Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 gram, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Menurut Easment, abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Menurut Jeffcoat, abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law. Menurut Holmer, abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16. Sedangkan Monro melaporkan bahwa fetus dengan berat 397 gram dapat hidup terus, jadi definisi tersebut di atas tidaklah mutlak. Walaupun bayi dengan berat 700-800 gram dapat hidup, tapi hal ini di anggap sebagai suatu keajaiban. Makin tinggi berat anak waktu lahir, makin (Sarwono, 2007). Abortus dapat dibagi menjadi abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan atau terjadi secara spontan. Menurut aspek klinis abortus dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion dan abortus habitualis. Masing-masing abortus memiliki tanda dan karakteristik sendiri (Sarwono, 2007). Insidens abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil dan ia tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang). Terlebih lagi insidens abortus preminalis sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20% (Hoesin, 2007). Rekurensi terjadinya abortus sebanyak 20 % jika terdapat riwayat 1 kali abortus spontan sebelumnya, 35 % jika terdapat riwayat 2 kali abortus spontan besar kemungkinannya untuk hidup

sebelumnya, 50 % jika terdapat riwayat 3 abortus spontan sebelumnya, dan 30 % jika terdapat riwayat 3 kali abortus spontan sebelumnya dan telah 1 kali mengalami partus spontan (Hoesin, 2007). Penyebab-penyebab abortus spontan bervariasi meliputi infeksi, faktor hormonal, kelainan bentuk rahim, faktor imunologi (kekebalan tubuh), dan penyakit dari ibu. Penyebab abortus pada umumnya terbagi atas faktor janin dan faktor ibu. Pada umumnya abortus spontan yang terjadi karena faktor janin disebabkan karena terdapatnya kelainan pada perkembangan janin seperti kelainan kromosom (genetik), gangguan pada ari-ari, maupun kecelakaan pada janin. Frekuensi terjadinya kelainan kromosom (genetik) pada triwulan pertama berkisar sebesar 60%. Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor ibu yang dapat menyebabkan abortus spontan adalah faktor genetik orangtua yang berperan sebagai carrier (pembawa) di dalam kelainan genetik; infeksi pada kehamilan, kelainan hormonal, kelainan jantung dan kelainan bawaan dari rahim (Hoesin, 2007). Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya abortus adalah usia ibu yang lanjut, riwayat kehamilan sebelumnya yang kurang baik, riwayat infertilitas (tidak memiliki anak), Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan, infeksi (cacar, toxoplasma, dll), paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat-obatan, alkohol, radiasi), trauma pada perut atau panggul pada 3 bulan pertama kehamilan dan Kelainan kromosom (genetik) (Hoesin, 2007). Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus spontan. Komplikasi dapat berupa perdarahan, perforasi, kegagalan ginjal, infeksi, syok akibat perdarahan dan infeksi sepsis. Perforasi ini seringkali terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan tenaga yang tidak ahli, seperti bidan dan dukun. Sedangkan syok pada abortus disebabkan oleh perdarahan yang banyak, serta infeksi berat atau sepsis (Hoesin, 2007). Mengingat angka kejadian abortus yang masih tinggi dan komplikasinya yang akan menyebabkan kematian khususnya di indonesia, sehingga perlu dilakukan pembahasan yang lebih lanjut tentang abortus. Selain itu, penjelasan di atas menunjukkan bahwa banyak kemungkinan penyebab yang bisa terjadi pada abortus inkomplit ini, selain itu juga dijelaskan bahwa komplikasi

yang terjadi bisa membahayakan jiwa janin dan uterus sehingga perlu dilakukan pembahasan yang lebih lanjut tentang abortus inkomplit. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana diagnosis abortus inkomplit pada kasus ini ditegakkan? 2. Apakah etiologi terjadinya abortus inkomplit pada kasus ini? 3. Apakah penatalaksanaan abortus inkomplit pada kasus ini sudah tepat ? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui cara penegakkan diagnosis abortus imkomplit pada kasus ini. 2. Mengetahui etiologi terjadinya abortus inkomplit pada kasus ini. 3. Mengetahui apakah penatalaksanaan abortus inkomplit pada kasus ini sudah tepat. 1.4 Manfaat 1. Menambah pengetahuan tentang tata cara penegakkan diagnosa abortus inkomplit. 2. Mengetahui etiologi serta faktor faktor resiko penyebab terjadinya abortus inkomplit sehingga dapat memberikan KIE secara tepat pada saat ANC. 3. Mengambil manfaat dari studi kasus di bawah ini agar lebih baik dalam penatalaksanaan kasus abortus inkomplit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Abortus Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri diluar uterus, belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 juta, atau UK < 28 minggu. Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu yaitu fetus belum Viable by low. Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke16 dimana proses plasentasi belum selesai. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dua luar. Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan umur kehamilan < 20 minggu atau berat jenis < 1000 gram. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2007).

2.2 Klasifikasi Abortus Abortus dapat dibagi atas 2 golongan : 2.2.1 Abortus Spontan Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor mekanis ataupun medialis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah. 2.2.2 Abortus Provokatus Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obatobatan maupun alat. Abortus ini dibagi dua : 1. Abortus Medialis Adalah abortus dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan akan membahayakan jiwa ibu ( berdasarkan indikasi medis ). (Mocthar 1998:211 )

2. Abortus Kriminalis Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

2.3 Pembagian Abortus Spontan Abortus Kompletus (Keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga rahim kosong. Abortus Incompletus (Keguguran bersisa) adalah hanya sebagian dari hasil konsepsi dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua dan placenta. Abortus Insipien (Keguguran sedang berlangsung) adalah abortus sedang berlangsung dengan ostium eksternum dan internum sudah terbuka dan ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. Abortus Iminens (Keguguran membakat) adalah abortus membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obatan. Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim yang tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Abortus Habitualis (Keguguran berulang) adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih. Abortus Infektiosus dan Abortus Septik adalah keguguran yang disertai infeksi genital. Abortus septic adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toxinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum.

2.4 Epidemiologi Abortus Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan

anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang terlambat. Terlebih lagi insidens abortus preminalis sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20% (Sastrawinata, 2004 : 2). Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada kromosom. Sesuai Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 dilaporkan 6% kehamilan dalam periode 1992-1997 berakhir dengan keguguran, angka keguguran lebih tinggi didaerah perkotaan (7%) daripada pedesaan (5%) secara umum kehamilan yang tidak diinginkan (tidak direncanakan atau tidak diharapakan) telah turun dari 17% (1991-1994) menjadi 14% (1994-1997). Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%, abortus imminens 86,17%, sedangkan kasus abortus inkomplit di Indonesia sebanyak 9,75% (Hoesin, 2007).

