Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karsinoma laring merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel
laring. Laring terdiri dari supraglotis, glotis dan subglotis. Karsinoma
laring adalah urutan kedua terbanyak pada keganasan kepala dan leher di
seluruh dunia, dengan kejadian diperkirakan lebih dari 151.000 dan
mengakibatkan sekitar 82.000 kematian setiap tahun.
Karsinoma laring lebih umum menyerang pria daripada wanita (5,8
kasus per 100.000 banding 1,2 kasus per 100.000). Karsinoma laring
menempati urutan kedua yaitu sekitar 213 kasus (67,3%) dari 3.344 kasus
tumor ganas di daerah kepala dan leher di FKUI/RSCM selama periode
2000- 2005. Pada insidensi karsinoma laring, terdapat perbedaan loksi
geografis dikarenakan adanya perbedaan prevalensi faktor risiko, dimana
yang paling umum adalah tembakau dan akohol, sehingga membuat
penyakit ini lebih umum pada pria karena pada populasi tersebut lebih
banyak terpapar faktor risiko tersebut.
Karsinoma tersebut dapat berkembang pada daerah mana pun di
laring, dimana pada glotis merupakan bagian yang paling sering,
kemudian diikuti oleh supraglotis dan subglotis. Tanda dan gejala dari
karsinoma laring ini sendiri dapat berupa suara serak, stridor, sakit
tenggorokan, batuk persisten, atau adanya massa pada leher, bergantung
pada ukuran dan lokasi dari tumor tersebut.
1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa


kedokteran mampu menegakkan diagnosis dan melakukan rujukan yang
tepat berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan pengelolaan pasien massa laring
sekembalinya dari rujukan.

1
1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
kedokteran dalam proses belajar menegakkan diagnosis dan melakukan
rujukan yang tepat, serta pengelolaan pasien massa laring sekembalinya dari
rujukan.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Penderita
Nama pasien : Tn. DAP
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Alamat : Muarareja RT 004/RW 002 Tegal Barat, Kota Tegal
Pekerjaan : Nelayan
Pendidikan : Tamat SD
No.RM : C786432
MASALAH AKTIF MASALAH PASIF

1. Suara Serak  4 1. Riwayat kemoterapi 6x dan


2. Sesak Nafas 4 radioterapi 35x
3. Pemeriksaan hasil histopatologi
Laring didapatkan kesan
undifferentiated carcinoma
Laring  4
4. Ca Laring  4

3
2.2. Data Dasar
2.3.1 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan dengan pasien dan alloanamnesis
dengan anak pasien pada tanggal 18 Desember 2019 pukul 10.00 WIB
di Poli Kasuari RSDK.
Keluhan utama : Serak
Perjalanan penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan suara serak sejak kurang lebih 1 tahun yang
lalu. Serak dirasakan semakin lama semakin berat sehingga suara
pasien terus mengecil. Serak dirasakan sepanjang hari, tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan suhu lingkungan. Keluhan serak juga
disertai dengan sesak (+), sulit menelan (+) saat makan makanan
padat, hidung tersumbat (-), mimisan (-), telinga terasa penuh (-),
penurunan berat badan (+) sebanyak 4 kg dalam 1 bulan, benjolan di
leher (-). Pasien kemudian memeriksakan diri ke RSUD Tegal. Di
RSUD Tegal, pasien diperiksa dengan foto leher dan kepala dan
dikatakan bahwa pasien mengalami tumor pita suara. Pasien kemudian
dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Kariadi (RSDK) untuk penanganan lebih
lanjut.
Di RSDK, pasien difoto kembali dan dilakukan peneropongan
tenggorokan untuk mengambil sampel jaringan. Dari hasil
laboratorium dikatakan bahwa tumor pita suara bersifat ganas
sehingga perlu dilakukan operasi trakeostomi, kemudian
diprogramkan kemoterapi dan terapi sinar karena pasien menolak
operasi. Kemoterapi dimulai di bulan Maret tahun 2019 dengan obat
Paclitaxel dan Carboplatin, selesai pada bulan Oktober 2019 setelah
menyelesaikan 6 kali kemoterapi. Pasien menjalani terapi sinar
sebanyak 35 kali dan selesai di bulan Agustus 2019.
Kurang lebih 1 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan serak yang
memberat. Keluhan disertai batuk berdahak dan sesak nafas. Pasien
kemudian datang ke RSDK untuk memeriksakan diri sekaligus kontrol

4
dan menyerahkan hasil CT-scan setelah selesai kemoterapi ke Poli
Onkologi THT-KL.
Riwayat penyakit dahulu :
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
 Riwayat terdapat keganasan lain disangkal
 Riwayat merokok ± 15 batang per hari selama 35 tahun
 Riwayat sering mengonsumsi alkohol (-)
 Riwayat operasi telinga, hidung, dan tenggorok sebelumnya
disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
 Riwayat serupa pada anggota keluarga disangkal
 Riwayat keluarga dengan sakit keganasan disangkal
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien merupakan seorang nelayan, tinggal bersama istrinya, 3 orang
anak, 2 orang menantu, dan 5 cucunya. Pasien juga merupakan
seorang perokok aktif yang menghabiskan ± 15 batang rokok per hari.
Pembiayaan dengan BPJS PBI. Kesan sosial ekonomi kurang.

