Pembimbing
dr. Amukti Wahana, SpB
Disusun Oleh
Nadira Iswarini Hapsari Adi, S.Ked
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas pada kegiatan kepaniteraan klinik
madya (KKM) semester genap tahun akademik 2019. Laporan kasus ini berjudul
“CARCINOMA COLLI SUSPECT CARCINOMA NASOFARING” sesuai judul
yang diberikan oleh dokter pembimbing.
Penulis berharap agar laporan kasus ini dapat dimanfaatkan dan dipahami baik
oleh penulis maupun pembaca. Segala kritikan dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan untuk pengembangan ilmu kedokteran yang dibahas dalam laporan kasus
ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, kususnya kepada dokter
pembimbing, dr. Amukti Wahana, SpB yang telah memberikan waktu, tenaga dan
ilmu kepada penulis, serta teman sejawat yang telah mendukung penyusunan laporan
kasus ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi Karsinoma Nasofaring?
2. Apa Etiologi Karsinoma Nasofaring?
3. Bagaimana Patofisiologi Karsinoma Nasofaring?
4. Apa Manifestasi Klinis Karsinoma Nasofaring?
5. Bagaimana Penegakan Diagnosis Karsinoma Nasofaring?
6. Bagaimana Tatalaksana Karsinoma Nasofaring?
7. Bagaimana Prognosis Karsinoma Nasofaring?
1.3.Tujuan
1. Mengetahui dan Memahami definisi Karsinoma Nasofaring
2. Mengetahui dan Memahami Etiologi Karsinoma Nasofaring
3. Mengetahui dan Memahami Patofisiologi Karsinoma Nasofaring
4. Mengetahui dan Memahami Manifestasi Klinis Karsinoma Nasofaring
5. Mengetahui dan Memahami Penegakan Diagnosis Karsinoma
Nasofaring
6. Mengetahui dan Memahami Tatalaksana Karsinoma Nasofaring
7. Mengetahui dan Memahami Prognosis Karsinoma Nasofaring
BAB II
STATUS PASIEN
2.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Benjolan di Leher Kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Kanjuruhan pukul 13.30 WIB dengan
keluhan terdapat benjolan pada leher kanan. Benjolan tersebut sudah
dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu. Pasien menjelaskan bahwa
benjolan tersebut telah ada di leher pasien sejal 2 tahun yang lalu dan secara
progresif membesar dan diikuti dengan gejala-gejala lain berupa perubahan
suara, rasa seperti ada yang mengganjal saat menelan, sakit kepala, mimisan,
mata kabur serta penurunan berat badan. Pasien tidak merasakan adanya
penurunan pendengaran.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit paru : disangkal
e. Riwayat Hipertensi : disangkal
f. Riwayat alergi obat : disangkal
g. Riwayat alergi makanan : disangkal
h. Riwayat penyakit lain : disangkal
4. Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak memberikan pengobatan apapun, hanya membebat kaki kanan
menggunakan kain dengan kencang sesaat setelah tergigit ular.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluhan serupa
6. Riwayat Alergi : Tidak ada
7. Riwayat Kebiasaan :
Pasien makan 3x/sehari (kualitas & kuantitas cukup)
Olahraga jarang
Merokok (-)
Alkhohol (-)
Konsumsi kopi (-)
b. Foto Thorax
2.5. Resume
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Kanjuruhan pukul 13.30 WIB dengan
keluhan terdapat benjolan pada leher kanan. Pasien menjelaskan bahwa