2.5 Etiologi Abortus Beberapa hal penyebab abortus dapat dibagi menjadi beberapa faktor, antaranya (Williams, 2005) : 1) Faktor fetal Abortus spontan pada awal kehamilan umumnya menunjukkan abnormalitas perkembangan dari zigot, embrio, atau plasenta. Pada 1000 kasus abortus spontan yang diteliti oleh Hertig dan Sheldon (1943), separuhnya adalah degenerasi atau kosongnya embrio, oleh karena rusaknya ovum. 50 hingga 60 persen dari abortus spontan disebabkan oleh kelainan kromosom yang dapat dilihat pada tabel 6.1 (Williams, 2005). Trisomi autosomal sering menyebabkan keguguran pada trisemester awal. Semua trisomi autosomal kecuali kromosom nomer 1 telah teridentifikasi

pada kasus abortus, dan abrtus dengan autosom 13, 16, 18, 21, dan 22 adalah yang paling umum menyebabkan abortus. Monosomi X (45, X), adalah abnormalitas kromosom spesifik tunggal yang sering dijumpai. Monosomi ini menyebabkan sindroma turner, yang biasanya akan terjadi abortus dan sedikit sekali bayi lahir hidup perempuan. Kasus monosomi autosomal sangat jarang dan tidak banyak yang hidup. Triploid lebih sering berhubungan dengan degeneration. hydropic placental (molar) Mola hidatidosa inkomplit mungkin triploid atau trisomi hanya

pada kromosom 16. Walaupun janin lebih sering gugur pada awal kehamilan, berberapa tumbuh lebih lama dan menunjukkan malformasi. Umur maternal dan paternal lanjut tidak meningkatkan insiden triploid. Aborsi tetraploid jarang lahir hidup dan sangat sering gugur pada awal gestasi. Abnormalitas struktur kromosom tidak banyak menyebabkan aborsi. Berberapa bayi yang lahir dengan translokasi seimbang akan tumbuh normal. Abortus pada kromosom euploid adalah janin dengan kromosom normal cenderung mengalami keguguran pada umur gestasional yang lebih tua bila dibandingkan aneuploid (Williams, 2005). 2) Faktor Maternal Penyebab abortus kromosom euploid sukar untuk dipahami, walaupun berbagai masalah kesehatan, kondisi lingkungan, dan abnormalitas dari perkembangan janin telah diimplikasikan. Pengaruh dari umur maternal yang yang disebutkan di atas adalah faktor yang paling sering terjadi. a. Infeksi Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2001), infeksi adalah penyebab tidak umum pada aborsi awal kehamilan. Bahkan dalam penelitian Simpson (1996) yang berjudul insulin-dependent diabetic women presumably more susceptible to infection, tidak ditemukan bukti bahwa infeksi dapat menginduksi keguguran. Beberapa infeksi spesifik telah dipelajari. Sebagai contoh, walaupun Brucella abortus dan Campylobacter fetus menyebabkan abortus pada ternak, bakteri bakteri ini tidak menyebabkan hal yang sama pada manusia (Sauerwin, 1993). Pada penelitian lain juga tidak terbukti baik Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis menstilumulasi abortus pada manusia (Feist, 1999; Osser, 1996; Paukku, 1999). Pada studi prospektif, infeksi HSV pada kehamilan

awal juga tidak meningkatkan insiden keguguran (Brown, 1997). Bukti bahwa Toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada manusia tetap belum dapat disimpulkan. Data yang menyangkut hubungan antara infeksi dan peningkatan abortus masih diperdebatkan. Sebagai contoh, Quinn dkk (1983a, b) menyediakan bukti serologik yang mendukung peran Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum. Namun Temmerman dkk (1992) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara mycoplasma genital dengan abortus spontan. Mereka menemukan bahwa abortus berhubungan langsung dengan bukti serologik dari infeksi syphilis dan human immunodeficiency virus (HIV)-1, dan kolonisasi streptococcus grup B pada vagina. Sebagai perbandingan, van Benthem dkk (2000) melaporkan bahwa wanita memiliki resiko abortus yang sama baik sebelum atau sesudah mereka terinfeksi HIV. Oakeshott dkk (2002) melaporkan hubungan antara trimester kedua, bukan pertama dengan bakterial vaginosis. b. Penyakit Debilitas Kronis Abortus pada awal kehamilan jarang sebagai dampak penyakit kronis seperti tuberkulosis atau karsinoma. Celiac sprue, telah dilaporkan sebagai penyebab infertilitas baik pada pria maupun wanita dan abortus habitualis (Sher, 1994). c. Kelainan Endokrin i) Hipotiroid Defisiensi iodin mungkin berhubungan dengan keguguran (Castaeda, 2002). Defisiensi hormon tiroid bersifat umum pada wanita dan biasanya disebabkan oleh masalah autoimun, namun efek hipotiroid pada keguguran awal kehamilan belum dipelajari secara mendalam. Bahkan tanpa hipotiroid, autoantibodi tiroid berhubungan dengan peningkatan insiden keguguran (Abramson, 2001; Lakasing, 2005). ii) Diabetes Mellitus Angka abortus spontan dan malformasi kongenital mayor keduanya meningkat pada wanita dengan IDDM (insulin-dependent diabetes melitus) (Greene, 1999). Resiko yang nampak berhubungan dengan derajat kontrol metabolik pada awal kehamilan. Pada studi prospektif, Mills dkk (1988) melaporkan bahwa kontrol glukosa yang bagus hingga hari ke 21 setelah konsepsi menghasilkan angka keguguran yang sama dengan kontrol nondiabetik. Kontrol glukosa yang buruk, menyebabkan peningkatan angka

keguguran. Diabetes adalah penyebab dari abortus habitualis, dan Craig dkk (2002) telah melaporkan insiden yang lebih tinggi resistensi insulin pada wanita dengan abortus habitualis. d. Nutrisi Defisiensi asupan satu atau berberapa nutrisi tidak menunjukkan penyebab penting pada abortus. Bahkan hiperemia gravidarum selama kehamilan awal dengan penurunan berat badan yang signifikan jarang diikuti oleh keguguran. e. Pemakaian obat dan faktor lingkungan Berbagai macam agen yang berbeda dilaporkan berhubungan dengan peningkatan insiden abortus : Tembakau

Merokok berhubungan dengan peningkatan resiko abortus euploid (Kluine, 1980). Dua studi beranggapan bahwa resiko abortus meningkat secara linear dengan penggunaan rokok per hari (Armstrong, 1992; Chatenoud, 1998). Alkohol

Pada abortus spontan dan anomali fetus, seringnya mengkonsumsi alkohol pada 8 minggu awal kehamilan (Floyd, 1999). Resiko ini berhubungan baik oleh karena frekuensi dan dosis (Armstrong, 1992; Kline, 1980). Konsumsi alkohol minimal pada kehamilan tidak berhubungan secara signifikan terhadap abortus (Cavallo, 1995; Kesmodel, 2002). Kafein

Amstrong dkk (1992) melaporkan bahwa wanita yang mengkonsumsi setidaknya lima cangkir kopi sehari memiliki sedikit peningkatan resiko abortus, dan di atas itu, resiko berjalan secara linear. Cnattingius dkk (2000) meneliti peningkatan resiko abortus hanya pada wanita yang mengkonsumsi paling tidak 500 mg cafein per hari setara dengan 5 cangkir kopi. Klebanoff dkk (1999) melaporkan bahwa wanita hamil dengan kadar caffein dan paraxantin tinggi memiliki resiko keguguran. Mereka menyimpulkan bahwa konsumsi kopi sedang menyebabkan abortus spontan. Radiasi

Pada dosis terapi yang diberikan untuk mengatasi malignansi, radiasi dapat merupakan penyebab abortus. Walaupun dosis yang lebih rendah menyebabkan efek toxic yang lebih rendah pula, dosis pada manusia yang menyebabkan