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 13 November 2019
pukul 11.00 WIB di Poli Kasuari RSDK.
Status generalis :
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Composmentis
Tanda vital TD : 110/70 mmHg
Nadi : 75 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,70C
Pemeriksaan fisik Aktivitas : normoaktif
BB/TB : 50 kg/165 cm

5
Kesan gizi : normoweight (BMI : 18,3
kg/m2)
Kepala : mesosefal
Leher : terdapat stoma pasca
pemasangan kanul trachestomi, stoma tertutup
Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal

Status lokalis (THT) :


1. Telinga
Dekstra Sinistra

CAE/MAE CAE/MAE
MT MT

Bagian
Telinga Kanan Telinga Kiri
Telinga
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Preaurikula Fistula (-) Fistula (-)
Abses (-) Abses (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Normotia Normotia
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Aurikula
Edema (-) Edema (-)
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Retroaurikula Edema (-) Edema (-)
Fistula (-) Fistula (-)

6
Abses (-) Abses (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Mastoid
Nyeri ketok (-) Nyeri ketok (-)
Fistel (-) Fistel (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Discharge mukus (-) Discharge mukus (-)
CAE/MAE Granula (-) Granula (-)
Furunkel (-) Furunkel (-)
Serumen (-) Serumen (-)
Bau (-) Bau (-)
Intak Intak
Membran Reflek cahaya (+) arah Reflek cahaya (+) arah
Timpani jam 5 jam 7
Warna putih bening Warna putih bening

2. Hidung

Pemeriksaan
Hidung Kanan Hidung Kiri
Hidung
Inspeksi :
Hidung Luar Bentuk (N)
Simetris

7
Deformitas (-)
Warna sama dengan kulit sekitar
Palpasi :
Os.nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
Sinus Nyeri tekan (-) sisi kanan, nyeri ketok (-) sisi kanan
Rinoskopi
Hidung Kanan Hidung Kiri
Anterior
Lendir disertai darah
Discharge Lendir disertai darah (-)
(+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Mukosa
Livid (-) Livid (-)
Edema (-) Edema (-)
Konka
Hipertropi (-) Hipertropi (-)
Tumor Massa (-) Massa (-)
Deviasi (-)
Septum Nasi
Perdarahan (-)

3. Tenggorok
Orofaring Keterangan
Hiperemis (-)
Massa (-)
Palatum
Fistula (-)
Bombans (-)
Arkus Simetris
Faring Uvula di tengah
Hiperemis (-)
Mukosa Granulasi (-)
Post nasal drip (-)
Ukuran T1 Ukuran T1
Tonsil
Hiperemis (-) Hiperemis (-)

8
Permukaan rata Permukaan rata
Kripte melebar (-) Kripte melebar (-)
Detritus (-) Detritus (-)
Membran (-) Membran (-)
Edema (-)
Peritonsil
Abses (-)
Pemeriksaan rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek tidak
dilakukan.

4. Kepala dan leher


Kepala : Mesosefal
Wajah : Simetris, deformitas (-)
Leher : Pembesaran KGB (-/-), terdapat stoma
pasca pemasangan kanul trakeostomi, stoma tertutup

Gigi dan mulut

Gigi geligi : Karies (-), gigi lubang (-), gigi goyang (-),
Oral hygiene cukup
Lidah : Simetris, deviasi (-), papil atrofi (-)
Palatum : Bombans (-)
Pipi : Mukosa bukal  hiperemis (-), stomatitis (-)

2.3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Biopsi PA (tanggal 10 Desember 2018, di RSUP Dr. Kariadi)
Makroskopis: Satu keping jaringan ukuran diameter 1x1 cm warna putih,
kecoklatan, lunak, cetak semua 1 set.
Mikroskopis: Jaringan biopsi laring dilapisi epitel psudostratified dengan stroma
jaringan ikan fibrous yang sembab, hiperemis, bersebukan limfosit, histiosit
disertai perdarahan, diantaranya tampak kelompok sel-sel dengan inti bulat, oval,

9
pleomorfik, hiperkromatik kromatin kasar, nucleoli prominent, mitosis dapat
ditemukan, batas atas sel masih bila dilihat.
Kesimpulan: squamous cell carcinoma, moderately undifferentiated pada laring

Pemeriksaan MSCT Laring dengan Kontras (tanggal 28 Desember 2018, di


RSUP Dr. Kariadi)

Kesan :
 Massa solid bentuk irregular, batas sebagian tak tegas pada laring region
glotis sisi kanan yang meluas ke fasle cord, paraglotis space kanan,
comissura anterior dan cricothyroid space kanan, yang menyebabkan
penyempitan lumen laring setinggi level tersebut.
 Multiple limfadenopati pada level 2 regio colli kanan kiri dan level 5 regio
colli kiri (ukuran terbesar ±1.2 x 1 cm)
Massa laring cenderung T3N1Mx
 Sinusitis maksilaris dupleks

10
Pemeriksaan MSCT Laring dengan Kontras di RSUP Dr. Kariadi 11/12/2019
(dibandingkan foto tanggal 28/12/2018)

Kesan :
 Masih tampak massa solid inhomogen pada laring region glotis kanan
meluas ke false cord, paraglottic space kanan, commisura anterior dan
cricothyroid space kanan yang relative berkurang dibanding sebelumnya.
 Multiple limfadenopati pada level 2 regio colli kiri dan level 5 kiri (ukuran
terbesar ±1.2 x 1.1 cm)
Massa laring kanan (T3N1Mx) dengan ukuran relative berkurang
 Penebalan mukosa pada sinus maksila kanan kiri berbentuk polipoid
DD/ polip, retention cyst
 Septum deviasi ke kiri

11
Pemeriksaan Laringoskopi Fleksibel (12/12/2019, di RS Kariadi) Pasca
Kemoradiasi

Hasil :
Cavum nasi dan nasofaring dalam batas normal
Laring :
- Epiglotis : normal
- Ariteniod : gerakan baik +/+, hiperemis -/-, oedem +/+
- Plica vocalis : gerakan +/+, aproksimasi baik; oedem plica vestibularis
- Tak tampak massa pada supraglotis, glotis, maupun subglotis
Dilakukan dekanulasi
Kesimpulan : Ca Laring pasca kemoradiasi, respon positif