benjolan tersebut telah ada di leher pasien sejal 2 tahun yang lalu dan secara
progresif membesar dan diikuti dengan gejala-gejala lain berupa perubahan
suara, rasa seperti ada yang mengganjal saat menelan, sakit kepala, mimisan,
mata kabur serta penurunan berat badan. Pasien tidak merasakan adanya
penurunan pendengaran. Dari pemeriksaan fisik status lokalis didapatkan
Massa di regio colli dextra, Ukuran 5cmx4cm, batas tegas, konsistensi kenyal
padat, immobile terhadap jaringan dibawah dan sekitarnya. KGB (+/-), nyeri
telan (+). Dari pemeriksaan USG colli didapatkan Multiple Solid Massa pada
regio colli bilateral kesan lymphoma. Foto Thorax AP dan Cervical
AP/Lateral didapatkan Emphysema Pulmonum dan Soft Tissue mass pada
regio colli-submandibula dextra. Hasil FNAB didapatkan Kesan Metastasis
Undifferentiated Carcinoma. Ct Scan Neck didapatkan Menyokong
Carsinoma Nasopharynx dextra yang mendestruksi os sphenoid,
menginfiltrasi sinus sphenoid bilateral dan sinus ethmoidalis dextra, meluas
ke oropharynx, dan nasopharyngeal space sampai regio colli dextra,
menempel pada a. carotis dan v. jugularis disertai lymphadenopati multiple
pada regio colli bilateral (dominant dextra) dengan ukuran 4,5x3, 1x3, 6cm
2.8. Penatalaksanaan
1. MRS
2. Medikamentosa (Simtomatik)
a. Injeksi Ketorolac 3x30mg IV
b. Injeksi Methylprednisolonw 2x62,5mg IV
c. Drip Tramadol 100mg dalam RL 500cc/24jam
d. P.O. Sucralfate 3x5mL
2.9. Prognosis
Dubia ad Malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.4. Patologi
Patologi pada KNF dapat ditinjau secara makroskopis dan mikroskopis. Makroskopis
Secara makroskopis, pertumbuhan KNF dibedakan menjadi 3 bentuk:
a. Ulseratif
Biasanya berupa lesi kecil disertai jaringan nekrotik. Terbanyak dijumpai di dinding
posterior nasofaring atau fossa Rossenmuller yang lebih dalam dan sebagian kecil
dinding lateral. Tipe ini sering tumbuh progresif infiltatif, meluas pada bagian lateral,
atap nasofaring dan tulang basis kranium. Lesi ini juga sering merusak foramen
laserum dan meluas pada fossa serebralis media melibatkan beberapa saraf kranial
(II.III,IV,V,VI) yang menimbulkan kelainan neurologik.
b. Nodular
Biasanya berbentuk anggur atau polipoid tanpa adanya ulserasi tetapi kadang-kadang
terjadi ulserasi kecil. Lesi terbanyak muncul di area tuba eustachius sehingga
menyebabkan sumbatan tuba. Tumor dapat meluas pada retrospenoidal dan tumbuh
disekitar saraf kranial namun tidak menimbulkan gangguan neurologik. Pada stadium
lanjut tumor dapat meluas pada fossa serebralis media dan merusak basis kranium atau
meluas ke daerah orbita melalui fossa orbitalis inferior dan dapat menginvasi sinus
maksilaris melalui tulang ethmoid.
c. Eksofitik
Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-kadang bertangkai
dan permukaan licin. Tumor muncul dari bagian atap, mengisi kavum nasi dan
menimbulkan penyumbatan hidung. Tumor ini mudah nekrosis dan berdarah sehingga
menyebabkan epistaksis. Tumor bentuk ini cepat mencapai sinus maksilaris dan rongga
orbita sehingga menyebabkan eksoftalmus unilateral. Tipe ini jarang melibatkan saraf
kranial.
