Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : Nn. Mar.
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : luar kota
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : Poli

B. ANAMNESIS ( autoanamnesis, tanggal 26 September 2012)


 Keluhan Utama
Benjolan pada tungkai kanan

 Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul benjolan pada
tungkai kiri setelah pasien terjatuh, tidak dapat digerakan disertai nyeri terus
menerus dan demam hilang timbul.
Sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh benjolan pada tungkai kanan
semakin bertambah besar, disertai penurunan berat badan dan terasa panas
pada benjolan.
Kemudian pasien berobat ke Poli bedah RSMH.

1
 Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit yang sama disangkal

 Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat penyakit yang sama disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Pernafasan : 22 x/menit
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Pupil : Isokor, Refleks cahaya (+/+)
Kepala : Konjungtiva palbebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Kulit : tidak ada kelainan
Thorax : Jantung: HR 86x/menit, murmur (-), gallop (-),
Paru: vesikuler (+/+), ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) / N
Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan
Ekstremitas Superior : tidak ada kelainan
Ekstremitas Inferior : lihat status lokalis

2
 Status Lokalis
Regio Cruris sinistra
Look : Tampak benjolan sebesar buah apel, venektasi (+)
Feel : Teraba massa soliter ukuran 10 cm x 6 cm x 4 cm, konsistensi keras,
terfiksir, batas tegas, hangat, nyeri tekan (+).
Move : ROM aktif pasif terbatas.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
(17 November 2012)
Darah Rutin
Hemoglobin : 13,8 g/dl (N : 14-18 g/dl)
Hematokrit : 40 vol% (N : 40-48 vol%)
Leukosit : 7.400 mm³ (N : 5000-10000/mm³)
Trombosit : 285.000 mm³ (N : 200000-500000/mm³)
LED : 80 mm/jam (N : <29 mm/jam)
Hitung jenis : 0/0/0/56/28/6

3
Kimia Klinik
BSS : 109 mg/dl
Natrium : 141 mmol/l (N : 135-155 mmol/l)
Kalium : 3,7 vol/l (N : 3,5-5,5 vol/l)
Ureum : 10 mg/dl (N : 15-39 mg/dl)
Creatinin : 0,3 mg/dl (N : L 0,9-1,3 mg/dl)
Protein Total : 5,8 g/dl (N : 6,0-7,8)
Albumin : 2,5 g/dl (N : 3,5-5,0)
Globulin : 3,3 g/dl

 Pemeriksaan Radiologis
( 08 November 2012)
 Rontgen Cruris sinistra AP Lateral

4
- Alignment tulang-tulang baik
- Gambaran osteolitik pada tibia 1/3 proksimal
 Sarcoma pada cruris

 Pemeriksaan Patologi Anatomi


Makros : FNAB
Mikros : sediaan berasal dari sitologi FNAC regio tibia sinistra, populasi
hiposeluler, latar belakang RBC, dijumpai matrix eosinofilik (osteoid) amorf,
diantara cluster sel besar (inti besar, sitoplasma luas sebagian bervacuola, sel
makrofag, sel radang limfosit dan PMN, beberapa multinucleated giant cell,
sedikit sel fibroblast).
Kesan : Osteosarcoma pada tibia sinistra.

E. DIAGNOSIS BANDING
- Osteosarkoma
- Sarkoma Ewing
- Kondrosarkoma

5
F. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
 MRI

G. DIAGNOSIS KERJA
Primary Bone Malignancy Regio Cruris Sinistra ec Osteosarkoma

H. PENATALAKSANAAN
- Non operatif
o Analgetik : as.mefenamat 3 x 500mg

- Operatif
o Amputasi

I. PROGNOSIS
Survivle rate penderita osteosarkoma mencapai 60-70% dengan terapi ajuvan pra
bedah dan pasca bedah. Pada pasien dengan metastase 5 years survival rate nya
adalah 15-30%.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Osteosarkoma merupakan keganasan primer pada tulang yang paling
sering dijumpai dan ditandai dengan adanya sel-sel mesenkim ganas yang
memproduksi osteoid atau tulang imature. Disebut osteogenik sarkoma oleh
karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif.
Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah
myeloma multipel, bersifat sangat ganas dan cepat bermetastase ke paru-paru
melalui aliran darah.