10

abortus belum dapat diketahui. Menurut Brent (1999), paparan kurang dari 5 rad tidak meningkatkan resiko keguguran. Kontrasepsi angka keguguran. Bila piranti intrauterin gagal mencegah

Kontrasepsi oral atau bahan spermasidal tidak berhubungan dengan peningkatan kehamilan, resiko abortus terutama abortus septik akan meningkat Toksin lingkungan

Pengkajian secara akurat tentang hubungan antara paparan lingkungan dan keguguran masih belum dapat dilakukan. Terdapat kesulitan dalam mengukur intensitas dan durasi paparan, hanya terdapat sedikit informasi yang mengarah pada agen spesifik. Namun, nampaknya lebih baik berhati-hati pada paparan toksin lingkungan. Beberapa studi termasuk yang dilakukan oleh Barlow dan Sullivan (1982) yang menemukan bahwa arsenik, timah hitam, formaldehid, benzena dan etil oksida mungkin menyebabkan keguguran. Peningkatan resiko keguguran telah dijelaskan pada seorang asisten dokter gigi yang terpapar selama 3 jam atau lebih nitrat oksida per hari tanpa penggunaan peralatan keamanan (Rowland, 1995). Tanpa penggunaan alat keselamatan, Boivin (1997) menyimpulkan bahwa wanita yang pekerjaannya terpapar dengan gas anastesi memiliki resiko peningkatan angka keguguran. Pada metaanalisis lainnya, Dranitsaris dkk (2005) mengidentifikasi keterkaitan kecil dari abortus spontan pada staff wanita yang bekerja dengan obat cytoxcix kemoterapi. 3) Faktor Imunologis Beberapa kerusakan imunologis berhubungan dengan abortus pada awal kehamilan. Abortus yang terjadi berulang kali dinamakan abortus habitualis. a. Trombofilia bawaan Terdapat banyak kerusakan genetik koalagulasi darah yang menaikkan resiko baik trombosis arteri dan vena. Berberapa studi mengatakan bahwa trombofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor V leiden, protrombin, antitrombin, protein b. C dan S, dan methylene tetrahydrofolate reductase (hyperhomocysteinemia). Laparotomy Pembedahan abdomen atau pelvis yang tidak komplikasi selama kehamilan awal tidak meningkatkan resiko abortus. Tumor ovarium biasanya dihilangkan

11

tanpa mengganggu kehamilan. Perkecualian adalah penghilangan kista corpus luteum atau kista ovarii pada awal kehamilan dimana corpus luteum berada. Bila pembedahan dilakukan sebelum minggu ke 10 gestasi, suplemen progesteron dibutuhkan. c. Trauma Trauma abdominal mayor dapat menyebabkan abortus, walaupun tidak lazim pada kehamilan awal. Efek trauma minor pada angka aborsi sulit ditentukan. Secara umum, trauma menyumbangkan sedikit insiden abortus. d. i. Defek uterus Defek uterus didapat

Leiomyoma besar dan multipel adalah kasus umum, dan menyebabkan keguguran. Dalam hal ini, letak dari tumor lebih berpengaruh pada keguguran daripada besar tumor. Synechiae uterus yang lebih dikenal dengan Asherman syndrome biasanya terjadi akibat destruksi luas endometrium karena kuretase. Histerosalfingogram menunjukan karakteristik dari defek multipel, namun histeroscopi lebih akurat. Pada kehamilan beruntun, jumlah endometrium mungkin tidak cukup untuk mendukung adanya suatu kehamilan kembali, dan abortus mungkin terjadi. ii. Defek uterus yang berkembang Formasi duktus mllerian abnormal atau defek fusi dapat berkembang spontan atau dapat diikuti pada paparan in utero diethylstilbestrol. Walaupun hal tersebut dapat menyebabkan keguguran midtrimester dan komplikasi kehamilan dan kelahiran preterm, hal ini masih kontroversi apakah defek uterus menyebabkan keguguran awal kehamilan. e. Inkompetensia servix Hal ini ditandai dengan dilatasi cervix tanpa rasa sakit pada mid trimester. Keadaan ini dapat diikuti dengan prolaps dan balooning dari membran ke vagina, dan ekspulsi fetus imatur. Chansen dkk (2005) melaporkan bahwa dilatasi dan evakuasi atau dilatasi dan ekstraksi setelah 20 minggu tidak meningkatkan kemungkinan inkompentensia servix (Williams, 2005). f. Paternal faktor Hanya sedikit diketahui tentang hubungan faktor paternal dan keguguran. Umumnya, abnormalitas kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrell, 2003).

12

2.6 Patogenesis Abortus Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan (Williams, 2005) Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, vili korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan. Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati lama. (Fransisca,2007). Apabila hasil konsepsi tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu akan terjadi gangguan pembentukan darah. Berbagai bentuk perubahan hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan dapat terjadi : Mola karneosa atau mola darah: sebuah ovum yang dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah sehingga terlihat seperti gumpalan daging. Tebal kapsul tersebut bervariasi, dengan didalamnya tersebar vili korialis yang sudah mengalami degenerasi. Rongga kecil yang berisi cairan didalamnya tampak tertekan dan berubah bentuk akibat dinding tebal gumpalan darah yang lama. Spesimen semacam ini berkaitan dengan abortus yang terjadi agak lambat, sehingga darah dibiarkan berkumpul di antara desidua dan korion serta mengental dan membentuk sejumlah lapisan.

13

Mola tuberosa dan hematoma subkorionik tuberosa pada desidua merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan lesi yang sama. Gambaran karakteristiknya adalah amnion yang secara makroskopis tampak noduler sebagai akibat dari tonjolan hematom yang terlokalisir dengan berbagai macam ukuran di antara selaput amnion dan korion.

Fetus kompresus : janin mengalami mummifikasi, terjadi penyerapan kalsium dan tertekan sampai gepeng

Fetus papireseus : kompresi fetus berlangsung terus, terjadi penipisan laksana kertas

Blighted ovum : hasil konsepsi yang dikeluarkan tidak mengandung janin hanya benda kecil yang tidak berbentuk

Missed abortion : hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu (Williams,2005).

2.7 Diagnosis Abortus Dicurigai abortus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: nyeri suprapubik, kram uterus, dan atau nyeri punggung, perdarahan vagina, dilatasi cervix, ekspulsi dari produk konsepsi, hilangnya gejala dan tanda dari kehamilan, secara kuantitatif human chorionic gonadotropin tidak meningkat, temuan USG yang abnormal (seperti gestasional sac yang kosong, disorganisasi fetal, kurangnya pertumbuhan dari fetus) (DeCherney, 2006). Jika dicurigai kehamilan ektopik, dilakukan pemeriksaan bimanual secara hati-hati. Karena kehamilan ektopik awal biasanya mudah pecah. Pikirkan kemungkinan abortus pada wanita usia reproduktif, yang mengalami terlambat haid (terlambat haid dengan jangka waktu lebih dari satu bulan sejak waktu haid terakhirnya) dan mempunyai satu atau lebih tanda berikut ini: perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi, serviks yang berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya.jika abortus merupakan kemungkinan diagnosis segera kenali dan tangani komplikasi yang ada (Saifudin, 2010).

