Anda di halaman 1dari 44

ANAMNESIS

Keluhan Utama :
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
±1 minggu SMRS pasien mengeluh sakit kepala, hilang timbul, frekuensi
2-3 kali dalam sehari biasanya pada malam hari, rasa sakit berdenyut-denyut
pada bagian kiri atas kepala dan menjalar ke dahi, dan terkadang menjalar
sampai leher.
Keluhan tambahan yang dirasakan, pasien mengeluh nyeri pada anggota gerak
sebelah kanan. Lokasi nyeri berpindah-pindah terkadang di tangan kanan, kaki
sebelah kanan, leher dan pundak kanan. Biasanya nyeri yang dirasakan tidak
bersamaan tetapi lokasinya pada anggota tubuh sebelah kanan. Skala nyeri
sekitar 8 dari 10. Selain itu, pasien juga merasakan kemeng-kemeng, kaku, dan
kadang muncul kesemutan pada anggota tubuh sebelah kanan. Hingga kemarin
siang saat ditempat kerja, sempat nyeri pada kaki kirinya dan sulit
menggerakkan kaki kirinya sehingga harus istirahat dan dirujuk oleh klinik
perusahaan untuk berobat ke IGD RSUD Ambarawa untuk pengobatan lebih
lanjut.
Bertambah sakit apabila melakukan aktifitas rutin dan merasa lebih baik saat
beristirahat. Nyeri kepala ini dirasakan muncul sejak 1 tahun terakhir, penderita
sering mengeluh sakit kepala hilang timbul, keluhan dipengaruhi aktifitas berat,
sakit kepala hilang dengan diminumkan obat nyeri dari warung yaitu panadol.
Namun sejak 1 minggu ini, keluhan dirasakan tidak berkurang walaupun
penderita sudah minum obat.

Pasien mengalami demam, demam di rasakan pada malam haripada siang


hari biasanya agak turun, demam di rasakan seminggu yang lalu bersamaan
dengan nyeri kepala, mual dan muntah ada, pasien juga meneluh nyeri perut.
pandangan kabur tidak ada, pandangan gelap tidak ada, pandangan ganda tidak
ada, telinga berdengung tidak ada, Pasien juga menyangkal pernah mengalami
kejang, mulut mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada. Buang air kecil dan buang
air besar tidak ada masalah, masih dalam batas normal.

1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah ada riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada riwayat
penurunan berat badan dalam waktu singkat. Tidak ada riwayat hipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi : disangkal
Asam urat : disangkal

Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : pegal-pegal
Sistem Integumen : tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : tidak ada keluhan

DISKUSI I

2
Pasien sakit kepala, hilang timbul, frekuensi 2-3 kali dalam sehari,
biasanya sakit banget ketika malam hari, ketika badan panas. rasa sakit berdenyut-
denyut pada bagian kiri atas kepala dan menjalar ke dahi, dan terkadang menjalar
sampai leher. Keluhan disertai dengan nyeri pada anggota tubuh sebelah kiri
disertai kemeng-kemeng, kaku dan kadang-kadang kesemutan. pasien mengeluh
demam pada malam hari, perut terasa sakit dan mual.
Klasifikasi Cephalgia
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer,
sakit kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala
lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine,tension type
headache,cluster head ache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan
sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi
sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher,
sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala
yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat
adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat
gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan
kranium, leher,telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di
kepala dan wajah, sakit kepalaakibat kelainan psikiatri.7

Patofisiologi Cephalgia
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab
memicu nyeri kepala yaitu (Lance, 2000) peregangan atau pergeseran
pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh darah,
kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot), peregangan
periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi
pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis),
defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).2

Cephalgia Primer
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang
merupakan penyakit utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya

3
penyebab struktural-organik. Menurut ICHD-2 nyeri kepala primer dibagi
ke dalam 4 kelompok besar yaitu :7
1) Migraine
2) Tension Type Headache
3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania
4) Other primary headaches

Migren
Definisi

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah


nyerikepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri
biasanya unilateral,sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang
sampai berat dan diperhebat olehaktivitas, dan dapat disertai mual
muntah, fotofobia dan fonofobia.3
Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa
aura,dan migren kronik (transformed ). Migren dengan aura adalah
migren dengan satu ataulebih aura reversibel yang mengindikasikan
disfungsi serebral korteks dan atau tanpadisfungsi batang otak, paling
tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4
menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala
mengikutiaura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
Migren tanpa aura adalahmigren tanpa disertai aura klasik, biasanya
bilateral dan terkena pada periorbital.Migren kronik adalah migren
episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan
sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyerikepala
kronik dengan nyeri setiap hari.4
Patofisiologi Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren.
Teorivaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh
darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai

4
pada korteks visual danmenyebar ke depan. Penyebaran frontal
berlanjut dan menyebabkan fase nyerikepala dimulai.
Teoricortical spread depression,dimana pada orang migrain
nilaiambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu
berlakushort-lasting wavedepolarization oleh pottasium-liberating
depression(penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan
terjadinya periode depresi neuron yangmemanjang. Selanjutnya, akan
terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika
melewati korteks serebri.Teori Neovaskular (trigeminovascular),
adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan
merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga
melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan
pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang
pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi
neuron. CGRP juga bekerja padaarteri serebral dan otot polos yang
akan mengakibatkan peningkatan aliran darah.Selain itu, CGRP akan
bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak
sebagai transmisi impuls nyeri.4
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan
mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar
epinefrin. Selain itu, sistem ini jugamengaktifkan nukleus dorsal rafe
sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.Peningkatan kadar
epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh
darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran
darah diotak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika
aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi
penurunan kadar serotonin maka akanmenyebabkan dilatasi pembuluh
darah intrakranial dan ekstrakranial yang akanmenyebabkan nyeri
kepala pada migrain.4
Diagnosa Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat
tanda-tandakhas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan

5
aura mensyaratkan bahwaharus terdapat paling tidak tiga dari empat
karakteristik berikut, yaitu migren dengansatu atau lebih aura
reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks danatau
tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk
berangsur-angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60
menit, sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak
mencapai 60 menit.5
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan
bahwaharus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala
seumur hidup yangmemenuhi kriteria berikut :
a. Berlangsung 4 ± 72 jam
b. Paling sedikit memenuhi dua dari:
1. unilateral
2. Sensasi berdenyut
3. Intensitas sedang berat
4. Diperburuk oleh aktifitas
5. Bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Sedangkan menurut Konsensus nasional IV, Kelompok studi Nyeri
Kepala , Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI) tahun
2013, ktriteria diagnostic migrain tanpa aura :
A. Sekurang-kurangnya nyeri kepal berlangsung 4- 72 jam (belum
diobati atau tidak berhasil diobati)
B. Nyeri kepla memiliki sedikitnya dua diantar karakteristik
berikut :
1. Lokasi Unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan diperberat oleh aktifitas fisik atau diluar
kebiasaan aktivitas rutin (seperti berjalan atau
naik tangga)
C. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea atau muntah

6
2. Fotofobia dan fonofobia
D. Tidak berkaitan dengan penyakit lain10

Tension Type Headche (TTH)


Tension type headache merupakan sensasi nyeri pada daerah
kepala akibat kontraksi terusmenerus otot- otot kepala dan tengkuk
(M.splenius kapitis, M.temporalis,M.masseter,M.sternokleidomastoid,
M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator scapula) 6

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache(TTH) adalah stress,depresi, bekerja dalam
posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot
yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan
ketidakseimbanganneurotransmitter seperti dopamin, serotonin,
noerpinefrin, dan enkephalin.6

Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)


TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimanaTension Type
Headacheepisodik terjadi 63% danTension Type Headachekronik
terjadi 3%.Tension Type Headacheepisodik lebih banyak mengenai
pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56%.
Biasanya mengenai umur 20 ± 40 tahun.7

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalahTension Type Headache episodik dan
TensionType Headachekronik.Tension Type Headacheepisodik,
apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.Tension
Type Headacheepisodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit ±
7 hari.Tension Type Headachekronik (CTTH)apabila frekuensi
serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6
bulan.6

7
Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa
literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang
berhubungan denganterjadinya TTH sebagai berikut, yaitu: (1)
disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperandaripada sistem saraf
perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada
ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada
CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang
involunter dan permanen tanpadisertai iskemia otot, transmisi nyeri
TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan
mensensitasisecond order neuron.(3) Pada nukleus trigeminaldan
kornu dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input
nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi
regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot
perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter
pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentralnosiseptif
pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang
diikutihipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai
ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di
sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu,terdapat juga penurunansupraspinal
decending paininhibit activity, (5) kelainanfungsi filter nyeri di batang
otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang
diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik
danmonoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan
terjadinya TTH. Defisiensikadar serotonin dan noradrenalin di otak,
dan juga abnormal serotonin platelet.penurunan beta endorfin di CSF
dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal danmaseter, (7) faktor
psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress
pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi
perifer danaktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi
nyeri sentral. Depresi danansietas akan meningkatkan frekuensi TTH

8
dengan mempertahankan sensitisasisentral pada jalur transmisi nyeri,
(8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu
dorsalis.Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala.
Ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya
stress fisik (kelelahan)akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi
sehingga kadar CO2 dalam darah16menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akanmenyebabkan
terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion
kalsiummasuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang
berlebihan sehinggaterjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi
saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak
selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferengamma
trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P).
Neuropeptidaini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3)
stress dapat dibagi menjadi 3tahap yaitualarm reaction,stage of
resistance, dan stage of exhausted.6
Alarm reactiondimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer
yang akan mengakibatkankekurangan asupan oksigen lalu terjadilah
metabolisme anaerob. Metabolismeanaerob akan mengakibatkan
penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin
dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.
Stage of resistance, dimana sumber energi yang digunakan berasal
dariglikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana
aldosteron akanmenjaga simpanan ion kalium.
Stage of exhausted, dimana sumber energi yangdigunakan berasal
dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesiK+.
Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.6

Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headacheharus memenuhi syarat yaitu sekurang-
kurangnya dua dariberikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2)
intensitas ringan-sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk

9
aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu
dari fotofobia dan fonofobia.Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan-
sedang-berat, tumpul sepertiditekan atau diikat, tidak berdenyut,
menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulitkepala, oksipital, dan
belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia,
kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo,
danrasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta
temporomandibular.6

Cluster Headache
Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala
vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala
Horton,sfenopalatinaneuralgia,nyeri kepala histamine, sindrom
Bing,erythrosophalgia, neuralgiamigrenosa, atau migren merah (red
migraine) karena pada waktu seranganakan tampak merah pada sisi
wajah yang mengalami nyeri.6
Patofisiologi
Patofisiologicluster headachemasih belum diketahui dengan jelas akan
tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara
lain:Cluster headache, timbul karena vasodilatasi pada salah satu
cabangarteri karotis eksterna yang diperantarai olehhistamine
intrinsic(TeoriHorton). Serangancluster headachemerupakan suatu
gangguan kondisifisiologis otak dan struktur yang berkaitan
dengannya, yang ditandaioleh disfungsi hipotalamus yang
menyebabkan kelainan kronobiologisdan fungsi otonom. Hal ini
menimbulkan defisiensi autoregulasi darivasomotor dan gangguan
respon kemoreseptor pada korpus karotikusterhadap kadar oksigen
yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapatdipicu oleh kadar oksigen
yang terus menurun. Batang otak yangterlibat adalah setinggi pons
dan medulla oblongata serta nervus V, VII,IX, dan X. Perubahan

10
pembuluh darah diperantarai oleh beberapamacam neuropeptida
(substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus(teoriLee Kudrow)5
Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh
InternationalHeadache Society (IHS) adalah sebagai berikut:8,9,10
a.Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b.Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau
nyeritemporal selama 15-180 menit bila tidak di tatalaksana.
c.Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1.Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2.Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3.Edema kelopak mata ipsilateral
4.Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5.Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6.Kesadaran gelisah atau agitasi
d.Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e.Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Pada tahun 2004American Headache Society menerbitkan kriteria baru
untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria
diagnosis tersebut, pasien setidaknya harus mengalami sekurang-
kurangnya lima serangan nyeri kepala yang terjadi setiap hari selama
delapan hari, yang bukandisebabkan oleh gangguan lainnya.
Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parahatau sangat parah pada orbita
unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18
sampai 150 menit jika tidak diobati, dan disertai satu ataulebih gejala-
gejala berikut ini: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral,hidung
tersumbat atau rinore ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral,
wajahdan dahi berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau
kesadaran gelisah atau agitasi.
Cluster headacheepisodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya
terdapat dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari
dan dipisahkan periode remisi bebas nyeri selama satu bulan atau