2. Mikroskopis
a. Perubahan pra keganasan
Perubahan ini merupakan sebagai kondisi dari jaringan atau organ yang tumbuh
menjadi ganas secara perlahan. Penelitian yang dilakukan Teoh (1957) mendapatkan
bahwa metaplasia skuamosa merupakan keadaan yang paling bermakna untuk
terjadinya KNF. Dari penelitian Li dan Chen (1976) ditemukan juga adanya hiperplasia
dari sel-sel nasofaring yang berkembang kearah keganasan. Dari berbagai penelitian
diatas menyokong bahwa metaplasia dan hyperplasia nasofaring merupakan perubahan
pra keganasan dari karsinoma nasofaring.
b. Perubahan patologik pada mukosa nasofaring
Reaksi radang
Radang akut dan kronis sering dijumpai pada mukosa nasofaring. Bentuk
perubahan ini biasanya dihubungkan dengan tukak mukosa yang mengandung
sejumlah leukosit PMN, sel plasma dan eosinofil. Pada peradangan kronis akan
dijumpai limfosit dan jaringan fibrosis. Ada anggapan yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara proses regenerasi pada ulserasi epitel nasofaring
dengan perubahan metaplasia dan displasia dari epitel tersebut.
Hiperplasia
Hiperplasia yang sering terlihat pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya
maupun pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar sering dihubungkan dengan
proses radang. Sedang hiperplasia jaringan limfoid dapat terjadi dengan atau
tanpa proses radang.
Metaplasia
Sering terlihat metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan
kearah epitel skuamosa bertingkat.
Neoplasia
Liang (1962) menemukan bahwa neoplasia mulai tumbuh di bagian basal
lapisan sel epitel. Lapisan basal ini yang mulanya sangat kecil akan
bertambahbesar, jumlah sel bertambah banyak dan bentuknya akan menjadi
bulat atau pleomorfik.
3.5. Histopatologi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma) Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi (Nonkeratinizing Carcinoma) Pada tipe ini dijumpai
adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel.
Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma)
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,
berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak
terlihat dengan jelas. Terdapat kesamaan antara tipe II dan III sehingga selanjutnya
disarankan pembagian stadium KNF terbaru hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu:
1. KSS berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tidak berdiferensiasi.
3.8. Stadium
Klasifikasi berdasarkan TNM (AJCC, 7th ed, 2010), dapat ditentukan dengan
menilai karakteristik tumor, kelenjar getah bening yang terlibat, dan metastasis ke
organ lain.
T : tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar, dan perluasannya
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai T0
Tidak terdapat tumor primer Tis Karsinoma in situ
T1 : Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring dan atau
rongga hidung tanpa perluasan ke parafaringeal
T2 : Tumor denga perluasan ke parafaringeal
T3 : Tumor melibatkan struktur tulang dari basis cranii dan atau sinus paranasal
T4 : Tumor dengan oerluasan intracranial dan atau keterlibatan saraf kranial,
hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/masticator space
3.9. Diagnosis
Beberapa cara yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
karsinoma nasofaring:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala KNF)
2. Pemeriksaan nasofaring
Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop
3. Biopsi nasofaring
Diagnosis pasti karsinoma nasofaring ditentukan dengan diagnosis klinik
ditunjang dengan diagnosis histologis dan sitologis. Materi biopsi yang diperiksa
adalah hasil biopsi cucian, aspirasi, atau sikatan (brush). Biopsi nasofaring
dilakukan dengan anestesi topikal melalui 2 jalur, yaitu melalui hidung dan mulut:
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy). Cunam biopsy dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri
konka media ke nasofaring, kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dilakukan dengan bantuan kateter nelaton yang
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang merada dalam mulut
ditaik dan diklem bersama dengan ujung kateter di hidung, sehingga
palatum molle tertarik ke atas. Daerah nasofaring dilihat dengan kaca
laring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut.
Tumor akan terlihat lebih jelas menggunakan nasofaringoskop. Bila
dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka
dilakukan pengerokan dengan kuret di daerah lateral nasofaring dalam
keadaan narkosis. (Wolden, 2001)
4. Pemeriksaan patologi anatomi
Klasifikasi gambaran histopatologis yang direkomendasikan WHO sebelum
tahun 1991 terbagi menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Karsinoma sel squamosa terkeratinisasi, yang terbagi lagi menjadi tipe
diferensiasi baik, sedang, dan buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi. Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, dan
pada umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak terdiferensiasi. Pada tipe ini sel tumor secara individual
memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli
yang prominen. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.
