Anda di halaman 1dari 37

Referat

Adhesive Capsulitis
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Pembimbing :
dr. Rangga Arieza F. , Sp.OT

Disusun Oleh :
Syarifatul Qomariyah (21804101062)
Nadira Iswarini H. A. (21804101066)

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU BEDAH ORTOPEDI
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Adhesive capsulitis atau frozen shoulder adalah penyebab umum sakit pada

bahu dan kecacatan yang mengarah pada kekakuan sendi glenohumeral yang

membatasi ruang gerak secara signifikan dan mempengaruhi 2-5% dari populasi.1

Frozen shoulder paling sering menyerang wanitausia 40 dan 60. Kondisi sistemik

seperti obesitas, disfungsi tiroid, penyakit jantung, kanker payudara, dan gangguan

neurologis dianggap dapat meningkatkan risiko untuk terjadiny frozen shoulder.

Selanjutnya, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa diagnosis frozen

shoulder 2 hingga 4 kali lebih umum pada pasein diabetes daripada populasi umum.

Beberapa studi telah mencatat bahwa epidemiologi frozen shoulder terjadi pada

penduduk kota atau daerah urban.2 Patofisiologi penyakit ini kurang dipahami dan

sebagian besar penulis telah melaporkan berbagai tingkat peradangan pada

membran sinovial.2 Dalam kondisi ini, kapsula sendi kehilangan distensibilitas

normalnya dan dalam jangka panjang membuat adhesi antara kapsula sendi dan

caput humerus.3 Rotator cuff tendonitis merupakan penyebab paling umum frozen

shoulder dan pasien dengan diabetes mellitus memiliki risiko lebih besar untuk

terjadinya Rotator cuff tendonitis dengan pembatasan ruang gerak aktif, nyeri

kelengkungan pada bahu, dan nyeriter lokalisasi pada anterior atau lateral bahu

umum disertai dengan adanya adhesive capsulitis.4 Meskipun biasanya

digambarkan sebagai penyakit yang dapat sembuh sendiri, penyebab asal dari

adhesive capsulitis tidak sepenuhnya diketahui, dan studi terbaru menunjukkan

bahwa hal itu dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang sampa dengan

beberapa tahun.5
2

Secara historis, fisioterapi telah digunakan untuk penanganan adhesive

capsulitis, tetapi pada tahun 1995 terapi injeksi mulai diperkenalkan untuk

mengelola gangguan ini. Ada beberapa studi tentang perbandingan modalitas

pengobatan pada gangguan ini tetapi hanya sedikit bukti tentang efektivitas

fisioterapi atau injeksi kortikosteroid pada pengobatan frozen shoulder.6 Dalam

studi systemic review pada 2010, efektivitas injeksi kortikosteroid dibandingkan

dengan intervensi fisioterapi untuk adhesive capsulitis dan penulis menyimpulkan

bahwa injeksi kortikosteroid memiliki efek yang lebih besar dalam jangka pendek

dibandingkan dengan intervensi fisioterapi, tetapi hanya memiliki efek yang kecil

dalam jangka panjang. Karena koeksistensi gangguan ini dan rotator cuff tendonitis,

peneliti memutuskan untuk menambahkan injeksi bursa subakromial pada pasien

yang dipertimbangkan untuk diberikan injeksi.7

1.2.Rumusan Masalah

1) Apa definisi dari Adhesive Capsulitis?

2) Apa saja etiologi dari Adhesive Capsulitis?

3) Bagaimana patofisiologi Adhesive Capsulitis?

4) Bagaimana manifestasi klinis Adhesive Capsulitis?

5) Bagaimana penegakan diagnosis Adhesive Capsulitis?

6) Bagaimana tatalaksana Adhesive Capsulitis?

1.3.Tujuan

1) Mengetahui dan memahami definisi dari Adhesive Capsulitis

2) Mengetahui dan memahami etiologi dari Adhesive Capsulitis

3) Mengetahui dan memahami patofisiologi Adhesive Capsulitis

4) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Adhesive Capsulitis


3

5) Mengetahui dan memahami penegakan diagnosis Adhesive Capsulitis

6) Mengetahui dan memahami tatalaksana Adhesive Capsulitis


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Frozen shoulder juga dikenal sebagai adhesive capsulitis yang merupakan

penyakit yang dapat menyebabkan disabilitas dan keterbatasan aktifitas. Hal ini

ditandai dengan nyeri bahu dan keterbatasan ruang gerakan aktif dan pasif pada

semua arah gerak. Keterbatasan gerakan sendi glenohumeral disebabkan oleh

penurunan volume intraartikular. Hal ini dihasilkan dari proses fibrosis dan

penebalan kapsula sendi dan perlekatan pada caput humerus.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Tiga tulang pembentuk sendi bahu yaitu tulang klavikula, skapula, dan

humerus. Ada beberapa sendi yang terdapat pada bahu yaitu glenohumeral,

skapulothorakal, sternoclavicular, akromioclavicular, suprahumeral, costosternal,

dan costovertebral. Terdapat dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu

yaitu sendi akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang

berbentuk “ball-and-socket” yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas.