Pemeriksaan Audiometri di RSUP Dr. Kariadi (18/12/2018)


Hasil:
Telinga kanan : dalam batas normal (PTA: 17,5 dB)
AC turun pada 8000 Hz, 55 dB
Telinga kiri : dalam batas normal (PTA: 16,25 dB)
AC turun pada 8000 Hz, 55 dB

12
Pemeriksaan Timpanometri di RSUP Dr. Kariadi (18/12/2018)
Hasil :
Telinga kanan : Tipe A
Telinga kiri : Tipe A

Pemeriksaan OAE di RSUP Dr. Kariadi (18/12/2018)


Hasil:
Telinga kanan : Pass
Telinga kiri : Pass

Pemeriksaan USG Abdomen di RSUP Dr. Kariadi (17/12/2018)


Hasil:
Hepar : ukuran tak membesar, parenkim homogen, ekogenesitas parenkim
normal, tak tampak nodul v. porta tak melebar, v. hepatica tak
melebar.
Duktus biliaris : intra dan ekstrahepatal tak melebar
Vesika felea : ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak
sludge
Pankreas : parenkim homogen, tak tampak massa maupun kalsifikasi
Ginjal kanan : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak tampak
penipisan korteks, tak tampak batu, tampak lesi anekoik bentuk
bulat batas tegas dengan posterior enchancement (ukuran ± 2,14 x
2,08 cm) pada upper pole, PCS tak melebar, ureter proksimal tak
melebar.
Lien : tak membesar, tak tampak massa, v. lienalis tak melebar.
Aorta : tak tampak nodul paraaorta
Vesika urinaria : dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak
tampak massa
Prostat : ukuran tak membesar (volume transabdominal ± 16,02 ml),
tampak kalsifikasi, tak tampak nodul

13
Tak tampak cairan bebas intraabdomen
Tak tampak cairan supradiafragma kanan kiri

KESAN:
 Tak tampak nodul pada hepar, lien, maupun limfadenopati paraaorta
 Kista pada upper pola ginjal kanan (ukuran ± 2,14 x 2,08 cm)
 Kalsifikasi prostat

2.3. Ringkasan
Seorang laki-laki usia 56 tahun datang ke Poli Kasuari RSDK dengan
keluhan suara serak yang muncul ± 1 tahun SMRS, pasien mengeluhkan sulit
menelan makanan yang padat, setiap pasien makan harus didorong dengan minum
air. Keluhan tersebut disertai dengan sesak (+), penurunan berat badan (+), karena
keluhan tersebut pasien memeriksakan diri ke RSUD Tegal. Pasien diperiksa
dengan foto leher dan kepala dan dikatakan bahwa pasien mengalami tumor pita
suara. Pasien kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Kariadi (RSDK) untuk
penanganan lebih. Telah dilakukan pemeriksaan penunjang di RSUP Dr. Kariadi
berupa pemeriksaan histopatologi di RSUP Dr. Kariadi (10/2/2018) dengan hasil
squamous cell carcinoma, moderately undifferentiad pada laring. Pemeriksaan
MSCT Laring (28/12/2018) di RSDK didapatkan kesan massa laring T3N1Mx.
Pemeriksaan Audiometri (18/12/2018) didapatkan hasil telinga kanan dan kiri
dalam batas normal dengan PTA AD = 17,5 dB dan PTA AS = 16,25 dB.
Pemeriksaan Timpanometri (18/12/2018) didapatkan hasil tipe A pada telinga
kanan dan kiri. Pemeriksaan OAE (18/12/2018) didapatkan hasil “pass” pada
telinga kanan dan kiri. Pemeriksaan USG Abdomen di RSUP Dr. Kariadi
(17/12/2018) didapatkan kesan tak tampak nodul pada hepar, lien, maupun
limfadenopati paraaorta. Kemoterapi dimulai di bulan Maret tahun 2019 dengan
obat Paclitaxel dan Carboplatin, selesai pada bulan Oktober 2019. Pasien
menjalani terapi sinar sebanyak 35 kali dan selesai di bulan Agustus 2019.
Pasien kemudian menjalani pengobatan kemoterapi sebanyak 6 kali dan
kemoradiasi sebanyak 35 kali dan selesai pada bulan November 2019.

14
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil : suara serak, dan sesak. Pada
inspeksi leher terdapat stoma paska pemasangan trakeostomi, stoma tertutup.
Pemeriksaan penunjang MSCT Laring pada tanggal 12 Desember 2019 di RSDK,
didapatkan kesan masih tampak massa solid inhomogen pada laring region glotis
kanan meluas ke false cord, paraglottic space kanan, commisura anterior dan
cricothyroid space kanan yang relative berkurang dibanding sebelumnya, multiple
limfadenopati pada level 2 regio colli kiri dan level 5 kiri (ukuran terbesar ±1.2 x
1.1 cm), massa laring kanan (T3N1Mx) dengan ukuran relative berkurang.
Pemerikaan laringoskopi fleksibel pada tanggal 12 Desember 2019 di RSDK,
didapatkan kesan Ca Laring pasca kemoradiasi, respon positif.

