Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

GASTRITIS KRONIK PADA ANAK


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:
Ulfa Jazilla
1807101030041

Pembimbing:
Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp. A(K)

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah S.W.T karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Gastritis
Kronik pada Anak”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad S.A.W
yang telah membimbing manusia ke zaman beradab yang penuh dengan ilmu
pengetahuan. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani
kepaniteraan klinik senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Unsyiah / RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Laporan kasus ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk
itu dengan sepenuh hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A (K) yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga kepada
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada keluarga, teman-teman, dan seluruh pihak yang telah memberikan
bantuan dan saran yang membangun dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif dari berbagai pihak
agar laporan kasus ini menjadi lebih baik nantinya. Harapan penulis semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada
profesi kedokteran.

Banda Aceh, 10 Juli 2019


Penulis,

Ulfa Jazilla

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................................3


2.1 Identitas Pasien......................................................................................................3
2.2 Identitas Keluarga Pasien......................................................................................3
2.3 Anamnesis.............................................................................................................3
2.4 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................5
2.5 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................11
2.6 Diagnosis Kerja...................................................................................................12
2.7 Penatalaksanaan...................................................................................................12
2.8 Prognosis.............................................................................................................12
2.9 Follow Up Harian Pasien.....................................................................................13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................18


3.1 Definisi..................................................................................................................18
3.2 Epidemiologi.........................................................................................................19
3.3 Etiologi..................................................................................................................20
3.4 Patofisiologi..........................................................................................................23
3.5 Manifestasi Klinis.................................................................................................24
3.6 Diagnosis...............................................................................................................24
3.7 Penatalaksanaan....................................................................................................25

BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................30

BAB V KESIMPULAN.....................................................................................................32

iii
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................33

LAMPIRAN .......................................................................................................................36

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik
penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan
atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua
jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik. (17)
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis ditemukan sel
inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan
perdarahan. Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik bervariasi,
Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial,
gastritis atropi dan gastritis hipertropi. (17)
Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI
angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6%,
dan Aceh memiliki angka kejadian sebesar 31,7%. Penyebab pasti dari penyakit
gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa
meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi dan non infeksi.(28)
Berdasarkan buku panduan praktik klinis bagi dokter pelayanan primer tahun
2014 yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan IDI, kasus gastritis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada
perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual,
muntah dan kembung. Faktor Risiko pola makan yang tidak baik yaitu waktu makan
terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan yang besar, sering minum kopi dan teh,
infeksi bakteri atau parasit, pengunaan obat analgetik dan steroid, pasien usia lanjut,
konsumsi alkohol, stress, penyakit lainnya, seperti penyakit refluks empedu, penyakit
autoimun.(14)

1
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun. Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik
tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya
menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain) pada perut
bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan beberapa gigitan.
(11)

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Rahmat Hidayatullah
No CM : 1-20-95-80
Tanggal lahir/umur : 07-07-2005/13 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Lambhuk, Uleekareng, jl Dr. T. Syarif Thaib
Agama : Islam
Tanggal masuk : 29-06-2019 /Ruang Raudhah 2 kamar 6 Bed 4
Tanggal keluar : 05-07-2019
Rawatan ke :2
Diagnosa masuk :- Gastritis Kronis
- Gizi Kurang
2.2. Identitas Keluarga
Nama : Mardiana
Status : Ibu kandung Pasien
Alamat : Lambhuk, Uleekareng, jl Dr. T. Syarif Thaib

2.3 Anamnesis
2.3.1 Keluhan Utama
Muntah.

2.3.2 Keluhan Tambahan


Lemas, nafsu makan berkurang, dan nyeri perut.

3
2.3.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien rujukan dokter spesialis anak dengan diagnosa
gastritis kronis, pasien datang dengan keluhan muntah dengan frekuensi 4 kali sejak
pagi hari saat masuk rumah sakit. Muntah dirasakan setiap kali pasien makan dan
pasien tampak lemas. Pasien juga mengeluhkan berkurangnya nafsu makan dan nyeri
perut.
Pasien mengatakan bahwa pasien hampir setiap hari mengkonsumsi minuman
berenergi setelah berolahraga, dan pasien juga tidak pernah makan pagi seelum
berangkat ke sekolah, pasien lebih memilih membeli jajanan di sekolah ketika jam
istirahat. Keluarga mengatakan bahwa kembuhnya gejala sekarang dikarenkan pasien
tidak sarapan 1 hari SMRS.
2.3.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pertama kali merasakan keluhan nyeri perut dan muntah pada bulan 4
dan dibawa ke IGD oleh keluarga dan di observasi selama 3 jam, lalu gejala kambuh
kedua kalinya pada awal bulan 5 dan pasien berobat jalan ke praktek dokter spesialis
anak. Pada akhir bulan 5 pasien kembali mengeluhkan hal yang sama karena pasien
mengkonsumsi makanan pedas sebeumnya, dan pasen dirawat di Rumah Sakit
pertamedika Banda Aceh seama 3 hari.
2.3.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan, penyakit menular, dan keluhan yang
sama seperti pasien.
2.3.6 Riwayat Pemakaian Obat
Terdapat riwayat pemakaian obat sucralfat saat pasien dirawat di rumah sakit.

2.3.7 Riwayat Kehamilan Ibu


Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang dilahirkan secara
pervaginam. Selama masa kehamilan, ibu melakukan ANC teratur ke puskesmas
disekitar tempat tinggal. Riwayat mengalami demam, keputihan dan penggunaan
obat-obatan selama kehamilan disangkal.

4
2.3.8 Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir secara
pervaginam. Bayi lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gram. Bayi lahir
dengan keadaan langsung menangis dan tidak ditemukan riwayat kebiruan pada bayi.
Pasien tidak memiliki riwayat rawatan di NICU.
2.3.9 Riwayat Imunisasi
0 hari :Hb0
1 bulan :BCG, Polio 1
2 bulan :DPT-HB-HiB 1, Polio 2
3 bulan :DPT-HB-HiB 2, Polio 3
4 bulan :DPT-HB-HiB 3, Polio 4
2.3.10 Riwayat Pemberian Makanan
0 hari – 6 bulan : ASI ekslusif
6 bulan – 12 bulan : ASI + Makanan saring
1 tahun – 2 tahun : ASI + Makanan lunak
2 tahun – Sekarang : Makanan sehat keluarga
2.3.11 Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien merupakan siswa kelas 3 SMP, pasien dapat bergaul dengan teman
sebaya dan dapat mengikuti kegiatan sekolah dengan baik.
2.4 Pemeriksaan Fisik
2.4.1 Vital Sign
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 72 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,5 ℃

5
2.4.2 Data Antropometri
Berat badan lahir : 3000 gram
Berat badan sekarang : 40 kg
Tinggi badan : 168 cm
Lingkar Kepala : 51 cm
Lingkar Lengan Atas : 20,5 cm
Height Age : 14 tahun 6 bulan
Berat Badan Ideal : 54 Kg
2.4.3 Status Gizi
BB/U : 40/49 x 100% = 81 %
TB/U : 168/163 x 100% = 103 %
BB/TB : 40/54 x 100% = 74 %
Status Gizi : Gizi Kurang

Kebutuhan cairan : 1500 + (n x 20)


=1500 + 400
=1900
Kebutuhan Kalori : 41-50 Kkal x BBI
= 41-50 Kkal x 54 kg
= 2214 - 2700 Kkal/hari
Kebutuhan Protein : 1 g x BBI
= 1 x 54 kg
= 54 g/hari

6
Gambar 2.1 Grafik CDC untuk Berat Badan berdasarkan umur anak laki-laki dengan
usia 13 tahun 11 bulan.

Gambar 2.1 Grafik CDC untuk Tinggi Badan Ideal anak laki-laki dengan usia 13
tahun 11 bulan.

7
Gambar 2.2 Grafik CDC untuk Berat Badan Ideal anak laki-laki dengan usia 13 tahun
11 bulan dengan Tinggi Badan 168 cm.

Gambar 2.4 Kurva Lingkar Kepala Nelhaus untuk anak laki-laki dengan umur 13
tahun 11 bulan dengan lingkar kepala 51 cm.

8
2.4.4 Status Generalis
• Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Oedema : Tidak ada

• Kepala dan Leher


Ukuran :Lingkar kepala 51 cm.
Rambut :Hitam, distribusi merata, Tidak mudah dicabut.
Wajah :Dismorfik tidak ada, ikterik tidak ada.
Mata :Mata tidak cekung, konjungtiva palpebra inferior tidak pucat,
sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor (3mm/3mm), kornea dan lensa
jernih, refleks cahaya langsung ada, dan refleks cahaya tidak
langsung ada
Telinga :Normotia, sekret tidak ada, massa tidak ada
Hidung :Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Mulut :Bibir tidak pucat, tidak ada sianosis pada mukosa bibir, bibir
simetris, tidak ada trismus, lidah normoglosia.
Leher :Simetris, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, TVJ tidak meningkat.
Kelenjar Limfe :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

• Thorax
Inspeksi
Statis : simetris, tidak ada retraksi.
Dinamis : simetris, tidak ada retraksi

9
• Paru – Paru
Kanan Kiri
Vesikuler Vesikuler
Auskultasi
Rhonki tidak ada Rhonkhi tidak ada
Wheezing tidak ada Wheezing tidak ada

• Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavikula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, tidak ada bising.

• Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada ikterik, tidak ada distensi
Palpasi : Nyeri tekan pada epigastrium dan hipokondrium kiri
- Lien : Tidak ada pembesaran
- Hepar : Tidak ada pembesaran
Asites : tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (kesan normal)
Genetalia : Tidak dinilai
Anus : Tidak dinilai

• Ekstremitas
Penilaian Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri

Pucat Negatif Negatif Negatif Negatif


Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif
Edema Negatif Negatif Negatif Negatif

10
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi Negatif Negatif Negatif Negatif
2.5 Pemeriksaan Penunjang
 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hari Rawatan ke-1
(29-06-2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hb 13,9 * 14,0 – 17,0 g/dL
Ht 39 * 45-55 %
Eritrosit 4,9 4,7-6,1 10 /mm3
6

Leukosit 12,9 * 4,5-10,5 103/mm3


Trombosit 315 150-450 103/mm3
MCV 80 80-100 fL
MCH 28 27-31 Pg
MCHC 36 32-36 %
RDW 13,3 11,5-14,5 %
MPV 9,9 7,2-11,1 fL
PDW 12,2 fL
Eosinofil 1 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
Neutrofil Batang 0 2-6 %
Neutrofil segmen 79 * 50-70 %
Limfosit 12 20-40 %
Monosit 7 2-8 %
KIMIA KLINIK
Ureum 27 12-43 mg/dl
Kreatinin 0,41 * 0,67-1,17 mg/dl
Natrium 142 132-146 mmol/L
Kalium 4,6 3,7-5,4 mmol/L
Klorida 103 98-106 mmol/L

2.6 Diagnosis Kerja


- Gastritis Kronis
- Gizi kurang

2.7 Penatalaksanaan

11
2.7.1 Terapi Non Medikamentosa
- Diet 2500 kkal + 50 gr protein
- MII 3x sehari + Snack 2x sehari
2.7.2 Terapi Medikamentosa
- Ceftriaxone 1gr/12 jam IV
- Omeprazole 20 mg/12 jam IV
- Ondansetron 2mg/8 jam IV
- Sucralfat 1 Cth/8 jam Po

2.8 Prognosis
Quo et vitam : bonam
Quo et functionam : bonam
Quo et sanactionam : bonam

2.9 Follow Up Harian Pasien


Tanggal Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Instruksi
30 Juni 2019 S/Pasien sakit hari ke-3, - Ceftriaxone 1gr/12
Dokter Gastroentero rawatan hari ke-1. Muntah jam IV
Hepatologi dengan frekuensi 2 kali dalam - Omeprazole 20
sehari dan volume sebanyak mg/12 jam IV
¼ gelas air mineral. Hari ini - Ondansetron 2mg/8
pasien tidak ada muntah dan jam IV

12
demam tidak ada. - Sucralfat 1 Cth/8
O/ Kesadaran : Alert jam Po
Keadaan Umum : Sedang
BB : 40 kg
TD : 120/80 mmHg
HR : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7 ℃
- Mata tidak cekung,
conjungtiva tidak anemis,
pupil isokor, sklera tidak
ikterik.
- Thorax : simetris, retraksi
tidak ada, suara nafas
vesikuler, ronkhi dan
wheezing tidak ada
- Cor : BJ I > BJ II, murmur
tidak ada
- Abdomen : simetris, distensi
tidak ada, peristaltik normal,
nyeri tekan pada daerah
hipokondrium kiri dan
epigastrium.
- Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik
ASS/ - Gastritis Kronis
01 Juli 2019 S/ Muntah tidak ada, serta - Ceftriaxone 1gr/12
Dokter Gastroentero demam tidak ada, nyeri perut jam IV
Hepatologi berkurang, pasien sudah mau - Omeprazole 20
makan. mg/12 jam IV

13
O/ Kesadaran : Alert - Ondansetro 2mg/8
Keadaan Umum : Sedang jam IV
BB : 40 kg - Sucralfat 1 Cth/8
TD : 110/70 mmHg jam Po
HR : 88 x/ menit
RR : 20 x/ menit
T : 36,5 ℃
- Mata tidak cekung,
conjungtiva tidak anemis,
pupil isokor, sklera tidak
ikterik.
- Thorax : simetris, retraksi
tidak ada, suara nafas
vesikuler, ronkhi dan
wheezing tidak ada
- Cor : BJ I > BJ II, murmur
tidak ada
- Abdomen : simetris, distensi
tidak ada, peristaltik normal,
nyeri tekan pada daerah
hipokondrium kiri dan
epigastrium.
- Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik
ASS/- Gastritis Kronis
P/Cek feses dan urin rutin
USG dan Endoskopi
2 Juli 2019 S/ Keluhan muntah pada - Ceftriaxone 1gr/12
Dokter Gastroentero pasien tidak ada, nyeri perut jam IV
Hepatologi berkurang, BAB terkhir 3 hari - Omeprazole 20