Struktur-struktur yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator cuff. Otot-otot

yang menjadi bagian dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m.

teres minor, dan m. subscapularis. Tendon dan ligament membantu memberikan

kekuatan dan stabilitas lebih.10


5

Gambar 2.1 Shoulder Joint

Otot-otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan

menjaga stabilitas sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan

menyambung ke humerus membuat seperti cuff atau manset pada sendi bahu.

Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa glenoid yang dangkal. Otot-otot

pada rotator cuff menjaga “ball” dalam “socket” pada sendi glenohumeral dan

memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder. Terdapat dua bursa untuk

memberi bantalan dan melindungi dari akromion dan memungkinkan gerakan sendi

yang lancar.10

Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral,

sebuah istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression),

untuk memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan.

Dengan kata lain, rotator cuff, caput humerus akan naik sampai sebagian keluar

dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot deltoid.10


6

Gambar 2.2 Ligament

Sudut bulatan caput humeri 1800, sedangkan sudut cekungan fossa

glenoidalis scapulae hanya 1600, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak

dilingkupi oleh fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi

glenohumeral tidak stabil. Oleh karena itu stabilitasnya dipertahankan oleh

stabilisatir yang berupa ligament, otot, dan kapsul24.

Ligament pada sendi glenohumeral antara lain ligament coracohumeral dan

ligament glenohumeral. Ligament coracohumeral terbagi menjadi 2, berjalan dari

processus coracoideus sampai tuberculum mayor humeri dan tuberculum minor

humeri. Sedangkan ligament glenohumeral terbagi menjadi 3 yaitu : (1) superior

band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai caput humeri,

(2) middle band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai

depan humeri, (3) inferior band yang berjalan menyilang dari tepi depan fossa

glenoidalis scapulae sampai bawah caput humeri24.


7

Gambar 2.3 Vaskularisasi

Aksila berisi a. aksilaris dan cabang-cabangnya yang memvaskularisasi

ekstremitas superior, di aksila terdapat pleksus brachialis yang mensarafi

ekstremitas superior. Arteri aksilaris mulai dari tepi lateral costa I sebagai lanjutan

a. subclavicula & berakhir pada pinggir bawah m. teres mayor  a. aksilaris  a.

brachialis. M. pectoralis minor menyilang di depan a. aksilaris dan membagi a.

aksilaris menjadi 3 bagian :

1. Terletak mulai dari pinggir lateral costa I sampai pinggir atas m. pectoralis

minor

2. Terletak di belakang m.pectoralis minor


8

3. Terletak mulai dari pinggir bawah m.pectoralis minor sampai pinggir bawah

m. teres mayor.

Cabang-cabang a. aksilaris :

- Bagian I punya 1 cabang : a. thoracica superior  berjalan diatas m.

pectoralis minor

- Bagian II punya 2 cabang : a. thoracoacromialis  selanjutnya bercabang

menjadi cabang-cabang terminal. A. thoracica lateralis  berjalan di pinggir

bawah m. pectoralis minor

- Bagian III punya 3 cabang : a. subscapularis  berjalan di lateral m.

subscapulari, a. circumfleksa humeri anterior dan posterior  masing-masing

melingkari bagian depan & belakang collum chirgicum humeri.

Arteri Brachialis

- Arteri utama untuk lengan atas lanjutan dari arteri aksilaris, berasal dari

tepicaudal m. teres mayor dan berakhir di dalam fossa cubiti tepat di depan

ulna.

- Dibawah aponeurosis m. biceps brachii, arteri brachialis bercabang 2

menjadi, arteri radialis dan arteri ulnaris.

- Cabang utama arteri brachialis adalah arteris profunda brachii, a. collateralis

ulnaris superior dan a. collateralis ulnaris inferior. Kedua arteri terakhir ikut

membentuk anastomosis arterial sekeliling daerah siku.

2.3 Epidemiologi

Prevalensi frozen shoulder terjadi pada 2% -5% populasi umum, dengan

puncak pada dekade kelima dan keenam kehidupan. Frozen shoulder jarang terlihat
9

pada pasien di bawah usia 40 tahun. Wanita lebih sering terkena penyakit ini

daripada pria. Orang kembar memiliki risiko 2-3 kali lipat lebih tinggi begitu salah

satu dari mereka mengalami frozen shoulder. Tidak ada kecenderungan genetik

yang diketahui. Lengan non-dominan sedikit lebih terpengaruh daripada lengan

dominan. Setelah pasien mengalami episode frozen shoulder, risiko kekambuhan

pada sisi kontralateral adalah 6% - 17% dalam 5 tahun. 11 Kekambuhan pada bahu

yang sama jarang terjadi. Tidak ada bukti dalam literatur bahwa subkelompok

spesifik dalam populasi akan memiliki peningkatan risiko terjadinya frozen

shoulder dibandingkan dengan yang lain. Populasi yang rentan terkena adalah

masyarakat yang tinggal di kota atau urban area.9

2.4 Etiologi

Penyebab frozen shoulder masih belum diketahui dengan jelas. Lundberg

dan Helbig et al menyatakan klasifikasi penyebab penyakit ini menjadi primer dan

sekunder untuk kasus yang terjadi secara spontan dan juga yang dihasilkan dari

trauma. Kasus idiopatik primer adalah yang paling umum dan yang paling tidak

dipahami. Stimulus yang tidak diketahui menghasilkan perubahan histologis yang

mendalam pada kapsula sendi yang secara substansial berbeda dari perubahan yang

dihasilkan oleh kondisi imobilisasi atau degenerasi. Meskipun memiliki satu

stimulus kritis hal ini masih belum dapat diidentifikasi, kombinasi host dan faktor

ekstrinsik dapat memicu frozen shoulder primer. Misalnya, pasien yang biasanya

berusia antara 40 dan 60 tahun dan berdasarkan insiden yang lebih besar kasus yang

terjadi secara bilateral daripada secara acak dipopulasi umum, dan mungkin

memiliki kecenderungan untuk memicu penyakit ini.12


10

Faktor ekstrinsik dapat termasuk trauma, imobilisasi, penyakit tertentu, dan

kesalahan posisi atau gerakan mekanik tubuh. Berbeda dengan tipe primer, frozen

shoulder sekunder biasanya berkembang setelah episode varietas beberapa kondisi,

seperti keterlibatan sistem saraf pusat, imobilisasi ekstremitas atas, trauma pada

lengan, kanker paru-paru atau infeksi, infark miokard, durasi infus intravena yang

lama, cervical disk disease, rheumatoid arthritis, atau diabetes mellitus. Untuk

frozen shoulder sekunder, Quigley berhipotesis bahwa trauma kecil atau sebuah

episode peradangan dapat menghasilkan rasa sakit, yang akhirnya mengarah kepada

immobilisasi dan pembatasan ruang gerak dan mengarahkan kondisi ke kondisi

frozen shoulder . Loyd mengemukakan bahwa frozen shoulder sekunder

berkembang ketika spasme otot yang menyakitkan membatasi aktivitas dan

menciptakan ketergantungan lengan. Kombinasi tepat dari faktor-faktor yang

mempengaruhi orang tertentu untuk memicu terjadinya frozen shoulder primer

maupun sekunder masih belum diketahui.12

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi frozen shoulder tidak sepenuhnya jelas. Teori yang diterima

secara umum adalah bahwa fibrosis menyebabkan penebalan kapsula sendi

glenohumeral, yang menjadi lebih ketat. Adhesi kapsula sendi untuk sendi itu

sendiri dan ke column humerus menyebabkan obliterasi lipatan aksila, pengurangan

volume sendi, minimalitas cairan sinovial, dan pergerakan glenohumeral yang

terbatas. Frozen shoulder telah dijelaskan oleh banyak penulis di masa lalu, dan

dikenal dengan jumlah nama yang hampir sama. Pada tahun 1872, kondisi ini

digambarkan oleh Duplay sebagai "peri-artritis" . Pada tahun 1934, Codman

memperkenalkan istilah "frozen shoulder" sebagai penyakit onset lambat, dengan


11

ketidakmampuan untuk tidur di sisi yang terkena karena rasa sakit yang parah dan

kekakuan pada semua arah tanpa kelainan radiologis.9

Pada tahun 1945, Neviaser menamakan kondisi "adhesive capsulitis". Dia

adalah orang pertama yang menggabungkan pengamatan dari penelitian mayat

dengan analisis histologis, dan melaporkan penebalan kapsul sendi dan

perlengketan kapsula ke caput humerus dengan bursa yang tidak terpengaruh. Dia

menyatakan bahwa hal ini dikarenakan proses inflamasi kronis. Teori ini kemudian

ditentang oleh Lundberg, dan Bunker serta Anthony, yang menggambarkan

patologi primer fibrosis, membuat morfologi frozen shoulder sama dengan

kontraktur. Mereka tidak menemukan jumlah signifikan sel inflamasi dan tidak ada

keterlibatan sinovial. Masih belum ada konsensus dalam literatur, apakah

peradangan merupakan bagian dari patofisiologi atau fibrosis yang menjadi dasar

histologi frozen shoulder.9

Studi arthroscopy, magnetic resonance imaging (MRI), dan cadaver telah

menunjukkan bahwa keterbatasan dalam karakteristik gerakan frozen shoulder

dijelaskan oleh gambaran makroskopik dari struktur anatomi yang terkena. Interval

rotator dan kapsul anterior adalah fokus dominan kelainan pada frozen shoulder

primer. Penebalan kapsul anterosuperior membatasi rotasi eksternal lengan

adduksi, dan kapsul anteroinferior berserat akan menyebabkan pembatasan dalam

rotasi eksternal abduksi. Penebalan interval rotator membahayakan ligamentum

korakohumeral, sehingga menyebabkan batasan dalam rotasi eksternal juga. Dalam

studi mayat/cadaver, kontraksi ligamentum korakohumeral dijelaskan,

menyebabkan hilangnya rotasi eksternal pada khususnya. Pada tahap lanjut,

gerakan rotasi internal terbatasi, dan disebabkan oleh perlekatan kapsula


12

posterosuperior. Pada tahun 1969, Lundberg membuat perbedaan antara frozen

shoulder primer dan sekunder. Dalam kebanyakan kasus, frozen shoulder muncul

terutama tanpa penyakit yang mendasarinya. Pada frozen shoulder sekunder,

penyakit ini muncul berhubungan dengan adanya trauma pada bahu, seperti fraktur

humerus proksimal, cedera jaringan lunak, bursitis subacromial, dan operasi bahu.

Sebagian pasien memiliki tipe frozen shoulder sistemik. Diabetes mellitus, dengan

prevalensi 10% -20%, merupakan faktor risiko untuk terjadinya frozen shoulder.

Frozen shoulder pada pasien diabetes cenderung lebih parah dan lebih resisten

terhadap terapi, dan pasien ini memiliki risiko kekambuhan yang lebih besar.

Selanjutnya, perkembangan frozen shoulder berkorelasi dengan penyakit

Dupuytren, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme. Tidak ada bukti dalam literatur saat

ini menunjukkan bahwa terjadinya frozen shoulder berkorelasi dengan kegiatan

olahraga tertentu pada populasi yang aktif secara fisik.13

2.6 Manifestasi Klinis

Pada bahu, ada kompensasi sempurna antara mobilitas dan stabilitas.

Namun, karena jangkauan gerak dan anatomi tulangnya yang luas, ada risiko

dislokasi yang relatif tinggi di bahu dibandingkan dengan persendian lainnya.

Stabilitas terutama dijamin oleh unit rotator cuff, glenoid labrum, ligamen

glenohumeral, dan kapsula sendi. Ini adalah alasan bahwa kekakuan pada bahu

lebih disebabkan oleh masalah jaringan lunak daripada faktor-faktor lain, seperti

osteofit atau hilangnya kesesuaian fungsi beberapa penyusun sendi bahu. Bahu

yang sakit dengan mobilitas terbatas adalah manifestasi klinis umum. Evaluasi

gejala yang cermat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk

membedakan frozen shoulder dari sendi acromioclavicular, nyeri subacromial, dan


13

masalah tendon biseps atau rotator cuff. Frozen shoulder ditandai dengan nyeri

bahu yang parah dan kehilangan gerakan aktif dan pasif ke segala arah. Secara

khusus, kehilangan rotasi eksternal biasanya muncul pada frozen shoulder. Pasien

mengalami kehilangan fungsi dalam aktivitas hidup sehari-hari dan kesulitan tidur

di sisi yang sakit. Otot deltoid dan supraspinatus mungkin atrofi karena tidak

digunakan, diikuti oleh infraspinatus, subscapularis, dan otot kecil teres. Sebagai

hasil dari tidak digunakan dan atrofi otot-otot ini, kinematika sendi akan berubah,

yang menyebabkan penurunan fungsionalitas.9

Translasi caput humerus akan berkurang, terutama sebagai akibat dari

ketatnya ligamentum glenohumeral inferior. Selain itu, skapula akan menunjukkan

rotasi lateral dalam kaitannya dengan rotasi glenohumeral selama peningkatan bahu

pada tahap awal. Meskipun frozen shoulder tidak dapat dilihat pada X-ray,

radiografi diperlukan untuk menyingkirkan kondisi lain seperti osteoarthritis atau

tumor tulang. Frozen shoulder akibat fraktur atau pembedahan dapat diamati. Pada

MRI, penebalan kapsuler dan kontraksi reses aksilar dapat terjadi. Namun

demikian, MRI bukan standar diagnostik karena diagnosis didasarkan pada

presentasi klinis. Investigasi biokimia atau hematologi dapat dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab sekunder jika diindikasikan.

Hannafin dkk menggunakan empat tahap atau fase untuk mengkorelasikan

pemeriksaan klinis dengan gambaran histologis spesimen biopsi kapsuler untuk tiga

tahap pertama. Penting untuk dicatat tahap-tahap ini lebih mewakili suatu rangkaian

penyakit ini, tahapan yang jelas. Tahapan itu adalah :12


14

 Tahap 1 [inflammatory] : Pasien mengeluh sakit dengan ruang gerak aktif

dan pasif. Rasa sakit digambarkan sebagai sakit saat istirahat dan tajam

dengan gerakan dan biasanya lebih buruk di malam hari. Ruang geraknya

masih bagus. Gejala-gejala ini biasanya muncul kurang dari 10 minggu.

Injeksi intraartikular dengan anestesi lokal dan kortikosteroid memberi efek

signifikan peningkatan ruang gerak.

 Tahap 2 [Freezing] : Pasien memberikan riwayat nyeri kronis selama 10-36

minggu sebelumnya. Rasa sakitnya lebih buruk saat malam hari. Tidak ada

riwayat cedera. Ditemukan hilangnya ROM secara progresif

 .Tahap 3 [Frozen]: Tahap Ini terjadi pada 4-12 bulan. Rasa sakit secara

bertahap mereda dan hanya hadir pada kisaran gerakan berat atau ekstrim.

 Tahap 4 [Thawing] : Tahap ini biasanya terjadi sejak 12 bulan setelah onset

dan bisa bertahan hingga 42 bulan sesudahnya.

2.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis frozen shoulder dapat dilakukan melalui anamnesis

dan pemeriksaan fisik dan jika perlu dengan pemeriksaan penunjang. Pada

anamnesis atau riwayat penyakit dan keluhan pasien menggambarkan gejala ke

dalam tiga fase klinis, yaitu fase freezing, fase frozen, dan fase thawing. Fase

freezing ditandai oleh rasa sakit di bahu saat istirahat dan dengan gerakan. Nyeri

paling buruk di malam hari karena peregangan kapsul dan pasien sulit tidur. Pada

tahap ini, rasa sakit meningkat dan rentang gerakan berangsur-angsur berkurang.

Pembatasan dalam rotasi eksternal terjadi terlebih dahulu, diikuti oleh rotasi

internal dan perlengketan. Nyeri berkurang lebih menonjol pada fase frozen, dan

kekakuan adalah keluhan terbesar pasien pada tahap penyakit ini. Kegiatan harian
15

seperti menyikat rambut atau meraih sesuatu di lemari menjadi sulit. Rasa sakit di

malam hari perlahan mereda dan pasien memiliki lebih sedikit masalah tidur. Tahap

ini membutuhkan 4-12 bulan sebelum tahap akhir dimulai. Fase thawing ditandai

dengan tidak adanya rasa sakit dan peningkatan gerakan glenohumeral secara

bertahap selama 4-12 bulan. Pada akhirnya, pasien mendapatkan kembali fungsi

bahunya dan dapat melakukan aktivitas normal sehari-hari.9

Tabel 2.1 Riwayat pasien frozen shoulder

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga diperlukan untuk penegakkan

diagnosa frozen shoulder. Satu-satunya tanda yang ditemukan pada tahap awal

proses penyakit ini adalah rasa sakit yang dialami pada kisaran gerakan bahu.

Pasien dengan stadium awal mengalami nyeri pada palpasi anterior dan kapsul

posterior dan menggambarkan nyeri yang menjalar sampai deltoid. Kemudian,

dalam proses penyakit dapat juga ditemukan atrofi deltoid ringan karena otot ini

tidak digunakan begitu pula otot supra spinatus. Difus tenderness untuk palpasi di

atas glenohumeral sendi dapat meluas ke trapezius dan area interskapular.

Perpanjangan nyeri ini dapat sampai pada leher dan punggung bagian atas

disebabkan oleh bahu yang sakit. Penting untuk membedakan apakah telah terjadi
16

kehilangan kemampuan eksternal rotasi terjadi baik secara aktif maupun pasif. Jika

rotasi pasif eksternal penuh ada tetapi rotasi eksternal aktif tidak ada, kemungkinan

robekan rotator cuff seharusnya pertimbangkan..Proses penyakit ini paling tidak

mempengaruhi ekstensi dan gerakan adduksi horisontal.12 Tes “apley scratch”

merupakan tes yang dapat diguanakn untuk mengevaluasi lingkup gerak sendi aktif

pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan tangan

sisi kontralateral melewati belakang kepala. Pada Capsulitis adhesive pasien tidak

dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang

geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan

kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan. Selain appley scratch ada

beberapa pemeriksaan untuk melihat ruang lingkup gerak sendi seperti neer test dan

empty can test.15

Gambar 2.4 Apley Scratch


17

Gambar 2.5 Neer Test

Gambar 2.6 Empty Can Test


18

Gambar 2.7 Hawkins Test

Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnose frozen shoulder. Sebagian besar referensi menyarankan hanya sinar-X

biasa yang diminta. Seringkali ini mungkin dilaporkan sebagai normal, tetapi

beberapa mungkin menunjukkan osteartenia periarticular karena disuse. Sinar-X

juga dapat membantu menyingkirkan potensi lain penyebab frozen shoulder, seperti

radang sendi glenohumeral, kalsifikasi tendonitis, atau kelainan rotator cuff. MRI

Arthrografi tidak terlalu dibutuhkan untuk diagnosis adhesive capsulitis, tetapi jika

dilakukan, akan menunjukkan penebalan pada kapsul sendi dan

korakohumeralligamen.
19

ROM aktif

ROM pasif
20

Manual Muscle Test

Tabel 2.2 Manual Muscle Test (MMT)

2.8 Diagnosa Banding

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada adhesif kapsulitis atau frozen shoulder

sebagian besar adalah rasa nyeri, kekakuan, dan keterbatasan gerak yang cukup

lama. Terutama jika tidak diberikan penanganan yang tepat, sehingga akan
21

mengganggu kualitas hidup dan produktivitas yang cukup lama. Dapat juga terjadi

resistensi terapi konservatif jika terlalu lama dengan kondisi yang terlalu berat.

Komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah akibat manipulasi terapi, terutama

yang dilakukan dengan general anaesthesia. Hal ini dapat menimbulkan cedera

intra-artikular iatrogenik seperti perdarahan, ruptur kapsul, robekan tendon dan

ligamen, dan kerusakan dari osteokondral

2.10 Tatalaksana

2.10.1 Medikamentosa

Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan

pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali

dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan

dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberapa kasus dilakukan TENS untuk

mengurangi nyeri.12

Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan

steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu

dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan

radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan

untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan

pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga

dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul

untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini disebut

hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan kegunaan

terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat
22

merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk

melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan

sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.16

2.10.2 Rehabilitasi Medik


a. Terapi dingin
Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera

muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut Capsulitis adhesive lebih baik

diberikan terapi dingin. Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan

spastisitas, mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema dan

aktivitas enzim destruktif (kolagenase) pada radang sendi . Adapun cara dan lama

pemberian terapi dingin adalah sebagai berikut:

o Kompres dingin

Teknik: masukkan potongan – potongan es kedalam kantongan yang tidak tembus

air lalu kompreskan pada bagian yang dimaksud. Lama: 20 menit, dapat diulang

dengan jarak waktu 10 menit.

o Masase es

Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es yang telah dibungkus.

Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat berulang kali dengan jarak waktu 10 menit.

b. Terapi panas
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi

oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis yang

dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan

meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi.

Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri
23

serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan

aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi. 9

Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan

peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat

sebagai analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada

permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa milimeter.

Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau

suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi masuk kejaringan

tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan dibawah kulit (subkutan).

Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari:

o Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)


o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)

Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah

ultrasound diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi

diatas 17.000 Hz dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang

lain. Gelombang suara ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek

nontermal/ mekanik/ mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus

perlekatan jaringan. Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz.

Dosis terapi 0,5-4 watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau

2 hari sekali. US memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa

melalui daerah hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling ideal

adalah gel. 12
24

Efek US pada Capsulitis adhesive :

 Meningkatkan aliran darah

 Meningkatkan metabolisme jaringan

 Mengurangi spasme otot

 Mengurangi perlekatan jaringan

 Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.

Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini

digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m

yang diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan

ini paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak di

permukaan.

a. Elektrostimulasi : TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation )


Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun nyeri

kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Capsulitis adhesive.

Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai sekarang

masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan elektrode harus

tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan fisiologi. Letak

elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom saraf tepi, motor

point, trigger point, titik akupuntur. 12

Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak

abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda

kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri

disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan


25

dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas

di dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai

beberapa jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan untuk

menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 80–95%.

b. Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Capsulitis adhesive. Pada

awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.

Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri yang

timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif menentukan

saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa nyeri sebelum

akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan gerakan aktif tidak

diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan yang terbatas, berarti

masa akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan

gerak yang menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka latihan harus ditunda karena

rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan lingkup gerak sendi. Tetapi bila

gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi

latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan menggunakan alat

seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger ladder, dan tongkat merupakan

terapi standar untuk penderita frozen shoulder. 9

Ini adalah beberapa contoh latihan untuk meregangkan bahu. Lakukan

latihan ini secara teratur 1-2 kali sehari. Selain itu juga menggunakan botol air

panas dapat digunakan sebagai alternatif lain. Merupakan hal yang normal untuk

merasakan sensasi sakit atau peregangan saat melakukan latihan ini. Namun rasa

sakit yang parah dan berlangsung lama (mis. Lebih dari 30 menit) tidak dianjurkan.
26

Kurangi latihan dengan melakukannya lebih jarang atau kurang kuat. Jika rasa

sakitnya masih parah, hentikan latihan dan kunjungi fisioterapis atau dokter.

Gambar 2.6 Shoulder Wheel Exercise

A. B.

Gambar 2.7 A. Overhead Pulley B. finger ladder

Latihan Codman (Pendulum)9

Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendon dari otot lengan.

Codman memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan menggunakan gravitasi.


27

Bila penderita melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan timbul raa

nyeri hebat. Tetapi bila dilakukan dengan pengaruh dari gravitasi dan otot

supraspinatus relaksasi maka gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri. Pada

pergerakan pendulum penderita membungkuk kedepan, daerah lengan yang sakit

tergantung bebas tanpa atau dengan beban.

Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan satunya diatas meja atau

bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke belakang pada bidang sagital (fleksi-

ekstensi). Makin lama makin jauh gerakannya, kemudian gerakan kesamping,

dilanjutkan gerakan lingkar (sirkuler) searah maupun berlawanan arah dengan

jarum jam. Pemberian beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot

memanjang dan dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu. Ulangi 5-10 kali tiap

gerakan.

Gambar 2.8 Latihan Pendulum

Latihan dengan menggunakan tongkat 12

Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi, adduksi, dan

rotasi. Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ataupun berbaring.
28

Gambar 2.9 Latihan dengan menggunakan tongkat

Latihan finger ladder

Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara

obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan

latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan agar penderita

berlatih dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita memiringkan tubuhnya,

berjinjit maupun melakukan elevasi kepala. Gerakan yang dapat dilakukan adalah

fleksi dan abduksi. Penderita berdiri menghadap dinding dengan ujung jari-jari

tangan sisi yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan

menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan abduksi

dikerjakan dengan samping badan menghadap dinding.12

Latihan dengan over head pulleys (katrol)

Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangat efektif untuk membantu

mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan: dua buah katrol
29

digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan dengan kedua katrol

tersebut. Kedua ujung tali diberi alat agar tangan dapat menggenggam dengan baik.

Posisi penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang dengan bahu terletak

dibawah katrol tersebut. Dengan menarik tali pada salah satu tali yang lain akan

terangkat. Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita tidak

boleh mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan perlahan-

lahan. 9

Latihan dengan shoulder wheel

Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk

memberi motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi

bahu secara aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa

sehingga aksis dari sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak

lengan sesuai dengan gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan

roda secara penuh, tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar kemampuan gerakan

sendi bahunya. Harus pula diperhatikan pada waktu melakukan gerakan endorotasi

maupun eksorotasi bahu dalam posisi abduksi 90o dan siku fleksi 90o. Dengan

meletakkan siku pada aksis roda maka gerakan dapat dilakukan sampai pada

keterbatasan lingkup gerak sendi.

Latihan Arm Overhead

Berbaring terlentang, Dukung lengan yang bermasalah dengan tangan lainnya di

pergelangan tangan dan angkat ke atas, Jangan biarkan punggung Anda

melengkung. Dapat mulai dengan siku ditekuk. Ulangi Gerakan 5–10 kali.
30

Gambar 30. Arm Overhead

Latihan Twisting Outward

Berbaring telentang, lutut ditekuk dan kaki rata. Letakkan tangan di belakang leher

atau kepala, siku hingga langit-langit. Biarkan siku jatuh ke luar. Ulangi 5–10 kali

Gambar 31. Twisting Outward

Latihan Kneeling on all fours

Jaga tangan anda tetap diam. Duduk dengan lembut ke arah tumit Anda, kemudian

angkat lutut Anda lebih jauh dari tangan Anda. Ulangi 5–10 kali.
31

Gambar 32. Kneeling on all fours

Latihan Crossover Arm Stretch

Pegang bahu Anda yang bermasalah ke arah bahu yang berlawanan. Berikan

peregangan lembut dengan menarik dengan tangan Anda yang tidak terlibat di siku.

Terkadang Anda bisa merasakan lebih banyak regangan jika berbaring telentang

untuk melakukan Gerakan. Ulangi 5 kali, tahan selama 20 detik

Gambar 33. Crossover arm stretch


32

Latihan Hand Behind Back

Pegang pergelangan tangan lengan yang bermasalah dan regangkan tangan dengan

lembut ke arah bokong Anda yang berlawanan kemudan geser lengan Anda ke atas

punggung. Latihan ini dapat menggunakan handuk. Ulangi 5 kali

Gambar 35. Hand behind back


33

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Frozen shoulder adalah penyakit yang dapat menyebabkan disabilitas dan

pemulihannya butuh proses jangka panjang. Banyak pilihan perawatan yang

tersedia untuk manajemen frozen shoulder, tetapi masih belum ada konsensus

dalam literatur mengenai pilihan terapi mana yang lebih unggul, sebagian besar

karena kurangnya bukti tingkat tinggi. Mengingat frozen shoulder adalah kondisi

yang sembuh sendiri, pilihan pengobatan konservatif adalah pilihan pertama untuk

penatalaksanaan pada tahap pertama penyakit. Terapi fisik dan latihan di rumah

yang diawasi, dikombinasikan dengan manajemen nyeri dan suntikan

kortikosteroid intra-artikular, dianggap paling penting dalam pengobatan non-

bedah.

3.2 Saran

Pemahaman tentang penyakit adhesive compulsitis (frozen shoulder) masih

sangat kurang di masyarakat, terutama pada masyarakat dengan pendidikan rendah.

Dengan demikian perlu diberikan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada

masyarakat terkait penatalaksanaan frozen shoulder.


34

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelley MJ, Mcclure PW, Leggin BG. 2009. Frozen Shoulder: Evidence and a
Proposed Model Guiding Rehabilitation. Journal of Orthopaedic & Sport
Physical Therapy. Vol 39 No. 2
2. Chan HBY, Pua PY, How CH. 2017. Physical Therapy in the Management of
Frozen Shoulder. Singapore Med Journal. 58(12): 685-689
3. Suharti A. Sunandi R, Abdullah F. 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi pada
Frozen Shoulder Sinistra terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior di
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia
6/1, 51-65
4. Kelley MJ, Shaffer MA, Kuhn JE, Michener LA, Seitz AL, Timothy LU,
Godges JJ, Mcclure PW. 2013. Shoulder Pain and Mobility Deficits: Adhesive
Capsulitis; Clinical Practice Guidelines Linked To The International
Classification Of Functioning Disability And Health From The Orthopaedic
Section Of The America Physical Therapy Association. Journal of Orthopaedic
& Sport Physical Therapy. Volume 43, No. 5
5. Kelley MJ, Shaffer MA, Kuhn JE, Michener LA, Seitz AL, Timothy LU,
Godges JJ, Mcclure PW. 2013. Perspective for Patients: Frozen Shoulder:
What can a Physical Therapist Do for My Painful and Stiff Shoulder?. Journal
of Orthopaedic & Sport Physical Therapy. Volume 43, No.5, doi:
10.2519/jospt.2013.0503
6. Thompson JC. 2010. Netter’s: Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition.
Philadelphia: Elsevier
7. Cadogan A, Mohammed KD. 2016. Shoulder Pain in Primary Care: Frozen
Shoulder. Journal Primary Health Care. Volume 8, No. 1: 44-51
8. Ewald, A. 2011. Adhesive Capsulitis: A Review. American Family Physician.
Volume 83, No 4
9. Lewis, J. 2015. Manual Therapy: FrozenShoulder Contracture Syndrome-
Aetiology, diagnosis, and management. Elsevier Journal. Vol 20: 2-9
35

10. Yuan X, Zhang Z, Li J. 2017. Patophysiology of Adhesive Capsulitis of


Shoulder and the Physiological Effects of Hyalurosan. European Journal of
Inflammation. Vol 15, No 3: 239—243
11. Hoppenfeld, S., 1976. Physical Examination of the Spine and Extremities. East
Norwalk: Appletons-Century-Crofts
12. Greenberg, D.L. 2014. Evaluation and Treatment of Shoulder Pain. Elsevier
Journal. Vol 98: 487-504
13. Tan, A.H.C. 2010. A Review on Frozen Shoulder. Singaporean Medical
Journal. Volume 51, No. 9: 694
14. Nurdin, M dan Gani, M. 2013. Efektifitas Penggunaan Shoulder Wheel Pada
Frozen Shoulder. Politeknik Kesehatan Makassar
15. Putri AR, Wulandari ID. 2017. Penatalaksanaan Fisioterapi Kondisi Frozen
Shoulder ec. Tendinitis Muscle Rotator Cuff dengan Modalitas Short Wave
Diathermy, Active Resisted Excercise dan Codman Pendular Excercise
16. Birnbaun, J,S. 1981. The Musculosceletal Manual. Edisi Taiwan.
17. Oxford Shoulder & Elbow Clinic. Information for You: Frozen Shoulder.
Nuffield Orthopaedic Centre: NHS
18. Meryl Roth ; TENS for Management of Pain and Sensory Pathology,
Philadelpia FA Company, 1992
19. Setiawan. 1991. Nyeri Bahu Pengenalan dan Tata Laksana. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang
20. The Chartered Society of Physiotherapy. Evidence-based Clinical Guidelines
for the Diagnosis, Assessment, and Physiotherapy Management of Contracted
(Frozen) Shoulder version 1.7 : Standard Physiotherapy
21. Yu Y. 2013. Adhesive Capsulitis (Frozen Shoulder): pathogenesis and clinical
findings. The Calgary Guide
22. Kwaees TA, Charalambous P. 2014. Surgical and non-surgical Treatment of
Frozen Shoulder: Survey on Surgeons Treatment Preferences. Muscle,
Ligament and Tendons Journal. Vol 4 No 4: 420-424
23. Sharma S, Jacobs L. 2011. Controversial Topics in Surgery. Ann R Coll
Surgery Eng Journal. Vol 93:343-346
36

24. Porterfield, James A., DeRosa, Carl. 2004. Mechanical Shoulder Disorders:
Perspectives in Functional Anatomy, Volume 1. Saunders.

Anda mungkin juga menyukai