2.4. Diagnosis Sementara


Karsinoma Laring, T3N1M0 Stadium III ECOG I

2.5. Diagnosis Banding


Limfoma Maligna
Metastasis dari tumor sekunder

2.6. Rencana Pengelolaan


2.6.1 Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, ureum, creatinine,
SGOT, SGPT, GDS, albumin, elektrolit
- EKG
2.6.2 Terapi
- Pro laringektomi total
- Rujuk ke dokter spesialis THT-KL untuk terapi lebih lanjut
2.6.3 Pemantauan
 Keadaan umum, tanda vital, dan keluhan serak dan sesak
 Progresivitas penyakit

15
2.6.4 Edukasi
 Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai respon
pengobatan penyakit pada kemoterapi dan radioterapi.
Menjelaskan kepada pasien bahwa perlu dilakukan tatalaksana
lanjutan berupa tindakan operatif karena masih terdapat tumor
pada pita suara meskipun sudah dilakukan kemoterapi dan
radioterapi. Kemungkinan kesembuhan dari penyakit pasien
tidak dapat dipastikan.
 Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien terkait tatalaksana
lanjutan berupa operasi laringektomi.
2.7. Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad malam
 Quo ad fungsionam : dubia ad malam
 Quo ad sanam : dubia ad malam

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Laring
3.1.1 Anatomi Laring

Gambar 1. Anatomi Laring

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas.


Laring terletak setinggi vertebra cervicalis IV - VI, dimana pada anak-anak
dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Bentuk laring menyerupai limas
segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian atas
lebih besar dari bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring
sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Anatomi laring tersusun atas
tulang, cartilage, ligamentum, maupun otot-otot penyusun laring.1
Cartilago penyusun laring terdiri atas cartilage tiroid, krikoid,
arytenoid, corniculata dan cuneiform. Kartilago tiroid merupakan kartilago
terbesar pada laring yang berbentuk menyerupai perisai dimana terdiri
atas 2 ala atau lamina. Ala ini menyatu di linea mediana dan membuka ke
arah posterior. Pada laki-laki ala kartilago tiroid menyatu pada sudut 90˚
dan membentuk tonjolan atau prominensia atau biasa disebut dengan

17
jakun. Pada bagian posterior dari kartilago tiroid akan berhubungan
dengan kartilago krikoid sehingga membentuk sendi cricotiroid.1
Kartilago krikoid adalah tulang rawan hialin, tidak berpasangan
dan berbentuk cincin. Dibentuk oleh arkus anterior yang sempit dan
lamina kuadratus yang luas dibagian posterior. Permukaan antero-superior
lamina kuadratus mempunyai dua sisi, dengan sumbu panjang sejajar
terhadap garis lamina. Ini merupakan bidang sendi dengan tulang rawan
aritenoid.1
Kartilago aritenoid merupakan tulang rawan hialin yang
berpasangan, berbentuk piramid, bersendian dengan tulang rawan krikoid.
Permukaan sendi mendatar pada sumbu longitudinal atau sumbu panjang
dan cekung. Pada sumbu horisontal atau sumbu pendek. Ligamentum
vokalis meluas dari prosesus vokalis menuju tendon komisura anterior. Di
posterior, ligamentum krikoaritenoid posterior meluas dari batas superior
lamina krikoid menuju permukaan medial kartilago aritenoid. Kedua
ligamentum terletak pada garis yang menghubungkan kedua aritenoid pada
keadaan adduksi, oleh karena itu ligamen tersebut berfungsi sebagai kawat
pemandu, pada pergerakan posterolateral ke anteromedial selama adduksi.
Dasar piramid mempunyai dua penonjolan. Prosesus muskularis untuk
perlekatan m. Krikoaritenoid mengarah ke posterolateral. Prosesus vokalis
mengarah ke anterior dan berbeda dengan korpus, dibentuk oleh tulang
rawan elastik. Batas posterior superior konus elastikus melekat pada
prosesus vokalis. 1
Epiglotis merupakan tulang rawan yang tipis, fleksibel, berbentuk
daun dan fibroelastik. Tulang rawan ditembus oleh beberapa foramen
dibawah perlekatan ligamen hyoepiglotik. Bagian epiglotis ini membentuk
dinding posterior ruang praepiglotik yang merupakan daerah penting pada
penyebaran karsinoma laring. Tidak seperti perikondrium tulang rawan
hialin, perikondrium epiglotis sangat melekat. Oleh karena itu, infeksi
cenderung terlokalisasi jika mengenai epiglotis, sedangkan infeksi akan

18
menyebabkan destruksi luas tulang rawan hialin manapun, karena
terlepasnya perikondrium.1
Membran tirohyoid berhubungan dengan batas superior kartilago
tiroid pada batas posterosuperior os hyoid, dan mungkin dipisahkan dari
batas inferior os hyoid oleh bursa.1
Membran kuadrangular dari jaringan elastik longgar meluas dari
tepi lateral epiglotis ke kartilago aritenoid dan kartilago kornikulatum. Di
bagian inferior membran meluas sampai pita suara palsu. Membran
tersebut membentuk bagian dari dinding bersama antara bagian atas fosa
piriformis dan vestibulum laring. Membran kuadrangularis dan konus
elastikus dipisahkan oleh orifisium ventrikel Morgagni yang lonjong. 1
Otot Ektrinsik merupakan otot berperan pada gerakan dan fiksasi
laring secara keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan
depresor. Kelempok otot depresor terdiri dari mm. tirohyoid, sternohyoid
dan omohyoid yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2 dan C3.
Kelempok otot elevator terdiri dari mm. digastrikus anterior dan posterior,
stilohyoid, geniohyoid dan milohyoid yang dipersarafi oleh nervus kranial
V, VII, IX. Kelompok otot ini penting pada fungsi menelan dan fonasi
dengan mengangkat laring di bawah dasar lidah. Selain itu, Mm.
konstriktor media dan inferior serta m. Krikofaring dari faring, juga
merupakan otot ekstrinsik laring yang penting.1
Otot intrinsik laring semuanya berpasangan, kecuali m.
Interaritenoid. Fungsinya mempertahankan dan mengontrol jalan udara
pernapasan melalui laring, mengontrol tahan terhadap udara ekspirasi
selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi
benda asing selama proses menelas. M. Krikotiroid dipersarafi oleh ramus
eksterna n. laring superior dan semua otot intrinsik laring lainnya
dipersarafi oleh n. laring rekuren.1
M. krikotiroid terletak di permukaan depan laring, antara sisi
lateral krikoid dan kartilago tiroid. Serat-serat ototnya menyebar ke
belakang dan ke atas, dipersarafi oleh ramus eksternus n. laringus superior,

19
otot ini berfungsi untuk menyempitkan ruang krikotiroid di anterior
dengan menjungkit kartilago tiroid dan krikoid melingkari fulkrum sendi
krikotiroid.1
M. krikoaritenoid posterior berasal dari fosa yang lebar pada
permukaan posterior lamina kuadratus kartilago krikoid, otot ini ditutupi
oleh membran mukosa laringofaring. Otot ini berfungsi sebagai
abduktor utama pita suara dan juga membantu menunjang kartilago
aritenoid dalam hubungan kedudukannya degan krikoid, sedangkan m.
krikoaritenoid lateral berfungsi gerak adduksi pita suara.1
M. tiroaritenoid adalah otot yang berasal dari permukaan dalam ala
tiroid dan konus elastikus. Terbagi menjadi dua bagian, m. Vokalis atau
tiroaritenoid interna dan m. Tiroaritenoid eksterna. Otot ini bekerja untuk
adduksi pita suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas
pita suara.1
M. interaaritenoid merupkan otot yang tidak berpasangan dan
terdiri dari serat-serat transversal dan oblik yang menghubungkan kedua
korpus kartilago aritenoid. Otot ini dipersarafi secara bilateral oleh n.
laring rekuren, karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat penyakit yang
mengenai n. laring rekuren unilateral. Otot ini juga menerima persarafan
motorik dari n. laringius superior.1
M. ariepiglotik merupakan lanjutan dari bagian oblik m.
Interaritenoid ke pita suara palsu dan berinsersi ke membran
kuadrangularis dan tepi epiglotis. Otot ini bekerja untuk menutup sfingter
laring superior, tetapi bentuknya kecil dan sering hampir tidak ada. Otot
ini dapat menjadi hipertrofi jika fungsi pita suara palsu menggantikan
fungsi pita suara asli.1

3.2 Karsinoma Laring


3.2.1 Definisi Karsinoma Laring
Karsinoma Laring merupakan tumor ganas yang berasal dari bagian laring
berupa supraglotis, glotis, dan subglotis. Secara spesifik keganasan ini muncul

20
pada beberapa struktur seperti epiglotis, plika vokalis (palsu ataupun sejati), dan
area tepat dibawah plika vokalis menyebar ke bawah glotis.2
3.2.2 Epidemiologi Karsinoma Laring
Tumor ganas laring masih menjadi masalah di bidang Ilmu Telinga
Hidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher. Tumor ganas laring
merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di selurh dunia. Pada
tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus baru tumor ganas laring di Amerika
Serikat dan diperkirakan 3580 orang meninggal. Kasus tumor ganas laring
di RS M. Djamil Padang periode Januari 2011-Desember 2012 tercatat 13
kasus baru dan ditatalaksana dengan laringektomi total sebanyak 6 kasus.
Tumor ganas laring lebih banyak menyerang laki-laki dibanding wanita
(5,8 kasus per 100.000 vs 1,2 per 100.000). Selain itu, ras Afrika Amerika
memiliki insidensi dan tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ras Kaukasia.3
3.2.3 Etiologi Karsinoma Laring
Etiologi karsinoma Laring belum diketahui secara pasti, namun
para peneliti telah mengidentifikasi beberapa faktor yang meningkatkan
resiko terjadinya karsinoma laring, termasuk :
1. Konsumsi Akohol dan Rokok
Konsumsi rokok merupakan faktor risiko yang utama pada
keganasan pada bidang kepala dan leher (termasuk keganasan pada laring
dan hipofaring). Risiko pada keganasan tersebut lebih tinggi pada perokok
dibandingkan dengan bukan perokok. Beberapa studi juga menemukan
bahwa paparan yang berlangsung lama pada perokok aktif juga
meningkatkan risiko keganasan, namun perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai hal tersebut. Konsumsi alcohol sedang ataupun berat juga
meningkatkan risiko keganasan tersebut. Pada sebuah penelitian yang
meneliti mengenai peran rokok dan alcohol pada keganasan laring, ratio
odds multivariate sebesar 2.46 pada konsumsi alcohol berat bukan
perokok, dan 9.38 pada perokok namun tidak minum alcohol. Hal tersebut