Tipe tanpa keratinisasi dan tanpa diferensiasi bersifat radiosensitif,
sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak terlalu sensitif dengan radioterapi.
Klasifikasi gambaran histopatologis yang direkomendasikan WHO pada
tahun 1991 hanya terbagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Karsinoma sel squamosa terkeratinisasi
2. Karsinoma non-keratinisasi
Kedua tipe ini dibagi lagi menjadi tipe terdiferensiasi dan tidak berdiferensiasi
(WHO, 2005).
4. Pemeriksaan radiologi
Tujuan utama pemeriksaan radiologi adalah unutk memberikan diagnosis
yang lebih pasti pada kecurigaan tumor di daerah nasofaring, menentukan lokasi
tumor yang lebih tepat, mencari dan menentukan luasnya penyebaran tumor ke
jaringan sekitar.
Foto polos
Karsinoma yang dapat dideteksi secara jelas denga foto polos pada
umumnya adalah tumor eksofitik yang cukup besar, sedangkan bula kecil
mungkin tidak terdeteksi. Perluasan tumor yang terjadi pada submukosa,
atau penyebaran yang belum terlalu luas tidak akan terdeteksi melalui foto
polos.
Beberapa posisi foto polos perlu dibuat untuk mencari kemungkian
tumor pada daerah nasofaring, yaitu: (Wolden, 2001)
o Posisi lateral dengan teknik foto jaringan lunak
o Posisi basis cranii atau submentoforteks
o Tomogram lateral daerah nasofaring
o Tomogram anteroposterior daerah nasofaring
CT-Scan
Keunggulan CT-Scan dibandingkan dengan foto polos adalah
kemampuan untuk membedakan berbagai densitas pada daerah nasofaring.
CT Scan mampu membedakan berbagai densitas pada jaringan lunak
maupun perubahan-perubahan pada tulang. Dapat dinilai lebih akurat
mengenai perluasan tumor ke jaringan sekitar, destruksi tulang, dan
penyebaran intracranial (Wolden, 2001).
Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis
jauh.
Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap
virus Epstein-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg
A anti EA.(Early Antigen)
Pemeriksaan aspirasi jarum halus (FNAB), bila tumor primer di
nasofaring belum jelas dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibat
metastasis karsinoma nasofaring.
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metastasis.
3.10. Tatalaksana
1. Radioterapi(8)
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Definisi Terapi Radiasi :
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut
atau pada keadaan kambuh.
Definisi Kemoterapi
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher
radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat
bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan
pemeriksaan radiologik dan serologi.(5) Nasofaringektomi merupakan
suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau
adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara
lain.(1)
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring
dapat diberikan imunoterapi.
Prosedur follow up
tidak sepert keganasan kepala leher lainnya , KNF mempunyai resiko terjadinya
rekurensi, sehingga follow up jangka panjang diperlukan. Kekeambuhan tersering
terjadi kurang dari 5 tahun, 5 – 15 % kekambuhan sering kali terjadi antara 5-10 tahun.
Sehingga pasien KNF perlu di follow up setidaknya 10 tahun setelah terapi. Jadwal
follow up yang dianjurkan sebagai berikut :
- Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan
- Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan
- Setelah 5 tahun : setiap setahun sekali untuk seumur hidup
3.11. Prognosis
Pengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada umumnya akan memberikan hasil
pengobatan yang memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat memberikan
hasil pengobatan paliatif yang cukup baik sehingga diperoleh kualitas hidup pasien
yang baik pula. Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %.
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
3.12. Pencegahan
- Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus
Epstein Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di
daerah dengan resiko tinggi.
- Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat
lainnya.
- Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak
makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang
berbahaya.
- Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan
keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.
- Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di
masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma
nasofaring secara lebih dini.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan