DISUSUN OLEH :
Trisandi Adi P
G991908022
PEMBIMBING
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny SR
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Boyolali, Jawa Tengah
Nomor RM : 01467xxx
Tanggal Masuk: 18 September 2019
Tanggal Periksa: 18 September 2019
B. Keluhan Utama
Benjolan pada rahang bawah kiri
1
Keluhan mual, muntah, sesak, demam, penurunan berat badan disangkal.
BAK dan BAB tidak ada keluhan. Kemudian pasien dirujuk ke RSDM untuk
penatalakanaan selanjutnya.
2
II. PRIMARY DAN SECONDARY SURVEY
A. Primary Survey
1. Airway : Bebas
2. Breathing :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, RR 18x/menit
Palpasi : Krepitasi -/-
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SDV +/+, ST -/-
3. Circulation : TD 140/80 mmHg, nadi 92x/menit
4. Disability : GCS E4V5M6
: Pupil isokor 3mm/3mm
: Refleks cahaya +/+
5. Exposure : T= 36.4oC
B. Secondary Survey
1. Kepala : tak ada kelainan
2. Mata : tak ada kelainan
3. Telinga : tak ada kelainan
4. Hidung : tak ada kelainan
5. Rahang : Pada Regio mandibula sinistra erdapat massa
solid, ukuran 7x5x4 cm, terfiksir, warna dan suhu sama
dengan sekitar, skin intak (+), gigi goyang (+)
6. Leher : tak ada kelainan
7. Thorax : jejas (-)
8. Abdomen : jejas (-)
3
C. Assesment
Ameloblastoma R. Mandibula Sinistra
D. Plan
1. Pro op segmental mandibulektomi
2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Rontgen panoramik
5. Pemeriksaan PA
A. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Baik
2. Derajat kesadaran : Compos mentis
3. Vital Sign : Laju Nadi : 92 kali/menit
Laju Nafas :18 kali/menit
Suhu : 36,4oC per aksiler
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Status Generalis
1. Kepala : mesocephal, rambut hitam, rambut rontok (-)
2. Mata : sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-/-)
3. Telinga : normotia, sekret (-/-), darah (-/-)
4. Hidung : sekret (-), darah (-)
5. Mulut : mukosa basah (+)
6. Rahang : Pada Regio mandibula sinistra erdapat massa solid,
ukuran 7x5x4 cm, terfiksir, warna dan suhu sama dengan sekitar, skin
intak (+), gigi goyang (+)
7. Leher : pembesaran limfonodi (-)
4
8. Thorak : bentuk normochest, simetris, gerak pernafasan simetris
9. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ 1-2 reguler, intensitas normal
10. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan -/-
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SDV +/+ normal, RBH -/-, RBK -/-
11. Abdomen
Inspeksi : luka (-), edema (-)
Auskultasi : Bising usus + normal
Perkusi: timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar atau lien (-)
12. Ekstremitas :
akral dingin oedem
- - - -
- - - -
5
IV. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan PA (RSUD Pandan Arang Boyolali, 4 Juli 2019)
Kesimpulan: Sitologi AJH dan scrapping regio ginggiva/rahang
bawah kiri: Lesi proliferatif se-sel basasloid, dapat merupakan
ameloblastoma
B. Pemeriksaan PA (RSDM, 13 Agustus 2019)
Kesimpulan:
Mandibula : Cystic Ameloblastoma
C. Pemeriksan Panoramik (RSDM, 4 September 2019)
Kesimpulan:
1. Sisa radix: 1.2
2. Sisa radix dengan periradikulitis: 2.3
3. Missing: multiple (+)
4. Caries: 1.4, 2.2
5. Missing fragmen pada corpus os mandibula kanan hingga
angulus os mandibula kiri yang terpasang intermandibula wire,
alignment dan aposisi cukup
D. Pemeriksaan Laboratorium (RSDM, 18 September 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
DARAH RUTIN
Hemoglobin 11.1 g/dL 12.3 – 15.3
Hematokrit 35 % 33 – 45
Leukosit 4.9 ribu/µl 4.5 – 11.0
Trombosit 248 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 4.07 juta/µl 4.10 – 5.90
Golongan Darah A
HEMOSTASIS
PT 12.3 Detik 10.0 – 15.0
APTT 27.5 detik 20.0 – 40.0
INR 0.930
6
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 121 mg/dl 60-140
Sewaktu
Albumin 3.3 mg/dl 3,2-4,6
Creatinine 1.1 mg/dl 0.6-1.1
Ureum 50 mg/dl <50
ELEKTROLIT
Natrium 134 mmol/L 136 – 145
Kalium 3.6 mmol/L 3.3 - 5.1
Chlorida 96 mmol/L 98 – 106
V. ASSESMENT
Ameloblastoma R. Mandibula Sinistra
Metal exposed pasca reconstruction mandibular
VI. PLAN
1. Pro op segmental mandibulektomi dan revisi tutup defek
2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
3. Ramipril 10 mg/24 jam
4. Bisoprolol 5 mg/24 jam
5. Inj. Ampicilin Sulbactam 1,5g/8jam
6. Inj. Metamizol 1g/8 jam
7. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
8. Inj. Asam Tranexamat 50mg/12jam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang
tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat
tepat oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional,
pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis
bersifat persisten.1 Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial
odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal
invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak Etiologi dan Patogenesis Pada
saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh dari
berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini
belum diketahui.2 Tumor ini dapat berasal dari: Sisa sel dari enamel organ atau
sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai
pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan
berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi
serta menyerupai retikulum stelata. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya
terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang
spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi
terbentuknya kista odontogenik Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista
dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan mengenai
ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous
tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi
perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma. Basal sel dari epitelium
permukaan dari tulang rahang. Pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan
adanya hubungan dengan epiteluim oral. 3,4
8
B. Epidemiologi
9
regio anterior, sinus maksilaris, cavum nasi, orbita dan kadangkala hingga ke
basis cranii.8
C. Etiologi
D. Klasifikasi
10
kavitas kistik yang besar dengan proliferasi sel ameloblastik luminal, intra
luminal, atau mural, sehingga sering juga disebut sebagai luminal
ameloblastomas, mural ameloblastomas dan ameloblastoma dari kista
dentigerus. Tipe ini kurang agresif dan dan kecepatan kekambuhannya rendah,
meski pada lesi dengan invasi mural sebagai pengecualian dan harus diterapi
lebih agresif. Tipe ketiga yaitu ameloblastoma periferal (sekitar 1%) secara
histologis serupa dengan ameloblastoma solid. Tipe ini tidak umum dan biasanya
nampak sebagai lesi yang tidak terlalu nyeri, non ulcerated sessile atau lesi
gingiva pedunculated pada ridge alveolar. Tipe solid dan unikistik merupakan
amelobastoma intraossesus, sedangkan tipe periferal terjadi pada jaringan
lunak/extraosseus. Pembagian seperti ini penting karena terapi lesi unikistik
dapat lebih konservatif, karena kurang agresif dan ukurannya yang lebih kecil
daripada tipe solid atau multikistik. Berdasarkan histopatologisnya
ameloblastoma dapat dibedakan menjadi tipe follicular, plexiform,
acanthomatous, granular cell, basal cell, desmoplastic, unicystic, peripheral, dan
varian lain yang lebih jarang seperti clear cell variant, papilliferous
keratoameloblastoma.11–14
E. Gambaran Klinis
11
jaringan lunak yang menyulitkan tindakan eksisi. Nyeri adakalanya dilaporkan
dan terkait dengan infeksi sekunder. Efek yang lain meliputi pergerakan dan
pergeseran gigi, resorpsi akar gigi, paraestesia bila canalis alveolar inferior
terkena, kegagalan erupsi gigi, dan sangat jarang ameloblastoma dapat
mengulserasi mukosa. Secara umum ameloblastoma adalah jinak namun invasif
lokal, sedangkan ameloblastoma maksilar nampak sebagai lesi yang lebih agresif
dan persisten. Hal ini kemungkinan disebabkan tulang maxilla yang tipis dan
rapuh, tidak seperti tulang mandibula yang tebal, yang memungkinkan
penyebaran tumor tanpa halangan pada struktur di sekitarnya. Suplai darah yang
baik ke maxilla bila dibandingkan dengan mandibula juga berkontribusi terhadap
percepatan penyebaran neoplasma lokal ini. Sedangkan pada pasien-pasien
dengan ameloblastoma sinonasal primer pada sebuah penelitian menampakkan
adanya lesi massa dan obstruksi nasal, sinusitis, epistaksis, bengkak pada wajah,
dizziness, dan nyeri kepala.16–18
F. Penatalaksanaan
Pertimbangan utama dalam menentukan tipe perawatan adalah macam atau tipe
lesi yang meliputi solidmultikistik, unikistik atau lesi extraoseus. Lesi solid
multikistik memerlukan setidaknya eksisi bedah. Lesi unikistik pada kasus yang
berukuran kecil dibutuhkan hanya enukleasi dan tidak dilakukan perawatan
lanjut. Ameloblastoma umumnya dianggap tidak radiosensitif, bahkan sangat
radioresisten.19 Beberapa peneliti menyetujui tindakan perawatan konservatif
terhadap lesi kecil awal yang terjadi antara usia kelahiran sampai 9-10 tahun.
Namun pendapat lain menyatakan bahwa perawatan yang bersifat konservatif
seperti enukleasi dan kuretase memperlihatkan adanya nilai rata-rata
kekambuhan 90% pada mandibula dan 100% pada maksila. Terapi radiasi,
radium, kuretase atau bahkan sklerosan kurang tepat. Ameloblastoma memiliki
angka kekambuhan yang tinggi bila dilakukan terapi selain reseksi mandibula.
Karena ameloblastoma bersifat invasif, tumor maligna secara klinik, maka
12
perawatan rasional adalah pembedahan secara komplit. 20 Terapi konservatif
dengan metode dredging untuk mempertahankan bentuk wajah dan mencegah
kekambuhan. Metode ini dilakukan dengan cara setelah dilakukan deflasi dan
enukleasi terhadap massa tumornya akan terjadi ruang kosong yang akan segera
terisi oleh jaringan parut. Kemudian dilakukan pengambilan jaringan parut yang
terbentuk secara berulang-ulang dengan selang waktu dua hingga tiga bulan
sampai terbentuk tulang baru yang mengisi ruang secara sempurna. Bedah eksisi
merupakan pilihan penanganan pada ameloblastoma pada sinonasal. Tipe dan
perluasan pembedahan bervariasi tergantung kasus dan mencakup pembedahan
konservatif (seperti polipektomi) dan prosedur yang lebih agresif seperti reseksi
Caldwell-Luc, rhinotomi lateral dan maksilektomi parsial atau radikal. 21
Rekontruksi pasca bedah. Pemasangan protesa palatal secara imidiate
telah menjadi perawatan standard setelah dilakukan maksilektomi atau
palatektomi, kecuali digunakan rekonstruksi free flap. Cacat bedah dapat
memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan psikologis pasien.
Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi bicara, fungsi
pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan membangun
kembali proyeksi midfacial. Pasien yang menjalani reseksi maksila akan
direhabilitasi dalam tiga fase masng-masing fase memerlukan protesa obturator
yang akan mendukung kesembuhan pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah
obturator bedah, obturator interim, dan obturator definitif Obturator Bedah
Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana
dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing,
mencegah kontaminasi oral dari luka bedah dan skin graft dan memungkinkan
pasien untuk berbicara dan menelan selama periode postoperasi inisial. Protesa
ini akan digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari Obturator Interim Obturator bedah
akan dikonversi menjadi obturator interim dengan penambahan bahan-bahan
lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa interim ini secara periodik akan
direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan terhadap perubahan
dimensional selama proses penyembuhan jaringan defek. 22,23 Proses ini akan
13
meningkatkan kenyamanan dan fungsional pasien. Tujuan dari obturator ini
adalah mengembalikan fungsi bicara dengan mengembalikan kontur palatal.
Protesa ini akan digunakan sekitar dua sampai enam bulan Obturator Defenitif
Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi telah
selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil memerlukan
penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap bagian
perifer protesa.
14
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk lesi pada antral maksilar meliputi lesi sinonasal,
tumor odontogenik, dan tumor berasal dari glandula salivarius minor,
pseudokista antral. Diagnosis banding tumor odontogenik pada kasus ini meliputi
: ameloblastoma, dentigerous cyst, odontogenic keratocyst, adenomatoid
odontogenic tumor, radicular cyst, ameloblastic fibroma. Sedangkan diagnosis
banding untuk lesi non odontogenik yaitu mucocele. Diagnosis yang pasti tidak
dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan radiografis namun diperlukan
konfirmasi histopatologis.25
15
DAFTAR PUSTAKA
7. Masloub SM, Abdel-Azim AM, Abd Elhamid ES. CD10 and osteopontin
expression in dentigerous cyst and ameloblastoma. Diagn Pathol.
2011;6(1). doi:10.1186/1746-1596-6-44.
16
Int J Clin Exp Med. 2017;10(4):7204-7212.
http://www.embase.com/search/results?subaction=viewrecord&from=ex
port&id=L615804765.
9. Adebiyi KE, Ugboko VI, Omoniyi-Esan GO, Ndukwe KC, Oginni FO.
Clinicopathological analysis of histological variants of ameloblastoma in
a suburban Nigerian population. Head Face Med. 2006;2:42.
10. Chae MP, Smoll NR, Hunter-Smith DJ, Rozen WM. Establishing the
natural history and growth rate of ameloblastoma with implications for
management: Systematic review and meta-analysis. PLoS One.
2015;10(2). doi:10.1371/journal.pone.0117241.
17
collective invasion of ameloblastoma tumor cells in a 3D coculture
model. FEBS Open Bio. 2017;7(12):2000-2007. doi:10.1002/2211-
5463.12313.
16. Effiom OA, James O, Akeju OT, Salami AS, Odukoya O. Hybrid
ameloblastoma in a nigerian: Report of a case and review of literature.
Open J Stomatol. 2013;3(7):347-353. doi:10.4236/ojst.2013.37059.
17. Rizzitelli A, Smoll NR, Chae MP, Rozen WM, Hunter-Smith DJ.
Incidence and overall survival of malignant ameloblastoma. PLoS One.
2015;10(2). doi:10.1371/journal.pone.0117789.
21. Barboza CAG, Pereira Pinto L, Freitas RDA, Costa ADLL, De Souza
18
LB. Proliferating cell nuclear antigen (PCNA) and p53 protein
expression in ameloblastoma and adenomatoid odontogenic tumor. Braz
Dent J. 2005;16(1):56-61.
19