21
juga menunjukkan bahwa alcohol dan perokok memiliki efek multiplikatif
dalam peningkatan risiko keganasan laring.4
2. Diet
Faktor diet juga berpengaruh seperti konsumsi daging merah
meningkatkan risiko keganasan laring, sedangkan konsumsi saur dan buah
berpotensi memiliki efek protektif.4
3. Human Papillomavirus (HPV)
Infeksi HPV sangat berhubungan dengan keganasan laring.
Beberapa studi menytakan bahwa infeksi HR-HPV (khususnya HPV 16
dan 18) dan ekspresi gen E6 dan E7 merupakan faktor risiko yang penting
dalam terjadinya keganasan laring, yaitu kemudian membuat serangkaian
proses berupa P53 inaktivasi, degradasi pRb, disfungsi transduksi sinyal
membrane sel, dan mempercepat proses fase G1-S, sehingga
menyebabkan proliferasi sel yang bersifat ganas yang kemudian
menyebabkan keganasan pada daerah laring.4
4. Faktor Lingkungan
Faktor yang berpengaruh adalah iritasi oleh asbestos, hidrokarbon
aromatic polisiklik, dan debu tekstile.4
5. Faktor Jenis Kelamin
Karsinoma Laring lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Karsinoma laring terutama ditemukan pada pria usia produktif
(perbandingan pasien pria dan wanita adalah 3:1) dan 60% pasien berusia
antara 25 hingga 60 tahun.4
3.2.4 Patofisiologi Karsinoma Laring
Paparan karsinogenik berulang-ulang akan menyebabkan struktur
DNA sel normal akan terganggu sehingga terjadi diferensiasi dan
proliferasi abnormal. Adanya mutasi serta perubahan pada fungsi dan
karakteristik sel berakibat pada buruknya sistem perbaikan sel dan
terjadilah apoptosis serta kematian sel. Pro-onkogen akan terus meningkat
sementara tumor supressor gene menurun, keadaan ini mengakibatkan
proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik yang akan mengambil suply

22
oksigen, darah dan nutrien dari sel normal sehingga penderita akan
mengalami penurunan berat badan. Sealin itu akan terjadi penurunan serta
serta destruksi komponen darah, penurunan trombosit menyebabkan
gangguan perdarahan, penurunan jumlah eritrosit menyebabkan anemia
dan penurunan leukosit menyebabkan gangguan status imunologi pasien.
Proliferasi sel kanker yang terus berlanjut hingga membentuk suatu masa
mengakibatkan kompresi pada pembuluh darah sekitar dan saraf sehingga
terjadilah odinofagi, disfagi, dan nyeri pada kartilago tiroid. Massa
tersebut juga mengakibatkan hambatan pada jalan nafas. Iritasi pada
nervus laringeus menyebabkan suara menjadi serak. Jika mutasi yang
terjadi sangat progresif, kanker dapat bermetastasis ke jaringan sekitar dan
kelenjar getah bening.3,5
3.2.5 Histopatologi Karsinoma Laring
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas
laring, dengan derajat diferensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang
jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma,
adenokarsinoma dan sarkoma.
a. Karsinoma Verukosa
Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak,
akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas
laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan
3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat
menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase
regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak
efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.

23
Gambar 2. Gambaran histopatologi karsinoma verukosa dengan
pengecatan HE, perbesaran 100x.

b. Adenokarsinoma
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering
dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari
glotis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two years
survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah
reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi
pasca operasi.

Gambar 3. Gambaran histopatologi adenokarsinoma laring.

c. Kondrosarkoma
Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid
70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60
tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.

24
Gambar 4. Gambaran histopatologi kondrosarkoma dengan
pengecatan HE, perbesaran 100x.

3.2.6 Gejala Karsinom a Laring


Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling
dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi
laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita
suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita
suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik,
disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah
glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid
dan kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan
mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah daripada biasanya. Kadang-kadang dapat terjadi
afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala
dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di
bagian bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita suara, serak
akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis atau subglotis, serak dapat
merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman,

25
rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang
menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumam (hot potato voice).
Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan
jalan nafas dan dapat timbul di setiap tumor laring. Gejala ini disebabkan
oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran pada
sekret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau
transglotik terdapat dua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara
perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya, dispnea
dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.
Nyeri tenggorok dapat muncul dengan variasi sebagai rasa goresan
sampai rasa nyeri yang tajam.
Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring
dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering
pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi)
menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra
laring.
Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas
glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang
mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan
tumor supraglotik.
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk,
hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke
luar laring atau metastasis jauh.
Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai
metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh
komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan
perikondrium.

26
3.2.7 Sistem Staging Karsinoma Laring
TUMOR PRIMER (T)
Supraglotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih baik)
T2 Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih
bisa bergerak (tidak terfiksir)
T3 Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah
krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis dan ke arah
rongga pre epiglotis
T4 Tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan
lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid
Glotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara
masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau
posterior
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat
bergerak atau sudah terfiksasi (impaired mobility)
T3 Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksasi
T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah
keluar dari laring
Subglotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terbatas pada area subglotis
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah
terfiksasi
T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi
T4 Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar
laring atau dua-duanya

27
PENJALARAN KE KELENJAR LIMFA (N)
Nx Kelenjar limfa tidak teraba
N0 Secara klinis, kelenjar tidak teraba
N1 Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3 cm
homolateral
N2 Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6 cm
N2a Satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih
dari 6 cm
N2b Multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm
N2c Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm
N3 Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm
METASTASIS JAUH (M)
Mx Tidak ada/tidak terdeteksi
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Stage I T1 N0 M0
Stage II T2 N0 M0
Stage III T3 N0 M0
T1/T2/T3 N1 M0
Stage IV T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3 M0
T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1

3.2.8 Diagnosis Karsinoma Laring


Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang
diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah
diobati dan bertendensi makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan
adalah seorang perokok berat yang juga kadang–kadang adalah seorang
yang juga banyak memakai suara berlebihan dan salah (vocal abuse)
peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar

28
radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis
kadang–kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan
dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari
sosio - ekonomi yang lemah.
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3
bagian yakni supraglotis, glotis dan subglotis, dan gejala serta tanda-
tandanya sesuai dengan lokasi tumor tersebut.
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang
khas dari luar, terutama pada stadium dini/permulaan, tetapi bila tumor
sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher,
dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring.
Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan
cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop
untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang terlihat (field of
cancerisation), dan kemudian melakukan biopsi.

