun pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.

2 Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

M Penapisan Komplikasi

Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru


terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan :

M Profil lipid dan kreatinin serum.

M Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.

M Elektrokardiogram.

M Foto sinar-X dada

M Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara


komprehensif oleh dokter spesialis mata atau optometris.

M Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk


mengenali faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh
darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).

M Langkah-langkah Penatalaksanaan

M Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral
dan/atau suntikan.

M Edukasi

26
1 Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari

2 upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM

3 secara holistik.

M Terapi Nutrisi Medis (TNM)

M Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan


jadwal

M makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat

M penurun glukosa darah atau insulin.

M Latihan Jasmani

1 Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70%
denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien.

M Intervensi Farmakologis

M Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan

M jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk

M suntikan.

a. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5


golongan:

. 1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid

27
1. Sulfonilurea


Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Karena efek utamanya itu, risiko terjadinya
hipoglikemi sangat tinggi. Sulfoniluera golongan pertama di
kontraindikasikan pada pasien yang menjalani dialysis.16

Glimepiride, sulfonylurea golongan kedua dikontraindikasikan


pada pasien dialysis namun pada dosis rendah obat ini tidak bisa
digunakan pada pasien penyakit ginjal kronik.16

2. Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,


dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat
ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

. 2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion


(TZD)

1. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi


glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, berdasarkan pengukuran
CrCl, plasma paruh metformin mengalami pemanjangan dan pembersihan
ginjal menurun sebanding dengan penurunan dalam CrCl. Oleh karena itu,
metformin harus dihindari pada pasien dengan sedang sampai berat. 16

2. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome


Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti
termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III- IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan

28
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

. 3) Penghambat Absorpsi Glukosa

. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Efek
samping yang biasanya terjadi yaitu gangguan gastrointestinal seperti flatus dan
diare. Meskipun <2% dari dosis oral acarbose diserap sebagai obat aktif, pasien
dengan gangguan ginjal berat (CrCl <25 mL / menit) mencapai kenaikan sekitar 5
kali lipat lebih tinggi untuk konsentrasi peak plasma dari acarbose.16 Oleh karena
itu, penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR 30ml/min/1,73 m2,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.

. 4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

. Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga


GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam
bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan
sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).

. 5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter

. Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru
yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini
antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

b. Obat Antihiperglikemi Suntik

1. Insulin

Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja


menengah (intermediate- acting insulin) atau kerja panjang (long-acting insulin);
sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan) digunakan insulin

29
kerja cepat (sering disebut insulin reguler/short-acting insulin) atau insulin kerja sangat
cepat (rapid- atau ultra-rapid acting insulin). Di pasaran, selain tersedia insulin dengan
komposisi tersendiri, juga ada sediaan yang sudah dalam bentuk campuran antara insulin
kerja cepat atau sangat cepat dengan insulin kerja menengah (disebut juga premixed
insulin) .

Indikasi :

- Penurunan berat badan yang cepat


-
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
-
Ketoasidosis metabolic
-
Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
-
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
-
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper max
-
Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
-
Kehamilan dengan DM
-
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
-
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO


Tabel 1. Farmakokinetik sediaan insulin yang umum digunakan

30

2. Agonis GLP-1/Incretin MimeticPengobatan dengan dasar peningkatan


GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1
dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya
terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan
mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian
obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

c. Terapi kombinasi

Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah


ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan
dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu
dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu

31
diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang
tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan
evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan.

32
Gambar 2. Target organ dan mekanisme obat antidiabetik18


Gambar 3. Algoritme Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia12

Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 dibagi menjadi 14 :

33
Komplikasi Akut

Ketoasidosis diabetik

Hiperosmolar non ketotik

Hipoglikemia

Komplikasi Kronik
o Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
o Mikroangiopati
Nefropati diabetic
Retinopati diabetic
o Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjaidnya
ulkus kaki dan amputasi.

II. Nefropati Diabetik
a. Definisi
Nefropati diabetic didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien
diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam
atau >200 ug/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3
sampai 6 bulan.7
b. Tahap Nefropati Diabetik
Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes mellitus oleh
Mogensen dibagi menjadi 5 tahapan :
Tahap 1 : terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis
ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin
meningkat.

Tahap 2 : secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi
glomerulus tetap meningkat, eksresi albumin dalam urin dan tekanan darah
normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrane basalis

34
yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional
(dengan peningkatan matriks mesangium).

Tahap 3 : pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati
insipient. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat
normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 20 200 ug/menit (30 300
mg/24 jam). Tekanan darah mulai meningkat secara histologis, didapatkan
peningkatan ketebalan membrane basalis dan volume mesangium fraksional
dalam glomerulus.

Tahap 4 : merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan
histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagaian besar pasien.
Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus
menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan
dengan tingginya tekanan darah.

c. Patofisiologi
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari
mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada
sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron
tersebut. Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada
nefropati diabetic ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai
hormone vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek
langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks

ekstraseluler, serta produksi TGF- yang diperantarai oleh aktivasi protein

kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki


fungsi pada vascular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan
permeabilitas kapiler.

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi
nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). Pada
awalnya, glukosa akan mengikat residu amino secara non-enzymatik menjadi basa

35
Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih
stabil tetapi masih reversible dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini
berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang
irrerversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler
seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler
serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi
ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga
akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa
hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen
intrarenal atau intraglomerulus.7

Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetic


adalah :

- kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140 160
mg/dl [7,7 8,8 mmol/L]); A1C >7-8%
- faktor-faktor genetis
- kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
- hipertensi sistemik
- sindroma resistensi insulin (sindroma metabolic)
- peradangan
- perubahan permeabilitas pembuluh darah
- asupan protein berlebih
- gangguan metabolic (kelainan metabolism polyol, pembentukan
advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)
- pelepasan growth factors
- kelainan metabolism karbohidrat / lemak / protein
- kelainan structural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,
penebalan membrane basalis glomerulus)
- gangguan ion pumps (peningkatan Na+-H+ pump dan penurunan Ca2+
ATPase pump)
- hyperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
- aktivasi protein kinase C

36

Metabolik Genetik Hemodina
mik



Glukos Protein Hormon Aliran /
a kinase C hormone tekanan
vasoaktif
Advance Sitokin (angiotensin II,
endotelin)
d
glycatio Transforming Vascular
Extracellular growth endothelial

matrix (ECM) growth
cross-linking factor
factor ECM
Permeabilitas
pembuluh darah

Penimbunan
Gambar 4. Patogenesis Nefropati Diabetik 7 Proteinuria
ECM





III. Penyakit ginjal kronik
a. Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan abnormal pada struktur dan
fungsi ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan implikasi pada kesehatan
dan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kategori LFG dan kategori albuminuria.8

b. Manifestasi klinis

Pada penyakit ginjal kronik timbul manifestasi klinis seperti lemas, mual,
muntah, sesak nafas, BAK berkurang, konjungtiva anemis, edema tungkai atau
5
palpebra, tanda bendungan paru. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
6
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikaditis, kejang-kejang sampai koma.
Anemia terjadi pada 80 90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit

37
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal yang ikut
berperan terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan
saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,
proses inflamasi akut maupun kronik. 6

c. Klasifikasi

Klasifikasi derajat penurunan LFG sangat penting untuk panduan terapi
konservatif dan saat dimulai terapi pengganti faal ginjal. Derajat penyakit ginjal
kronik berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi KDIGO,2012:

Tabel 2. Kategori CKD 1

d. Diagnosis
Terdapat tanda kerusakan ginjal (satu atau lebih) selama 3 bulan 19 :

Albuminuria (AER 30 mg / 24 jam; ACR 30 mg / g
[ 3 mg/mmol])
Kelainan sedimen urine
Elektrolit dan kelainan lain karena gangguan tubular
Kelainan terdeteksi oleh histologi
Kelainan struktural terdeteksi oleh pencitraan
Riwayat transplantasi ginjal

38
2
GFR<60ml/min/1.73m (GFRcategoriesG3aG5)

e. Tatalaksana

Penatalaksanaanpenyakitginjalkronikmeliputi:
Terapispesifikterhadappenyakitdasarnya
Pencegahandanterapiterhadapkondisikomorbid(comorbidcondition)
Memperlambatpemburukan(progression)fungsiginjal
Pencegahandanterapiterhadappenyakitkardiovaskular
Pencegahandanterapiterhadapkomplikasi
Terapipenggantiginjalberupadialisisatautransplantasiginjal.

TerapiSpesifikTerhadapPenyakitDasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunanLFG,sehinggapemburukanfungsiginjaltidakterjadi.Padaukuranginjalyang
masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah
menurunsampai2030%darinormalterapiterhadappenyakitdasarsudahtidakbanyak
bermanfaat

PencegahandanTerapiTerhadapKondisiKomorbid

PentingsekaliuntukmengikutidanmencatatpenurunanLFGpadapasienpenyakitginjal
kronik.Haliniuntukmengetahuikondisikomorbid(superimposedfactors)yangdapat
memperburuk keadaan pasien. Faktorfaktor komorbid ini antara lain gangguan
keseimbangancairan,hipertensiyangtidakterkontrolinfeksitraktusurinarius,obatobat
nefrotoksik,bahanradiokontras,ataupeningkatanaktivitaspenyakitdasarnya.

MenghambatPemburukanFungsiGinjal

Faktor utama penyebab pemburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi

39
glomerulus.Duacarapentinguntukmengurangihiperfiltrasiglomerulusiniadalah:

PembatasanAsupanProtein.

PembatasanasupanproteinmulaidilakukanpadaLFG<60ml/mnt,sedangkandiatas
nilaitersebut,pembatasanasupanproteintidakselaludianjurkan.Proteindiberikan0,60,8
kg.bb/hari,yang0,350,50grdiantaranyamerupakanproteinnilaibiologitinggi.Jumlah
kalori yang diberikan sebesar 30 35 kkal/kgBB/hari. Ddibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi jumlah asupan kalori dan
protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein
tidakdisimpandalamtubuhtapidipecahdipecahmenjadiureadansubtansinitrogenlain,
yangterutamadiekskresikanmelaluiginjal.Olehkarenaitu,pemberiandiettinggiprotein
padapasienPenyakitGinjalKronikakanmengakibatkanpenimbunansubtansinitrogen
danionanorganiklain,danmengakibatkangangguanklinisdanmetabolikyangdisebut
uremia.Dengandemikianpembatasanasupanproteinakanmengakibatkanberkurangnya
sindromuremik.Masalahpentinglainadalahsupanproteinberlebih(proteinoverload)
akanmengakibatkanperubahanhemodinamikginjalberupapeningkatanalirandarahdan
tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan
progresifitaspemburuanfungsiginjal.Pembatasanasupanproteinjugaberkaitandengan
pembatasanasupanfosfat,karenaproteindanfosfatselaluberasaldarisumberyangsama.
Pembatasanfosfatperluuntukmencegahterjadinyahiperfosfatemia.

TerapiFarmakologis.

Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertenasi,


disampingbermanfaatuntukmemperkecilresiko.kardiovaskularjugasangatpentinguntuk
memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa
pengendaliantekanandarahmempunyaiperanyangsamapentingnyadenganpembatasan
asupanproteindalammemperkecilhipertensiintraglomerulusdanhipertrogiglomerulus.
Disampingitu,sasaranterapifarmakologissangatterkaitdenganderajatproteinuria.Saat

40
inidiketahuisecaraluasbahwa,proteinuriamerupakanfaktorresikoterjadipemburukan
fungsi ginjal dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses pemburukan
fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Beberapa obat antihipertensi, terutama
Penghambat Ensim Komveting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE
inhibitor),melaluiberbagaistuditerbuktidapatmemperlambatprosespemburukanfungsi
ginjal.Haliniterjadilewatmekanismekerjanyasebagaiantihipertensidanantiproteinuria.

Tabel 3. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik7

f. Prognosis

Prognosis Penyakit Ginjal Kronik

41


Gambar 5. Prognosis CKD 11

IV. Terapi Obat Antidiabetik Pada Penyakit Ginjal Kronik



Pasien dengan tingkat EGFR, 60 mL / menit / 1,73 m2 lebih rentan
terhadap hipoglikemia karena penurunan clearance agen hipoglikemik dan penurunan
glukoneogenesis oleh ginjal. Dengan demikian, penyesuaian dosis diperlukan untuk
agen hipoglikemik bila digunakan pada pasien dengan penyakit ginjal diabetik. 17

Metformin
Penggunaan metformin merupakan kontraindikasi pada pria dengan

kreatinin serum 1,5 mg / dL dan pada wanita dengan serum CRE- atinine

1,4 mg / dL. Metformin juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
kondisi yang mengganggu metabolisme dan ekskresi asam laktat, seperti gagal
jantung dan penyakit hati, dan selama penyakit akut dan / atau hipoksia jaringan.
Penggunaan metformin baru-baru ini harus dievaluasi ulang pada eGFR,
45 mL/ menit/1,73 m2 dengan reduksi dalam dosis maksimum 1.000 mg / hari dan
dihentikan pada saat, 30 mL / menit / 1,73 m2 serta dalam situasi yang terkait dengan

42
risiko tinggi AKI, sepsis, hipotensi, infark miokard akut, dan penggunaan kontras
radiografi atau agen nefrotoksik lain.

Sulfonylurea dan Glinid


Penggunaan sulfonilurea pada CKD membutuhkan perhatian yang cermat
pada dosis untuk menghindari hipoglikemia. Glyburide secara ekstensif
dimetabolisme di hati dan menjadi beberapa metabolit aktif yang diekskresikan oleh
ginjal sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan pada pasien CKD. Glipizide
dimetabolisme oleh hati dan menjadi beberapa metabolit tidak aktif, pembersihan dan
eliminasinya tidak terpengaruh oleh penurunan eGFR sehingga penyesuaian dosis
pada pasien dengan CKD tidak diperlukan. Perhatian utama penggunaan repaglinide
dan nateglinida pada pasien CKD adalah sangat berpotensi terjadinya hipoglikemia.
Sehingga dosis awal konservatif agen ini dianjurkan.

Thiazolidinediones
Thiazolidinediones (TZD) hampir sepenuhnya dimetabolisme oleh hati.
Penggunaan TZD umumnya dihindari di CKD karena efek samping seperti retensi
cairan, hipertensi, dan peningkatan risiko fraktur.

Inhibitor a-glukosidase
Inhibitor a-glukosidase, acarbose dan miglitol, diserap minimal dari saluran
pencernaan, namun kadar plasma dapat meningkat pada pasien CKD. Oleh karena itu,
disarankan hati-hati untuk penggunaan agen ini pada pasien diabetes dengan eGFR
rendah ( 30 mL / menit / 1,73 m2).

Tabel 4. Rekomendasi dosis obat noninsulin antihiperglikemik agen pada Penyakit Ginjal
Diabetik

43

44
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

1. AKI on CKD dd/ CKD grade V dengan overload, uremikum, anemia


Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan abnormal pada struktur dan fungsi
ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan implikasi pada kesehatan dan
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kategori LFG dan kategori albuminuria.19



Pada penyakit ginjal kronik timbul manifestasi klinis seperti lemas, mual,
muntah, sesak nafas, BAK berkurang, konjungtiva anemis, edema tungkai atau
5
palpebra, tanda bendungan paru. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikaditis, kejang-kejang sampai koma. 6

Pada pasien ini sudah timbul tanda-tanda klinis sindrom uremia seperti
mual, muntah, edema tungkai. LFG pasien = 13.16 ml/menit/1.73m2 sehingga masuk
kategori CKD grade V. Menurut KDIGO 2012, tatalaksana pada pasien CKD grade V
harus dilakukan terapi pengganti ginjal dapat berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Oleh karena itu, insiasi hemodialysis harus dilakukan kepada pasien dan keluarga
pasien.

Tatalaksana lainnya untuk pasien ini :

Restriksi cairan 500 ml/hari + produksi urin


Diet Protein 0.8 g/kg/day
Diet garam 2 3g per hari
CaCO3 3 x 1 tab
B12 3 x 50mg
As. Folat 3 x 5mg

45
Furosemid 1 x 40mg I.V

2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin di hati dan di jaringan perifer,
sekresi insulin oleh sel beta pancreas, atau keduanya.1

Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis diketahui pasien mengalami gejala
klasik DM seperti poliuri, polidipsi, dan polifagi. Berdasarkan hasil pemeriksaan
lab didapatkan Glukosa Darah Sewaktu : 218 mg/dL dan HbA1c : 11,9.
Sehingga menurut diagnosis DM tipe 2 PERKENI 2011, pasien ini di diagnosis
DM Tipe 2.

Tatalaksana

46
Terdapat 4 pilar tatalaksana DM :

1. Edukasi
Pengertian DM, Pola makan sehat, tidak menggunakan sandal yang
ketat, rajin minum obat, kontrol ke dokter, cek glukosa darah rutin.
2. Terapi gizi medis
Terapi nutrisi pada pasien ini :

Perhitungan berat badan ideal

Rumus Broca :
BBI = 90% x (tinggi badan dalam cm 100) x 1kg
= 90% x (170 100) x 1kg = 63 kg

Kebutuhan kalori

Laki-laki = 30 kalori /kgBB ideal ditambah atau dikurangi beberapa faktor


lain.
Status gizi :
- BB gemuk -20%
- BB lebih -10% *
- BB kurang +20%

Umur >40 tahun : -5% *

Stress metabolic (infeksi, operasi, dll) : +10 30%

Hamil :

- trimester I, II :+300 kal


- trimester III / laktasi : +500 kal

Aktivitas :

- ringan +10%
- sedang +20%
- berat +30% *
Pasien = 30 x 63 -10% - 5% + 30%
= 1800,15 kalori
3. Latihan jasmani

47
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2.
Pada pasien ini, olahraga yang paling ringan adalah berjalan kaki
selama 5 menit 10 menit.

4. Intervensi farmakologis
Pasien ini diberikan obat antidiabetik Glimepiride 1 x 2mg.

Generasi kedua SU glimepiride merupakan kontraindikasi pada pasien
dialysis karena peningkatan risiko hipoglikemia.17 Glipizide dimetabolisme
oleh hati dan menjadi beberapa metabolit tidak aktif, pembersihan dan
eliminasinya tidak terpengaruh oleh penurunan eGFR sehingga penyesuaian
dosis pada pasien dengan CKD tidak diperlukan.
Sehingga, pada pasien ini dapat diberikan obat antidiabetik lain yang
risiko hipoglikemianya rendah seperti glipizide dimulai dengan dosis awal 1 x
5mg atau menggunakan kombinasi dengan insulin sesuai dengan algoritma
tatalaksana diabetes melitus PERKENI 2015. Insulin yang dipilih adalah
insulin dengan masa kerja yang cepat seperti Novorapid.

Komplikasi Diabetes Melitus :

Komplikasi Akut

Ketoasidosis diabetik

Hiperosmolar non ketotik

Hipoglikemia

Komplikasi Kronik
o Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
o Mikroangiopati
Nefropati diabetic

48
Retinopati diabetic
o Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjaidnya
ulkus kaki dan amputasi

Pada pasien ini terdapat komplikasi kronik dari DM
tak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu, yaitu nefropati diabetikum
yang sekarang sudah menjadi End stage renal disease.

BAB V

KESIMPULAN

49
Tn. D, 49 tahun didiagnosis dengan AKI on CKD dd/ CKD grade V
dengan overload, uremikum, dan anemia, Hipertensi stage II, Diabetes Melitus
tipe 2, TB Paru putus obat, Dislipidemia, Hiponatremia, dan Hipokalemia. Hal
tersebut berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium, rontgen thorax, dan USG Abdomen. Dipikirkan bahwa kejadian
tersebut akibat dari komplikasi penyakit lamanya yang tidak terkontrol yaitu
hipertensi dan diabetes mellitus yang sudah diderita sejak 10 tahun yang lalu.
Tn.D ini mengalami penyakit ginjal tahap akhir dan tatalaksana yang dianjurkan
adalah hemodialisa karena LFG pasien < 15 ml/menit/1.73 m2 . Pasien juga
telah diberikan edukasi mengenai penyakit DMnya, diet sesuai dengan kebutuhan
kalorinya, dan terapi medikamentosa obat antidiabetik serta obat untuk penyakit
ginjalnya. Prognosis dari pasien ini memang memperlihatkan kecenderungan
kearah yang lebih buruk karena sudah memasuki penyakit ginjal tahap akhir.

Daftar Pustaka

50
1. PB PAPDI. 2005. Diabetes Melitus. Pedoman Pelayanan Medik. Hal. 9-15. Interna
Publishing : Jakarta
2. Diabetic Kidney Disease: A Report From an ADA Consensus Conference Diabetes
Care 2014;37:28642883
3. Toth-Manikowski dan M. G. Atta. 2015. Review Article Diabetic Kidney Disease:
Pathophysiology and Therapeutic Targets. Hindawi Publishing Corporation Journal of
Diabetes Research Vol. 2015.
4. Cavanaugh KL. 2007. Diabetes Management Issues for Patients With Chronic Kidney
Disease. Clinical Diabetes Vol. 25 number 3.
5. PB PAPDI. 2005. Gagal Ginjal Kronik. Pedoman Pelayanan Medik. Hal. 157-159.
Interna Publishing : Jakarta
6. Aslam M., Tan CK., Prayitno A. 2004. Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional
dan Penghargaan Pilihan Pasien., PT Elex Media Kompusindo Kelompok Gramedia.,
Jakarta.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing;

8. National Kidney Foundation KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic


Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification Cardiovasculer Disease
in Dialysis Patient. (2012). New York: NKF. Am J Kidney Dis 39 (2 suppl 1) : S1-
S266.

9. PB PAPDI. 2005. Tuberkulosis Paru. Pedoman Pelayanan Medik. Hal.109-111.


Interna Publishing : Jakarta

10. PB PAPDI. 2005. Hipertensi. Pedoman Pelayanan Medik. Hal.169-170. Interna


Publishing : Jakarta
11. Pilihan Obat Diabetes pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/15_184Pilihanobatdiabetes.pdf (diakses pada 29
Juni 2016 19:00)
12. Eliana, F. PENATALAKSANAAN DM SESUAI KONSESNSUS PERKENI 2015

13. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013

51
14. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta. 2015
15. Diltiazem http://www.medscape.com/viewarticle/757659 (Diakses 17 Juli 2016
19:00)
16. Abe M, Okada K, Som M. 2011. Antidiabetic Agents in Patients with Chronic
Kidney Disease and End-Stage Renal Disease on Dialysis: Metabolism and Clinical
Practice. Current Drug Metabolism.Vol. 12, No. 1.
17. Diabetic Kidney Disease: A Report From an ADA Consensus Conference Diabetes
Care 2014;37:28642883
18. Target organ dan mekanisme obat antidiabetik
http://www.nature.com/nrendo/journal/v12/n6/fig_tab/nrendo.2016.51_F1.html
(Diakses pada 17 Juli 2016 18:30)
19. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD_G
L.pdf (Diakses pada tanggal 9 Juli 2016 pukul 13:55)

52

Anda mungkin juga menyukai