14

2.8 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Threatened Abortion/ Abortus mengancam/ Abortus imminens Setidaknya sekitar 20-30% dari wanita hamil mempuyai riwayat perdarahan pada trimester pertama. Pada sebagian besar kasus, hal ini mempresentasikan sebuah perdarahan implantasi. Cervix masih menutup dan perdarahan sedikit dengan atau tanpa kram (DeCherney, 2006).

Inevitable Abortion/abortus insipiens


Nyeri perut atau punggung dengan perdarahan disertai cervix yang

terbuka mengindikasikan impending abortus. Abortus tidak dapat dihindari jika terdapat cervical affacement, cervical dilatasi, dan atau ruptur dengan membrane yang signifikan (DeCherney, 2006). Abortus Incomplete Pada abortus inkomplit produk dari konsepsi telah keluar sebagian dari rongga uterus. Pada kehamilan kurang dari umur 10 minggu, Fetus dan placenta biasanya keluar bersamaan. Setelah 10 minggu, Kemungkinan dapat keluar terpisah, dengan sebagian produk konsepsi tertahan dalam rongga uterus. Kram selalu terjadi. Perdarahan secara umum persisten dan mungkin berlanjut parah (DeCherney, 2006). Abortus komplet Abortus komplet dapat diidentifikasi dari keluarnya seluruh hasil konsepsi. Perdarahan sedikit dapat berlanjut untuk beberapa waktu, sakit biasanya timbul setelah janin telah melewati cervix (DeCherney, 2006). Missed Abortion Missed abortion dapat berimplikasi bahwa kehamilan masih tertahan dan diikuti oleh matinya fetus. Mengapa hasil konsepsi tidak langsung ekspulsi masih belum dapat diketahui. Hal ini kemungkinan terdapat produksi progestogen pada placenta tetap berlanjut ketika kadar estrogen turun jauh, yang mana menurunkan kontraktilitas uterus (DeCherney, 2006)

15

Blighted Ovum Blighted ovum atau kehamilan tanpa embrio merepresentasikan

kegagalan perkembangan embrio jadi hanya terdapat gestational sac dengan atau tanpa sebuah yolk sac. Sebuah alternative hipotesis menunjukkan bahwa fetal pole telah direabsorbsi dilihat dengan ultrasonografi (DeCherney, 2006). Tabel 1.1 Deferensial Diagnosis perdarahan pada kehamilan muda
Perdarahan Bercak hingga Sedang Tertutup/terbuka Serviks Tertutup Uterus Sesuai dengan usia gestasi Sedikit membesar normal Gejala/tanda Kram perut bawah dan uterus lunak Limbung/pingsan dari Nyeri perut bawah Nyeri goyang portio Massa adneksa Cairan bebas intra abdomen Lebih kecil dari usia gestasi Sedikit atau tanpa nyeri perut bawah Riwayat ekpulsi hasil konsepsi Sedang hingga massif/banyak Terbuka Sesuai kehamilan usia Kram atau nyeri perut bagian belum terjadi ekpulsi hasil konsepsi Kram atau nyeri perut ekpulsi sebagian hasil konsepsi Terbuka Lunak dan lebih basar dari usia gestasi Mual/muntah Kram perut bawah Sindroma preeklamsia mirip Abortus insipiens Abortus komplit Diagnosis Abortus imminen

Kehamilan ektopik terganggu

Abortus inkomplit

Abortus mola

16

Tak ada janin keluar jaringan seperti anggur

(Saifudin,2002)

Tabel 1.2 Diagnosis Abortus berulang


Penyebab Genetic error Abnormalitas anatomi Diagnosis Pedigree 3 generasi dan karyotype dari kedua orangtua dan setiap material abortus sebelumnya Lakukan hysterosalpingogram atau hysterocopy Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk T4 dan TSH, serum

dari jalur reproduksi Kelainan hormonal

progesterone atau biopsy endometrium selama fase luteal, dan gucose Infeksi Penyakit Autoimmune Agen Eksogen Faktor Immunologis tolerant test. Kultur cervix untuk Chlamydia dan gonorrhea, dan kultur untuk

Mycoplasma dan Ureaplasma. Evaluasi tekanan darah dan fungs ginjal, cek untuk antikoagulan lupus dan anticardiolipin. Riwayat keluarga dan skrining obat-obatan. Testing masih belum dpat dilakukan

(DeCherney, 2006)

2.9 Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap Jika terdapat perdarahan yang signifikan, pasien akan anemis. Hitung leukosit dan sedimentasi mungkin akan meningkat walaupun tanpa adanya

17

infeksi (DeCherney, 2006) Tes kehamilan Turun atau peningkatan abnormal dari level plasma dari human chorionic gonadotropin (hCG) dapat membantu diagnosa kelainan pada kehamilan seperti blighted ovum, abortus spontaneous atau kehamilan ektopik (DeCherney, 2006). Ultrasonografi Ultrasonografi transvaginal membantu untuk mendokumentasikan kehamilan intrauterine seawal-awalnya 4-5 minggu usia kehamilan. Gerak janin dapat terlihat pada embrio >5mm dari crown sampai rump atau pada embrio setidaknya pada kehamilan 5-6 minggu. Ultrasound dapat berguna untuk menentukan bilamana kehamilan masih viable dan mana yang lebih mirip pada keadaan abortus (DeCherney, 2006). Pada abortus yang mengancam, ultrasonografi dapat mengungkap

gestational sac yang normal dan embrio yang masih viable. Walaupun begitu, sebuah sac yang irregular sebuah eccentric fetal pole, terdapatnya sac yang besar (> 25% of sac size) dan terdapat perdarahan retrochorionic, dan atau heart rate yang lambat (<85bpm) merupakan prognosis yang buruk. Jika terlihat fetus yang hidup pada minggu ke 6 atau kurang pada USG, resiko dari abortus 1530%. Resiko berkurang menjadi 5-10% pada minggu 7-9 minggu kehamilan dan berkurang menjadi kurang dari 5%setelah minggu ke 9 kehamilan (DeCherney, 2006). Pada abortus komplit, gestasional sac selalu deflate dan irregular, material achogenic memperlihatkan jaringan plasenta terlihat pada rongga uterus. pada abortus komplit, endometrium terlihat menutup dengan tidak ada produk hasil konsepsi.(DeCherney, 2006). Embrio atau fetus tanpa gerakan dari jatung konsisten dengan missed abortion, yang mana terdapat gestasional sac yang abnormal, tanpa sebuah yolk sac atau embrio, konsisten dengan blighted ovum. Sebagian kehamilan hilang

18

beberapa minggu sebelum muncul keluhan dan gejala (DeCherney, 2006).

Gambar 1.1. Pada pemeriksaan USG tampak kehamilan intrauterine, pada kehamilan 8 minggu, tampak embrio (E) dan yolk sac (Ys) (DeCherney, 2006).

Gambar 1.2 Terminasi janin pada kehamilan 8 minggu dengan irregular sac yolk sac (Ys) (DeCherney, 2006).

19

Gambar 1.3. Gestasional sac yang kosong menandakan blighted ovum (DeCherney, 2006).

Gambar 1.4. Uterus yang kosong (U) dengan sebuah massa di adnexa (A) merupakan tanda dari kehamilan ektopik. Hcg pada saat transabdominal ultrasonografi lebih dari 100 mIU/mL (DeCherney, 2006).

Kehamilan ektopik dapat menyebabkan gejala yang sama dengan miscarriage, seperti abnormalitas dari menstruasi dan nyeri perut atau pelvis. Sebuah massa di adnexa mungkin atau juga mungkin tidak dapat terlihat. Ultrasonografi dapat secara virtual menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik dengan mendokumentasikan sebuah kehamilan intrauterine (DeCherney, 2006).

20

2.10

Prognosis

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan setelah didiagnosa aborsi berulang akan mempunyai outcome yang baik, dengan atau tanpa terapi. Warburton dan fraser (1964) melaporkan terdapat abortus berulang sebanyak 25 sampai 30 persen berdasarkan jumlah abortus sebelumnya. Poland dan kawankawan (1977) mencatat bahwa apabila wanita dengan diagnosis abortus mempunyai riwayat melahirkan bayi hidup, resiko untuk berulangnya aborsi sebanyak kira-kira 30 persen. Jika, walaupun, seorang wanita tidak pernah melahirkan bayi hidup, dan setidaknya pernah mengalami satu kali abortus spontan maka resiko untuk aborsi pada kehamilan selanjutnya sebanyak 46 persen (Cunningham, 2007). 2.11 Penatalaksanaan Abortus merupakan terminasi kehamilan dimana fetus masih belum cukup matang untuk bertahan hidup.Keadaan ini mebahayakan bagi seorang ibu karena perdarahan. Perdarahan ini disebabkan oleh adanya sisa hasil konsepsi pada uterus. Sehingga untuk menghentikan perdarahan tersebut, harus dikeluarkan sisa-sisa hasil konsepsi dari dalam uterus. Pengeluaran hasil konsepsi ini bisa dilakukan dengan pelebaran serviks atau transabdominal. Tindakan pengeluaran hasil konsepsi melalui pelebaran serviks bisa dengan digitalisasi (bila sisa konsepsi sedikit), atau dilatasi dan kuretase. Sedangkan dengan transabdominal, dapat dilakukan hysterotomy atau hysterectomy (Cunningham et al, 2005). Dilatasi dan Kuret Pertama teknik dilatasi dan kuret mengharuskan melebarkan leher rahim dan kemudian mengevakuasi kehamilan dengan cara scraping keluar isinya (kuret tajam), dengan pengisapan keluar isinya (kuret hisap), atau dengan kedua cara tersebut. Vacuum aspirasi, bentuk paling umum dari kuret hisap, membutuhkan kanula yang kaku yang melekat pada sumber . Atau, aspirasi vakum manual menggunakan kanula serupa yang menempel pada jarum suntik genggam untuk sumber vakumnya. Kemungkinan adalah perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, penghapusan lengkap dari janin dan plasenta, dan

21

infeksi. Dengan demikian, kuret tajam atau hisap harus dilakukan sebelum 14 sampai 15 minggu (Cunningham et al, 2005). Pada usia kehamilan 16 minggu, untuk mengeluarkan hasil konsepsi ukuran menggunakan dilatasi dan evakuasi (D & E) teknik. Teknik dilatasi serviks, dicapai dengan logam atau dilator higroskopik, untuk menghancurkan struktur badan dan evakuasi bagian-bagian janin. Dengan penghapusan lengkap janin, kuret vakum besar menanggung digunakan untuk menghapus plasenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ekstraksi (D & X) adalah mirip dengan dilatasi dan evakuasi namun evakuasi hisap isi intrakranial dilakukan setelah melahirkan tubuh janin melalui serviks yang terdilatasi memfasilitasi ekstraksi dan meminimalkan cedera rahim atau serviks dari instrumen atau tulang janin. Prosedur ini telah disebut aborsi kelahiran parsial. Untuk mengurangi resiko infeksi pada saat kuret dapat diberikan doksisiklin 200 mg seblum dan 100 mg sesudah kuretase (Cunningham et al, 2005). Histerotomi Hysterotomy adalah teknik pengeluaran hasil konsepsi melalui jalan transabdominal. Teknik ini seperti operasi Caesar namun sayatan pada uterus lebih kecil. Seperti pada pembedahan perut besar pada umumnya, tindakan ini diperlukan anestesi umum dan agak jarang dilakukan. Hysterotomy hanya dilkaukan bila metode non-invasif lainnya tidak berhasil atau suit dilakukan. (Dorland, 2000) Histerektomi Hysterectomy atau histerektomi merupakan operasi pengangkatan rahim. Histerektomi dapat total (menghilangkan tubuh, fundus, dan leher rahim rahim; sering disebut "lengkap") atau parsial (pengangkatan tubuh uterus sementara meninggalkan rahim utuh; juga disebut "supracervical") (Dorland, 2000). Tatalaksana terutama dilakukan pada gejala abortus yang disebabkan oleh faktor maternal. Tatalaksana yang diberikan dapat berupa sebagai berikut: 1.) istirahat baring : tidur baring merupakan unsur penting dalam

pengobatan, karena cara ini dapat menyebabkan bertambahnya aliran

22

darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Walaupun cara ini belum terbukti dapat mempengaruhi outcome, namun sebagian besar ibu merasa keadaannya menjadi lebih baik. Tetapi sebagian ahli lainnya merasa bahwa secara psikologis ibu akan lebih baik jika tetap aktif karena tidak akan memperburuk prognosis kehamilan. Namun tindakan yang menimbulkan banyak stress pada fisik tetap harus dihindari termasuk hubungan suami istri 2.) Menangani penyakit pada ibu : seringkali ibu hamil yang mengalami gejala abortus juga sedang menderita penyakit lain, seperti diabetes mellitus, hipotiroid, infeksi, dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini harus ditangani dengan tepat dengan tetap mempertimbangkan kondisi ibu yang sedang hamil, dan kondisi janin.

3.) Meningkatkan keadaan umum ibu : cara yang dapat dilakukan antara lain seperti makan makanan bergizi, minum suplemen vitamin, menghindari stress fisik dan pikiran, menjaga kebersihan jalan lahir dan sebagainya. 4.) Keadaan janin juga harus terus dipantau untuk mengetahui bagaimana prognosis kehamilan, dan jika ternyata janin sudah mati, maka perlu dilakukan evakuasi. Penatalaksanaan Berdasarkan 4 Kategori Utama Abortus: (Saifuddin, 2010) 1. Abortus Imminens Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total Mengurangi aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual Apabila pendarahan berhenti, lakukan asuhan antenatal seperti biasa Ababila pendarahan terus berlangsung, lakukan konfirmasi penyebab terjadinya pendarahan, khusunya bila ditemui uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola hidatidosa.

23

Tidak perlu menggunakan terapi hormonal (esterogen atau progestin) atau tokolitik (salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus 2. Abortus Insipiens Bila usia kehamilan kurang dari 16 minggu, dilakukan evakuasi uterus dengan aspirasi vakum manual (AVM) atau dilatasi dan kuretase. Namum apabila evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka pemberian ergometrin 0,2 mg IM (jika perlu ulang setiap 15 menit) atau misoprostol 400mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu). Namun obatobatan ini tidak efektif untuk pendarahan yang masif, sehingga tetap harus dipersiapkan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus. Bila usia kehamilan lebih dari 16 minggu, evakuasi sisa-sisa hasil konsepsi. Pemberian infus 20IU oksitosin dalam 500cc garam fisiologis dilakukan bila diperlukan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. 3. Abortus inkomplit Jika pendarahan tidak seberapa banyak dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atan dengan cunam ovum untuk mengeluarkan sisa konsepsi. Bila pendarahan berhenti, dapat diberikan ergometrin 0,2 mg IM. Jpendarahan berlangsung terus menerus dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan dengan aspirasi vakum manual, atau bial tidak tersedia bisa d lakukan dilatasi dan kuretase. Namun bila evakuasi masih belum bisa dilakukan, terapi farmakologis dapat membantu mengurangi pendarahan yaitu ergometrin 0,2mg IM diulangi selama 15 menit atau misoprostol 400mcg per oral. Bila kehamilan lebih dari 16 minggu kita harus membuat kondisi kontraksi pada uterus dengan bantuan oksitosin 20 IU dalam 500 cc cairan garam fisiologis secara IV. Setelah ada ekspulsi hasil konsepsi, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dengan AVM atau dilatasi dan kuretase. Sisa konsepsi tidak boleh ada yang tertinggal dalam uterus agar tidak terjadi

24

pendarahan terus menerus. 4. Abortus Komplit Tidak perlu evakuasi lagi Observasi untuk melihat adanya perdarahan yang banyak. ibu dapat menjadi syok berat setelah terjadi pendarahan yang banyak. Bila pendarahan sangat mengancam jiwa, tranfusi darah dapat menjadi pilihan pertama.

25

BAB 3 LAPORAN KASUS Nama No. Rekam Medik Umur Alamat Pekerjaan Agama Suku Bangsa Nama Suami Pekerjaan Status Perkawinan Status Paritas Menarche Haid Siklus HPHT Lama Haid : Ny. Retnowati : 10985932 : 34 tahun : Jl. Tirtojoyo Genting RT3 RW 7 Merjosari Malang : Ibu Rumah Tangga : Islam : Jawa : Indonesia : Tn Fajar : Guru : Menikah 1x, Lama 6 tahun, AT 4 th : P2002 Ab100 : 13 tahun : Teratur : 28 hari : 5 5 2011 ~ UK 10 12 mgg : 7 hari

26

Jumlah haid Karakteristik haid Warna haid Merasa nyeri haid Flour Flouxus KB MRS Anamnesis

: 2-3 pembalut per hari : bergumpal : merah : nyeri sebelum, selama, dan sesudah haid : (-) : (+) : (-) : 14-07-2011 :

Subyektif (tgl. 14 Juli 2011) KU : keluar flek-flek dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu Pasien mengeluh keluar flek-flek dari jalan lahir sejak tanggal 12 juli 2011 jam 19.00, akan tetapi pasien tetap di rumah Tanggal 13 Juli 2011 jam 20.00, keluar darah dari jalan lahir disertai perut terasa mules, akan tetapi pasien tetap di rumah. Tanggal 14 Juli 2011 jam 06.00, keluar darah datang ke RSSA Malang. Riwayat dioyok, trauma, instrumentasi, minum jamu-jamuan atau obatobatan, keputihan tidak didapatkan Pasien tahu dirinya hamil saat telat haid 1 bulan yang lalu, setelah tes urine sendiri dan hasilnya (+) positif BAK/BAB dalam batas normal Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mengaku stress dan sering makan tidak teratur Obyektif Keadaan Umum GCS Tensi Nadi RR : Cukup : 456,Kompos metis : 120/80mmHg : 84x/menit : 20x/menit dari jalan lahir bertambah banyak disertai gumpalan-gumpalan, kemudian pasien

27

Temp axila Kepala dan leher Thorak paru Abdomen Extremitas

: 36,4 C : Anemia -/-, icterus -/-, pembesaran kelenjar leher -/: Simetris, C/P dalam batas normal : Flat supel, met (-), massa (-), nyeri (-), BU (+) N Fundus uteri = 1 jari di atas symphisis : Edema -/-

Pemeriksaan Ginekologis Genetalia Inspeculo VT : Pendarahan (+) minimal, fluor () : V/V pendarahan (+) min, POMP terbuka dan terlihat jaringan : V/V pendarahan (+) min POMP terbuka dan teraba jaringan CUAF ~ 10-12 minggu AP D/S dalam batas normal CD dalam batas normal Laboratorium :

Darah Lengkap: 8700 / 11,2 / 32 / 282.000 HCG Test : (+) positif

Assesment : Abortus inkomplit Planning : ::

Planning diagnosis Planning terapi Bed rest

MRS pro curretage Injeksi Gentamycin 80 mg i.v Kaltrofen supp II Tx oral post kuretase : Amoxicilin 3x500 mg diberikan 30 menit sebelum kuretase

28

Asam mefenamat 3x500 mg Metergin 3x1 tab Rob 1x1 tab

Planning monitoring : VS, keluhan subyektif, perdarahan Planning edukasi : Penjelasan tentang keadaan ibu yang sebenarnya yaitu apa yang sedang dialami ibu, apa itu abortus inkomplit, dan mengapa bisa terjadi demikian.

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kemungkinan Etiologi Abortus Inkomplit pada Pasien Dari anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, tidak diketahui secara pasti penyebab terjadinya abortus. Beberapa penyebab abortus antara lain : 1. Adanya kemungkinan janin yang tidak berkembang Sekitar setengah dari semua kasus abortus spontan disebabkan oleh kelainan genetik yang artinya kasus abortus spontan bisa saja terjadi pada ibu hamil yang sehat secara fisik dan mental. Namun pada pasien ini tidak diketahui apakah janin tidak berkembang, karena tidak ada pemeriksaan diagnostic sebelumnya yang menunjukkan janin tidak berkembang. 2. Pekerjaan Pasien Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga yang cukup sibuk bisa menjadi salah satu penyebab kejadian abortus inkomplit. Seperti dijelaskan oleh Williams, 2005, pekerjaan ibu mempengaruhi kesehatan dalam kehamilan. Semakin berat pekerjaan ibu hamil, maka semakin besar resiko untuk mengalami kelainan dalam kehamilan. Pekerjaan sebagai tukang yang berkategori berat dapat berkontribusi pada kejadian

29

abortus (Williams, 2005). 3. Asupan gizi dan nutrisi Pasien mengaku memiliki pola makan yang tidak teratur. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya abortus inkomplit karena pola makan yang tidak teratur dapat dikaitkan dengan asupan gizi yang kurang baik. Selain itu pasien juga tidak mengkonsumsi suplemen vitamin apapun, karena itu dapat disimpulkan bahwa asupan gizi pada pasien ini kurang memadai untuk menunjang tercapainya kehamilan yang baik walaupun faktor nutrisi cuma berperan kecil dalam terjadinya kejadian abortus. 4. Pasien Merasa Nyeri Selama Haid Yang harus ditanyakan kepada pasien adalah karakteristik nyeri, letak nyeri di perut bagian sebelah mana, nyeri haid berkurang atau meningkat dengan apa, kapan waktu yang paling nyeri, apakah mengkonsumsi obat untuk mengurangi nyeri haid atau tidak, nyeri haid mengganggu kegiatan atau tidak. Jika mengacu ke data pasien, maka kemungkinan pasien mengalami dismenorea sekunder. Pikirkan mungkin adanya kemungkinan endometriosis, adenomiosis, PID cronis, myoma uteri, atau polip endometrium. Di mana semua kemungkinan itu bisa menyebabkan kejadian abortus. 5. Infeksi Infeksi kronis seperti TORCH dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus. a. Infeksi Toxoplasma Gondii Penyakit toxoplasmosis bukan disebabkan virus tetapi disebabkan oleh sejenis parasit toxoplasma gondii. Bila penyakit ini mengjangkiti seorang wanita hamil, maka pada janin dalam kandungannya juga akan beresiko terinfeksi dan menimbulkan berbagai kecacatan fisik pada anak setelah dilahirkan. Infeksi toxoplasma gondii menyebabkan abortus spontan sebesar 4%, lahir mati sebesar 3%, toxoplasmosis bawaan 20% (Cunningham, 2005). b. Infeksi Virus Rubella Infeksi rubella merupakan penyakit infeksi ringan pada anak dan dewasa

30

muda, tetapi memberi nuansa istimewa seandainya infeksinya mengenai ibu hamil, dimana virus dapat menembus barier plasenta dan langsung patogenik terhadap janin yang dikandung. Infeksi rubella dapat menyebabkan abortus spontan, lahir mati, malformasi janin, kelainan bayi, sindrom rubella pada anak di kemudian hari (Cunningham, 2005). c. Infeksi Cytomegalo Virus Infeksi CMV pada wanita hamil dapat memberikan dampak : lahir prematur, berat badan rendah, memperlihatkan gejala-gejala kuning, mikrosefali, perkapuran pada otak, pembesaran hati dan limfa, kerusakan pada mata dan telinga, keterbelakangan mental, gangguan pembentukan darah. (Cunningham, 2005)

d.

Infeksi Virus Herpes Simplex Herpes simplex / herpes genetalis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh HSV2 di mukosa alat kelamin dan sebagian kecil HSV1 di mukosa mulut. Wanita hamil yang terinfeksi HSV2 harus ditangani secara serius, karena virus dapat menembus plasenta dan menimbulkan kerusakan neonatal, dampak-dampak kongenital, dan abortus spontan (Cunningham, 2005).

Penyakit Infeksi Akut a. Malaria Terdapat empat spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu vivax, ovale, malariae, dan falsiparum. Organisme ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Serangan-serangan malaria secara bermakna meningkat tiga sampai empat kali lipat pada dua trimester terakhir kehamilan dan dua bulan pascapartum. Insiden abortus dan kelahiran preterm meningkat pada wanita hamil yang mengalami malaria (Cunningham, 2005). b. Pneumonia Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetrik yang terbesar setelah penyakit jantung. Oleh karena itu, pneumonia harus segera diketahui dalam kehamilan, segera dirawat, dan diobati secara intensif untuk mencegah timbulnya kematian janin/ibu,

31

terjadinya abortus, persalinan prematur, atau kematian dalam kandungan (Cunningham, 2005). c. Demam Tifoid Disebabkan oleh Salmonella typhi yang disebarkan melalui ingesti oral makanan, air, atau susu yang tercemar. Pada wanita hamil, penyakit lebih mungkin dijumpai selama epidemi atau pada mereka yang terinfeksi HIV. Dari kajian Dildy dkk (1990), dilaporkan bahwa demam tifoid antepartum dahulu menyebabkan abortus atau persalinan preterm pada hampir 80% kasus, dengan angka kematian janin 60% dan angka kematian ibu 25% (Cunningham, 2005).

4.2 Penegakan Diagnosis Abortus Inkomplit Pada Pasien Ny.R didiagnosa sebagai Abortus inkomplit. Keadaan tersebut ditegakkan atas dasar: 1. Anamnesis Pendarahan Pasien mengeluh terjadi perdarahan dari jalan lahir berupa bercakbercak cokelat pada 12 juli 2011 dimana usia kehamilan pasien masih dibawah 20 minggu yaitu sekitar 10-12 minggu. Nyeri Perut Pasien mengeluh nyeri pada suprapubis dan tidak ditemukan adanya riwayat trauma ataupun tanda-tanda infeksi lokal. Tipe nyerinya mules seperti saat menstruasi. Hamil Usia kehamilan pasien sekitar 10-12 minggu. Analisis dari Anamnesis Pasien. Abortus inkomplit akan mengalami perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan. Suatu abortus inkomplit dapat atau tanpa disertai rasa mules ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Maka dari hasil anamnesis pasien diatas dapat

32

disimpulkan bahwa kondisi pasien mengarah kearah kejadian abortus, dimana pasien dengan kehamilan muda (1012 minggu) mengalami pendarahan dan merasakan nyeri pada daerah supra pubis yang bukan disebabkan oleh riwayat trauma ataupun infeksi atau keradangan lokal. Nyeri di suprapubis pun seharusnya lebih digali kembali. Mulai dari onset, durasi, lokasi secara spesifik, apakah ada penyebaran rasa nyeri, karakteristik nyeri, serta faktor-faktor yang kemungkinan dapat memperberat atau memperingan rasa nyeri. Hal ini juga perlu digali secara lengkap, untuk memastikan bahwa sumber rasa nyeri bukanlah disebabkan oleh penyakit lain, melainkan efek dari abortus yang sedang terjadi pada pasien. Diagnosis banding dari abortus adalah KET dimana nyeri pada KET bersifat menyeluruh di perut bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri goyang. Selain keluhan utama, seharusnya pasien juga digali tentang keluhan penyerta seperti apakah kondisi pasien sangat lemas, jantung berdebardebar ataupun badan gemetar. Selanjutnya menggali riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit terdahulu yang dapat mempengaruhi, dipengaruhi, memperberat, atau diperberat oleh kejadian abortus sekarang. Anamnesis secara sistematis, lengkap dan terarah amatlah penting. Hal itu ditujukan untuk mempersempit ruang diagnosis kita, dimana pada saat anamnesis kita memikirkan diferential diagnosa penyakit pasien sehingga kita fokus pada kemungkinan yang terbesar menjadi diagnosis pasien. 2. Status Obstetrik dan Ginekologi Pasien menikah 1x selama 6 tahun, P2002 Ab100. HPHT 5-5-2011 ~ 10-12 minggu, pasien tidak memakai KB. Riwayat fluor (-). Pasien menarche umur 13 tahun, haid teratur, siklus haid 28 hari, dengan karakteristik darah cair dan sedikit menggumpal, jumlah haid 23 pembalut per hari, dan darah berwarna merah. Biasanya pasien merasa sakit sebelum, selama, dan sesudah haid. Analisis dari Status Obstetrik dan Ginekologi Pasien Dari HPHT, usia kehamilan pasien kira-kira ~ 1012 minggu. Ini merupakan kehamilannya yang ketiga. Kemudian pasien ditemukan tidak

