Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan dengan
proteinuria berat, hipoalbuminemia (albumin <2,5g/dL), edema dan
hiperkolesterolemia.1 Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat adalah
2-7 kasus baru per 100.000 anak pertahun pada anak usia dibawah 16 tahun. Di
negara berkembang insidensnya lebih tinggi.2 Di Indonesia diperkirakan 6 kasus
per tahun dari setiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.3 Sindrom nefrotik lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dalam kelompok
usia yang lebih muda, tetapi ketika usia remaja tidak ada lagi perbedaan yang
signifikan antara jenis kelamin.1 Perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.4
Sindrom nefrotik paling sering terjadi pada usia 3 sampai 5 tahun.1
Etiologi sindrom nefrotik dibagi 2 yaitu primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein.4
Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau
pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia.
Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan
diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
peritonitis atau hipovolemia.5
Klasifikasi sindrom nefrotik berdasarkan respon terhadap pengobatan
steroid saat ini lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan
berdasar gambaran patologi anatomi. Klasifikasi SN berdasar respon klinik
meliputi Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS) dan Sindrom Nefrotik
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
:BT
Jenis Kelamin
: Laki-laki
: 11 Maret 2000 / 14
Tempat lahir
: Klinik
BBL
: 3.500 gram
PBL
: Tidak diketahui
Kebangsaan
: Indonesia
Suku Bangsa
: Minahasa
Agama
: Kristen Protestan
tahun 9 bulan
Ayah
Tn. S T
42 tahun
Perkawinan pertama
Sopir
SMA
Alamat
Partus
Oleh
: Bidan
MRS Tanggal
: 19 Desember 2014
Masuk ke ruangan
Tanggal Pemeriksaan
: 19 Desember 2014
Anamnesis
Anamnesis diberikan oleh ibu penderita (alloanamnesis)
Ibu
Ny. D R
36 tahun
Perkawinan pertama
IRT
SMP
Keluhan Utama :
Penderita masuk rumah sakit untuk menjalani terapi CPA
(Cyclophospamide) siklus ketujuh. Bengkak di seluruh tubuh, terutama di
periorbita, wajah dan keduai tungkai tidak ada.
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita tidak mengalami keluhan yang lain. Tidak ada demam, tidak
ada sesak, tidak ada pilek, tidak ada mual maupun muntah, dan tidak ada BAB
cair. BAB dan BAK normal. Intake penderita baik, mau makan dan minum teratur.
Penderita tidak menggigil dan tidak ada kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
tanggal 14 Mei 2013 sampai 15 Juni 2013 dengan diagnosa sindrom nefrotik
Kemudian penderita masuk rumah sakit lagi pada bulan Agustus 2013 dengan
keluhan yang sama dan pada bulan Desember 2013 masuk lagi rumah sakit
Pada bulan Maret 2014 penderita pernah mendapatkan terapi prednison full
1
tablet, furosemid 40 mg 1 x 1 tablet,
2
kalk 3 x 1 tablet.
tahun
Keterangan
Penderita
Sehat
Family Tree
14
9
12
tahun
8 tahun
:(-)
Varicella
:(-)
Pertussis
:(-)
Diare
:(+)
Cacing
:(-)
Batuk/pilek
:(+)
: 4 bulan
: 5 bulan
: 8 bulan
: 9 bulan
: 10 bulan
: 12 bulan
: 3 bulan
: 4 bulan
: 9 bulan
: 9 bulan
: Lahir 2 tahun
PASI
: 2 tahun - sekarang
Bubur susu
: 6 bulan - 7 bulan
Bubur saring
: 7 bulan - 10 bulan
Bubur halus
: 10 bulan - 12 bulan
Nasi lembek
: 12 bulan - 15 bulan
: 15 bulan - sekarang
Riwayat Imunisasi
Imunisasi
BCG
Polio
DPT
Dasar
+
+
+
Ulangan
+
+
+
+
Campak
Hepatitis
+
+
Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Keadaan Sosial-Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
Penderita tinggal di rumah permanen beratap seng, berdinding beton, lantai beton.
Rumah memiliki 2 kamar tidur. Rumah dihuni oleh 5 orang yang terdiri dari 3
orang dewasa, dan 2 orang anak-anak. Kamar mandi dan WC di dalam rumah.
Sumber air minum
: PAM
: PLN
Penanganan sampah
: Dibakar
Pemeriksaan Fisik
Tanggal 19 Desember 2014
Keadaan umum
: tampak sakit
Kesadaran
: compos mentis
Berat badan
: 37,3 kg
Tinggi badan
: 141,5 cm
BSA
: 1,21 m2
Umur
: 14 tahun 9 bulan
Status Gizi
Vital Sign
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genitalia
Anggota gerak
Tulang belulang
: deformitas (-)
Otot
Refleks
Kuning muda
Jernih
3-4/lpk
0-1 / lpb
1-2 / lpb
1.01
6,5
++++ (500 mg/dL)
Normal
Normal
-
Hematologi
MCH
27,9 pg
MCHC
32,2 g/dl
MCV
83,9 fl
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
6700 / mm3
4,59 x 106/ mm3
12,8 g/dL
Hematokrit
Trombosit
Kimia Klinik
HDL
38,5 %
464.000 / mm3
LDL
188 mg/ dL
Trigliserida
139 mg/ dL
Kolesterol total
Protein total
Creatinin darah
Ureum darah
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
259 mg/ dL
6,4 g/ Dl
0,4 mg/dL
18 mg/dL
6,4 g/ dL
g/Dl
16 U/L
12 U/L
43 mg/ dL
RESUME MASUK
, 14
tahun 9 bulan, BB : 37,3 kg, TB : 141,5 cm, masuk rumah sakit pada
TD :
N : 84 x/m
Kepala
100/60 mmHg
R : 24 /m
Sb : 36,5 C
THT
Leher
Thorax
: bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
10
Follow Up
Tanggal 20 Desember 2014
S
N: 88 x/menit
R: 24 x/menit
BB : 37 kg
Kepala
S: 36,6 C
LP : 78 cm
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) pernafasan cuping
hidung (-), edema palpebra (-), moon face (-)
Thorax
Simvastatin 10 mg 1 x 1 tab
Diet protein 1,5 gr/kgBB/hari
Diet garam 1 gr/hari
Urin bakar, timbang berat badan, ukur lingkar perut, dan balance cairan
serta hitung diuresis tiap 24 jam
Jam 09.00 09.30
: Mesna 280 mg dalam 100 ml NaCl 0,45%
selama 30 menit
Injeksi Deksametason 4 mg iv
Injeksi Diazepam 5 mg iv
Ondansentron 8 mg 1 x 1 tab
Pro : UL
N: 80 x/menit
R: 28 x/menit
BB : 37 kg
Kepala
S: 36,1 C
LP : 75 cm
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) pernafasan cuping
hidung (-), edema palpebra (-), moon face (-)
Thorax
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
: - Captopril 3 x 12,5 mg
-
Simvastatin 10 mg 1 x 1 tab
Prednison 4-3-3 alternating dose
Pro : UL, rawat jalan
Follow Up Cairan
Tanggal
20/12/201
4
21/12/201
4
22/12/201
4
Output (ml)
Balance
(ml)
Diuresis
(ml/kgBB/jam
)
788
400
770
600
930
400
760
335
715
860
410
795
+28
+65
+55
-260
+520
-395
7,17
0,9
2,68
3,64
1,3
3,3
02.00
04.30
500
350
425
-
+75
-
1,38
-
06.00
3550
Jam
(WITA)
Input (ml)
01.00
06.00
10.00
14.00
18.00
22.00
HASIL LABORATORIUM
Warna
Kekeruhan
Epitel
Silinder
Eritrosit
Leukosit
Kristal
Bakteri
Berat jenis
Ph
Leukosit
Nitrit
Urinalisis
20/12/2014
Kuning muda
Jernih
3-4/lpk
0-1 / lpb
1-2 / lpb
1,01
7
13
22/12/2014
Kuning muda
Jernih
Positif
0-2 / lpb
0-2 / lpb
1,005
7
-
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah/eri
Urin Bakar
Tanggal
20/12/2014
21/12/2014
22/12/2014
++ (150 mg/dL)
Normal
Normal
-
+ (25 mg/dL)
Normal
Normal
-
Protein
+4
+2
-
PEMBAHASAN
Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadangkadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila
disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau
hipovolemia. Infeksi saluran napas atas atau eksantema virus akan memperberat
episode awal atau relaps selanjutnya. Riwayat atopi terdapat pada 30-60% kasus.
Anamnesis riwayat keluarga menunjukkan bahwa 1-3% pasien mempunyai
saudara yang juga menderita sindrom nefrotik.6
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Berat badan kering akan membantu
pemantauan penurunan sembab pada relaps berikutnya. Pemeriksaan denyut
jantung dan capillary filling time bermanfaat untuk mengevaluasi status volume
intravaskular.7 Pada pemeriksaan penunjang biasanya didapatkan proteinuria masif
(>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstik 2+), hipoalbuminemia <2,5 g/dL, dan
hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.5
Pada kasus ini, gejala edema pada seluruh tubuh, terutama pada palpebra
atau periorbita, wajah, dan kedua tungkai memang ditemukan lagi. Pasien
memiliki riwayat bengkak di seluruh tubuh sejak 1 tahun 7 bulan sebelum masuk
rumah sakit (Mei 2013). Edema tergantung gaya gravitasi, berlokasi pada
14
ekstremitas bawah saat posisi tegak dan berlokasi pada bagian dorsal tubuh saat
posisi berbaring. Edema ini teraba lembut dan meninggalkan bekas tekanan jari
atau pakaian.8
Batasan-batasan pada sindrom nefrotik antara lain, remisi, relaps, relaps
jarang, relaps sering, dependen steroid, resisten steroid, dan sensitif steroid.
Sindrom nefrotik dependen steroid adalah sindrom nefrotik yang mengalami
relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan.7
Pada kasus ini, pasien telah di diagnosis dengan sindrom nefrotik
dependen steroid sejak tanggal 17 Juni 2014. Hal ini menandakan telah terjadi
relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan. Hasil laboratorium saat masuk rumah sakit
tanggal 19 Desember didapatkan protein +4 (500 mg/dL), LDL 188 mg/ dL
kolesterol total 259 mg/ dL.
Kelainan utama pada sindrom nefrotik adalah hilangnya protein melalui
urin yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus.
Glomerulus diketahui memiliki muatan negatif akibat adanya residu asam sialat
pada epitel maupun endotel serta proteoglikan heparan sulfat pada membrana
basalis. Pada SN, muatan negatif tersebut sangat berkurang atau hilang sehingga
charge barrier yang menahan protein yang bermuatan negatif menjadi tidak ada.
Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolesterol, trigliserida, dan
lipoprotein, menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya aktivitas
lipase lipoprotein, yang secara normal mengubah very-low-density lipoproteins
(VLDLs) menjadi low-density lipoproteins (LDLs); dan menurunnya aktivitas
reseptor LDL dan meningkatnya kehilangan HDL dalam urin.8
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di
rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi orang tua. Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal,
kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau
prednisolon.5 Prednison merupakan pengobatan SN idiopatik pertama sesuai
anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children. Pemberian
15
Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
16
17
0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping
CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,
azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh
karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin,
leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL,
hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL, obat dihentikan sementara
dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL,
trombosit >100.000/uL.5
Pada kasus ini juga terdapat pemberian hiperhidrasi dengan Nacl dan
natrium bikarbonat, mesna, deksametason, diazepam, dan ondansentron. Mesna
diberikan dengan maksud untuk mencegah efek samping CPA setelah pemberian
dengan dosis tinggi dan jangka panjang, yaitu hemmorrgahe cystitis. Pemberian
mesna dan hidrasi yang kuat untuk memelihara output urin pada 100 mL/jam
secara umum di rekomendasikan untuk mengurangi urotoxocitas. Pemberian
ondansentron, deksametason, diazepam merupakan protokol yang bertujuan untuk
menekan mual dan muntah (antiemetik) karena sitostatika misalnya CPA.11
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor
blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja
kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan
tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga
mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth
factor (TGF)-1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya
merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis. 12
Dalam kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB
memberikan hasil penurunan proteinuria lebih banyak.13
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS
dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB,
bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa
digunakan adalah:
-
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong W, Prestidge C. Nephrotic syndrome in childhood. Starship Childrens
Health Clinical Guideline. April 2013.
2. Lennon R, Watson L, Webb NJA. Nephotic syndrome in children. Paediatrics
and Child Health. 2010;20(1):36-42.
3. Rosita IR. Perbedaan kualitas hidup anak dengan sindrom nefrotik resisten
steroiddan sindrom nefrotik relaps [skripsi]. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2011.
4. Wirya IW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editor. Buku ajar nefrologi anak. Edisi kedua. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2010; h.383-426.
5. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus tata laksana
sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi
Nefrologi Ikatan dokter Indonesia; 2012. h.1-22.
6. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. In:
Chiu MC, Yap HK, editors. Practical paediatric nephrology an update of
current practices. Hong Kong: Medcom Limited; 2005. p.109-15.
7. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, Hidayati EL, Sekarwana N, dkk editor. Konpendium
nefrologi anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan dokter
Indonesia; 2011.h.72-91.
8. Rachmadi D. Sindrom nefrotik resisten steroid. Pendidikan Ilmu Kesehatan
Anak Berkelanjutan (PIKAB).Bandung.Oktober, 2009.
9. Baskoro AG. Kadar kolesterol darah anak penderita sindrom nefrotik sensitif
steroid sebelum dan sesudah terapi prednison dosis penuh [skripsi].
Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.
20
10. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus tata laksana
sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi
Nefrologi Ikatan dokter Indonesia; 2008. h.1-18.
11. Stone JH. General principles of the use of cyclophosphamide in rheumatic
and renal disease. August 27, 2014.
12. Pudjiastuti P. Kadar transforming growth factor (TGF)-1 urin pada berbagai
keadaan proteinuria dan efek penambahan losartan dan lisinopril terhadap
kadar TGF-1 urin pada anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid: suatu
uji klinis acak terkontrol [disertasi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 28 Nopember 2007.
13. Juarez GF, Luno J, Barrio V, Vinuesa SG, Praga M, Goicoechea M,
Cachofeiro V, Nieto J, et al. Effect of dual blockade of the renin-angiotensin
system on the progression of type 2 diabetic nephropathy: a randomized trial.
Am J Kidney Dis. 2013;61(2):211-18.
14. Presscot WA, Streetman DA, Streetman DS. The potential role of HMG-CoA
reductase inhibitors in pediatric nephrotic syndrome. An Pharmacother
2008;38:2105-14.
15. Siburian A. Analisis praktik klinik keperawatan anak kesehatan masyarakat
pada pasien sindrom nefrotik di lantai 3 selatan RSUP Fatmawati. [skripsi].
Jakarta: Universitas Indonesia; 2013.
21
Lampiran
22