Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan dengan
proteinuria berat, hipoalbuminemia (albumin <2,5g/dL), edema dan
hiperkolesterolemia.1 Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat adalah
2-7 kasus baru per 100.000 anak pertahun pada anak usia dibawah 16 tahun. Di
negara berkembang insidensnya lebih tinggi.2 Di Indonesia diperkirakan 6 kasus
per tahun dari setiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.3 Sindrom nefrotik lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dalam kelompok
usia yang lebih muda, tetapi ketika usia remaja tidak ada lagi perbedaan yang
signifikan antara jenis kelamin.1 Perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.4
Sindrom nefrotik paling sering terjadi pada usia 3 sampai 5 tahun.1
Etiologi sindrom nefrotik dibagi 2 yaitu primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein.4
Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau
pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia.
Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan
diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
peritonitis atau hipovolemia.5
Klasifikasi sindrom nefrotik berdasarkan respon terhadap pengobatan
steroid saat ini lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan
berdasar gambaran patologi anatomi. Klasifikasi SN berdasar respon klinik
meliputi Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS) dan Sindrom Nefrotik

Resisten Steroid (SNRS).3 Batasan-batasan lainnya berupa sindrom nefrotik


remisi, relaps jarang, relaps sering, dan dependen steroid.1
Sindrom nefrotik dependen steroid adalah sindrom nefrotik yang
mengalami relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating)
atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan.1 Terdapat 4 opsi pengobatan
sindrom nefrotik dependen steroid, yaitu pemberian steroid jangka panjang,
pemberian levamisol, pengobatan dengan sitostatik, dan pengobatan dengan
siklosporin atau mikofenolat mofetil.5
Berikut ini akan dibahas laporan kasus tentang sindrom nefrotik
dependen steroid pada seorang anak yang dirawat di ruang Irina E, RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

:BT

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal lahir / Umur

: 11 Maret 2000 / 14

Tempat lahir

: Klinik

BBL

: 3.500 gram

PBL

: Tidak diketahui

Kebangsaan

: Indonesia

Suku Bangsa

: Minahasa

Agama

: Kristen Protestan

tahun 9 bulan

Identitas Orang Tua


Nama orang tua
Umur orang tua
Status perkawinan
Pekerjaan
Pendidikan

Ayah
Tn. S T
42 tahun
Perkawinan pertama
Sopir
SMA

Alamat

: Rumoong atas II, Minahasa Selatan

Partus

: Spontan letak belakang kepala

Oleh

: Bidan

MRS Tanggal

: 19 Desember 2014

Masuk ke ruangan

: Irina E atas kamar 3

Tanggal Pemeriksaan

: 19 Desember 2014

Anamnesis
Anamnesis diberikan oleh ibu penderita (alloanamnesis)

Ibu
Ny. D R
36 tahun
Perkawinan pertama
IRT
SMP

Keluhan Utama :
Penderita masuk rumah sakit untuk menjalani terapi CPA
(Cyclophospamide) siklus ketujuh. Bengkak di seluruh tubuh, terutama di
periorbita, wajah dan keduai tungkai tidak ada.
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita tidak mengalami keluhan yang lain. Tidak ada demam, tidak
ada sesak, tidak ada pilek, tidak ada mual maupun muntah, dan tidak ada BAB
cair. BAB dan BAK normal. Intake penderita baik, mau makan dan minum teratur.
Penderita tidak menggigil dan tidak ada kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-

Pasien mengalami bengkak di seluruh tubuh sejak 1 tahun 7 bulan sebelum

masuk rumah sakit (Mei 2013).


Penderita pertama masuk rumah sakit pada bulan Mei 2013 di RS Bethesda
dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh dan dirawat selama 3 minggu dari

tanggal 14 Mei 2013 sampai 15 Juni 2013 dengan diagnosa sindrom nefrotik
Kemudian penderita masuk rumah sakit lagi pada bulan Agustus 2013 dengan

keluhan yang sama dan pada bulan Desember 2013 masuk lagi rumah sakit
Pada bulan Maret 2014 penderita pernah mendapatkan terapi prednison full

dose 5-9-5 selama 1 bulan.


Pada tanggal 13 Juni 2014 penderita masuk RS Prof Kandou dengan keluhan
bengkak pada wajah dan ingin kontrol pengobatan sindrom nefrotik.
Penderita di rawat selama 12 hari, dan pada perawatan hari kelima sudah di
diagnosis dengan sindrom nefrotik dependen steroid. Pasien juga sudah mulai

menjalani terapi CPA (Cyclophospamide) siklus pertama.


Pada tanggal 17 Juli 2014 penderita masuk RS Prof Kandou lagi untuk

menjalani terapi CPA siklus kedua. Penderita dirawat selama 11 hari.


Pada tanggal 18 Agustus 2014 penderita masuk RS Prof Kandou untuk
menjalani terapi CPA siklus ketiga. Pasien mengalami bengkak di seluruh
tubuh lagi dan dirawat selama 18 hari. Penderita mendapatkan terapi obat
berupa, prednison 4-4-3 tablet (selang seling minum setiap 2 hari), captopril
3 x 25 mg, simvastatin 10 mg 1 x

1
tablet, furosemid 40 mg 1 x 1 tablet,
2

kalk 3 x 1 tablet.

Pada tanggal 29 September 2014 penderita masuk RS Prof Kandou untuk


menjalani terapi CPA siklus keempat dan keluhan bengkak di seluruh tubuh

timbul lagi. Penderita dirawat selama 6 hari.


Pada tanggal 17 Oktober 2014 penderita masuk RS Prof Kandou untuk
menjalani terapi CPA siklus kelima dan datang dengan keluhan bengkak pada

wajah. Penderita dirawat selama 15 hari.


Pada tanggal 24 November 2014 penderita masuk RS Prof Kandou untuk
menjalani terapi CPA siklus keenam dan keluhan bengkak di seluruh tubuh
tidak ada. Penderita dirawat selama 5 hari.
Pasien merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudara kandung
Umur
9
14
12
8 tahun

tahun

Keterangan
Penderita
Sehat

Family Tree

14

9
12

tahun

8 tahun

Riwayat Antenatal dan Persalinan


Selama hamil ibu penderita melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur (1
kali setiap bulan) Puskesmas Rumoong. Ibu mendapat imunusasi TT 2 kali dan
minum tablet besi. Selama hamil ibu sehat, dan ibu tidak pernah menderita
penyakit apa pun. Penderita lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3.500
gram di klinik bersalin, ditolong oleh bidan, lahir secara spontan letak belakang
kepala dan langsung menangis kuat.

Penyakit yang pernah dialami


Morbili

:(-)

Varicella

:(-)

Pertussis

:(-)

Diare

:(+)

Cacing

:(-)

Batuk/pilek

:(+)

Riwayat Kepandaian / Kemajuan Bayi


Pertama kali membalik

: 4 bulan

Pertama kali tengkurap

: 5 bulan

Pertama kali duduk

: 8 bulan

Pertama kali merangkak

: 9 bulan

Pertama kali berdiri

: 10 bulan

Pertama kali berjalan

: 12 bulan

Pertama kali tertawa

: 3 bulan

Pertama kali berceloteh

: 4 bulan

Pertama kali memanggil mama

: 9 bulan

Pertama kali memanggil papa

: 9 bulan

Riwayat Pemberian Makanan


ASI

: Lahir 2 tahun

PASI

: 2 tahun - sekarang

Bubur susu

: 6 bulan - 7 bulan

Bubur saring

: 7 bulan - 10 bulan

Bubur halus

: 10 bulan - 12 bulan

Nasi lembek

: 12 bulan - 15 bulan

Nasi dan lauk pauk

: 15 bulan - sekarang

Riwayat Imunisasi
Imunisasi
BCG
Polio
DPT

Dasar
+
+
+

Ulangan
+
+

+
+

Campak
Hepatitis

+
+

Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Keadaan Sosial-Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
Penderita tinggal di rumah permanen beratap seng, berdinding beton, lantai beton.
Rumah memiliki 2 kamar tidur. Rumah dihuni oleh 5 orang yang terdiri dari 3
orang dewasa, dan 2 orang anak-anak. Kamar mandi dan WC di dalam rumah.
Sumber air minum

: PAM

Sumber penerangan listrik

: PLN

Penanganan sampah

: Dibakar

Pemeriksaan Fisik
Tanggal 19 Desember 2014
Keadaan umum

: tampak sakit

Kesadaran

: compos mentis

Berat badan

: 37,3 kg

Tinggi badan

: 141,5 cm

BSA

: 1,21 m2

Umur

: 14 tahun 9 bulan

Status Gizi

: menurut CDC 2000 : gizi baik


BB/U : 37,3/55 x 100% = 67,81%
TB/U : 141,5/168,5 x 100% = 83,97%
BB/TB : 37,3/34 x 100% = 109,7 %

Vital Sign

: tensi 100/60 mmHg, nadi 84 kali/menit (reguler, isi


cukup), respirasi 24 kali/menit, abdominothorakal, suhu
badan 36,5 C (aksila)

Kulit

: warna sawo matang, jaringan parut (-), pigmentasi (-),


parut BCG (+), lapisan lemak cukup, turgor kulit kembali
cepat, edema (-), ikterik (-), pucat (-)

Kepala dan leher


7

Kepala

: mesosefal, ubun-ubun besar menutup, rambut hitam tidak


jarang, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks


kornea kesan normal, refleks cahaya normal, lensa jernih,
gerakan normal ke segala arah, tekanan bola mata kesan
normal pada palpasi, pupil bulat isokor dengan diameter 3
mm 3 mm, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-),
nistagmus (-/-)

Telinga

: bentuk normal, sekret (-)

Hidung

: bentuk normal, sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)

Mulut

: Bibir tidak sianosis, mukosa basah, beslag (-), karies gigi


(-), perdarahan gusi (-), bau pernapasan foetor (-)

Tenggorokan

: tonsil T1 T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis (-)

Leher

: trakea letak di tengah, pembesaran KGB tidak ada, kaku


kuduk (-)

Thorax

: bentuk simetris kanan = kiri, tidak tampak deformitas,


ruang intercostal tidak melebar, retraksi (-)

Paru-paru
Inspeksi

: pergerakan nafas simetris kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi

: sela iga tidak melebar, pergerakan dada tidak ada yang


tertinggal, vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor dikedua lapangan paru

Auskultasi

: suara pernafasan bronkovesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis teraba di linea midklavikularis kiri pada ruang


sela iga V

Perkusi

: batas kiri pada linea midklavikularis sinistra, batas kanan


pada linea parasternalis dekstra, batas atas setinggi sela iga
II-III

Auskultasi

: frekuensi detak jantung 84 kali/menit, reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: cembung, mengikuti gerakan nafas, venektasi (-)


8

Palpasi

: cembung, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak


teraba

Perkusi

: pekak berpindah (-)

Auskultasi

: bising usus dalam batas normal

Genitalia

: laki-laki, edema skrotum (-)

Anggota gerak

: akral hangat, deformitas (-),pitting edema (-), CRT 2,

Tulang belulang

: deformitas (-)

Otot

: atrofi otot (-), tonus otot baik

Refleks

: refleks fisiologis normal, refleks patologis (-/-), klonus (-),


spastis (-)

Pemeriksaan laboratorium (19 Desember 2014)


Urinalisis
Warna
Kekeruhan
Epitel
Silinder
Eritrosit
Leukosit
Kristal
Bakteri
Berat jenis
Ph
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah/eri

Kuning muda
Jernih
3-4/lpk
0-1 / lpb
1-2 / lpb
1.01
6,5
++++ (500 mg/dL)
Normal
Normal
-

Hematologi
MCH

27,9 pg

MCHC

32,2 g/dl

MCV

83,9 fl

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin

6700 / mm3
4,59 x 106/ mm3
12,8 g/dL

Hematokrit
Trombosit
Kimia Klinik
HDL

38,5 %
464.000 / mm3

LDL

188 mg/ dL

Trigliserida

139 mg/ dL

Kolesterol total
Protein total
Creatinin darah
Ureum darah
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT

259 mg/ dL
6,4 g/ Dl
0,4 mg/dL
18 mg/dL
6,4 g/ dL
g/Dl
16 U/L
12 U/L

43 mg/ dL

RESUME MASUK
, 14

tahun 9 bulan, BB : 37,3 kg, TB : 141,5 cm, masuk rumah sakit pada

tanggal 19 Desember 2014 jam 11.00 WITA


Keluhan : Bengkak di seluruh tubuh tidak ada. Masuk rumah sakit untuk
menjalani terapi CPA (Cyclophospamide) siklus ketujuh
KU : tampak sakit

Kes : compos mentis

TD :

N : 84 x/m

Kepala

100/60 mmHg

R : 24 /m

Sb : 36,5 C

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),edema palpebra (-),


moon face (-), pernafasan cuping hidung (-),

THT

: Tonsil : T1/T1 hiperemis -/faring : hiperemis (-)

Leher

: pembesaran KGB (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)


Cor

: bising (-)

Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
10

Extremitas : akral hangat, CRT 2 , pitting edema (-)


Diagnosa kerja : Sindrom Nefrotik Dependen Steroid
Penatalaksanaan
- Simvastatin 10 mg 1 x 1 tab
- Captopril 3 x 12,5 mg
- Urin bakar, timbang berat badan, ukur lingkar perut, dan balance cairan serta
hitung diuresis tiap 24 jam
- Rencana pemberian CPA :
Hiperhidrasi 2500 ml/m2/24 jam = 3325 ml/24 jam dalam bentuk IVFD NaCl
0,45% in D5% + 20 mEq NaBic/Kolf = 138-139 ml/jam = 46-47 gtt/menit .
Selama hiperhidrasi BD/4 jam, bila BD 100 ml injeksi Furosemid 20 mg iv
Mesna 110 mg in NaCl 0,9% 100 ml selama 30 menit
Injeksi Deksametason 4 mg iv
Injeksi Diazepam 5 mg iv
Ondansentron 8 mg 1 x 1 tab
CPA 700 mg + Mesna 280 mg dalam 500 ml NaCl 0,45%
- Pro : DL, UL, jika masih proteinuria lanjutkan prednison

Follow Up
Tanggal 20 Desember 2014
S

: demam (-), bengkak (-), intake (+)

: keadaan umum: tampak sakit

kesadaran: compos mentis

Vital sign : T: 100/60 mmHg

N: 88 x/menit

R: 24 x/menit
BB : 37 kg
Kepala

S: 36,6 C

LP : 78 cm
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) pernafasan cuping
hidung (-), edema palpebra (-), moon face (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)


Cor: bising (-), Gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal


Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Turgor kulit kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, Capillary Refill Time 2, pitting edema (-)
A

: Sindrom Nefrotik Dependen Steroid


11

: - Captopril 3 x 12,5 tab


-

Simvastatin 10 mg 1 x 1 tab
Diet protein 1,5 gr/kgBB/hari
Diet garam 1 gr/hari
Urin bakar, timbang berat badan, ukur lingkar perut, dan balance cairan
serta hitung diuresis tiap 24 jam
Jam 09.00 09.30
: Mesna 280 mg dalam 100 ml NaCl 0,45%
selama 30 menit
Injeksi Deksametason 4 mg iv
Injeksi Diazepam 5 mg iv
Ondansentron 8 mg 1 x 1 tab

Jam 09.30 13.30

Jam 13.30 01.30

: CPA 700 mg + Mesna 280 mg dalam 500


ml NaCl 0,45%
: Hiperhidrasi selama 12 jam dalam bentuk
IVFD NaCl 0,45% in D5% + 20 mEq
NaBic/Kolf. Selama hiperhidrasi BD/4 jam,
bila BD 100 ml injeksi Furosemid 20 mg
iv. Jam 18.00 WITA diberikan injeksi
Furosemid 20 mg iv karena didapatkan
balans cairan +520 ml

Pro : UL

Tanggal 22 Desember 2014


S

: demam (-), bengkak (-), sesak (-)

: keadaan umum: tampak sakit

kesadaran: compos mentis

Vital sign : T: 100/70 mmHg

N: 80 x/menit

R: 28 x/menit
BB : 37 kg
Kepala

S: 36,1 C

LP : 75 cm
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) pernafasan cuping
hidung (-), edema palpebra (-), moon face (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)


Cor: bising (-), Gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal


Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Turgor kulit kembali cepat


12

Ekstremitas : akral hangat, Capillary Refill Time 2, pitting edema (-)


A

: Sindrom Nefrotik Dependen Steroid

: - Captopril 3 x 12,5 mg
-

Simvastatin 10 mg 1 x 1 tab
Prednison 4-3-3 alternating dose
Pro : UL, rawat jalan

Follow Up Cairan
Tanggal
20/12/201
4

21/12/201
4
22/12/201
4

Output (ml)

Balance
(ml)

Diuresis
(ml/kgBB/jam
)

788
400
770
600
930
400

760
335
715
860
410
795

+28
+65
+55
-260
+520
-395

7,17
0,9
2,68
3,64
1,3
3,3

02.00
04.30

500
350

425
-

+75
-

1,38
-

06.00

3550

Jam
(WITA)

Input (ml)

01.00
06.00
10.00
14.00
18.00
22.00

HASIL LABORATORIUM

Warna
Kekeruhan
Epitel
Silinder
Eritrosit
Leukosit
Kristal
Bakteri
Berat jenis
Ph
Leukosit
Nitrit

Urinalisis
20/12/2014
Kuning muda
Jernih
3-4/lpk
0-1 / lpb
1-2 / lpb
1,01
7
13

22/12/2014
Kuning muda
Jernih
Positif
0-2 / lpb
0-2 / lpb
1,005
7
-

Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah/eri
Urin Bakar
Tanggal
20/12/2014
21/12/2014
22/12/2014

++ (150 mg/dL)
Normal
Normal
-

+ (25 mg/dL)
Normal
Normal
-

Protein
+4
+2
-

PEMBAHASAN
Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadangkadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila
disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau
hipovolemia. Infeksi saluran napas atas atau eksantema virus akan memperberat
episode awal atau relaps selanjutnya. Riwayat atopi terdapat pada 30-60% kasus.
Anamnesis riwayat keluarga menunjukkan bahwa 1-3% pasien mempunyai
saudara yang juga menderita sindrom nefrotik.6
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Berat badan kering akan membantu
pemantauan penurunan sembab pada relaps berikutnya. Pemeriksaan denyut
jantung dan capillary filling time bermanfaat untuk mengevaluasi status volume
intravaskular.7 Pada pemeriksaan penunjang biasanya didapatkan proteinuria masif
(>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstik 2+), hipoalbuminemia <2,5 g/dL, dan
hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.5
Pada kasus ini, gejala edema pada seluruh tubuh, terutama pada palpebra
atau periorbita, wajah, dan kedua tungkai memang ditemukan lagi. Pasien
memiliki riwayat bengkak di seluruh tubuh sejak 1 tahun 7 bulan sebelum masuk
rumah sakit (Mei 2013). Edema tergantung gaya gravitasi, berlokasi pada

14

ekstremitas bawah saat posisi tegak dan berlokasi pada bagian dorsal tubuh saat
posisi berbaring. Edema ini teraba lembut dan meninggalkan bekas tekanan jari
atau pakaian.8
Batasan-batasan pada sindrom nefrotik antara lain, remisi, relaps, relaps
jarang, relaps sering, dependen steroid, resisten steroid, dan sensitif steroid.
Sindrom nefrotik dependen steroid adalah sindrom nefrotik yang mengalami
relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan.7
Pada kasus ini, pasien telah di diagnosis dengan sindrom nefrotik
dependen steroid sejak tanggal 17 Juni 2014. Hal ini menandakan telah terjadi
relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan. Hasil laboratorium saat masuk rumah sakit
tanggal 19 Desember didapatkan protein +4 (500 mg/dL), LDL 188 mg/ dL
kolesterol total 259 mg/ dL.
Kelainan utama pada sindrom nefrotik adalah hilangnya protein melalui
urin yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus.
Glomerulus diketahui memiliki muatan negatif akibat adanya residu asam sialat
pada epitel maupun endotel serta proteoglikan heparan sulfat pada membrana
basalis. Pada SN, muatan negatif tersebut sangat berkurang atau hilang sehingga
charge barrier yang menahan protein yang bermuatan negatif menjadi tidak ada.
Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolesterol, trigliserida, dan
lipoprotein, menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya aktivitas
lipase lipoprotein, yang secara normal mengubah very-low-density lipoproteins
(VLDLs) menjadi low-density lipoproteins (LDLs); dan menurunnya aktivitas
reseptor LDL dan meningkatnya kehilangan HDL dalam urin.8
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di
rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi orang tua. Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal,
kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau
prednisolon.5 Prednison merupakan pengobatan SN idiopatik pertama sesuai
anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children. Pemberian

15

prednison pada pasien sindrom nefrotik anak terbukti menurunkan tingkat


kematian penderita sindrom nefrotik hingga 35%. Hal ini disebabkan, prednison
mampu menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi serius.9
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
berikut:
-

Pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Pengukuran tekanan darah.

Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.

Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap


infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis. INH


selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan
obat antituberkulosis (OAT).5
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap

kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan


sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis
glomerulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari. Diet rendah protein
akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan
anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita
edema.7
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3
mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu
dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium).5
Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan
antibiotik profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai
edema berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis,
tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi

16

segera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis amoksisilin,


eritromisin, atau sefaleksin.10
Pada kasus ini penderita sudah pernah mendapatkan terapi prednison full
dose 5-9-5 selama 1 bulan pada Maret 2014. Penderita juga mendapatkan terapi
furosemid pada saat perawatan hari kedua (20 Desember 2014) karena balans
cairan 100 ml (+520 ml). Penderita juga mendapatkan terapi diet protein 1,5
g/kgBB/hari dan diet garam 1 gr/hari.
Terdapat 4 opsi pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid, yaitu
pemberian steroid jangka panjang, pemberian levamisol, pengobatan dengan
sitostatik, pengobatan dengan siklosporin atau mikofenolat mofetil. Selain itu,
perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang telinga
tengah, atau kecacingan.5
Pada kasus ini pilihan untuk pengobatan sindrom nefrotik dependen
steroid, yaitu dengan pemberian steroid jangka panjang dan pengobatan dengan
sitostatika CPA (Cyclophospamide) intravena atau puls. Penderita sedang
menjalani terapi CPA siklus ketujuh.
Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4
minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750
mg/m2 LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan dan
prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12
minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama
1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2
bulan).5,7
Opsi lain yaitu, prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi
(maksimal 4 minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3
mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan prednison alternating (AD) 40
mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan
dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama
1 bulan (lama tapering off 2 bulan).5,7
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari
dalam dosis tunggal maupun secara intravena atau puls. CPA puls diberikan
dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL

17

0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping
CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,
azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh
karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin,
leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL,
hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL, obat dihentikan sementara
dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL,
trombosit >100.000/uL.5
Pada kasus ini juga terdapat pemberian hiperhidrasi dengan Nacl dan
natrium bikarbonat, mesna, deksametason, diazepam, dan ondansentron. Mesna
diberikan dengan maksud untuk mencegah efek samping CPA setelah pemberian
dengan dosis tinggi dan jangka panjang, yaitu hemmorrgahe cystitis. Pemberian
mesna dan hidrasi yang kuat untuk memelihara output urin pada 100 mL/jam
secara umum di rekomendasikan untuk mengurangi urotoxocitas. Pemberian
ondansentron, deksametason, diazepam merupakan protokol yang bertujuan untuk
menekan mual dan muntah (antiemetik) karena sitostatika misalnya CPA.11
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor
blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja
kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan
tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga
mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth
factor (TGF)-1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya
merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis. 12
Dalam kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB
memberikan hasil penurunan proteinuria lebih banyak.13
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS
dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB,
bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa
digunakan adalah:
-

Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5

mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal.


Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.5
18

Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan kolesterol LDL, VLDL,


trigliserida dan lipoprotein bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi
jangka panjang, maka cukup dengan pengurangan diit lemak. Dapat
dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor HMgCoA
reduktase (statin), tetapi manfaat pemberian obat tersebut masih diperdebatkan.14
Pada kasus ini diberikan captopril dengan tujuan untuk mengurangi proteinuria,
sedangkan pemberian simvastatin pada kasus ini bertujuan untuk mengurangi
kadar kolesterol yang meningkat.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari dan responnya terhadap pengobatan.15 Pada hari terakhir perawatan,
penderita tidak ada keluhan lagi. Hasil pemeriksaan urinalisis pun menunjukkan
hasil normal, dimana protenuria mulai berkurang menjadi hanya +1. Pada kasus
ini prognosisnya dubia ad bonam dikarenakan pasien di diagnosis dengan sindrom
nefrotik yang dalam perjalanan penyakitnya masih sensitif terhadap pengobatan
steroid ditandai dengan kondisi pasien sampai pulang mengalami perbaikan.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Wong W, Prestidge C. Nephrotic syndrome in childhood. Starship Childrens
Health Clinical Guideline. April 2013.
2. Lennon R, Watson L, Webb NJA. Nephotic syndrome in children. Paediatrics
and Child Health. 2010;20(1):36-42.
3. Rosita IR. Perbedaan kualitas hidup anak dengan sindrom nefrotik resisten
steroiddan sindrom nefrotik relaps [skripsi]. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2011.
4. Wirya IW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editor. Buku ajar nefrologi anak. Edisi kedua. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2010; h.383-426.
5. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus tata laksana
sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi
Nefrologi Ikatan dokter Indonesia; 2012. h.1-22.
6. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. In:
Chiu MC, Yap HK, editors. Practical paediatric nephrology an update of
current practices. Hong Kong: Medcom Limited; 2005. p.109-15.
7. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, Hidayati EL, Sekarwana N, dkk editor. Konpendium
nefrologi anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan dokter
Indonesia; 2011.h.72-91.
8. Rachmadi D. Sindrom nefrotik resisten steroid. Pendidikan Ilmu Kesehatan
Anak Berkelanjutan (PIKAB).Bandung.Oktober, 2009.
9. Baskoro AG. Kadar kolesterol darah anak penderita sindrom nefrotik sensitif
steroid sebelum dan sesudah terapi prednison dosis penuh [skripsi].
Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.

20

10. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus tata laksana
sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi
Nefrologi Ikatan dokter Indonesia; 2008. h.1-18.
11. Stone JH. General principles of the use of cyclophosphamide in rheumatic
and renal disease. August 27, 2014.
12. Pudjiastuti P. Kadar transforming growth factor (TGF)-1 urin pada berbagai
keadaan proteinuria dan efek penambahan losartan dan lisinopril terhadap
kadar TGF-1 urin pada anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid: suatu
uji klinis acak terkontrol [disertasi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 28 Nopember 2007.
13. Juarez GF, Luno J, Barrio V, Vinuesa SG, Praga M, Goicoechea M,
Cachofeiro V, Nieto J, et al. Effect of dual blockade of the renin-angiotensin
system on the progression of type 2 diabetic nephropathy: a randomized trial.
Am J Kidney Dis. 2013;61(2):211-18.
14. Presscot WA, Streetman DA, Streetman DS. The potential role of HMG-CoA
reductase inhibitors in pediatric nephrotic syndrome. An Pharmacother
2008;38:2105-14.
15. Siburian A. Analisis praktik klinik keperawatan anak kesehatan masyarakat
pada pasien sindrom nefrotik di lantai 3 selatan RSUP Fatmawati. [skripsi].
Jakarta: Universitas Indonesia; 2013.

21

Lampiran

22

Anda mungkin juga menyukai