33

mempunyai riwayat keputihan. Karakteristik bau fluor sangat penting untuk ditanyakan karena berhubungan dengan terjadinya suatu infeksi tertentu. Seperti infeksi Candida albicans dimana fluor berbau apek, infeksi Tricomonas vaginalis berbau busuk, sedangkan infeksi Gonorrhea berbau amis. Infeksi pada ibu hamil bisa menyebabkan kejadian abortus, seperti infeksi Gonorrhea pada ibu hamil. Siklus haid, menarche, lama haid, dan karakteristik darah haid pasien normal. Data-data tersebut diperlukan untuk mengetahui apakah ada gangguan pada fase menstruasi. Apabila lama haid > 8 hari disebut menorrhagia, jika lama haid < 3 hari disebut hipomenorrhae, sedangkan jika lama haid 38 hari disebut sebagai haid normal. Salah satu bagian dari anamnesis yang penting dan seringkali terjadi kesalahan adalah saat menentukan hari pertama haid terakhir (HPHT) karena tidak semua pasien mengerti apa yang dimaksud dengan HPHT. Agar tidak terjadi kesalahan, maka perlu pertanyaan yang lebih rinci dan jelas sehingga pasien tidak salah dalam menjawab. 3. Pemeriksaan Fisik Status Interna Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan pasien mengalami anemis. Tanda vital pasien pun dalam batas normal serta evaluasi pada bagian thoraks juga ditemukan dalam batas normal. Pengumpulan data menyangkut nadi tidak hanya dievaluasi frekuensinya, tetapi juga pulsusnya apakah irreguler atau tidak. Hal itu penting untuk dievaluasi karena setiap nilai (jenis pulsus) merupakan manifestasi penyakit yang berbeda. Seperti pulsus paradoxus yang biasa terjadi pada kelainan tamponade jantung. Pemeriksaan Ginekologi Pada palpasi abdomen didapatkan data bahwa abdomen flat, supel, dan tinggi fundus uteri 1 jari di atas simfisis. Pada pemeriksaan genitalia eksterna, inspekulo dan vaginal touche (VT) ditemukan adanya fluxus yang keluar melalui ostium uteri eksterna (OUE). Pendarahan (fluxus) yang terjadi akibat penembusan villi koriales ke dalam desidua pada saat implantasi ovum. Pada pemeriksaan selanjutnya tidak ditemukan keadaan patologi

34

pada corpus uteri, adnexa, parametrium, dan cavum douglasi. Corpus uteri sedikit membesar sesuai dengan usia kehamilan 1012 minggu, adnexa parametrium dexter dan sinistra tidak ditemukan massa ataupun nyeri, serta cavum douglasi pun tidak menonjol. 4.3 Analisis Penatalaksanaan Abortus Inkomplit Pada Pasien Pada pasien ini penatalaksanaan abortus inkomplit yang utama adalah kuretase. Hal ini dilakukan untuk mengeluarkan sisa jaringan di dalam uterus, di mana pasien datang dalam keadaan janin telah keluar dari jalan lahir namun masih didapatkan sisa jaringan di dalam uterus. Persiapan kuretase dilakukan dengan memberikan injeksi gentamycin 80mg i.v 30 menit sebelumnya. Hal ini bertujuan sebagai antibiotik profilaksis sehingga untuk mencapai dosis terapeutik diberikan 30 menit sebelum operasi. Selain itu diberikan kaltrofen supp sebagai analgesik yang dapat memberikan efek tokolitik, dimana obat ini diberikan 30 menit sebelum kuretase. Sebelum dilakukan kuretase, dilakukan anestesi blok paraservikal, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Siapkan 20 ml 0,5 % larutak lognokain tanpa adrenalin Pergunakan jarum 22 atau 25, penjang 3,5 cm untuk menyuntik obat Jika memakai tenakulum untuk menjepit serviks berikan injeksi 1 ml lignokain 0,5 % pada bagian serviks anterior atau posterior sebelumnya (jepitan biasanya pada pukul 10.00 atau pukul 12.00) Dengan jepitan tenakulum dengan sedikit tarikan dicari batas antara epithelium serviks yang licin dan jaringan vagina, disinilah tempat untuk menyuntikkan obat. Suntikkan jarum tepat dibawah epithelium. Lakukan aspirasi dan yakinkan tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Jika ternyata menusuk pembuluh darah, jarum dicabut dan lakukan pengulangan prosedur di tempat lain. Suntikkan 2 ml lignokain tepat di bawah epithelium, tidak lebih dari 3 mm, pada pukul 3, 5, 7, dan 9. Jika perlu ditambah suntikan pada pukul 2 dan pukul 10. Jika suntikan betul akan terjadi pembengkakan dan pucat di daerah suntikan.

35

Setelah selesai menyuntikkan tunggu sekitar 2 menit dan lakukan tes jepit serviks. Jika masih terasa sakit, tunggu 2 menit lagi. Setelah kuretase diberikan beberapa terapi oral yaitu amoxicillin

sebagai antibiotik yang diberikan untuk mencegah infeksi post kuretase. Asam mefenamat merupakan analgesik yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri post kuretase. Metergin merupakan semi sintetik ergot alkaloid yang berfungsi untuk menghentikan pendarahan dari uterus. Amoxicillin, asam mefenamat, dan metergin diberikan dalam bentuk tablet, dan diminum ketika pasien dalam kondisi yang stabil (Saifudin, 2002).

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kasus Ny. R, umur 34 tahun, datang berobat dengan keluhan utama pendarahan dari jalan lahir serta merasakan nyeri pada bagian suprapubis. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kasus ini mengarah pada kejadian Abortus Inkomplit. 1. Kemungkinan etiologi dari kejadian abortus pada pasien ini dipengaruhi oleh pekerjaan, status fisik dan mental pasien, asupan gizi pasien, dan faktor genetik. 2. Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan dari anamnesis dengan keluhan keluarnya janin dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik ditemukan portio dalam keadaan terbuka, tampak sisa jaringan dan adanya janin yang telah keluar dari jalan lahir . 3. Penanganan 5.2 Saran Diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, sehingga kita akan mendapatkan data yang tepat, spesifik dan lengkap abortus inkomplit pada pasien ini adalah dengan melakukan kuretase

36

Daftar Pustaka Anonymous. 2007. www.ncbi.nlm.nih.gov. management of threatened abortion. Diakses 14 Februari 2011 Bloom, Cunningham, Gilstrap, Hauth, Leveno, Wenstroom, 2005. Williams Obstetric. Texas, Section III, Antepartum . Chapter 9. Abortion Cunningham, 2007,F. Gary, MD. 2007. Cunningham, 2007s Obstetrics, twenty second edition. McGraw-Hill Companies.Amerika serikat.

DeCherney,Alan H. 2006. DeCherney,2006 Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. McGraw-Hill Companies.Amerika serikat. Fransisca, 2007. Aborsi.pdf. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Husada sari. 2009. Aborsi Di (http://www.sarihusada.co.id/masakehamilanmenyusui/baca/3/11). akses tanggal 22 januari 2010 pukul 17.00.

37

Ibnu

dian.

2008.

Abortus Di

(aborsi). akses

(http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/12/abortus-aborsi/) tanggal 22 januari 2010 pukul 18.00.

Linda. 2009. www.health.nytimes.com. Abortion-threatened. Diakses 15 Februari 2011 Sarwono, 2007. Ilmu Kebidanan. Abortus Imminens. Jakarta : PT Bina Pustaka. Hal: 305. Saifudin, abdul bari.2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.PT bina pustaka sarwono prawiroharjo.Jakarta.

Sastrowinata, Sulaiamn (2004), OBSTETRI PATOLOGI, EGC, Jakarta. Williams, Schorge, Scaffner, Halforson, et al. 2008. First-Trisemester Abortion. Williams Ginecology. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai