EPIDURAL HEMATOMA
Oleh :
Andi Nadya Sahnaz
21804101050
Pembimbing :
dr. Yahya Ari Pramono, Sp.BS
KATA PENGANTAR
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya EDH disebabkan oleh trauma kepala, meskipun pada beberapa
kasus disebabkan oleh keadaan lain seperti sickle cell disease. Kejadian EDH di
antara pasien trauma diperkirakan antara 2.7% hingga 4.1%. Bagaimanapun juga
kejadian koma di antara pasien trauma lebih tinggi, yaitu sekitar 9% sampai 15%
(Khaled et al, 2008)
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami anatomi dari tulang tengkorak dan
otak.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi,
diagnosis, penatalakasanaan, komplikasi dan prognosis dari epidural
hematoma.
1.4 Manfaat
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. A
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Poncokusumo
Pendidikan terakhir : Mahasiswa
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 05-10-2019
Tanggal Periksa : 08 Oktober 2019
No RM : 479***
2.2 Anamnesis
6. Riwayat Kebiasaan
1.Makanan/Minuman : 3x sehari
2.Riwayat minum alkohol :-
3.Riwayat merokok :-
4.Olahraga : Jarang
7. Riwayat Alergi
8. Riwayat pengobatan :-
9. Riwayat ekonomi : Menengah
7
4. Kulit
Warna kulit sawo matang, turgor kulit normal, ikterik (-), pucat (-), ptechie
(-)
5. Kepala
Bentuk normosephalic, luka (+), rambut tidak mudah dicabut, makula (-),
papula (-), nodul (-), edem (+)
6. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), katarak
(-/-), edema palpebra (+/+), cowong (-/-), pupil isokor, diameter 3mm,
radang (-/-), lagoftalmus (-/-)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), rhinorea (+/+), deformitas (-/-)
8. Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), gusi berdarah (-)
9. Telinga
Sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-)
10. Tenggorokan hiperemi (-), tonsil membesar (-/-)
11. Leher
Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
12. Thoraks
Inspeksi umum :
Bentuk simetris, retraksi supraklavikula (-), retraksi interkostal (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), jaringan parut (-), bekas luka (-), warna
kulit normal.
Cor : I : ictus cordis tak tampak
8
6. Pemeriksaan Refleks
- R. Fisiologis : BPR +2/+2, TPR +2/+2 , APR +2/+2, KPR +2/+2
- R. Patologis : Babinski -/- Oppenheim -/- Chaddock -/- Hoffman-/-
Tromner -/-
10
2.7 Resume
Tn.A datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen tanggal 5 oktober 2019
pukul 22.00 dengan keluhan nyeri pada kepala setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas tunggal dengan menabrak tumpukan pasir pada jam 19.30. Pasien tidak
menggunakan helm, dan menurut orang sekitar, pasien jatuh dengan kepala
membentur aspal terlebih dahulu dan pingsan sesaat setelah kejadian. Keluhan
nyeri kepala dirasakan di bagian kiri depan. Selain itu pasien juga muntah 2 kali,
mimisan, keluar darah dari telinga dan memar pada kedua mata dan dagu, Saat
dilakukan anamnesa dan pemeriksaan pasien mengetahui tempat, waktu dan
orang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, GCS E4V5M6. Tensi
113/54 mmHg; Nadi 96x/menit, reguler; RR 20x/menit, reguler; Suhu 36,7oC.
Pada pemeriksaan fisik di kepala didapatkan terdapat abrasi di daerah orbitalis,
oralis, buccalis dan kontusio pada daerah orbitalis dan mentalis. Sedangkan, pada
pemeriksaan neurologis tidak didapakan kelainan. Pada pemeriksaan darah
lengkap didapatkan hasil leukositosis dan pada pemeriksaan CT scan didapatkan
gambaran hiperdens berbentuk cembung pada frontal sinistra.
12
2.9 Penatalaksanaan
Rencana terapi:
1. Terapi Operatif
Craniotomy
2. Terapi Farmakologi
IVFD NS 1500 cc/hari 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1g
Ketolorac 2 x 30 mg
Omeprazole 1 x 40 mg
3. Terapi Non-farmakologi
Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit dan
rencana pengobatan yang akan diberikan.
Monitoring GCS ,vital sign, vacum drain dan keluhan pasien
Elevasi kepala tidur (30 derajat) mengurangi tekanan
intrakranial.
2.10 Prognosis
Dubia at bonam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Kulit kepala menutupi cranium dan meluas dari linea nuchalis superior pada
os occipitale sampai margo supraorbitalis ossis frontalis. Ke arah lateral kulit
kepala meluas lewat fascia temporalis ke arcus zygomaticus. Kulit kepala terdiri
dari lima lapis jaringan yang terdiri atas skin (kulit), connective tissue (jaringan
ikat), aponeurosis epicranialis (galea aponeurotica), loose connective tissue
(jaringan ikat spons) dan pericranium. Lapisan tersebut biasa disebut dengan scalp
(Moore & Agur, 2002).
3.2 Definisi
Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang
umumnya terjadi karena fraktur calvaria akibat cedera kepala sehingga
menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan darah terakumulasi dalam ruang
antara duramater dan calvaria (Liebeskind, 2011).
15
3.3 Etiologi
3.4 Patofisiologi
Cedera disebabkan oleh laserasi arteri meningea media atau sinus dura,
dengan atau tanpa disertai fraktur tengkorak. Perdarahan dari EDH dapat
menyebabkan kompresi, pergeseran, dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Pada EDH, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan duramater.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang
arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal
atau oksipital. Arteri meningea media masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum melalui durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan EDH, desakan oleh hematoma akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar (McDonald, 2018).
16
Sumber perdarahan :
Sinus duramatis
3.4 Diagnosis
Pasien dengan EDH mengalami hilang kesadaran singkat setelah trauma kepala,
di ikuti interval lusid dan kemunduran neurologik. Gejala yang sangat menonjol
ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini
seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga
tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini
harus di observasi dengan teliti. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang
bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul
bersaman pada saat terjadi cedera kepala (Mininger, 2008)
- Bingung
- Penglihatan kabur
- Susah bicara
- Mual
- Pusing
- Berkeringat
- Pucat
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi
rostrocaudal batang otak. Jika EDH disertai dengan cedera otak seperti memar
otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya
menjadi kabur (Mininger, 2008).
- Periksa Kesadaran.
Tingkat kesadaran penderita dapat dinilai dengan cara yang biasa dipakai (sadar,
somnolent, sopor, coma) atau menggunakan (Setiyohadi, 2009) :
A : Alert, sadar
Interpretasi :
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai EDH.
Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami
trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus
arteria meningea media (McDonald, 2018).
- Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang penting dikerjakan diantaranya
1. Darah lengkap : penting untuk menilai kadar trombosit dan hematokrit
terkait perdarahan non traumatik juga menilai adanya penanda infeksi
untuk menyingkirkan diagnose banding
2. Faal hemostasis : penting untuk menilai ada tidaknya gangguan
koagulopati
3. Serum elektrolit, tes fungsi ginjal, tes fungsi hepar, kadar glukosa
darah juga perlu diperiksa untuk menemukan adanya komplikasi
metabolik perdarahan epidural intrakranial maupun spinal
4. Toksikologi dan kadar alkohol dalam darah juga perlu diperiksa
terkait penyebab trauma kepala
dan adanya sindroma putus obat
5. Golongan darah : penting untuk
21
3.5 Penatalaksanaan
Telinga didekatkan ke mulut dan hidung penderita sambil menjaga jalan napas
tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama mengamati dada penderita dengan
cara look, listen, and feel (McDonald, 2018).
-Raba (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada
ditengah serta merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita.
- Circulation
Bila tidak ditemukan nadi selama penilaian, maka dilakukan kompresi jantung
yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100x/menit, dengan kedalaman 4-5
cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisisan ventrikel), waktu
kompresi dan relaksasi sama, minimalkan terputusnya kompresi dada, dan rasio
23
- Pasien dengan EDH memerlukan evaluasi bedah saraf emergensi dan evakuasi
hematoma. Prioritas dalam menangani pasien cedera kepala terfokus pada
pembatasan komplikasi sekunder. Stabilisasi saluran nafas, pernafasan, sirkulasi,
dan vertebra cervicalis harus dilakukan segera. Setiap pasien dengan nilai skala
koma glasgow (GCS, Glasgow Coma Scale) 8 atau kurang, setiap pasien yang
tidak mampu melindungi saluran nafasnya, harus di intubasi dini dengan
menggunakan tehnik secuens cepat untuk membatasi fluktuasi TIK (McDonald,
2018).
a) Penanganan darurat :
o
b) Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 30 dari tempat tidur setelah
memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg
terbalik untuk mengurangi tekanan intrakranial (TIK) dan meningkatkan
drainase vena.
anoksia dan iskemik. Dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10
mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 3
jam serta drips 1 mg/kgBB/jam untuk mencapai kadar serum 3 – 4 mg%
(McDonald, 2018).
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan
untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkann oleh lesi desak
ruang (McDonald, 2018).
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume (McDonald,
2018). :
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan
(McDonald, 2018). :
- Penurunan klinis
3.6 Komplikasi
3.7 Prognosis
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Abelsen Nadine, Mitchell, Neurotrauma: Managing Patients with Head Injuries,
A John Wiley & Sons, Ltd., Publication, Wichester USA:2013.
Moore KL., Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta
Netter, F. H., Craig, J. A., Perkins, J., Hansen, J. T., & Koeppen, B. M. (n.d.).
Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology Special Edition:Arteries to Brains
and Meningens, NJ : 2012
Valadka Ab, Narayan RK. Injury to the Cranium. In: Feliciani DV, Moore EE,
Mattox KL. Editors. Trauma 3rd ed. Connecticut: Appleton and Lange; 1999. P
267-70, 273-5.