Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi
pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak
berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya
terkait. Dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung setiap tahapan yang dialami
dan saling ketergantungan antara team kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi
dan perawat) disamping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
(Randhianto, 2008)

Komplikasi pada Fistula Enterokutan perforasi mempunyai tingkat mortilitas yang


tinggi, hal ini sering disebabkan adanya perforasi ulangan pada segmen usus yang sebelumnya
tidak mengalami perforasi. Angka kematian pada fistel usus halus di atas 20%. Fistel yang
yeyunum lebih tinggi angka kematiannya daripada fistel di daerah ileum( Sjamsuhidajat dan
Jong,2005 ).

Seribu penderita yang telah mengalami laparatomi hanya satu dalam seribu,
membuktikan penutupan luka yang baik. Hal yang perlu terkait dengan penyembuhan luka post
laparatomi yakni dengan malnutrisi, pemberian vit C dan hypoalbumin. Penggunaan HBO
(Hyper Barix Oxygen) sebagai terapi tambahan pada penyakit Fistula Enterokutanmasih jarang
dilaporkan akan tetapi beberapa penulis mempunyai anggapan bahwa ini dapat digunakan
sebagai terapi tambahan untuk meredakan fase akut penyakit Fistula Enterokutan. Penggunaan
terapi oksigen hyperbarik dan antibiotik yang sesuai dapat membatasi penyebarannya.
(Dudley;1992).

Berdasarkan data dari RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta di Ruang Cendana 2 IRNA I
hanya menyebutkan 1 kasus fistula enterokutan dari 230 kasus yang terjadi di Cendana 2
selama periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Juli 2011.

Menurut data dari RSUP. Dr. Kariadi Semarang di Ruang Instalasi Bedah Sentral
menyatakan bahwa di bulan Agustus – September 2016 kasus laparatomi eksplorasi sebanyak
111 kasus.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik mengangkat judul tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA TN.D DENGAN LAPARATOMI

1
EKSPLORASI RESEKSI ANASTOMOSIS INDIKASI FISTULA ENTEROCUTAN DI
INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP Dr. KARIADI SEMARANG”

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan perioperatif pada tn.D dengan fistula enterokutan yang
telah dilakukan tindakan laparatomi eksplorasi reseksi anastomosis di OK 5 RSUP. Dr.
Kariadi Semarang.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang konsep dasar Fistula enterokutan
b. Mengetahui tentang konsep dasar laparatomi eksplorasi
c. Mengetahui tentang konsep dasar reseksi anastomosis colon
d. Mengetahui asuhan keperawatan perioperatif pada pasien dengan fistula enterokutan
tindakan laparatomi eksplorasi reseksi anastomosis colon
e. Mengetahui prosedur tindakan laparatomi eksplorasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Fistula Enterokutan
1. Definisi
Fistula adalah suatu ostium abnormal, berlika-liku antara dua organ berrongga
internal atau antara organ internal dengan tubuh bagian luar.(smeltzer dan Bare,2001). Dari
pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa fistula enterocutaneus (FEK) atau
enterocutaneus fistula merupakan adanya hubungan abnormal yang terjadi antara dua
permukaan berepitel yaitu antara saluran cerna dengan kulit baik antara usus halus dengan
kulit maupun usus besar dengan kulit.
Fistula enterokutan merupakan bagian dinding yang terbuka sehingga menyebabkan
keluarnya isi perut melalui kulit dimana petikan yang abnormal terjadi pada usus besar atau
kecil mengalami kebocoran yang ditandai dengan dua rongga organ internal berliku-liku
dengan tubuh bagian luar. Dapat disimpulkan bahwa fistula enterokutan merupakan saluran
yang abnormal yang menghubungkan dua organ tubuh atau rongga tubuh pada kulit
sehingga menyebabkan keluarnya isi perut melalui kulit.(Suzanne C.smeltzer.2001).
Hubungan antara kedua permukaan tersebut sebagian besar merupakan jaringan
granulasi. bisa terjadi pada usus yang satu dengan usus lainnya (enteroenteral) atau usus
dengan kulit enterocutaneous fistul) Fistul adalah hubungan abnormal antara dua struktur
tubuh baik interna (antara dua struktur) atau eksterna (antara struktur interna dan permukaan
luas tubuh) Entero Cutaneous fistul: gastrointestinal fistul. Setiap hubungan abnormal antara
dua buah permukaan atau rongga tubuh Fistula enterocutaneus merupakan komplikasi yang
biasanya terlihat setelah operasi di usus kecil atau besar.

2. Etiologi
Fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rectum. Kadang fistula
merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal. Penyebab spontan antara
lain:
a. Radang usus buntu
b. Lubang duodenal ulcers
c. Radiasi
d. Penyakit diverticular
e. Iskemik usus
f. Malignancies
Sering ditemukan pada penderita Penyakit chorn, tuberculosis, kanker dan cedera
anus maupun recktum.

3
3. Patofisiologi
Salah satu etiologi dari terbentuknya fistel adalah dari pembedahan. Biasanya karena
terjadi kurangnya kesterilan alat atau kerusakan intervensi bedah yang merusak abdomen.
kuman akan masuk kedalam peritoneum hingga mengeluarkan eksudat Fibrinosa (abses),
terbentuknya abses biasanya disertai demam dan rasa nyeri pada lokasi abses.
Infeksi biasanya akan meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan
(perlengketan/adhesi), karena adanya perlengketan maka akan terjadi kebocoran pada
permukaan tubuh yang mengalami perlengketan sehingga akan menjadi sambungan
abnormal diantara dua permuakaan tubuh maka dari dalam fistel akan mengeluarkan drain
atau feses.
Terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan maka
akan menyumbat usus dan gerakan peristaltic usus akan berkurang sehingga cairan akan
tertahan didalam usus halus dan usus besar (yang biasa menyebabkan edema), jika tidak
ditangani secara cepat maka cairan akan merembes kedalam rongga peritoneum sehingga
terjadi dehidrasi.