B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi neoplasma tulang bila dibandingkan dengan neoplasma jaringan
lain adalah jarang, akan tetapi osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang
yang paling sering ditemukan (48,8%) diluar mieloma multipel. Di United States
terdapat 400 kasus osteosarkoma per tahun, sedangkan menurut Errol Hutagalung
seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam
kurun waktu 10 tahun (1995-2005) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri
dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%).
Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering
didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31% dari seluruh tumor
tulang ganas.
Osteosarkoma banyak menyerang remaja dan dewasa muda, dengan usia
berkisar antara 10-20 tahun. Jumlah kasus meningkat lagi pada dekade ke 6
kehidupan yang disebabkan oleh adanya degenerasi maligna, terutama pada

7
penyakit Paget. Pria lebih banyak menderita osteosarkoma dibandingkan wanita
(2:1).

C. ETIOLOGI
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui, tetapi ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu :
- Genetik : paget disease, hereditary rentinoblastoma, sindrom Li-
Fraumeni, sindrom Rothmund-Thomson. Ada dua tumor suppresor gene
yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada
osteosarkoma, yaitu protein p53 dan RB gen.
- Radiasi ion merupakan penyebab langsung osteosarkoma (3%), begitu
pula pada penggunaan alkyleting agent untuk kemoterapi.
- Pertumbuhan tulang yang cepat sebagai factor predisposisi osteosarkoma,
dapat dilihat dengan meningkatnya insidens pada anak yang sedang
tumbuh. Lokasi osteosarkoma paling sering adalah metafisis dimana area
ini merupakan area pertumbuhan tulang panjang.
- Riwayat trauma

D. LOKASI
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang dapat menyerang semua
tulang, biasanya terjadi di daerah metafisis tulang panjang dimana pertumbuhan
tulang tinggi, terutama pada femur (42% dan 75% nya pada distal femur), tibia (
19%, 80% pada proksimal tibia) dan humerus (10%, 90% pada humerus
proximal). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis.
Osteosarkoma juga dapat terjadi pada tulang tengkorak, mandibula, maksila dan
pelvis (8%).

8
E. GEJALA KLINIS
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan (4 bulan)
sebelum pasien didiagnosa. Nyeri merupakan gejala utama yang pertama muncul
yang bersifat konstan dan bertambah hebat pada malam hari. Penderita biasanya
datang dengan tumor yang besar atau oleh karena terdapat gejala fraktur patologis.
Karena keganasan ini sering muncul di metafise dekat dengan persendian, maka
hal ini dapat mempengaruhi fungsi persendian. Neoplasma yang agresif ini
menimbulkan kemerahan, tampak pembuluh darah vena yang melebar, nyeri tekan
dan rasa hangat di kulit. Gejala-gejala umum lain yang dpat ditemukan adalah
anemia, penurunan berat badan serta napsu makan yang berkurang.

F. STAGING
Staging osteosarkoma menggunakan sistem Enneking, berdasarkan
derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase. Untuk
menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi
tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah
menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan
secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase
(localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse (metastatic osteosarkoma).
 Stage I : low grade tumor
 IA : intracompartmental
 IB : ekstracompartmental
 Stage II : high grade tumor
 IIA : intracompartmental
 IIB : ekstracompartmental
 Stage III : any grade with metastase

9
Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi,
perencanaan pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma
tersebut.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium kebanyakan berhubungan dengan
penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ
sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah
kemoterapi. Pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma adalah ditemukan
peningkatan alkaline phosphatase dan lactic dehydrogenase.
2. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan
untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan
untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan
MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk
menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara
umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor
synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.
 X-ray
Tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada medula
dan terlihat sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak
tegas. Pada stadium yang masih dini terlihat reaksi periosteal yang
gambarannya dapat lamelar atau seperti garis-garis tegak lurus pada
tulang ( sunray appearance ). Dengan membesarnya tumor, selain korteks

10
juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas keluar
tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih
dapat dilihat, berbentuk segitiga dan dikenal sebagai segitiga Codman.
Pada kebanyakan tumor ini terjadi penulangan ( ossifikasi ) dalam
jaringan tumor sehingga gambaran radiologiknya variable bergantung
pada banyak sedikitnya penulangan yang terjadi. Pada stadium dini
gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pemeriksaan
X-ray didapat bermacam-macam gambaran, yaitu daerah berawan
osteolitik yang disertai dengan daerah osteoblastik. Batas endosteal
kurang jelas. Terkadang korteks terbuka dan tumor melebar ke jaringan
sekitarnya, saat itulah terbentuk suatu garis tulang baru, melebar keluar
dari korteks yang disebut efek sunrays. Ketika tumor keluar dari
korteksnya terjadi reaktivasi pembentukan tulang baru yang
menyebabkan peningkatan periosteum (segitiga Codman). Kedua
gambaran itu merupakan tanda khas untuk osteosarcoma.
 CT scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos
membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks
(contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma
gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma
sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih
jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya
daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam
jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama
sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit
untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada
tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna untuk
menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi

11
berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat
memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat
membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah
kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular
disekitar ruang kistik.
 MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal
dari tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum
tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling
akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam
menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium
dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada
tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan
lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen.
Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang
penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang
mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase.
Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada
yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos.
Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang
sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan
destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan
fokus synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor
primer namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit sekunder
pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip metastase. Pasien
dengan skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya
metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian
dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot manakah

12
yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan
sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat
reseksi yang melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi
dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat menyebar menuju tulang
subartikular dan kartilago.
 Bone scan (Bone Scintigraphy)
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan
stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam
melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik,
Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya
yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan
CT atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun
ultrasonography dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan
lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen
intermedula dari lesi.
 Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan
angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya
pada High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi
yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila
terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon
terapi kemoterapi preoperatif berhasil
 Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan
dari radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m
methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk
mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru

13
dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan
MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari
radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak spesifik
3. Pemeriksaan histopatologi
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan
osteosarkoma. Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali
menyebabkan kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan
berakibat fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak
dianjurkan dengan Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration
Biopsy/FNAB) dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat
minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko
infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post
biopsi dapat dicegah.
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau
dengan high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang
akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan
terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer
mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan
nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada
beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau
fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid. Secara
patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade dan low-grade variant
bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya
mitosis. Secara konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel spindle
yang ganas dengan pembentukan osteoid. Pada telengiektasis
osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah yang
dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya
sangat ganas sekali

14
H. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis tumor tulang mencakup beberapa hal, meliputi
anamnesis lengkap, lalu melakukan pemeriksaan fisik, dan melakukan beberapa
pemeriksaan penunjang untuk membantu mengarahkan dan menilai secara
objektif keadaan tumor yang sebenarnya.
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau
trauma sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang
menderita penyakit sejenis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
anamnesis adalah:
 Umur
Umur penderita sangat penting untuk diketahui, karena banyak tumor tulang yang
mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya osteosarkoma paling
banyak pada dekade ke-2.
 Lama dan progresivitas tumor
Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan bila terjadi perkembangan
yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor jinak yang tiba-tiba menjadi
besar maka perlu dicurigai adanya keganasan.
 Nyeri
Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri menunjukkan
ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan,
atau degenerasi.
 Pembengkakan
Kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu pembengkakan yang timbul
secara perlahan-lahan dalam jangka waktu lama atau secara tiba-tiba.

15
Hal-hal yang penting pada pemeriksaan fisik adalah:
 Lokasi
Beberapa jenis tumor mempunyai lokasi yang klasik dan tempat predileksi
tertentu seperti di daerah epifisis, metafisis tulang, atau menyerang tulang-tulang
tertentu.
 Besar, bentuk, batas, dan sifat tumor
Tumor yang kecil kemungkinan suatu tumor jinak, sedangkan tumor yang besar
kemungkinan adalah ganas. Penting pula diperhatikan bentuk tumor, apakah
disertai pelebaran pembuluh darah atau ulkus yang merupakan karakteristik suatu
tumor ganas. Tanda-tanda efusi sendi mungkin dapat ditemukan pada tumor yang
berdekatan dengan sendi.
 Gangguan pergerakan sendi
Pada tumor yang besar di sekitar sendi akan memberikan gangguan pada
pergerakan sendi.
 Fraktur patologis
Beberapa tumor ganas dapat memberikan komplikasi fraktur patologis oleh
karena terjadi kerapuhan pada tulang sehingga penderita akan datang dengan
gejala fraktur.
Diagnosis osteosarkoma dapat dibantu dengan foto polos akan tetapi .
pemeriksaan histopatologi merupakan gold standard diagnostic.
Untuk menegakkan diagnosis suatu tumor tulang diperlukan tiga hal
yang meliputi pemeriksaan klinis, radiologis, serta histopatologis sehingga akan
didapatkan suatu diagnosis yang akurat serta penatalaksanaan yang tepat.

I. DIAGNOSIS BANDING
1. Kondrosarkoma
Merupakan tumor ganas tulang rawan yang dapat tumbuh spontan
(kondrosarkoma primer) atau merupakan degenerasi maligna lesi jinak
(kondrosarkoma sekunder). Frekuensi kondrosarkoma sebesar 10% dari seluruh

16
tumor ganas tulang, lebih sering pada pria dan terutama ditemukan pada usia 30-
45 tahun. Perkembangan kondrosarkoma sangat lambat dengan gejala berupa
nyeri tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Neoplasma ini
lambat memberikan metastase. Kondrosarkoma terutama mengenai tulang ceper
seperti panggul dan bahu, akan tetapi dapat mengenai tulang panjang juga. Pada
patologi ditemukan terbentuknya tulang rawan oleh sel-sel tumor tanpa disertai
osteogenesis. Ditemukan jaringan dengan banyak sel pleomorf serta mitosis yang
banyak.

2. Sarkoma Ewing
Tumor ganas yang berasal dari sumsum tulang dengan frekuensi
sebanyak 5% dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada usia
kurang dari 20 tahun (10-20 tahun) dan lebih sering pada pria. Gejalanya nyeri
dan adanya benjolan, nyeri tekan pada benjolan dna peninggian laju endap darah,
neoplasma ini berkembang sangat cepat dan penderita meninggal dalam 3-18
bulan pertama (95% meninggal pada tahun-tahun pertama). Lokasinya terutama
terdapat pada diafisi dan metafisis tulang panjang dan pada tulang pipih. Pada
radiologis terlihat adanya onion skin appearance. Patologi terdiri atas jaringan
dengan gambaran histologis uniform dengan sel kecil dan nukleus yang bulat
yang sulit ditentukan batasnya dengan batas sitoplasma.

J. PENATALAKSANAAN
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb sparing dan
diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma
merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan
penting dalam manajemen rutin.
 Kemoterapi

17
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan
meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase
tersebut. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan
adjuvant chemotherapy. Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada
tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan
pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan
membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan
sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi
postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah
operasi. Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin¨), cisplatin (Platinol¨), ifosfamide
(Ifex¨), mesna (Mesnex¨), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex¨). Protokol
standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi
adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan
pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan
perbaikan terhadap survival rate sampai 60- 80%.
 Pembedahan
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan
rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ektermitas
merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan

18
kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy) melakukan operasi
mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan sekaligus melakukan
rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan
pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak
terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb-sparing
resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage tidak dapat
atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi
kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan
kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk
rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari methal. Prostesis ini memberikan
stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight-bearing) dan
mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari
ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal
meminimalisasi komplikasi postoperasinya dibanding dengan menggunakan bone
graft.
 Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada
sebelum operasi. Setelah Osteosarkoma Disgnosis dan Penganannya pemberian
kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor
secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses
rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah:
longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada
tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun
adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal ekstremitasnya
maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini
dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post opersinya, dan setiap 6 bulan
pada 5 tahun berikutnya.

19
K. PROGNOSIS
Pada permulaanya prognosis osteosarkoma adalah buruk, 5 years Survival
Rate nya hanya bekisar antara 10-20%. Dengan adanya kemoterapi neoajuvan dan ajuvan
yang digunakan sejak awal tahun 1970an, angka survival pasien osteosarkoma meningkat
sampai 60-70%. Namun demikian masih dijumpai kekambuhan sekitar 30%-40% dan 80% di
antaranya meninggal akibat metastasis. Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai
prognosis yang lebih baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan
mempunyai metastas pada saat di diagnosis, dengan paru-paru merupakan tempat tersering
lokasi metastase. Prognosis pasien dengan metastase 5 years survival rate nya adalah 15-
30%. Berkat terapi ajuvan maka terapi amputasi belakangan ini sudah berkurang,
sekarang pada pusat-pusat pengobatan kanker yang lengkap, maka terapi non
amputasi atau limb salvage lebih sering digunakan.

20
BAB III
ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita ini berusia 20 tahun.


Perjalanan penyakit yang relatif cepat ( kurang dari 3 bulan), pertumbuhan benjolan
dari mulai sebesar telur ayam lalu menjadi sebesar buah apel disertai demam dan
penurunan napsu makan dan berat badan ini menunjukan suatu keganasan. Dari
anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa penderita merasakan nyeri terus menerus
terutama pada malam hari pada benjolan di tungkai sebelah kiri. Penderita mengaku
pernah terjatuh. Lalu, benjolan menjadi sebesar buah apel sehingga pasien tidak dapat
berjalan, penderita berobat ke RSMH.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi, tekanan
darah, dan suhu berada dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status
lokalis regio pelvis sinistra didapatkan benjolan sebesar buah apel, venektasi (+),
ukuran 10 cm x 6 cm x 4 cm, konsistensi keras, terfiksir, batas tegas, hangat disertai
nyeri, mudah berdarah dan ROM yang terbatas. Dari pemeriksaan fisik dapat
disimpulkan bahwa terdapat neoplasma pada tulang.
Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium didapatkan
HB, hematokrit dalam batas bawah, dan LED meningkat menunjukan suatu proses
keganasan. Pemeriksaan radiologis didapatkan cruris sinistra tampak soft tissue
massa yang besar pada tungkai kanan disertai dekstrusi tulang tungkai kanan yang
menunjukan suatu sarcoma. Pemeriksaan histopatologi merupakan gold standar untuk
menegakan diagnosis neoplasma tulang.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan disimpulkan diagnosis kerja bahwa pasien ini menderita Primary
bone malignancy regio cruris sinistra ec osteosarkoma.

21
Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini adalah kemoterapi dan operatif
limb salvage. Prognosis survival rate penderita osteosarkoma mencapai 60-70%
dengan terapi ajuvan pra bedah dan pasca bedah.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta


: EGC.

2. Canale ST, James HB. Campbell’s Operative Orthopaedics. 11th ed.


Mosby;2007:901-923.

3. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone;


2009: 276-300.
4. David S. Geller, Richard G, MD. Osteosarcoma: A Review of Diagnosis,
Management, and Treatment Strategies. Clinical Advances in Hematology &
Oncology Volume 8, 2010: 705-18.
5. Hutagalung EU, Achmad FK, Yogi P, dkk. Epiphyseal Preservation Surgery
in Distal Femur Osteosarcoma. Majalah Kedokteran Indonesia volume 59,
2009:136-141.
6. Federman N, Bernthal N, Eilber, Fritz C, William D. The Multidisciplinary
Management of Osteosarcoma. Current Treatment Options in Oncology,
2009.10:82–93.
7. Mehlman CT. Osteosarcoma. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1256857-overview

23

Anda mungkin juga menyukai