11
lebih.Sedangkancluster headachekronis adalah serangan yang kambuh
lebih dari satu tahuun periode remisi atau dengan periode remisi yang
berlangsung kurang dari satu bulan.6
Nyeri Kepala Primer Lainnya10
Nyeri kepala primer lainnya dapat dibagi menjai
Primary Stabbing Headache
Merupakan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk timbul spontan,
sepintas, terlokalisasi, tanpa didasari penyakit organic atau gangguan
saraf otak. Terapi pencegahan menggunakan indometasin 25-150 mg
secara teratur, dan bila intoleran terhadap indometasin dapat diberikan
COX-2 inhibitor, melatonin, gabapentin.
Primary Cough Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh batuk atau
mengejan, tanpa dijumpai gangguan intracranial. Terapi pencegahan
menggunakan indometasin 25-150 mg/hari, naproxen, propanolol.
Primary Exertional Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas fisik. Terapi
abortif menggunakan indometasin atau aspirin, pencegahan ergotamine
tartat, metisergin atau propanolol yng dapat diminum sebelum
aktifitas. Pemanasan sebelum olahraga atau latihan bertahap dan
progresif.
Nyeri kepala primer yang berhubungan dengan aktifitas sexual
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas sexual yang
diawali dengan nyeri tumpu bilateral saat terjadi peningkatan
kenikmatan sexual dan mendadak intensitas nyeri meningkat saat
orgasme tanpa dijumpai gangguan intracranial, dapat dibagi menjadi
dua yaitu :
Nyeri kepala pre orgasmic
Nyeri kepala orgasmic
Terapi dapat diberikan analgesic spesifik (ergotamine, triptan),
NSAID diminum sebelum melakukan aktifitas sexual, propanolol dan
diltiazem juga sangat baik diberikan karena dapat menurunkan

12
hipertensi yang sering menjadi komorbiditas. Atau nyeri kepala dapat
diredakan dengan menghentikan aktifitas sexual sebelum orgasme
tercapai atau lebih pasif saat berhubungan sexual.
Hypnic Headache
Merupakan nyeri kepala yang bersifat tumpul dan selalu
menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya
Terapi dapat diberikan kafein 50-60 mg sebelum tidur, litium
karbonat 300-600 mg, alternative lain dapat diberikan indometasin,
flunarizin,atenolol, verapamil, prednisone, gabapentin.
Primary thunderclap headache
Merupakan nyeri kepala yang memiliki internsitas nyeri yang
sangat hebat, timbul mendadak dan menyerupai rupture aneurisma
serebral. Terapi yang dapat diberikan kortikosteroid , hindari
vasokonstriktor seperti triptan , ergot, dan kokain. Untuk preventif
dapat nimodipin selama 2-3 bulan.
Hemikrania kontinua
Merupakan nyeri kepala unilateral yang selalu persisten dn
responsive terhadap indometasin.Nyeri kepala akan hilang jika
diberikan indometasin 50-100 mg IM , reda dalam 2 jam. Dosis
efektif 25-300 mg.
New daily persistent headache
Merupakan nyeri kepala yang dirasakan sepanjang hari tanpa
mereda sejak awal serangan (pada umumnya dalam 3 hari) . Nyerinya
khas bersifat bilateral, seperti ditekan atau ketat dengan intensitas
nyeri derajat ringan sampai sedang. Dapat dijumpai fotofobia,
fonofobia, atau nausea ringan.Terapi dapat diberikan analgetika
minimal, dapat pula diberi pencegahan migren kronis , dan blok saraf
N.Oksipitalis magnus.

13
Gambar. Gambaran Karakteristik Cephalgia

Tabel Karakteristik Cephalgia

Cephalgia Sifat Lokasi Lama Frekuensi Gejala ikutan


nyeri
Migren Berdenyu Unilateral/bilateral 4-72 Sporadik, < Mual muntah ,
tanpa aura t jam 5 serangan fotofobia,fonofobia
nyeri
Migren Berdenyu Unilateral < 60 Sporadik, 2 Gangguan visual,
dengan t menit serangan gangguan sensorik,
aura didahului gangguan bicara
gejala
neurologi
fokal 5-20
menit
Tension Tumpul, Bilateral 30’ -7 Terus Depresi ansietas
Tipe tekan hari menerus stress
Headache diikat

14
Cluster Tajam, Unilateral orbita, 15-180 Periodik 1 x Lakrimasi
Headache menusuk supraorbital menit tiap 2 hari – ipsilateral.,
8x perhari rhinorrhoea
ipsilatral,
miosis/ptosis
ipsilatral, dahi &
wajah berkeringat
Neuralgia Ditusuk- Dermatom saraf V 15-60 Beberapa Zona pemicu nyeri
trigeminu tusuk detik kali sehari
s

ALGORITMA DIAGNOSIS NYERI KEPALA

15
Tabel Red Flag Cephalgia
Tiphoid

16
Possible
Red Flag Consider Investigation

Sudden Onset Headache SAH, Bleed into a mass Neuroimaging


AV Malformaion, Mass
  lesion Lumbal Pucture
  (especially posterior fossa)  
     

Worsening Pattern Headache Mass Lesion, SDH Neuroimaging


  Medical Overuse  
     

Headache with systemic illness Meningitis, Encephalitis Neuroimaging


  Lyme Disease,Collagen Lumbal Pucture
  Vascular disease, systemic Blood Test
  Infection  
     

Mass Lesion, AV
Focal Neurological signs other Malformation Neuroimaging
than typical visual or sensorial Collagen Vascular Disease Collagen Vascular
Aura   Evaluation
     

Papiloedema Mass Lesion, Pseudotumor Neuroimaging


  Encephalitis, Meningitis Lumbal Pucture

2.1 Definisi
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran.3,4,5

2.2 Etiologi

17
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram
negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu
antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen
Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga
macam antigen tersebut.1,4

2.3 Patogenesis
Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus
kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-
organterutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak
dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri
pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan
menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus,
menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin yang dieksresikan oleh basil S.typhi sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.1,4

2,4 Gejala Klinis


Masa inkubasi Demam tifoid 10-14 hari, rata-rata 2 minggu. Gejala timbul
secara tiba-tiba atau berangsur angsur. Penderita demam tifoid merasa cepat lelah,
malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh.
Pada minggu pertama demam (suhu berkisar 39-400C), nyeri kepala, pusing, nteri
otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk dan epiktasis. Minggu kedua demam, bradikardi, lidah khas berwarna putih,
hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran.
Pada umumnya demam berangsur-angsur naik selama minggu pertama,
demam terutama pada sore hari dan malam hari. Pada minggu kedua dan ketiga
demam terus menerus tinggi, kemudian turun secara lisis. Demam ini tidak hilang
dengan pemberian antipiretik, tidak ada menggigil dan tidak berkeringat. Kadang
kadang disertai epiktasis. Gangguan gastrointestinal : bibir kering dan pecah-
pecah, lidah kotor, berselaput putih dan pinggirnya hiperemis. Perut agak

18
kembung dan mungkin nyeri tekan. Limpa membesar dan lunak dan nyeri pada
penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya terjadi diare, kemudian menjadi
obstipasi.1,4

2.5 Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel feses atau darah
untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan
membiakkan darah pada hari 14 pertama setelah terinfeksi.6
Selain itu tes widal (O dah H aglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh
dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes
widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin
(diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.7,8
Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada
minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya
Salmonella8.
Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh
dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi
lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di
dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini
mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak
selalu mudah mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu
tidak selalu khas seperti di atas. Pada beberapa kasus yang setelah terpapar dengan
kuman S.typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi
obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja
menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman
dan tingkat kekebalan seseorang serta daya tahan tubuh. Bila jumlah kuman hanya
sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem
pelindung tubuh manusia.3,6,8,9

2.6 Penatalaksanaan

19
Management atau penatalaksanaan secara umum meliputi managemen
medikamentosa, managemen nutrisi yang baik serta perawatan medik yang baik
merupakan aspek penting dalam pengobatan demam tifoid. Sampai saat ini masih
dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: 7

1. Managemen Medikamentosa
A. Etiologik 10
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin
atau kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat
pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
 Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 10-14 hari atau 5-7
hari setelah demam turun. Pada keadaan malnutrisi atau penyulit lain
diberikan hingga 21 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian
kloramfenikol
 Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari. Namun efeknya
lebih rendah dibandingkan kloramfenikol
 Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian, oral/intravena selama 21 hari. Efeknya setara dengan
kloramfenikol namun efek penurunan demamnya lebih lambat.
 Kotrimoksasol dengan dosis
TMP 10 mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50 mg/kgBB/hari yang
diberikan terbagi dalam 2 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
Tabel 1. Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi dan S paratyphi A 11
S.typhi S.paratyphi A
Ceftriaxon 92,6 100
Kloramfenikol 94,1 100
Tetrasiklin 100 100
Trimetoprim-Sulfametoksazol 100 100
Ciprofloksasin 100 100
Levofloksasin 100 100

20
 Pada kasus berat, dapat diberi sefalosporin generasi 3
Ceftriakson dengan dosis 100 mg/kg BB/hari dan diberikan 2 kali sehari
selama 5-7 hari, maksimal 4 mg/hari.
Cefotaxim dengan dosis 100-200 mg/kgBB/hari melalui 3-4 kali
pemberian.
 Cefixim merupakan pilihan alternatif, terutama pada kasus leukosit <
2000/uL dengan pemberian oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari.
 Kuinolon baik diberikan untuk tifoid namun tidak dianjurkan
pemberiannya pada anak-anak.
 Pada kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka
pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

Tabel 2 Pola Resistensi Salmonella typhi pada 61 Biakan Darah Kasus


Demam Tifoid Anak Bagian IKA FKU1/RSCM, 1990-1994.1
Sensitif (%) Resisten (%) Intermediate (%)
Ampisilin 96,6 3,4 0
Amoksisilin 96 2 2
Kloramfenikol 91,8 3,3 4,9
Kotrimoksazol 93,2 6,8 0
Seftriakson 91,9 0 8,1
Sefotaksim 89,6 0 10,4
ciprofloksasin 92,3 2,6 5,1
Aztreonam 81,8 15,2 3,0
 Penggunaan Glukokortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien demam tifoid berat dengan
gangguan kesadaran (delirium, stupor, koma, shok). Dexametason
diberikan dengan dosis awal 3mg/kg IV, selanjutnya 1mg/kg tiap 6 jam
sebanyak delapan kali pemberian.10
10
B. Suportif
Pireksia dapat di atasi dengan kompres. Salisilat dan antipiretik lainnya
sebaiknya tidak diberikan karena dapat menyebabkan keringat yang banyak dan
penurunan tekanan darah (bradikardi relatif).
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik
yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus.
Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan

21
glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat
memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal. 7
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita,
misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan,
vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk
mempercepat penurunan demam. 7

Demam Tifoid dengan Komplikasi


Sebagai suatu penyakit sistemik, maka hampir semua organ utama tubuh
dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu : 7
a. Komplikasi Intestinal
Komplikasi intestinal yang dapat terjadi, yaitu perdarahan intestinal, perforasi
usus, ileus paralitik, pankreatitis.
 Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis)
dapat terbentuk tukan/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap
sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh
darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus
dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka,
perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID)
atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat
mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah.
Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara
klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas normal.
Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%,
bahkan ada yang melaporkan sampai 80 %. Bila transfusi yang diberikan
tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah
perlu dipertimbangkan.
 Perforasi usus

22
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka
penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang
hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian
menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising
usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak
ditemukan karena adanya udara bebas diabdomen. Tanda-tanda perforasi
lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya
perforasi.
Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan
udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini
merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus
pada demam tifoid. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian
perforasi adalah umur (biasanya 20-30 tahun), lama demam, modalitas
pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati
kuman S. Typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat
fakultatif dan aerobik pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik
spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena.
Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol.
Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita
dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat
diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.
b. Komplikasi ekstra intestinal
 Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrino-
genemia, peningkatan protombin time, peningkatan partial
thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation product sampai
koagulasi intravaskular diseminata (KID) dapatditemukan pada
kebanyakan pasien demam tifoid. Trombositopenia sering dijumpai, hal

23
ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sum-sum
tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di
sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memiliki peranan.
Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang
sering dikemukakan adalah endotoksinmengaktifkan beberapa sistem
biologik, koagulasi dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan
histamin menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh
darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme
koagulasi; baik KID kompensata maupun dekompensata.
Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah,
substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin,
meskipun ada pula yang tidak sependapat tentang manfaat pemberian
heparin pada demam tifoid.
 Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50%
kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi
daripada S.paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh
karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan
kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik
hatti. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan
dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis
oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang,
komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.
 Pankreatitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid.
Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus,
bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase
dan lipase serta USG/CT scan dapat membantu diagnosis penyakit ini
dengan akurat.

24
Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan
pankreatitis pada umumnya; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik
intravena seperti ceftriakson atau quinolon.
 Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan
kelainan elektrokardiografi (EKG) dapat terjadi pada 10-15% penderita.
Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskuler atau
dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau
syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi.
Perubahan EKG yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis
yang buruk. Kelainan ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman
S.typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya
pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan.
 Manifestasi neuropsikiatrik/tifoid toksik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau
tanpa kejang, semi-koma atau koma, parkinson rigidity/transient
parkinsonism, sindroma otak akut, mioklonus generalisata,
meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania,
ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillen-Bare,
dan psikosis.
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa
gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, aatis,
delirium, somnolen, sopor atau koma) dengan atau tanpa disertai
kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaancairan otak masih
dalam batas normal. Sindrom klinik seperti ini oleh beberapa peneliti
disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutkan
dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati, atau demam
tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor sosial ekonomi yang buruk,
tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi,
kebudayaan dan kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut
mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan
angka kematian.

25
Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam
tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x
400 mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.

2. Managemen Nutrisi
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah
mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara
lain : 7,11
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan untuk
memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan
sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna.
Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Syarat-syarat diet sisa rendah adalah
: 12
 Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitas
 Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total
 Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total
 Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total
 Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang sehingga asupan serat
maksimal 8 gr/hari. Pembatasan ini disesuaikan dengan toleransi
perorangan
 Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat) sesuai dengan
toleransi perorangan.
 Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam
dan berbumbu tajam.
 Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu
panas dan dingin

26
 Makanan sering diberikan dalam porsi kecil
 Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan khusus, diet
perlu disertai suplemen vitamin dan mineral, makanan formula, atau
makanan parenteral.

Diet sisa rendah terbagi dua , yaitu: 12


a. diet sisa rendah I
diet sisa rendah I adalah makanan yang diberikan dalam bentuk disaring
atau diblender. Makanan ini menghindari makanan berserat tinggi dan
sedang, bumbu yang tajam, susu, daging berserat kasar (liat), dan
membatasi penggunaan gula dan lemak. Kandungan serat maksimal 4
gram. Diet ini rendah energi dan sebagian zat gizi. 12

Tabel 1. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan pada diet sisa
rendah 1
Bahan makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Bubur saring, roti bakar, Beras tumbuk, beras
kentang dipure, ketan, roti whole wheat,
makaroni, bihun rebus, jagung, ubi, singkong,
biskuit, krakers, tepung- talas, cake, tarcis, dodol,
tepungan dipuding atau tepung-tepungan yang
dibubur dibuat kue manis.
Sumber protein hewani Daging empuk, hati, Daging berserat kasar,
ayam, ikan giling halus, ayam, dan ikan yang
telur direbus, ditim, diawet, di goreng kering,
diceplok air atau sebagai telur diceplok, udang dan
campuran dalam kerang, susu dan produk
makanan dan minuman susu.
Sumber protein nabati Tahu ditim dan direbus, Kacang-kacangan seperti
susu kedelai kacang tanah, kacang
merah, kacang tolo,
kacang hijau, kacang
kedelai, tempe dan
oncom.
Sayuran Sari sayuran Sayuran dalam keadaan
utuh

27
Buah-buahan Sari buah Buah dalam keadaan utuh
Minuman Teh, sirup, kopi encer Teh dan kopi kental,
minuman beralkohol dan
mengandung soda
Bumbu Garam, vetsin, gula Bawang, cabe, jahe,
merica, ketumbar, cuka
dan bumbu lain yang
tajam

b. diet sisa rendah II


Diet sisa rendah II merupakan makanan peralihan dari diet sisa rendah I ke
Makanan biasa. Diet ini diberikan bila penyakit mulai membaik atau bila
penyakit bersifat kronis. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau
lunak. Makanan berserat sedang diperbolehkan dalam jumlah terbatas,
sedangkan makanan berserat tinggi tidak diperebolehkan. Susu diberikan
maksimal 2 gelas sehari. Lemak dan gula diberikan dalam bentuk mudah
cerna. Bumbu kecuali cabe, merica dan cuka, boleh diberikan dalam
jumlah terbatas. Kandungan serat diet ini adalah 4-8 gram. 12

Tabel 2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan pada diet sisa
rendah II
Bahan makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Beras dibubur/ditim, roti Beras tumbuk, beras
bakar, kentang rebus, ketan, roti whole wheat,
krakers, tepung-tepungan jagung, ubi, singkong,
di bubur atau dipuding talas, cake, tarcis, dodol,
tepung-tepungan yang
dibuat kue manis.
Sumber protein hewani Daging empuk, hati, Daging berserat kasar,
ayam, ikan direbus, ayam, dan ikan yang
ditumis, dikukus, diawet, telur diceplok dan
diungkep dan di dadar, daging babi.
panggang, telur direbus,
ditim, diceplok air atau
sebagai campuran dalam
makanan dan minuman,
susu maksimal 2 gelas
perhari.

28
Sumber protein nabati Tahu ditim direbus, Kacang-kacangan seperti
ditumis, pindakan, susu kacang tanah, kacang
kedelai merah, kacang tolo,
kacang hijau, kacang
kedelai, tempe dan
oncom.
Sayuran Sayuran yang berserat Sayuran yang berserat
rendah dan sedang, tinggi seperti daun
seperti kacang panjang, singkong, daun katuk,
buncis muda, bayam, labu daun pepaya, daun dan
siam, tomat masak, buah melinjo, oyong,
wortel direbus, dikukus pare serta semua sayur
dan ditumis. yang dimakan mentah
Buah-buahan Sari buah; buah segar Buah yang dimakan
yang matang (tanpa kulit dengan kulit, seperti apel,
dan biji) dan tidak banyak jambu biji, dan pir serta
menimbulkan gas seperti jeruk yang dimakan
pepaya, pisang, jeruk, dengan kulit ari; buah
avokad, nenas yang menimbulkan gas
seperti durian dan
nangka.
Lemak Margaris, mentega dan Minyak untuk
minyak dalam jumlah menggoreng, lemak
terbatas untuk menumis, hewani, kelapa dan
mengoles dan setup santan
Minuman Teh, kopi encer, sirup Teh dan kopi kental,
minuman beralkohol dan
mengandung soda
Bumbu Garam, vetsin, gula, cuka, cabe, merica
salam, laos, kunyit, kunci
dalam jumlah terbatas.

Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan


dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3
makanan biasa, dan seterusnya.12

3. Perawatan Medis

29
Tirah baring dan perawatan medis (medical care) bertujuan untuk
mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur,
seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu
dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai7.
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi
dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi
pesien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien7.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik
dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-
kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.7,9

2.8 Pengidap Tifoid (Karier)


Kasus demam tifoid karier merupakan faktor risiko terjadinya outbreak
demam tifoid. Pada daerah endemik dan hiperendemik penyandang kuman S.typhi
ini jauh lebih banyak serta sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi rendah
semakin mempersulit usaha penanggulangannya. Angka kejadian demam tifoid di
Indonesia sebesar 1.000/100.0000 populasi pertahun, insiden rata-rata 62% di
Asia, dan 35 % di Afrika dengan mortalitas rendah 2-5% dan sekitar 3% menjadi
karier. Di antara demam tifoid yang sembuh klinis, pada 20 % diantaranya masih
ditemukan kuman S.typhi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan
ketiga serta 3 % masih ditemukan setelah 1 tahun. Kasus karier meningkat seiring
peningkatan usia dan adanya penyakit kandung empedu, serta gangguan traktus
urinarius.7
a. Definisi dan Manifestasi Tifoid Karier
Definisi pengidap tifoid (karier) adalah seseorang yang kotorannya (feses
atau urin) mengandung S.typhi setelah satu tahun pasca-demam tifoid, tanpa
disertai gejala klinis. Kasus tifoid dengan kuman S.typhi masih dapat
ditemukan di feses atau urin selama 2-3 bulan disebut karier pasca

30
penyembuhan. Pada penelitian di Jakarta dilaporkan bahwa 16,18% (N=68)
kasus demam tifoid masih didapatkan kuman S.typhi pada kultur fesesnya7.
Tifoid karier tidak menimbulkan gejala klinis (asimptomatis) dan
25%kasus menyangkal adanya riwayat sakit demam tifoid akut. Pada
beberapa penelitian dilaporkan pada tifoid karier sering disertai infeksi kronik
traktus urinarius serta terdapat peningkatan resiko terjadinya karsinoma
kandung empedu, karsinoma kolorektal, karsinoma pankreas, karsinoma
paru, dan keganasan di bagian organ atau jaringan lain. Peningkatan faktor
risiko tersebut berbeda bila dibandingkan dengan populasi pasca-ledakan
kasus luar biasa demam tifoid, hal ini di duga faktor infeksi kronis sebagai
faktor risiko terjadinya karsinoma dan bukan akibat infeksi tifoid akut7.
Proses patofisiologis dan patogenesis kasus tifoid karier belum jelas.
Mekanisme pertahanan tubuh terhadap Salmonella typhi belum jelas.
Imunitas selular diduga punya peran sangat penting. Hal ini dibuktikan
bahwa pada penderita sickle cell disease dan sistemic lupus eritematosus
(SLE) maupun penderita AIDS bila terinfeksi Salmonella maka akan terjadi
bakteremia yang berat. Pada pemeriksaan inhibisi migrasi leukosit (LMI)
dilaporkan terdapat penurunan respons reaktifitas selular terhadap
Salmonella typhi, meskipun tidak ditemukan penurunan imunitas seluler dan
humoral. Penelitian lainnya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
bermakna pada sistem imunitas humoral dan selular serta respons limfosit
terhadap S.typhi antara pengidap tifoid dengan kontrol. Pemeriksaan respons
imun berdasarkan serologi antibodi IgG dan IgM terhadap S.typhi antara
tifoid karier dibanding tifoid akut tidak berbeda bermakna7.

b. Diagnosis Tifoid Karier


Diagnosis tofoid karier ditegakan atas dasar ditemukannya kuman S.typhi
pada biakan feses maupun urin pada seseorang tanpa gejala klinis infeksi atau
pada seseorang setelah 1 tahun paca-demam tifoid. Dinyatakan kemungkinan
besar bukan sebagai tifoid karier bila setelah dilakukan biakan secara acak
serial minimal 6 kali pemeriksaan tidak ditemukan kuman S.typhi7.

31
Sarana lain untuk menegakan diagnosis adalah pemeriksaan serologi Vi,
dilaporkan bahwa sensitivitas 75% dan spesifisitas 92% bila ditemukan kadar
titer antibodi Vi sebesar 160. Nolan CM dkk (1981) meneliti pengidap tifoid
(karier) beserta keluarganya, ditemukan titer 1:40 sampai 1;2560 pada 7
kasus biakan positif S.typhi, sedangkan pada 37 kasus dengan kultur S.typhi
negatif, 36 tidak ditemukan antibodi Vi, 1 kasus dengan antibodi Vi positif
1:10. 7

c. Penatalaksanaan tifoid karier


Kesulitan eradikasi kasus karier berhubungan dengan ada tidaknya batu
empedu dan sikatrik kronik pada saluran empedu. Kasus karier ini juga
meningkat pada seserorang yang terkena infeksi saluran kencing secara
kronis, batu, striktur, hidronefrosis, dan tuberkulosis maupun tumor di traktus
urinarius. Oleh karena itulah insidens tifoid karier meningkat pada wanita
maupun pada usia lanjut karena adanya faktor tersebut di atas.
Penatalaksanaan tifoid karier dibedakan berdasarkan ada tidaknya penyulit
yang dapat dilihat pada tabel berikut.7

Tabel 3. Terapi Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid Karier7


Tanpa disertai kasus kolelitiasis
Pilihan regimen terapi selama 3 bulan
1. ampisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
2. amoksisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
3. kotrimoksazol 2 tablet/2kali/hari
Disertai kasus Kolelitiasis
Kolesistektomi + regimen tersebut diatas selama 28 hari, kesembuhan
80% atau kolesistektomi + salah satu regimen terapi di bawah ini:
1. Ciprofloksasin 750 mg/2kali/hari
2. Norfloksasin 400 mg/2kali/hari
Disertai Infeksi Schistoma Haematobium pada Traktus urinarius
Pengobatan kasus ini harus dilakkan eradikasi Schistoma Haematobium
1. prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal

32
2. metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2
minggu. Setelah eradikasi S.Haematobium tersebut batu diberikan
regimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas.

2.9 Pengobatan Infeksi Campuran Tifoid


a. Tifoid dengan infeksi sendi
Peradangan sendi sering terjadi pada pasien demam tifoid. Meskipun
basil tifoid pada cairan sendi ditemukan pada sedikit kasus, karena hanya
sedikit pencatatan pemeriksaan bakteriologis pada cairan sendi. Penelitian
yang dilakukan Orloff, yaitu menyuntikan S.typhi pada anjing dan kelinci,
menimbulkan pembengkakan sendi dalam 24 jam, dengan perdarahan
pada membran sinovial. Cairan yang keruh, dan keras terbentuk pada
sendi yang selanjutnya menjadi purulen. Terapi yang dapat diberikan
pada antara lain kompres dingin, untuk peradangan masive dapat
dilakukan aspirasi cairan sendi. Bila peradangan sudah berkurang dapat
dilakukan terapi pergerakan pasif (Pasive motion), massage, dan
frictions. Eradikasi tifoid dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti
dibahas diatas. 13

b. Tifoid dengan Malaria


Infeksi campuran ini ditegakan bila dari gejala klinis dan laboratorium
didapat khas tifoid dan klinis malaria bersamaan. Juga dari laboratorium
didapat widal reaktif dan ditemukan Plasmodium. Terapi yang diberikan
sesuai dengan terapi masing-masing infeksi. Malaria dapat diobati dengan
Primakuin 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk P.falciparum, sedangkan
untuk P.vivax dengan dosis 15 mg/hari selama 14 hari. Kina dosis yang
dianjurkan 3 x 10mg/kgBB selama 7 hari (1 tablet 220 mg), atau dengan
preparat kina ataupun artemisin. Sedangkan untuk tifoid dapat diberikan
Ciprofloksasin 500 mg selama 7 – 10 hari.14,15

c. Tifoid dengan Dengue

33
Pada kasus dengan tifoid disertai dengan trombositopenia dan IgG dan
IgM dengue positif, diberikan terapi antibiotik untuk tifoid. Untuk infeksi
dengue, diberikan cairan yang adekuat dan pemantauan perdarahan yang
terjadi. 16
2.10 Pencegahan
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan
paratifoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali
pemberian dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk
mencegah penularan demam tifoid Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup
tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan
imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun sedangkan vaksin oral diambil
setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan
perlindungan 100%.7
Mengkonsumsi air yang telah dimasak. Masak air sekurang-kurangnya lima
menit penuh (apabila air sudah masak, biarkan ia selama lima menit lagi). 7
Bila sedang dalam perjalanan usahakan menggunakan air botol atau
minuman yang telah terjamin kebersihannya. Makan makanan yang baru dimasak.
Jika terpaksa makan di kedai, pastikan makanan yang dipesan khas dan berada
dalam keadaan `berasap’ kerana baru diangkat dari dapur. Tudung semua
makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat. Letakkan makanan di tempat
tinggi. 7
Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan. Cuci tangan
dengan sabun dan air bersih sebelum menyediakan atau memakan makanan,
membuang sampah, memegang bahan mentah atau setelah buang air besar.7
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Cephalgia
Diagnosis Topis : Intracerebral
Diagnosis Etiologis : Infeksi bacterial

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

34
Kesadaran : Compos Mentis/ GCS E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan darah: 173/94 mmhg
Suhu : 38.3 derajat celcius
Nadi : 131 x /menit
RR : 24 x /menit
SpO2 : 96%
Kepala : Messosephal
Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, suhu raba agak panas
Mata : subconjungtiva hemorrhage (-/-), edema palpebral (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
gigi karies +, gigi missing +, lidah kotor +.
Leher : Tampak kaku dan tegang
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Nyeri ketok sinus maksilaris: -

Status Neurologis
A. Rangsang Selaput Otak
Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : >70° >70°
Laseque Menyilang : (-) (-)
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)

B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial


Sakit kepala (+), muntah (-), penurunan kesadaran (-)

C. Saraf-saraf Kranialis

35
N. I : normosmia

N. II
Kanan Kiri
Acies Visus : baik baik
Campus Warna : baik baik
Melihat Warna : baik baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III, IV, VI
Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : ortoforia ortoforia
Kelopak mata : Normal Normal
Pergerakan Bola Mata
Nasal : (+) (+)
Temporal : (+) (+)
Nasal Atas : (+) (+)
Temporal Atas: (+) (+)
Temporal Bawah: (+) (+)
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Bentuk : bulat, Ø3 mm bulat, Ø3 mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : baik baik
Konvergensi : baik baik

N. V
Kanan Kiri
Cabang Motorik : baik baik
Cabang Sensorik
Ophtalmik : baik baik

36
Maxilla : baik baik
Mandibularis : baik baik

N.VII
Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : baik baik
Motorik Orbicularis : baik baik
Pengecap lidah : baik baik
Kesan parese (-)

N.VIII
Kanan Kiri
Vestibular :
Vertigo : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Cochlear
Tes Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Webber : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Swabach : tidak dilakukan pemeriksaan

N.IX, X
Motorik : deviasi uvula (-), arcus faring simetris
Sensorik : refleks muntah (+)

N.XI
Kanan Kiri
Mengangkat bahu : baik baik
Menoleh : baik baik

N.XII
Pergerakan Lidah : baik

37
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Kesan parese : (-)

D. Sistem Motorik
Ekstrimitas Atas Proksimal Distal 5555 5555
Ekstrimitas Bawah Proksimal Distal 5555 5555

E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)

F. Trofik : eutrofik
G. Tonus : normotonus
H. Sistem Sensorik Kanan Kiri
: baik baik
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : (-)
Tes Rhomberg : (-)
Disdiadokinesa : (-) / (-)
Jari-Jari : (-) / (-)
Jari-Hidung : ¬(-) / (-)
Tumit-Lutut : baik / baik
Rebound Phenomenon : (-) / (-)
Hipotoni : (-)

J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)

38
Apraksia : (-)
Afasia : (-)

K. Fungsi Otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi Keringat : baik

L. Refleks-refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Berbangkis : (+) (+)
Pharing : (+) (+)
Bisep : +2 +2
Trisep : +2 +2
Radius : +2 +2
Dinding Perut : (+) (+)
Otot Perut : (+) (+)
Lutut : +2 +2
Tumit : +2 +2
Sfingter Ani : tidak dilakukan

M. Refleks-refleks Patologis
Kanan Kiri
Hoffman Trommer : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)

39
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : (-)
Demensia : (-)

Diskusi II
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tensi 173/94 mmhg nyeri tengkuk
kemungkinan berhubungan juga dengan tensi yang tinggi, suhu tinggi
menandakan terdapat reaksi inflasi/ infeksi sistemik. karies dan missing gigi juga
bisa mngakibakan nyeri kepala. lidah kotor dan perut sering kasit adalah khas
untuk penyakit typhoid, pemeriksaan saraf kranial menandakan tidak ada
gangguan di batang otak, lemahnya anggota gerak bisa di sebabkan karena jaras
yang terjadi kerusakan. tes valsava + menunjukan terdapat penjalaran nyeri. uji
kompresi leher positif terjadi peyempitan foramen pada vertebra.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: Anti salmonella IgM : 4  + lemah
LED 1 : 11
LED II : 33
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Cephalgia
Diagnosis Topis : Intracerebral
Diagnosis Etiologis : Infeksi bacterial

PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad bonam
Discomfort : dubia ad bonam

40
Dissatisfaction: dubia ad bonam
Distitution : dubia ad bonam

TERAPI
Injeksi Cefriaxon 2x 1 gram
Injeksi Ranitidin 2x 1 ampul
Injeksi Meticobalamin 1x 1
Injeksi Ketorolac 2x 30
Clobazam 2x 5 mg
Paracetamol 3x 500 mg

DISKUSI III
Injeksi Ceftriaxone 2 X 3 gr
Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas
dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram
positif dan gram negatif. Dengan menghambat pembentukan dinding kuman.
Dosis IV pada dewasa 0,5-2g. Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat
penghambatan sintesis dinding kuman.Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang
tinggi terhadap beta-laktanase, baik terhadap penisilinase maupun sefalosporinase
yang dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif. Pada pasien ini diberikan
antibiotik ceftriaxone karena antibiotik ini efektif terhadap bakteri gram positif
maupun negatif, dan belum ada penelitian di Indonesia yang menunjukan tingkat
keresistensian.
Injeksi Ranitidin 2 x 1
Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan
interaksi dari obat lain. Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2
sehingga sekresi asam lambung dapat dihambat.
Mecobalamin 1x1
Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang
berperan dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif
dibandingkan dengan homolog vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal
kaitannya dengan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.

41
Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein
dan lemak. Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa metionin.
Mecobalamin terlibat dalam sintesis timidin pada deoksiuridin dan mempercepat
sintesis DNA dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin
mempercepat sintesis lesitin, suatu komponen utama dari selubung mielin.
Mecobalamin diperlukan untuk kerja normal sel saraf. Bersama asam folat dan
vitamin B6, mecobalamin bekerja menurunkan kadar homosistein dalam darah.
Homosistein adalah suatu senyawa dalam darah yang diperkirakan berperan dalam
penyakit jantung. Indikasi: Neuropati Perifer, Anemia Megaloblastik.
Ketorolac 2x 30
Ketorolac tromethamine merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi
sedang. Ketorolac merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk
pemberian parenteral. Dosis IV sebesar 15-30 mg. Efek samping pemberian
ketorolac berupa gangguan saluran cerna, kantuk, pusing, dan sakit kepala.
Clobazam
Clobazam dengan indikasi ansietas dan kondisi psikoneurotik yang berhubungan
dengan ansietas. Efek sampingnya, lelah, mulut kering, konstipasi, kehilangan
nafsu makan, mual, pusing, atau tremor halus jari tangan. Kadang-kadang:
gelisah, iritabel dan otot lemah. Dosisnya Dewasa 20-30 mg/hr, dalam dosis
terbagi.
Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen adalah obat penghilang rasa sakit dan demam
yang paling banyak digunakan. Kepopulerannya terutama disebabkan obat ini
memiliki sedikit efek samping dan lebih ringan di perut, berbeda dengan aspirin
dan ibuprofen yang dapat menyebabkan iritasi lambung.

FOLLOW UP
Tgl S O A P
26/12/1 Nyeri kepala Ku/kes : Chepalgia Injeksi Ranitidin 2x 1
5 bagian kiri di TSS/CM ampul
tambah nyeri TD: 140/80 Injeksi
leher. N: 70x/m rr: Meticobalamin 1x 1

42
Hilang timbul 20x/ menit Injeksi Ketorolac 2x
30
Captopril 25 mg 1x 1
Ondancentron 1x1
prn

27/12/1 Pusing, Ku/kes : Chepalgia Injeksi Cefriaxon 2x 1


5 kenceng2 TSS/CM gram
TD: 130/80 Injeksi Ranitidin 2x 1
N: 70x/m rr: ampul
20x/ menit Injeksi
Meticobalamin 1x 1
Injeksi Ketorolac 2x
30
Clobazam 2x 5 mg
Paracetamol 3x 500
mg

28/12/1 Pusing, Ku/kes : Chepalgia Injeksi Cefriaxon 2x 1


5 kenceng2. TSS/CM cronik gram
demam TD: 130/80 Injeksi Ranitidin 2x 1
N: 70x/m rr: ampul
20x/ menit Injeksi
Meticobalamin 1x 1
Injeksi Ketorolac 2x
30
Clobazam 2x 5 mg
Paracetamol 3x 500
mg
29/12/1 Pusing, Ku/kes : Chepalgia Injeksi Cefriaxon 2x 1
5 kenceng2. TSS/CM kronik gram
demam TD: 130/80 typhosa Injeksi Ranitidin 2x 1

43
N: 70x/m rr: ampul
20x/ menit Injeksi
Meticobalamin 1x 1
Injeksi Ketorolac 2x
30
Clobazam 2x 5 mg
Paracetamol 3x 500
mg
30/12/1 Pusing, Ku/kes : Chepalgia Injeksi Cefriaxon 2x 1
5 kenceng2. TSS/CM kronik gram
demam TD: 130/80 typhosa Injeksi Ranitidin 2x 1
N: 70x/m rr: ampul
20x/ menit Injeksi
Meticobalamin 1x 1
Injeksi Ketorolac 2x
30
Clobazam 2x 5 mg
Paracetamol 3x 500
mg
29/12/1 Pusing, Ku/kes : Chepalgia Injeksi Cefriaxon 2x 1
5 kenceng2. TSS/CM cronik gram
demam TD: 130/80 typhosa Injeksi Ranitidin 2x 1
N: 70x/m rr: ampul
20x/ menit Injeksi
Meticobalamin 1x 1
Injeksi Ketorolac 2x
30
Clobazam 2x 5 mg
Paracetamol 3x 500
mg

44

Anda mungkin juga menyukai