14
yang lalu. mg/12 jam IV
O/ Kesadaran : Alert - Ondansetro 2mg/8
Keadaan Umum : Sedang jam IV
BB : 40 kg - Sucralfat 1 Cth/8
TD : 110/70 mmHg jam Po
HR : 85 x/ menit
RR : 24 x/ menit
T : 36,5 ℃
- Mata tidak cekung,
conjungtiva tidak anemis,
pupil isokor, sklera tidak
ikterik.
- Thorax : simetris, retraksi
tidak ada, suara nafas
vesikuler, ronkhi dan
wheezing tidak ada
- Cor : BJ I > BJ II, murmur
tidak ada
- Abdomen : simetris, distensi
tidak ada, peristaltik normal,
nyeri tekan pada daerah
hipokondrium kiri dan
epigastrium.
- Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik
ASS/-Gastritis Kronis
P/ Diet 2000 kkal + 50 gr
protein, MII 3x sehari, snack
2x sehari.
Susul hasil USG

15
3 Juli 2019 S/ Keluhan muntah pada - Ceftriaxone 1gr/12
Dokter Gastroentero pasien tidak ada, pasien jam IV
Hepatologi mampu makan dengan - Omeprazole 20
normal. mg/12 jam IV
O/ Kesadaran : Alert - Ondansetro 2mg/8
Keadaan Umum : Sedang jam IV
BB : 40 kg - Sucralfat 1 Cth/8
TD : 110/70 mmHg jam Po
HR : 85 x/ menit -
RR : 24 x/ menit
T : 36,5 ℃
- Mata tidak cekung,
conjungtiva tidak anemis,
pupil isokor, sklera tidak
ikterik.
- Thorax : simetris, retraksi
tidak ada, suara nafas
vesikuler, ronkhi dan
wheezing tidak ada
- Cor : BJ I > BJ II, murmur
tidak ada
- Abdomen : simetris, distensi
tidak ada, peristaltik normal
- Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik
ASS/- Gastritis Kronis
P/ Berobat jalan

16
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gastritis

2.1.1. Definisi
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik
penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut . Gastritis atau lebih dikenal sebagai
magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis
yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau
peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua
jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (27)
Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung
sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Berdasarkan pemeriksaan
endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan
iregularitas mukosa.(10,36)

2.1.2. Klasifikasi

Klasifikasi gastritis :
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis ditemukan sel
inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan
perdarahan. Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu gastritis stres akut, gastritis
erosif kronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe gastritis akut mempunyai gejala
yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat menyebabkan gastritis kronik. (18,29)

18
2. Gastritis kronik

Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang


bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik bervariasi .
Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel
parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung menjadi tipis dan permukaan
mukosa menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu
gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi. (18,29)
a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan dan
erosi mukosa;
b. Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada
perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia
pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel
chief;
c. Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada mukosa
lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik. (18,29)

2.1.3. Epidemiologi

Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan


negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis
di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu
Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan
persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%, China 31%,
Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,8%. Penelitian dan
pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis
di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan,
lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%,
Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut
disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat . Berdasarkan laporan SP2TP tahun
2012 dengan kelengkapan laporan sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang

19
melaporkan gastritis berada pada urutan kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa
(20,92% kasus). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan kota
Bandarlampung, gastritis merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit terbanyak
pada tahun 2013 maupun tahun 2014.(28,12)
Lanjut usia meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena dinding mukosa
lambung semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah untuk
terinfeksi Helicobacter pylori atau penyakit autoimun daripada usia muda.
Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah
kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri.(11)
Prevalensi gastritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini
berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori psikologis juga disebutkan bahwa
perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi sehingga mudah atau
rentan untuk mengalami stres psikologis. (9)

2.1.4. Etiologi
1. Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat,
alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan
makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung. (21)
Faktor obat-obatan yang menyebabkan gastritis seperti OAINS (Indomestasin,
Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi
(Mitomisin, 5-fluoro-2deoxyuridine), Salisilat dan digitalis bersifat mengiritasi
mukosa lambung . Hal tersebut menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Hal tersebut
terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer (11).
Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol, seperti
whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan mengikis mukosa
pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam
lambung walaupun pada kondisi normal sehingga, dapat menyebabkan perdarahan (17).

20
Penyebab gastritis paling sering yaitu infeksi oleh bakteri H. Pylori, namun
dapat pula diakibatkan oleh bakteri lain seperti H. heilmanii, Streptococci,
Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis dan
Secondary syphilis. Gastritis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti
Sitomegalovirus. Infeksi jamur seperti Candidiasis, Histoplasmosis dan
Phycomycosis juga termasuk penyebab dari gastritis.(1,6)
Gatritis dapat terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting
alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa
lambung sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa.Terjadinya iskemia,
akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan
dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga
integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa
lambung .(20)
Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan makanan,
minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat dan refluks usus-lambung.
Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah termasuk pada saluran pencernaan
sehingga menyebabkan gangguan pada produksi mukus dan fungsi sel epitel lambung
(29,36)

Mekanisme terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres adalah
melalui penurunan produksi mukus pada dinding lambung. Mukus yang diproduksi di
dinding lambung merupakan lapisan pelindung dinding lambung dari faktor yang
dapat merusak dinding lambung antara lain asam lambung, pepsin, asam empedu,
enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori, OAINS, alkohol dan radikal bebas (8)

2. Gastritis kronik

21
Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada dua
predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi
dan non infeksi (21)
a. Gastritis infeksi
Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori merupakan
penyebab utama dari gastritis kronik. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada
masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Saat ini Infeksi Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya
gastritis. Infeksi lain yang dapat menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter
heilmannii, Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit dan infeksi virus. (1,29)
b. Gastritis non-infeksi
1) Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan
peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,menghancurkan
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu produksi faktor intrinsik
yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12. Kekurangan
vitamin B-12 akhirnya dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah kondisi serius
yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmue
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua .(11)

2) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu


kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin. (20)

3) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan


ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi
obat-obatan (20)

4) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai


penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan
kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa
anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma

22
cell granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang
berhubungan dengan kanker lambung (17)

5) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri


radiasi pada lambung (25)

2.1.5 Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat
jinak dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.
Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat
ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif) pada
mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan
kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin,
asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang bersifat gram-
negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas. Sedangkan sistem pertahanan atau faktor
defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial,
epitelial, dan subepitelial (26)
Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan
mucus bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai
bahan kimia termasuk ion hydrogen. Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu
sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi
ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel. Lapisan pertahanan
ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting lapis pertahanan ini ialah
mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (16,19)
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein, alkohol
dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering
dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel
lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel
yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen,
naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan
etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum

23
bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek
masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (27).
2.1.6 Gejala klinis
Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan
gastritis kronik (18):
1. Gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung,muntah,
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda
anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat
riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu.
2. Gastritis kronik
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun .
Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada
pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronis yang berkembang secara
bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull
pain) pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan
(11)
beberapa gigitan.
2.1.7 Diagnosis
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang sering dihubungkan dengan
gastritis yaitu nyeri panas atau pedih pada ulu hati disertai mual dan muntah. Keluhan
tersebut tidak bisa digunakan sebagai indikator dalam evaluasi keberhasilan terapi
dari gastritis.Pemeriksaan fisik juga tidak memberikan informasi yang dibutuhkan
dalam menegakkan diagnosis gastritis (10).
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.
Sebaiknya biopsi dilakukan secara sistematis yang mengharuskan menampilkan
topografi. Gambaran endoskopi yang ditemukan adalah eritema, eksudatif, flat
erosison, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan histopatologi selain
menggambarkan perubahan morfologi, sering juga menggambarkan proses yang
mendasari misalnya autoimun, atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan yang

24
terjadi yaitu degradasi epitel,hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel
mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia, hiperplasia sel endokrin,
dan kerusakan sel epitel. Pemeriksaan histopatologi juga menyertakan pemeriksaan
Helicobacter pylori (10)

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus,
perforasi dan anemia (18).

2.2 Mekanisme Kerja Obat Gastritis

2.2.1 Antasida
Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik, membentuk
garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin tidak aktif pada
pH lebih tinggi dari empat, maka penggunaan antasida juga dapat mengurangkan
aktivitas pepsin. Obat ini juga memiliki efek pengurangan kolonisasi H. pylori dan
merangsang sintesis prostaglandin (13)
Ada tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu pertama
secara langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer
terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal mempunyai pH 1−2
dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas. Antasida akan mengurangi
rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan melindungi mukosa lambung
terhadap perusakan oleh pepsin . (7)
Zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan
menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan untuk
menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan
HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk waktu

25
yang lebih lama). Oleh karena hal tersebut efek antasida lebih baik jika dikonsumsi
(7)
setelah makan
Antasida yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan magnesium.
Contoh seperti alumunium hidroksida (biasanya campuran Al(OH)3 dan alumunium
oksidahidrat) atau magnesium hidroksida (MgOH2) baik tunggal ataupun dalam
bentuk kombinasi. Garam kalsium yang dapat merangsang pelepasan gastrin maka
penggunanaan antasida yang mengandung kalsium seperti pada Kalsium bikarbonat
(CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan. Absorbsi natrium bikarbonat
(NaHCO3) secara sistemik dapat menyebabkan alkalosis metabolik sementara. Oleh
(7)
karena hal tersebut, antasida tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang
Dosis antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr (Kementrian
Kesehatan RI, 2014). Antasida dapat diminum saat menjelang tidur, pagi hari dan
diantara waktu makan. Obat ini memiliki 2 bentuk sediaan yaitu antasida DOEN I
dan DOEN II. Antasida DOEN I terdiri dari kombinasi alumunium hidroksida 200
mg dan magnesium hidroksida 200 mg adalah tablet kunyah, sedangkan antasida
DOEN II kombinasi dari alumunium hidroksida 200 mg/5 ml dan magnesium
hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi. Golongan obat ini dalam
pengkonsumsiannya memang harus dikunyah terlebih dahulu, hal ini untuk
meningkatkan kerja obat dalam menurunkan asam lambung. Efek samping dari obat
antasida bervariasi tergantung zat komposisinya. Alumunium hidroksida dapat
menyebabkan konstipasi, sedangkan magnesium hidroksida dapat menyebabkan
diare. Kombinasi keduanya dapat membantu menormalkan fungsi usus. Selain
menyebabkan alkalosis sistemik, natrium bikarbonat melepaskan CO2 yang dapat
menimbulkan sendawa dan kembung. (4,24,3)
2.2.2. H2 Bloker
Meskipun antagonis histamin reseptor H2 menghambat histamin pada semua
reseptor H2 namun penggunaan klinis utamanya ialah sebagai penghambat sekresi
asam lambung. Penggunaan obat antagonis reseptor H2 digunakan untuk
menghambat sekresi asam lambung yang dikatakan efektif bagi menghambat sekresi
asam nokturnal. Strukturnya homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya secara

26
kompetitif memblokir perlekatan histamin pada reseptornya sehingga sel parietal
tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi bersifat
reversible. (13)
Empat macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin dan
nizatidin. Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral, didistribusikan
secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan waktu paruh yang
singkat. Ranitidin memiliki masa kerja yang panjang dan lima sampai sepuluh kali
lebih kuat. Efek farmakologi famotidin sama dengan ranitidin, hanya 20−50 kali lebih
kuat dibandingkan dengan simetidin dan 3−20 kali lebih kuat dibandingkan ranitidin.
Efek farmakologi nizatidin sama seperti ranitidin, nizatidin dieliminasi melalui ginjal
dan sedikit yang terjadi metabolisme (22)
Dosis terapeutik yang digunakan adalah Simetidin 2x400 mg/800 mg malam
hari, dosis maintenance 400 mg. Ranitidin 300 mg malam hari, dosis maintenance
150 mg. Nizatidin 1x300 mg malam hari, dosis maintenance 150 mg. Famotidin 1x40
mg malam hari, Roksatidin 2x75 mg atau 1x150 mg malam hari, dosis maintenance
75 mg malam hari. Konsumsi obat antagonis reseptor H2 pada malam hari
dikarenakan lambung relatif kosong dan peningkatan pH akan mempercepat
penyembuhan penyakit tukak lambung (7,24)
Efek samping simetidin biasanya ringan dan hanya terjadi pada sebagian kecil
pasien saja sehingga tidak memerlukan penghentian pengobatan. Efek samping yang
sering terjadi adalah sakit kepala, pusing, diare dan nyeri otot. Efek samping saraf
pusat seperti bingung dan halusinasi terjadi pada lanjut usia. Simetidin memiliki efek
endokrin karena obat ini bekerja sebagai antiandrogen nonsteroid. Efek ini berupa
ginekomastia, galaktorea dan penurunan jumlah sperma. (24)
2.2.3. Proton Pump Inhibitor
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+H+ATPase (pompa
proton) yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI
mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan pengurangan

27
rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas faktor agresif pepsin dengan pH >4 serta
meningkatkan efek eradikasi oleh regimen triple drugs (7).
Pada dosis standar baik lansoprazol atau omeprazol menghambat sekresi asam
lambung basal dan sekresi karena rangsangan lebih dari 90%. Penekanan asam
dimulai 1−2 jam setelah dosis pertama lansoprazol dan lebih cepat dengan omeprazol.
Penelitian klinis sampai saat ini menunjukkan bahwa lansoprazol dan omeprazol
lebih efektif untuk jangka pendek dibandingkan dengan antagonis H2. Omeprazol
digunakan dengan berhasil bersama obat-obat anti mikroba untuk mengeradikasi
kuman H. pylori(7).
Omeprazol dan lansoprazol berupa tablet salut enterik untuk melindunginya
dari aktivasi prematur oleh asam lambung. Setelah diabsorbsi dalam duodenum, obat
ini akan dibawa ke kanalikulus dari sel perital asam dan akan diubah menjadi dalam
bentuk aktif. Metabolit obat ini diekskresikan dalam urin dan feses (7).
Dosis omeprazol 2x20 mg atau 1x40 mg, lansprazol/pantoprazol 2x40 mg
atau 1x60 mg (Finkel, 2009). Sediaan omeprazol adalah kapsul. Saat mengonsumsi
omeprazol, kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau
dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan. Minum obat 30-60 menit sebelum
makan, sebaiknya pagi hari (24)
Efek samping omeprazol dan lansoprazol biasanya dapat diterima baik oleh
tubuh. Namun dalam penggunaan jangka panjang, obat tersebut dapat meningkatkan
insidensi tumor karsinoid lambung yang kemungkinan berhubungan dengan efek
hiperklorhidria yang berkepanjangan dan hipergastrinemia sekunder (15)
2.3 Standar Pengobatan Gastritis di Pelayanan Kesehatan Primer
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan.
Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh
pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi
manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai
dengan melakukan pengobatan yang rasional. Pengobatan rasional menurut WHO

28
1987 yaitu pengobatan yang sesuai indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan
waktu pemberian, tersedia setiap saat dan harga terjangkau (23).
Berdasarkan buku panduan praktik klinis bagi dokter pelayanan primer tahun
2014 yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan IDI, kasus gastritis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada
perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual,
muntah dan kembung. Faktor Risiko pola makan yang tidak baik yaitu waktu makan
terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan yang besar, sering minum kopi dan teh,
infeksi bakteri atau parasit, pengunaan obat analgetik dan steroid, pasien usia lanjut,
konsumsi alkohol, stress, penyakit lainnya, seperti penyakit refluks empedu, penyakit
autoimun, HIV/AIDS, Chron disease. (14)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda nyeri tekan epigastrium dan bising
usus meningkat, bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, biasanya pada pasien dengan gastritis
kronis, konjungtiva tampak anemis. Pemeriksaan Penunjang tidak diperlukan, kecuali
pada gastritis kronis atau untuk diagnosis definitif dengan melakukan pemeriksaan
darah rutin, untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan breathe test
dan feses, rontgen dengan barium enema serta endoskopi.

29
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilakukan pemeriksan pada tanggal 30 Juni 2019, pada anak laki-laki
berusia 13 tahun 11 bulan dengan diagnosa gastritis kronik dan gizi kurang.
Penegakkan diagnosa meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami muntah-muntah dengan frekuensi
4 kali sejak pagi hari saat masuk rumah sakit. Muntah dirasakan setiap kali pasien
makan dan pasien tampak lemas. Pasien juga mengeluhkan berkurangnya nafsu
makan dan nyeri perut. Pada riwayat penyakit terdahulu pasien pernah mengalami
keluhan yang sama dan dirawat di rumah sakit pertamedika 1 bulan sebelum keluhan
berulang dan masuk rumah sakit.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien terlihat lemas dan ditemukan adanya nyeri
tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium kiri.
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Patofisiologi
terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidakseimbangan faktor
penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif) pada mukosa gastroduodenal,
yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa.
Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim
pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol dan
radikal bebas. Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa
gastroduodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan
subepitelial. (26)
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
(18)
bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik bervariasi.
Gejala gastritis kronis bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala
apapun. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, nausea dan pada pemeriksaan
fisik tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronis yang berkembang secara bertahap
biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain) pada

30
perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan beberapa
(10)
gigitan.
Berdasarkan buku panduan praktik klinis bagi dokter pelayanan primer tahun
2014 yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan IDI, kasus gastritis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada
perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual,
muntah dan kembung. Faktor Risiko pola makan yang tidak baik yaitu waktu makan
terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan yang besar, sering minum kopi dan teh,
infeksi bakteri atau parasit, pengunaan obat analgetik dan steroid, pasien usia lanjut,
konsumsi alkohol, stress, penyakit lainnya, seperti penyakit refluks empedu, penyakit
autoimun, HIV/AIDS, Chron disease.(14)
Pada pasien ini ditemukan faktor risiko pola makan yang tidak baik yaitu
pasien sangat jarang untuk makan pagi sebelum memulai aktivtas dan sering membeli
jajanan pedas di sekolah, pasien juga memiliki kebiasaan untuk minum minuman
berenergi setiap sore sehabis berolahraga. Minuman berenergi termasuk ke dalam
minuman suplemen yang didefinisikan sebagai minuman yang mengandung vitamin,
mineral serta stimulan seperti kafein, guarana, taurin, produ ini ditambahkan zat-zat
tertentu yang dapat meningkatkan energi tubuh. (12)
Kafein dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung, hal ini
membuat produksi gas dalam lambung berlebih sehingga menjadi faktor ekstrinsik
terjadinya gastritis. Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung
dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Kehadiran HCl di mukosa lambung
menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin merangsang pelepasan
histamin dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan
menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada
lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan, maka inflamasi akan terjadi
terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga
lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa lambung. (2)

31
BAB V
KESIMPULAN
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Patofisiologi
terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidakseimbangan faktor
penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif) pada mukosa gastroduodenal,
yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa.
Gejala gastritis kronis bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala
apapun. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, nausea dan pada pemeriksaan
fisik tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronik yang berkembang secara bertahap
biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain) pada
perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan beberapa
gigitan.
Salah satu faktor resiko terjadinya gastritis adalah mengkonsumsi makanan
atau minuman yang mengandung zat merangsang pembentukan asam lambung seperti
makanan pedas dan minuman berkafein. Kehadiran HCl di mukosa lambung
menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin merangsang pelepasan
histamin dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan
menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada
lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan, maka inflamasi akan terjadi
terus-menerus.

32
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson, C., Braun, C. 2007. Pathophysiology: Functional Alterations in
Human Health Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins.
2. Yolanda, Berta. 2015. Effect of Coffe and Stress with the Incidence of
Gastritis.Faculty of Medicine, Lampung University.
3. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
4. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas.
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian.
5. Dwiprahasto. 2006. Peningkatan Mutu Penggunaan Obat di Puskesmas
Melalui Pelatihan Berjenjang Pada Dokter Dan Perawat. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan, Bagian Farmakologi dan Toksikologi FK UGM.
Yogyakarta.
6. Feldman RA. 2001. Epidemiologic observations and open questions about
disease and infection caused by Helicobacter pylori In: Achtman M,
Suerbaum S, eds. Helicobacter pylori: molecular and cellular biology.
Wymondham, United Kingdom: Horizon Scientific Press,:29-51.
7. Finkel R., Clark M.A., Cubeddu L.X., Harrey R.A., Champe P.C., 2009,
Lippincott’s Illustrated Review Pharmacology 4thEd, Pliladelphia: Williams
& Wilkins (329-335, 502-509).
8. Greenberg, JS. 2002. Comprehensive Stress Management. 7th ed. Mc Grew-
Hill Inc.New York.
9. Gupta, MK. 2008. Kiat mengendalikan pikiran dan bebas stres. Jakarta : PT
Intisari Mediatama.
10. Hirlan. 2009. Gastritis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing.
11. Jackson, S. 2006. Gastritis. Diambil dari http://www.gicare.com/pated
/ecd9546.htm.

33
12. Putriastuti, R. 2007. Persepsi, Konsumsi dan Preferensi Minuman Berenergi ,
Bogor, Fakultas Pertanian. IPB.
13. Katzung, Bertram G. 2009. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 1. Jakarta:
Salemba Medika.
14. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
Pelayanan Primer Edisi 1.
15. Mycek, M. J,Harvey, R.A dan champe, 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar
2nd ed. Hartanto,ed., Jakarta, Widya Medika
16. Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. 2002. The Oral cavity and the
Gastrointestinal Tract In: Robbins Basic Pathology 7th Ed. Philladephia. WB
Saunders Company. 543–90.
17. Wibowo, Y.A. (2007). Gastritis. Diambil dari http://fkuii.org/ Diakses tanggal
21 September 2014.
18. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed. II Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hlm 492.
19. Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna : Gastritis (Dyspepsia
atau Maag). Jakarta : Pustaka Populer OBDA.
20. Mukherjee, S. 2012. Gastritis Chronic. diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/176156-overview diakses tanggal 21
september 2014.
21. Muttaqin, A., Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba
Medika.
22. Neal, MJ. 2006. Obat yang bekerja pada saluran gastrointestinal I: ulkus
peptikum. Dalam: Safitri A, ED. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi ke 5.
PenerbitErlangga, Jakarta, 30-1.
23. Wardaniati I. 2011. Gambaran Terapi Kombinasi Ranitidine Dengan
Sulkralfate dan Ranitidine Dengan Antasida Dalam Pengobatan Gastritis di
SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ahmad Moctar
Bukit Tinggi. Tesis. Universitas Andalas. Padang.

34
24. Oktora, Monika. 2011. Apa Semua Obat Maag Perlu Dikunyah?. [online]
Diambil dari http://apotekerbercerita.wordpress.com/2011/03/10/apa-semua-
obatmaag-perlu-dikunyah.
25. Sepulveda AR., 2008. Gastritis chronic. Diambil dari:
http://www.emedicine.com/med/topic3394.htm.
26. Pangestu, A. 2003. Paradigma Baru Pengobatan Gastritis dan Tukak Peptik.
Diambil dari http://www.pgh.or.id//lambung-per.htm
27. Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2.
Jakarta: EGC.
28. Piero, D. 2014. Sepuluh Besar Penyakit Provinsi Lampung Tahun 2012.
[online]http://dikapiero4.com/2014/05/sepuluh-besar
penyakitprovinsilampung.html diakses pada 21 September 2014.

35
LAMPIRAN

- Foto Klinis Pasien

36

Anda mungkin juga menyukai