Gambar 5. Laringoskopi laring normal

29
Gambar 6. Laringoskopi karsinoma laring

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan


laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan
untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis diparu. Foto jaringan lunak (soft tissue) leher dari lateral
kadang–kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya
cukup besar. Apabila memungkinkan, CT scan laring dapat
memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya
penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta
metastase kelenjar getah bening leher.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik
dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum-halus pada pembesaran kelenjar
limfe dileher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah
karsinoma sel skuamosa.

30
Gambar 6. Gambaran patologi anatomi dengan pewarnaan HE : Epitel
akantotik dengan atipia berat dan karsinoma sel skuamosa. Perhatikan
epitel mukosa normal di sebelah kiri atas. Tampak perdarahan di sebelah
kiri bawah.

1. CT-Scan Leher
Keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan
mobilitas pita suara. Pemeriksaan radiologi dapat membantu dalam
mengidentifikasi perluasan submukosa transglotis yang tersembunyi.
Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis
(paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian dalam korteks
dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar korteks
kartilago tiroid merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa
kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar
tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4
(a dan b) sulit diidentifikasikan hanya denganpemeriksaan klinis saja,
karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan
endoskopi. Pencitraan secara crosssectional diindikasikan untuk
mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk menentukan
stadium tumor.

31
Gambar 7. Gambaran laring normal pada CT-Scan leher aksial dengan
kontras. Tampak ujung epiglotis di tengah (anak panah).

Gambar 8. Gambaran karsinoma sel skuamus supraepiglotis.


Gambaran CT-Scan aksial dengan kontras menggambarkan massa
epiglotis berlobus-lobus memenuhi ruang preepiglotis (bintang).

2. MRI
MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin
membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal
membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laringeal dan
penyebaran transglotik. Pencitraan midsagittal membantu untuk
memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior.
MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan
spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan
degradasi gambar akibat pergerakan.

32
Gambar 9. Gambaran MRI laring aksial normal area subglotis.

Gambar 10. Gambaran MRI laring aksial dengan massa supraglotis


(bintang).
3.2.9 Tatalaksana Karsinoma Laring
1. Pembedahan
a. Laringektomi
a) Laringektomi parsial
Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan
trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan
napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau.
b) Hemilaringektomi atau vertikal
Bila ada kemungkinan kanker pita suara. Bagian ini diangkat
sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid. Trakeostomi
sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan.

33
c) Laringektomi supraglotis atau horizontal
Bila tumor berada pada epiglotis, dilakukan diseksi leher radikal
dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal. Karena
epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral
meningkat.
d) Laringektomi total
Karsinoma tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring,
memerlukan pengangkatan laring, tulang hyoid, kartilago krikoid, 2-3
cincin trakea, dan otot penghubung ke laring. Mengakibatkan
kehilangan suara dan sebuah lubang (stoma) trakeostomi yang
permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral,
dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara–
pencernaan. Suatu sayatan radikal telah dilakukan di leher pada jenis
laringektomi ini. Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik,
kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis
interna, saraf spinal asesorius, kelenjar saliva submandibular dan
sebagian kecil kelenjar parotis. Operasi ini akan membuat penderita
tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat
diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan
esofagus (esophageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila
penderita berbicara dengan menggunakan organ laring. Untuk latihan
berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.
b. Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan
tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali
mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan
tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat
metastase jauh.

34
2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1
dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan
dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat
dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis
total 6000 – 7000 rad.
3. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi ajuvan ataupun
paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU
800–1000 mg/m2.
4. Rehabilitasi suara
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring
beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan
bernafas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi
terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat
memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni
rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara
(bersuara) hingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan
dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang
ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan
dari esofagus (esophageal speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang
mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan
menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psikososial.

5.6.1 Prognosis
1. Angka kesintasan 5 tahun pada pasien karsinoma laring stadium awal
adalah sebesar 95%. Angka kesintasan pada pasien yang mendapat
terapi radiasi dan laryngeal preservation surgery dilaporkan di atas
90% pada kanker stadium I dan sekitar 80% pada kanker stadium II.

35
2. Karsinoma laring stadium lanjut (III dan IV) berkaitan dengan risiko
tinggi rekurensi lokal dan metastasis jauh. Studi prospektif
acak Veteran Affairs (VA) yang membandingkan karsinoma laring
stadium lanjut yang diterapi dengan terapi radiasi dan pembedahan
definitif menunjukkan angka kesintasan 2 tahun yang mirip, yaitu 68%.
Studi lain, seperti studi EROTC (European Organization for Research
and Treatment of Cancer) juga mendukung hasil tersebut.
Seiring berkembangnya teknik pembedahan, gabungan antara terapi radiasi atau
kemoradioterapi pasca bedah dengan tindakan bedah yang menjaga fungsi laring
(laryngeal preservation), terkadang via tindakan invasif minimal, telah
meningkatkan prognosis pasien karsinoma laring stadium lanjut. Berbagai studi
melaporkan bahwa tindakan ini menghasilkan 5-year local control rate sebesar
69-76% dan angka kesintasan keseluruhan 37%.

36
BAB IV

PEMBAHASAN
Pasien atas nama Tn. DAP datang ke Poli Kasuari RSDK dengan keluhan
suara serak yang muncul ± 1 tahun SMRS, pasien mengeluhkan sulit menelan
makanan yang padat, setiap pasien makan harus didorong dengan minum air.
Keluhan sesak disangkal (-), penurunan berat badan (+), karena keluhan tersebut
pasien memeriksakan diri ke RSUD Tegal. Di RSUD Tegal telah di lakukan
pemeriksaan teropong hidung dan dikatakan ada benjolan di daerah pita suara.
Kemudian pasien dirujuk ke RSDK untuk penanganan lebih lanjut. Telah
dilakukan pemeriksaan penunjang di RSUP Dr. Kariadi berupa pemeriksaan
histopatologi di RSUP Dr. Kariadi tanggal 10 Desember 2018 dengan hasil
squamous cell carcinoma, moderately undifferentiated pada laring. Pemeriksaan
MSCT Laring pada tanggal (28/12/2018) di RSDK didapatkan kesan massa laring
T3N1Mx. Pada pemeriksaan USG Abdomen didapatkan hasil tidak ada
penyebaran massa tumor pada daerah abdomen. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa karsinoma laring stadium T3N1M0. Kemoterapi dimulai di bulan Maret
tahun 2019 dengan obat Paclitaxel dan Carboplatin, selesai pada bulan Oktober
2019. Pasien menjalani terapi sinar sebanyak 35 kali dan selesai di bulan Agustus
2019.
Dari anamnesis ditemukan 2 dari 3 trias karsinoma Laring yang berupa 1)
disfonia yaitu adanya keluhan suara serak pada pasien. Hal ini dapat disebabkan
karena massa terletak pada plika vokalis sehingga mengganggu proses fonasi. 2)
dispneu, yaitu adanya sesak napas. Hal ini disebabkan karena adanya massa pada
laring menimbulkan hambatan pada jalan napas. Kemudian dari anamnesis di
dapatkan pasien merupakan seorang perokok aktif selama 35 tahun, dimana
merokok merupakan salah satu faktor risiko keganasan laring.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil : suara serak, dan sesak. Pada
inspeksi leher terdapat stoma paska pemasangan trakeostomi. Pemeriksaan
penunjang MSCT Laring pada tanggal 12 Desember 2019 di RSDK, didapatkan
kesan masih tampak massa solid inhomogen pada laring region glotis kanan
meluas ke false cord, paraglottic space kanan, commisura anterior dan

37
cricothyroid space kanan yang relative berkurang dibanding sebelumnya, multiple
limfadenopati pada level 2 regio colli kiri dan level 5 kiri (ukuran terbesar ±1.2 x
1.1 cm), massa laring kanan (T3N1Mx) dengan ukuran relatif berkurang.
Pemerikaan laringoskopi fleksibel pada tanggal 12 Desember 2019 di RSDK,
didapatkan kesan Ca Laring pasca kemoradiasi, respon positif. Pemeriksaan
biopsy PA pada tanggal 12 Desember 2018 didapatkan hasil squamous cell
carcinoma, moderately undifferentiated pada laring. Pemeriksaan biopsi
merupakan pemeriksaan Gold Standard untuk menentukan adanya karsinoma
Laring. Untuk menentukan staging pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan
MSCT Scan Laring dengan kontras, USG abdomen, dan di dapatkan bahwa
pasien didiagnosis karsinoma Laring T3N1Mx Stadium III ECOG I.

38
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Karsinoma laring merupakan tumor ganas yang berasal dari bagian laring
berupa supraglotis, glotis, dan subglotis. Secara spesifik keganasan ini muncul
pada beberapa struktur seperti epiglotis, plika vokalis (palsu ataupun sejati), dan
area tepat dibawah plika vokalis menyebar ke bawah glotis. Ada berbagai faktor
predisposisi terjadinya karsinoma laring dan mudah ditemukan pada banyak orang
sehingga penting bagi dokter umum untuk mampu mendiagnosis kecurigaan
karsinoma laring berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta tahu
bagaimana harus merujuk. Hal ini khususnya karena tumor dalam Standar
Kompetensi Dokter Indonesia merupakan penyakit dengan level kompetensi 2.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada laporan


kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyusunan laporan kasus yang lebih baik di kemudian hari.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Jr JBS, Ballenger JJ. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck


Surgery. 16th ed. Jr JBS, editor.

2. Irfandy D, Rahman S. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Ganas


Laring. 2015;4(2):6–8.

3. Medical C, Accreditation E, Nursing C, Accreditation E. An Update on


Larynx Cancer. 67(1).

4. Factors R, Cancers H, Laryngeal WC, Cancers H, Laryngeal C, Cancers H,


et al. Laryngeal and Hypopharyngeal Cancer Causes , Risk Factors , and
Prevention Risk Factors for Laryngeal and Hypopharyngeal Cancers. :1–9.

5. Williamson JS, Biggs TC, Ingrams D. Laryngeal cancer : an overview.


2012.
6. Issa MR, Samuels SE, Bellile E, Shalabi FL, Eisbruch A, Wolf G. Tumor
Volumes and Prognosis in Laryngeal Cancer. Cancers (Basel).
2015;7(4):2236–2261. Published 2015 Nov 10.
7. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx
and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar
Smoke. British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11.
8. Weisman RA, Moe KS, Orloff LA. Neoplasms of the Larynx and
Laryngopharynx. In: Snow JB, editor. Ballenger's Manual of
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC Decker; 2002.
p. 477-8.
9. Dhillon RS, East CA. Laryngeal Neoplasia. In: Dhillon RS, East CA,
editors. Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 3 ed: Elsevier;
2001. p. 98-101.
10. T M Jones, M DE, B Foran, et al. Laryngeal cancer : United Kingdom
Multidisciplinary guidelines. The Journal of Laryngology & Otology.
2016;(130),75-82.

40

Anda mungkin juga menyukai