Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari

dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.

Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia

dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan lokasi

anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dan lain-lain.

Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal direk, indirek,

serta hernia femoralis.

Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-

masuk. Usus keluar saat berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring atau

bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri

atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam

rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel.

Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen muncul

didaerah sekitar lipat paha. Di berbagai negara di dunia, hernia inguinal lebih sering

terjadi 8 hingga 20 kali daripada hernia femoral. Perbandingan angka kejadian pada

pria sepuluh kali daripada wanita dan sekitar 55% hernia inguinal terjadi pada sisi

kanan. Sekitar 70 % dari hernia inguinal adalah hernia inguinal indirek. Hernia

bilateral empat kali lebih sering terjadi pada hernia direk daripada hernia indirek.

1
Setiap tahun, sekitar 85.000 reparasi hernia inguinal dilakukan di Inggris dan 750.000

kasus di Amerika.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mendiagnosa kasus hernia inguinalis lateralis sinistra

inkarserata?

2. Bagaimana penatalaksaan kasus hernia inguinalis lateralis sinistra inkarserata?

1.3 Tujuan

1. Mampu mendiagnosa dan melakukan penatalaksanaan awal pada hernia

inguinalis lateralis sinistra inkarserata.

2. Mengetahui dasar penegakan diagnosa serta rencana penatalaksanaan pada hernia

inguinalis lateralis sinistra inkarserata.

1.4 Manfaat

1. Diharapkan laporan kasus ini dapat bermanfaat sebagai sarana ilmu pengetahuan

medis dan dapat dijadikan sebagai bahan literatur tentang hernia inguinalis

lateralis sinistra inkarserata.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis

1. Identitas

Nama : Ny. T

Usia : 83 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kromengan

Status : Janda

Agama : Islam

Suku : Jawa

No.RM : 471***

Tanggal Masuk RS : 12 Mei 2019

2. Keluhan Utama

Benjolan pada lipat paha kiri

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. T mengeluhkan adanya benjolan pada lipat paha kiri. Benjolan ini

muncul sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil dan tidak

terasa nyeri, kemudian beberapa jam sebelum masuk IGD secara tiba – tiba

muncul benjolan yang semakin besar. Benjolan teraba keras dan tidak dapat

digerakkan. Benjolan juga disertai dengan rasa nyeri hebat. Nyeri dirasakan

3
seperti melilit dan menjalar ke perut bagian atas. Nyeri bertambah apabila

benjolan dipegang atau di raba. Ny.T juga mengeluhkan mual – muntah, sehingga

nafsu makannya menurun.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

5. Riwayat Terapi

6. Riwayat Alergi

7. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa (-), orang tua memiliki riwayat penyakit jantung.

8. Riwayat Sosial Ekonomi

Status ekonomi menengah, tinggal dirumah, Ny. T adalah seorang janda

2.2 Anamnesis Sistem

1. Kulit
Warna kulit coklat, pucat (-), gatal (-), kulit kering (-), bintik merah (-).
2. Kepala
Pusing (-), nyeri (-).
3. Mata
Pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-)
4. Hidung
Tersumbat (-), mimisan (-), sekret (-), purulen (-)
5. Telinga
Pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)

4
6. Mulut
Sariawan (-), mulut kering (-) perdarahan (-)
7. Tenggorokan
Sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan
Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-)
9. Kadiovaskuler
Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
10. Gastrointestinal
Mual (+), muntah (+), diare (-), nyeri ulu hati (-)
11. Genitourinaria
BAK lancar, warna dan jumlah dalam batas normal
12. Neurologik
kejang (-), lumpuh (-), kesemutan (-), penurunan kesadaran (-)
13. Muskuloskeletal
Kaku sendi (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas
- Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Bawah kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
15. Genital
Terdapat benjolan lipat paha sebelah kiri

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis

3. GCS : 456

4. Tanda Vital

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x / menit, reguler

Pernafasan : 18 x /menit

Suhu : 36 oC

5
5. Kepala

Bentuk normocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi m.

temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah/bells

palsy (-), oedem (-), pucat (+)

6. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

7. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).