4. Manifestasi Klinis
a. Keluarnya isi perut/feses dan flatus melalui kulit yang terbuka, gejala tergantung pada
kekhususan defek. Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus.
Gejala ini mungkin pasase flatus atau feses dari kandung kemih, tergantung pada
saluran fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat menyebabkan infeksi sistemik disertai
gejala yang berhubungan.
b. Enterocutaneus tergantung pada segmen usus yang terkena dimana penyakit yang terjadi
tidak mempunyai tanda dan gejala spesifik seperti malabsorpsion of nutrisi.
c. Gejala – gejala tergantung pada kekhususan defek misalnya nyeri, gatal, demam,ruam
disekitar permukaan kulit.

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin adalah malnutrisi dan dehidrasi, bergantung pada lokasi
intestinum yang terbentuk fistula. Fistula juga dapat menjadi sumber problema kulit dan
infeksi. Komplikasi lain yang mungkin terjadi:
a. Respon immun menurun
b. Resiko penyebaran infeksi
c. Penyembuhan luka lebih lama
d. Dehidrasi
e. Motilitas usus
f. Edema
g. Sepsis, Gangguan cairan dan elektrolit, Nekrosis pada kulit dan Malnutrisi

4
Komplikasi pada Fistula Enterokutan perforasi mempunyai tingkat mortilitas yang
tinggi, hal ini sering disebabkan adanya perforasi ulangan pada segmen usus yang
sebelumnya tidak mengalami perforasi. Pada klien ditemukan tingkat mortalitas pada klien
dengan komplikasi perforasi sebesar 75%. Seribu penderita yang telah mengalami
laparatomi hanya satu dalam seribu, membuktikan penutupan luka yang baik. Hal yang perlu
terkait dengan penyembuhan luka post laparatomi yakni dengan malnutrisi, pemberian vit C
dan hypoalbumin.
Penggunaan HBO (Hyper Barix Oxygen) sebagai terapi tambahan pada penyakit
Fistula Enterokutan masih jarang dilaporkan, akan tetapi beberapa penulis mempunyai
anggapan bahwa ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk meredakan fase akut
penyakit Fistula Enterokutan. Penggunaan terapi oksigen hyperbarik dan antibiotik yang
sesuai dapat membatasi penyebarannya.(Dudley;1992).
Pada pembedahan darurat kadang terpaksa dilakukan pembuangan sebagian besar
usus halus akibat adanya gangguan peredaran darah dengan nekrosis luas. Masalah yang
sering terjadi pada fistula enterokutan yakni menutupnya fistel secara spontan, ataupun
sindrom kelok buntu yang disebabkan penyempitan usus pasca bedah. Bila pada saat operasi
terdapat keraguan terhadap masih baiknya suatu segmen usus, hendaknya dilakukan reseksi
sependek mungkin (Sjamsuhidajat dan Jong,2005).

6. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk fistula bervariasi tergantung pada lokasi dan beratnya gejala.
Penatalaksanaan disini tujuannya adalah menghilangkan fistula, infeksi dan ekskoriasi
dengan cara :
a. Fistul akan menutup dengan sendirinya setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Tergantung keadaan kliniknya, yaitu klien mendapatkan tambahan nutrisi per IV , tanpa
suplemen makanan fistul akan menutup
b. Masukan diit dan cairan Cairan oral, diit rendah residu tinggi protein tinggi kalori dan
terapi suplemen vitamin dan pengganti zat besi diberikan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
c. Terapi obat-obatan Obat-obatan sedatif dan antidiare atau antiperistaltik digunakan untuk
mengurangi peristaltic sampai minimun untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi.
d. Pembedahan Pembedahan akan dilakukan pada bagian tertentu, untuk membuka bagian
usus tertentu seandainya mengalami kesulitan penyembuhan.
e. Segera periksa: bila anda menemukan perubahan yang signifikan pada kebiasaan
eliminasi, diare yang hebat. Ada kebocoran dari usus atau kebocoran dari kulit setelah
pembedahan.
f. Non-bedah jika fistula merupakan akibat dari karsinoma, tuberkolosis, penyakit crohn
atau colitis, maka penyakit primer harus diterapi dengan tepat agar lesi ini sembuh.
Kebanyakan ahli bedah menolak melakukan operasi anorektum pada pasien dengan

5
penyakit peradangan usus, karena kekambuhan local dan kegagalan penyembuhan luka.

B. Laparatomi
1. Definisi
Laporatomi adalah suatu pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen untuk
menguji suatu organ atau untuk mengetahui suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh
pasien. Suatu kondisi yang memungkinkan seorang pasien harus di laparotomy adalah :
a. Kanker organ abdominal.
b. Radang selaput perut.
c. Appendiksitis.
d. Pankreasitis.

Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada


dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997).
Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah
digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
dan fistulektomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan
laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi
ovarium, yang meliputi histerektomi baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic,
salpingooferektomi bilateral.
Tujuan prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri
abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.
Laparatomy eksplorasi dilakukan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan
perbaikan bila diindikasikan.
 Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008)
a. Midline incision
Metode Midline incision paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi

6
dapat lebih luas, cepat di buka dan ditutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf.
Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis.  Indikasinya
pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk
eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
b. Paramedian
Metode insisi Paramedian mengarah sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis
operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian  bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk
insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah.
c. Transverse upper abdomen incision
Insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision
Insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada
operasi appendectomy.

2. Indikasi
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus
& Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat
disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (sit-belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang
diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan
oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis
sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus
duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan
merupakan penyebab peritonitis tersier.

c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)


Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai
akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru

7
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap
hidup. Penyebabnya dapat berupa  perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada
area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai
mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan
menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi),  hernia (protrusi usus melalui area
yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan
pada dinding usus).

d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks


Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari
sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases
yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
e. Tumor abdomen.
f. Pancreatitis (peradangan pada pankreas).
g. Abscesses (penumpuan cairan).
h. Diverticulitis [kondisi dimana kantung pada kolon (usus besar) mengalami peradangan
i. Perforasi saluran cerna.
j. Kehamilan ectopic.
k. Perdarahan dalam.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
 Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan.
 Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
 Kelemahan.
 Mual, muntah, anoreksia.
 Konstipasi.

4. Komplikasi
a. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
 Pucat
 Kulit dingin dan terasa basah

8
 Pernafasan cepat
 Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
 Nadi cepat, lemah dan bergetar
 Penurunan tekanan nadi
 Tekanan darah rendah dan urine pekat.

Pencegahan :
 Terapi penggantian cairan
 Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
 Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana
 Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
 Ruangan tenang untuk mencegah stres
 Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi dan pemantauan tanda vital
Pengobatan :
 Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
 Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
 Pemantauan status pernafasan dan CV
 Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
 Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah,
albumin, plasma atau pengganti plasma). terapi obat : kardiotonik (meningkatkan
efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)
b. Perdarahan
 Perdarahan primer : terjadi pada waktu pembedahan
 Perdarahan intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan
darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman
dari pembuluh darah yang tidak terikat
 Perdarahan sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami
erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Perdarahan: Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-
pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah.
Penatalaksanaan :
 Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
 Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
 Inspeksi luka bedah
 Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi

9
 Transfusi darah atau produk darah lainnya
 Observasi Vital Sign.
c. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan
ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak, Pencegahan tromboplebitis
yaitu latihan kaki post operasi dan ambulatif dini.
d. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, mikroorganisme; gram positif.
Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi
luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ
dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen
sebagai akibat dari batuk dan muntah, tindakan pengendalian yang dilakukan antara lain :
 Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering mengubah posisi
 Penggunaan peralatan steril
 Antibiotik dan antimikroba
 Mempraktikkan teknik aseptik
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 Pencegahan kerusakan kulit
 Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal
 Pantau adanya perdarahan
 Perawatan insisi dan balutan
 Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

C. Reseksi Anastomosis Colon


1. Definisi
Reseksi kolon adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat sebagian atau seluruh
kolon. (Debakey, Michael E, 2009). Saat reseksi kolon, bagian kolon yang mengalami
gangguan diangkat dan dua bagian yang sehat akan disambungkan kembali disebut end-to-
end anastomosis. (Swierzewski, Stanley J, 2001).

2. Komplikasi Pasca Operasi


Pembedahan traktus gastrointestinal seringkali mengganggu proses fisiologi normal
pencernaan dan penyerapan. Komplikasi yang terjadi tergantung pada tingkat dan lokasi
pembedahan. Reseksi pada bagian proksimal tidak menimbulkan gangguan karena ileum
dan kolon meningkatkan absorpsi cairan dan elektrolit. Ileum yang tersisa terus
mengabsorbsi garam empedu sehingga hanya sedikit yang mencapai kolon. Sebaliknya, jika

10
reseksi pada bagian ileum, maka kolon akan menerima beban yang lebih besar terhadap
cairan dan elektrolit serta garam empedu yang mengurangi kemampuannya untuk
mengabsorpsi garam dan air, sehingga menyebabkan diare. Selain itu jika kolon direseksi,
kemampuan untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit sangat kurang.
(Jeejeebhoy, K. N, 2009).

Komplikasi yang sering terjadi setelah pembedahan berupa mual, muntah dan ileus
pasca operasi.
a. Mual dan Muntah
Mual dan muntah merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dalam 24 jam
pertama setelah pembedahan. (Zeitz, 2004). Jika pasien mengalami mual dan muntah,
mereka diberikan obat antiemetik untuk meningkatkan intake oral (Fearon, et al, 2005).
Jika dengan antiemetik, pasien masih tetap muntah, mengalami distensi abdomen, nyeri
abdomen meningkat, takikardia, maka ileus pasca operasi atau komplikasi lain perlu
dipikirkan.
b. Ileus Pasca Operasi
Post-operative ileus (POI) merupakan akibat dari pembedahan abdominal,
terutama setelah pembedahan kolon (De Castro et al, 2008). Kondisi ini biasanya tidak
mengancam kehidupan tetapi merupakan komplikasi yang paling sering menyebabkan
pasien dirawat lebih lama setelah menjalani pembedahan abdominal (Leiser, 2007).
Post-operative ileus (POI) didefinisikan sebagai gangguan motilitas usus setelah
pembedahan abdominal (Han-Geurts et al, 2007). Beberapa faktor yang menyebabkan
gangguan motilitas usus antara lain : inflamasi lokal intestinal, obat anestesi, overhidrasi,
analgetik pasca operasi dan mobilitas yang kurang.

D. Asuhan Keperawatan Post Laparatomi


a) Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien post laparatomy meliputi:
1. Biodata
• Identitas Klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis, tindakan medis.
• Identitas Penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien, sumber biaya.
2. Lingkup Masalah Keperawatan
Keluhan utama: klien dengan post laparatomy ditemukan adanya keluhan nyeri pada
luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.

11
3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang. Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat
pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST,
yaitu:
- P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal yang dapat mengurangi atau memperberat.
Biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri bertambah bila
klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau
beristirahat dan setelah diberi obat.

- Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar,
dan sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dengan skala ≥ 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan untuk
beraktivitas.
- R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah menyebar? Nyeri
dirasakan di area luka post operasi, dapat menjalar ke seluruh daerah abdomen.
- S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai mengganggu
aktivitas atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan
keterbatasan gerak akibat nyeri luka post operasi.
- T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan berapa lama nyeri itu
hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul maupun menetap sepanjang
hari.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi.
Biasanya klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
3) Riwayat kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan klien,
penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
4) Riwayat Psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan
pembedahan seperti cemas.
5) Riwayat Sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya
klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.
6) Riwayat Spiritual
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan
kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya
aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan
nyeri luka post operasi.

12
7) Kebiasaan Sehari-hari
Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau
tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi: makan, minum, eliminasi
Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal
hygiene, dan ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti
makan dan minum mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan
BAK mengalami penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.
4. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi penyakit
yang dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih
lanjut, badan tampak lemas.
2) Sistem Pernapasan
Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasanmenjadi lebih cepat akibat nyeri,
penurunan ekspansi paru.
3) Sistem Kardiovaskuler
Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda kelemahan,
kelelahan yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan
darah dan nadi meningkat.
4) Sistem Pencernaan
Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung, penurunan bising usus
karena puasa, penurunan berat badan, dan konstipasi.
5) Sistem Perkemihan
Jumlah output urin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat operasi atau karena
adanya muntah. Biasanya terpasang kateter.
6) Sistem Persarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan dikaji semua fungsi nervus
kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada sistem persarafan.
7) Sistem Penglihatan
Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, reflek pupil terhadap
cahaya, visus (ketajaman penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan
pada sistem penglihatan.
8) Sistem Pendengaran
Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri
tekan, uji kemampuan pendengaran dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach.
Biasanya tidak ada keluhan pada sistem pendengaran.\
9) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri.
10) Sistem Integumen

13
Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit menurun akibat kurangnya
volume cairan.
11) Sistem Endokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejalayang berhubungan dengan penyakit endokrin, periksa
ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada
keluhan pada sistem endokrin.
5. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
- Elektrolit: dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat kehilangan
cairan berlebihan
- Hemoglobin: dapat menurun akibat kehilangan darah.
- Leukosit: dapat meningkat jika terjadi infeksi.
6. Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri,
antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa mual.

b) Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
1. Ansietas (00146) berhubungan dengan krisis situasional: prosedur pembedahan
Intra Operatif
2. Resiko perdarahan (00206) berhubungan dengan prosedur pembedahan: laparatomi
Eksplorasi
3. Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan prosedur pembedahan: Laparatomi
eksplorasi

Post Operatif
4. Resiko jatuh (00155) berhubungan dengan penurunan kesadaran: pengaruh general
anesthesia
c) Intervensi
Tanggal/ Jam Dx. Kep. Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi

Pre Operasi

1 Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (5820)


keperawatan selama 15
 Kaji tingkat kecemasan pasien.
menit, masalah kecemasan
 Jelaskan tentang prosedur,
yang dialami pasien
termasuk sensasi selama prosedur
berkurang, dengan kriteria
dilakukan.
hasil:
 Kaji pemahaman perspektif pasien
 Pasien mengatakan
tentang situasi yang mencemaskan
cemas berkurang
 Berikan informasi yang berfokus
 Pasien mengatakan
14
mengerti prosedur pada diagnosis, penatalaksanaan,
operasi dan keberlanjutan
 Pasien mengatakan siap  Dampingi pasien untuk
untuk operasi meningkatkan rasa aman dan
 Pasien mengatakan mengurangi ketakutan
mengerti pentingnya  Bantu pasien mengkaji penyebab
operasi untuk sembuh kecemasan
 Dengarkan keluhan pasien dengan
penuh perhatian

 Tingkatkan mekanisme koping


yang efektif

 Kaji respon verbal dan nonverbal


dari tanda-tanda kecemasan
 Ajarkan teknik relaksasi
 Anjurkan pasien untuk berdoa
 Berikan support mental kepada
pasien

Intra Operasi

2 Setelah dilakukan tindakan Infection control: Intraoperative


keperawatan selama 15 (6545)
menit, perawat mampu
 Monitor dan pertahankan suhu
melakukan control infeksi
ruangan antara 180-240 C
dengan kriteria hasil:
 Prinsip kerja aseptic  Monitor dan pertahankan
terjaga kelembaban antara 40% - 60%
 Scrub nurse melakukan
 Batasi dan kontrol lalu lintas di
scrubing, gowning, dan
dalam kamar operasi
gloving dengan tepat
 Area operasi sudah  Pastikan bahwa antibiotik
terdesinfeksi profilaksis sudah diberikan
 Pasien tertutup drape
 Pastikan kemasan steril
steril
 Instrument dan BHP  Pastikan indikator steril
steril sesuai indikator
 Buka instrumen dan BHP
menggunakan teknik aseptik

 Lakukan scrubing, gowning,

15
dan gloving sebelum operasi oleh
semua tim operasi

 Lakukan desinfeksi pada area


operasi

 Lakukan drapping pada pasien

 Pisahkan barang steril dan non


steril

 Terapkan dan pastikan dressing


luka operasi steril

 Lepaskan drape untuk


mengurangi kontaminasi

 Cuci dan sterilkan instrumen

 Bersihkan dan persipkan ruang


operasi untuk pasien selanjutnya

3 Setelah dilakukan tindakan Hemorrhage control: 4160


keperawatan selama 2 jam
 Identifikasi sumber perdarahan.
30 menit, perdarahan dapat
 Monitor jumlah perdarahan
diminimalisir, dengan
 Monitor tanda-tanda penurunan
kriteria hasil:
trombosit/ hematokrit
 Perdarahan murni <500
 Monitor tanda dan gejala
ml
perdarahan yang menetap
 Tidak ada perdarahan
 Kolaborasi penggunaan electro
massive.
surgery unit sebagai koagulasi
 Vital sign dalam batas
selama proses pembedahan
normal.
Bleeding reduction: 4020

 Monitor status cairan, termasuk


intake dan output.
 Jaga kepatenan IV line.
 Monitor koagulasi, termasuk
prothrombin time (PT), partial
thrombloplastin time (PTT)
 Anjurkan pasien untuk
immobilisasi.

16
Post Operasi

4 Setelah dilakukan tindakan Fall Prevention (6490)


keperawatan selama 2 jam
 Kunci roda tempat tidur selama
30 menit, resiko jatuh tidak
proses pemindahan pasien
terjadi, dengan kriteria
 Anjurkan pasien untuk meminta
hasil:
bantuan
 Pasien dipindahkan
 Bantu pasien saat transfer/ambulasi
secara aman
 Pasang pengaman sisi tempat tidur
 Roda tempat tidur
 Pastikan label pasien resiko jatuh
terkunci dengan baik
terpasang di gelang identitas,
 Pengaman sisi tempat
rekam medis, dan tempat tidur
tidur terpasang dengan
pasien.
baik
 Beritahu anggota keluarga tentang
efek dari obat/anestesi.

17
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal : Selasa, 19 September 2016
Tempat : Ruang OK. 5 IBS RSUP Dr.Kariadi Semarang
Jam : 17.30 WIB
Metode : Observasi dan anamnesa
Sumber : Pasien dan rekam medik
Oleh : Kelompok 3

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 40 Tahun - 0 Bulan - 4 Hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kaliparu RT 02 / RW 04 Kec. Ulujami Kab. Pemalang
Pekerjaan : Wiraswata
Status : Menikah
Diagnosa : Ca. Rectosigmoid fistula enterocutan
No. RM : C516071
Tanggal Masuk : 25 Agustus 2016

2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. K
Umur : 38 Tahun
Alamat : Kaliparu RT 02 / RW 04 Kec. Ulujami Kab. Pemalang
Hub.dengan pasien : Istri

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan kurang lebih 2 minggu yang lalu luka di perut rembes dan mengeluarkan
kotoran dan makin lama makin melebar dan luka tidak sembuh-sembuh.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan 2 tahun yang lalu pasien mengeluh nyeri perut, demam, dan diare oleh
keluarga di bawa ke RS terdekat di daerah Pemalang kemudian di rujuk ke RSDK, Setelah
di RSDK pasien di diagnosa Ca Rectosigmoid dan menjalani kemoterapi 12 siklus selesai
dilanjutkan dengan radioterapi 30 kali selesai.

18
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang sakit seperti dirinya atau memiliki penyakit
keturunan.
e. Riwayat Operasi Sebelumnya
Pasien mengatakan pernah menjalani operasi pembuatan kolostomi pada bulan Januari 2015
yang lalu RSDK.
f. Data Psikologis
- Pasien tampak gelisah.
- Pasien seringkali menanyakan tentang keberhasilan operasi.
- Pasien mengatakan takut dan cemas jika operasinya tidak berhasil.

4. Pola Fungsional menurut Virginia Handerson


a. Pola Nafas
Sebelum sakit : Pasien mampu bernafas dengan normal dan adekuat.
Saat sakit : RR 19 x/menit, tidak ada pernapasan cuping hidung.
b. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit : Pasien biasa makan sehari 3x / hari, minum 6 – 8 x /hari
Saat Sakit : Terpasang infus RL 20 tpm dan aminofusin 1 flash dan sedang puasa
untuk menjalani operasi
c. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit : Pasien BAB cair/hari dan BAK 4-5 x/sehari.
Saat Sakit : Pasien BAB cair +- 500cc/hari dan terpasang colostomi dan BAK 5
6 x/sehari.
d. Pola Gerak dan Keseimbangan Tubuh
Sebelum Sakit : Pasien tidak memiliki kecacatan sehingga mampu bergerak dengan
seimbang.
Saat Sakit : Selama sakit ada gangguan pergerakan karena terpasang infus dan
terpasang colostomi.
e. Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit : Pasien biasa tidur siang pukul 13.00 – 15.00 WIB dan tidur malam
pukul 20.30 – 05.00 WIB
Saat sakit : Pola tidur pasien kadang terganggu karena nyeri, sehingga pasien
merasa gelisah dan cemas.
f. Pola Berpakaian
Sebelum sakit : Pasien dapat mengenakan pakaian tanpa bantuan orang lain.
Saat Sakit : Pasien membutuhkan bantuan saat berpakaian karena tangan kiri
terpasang infus.
g. Temperatur Tubuh

19
Sebelum sakit : Pasien mampu mempertahankan suhu tubuhnya, memakai jaket bila
dingin dan memakai kaos kaki.

Saat Sakit : Suhu badan pasien 36 0C, hanya memakai baju operasi dan selimut
h. Personal Higiene
Sebelum Sakit : Pasien biasa mandi 2 x/hari, gosok gigi 2 x/hari dan keramas
3 x/minggu.
Saat Sakit : Pasien mandi dibantu keluarga
i. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum Sakit : Pasien merasa nyaman saat badannya sehat.
Saat Sakit : Pasien merasa tidak nyaman karena adanya benjolan yang terasa
nyeri pada perut dan merasa gelisah karena akan menjalani operasi.
j. Pola Komunikasi
Sebelum Sakit : Pasien dapat berbicara dengan jelas dan baik.
Saat Sakit : Pasien masih dapat diajak bicara, menjawab jika ditanya dan suara
jelas akan tetapi volume suara menurun.
k. Kebutuhan Spiritual
Sebelum Sakit : Pasien selalu menjalankan ibadah sholat 5 waktu dengan berdiri.
Saat Sakit : Pasien menjalankan sholat 5 waktu dengan duduk.
l. Kebutuhan Bekerja
Sebelum Sakit : Pasien bekerja sebagai wiraswasta
Saat Sakit : Pasien tidak dapat mengerjakan pekerjaan.
m. Pola Rekreasi
Sebelum Sakit : Pasien jarang berekreasi
Saat dikaji : Pasien berada di rumah sakit sehingga hanya menonton TV
n. Kebutuhan Belajar
Sebelum Sakit : Pasien belajar dari televisi, radio, surat kabar, dll
Saat Sakit : Pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat

5. Keadaan Umum : Baik, pasien tampak lemah.

Suhu : 36 0C
Nadi : 100 x/menit
TD : 130/80 mmHg
RR : 19 x/menit
SPO2 : 100 %

6. Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Kesadaran : Composmentis GCS E: 4 M: 6 V: 5

20
Pengkajian skala nyeri:
P : luka colostomy rembes dan semakin lebar.
Q : Seperti ditusuk jarum.
R : Abdomen kuadrant 3 dan 4.
S : Skala 4, interval 3-4 menit.
T : Intermiten.

Pemeriksaan fisik head to toe


Kepala : Mesocephal, simetris, rambut bersih.
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis.
Hidung : Tidak terdapat polip, tidak ada penumpukan sekret.
Telinga : Tidak ada penumpukan serumen fungsi pendengaran baik.
Mulut : Gigi bersih, mukosa bibir lembab.
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.

Thoraks      
I : Tidak ada jejas dan lesi, tidak ada penggunaan otot bantu nafas.
Pa : Tidak ada nyeri tekan, vokal vremitus dada posterior dan anterior sama.
Pe : Sonor seluruh lapang paru,batas jantung dan hepar redup.
A : Vesikuler.

Abdomen
I : Tampak stoma di kuadran 3 dan 4, tampak bekas luka operasi dan tampak lesi, terpasang
colostomi bentuk simetris.
A : Tidak terkaji.
Pe : Tympani.
Pa : Terdapat nyeri tekan.

Genetalia :
Tampak bersih, terpasang DC.

Ekstermitas
- Atas : Terpasang IV RL 20tpm, akral dingin.
- Bawah : akral dingin.

7. Persiapan Pasien
a. Cairan parenteral : Infus RL 500 cc dan Aminofusin 1 flash.

21
b. Jenis Anestesi : General anasthesi.
c. Latihan : Pasien sudah diajari teknik relaksasi nafas dalam.
d. Baju operasi : Sudah.
e. Inform consent : Sudah
f. Hasil pemeriksaan : MSCT Abdomen, Laboratorium PA, Bone Survey, Hasil
laboratorium patologi klinik.
g. Kebersihan colon : Sudah 6-7 jam.
h. Persiapan mental : Sudah.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik tanggal 17 September 2016:
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan keterangan
Hematologi:
Hematologi Paket
Hemoglobin 11.7 g/ Dl 13.00 – 16.00 L
Hematocrit 37.1 % 40 – 54 L
Eritrosit 4.08 10 ^ 6/ Ul 4.4 – 5.9 L
MCS 28.7 Pg 27.00 – 32.00
MCV 90.9 Fl 76 – 96
MCHC 31.5 g/Dl 29.00 – 36.00
Leukosit 6.6 10^3 /uL 3.8 – 10.6
Trombosit 298 10^3 /uL 150- 400
RDW 13.7 % 11.60 – 14.80
Fl 4.00 – 11.00
MFV 9.9

b. Hasil pemeriksaan MSCT abdomen tanggal 28 April 2016:


Ca Rectosigmoid post operasi, Fistula Enterokutan (terlampir).

c. Hasil pemeriksaan Bone Survey (BS) tanggal 07 April 2016:


(Terlampir).

d. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) tanggal 22 Januari 2015:


(Terlampir).

22
ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI

ANALISA DATA

Tanggal Jam Data Fokus Diagnosa


20/09/2016 17.00 WIB DS : Pasien mengatakan Ansietas berhubungan dengan
cemas jika operasi tidak perubahan status kesehatan. (5820)
berhasil.
DO : Pasien tampak gelisah
TD : 140/80 mmHg
N : 100 x/menit
RR : 20 x/menit

S : 36 0C,
SPO2 : 97 %

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. (5820)

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan   Kaji tanda tanda vital
selama 10 menit diharapkan pasien tidak  Identifikasi tingkat kecemasan
mengalami ansietas dengan kriteria hasil :  Gunakan komunikasi terapeutik
1. TTV :  Informasikan tentang prosedur
TD : 120/80 mmHg operasi
N : 80 x/menit  Anjurkan pasien dan keluarga
0
S : 36 c untuk berdoa
RR : 16 x/menit
 Berikan support mental pada
pasien dan keluarga.

23
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No.Dx Tanggal / jam Implementsi Evaluasi


1 20/09/2016  Mengkaji tanda tanda vital  Nadi : 84 x/m , TD :
17.30 WIB 130/70 mmhg, RR : 17
 Mengidentifikasi tingkat  Score kecemasan : 2
kecemasan (sedang)
 Menggunakan komunikasi  Pasien mengatakan
terapeutik penyebab cemas karena
takut operasi tidak
berhasil.
 Menginformasikan tentang  Pasien menyatakan
prosedur operasi mengerti tentang
prosedur operasi.
 menganjurkan pasien dan keluarga
 Pasien melakukan apa
untuk berdoa yang disarankan.
 memberikan support mental pada  Pasien merasa tenang.
pasien dan keluarga.

EVALUASI

Tanggal /
No.Dx Evaluasi
Jam
1 20/09/2016 S : Pasien mengatakan merasa nyaman, tidak gugup dan
siap untuk operasi.
17.45 WIB
Pasien mengatakan bahwa operasi ini penting untuk
kesembuhannya
O : Pasien tampak tenang
TD : 130/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 17 x/menit
A : Masalah ansietas teratasi.
P : Hentikan intervensi.

24
ASUHAN KEPERAWATAN INTRA OPERASI

ANALISA DATA

Tanggal Jam Data Fokus Diagnosa


20/09/2016 17.50 WIB DS : - Resiko Perdarahan berhubungan
DO : dengan proses pembedahan. (4160)
- Adanya luka insisi
vertikal sepanjang
25 cm di abdomen.
- Vital sign:
TD : 120/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 14 x/menit
S : 36 0C
SPO2 : 100 %
- Akral : Teraba
dingin.
- Konjungtiva anemis.
- Laboratorium
patologi klinik:
HB: 11,7gr/DL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan. (4160)

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor perdarahan pada daerah
selama 2 jam diharapkan masalah risiko pembedahan setelah dilakukan insisi
perdarahan tidak terjadi dengan kriteria  Monitor vital sign.
hasil :  Monitor cairan.
1. TTV
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 360 c
RR : 20 x/menit
2. Akral teraba hangat.
3. Tidak sianosis

25
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No.Dx Tanggal / jam Implementsi Respon


2 20/09/2016  Memonitor perdarahan pada  Perdarahan : 500 ml
18.30 WIB daerah pembedahan setelah Urin : 200 ml
dilakukan insisi.
 TD : 123/77 mmHg
 Monitor vital sign
N : 72 x/menit
RR : 14 x/menit

S : 36 0C
SPO2 : 100 %
 Akral : Teraba hangat
 Monitor cairan
Urin : 200 ml
Pemberian cairan
aminofusin 200cc, RL
500 ml 20 tpm dan PRC
1 Kolf (250 cc) untuk
mainternance cairan,
agar tidak terjadi syock
hipovolemik

EVALUASI

Tanggal /
No.Dx Evaluasi
Jam
2 20/09/2016 S:-
22.00 WIB O:
TD : 123/77 mmHg
N : 72 x/menit
RR : 14 x/menit
S : 36 0C
SPO2 : 100 %
Akral : Teraba hangat
Perdarahan : 500 ml
Urin : 200

A : Masalah perdarahan tidak terjadi.

P : Hentikan intervensi.

26
ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI
ANALISA DATA

Tanggal Jam Data Fokus Diagnosa


20/09/2016 22.15 WIB DS : - Resiko tinggi cedera berhubungan
DO : dengan efek anastesi. (6490)
 Pasien masih dalam
pengaruh obat anestesi.
 Pasien tampak lemah.
 Pasien dipindahkan ke
ruang RR dengan
brankar.
 Vital sign:
TD : 124/78 mmHg
N : 76 x/menit
RR : 16 x/menit

S : 36,5 0C
SPO2 : 100 %
Akral : Teraba hangat

 Aldrate score : 9

DIAGNOSA KEPERAWATAN

3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan efek operasi. (6490)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


3 Setelah dilakukan asuhan  Kunci roda tempat tidur selama proses
keperawatan selama 15 menit pemindahan pasien.
diharapkan resiko cedera tidak terjadi.  Bantu pasien saat transfer/ambulasi.
dengan kriteria hasil :  Pasang pengaman sisi tempat tidur.
1. Pasien dipindahkan secara aman  Pastikan label pasien resiko jatuh
2. Roda tempat tidur terkunci terpasang di gelang identitas, rekam
dengan baik medis, dan tempat tidur pasien
3. Pengaman sisi tempat tidur  Beritahu anggota keluarga tentang efek
terpasang dengan baik. dari obat/anestesi
4. Aldred score > 8  Kaji tingkat kesadaran pasien.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
27
No.Dx Tanggal / jam Implementsi Evaluasi
3 20/09/2016  mengunci roda tempat tidur selama  roda terkunci dengan
22.20WIB proses pemindahan pasien aman.
 membantu pasien saat  pasien terjaga dengan
transfer/ambulasi aman.
 memasang pengaman sisi tempat  pasien tefiksasi dengan
tidur. baik.
 memastikan label pasien resiko jatuh  label resiko jatuh
terpasang di gelang identitas, rekam terpasang dengan baik.
medis, dan tempat tidur pasien

 memberitahu anggota keluarga  anggota keluarga mengerti

tentang efek dari obat/anestesi tentang efek obat anestesi.

 Mengkaji tingkat kesadaran pasien.  Aldrete score 9.

EVALUASI

Tanggal /
No.Dx Evaluasi
Jam
3 20/09/2016 S:-
22.25 WIB O : - Pasien terfiksasi dengan baik.
- Pasien tampak mengantuk.
- Pasien tenang.
TD : 120/80 mmHg
N : 74 x/menit
RR : 14 x/menit

S : 36,5 0C

SPO2 : 100 %
Akral : Teraba hangat

Aldrate score : 9

A : Masalah teratasi.

P : Pertahankan kondisi yang aman sampai ada timbang


terima dengan perawat ruangan.

BAB IV
28
LAPORAN OPERASI

Biodata pasien
Nama pasien : Tn. D
Alamat : Pemalang Jateng
Diagnosa medis :Fistula Enterocutan
Tindakan operasi : Laparatomy eksplorasi reseksi anastomosis
Jenis anestesi : General Anestesi Intubasi
Kamar op / Tgl / jam : Km 5 / 17 September 2016 / 17.30-20.00 WIB

Laporan Operasi

NO. Langkah-langkah tindakan Alat & BHP

1 Menyiapkan instrument & BHP diruang 1. Set laparatomy


instrument steril IV
2. Set tambahan
ok 5
3. Kasa 7x8
4. Paket linen
bedah umum
5. Darm gass
6. Waskom steril
7. Handle lamp
8. Couter
monopolar
9. Selang suction
10. Perlak
11. Surgical brush
12. Still depp
13. Nacl 0,9%
14. Plastic sampah
infeksius dan non infeksius

2. Menyiapkan perlengkapan farmasi (obat & 1.


BHP) 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

29
18.
19.
20.
21.

3. Menyiapkan meja operasi 1.


2.
3.
4.
5.

4. Menyiapkan kamar operasi - Mesin ESU


- Lampu operasi
- Botol suction + tempat
- Tempat sampah infeksius dan non infeksius
- Meja mayo
- Container

5. Menyiapkan meja instrument steril


1. scrubing - apron
- chlorheksidin 4 %
- air mengalir
- surgical brush
- tempat sampah
1. Gowning - handuk steril
- jas operasi steril

2. Gloving - handscon steril no 6 ½, 7

3. Menata instrument steril - novocom ( 2 )


- nerrbeken + scaple no. 4 +bisturi no. 23
- pinset anatomis ( 2 )
- Pinset cirurgis ( 2 )
- gunting jaringan halus
- Gunting jaringan keras
- gunting benang
- pean bengkok ( 6 )
- kocher lurus panjang ( 10 )
- kocher lurus sedang ( 6 )
- Nalpoder panjang (2 )
- Nalpuder ujung kecil
- ellis klem ( 2 )
bebcock ( 2 )
- yoderm clem
- hak pacul / abdominal retractor (3 )
- big hak ( 2 )
- spatula perut
- langenbeck retractor ( 2 )
- canul suction
- Right anged ( 5 )
- duk klem ( 6 )
- ovarium klem (4 )
- kocher tang gigi 2
- kocher tang gigi 1
- jarum set
- kassa 7x8 ( 30 )
6. Menerima pasien dan timbang terima - CM lengkap

7. Sign in Pasien safety checklist


30
8. Pasien dilakukan tindakan anastesi Epidural + General anastesi

9. `memasang kateter - selang kateter no. 16


- urine bag
- Spuit 20cc
- handscon gammex no. 7 ½
- jelly
- kassa
- povidone iodine 10 %
- Aquabides
10. Mengatur posisi pasien Supinasi

11. Memasang Arde - Arde


- mesin ESU
12. Disinfeksi daerah operasi - yoderm klem
- kassa 7x8
- Povidone iodine 10%
- novocom
- kom stenlis
13. Drapping - duk besar ( 3 )
- duk kecil ( 2 )
- towel klem ( 4 )
14. Pasang aksesoris - selang suction
- couter monopolar
- handle lamp
- towel clem
15. TIME OUT Lembar verifikasi TIME OUT

16. Insisi daerah operasi secara linea mediana - gagang pisau no. 4
sampai antara umbilikar - bisturi no. 23
- cauter monopolar
- pinset cirurgis
- bengkok stenlis
17. Perdalam area insisi dari lemak, fasia,otot, - pinset cirurgis
peritoneum sampai cavum abdomen terbuka - couter monopolar
- pean bengkok sedang
- langenbeck retractor
18. Eksplorasi rongga abdomen - darm gass
- big hak
- hak pacul
19. Bebaskan adesi minimal pada ileum dan - selang suction
peritoneum - gunting jaringan halus
- pinset anatomis
20 Identifikasi bagian yang akan direseksi, klem - klem usus halus ( 2 )
pada bagian yang akan dipotong - klem usus kasar ( 2 )
- couter monopolar
- gunting jaringan halus
- still depp
- Saflon
- novocom
- pean lurus sedang
- bengkok stainlis
- suction
- kocher lurus sedang
21. Sambungkan bagian usus yang telah terputus - B. PGA 3/0 taper
dengan metode end to end - pinset anatomis sedang
- gunting benang

31
- suction
- needle holder
- Still depp
- kassa 7x8
22. Cuci bersih rongga abdomen - NacL 0,9 % hangat
- spuit 20 cc
- mangkok stenlis
- suction
- kocher lurus
23. Pasang drain intra peritoneal dan fiksasi - NGT no. 18
- B. silkam 2/0
- jarum taper
- Pinset cirurgis
- gunting benang
- needle holder
- pean bengkok
24. SIGN OUT Lembar verifikasi sign out
- Kassa = 30
- Darm gass = 10
- Instrument = lengkap
25. Jahit lapisan peritonium - needle holder
- jarum taper
- plain 1
- pinset anatomis
- klem bengkok ( 3 )
- gunting benang
26. Jahit lapisan otot - needle holder
- jarum taper
- plain 1
- pinset anatomis
- gunting benang
27. Jahit lapisan fasia - needle holder
- PGA 1 taper
- pinset cirurgis
- gunting benang
- kocher ( 2 )
28. Jahit lapisan subkutis - needle holder
- B. plain
- jarum taper
- pinset cirurgis
- gunting benang
29. Jahit lapisan kulit - needle holder
- B. T-lene 3/0 cuting
- pinset cirurgis
- gunting benang
30. Aproksimasi luka jahitan -Pinset cirurgis

31. Bersihkan luka operasi - kassa lembab dan kering

32. tutup luka - sulfratule


- kassa 7x8
- gunting benang
- hepafix
33. Merapikan alat dan linen - Kontener alat koter dan linen

34. Memindahkan pasien ke ruang Recovery


Room dan lakukan timbang terima

35. Melakukan timbang terima alat kotor dengan - lembar checklist instrument
32
petugas set alat kotor

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fistula enterokutan merupakan bagian dinding yang terbuka sehingga menyebabkan
keluarnya isi perut melalui kulit dimana petikan yang abnormal terjadi pada usus besar atau
kecil mengalami kebocoran yang ditandai dengan dua rongga organ internal berliku-liku
dengan tubuh bagian luar.
Laporatomi adalah suatu pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen untuk
menguji suatu organ atau untuk mengetahui suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh
pasien.
Reseksi kolon adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat sebagian atau seluruh
kolon.
Diagnosa yang mungkin muncul untuk kasus laparatomi eksplorasi adalah :
Pre Operatif
1. Ansietas (00146) berhubungan dengan krisis situasional: prosedur pembedahan
Intra Operatif
2. Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan prosedur pembedahan: Laparatomi
eksplorasi
3. Resiko perdarahan (00206) berhubungan dengan prosedur pembedahan: laparatomi
Eksplorasi
Post Operatif
4. Resiko jatuh (00155) berhubungan dengan penurunan kesadaran: pengaruh general
anesthesia
Operasi laparatomi eksplorasi reseksi anastomosis dilakukan pada tanggal 17 september
2016 berlangsung 2,5 jam mulai dari jam 17.30-20.00 wib. Posisi pasien supinasi. Luka
insisi sepanjang 25 cm. Jumlah cairan yang ada dalam suction ±750 cc (darah bercampur
NaCl). Jumlah BHP yang digunakan yaitu kassa 7x8 sebanyak 30 lembar, Darm gass
sebanyak 9 dan still depp sebanyak 5 . Jumlah perdarahan ±150cc. Cgairan infus yan
masuk sebanyak 1500cc.Jumlah urine yang keluar 250cc. Jumah kassa, darm gass dan
istrumen saat sign out lengkap. Seluruh tim bedah menjaga kesterilan selama operasi
berlangsung.
B. Saran
Penulis mengharapkan agar makalah laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita, guna
menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya bagi perawat
RSUP Dr.Kariadi Semarang, namun penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan,
maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan makalah
selanjutnya.
1. Pembimbing dan koordinator pelatihan teknik kamar bedah RSUP Dr.Kariadi Semarang
33
kami mengharapkan agar makalah laporan kasus ini dapat disimpan untuk bahan bacaan
dan dijadikan literatur dalam pembuatan makalah selanjutnya.
2. Rekan sejawat kami mengharapkan makalah kami ini dapat dijadikan bahan bacaan yang
menambah wawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Peter, DMD, dkk..2000. Kompleks Enterocutaneus Hiliran: Penutupan dengan Rectus
Abdominalis Muscle Flap. http://www.medscape.com/viewarticle/410567 diakses tanggal 26
Agustus 2009.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, EGC : Jakarta

Evenson, Amy, R., MD., Josef E. Fischer, MD, Facs. 2006. Peristiwa Pengelolaan
Enterocutaneoushiliran.http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/Fistula/evenson
2006.pdf diakses tanggal 26 Agustus 2009

Haryanto. 2009. Penggunaan Parcel Dressing dan Wound Drain dengan Kantong Ostomi pada
Pasien Fistel Enterocutaneus.

Mansjoer, Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Medika Aesculapius FKUI : Jakarta
Medeiros, Aldo Cunha.,dkk. 2004. Perawatan Postoperative Enterocutaneous Fistulas oleh
High Pressure Vacuum dengan lisan Diet Normal.

Smeltzer, Suzanne C.,Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart edisi 8. Vol. 2, EGC : Jakarta

34
LAMPIRAN

Hasil pemeriksaan MSCT abdomen


Tanggal 28 April 2016

35
Hasil pemeriksaan Bone Survey (BS)
Tanggal 07 April 2016

36
Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA)
Tanggal 22 Januari 2015

37

Anda mungkin juga menyukai