8. Mulut

Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).

9. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).

10. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

11. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran

kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

12. Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider nevi (-),

pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).

6
13. Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis ICS V midclavicular line sinistra

Perkusi : batas kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah : ICS V Midclavicular Line Sinistra

batas kanan bawah : ICS IV Linea Para Sternalis Dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

14. Kulit

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-),

berkeringat (-).

15. Sistem genitalia: terdapat massa regio inguinal sinistra, batas tegas (+).

16. Status lokalis: terdapat massa diregio inguinal sinistra, batas tegas (+), Finger test:

terasa massa pada ujung jari, Ziemann’s test: terdapat dorongan pada jari II,

auskultasi: terdapat peningkatan peristaltik.

2.4 Diagnosis Banding

1. Hernia Inguinalis Medialis

2. Hernia Inguinalis Lateralis

7
2.4 Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

Hasil pemeriksaan Laboratorium

Nama : Ny. T Tgl. Terima : 12/05/2019 Jam 23.27

No. RM : 471*** Tgl. Selesai : 13/05/2019 Jam 00.07

Spesimen : EDTA, serum

Hematologi Hasil Satuan Nilai rujukan


Darah rutin
Hemoglobin 14.0 g/dl 11.4~15.1
Hematokrit 42.1 % 36~42
Index eritrosit
MCV 96.7 fl 80~93
MCH 32.1 pg 27~31
MCHC 33.2 g/dl 32~36
Eritrosit 4.35 juta/cmm 4.0~5.0
Lekosit 7.620 sel/cmm 4.700~11.300
Trombosit 195.000 sel/cmm 142.000~424.000
Hitung jenis lekosit
Eosinofil 0.1 % 0~4
Basofil 0.6 % 0~1
Neutrofil 79.9 % 51~67
Limfosit 13.1 % 25~33
Monosit 6.4 % 2~5

Kimia Klinik

Glukosa Darah

Sewaktu 209 mg/dl <200

AST (SGOT) 60 u/L 0 – 32

ALT (SGPT) 56 u/L 0 – 33

Ureum 18 mg/dl 10 – 20

Kreatinin 0.73 mg/dl <1.2

8
Immunoserologi

HBsAg (RPHA) Non- Non-RE

Reaktif

2.5 Resume

Ny. T datang ke IGD diantar oleh anaknya mengeluh terdapat benjolan di sela

paha sebelah kiri. Menurut Ny. T benjolan tersebut muncul sejak 6 bulan sebelum

maruk rumah sakit. Awalnya benjolan berukuran kecil dan tidak terasa nyeri. Namun

tadi pagi, benjolan tiba – tiba membesar dan disertai nyeri hebat. Benjolan teraba

keras dan tidak dapat digerakkan. Nyeri semakin hebat jika benjolan disentuh. Nyeri

menjalar hingga perut bagian atas. Ny. T juga mengeluhkan mual – muntah, sehingga

nafsu makan menurun.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Ny. T ditemukan adanya massa diregio

inguinal sinistra, batas tegas (+), Finger test: terasa massa pada ujung jari, Ziemann’s

test: terdapat dorongan pada jari II, auskultasi: terdapat peningkatan peristaltik.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Ny. T yaitu pemeriksaan laboratorium

yang berupa darah lengkap, kimia darah, dan immunoserologi. Hasil darah lengkap

dalam batas normal, sedangkan pada kimia darah ditemukan adanya gula darah

sewaktu yang sedikit meningkat, yaitu 209 mg/dl.

2.6 Diagnosis Kerja

Hernia Inguinalis Lateralis (Sinistra) Inkaserata.

9
2.6 Penatalaksanaan

1. Infus NS

2. Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

3. Pro herniotomy (s)

2.7 Follow Up

Tanggal S O A P
13/05/19 - Menggigil - GCS: 456 Post HTHR - Lanjut intervensi
dengan
- Nyeri luka - KU: Cukup Mesh (II)
operasi
- Nadi 107
x/menit
- Suhu 370C
14/05/19 - Nyeri luka - GCS: 456 Post HTHR - Lanjut intervensi
operasi dengan
- KU: Cukup Mesh (II)
- Suhu
36,90C
- Nadi 92
x/menit
- Tekanan
Darah
109/60
mmHg
15/05/19 - Nyeri luka - GCS: 456 Post HTHR - Drip Tramadol
operasi dengan 100 mg/8 jam
- KU: Cukup Mesh (II)
- Tx tetap/Lanjut
- Tekanan intervensi
Darah
143/88 - Mobilisasi (duduk
mmHg – jalan)
- Nadi 91

10
x/menit

BAB III

11
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Gambar 3.1 Hernia Inguinalis

Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan panjang

4cm dan terletak 2-4cm diatas ligamentum inguinale, Ligamentum Inguinale

merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus oblikus eksternua.

Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior tulang pubis (Omar F & Moffat

D, 2004)

Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah:

a. Anterior: dibatasi oleh aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan 1/3 lateralnya

muskulus oblikus internus.

b. Posterior: dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis yang

bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding posterior di bagian

lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia transversa dan konjoin tendon, dinding

12
posterior berkembang dari aponeurosis muskulus transversus abdominis dan fasia

transversal.

c. Superior: dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus oblikus internus dan

muskulus transversus abdomnis dan aponeurosis.

d. Inferior: dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare bagian ujung atas dari

kanalis inguinalis adalah internal inguinal ring. Ini merupakan defek normal dan

fasia transversalis dan berbentuk huruf “U” dan “V” dan terletak di bagian lateral

dan superior. Batas cincin interna adalah pada bagian atas muskulus transversus

abdominis, iliopubik tract dan interfoveolar (Hasselbach) ligament dan pembuluh

darah epigastrik inferior di bagian medial.

Kanalis inguinalis pria terdapat duktus deferens, tiga arteri yaitu: arteri

spermatika interna, arteri diferential dan arteri spermatika eksterna, lalu plexus vena

pampiniformis, juga terdapat tiga nervus yaitu: cabang genital dari nervus

genitofemoral, nervus ilioinguinalis dan serabut simpatis dari plexus hipogastrik dan

tiga lapisan fasia yaitu: fasia spermatika eksterna yang merupakan lanjutan dari fasia

innominate, lapisan kremaster berlanjut dengan serabut-serabut muskulus oblikus

internus, dan fasia otot lalu fasia spermatika interna yang merupakan perluasan dari

fasia transversal (Omar F & Moffat D, 2004).

Lalu aponeurosis muskulus oblikus eksternus di bawah linea arkuata

(douglas), bergabung dengan aponeurosis muskulus oblikus internus dan transversus

abdominis yang membentuk lapisan anterior rektus. Aponeurosis ini membentuk tiga

13
struktur anatomi di dalam kanalis inguinalis berupa ligamentum inguinale, lakunare

dan refleksi ligamentum inguinale (Colles) (Omar F & Moffat D, 2004).

Gambar 3.2 Letak Anatomi Inguinalis

Ligamentum lakunare terletak paling bawah dari ligamentum inguinale dan

dibentuk dari serabut tendon oblikus eksternus yang berasal dari daerah sias.

Ligamentum ini membentuk sudut <45 derajat sebelum melekat pada ligamentum

pektineal. Ligamentum ini membentuk pinggir medial kanalis femoralis. Ligamentum

pektinea (Cooper), ligamentum ini tebal dan kuat yang terbentuk dari ligamentum

lakunare dan aponeurosis muskulus obliqus internus, transversus abdominis dan

muskulus pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke periosteum dari ramus superior

pubis dan ke bagian lateral periosteum tulang ilium (Omar F & Moffat D, 2004).

14
Konjoin tendon merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah

aponeurosis oblikus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang

berinsersi pada tuberkulum pubikum dan ramus superior tulang pubis (Omar F &

Moffat D, 2004).

Ligamentum Henle, terletak di bagian lateral, vertikal dari sarung rektus,

berinsersi pada tulang pubis bergabung bergabung dengan aponeurosis transversus

abdominis dan fasia transversalis. Ligamentum Hasselbach sebenarnya bukan

merupakan ligamentum, tetapi penebalan dari fasia transversalis pada sisi medial

cincin interna yang letaknya inferior. Refleksi ligamentum inguinale (Colles),

ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang berasal dari crus inferior

cincin externa yang meluas ke linea alba (Omar F & Moffat D, 2004).

Traktus iliopubika merupakan perluasan dari arkus iliopektinea ke ramus

superior pubis, membentuk bagian dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama

muskulus transversusu abdominis dan fasia transversalis. Traktus ini berjalan di

bagian medial, ke arah pinggIr inferior cincin dalam dan menyilang pembuluh darah

femoral dan membentuk pinggir anterior selubung femoralis (Omar F & Moffat D,

2004).

Fasia transversalis tipis dan melekat serta menutupi muskulus transversus

abdominis. Segitiga Hasselbach, pada tahun 1814 Hasselbach mengemukan dasar dari

segitiga yang dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea. Segitiga ini

dibatasi oleh:

15
a. Supero-lateral: pembuluh darah epigastrika inferior

b. Medial: bagian lateral rektus abdominis

c. Inferior: ligamentum inguinale

Gambar 3.3 Potongan parasagittal kanalis inguinalis

3.2 Definisi

Kata hernia berarti penonjolan suatu kantong peritoneum, suatu organ atau

lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita (dapatan). Hernia terdiri

atas cincin, kantong, dan isi hernia. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui

defek atau bagian lemah dari lapisan muskuloaponeurotik dinding perut (Sabiston

D.C, 2010).

16
Hernia inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk

ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin

inguinalis. Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga

merupakan suatu jaringan lemak atau omentum (Erickson K.M, 2009).

3.3 Etiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab

yang didapat. Lebih banyak terjadi pada lelaki daripada perempuan. Berbagai faktor

penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang

cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan

faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup

lebar. Pada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia

inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur otot oblikus

internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan

adanya fasia transversa yang kuat sehingga menutupi trigonum hasselbach yang

umumnya hampir tidak berotot (Schwartz, 2000).

Proses mekanisme ini meliputi saat otot abdomen berkontraksi terjadi

peningkatan intraabdomen lalu m. oblikus internus dan m. tranversus berkontraksi,

serabut otot yang paling bawah membentuk atap mioaponeurotik pada kanalis

inguinalis. Konjoin tendon yang melengkung meliputi spermatic cord yang

berkontraksi mendekati ligamentum inguinale sehingga melindungi fasia

transversalis. Kontraksi ini terus bekerja hingga ke depan cincin interna dan berfungsi

menahan tekanan intraabdomen (Sjamsuhidajat, R. 2011).

17
Kontraksi m.transversus abdominis menarik dan meregang crura anulus

internus, iliopubic tract, dan fasia transversalis menebal sehingga cincin menutup

seperti spincter (Shutter Mechanism). Pada saat yang sama m. oblikus eksternus

berkontraksi sehingga aponeurosisnya yang membentuk dinding anterior kanalis

inguinalis menjadi teregang dan menekan cincin interna pada dinding posterior yang

lemah. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia

(Sjamsuhidajat, R. 2011).

Hernia terjadi ketika terjadi keterlambatan penurupan prosesus vaginalis

setelah penurunan testis ke dalam skrotum selama perkembangan fetal. Penyebab

terjadinya hernia belum sepenuhnya dipahami, namun diketahui terdapat perbedaan

antara hernia pada anak dengan dewasa. Pada anak, penyebab tersering adalah

gangguan kongenital kelainan jaringan ikat (misalnya anak dengan dislokasi panggul)

(Mantu N.F, 1999).

Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi,


tetapi diyakini ada tiga penyebab, yaitu: (Brunicardi, F.C, 2005)
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
- Overweight
- Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
- Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran
kencing
- Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
- Batuk yang kronis disebabkan infeksi, bronkitis, asma, emfisema, alergi
- Kehamilan
- Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan/otot.
3. Tersedianya kantong.

18
3.4 Insidensi dan Faktor Resiko

Insidens inguinalis pada bayi dan anak tidak diketahui pasti, penelitian dan

populasi tertentu didapatkan 10-20 hernia inguinalis per 1000 kelahiran hidup,

dengan perbandingan anak laki-laki dan wanita berkisar 4:1 sampai 10:1 terutama

pada seri kasus dalam jumlah banyak. Sebagian besar hernia inguinalis ditemukan

pada sisi kanan. Penelitian mendapatkan pada anak laki-laki 60% hernia inguinalis

terdapat pada sisi kanan, 30% sisi kiri, dan 10% bilateral. Insidens hernia inguinalis

bayi premature mencapai 30% dengan angka inkarserasi lebih dari 31%. Insidens

hernia inguinalis inkarserasi strangulasi seri pasien yang besar didapatkan 10%- 20%

hampri setengahnya pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Insidens hernia inguinalis

inkarserasi pada anak usia dibawah 1 tahun mencpai 30%, dan insiden hernia

inkarserasi yang perlu tindkan pembedahan segera lebih tinggi pada wanita

dibandingkan laki-laki.

Prematuritas merupakan factor risiko yang paling sering menyebabkan

peningkatan insidens hernia inguinalis. Dalam suatu penelitian hernia inguinalis

didapatkan sebanyak 7% pada bayi laki-laki usia kehamilan kurang dari 6 minggu, dn

hanya 0,6% pada bayi laki-laki lahir dengan usia kehamilan lebih besar dari 36

minggu. Penelitian lain mendpatkan angka 30% insidens hernia pada bayi dengan

berat badan lahir kurang dari insidens hernia inguinalis didapatkan meningkat Karen

factor risiko lain seperti terdapat riwayat keluarga denganhernia inguinalis, penyakit

kistik fibrosis, dislokasi panggul congenital, undensensus testis, ambigus genitalia,

hipospadia atau epispadia, asites, pasien dengan pipa ventrikuloperitoneal, dialysis

19
peritoneal yang menetap, defek congenital dinding abdomen. Terdapat juga

peningkatan insidens hernia inguinalis pada bayi dengan kelainan jaringan ikat

( Ehler-Danlos Syndrome) dan kelainan mukopolisakarida ( Hunter Huler Syndrome )

(Scherer II LR, Grosfeld Jl, 1993).

3.5 Klasifikasi Hernia Inguinalis

Klasifikasi hernia inguinalis yaitu:

1. Hernia inguinalis indirek

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, diduga

mempunyai penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa prosesus vaginalis

peritonei sebuah kantong peritoneum yang menonjol keluar, yang pada janin berperan

dalam pembentukan kanalis inguinalis. Oleh karena itu kantong hernia masuk

kedalam kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah

lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis nguinalis dan keluar ke rongga

perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral dari arteria dan vena epigastrika

inferior (Mansjoer, A. 2000). Hernia ini lebih sering dijumpai pada sisi kanan. Hernia

inguinalis indirek dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Merupakan sisa prosessus vaginalis dan oleh karena itu bersifat kongenital.

b. Angka kejadian hernia indirek lebih banyak dibandingkan hernia inguinalis direk.

c. Hernia indirek lebih sering pada pria daripada wanita.

d. Hernia indirek lebih sering pada sisi kanan.

e. Sering di temukan pada anak-anak dan dewasa muda.

20
f. Kantong hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis

profundus dan lateral terhadap arteria dan vena epigastrika inferior.

g. Kantong hernia dapat meluas melalui anulus inguinalis superficialis, terletak di

atas dan medial terhadap tuberkulum pubikum.

h. Kantong hernia dapat meluas ke arah bawah ke dalam kantong skrotum atau

labium majus.

2. Hernia inguinalis direk

Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis. Hernia ini

melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang

dibatasi segitiga Hasselbach. Hernia inguinalis direk jarang pada perempuan, dan

sebagian bersifat bilateral. Hernia ini merupakan penyakit pada laki-laki lanjut usia

dengan kelemahan otot dinding abdomen (Snell R.S, 2006).

3. Hernia inkarserata dan strangulate

Terjadi bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong

terperangkap dan tidak dapat kembali ke rongga perut. Akibatnya terjadi gangguan

pasase atau vaskularisasi. Secara klinis istilah hernia inkarserata dimaksutkan untuk

hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase. Hernia strangulate digunakan untuk

menyebut hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi.

3.6 Patofisiologi

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari

kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan

21
testis itu akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan

peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir

umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak

dapat melalui kanalis tersebut (Mansjoer, A. 2000).

Pada pria testes awalnya retroperitoneal dan dengan processus vaginalis testes

akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum dikarenakan kontraksi

gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga ,yang

tersering hernia inguinalis lateralis angka kejadiannya lebih banyak pada laki-laki dan

yang paling sering adalah yang sebelah kanan. Pada wanita ovarium turun ke pelvis

dan gubernaculum bagian inferior menjadi ligamentum rotundum yang mana

melewati cincin interna ke labia majus (Norton,Jeffrey A. 2001).

Processus vaginalis normalnya menutup, menghapuskan perluasan rongga

peritoneal yang melewati cincin interna. Pada pria kehilangan sisa ini akan

melekatkan testis yang dikenal dengan tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tidak

menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Sedangkan pada

wanita akan terbentuk kanal Nuck. Akan tetapi tidak semua hernia ingunalis

disebabkan karena kegagalan menutupnya processus vaginalis dibuktikan pada 20%-

30% autopsi yang terkena hernia ingunalis lateralis proseccus vaginalisnya menutup

(Norton,Jeffrey A. 2001).

Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena lanjut usia, karena pada

umur yang tua otot dinding rongga perut dapat melemah. Sejalan dengan

22
bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada

orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun karena daerah ini merupakan lokus

minoris resistansi, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal

meningkat seperti, batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang-barang

berat dan mengejan, maka kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan

timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan

keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas

akibat trauma, hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital

(Mansjoer, A. 2000).

Gambar 3.4 Perbandingan HIL dan Anatomi Normal

3.7 Tanda dan Gejala

Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimtomatik, dan kebanyakan

ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus

23
inguinalis superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus inguinalis profundus

(Sabiston D.C, 2010).

Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha

yang timbul pada waktu mengedan. Batuk atau mengangkat benda berat, dan

menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang

hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia terjadi pada

anak atau bayi, gejalanya terlihat anak sering gelisah, banyak menangis, dan kadang-

kadang perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan terjadi hernia strangulata.

Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau

labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk

sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Palpasi dilakukan

dalam keadaan ada benjolan hernia, di raba konsistensinya dan dicoba mendorong

apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau

jari kelingking pada anak-anak. Cincin hernia dapat diraba, dan berupa anulus

inguinalis yang melebar (Sjamsuhidajat, R, 2011).

Gambaran klinis yang penting dalam penilaian hernia inguinalis meliputi tipe,

penyebab, dan gambaran. Hernia inguinais direct, isi hernia tidak terkontrol oleh

tekanan pada cincin internal, secara khas menyebabkan benjolan ke depan pada lipat

paha, tidak turun ke dalam skrotum. Hernia inguinalis indirect, isi hernia dikontrol

oleh tekanan yang melewati cincin internal, seringkali turun ke dalam skrotum (Grace

PA. & Borley NR, 2006).

24
3.8 Penatalaksanaan

1. Konservatif

Reposisi dan pemakaian penyangga untuk mempertahankan isi hernia yang telah

direposisi.

- Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada

pasien anak.

- Metode reposisi bimanual: tangan kiri memegang isi hernia sambil

membentuk corong, sedangkan tangan kanan mendorongnya kea rah cincin

hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap hingga terjadi reposisi.

Pada anak, inkarserasi lebih sering terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun.

Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan sedative dan

kompres diatas hernia. Bila reposisi berhasil, anak disiapkan untuk operasi

pada hari berikutnya. Bila reposisi tidak berhassil, maka operasi harus segera

dilakukan dalam waktu 6 jam.

2. Operatif

Terdiri atas herniotomi dan hernioplasti.

1. Herniotomi: dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.

Kantong dibuka da nisi hernia dibebaskan jika ada pelekatan, lalu kemudian

direposisi. Kantong hernia di jahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

2. Hernioplasti: dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan

memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih efektif

mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi.

3.9 Komplikasi

25
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia, isi

hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia reponibel. Hal ini dapat

terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ

ekstraperitoneal. Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Isi hernia

dapat pula terjepit oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia inkaserata yang

menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia sempit, kurang

elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, maka

lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkaserasi retrograd, yaitu dua

segmen usus terjepit didalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam

rongga peritoneum seperti huruf “W”. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan

gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena

sehingga terjadi edema organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam

kantong hernia. Timbulnya edema yang menyebabkan jepitan cincin hernia makin

bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu (strangulasi). Isi

hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan

serosanguinus. Apabila isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang

akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan

dengan rongga perut (Sjamsuhidajat, R. 2011).

BAB IV

PEMBAHASAN

26
4.1 Anamnesis

Pasien dengan hernia memiliki variasi gejala dari asimtomatik hingga nyeri

hebat pada daerah kelamin. Pada pasien yang asimtomatik, biasanya diketahui

memiliki hernia ketika melakukan pemeriksaan fisik rutin atau pun karena

keingintahuan akan benjolan pada daerah kelamin yang tidak terasa sakit.

Deskripsi gejala yang timbul pada pasien dengan hernia dapat berupa rasa

berat atau tertarik pada daerah kelamin yang semakin memberat seiring berjalannya

hari, muncul secara intermiten dan menjalar ke testis; keluhan nyeri tajam dapat

dirasakan lokal atau difus namun jarang.

Pada pasien kasus ini, anamnesis yang didapatkan adalah muncul benjolan

yang membesar secara tiba – tiba disertai rasa nyeri hebat yang menjalar hingga perut

bagian atas.

4.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik merupakan cara terbaik dalam menyingkirkan diagnosis-

diagnosis banding benjolan pada daerah kelamin, serta menentukan ada atau tidaknya

hernia inguinalis. Diagnosis dapat ditegakan hanya dengan inspeksi adanya tonjolan

pada daerah inguinal, namun pada hernia yang tidak kasat mata, diperlukan

pemeriksaan lanjutan pada kanalis inguinalis. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut

mengenai pemeriksaan fisik pada organ skrotum dan pemeriksaan terhadap hernia itu

sendiri.

27
Hernia dapat terjadi baik pada bagian femoral maupun inguinal, sehingga

pada inspeksi, bagian-bagian tersebut perlu diperhatikan lebih teliti, dan untuk

meyakinkan bahwa pasien benar memiliki hernia, pasien diminta mengedan untuk

menambah tekanan intraabdominal yang memastikan diagnosis hernia pada pasien.

Palpasi hernia inguinalis dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk tangan

sesuai sisi yang diperiksa. Lakukan invaginasi kulit skrotum hingga menyentuh

bagian kanalis inguinalis eksternal yang jika terjadi pelebaran cincin kanalis, jari

telunjuk akan dapat memasuki kanalis tersebut. Massa hernia akan menyentuh jari

ketika pasien batuk atau mengedan ketika tengah dilakukan pemeriksaan. Pada hernia

indirek, ujung jari akan dapat menahan sehingga tidak terjadi penonjolan hernia,

sedangkan pada hernia direk tidak berpengaruh terhadap maneuver ini (Shochat S,

2000).

Pada pasien ini pada pemeriksaan ujung jari pemeriksan menyentuh massa

hernia yang menandakan pasien mengalamai hernia inguinalis lateralis.

Setelah dipastikan benjolan merupakan sebuah hernia, lakukan penekanan

dengan menggunakan jari terhadap benjolan sebagai upaya mengembalikan massa ke

rongga abdomen. Pada hernia inkarserata, massa tidak dapat dikembalikan ke dalam

rongga abdomen, sedangkan pada hernia strangulate terjadi compromised terhadap

supply darah pada bagian organ yang terjebak dan ditandai dengan adanya

tenderness, mual, muntah, dan hal ini membutuhkan tatalaksana bedah ( Shochat S,

2000).

28
Pada pasien saat dilakukan penekanan dengan menggunakan jari terhadap

benjolan untuk memeriksan apakah massa hernai bisa kembali ke rongga abdomen,

hasilnya massa tidak bisa dikembalikan ke rongga abdomen yang menunjukkan

pasien ini mengalami hernia linguinalis lateralis sinistra yang bersifat irreponible

akan tetapi pada pemeriksaan bising usus didapatkan hasil bising usus meningkat dan

ada gangguan pada pola buang angin dan defekasi pasien, sehingga pasien dikatakan

mengalami gangguan pasase yang menunjukkan karakteristik hernia inkarserata.

Pasien mengalami mual dan muntah dan nyeri tenderness di daerah massa hernia.

4.3 Penatalaksanaan

Pasien datang ke IGD dengan keluhan munculnya benjolan dan nyeri hebat,

sehingga penatalaksanaan di IGD diberikan:

1. Infus NS

2. Injeksi Ketorolac 3 x 30 mg

Ketorolac merupakan obat golongan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs).

Ketorolac dapat digunakan sebegai pereda nyeri, sehingga pasien ini diberikan

ketorolac untuk meredakan nyeri hebatnya.

Kemudian terapi selanjutnya yaitu pro herniotomi. Hernia inguinalis lateralis

harus diperbaiki secara operatif tanpa penundaan. Pada keasaan inkarserata dilakukan

operasi elektif atau cito sehingga dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas.

29
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penegakan diagnosis kasus Ny.T dari hasil anamnesa yang telah dilakukan.

Pada anamnesa diketahui benjolan sudah muncul sejak 6 bulan yang lalu dan tiba –

tiba membesar sejak tadi pagi (sebelum dibawa ke RS) yang disertai nyeri hebat dan

data pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik didapatkan hasil bonjolan pada lipat paha

sebelah kiri. Benjolan tidak dapat direposisi, Finger test (+), Ziemans test (+), dan

terdapat peningkatan peristatik pada benjolan, sehingga dari temuan tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa Ny. T mengalami hernia inguinalis lateralis sinistra

inkarserata.

Tatalaksana pada pasien ini juga sudah masuk ke dalam indikasi operasi yaitu

kondisi inkarserata dan tindakan operasi yang dapat dilakukan salah satunya adalah

dengan tindakan herniotomy.

5.2 Saran

Perlu dilakukan literature review yang lebih mendalam sehingga laporan

kasus ini dapat menyajikan informasi yang lebih komprehensif dan dapat menjadi

tambahan wawasan bagi pembaca dan penulis.

30
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of Surgery.


Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-1394.

Erickson K, M. 2009. Abdominal Hernias. Emedicine Speciaties General Surgery


Abdomen.

Grace PA. dan Borley NR. 2006. At Glance Ilmu Bedah. Erlangga. Jakarta.
Indonesia.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Media Aesculapius.


Jakarta. Indonesia.

Mantu Nur Farid. 1999. Hernia Inguinalis pada Bayi dan Anak. Kuliah Bedah
Anak.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 17-304.

Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic


Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.

Omar F dan Moffat D. 2004. At Glance Anatomi. Erlangga. Jakarta. Indonesia.

Sabiston D, C.2010. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.

Scherer II LR, Grosfeld Jl. 1993. Inguinal Hernia And Umbullical Anomalies,
Pediatric

Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia

Shochat Stephen. 2000. Hernia Inguinalis. Dalam : Behrman, Kliegman,


Arvin(ed). Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol. 2 ed.15. Jakarta. Hal 1372-
1375.

Sjamsuhidajat, R. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.

Snell R, S. 2006. Anatomi Klinik. EGC. Jakarta. Indonesia.

31
32

Anda mungkin juga menyukai