Anda di halaman 1dari 34

BAB I STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas. Adapun pembagian trauma kapitis adalah: Simple head injury Commotio cerebri Contusion cerebri Laceratio cerebri Basis cranii fracture Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala berat. Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit. B. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Alamat Status Perkawinan Suku Tanggal MRS : Sdr. H : 22 tahun : Laki-laki : Buruh Bangunan : SMA : Islam : Univ. Brawijaya (sementara) : Belum Menikah : Jawa : 3 November 2012

C. ANAMNESA 1. Keluhan Utama 2. Keluhan Tambahan : Kejatuhan besi : Perdarahan, Pusing

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien di bawa ke IGD tanggal 3 November 2012 pukul 19.15 WIB. Pasien mengalami luka robek di bagian kepala setelah kejatuhan besi saat bekerja pada pukul 19.00 WIB. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan di universitas Brawijaya. Ukuran luka robek di kepala sekitar 8 cm. selain itu terjadi perdarahan. Darah yang keluar cukup banyak. Setelah itu pasien dijahit lukanya dengan total jahitan 14 jahitan. Pasien juga mengeluh pusing, mual (-), muntah (-). 4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Serupa Riwayat Mondok Riwayat Sakit Gula : disangkal : disangkal. : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal Riwayat Hipertensi Riwayat Sakit Kejang Riwayat Alergi Obat Riwayat Alergi Makanan : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Keluarga dengan penyakit serupa Riwayat Hipertensi Riwayat Sakit Gula 2 : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung Riwayat keganasan 6. Riwayat Pengobatan: Belum pernah berobat 7. Riwayat Kebiasaan : Riwayat Merokok Riwayat Minum Alkohol Riwayat Olahraga Riwayat Pengisian Waktu Luang

: disangkal : disangkal

: (+) sejak 5 tahun yang lalu : disangkal : rutin (sepakbola) : berkumpul dengan teman

8. Riwayat Sosial-Ekonomi

Penderita kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat. Penghasilan perbulan untuk kehidupan sehari-hari cukup. 9. Riwayat Gizi : Makan sehari-hari dengan nasi, lauk, sayur selalu, buah jarang. Makan teratur 3 kali sehari. A. ANAMNESIS SISTEM 1. Kulit 2. Kepala 3. Mata 4. Hidung 5. Telinga 6. Mulut 7. Tenggorokan 8. Pernafasan 9. Kadiovaskuler : kulit gatal (-), : sakit kepala (+), luka (+) : pandangan mata berkunang-kunang (-/-), penglihatan kabur (-/-), ketajaman penglihatan dalam batas normal : tersumbat (-/-), mimisan (-/-) : pendengaran berkurang (-/-), berdengung (-/-), keluar cairan (-/-) : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-) : sakit menelan (-), serak (-) : sesak nafas (-), batuk lama (-) : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

10. Gastrointestinal : nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), diare (-),nafsu makan menurun (-), 11. Genitourinaria 12. Neurologik 13. Psikiatri : BAK tidak lancar, warna dalam batas normal, jumlah berkurang : kejang (-), lumpuh (-), kesemutan dan rasa tebal pada kedua kaki (-) : emosi stabil, mudah marah (-) nyeri otot (-) 15. Ekstremitas o Atas kiri o Bawah kanan o Bawah kiri : : bengkak (-), sakit (-), luka (-) : bengkak (-), sakit (-), luka (-) : bengkak (-), sakit (-),luka (-) : bengkak (-), sakit (-), luka (-) o Atas kanan 14. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri/liu-linu pada lutut kanan-kiri (-),

D. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum 2. Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu 1. Kulit : turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-), keriput (-). 2. Kepala : Luka (+), rambut tidak mudah di cabut, keriput (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells palsy (-). 3. Mata : Mata tidak cowong, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), eksoftalmus (-/-), pupil isokor (+/+), reflek kornea (+/+), radang (-/-), warna kelopak mata (coklat kehitaman). 4 : 120/80 mmHg : 98x/menit : 20 x/menit : 36,5oC :

Cukup, kesadaran Compos Mentis, (GCS E4V5M6)

4.

Hidung : Nafas cuping hidung (-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-).

5.

Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemi (-), gusi berdarah (-), sariawan (-).

6.

Telinga : Nyeri tekan mastoid (-/-), secret (-/-), pendengaran berkurang (-/-), cuping telinga dalam batas normal

7. 8.

Tenggorokan : Tonsil membesar (-/-), faring hiperemis (-) Leher : Terdapat benjolan pada leher kanan depan yang ikut bergerak saat menelan (+), Trakea di tengah, pembesaran kelenjar limfe (-).

9.

Toraks : Normochest, Cor Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis kuat angkat : Batas kiri atas Batas kanan atas Batas kiri bawah Batas kanan bawah Pinggang jantung : ICS II linea para sternalis sinistra : ICS II linea para sternalis dekstra : ICS V linea medio clavicularis sinistra : ICS IV linea para sterna dekstra : ICS II linea para sternalis sinistra (kesan jantung tidak melebar) Auskultasi : Bunyi jantug I-II intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama dengan kiri, benjolan (-), luka (-) simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi (-), spidernevi (-), pulsasi intrasternalis (-), sela iga melebar (-)

Palpasi Perkusi

: Fremitus taktil kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-) : Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler Suara tambahan : Ronkhi


-

+ + +

+ +

wheezing
-

Abdomen : Inspeksi Palpasi : datar : dinding abdomen supel, nyeri tekan (-), Hepar Lien tidak teraba. 10. Sistem Collumna Vertebralis : Inspeksi Palpasi Perkusi 11. Ektremitas Akral dingin 12. Kesadaran Fungsi luhur Fungsi vegetative Fungsi sensorik Fungsi motorik : Deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-) : Nyeri tekan (-) : NKCV (-) : palmar eritema (-/-) Odem : : GCS E4V5M6 : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal 6 Auskultasi : Bising usus 6x/menit,

Pemeriksaan Neurologik

13. Penampilan Kesadaran Afek Psikomotor

Pemeriksaan Psikiatrik : : Perawatan diri baik : Kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis : Appropriate : Normoaktif : realistik : waham (-), hausinasi (-), ilusi (-) : koheren : Baik Isi Arus Insight

Proses berfikir: Bentuk

Status Lokalis : Regio occipital Inspeksi: Vulnus laceratum di regio occipital berukuran 8cm x 1cm, kedalaman luka 0,5cm dan warna eritema. Palpasi: berbatas tegas, perabaan suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (+).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tgl 21-September-2012 Darah Lengkap Item periksa Hemoglobin Leukosit LED Trombosit PCV/HCT Eritrosit Diff.count Hitung jenis Eosinofil Hitung jenis Basofil Hitung jenis N.Stab. Hitung jenis N.Segmen Hitung jenis Lymphosit Hitung jenis Monosit CT Scan Hasil Pemeriksaan 14,2 9.800 12 168.000 45,0 4,78 3 1 75 14 7 Nilai Normal 12 16 4 10 2 20 150 400 37 48 45 13 01 26 50 70 20 40 28 Satuan g/dl Ribu/mm3 mm/jam Ribu/mm3 % Juta/mm3

: perdarahan ekstracranial

F. RESUME 7

Pasien di bawa ke IGD tanggal 3 November 2012 pukul 21.45 WIB. Pasien mengalami luka robek di bagian kepala setelah kejatuhan besi saat bekerja. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan di universitas Brawijaya. Ukuran luka robek di kepala sekitar 8 cm. selain itu terjadi perdarahan. Darah yang keluar cukup banyak. Setelah itu pasien dijahit lukanya dengan total jahitan 14 jahitan. Pasien juga mengeluh pusing. Dari pemeriksaan fisik pasien didapatkan Status lokalis region occipital terdapat vulnus laceratum, 8cm x 1cm dengan kedalaman 0,5cm. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal. Hasil CT scan didapatkan perdarahan ekstracranial. G. DIAGNOSA KERJA Hemorraghic extracranial e.c trauma capitis Vulnus laseratum

H. PENATALAKSANAAN Non medika mentosa KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) a. b. c. d. Banyak berdoa kepada Allah dan selalu mengingat Memberikan penjelasan tentang hasil pemeriksaan Memberikan informasi tentang diagnosis Sdr. H Memberikan informasi tentang makanan yang Allah, banyak membaca sholawat/dzikir. yang positif mendukung penegakan diagnosis. kepada orang tua atau anggota keluarga lainnya sebaiknya dikonsumsi pasien, yaitu mengkonsumsi makanan tinggi protein, makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. e. Medikamentosa 1. Medikamentosa a. O2 nasal 3 lpm b. IVFD : NS 20 Tpm c. Injeksi : 8 Memberikan pengertian kepada pasien untuk rutin kontrol ke dokter.

R/ Inj Piracetam 3gr 1 ampul R/ Inj Ranitidine 3x1gr / IV R/ Inj Neurobion 5000 1x1/drip R/ Inj Ketorolac 30 mg 1 ampul R/ Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV R/ Inj Ondancetron 8 mg 1 ampul I. FOLLOW UP Tanggal 4 Desember 2012 S O A P : Pusing : KU cukup, kesadaran: CM, S: 36,5C. T : 110/80 Regio occipital : luka hecting terawat baik : Cedera Kepala Ringan (CKR) e.c trauma capitis Vulnus laceratum regio occipital : a. IVFD : NS 20 Tpm

b. Injeksi : R/ Inj Piracetam 3gr 1 ampul R/ Inj Ranitidine 3x1gr / IV R/ Inj Neurobion 5000 1x1/drip R/ Inj Antrain 3x1/ IV R/ Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV R/ Inj Neurotam 3x3gr / IV Tanggal 5 Desember 2012 S O : Pusing : KU cukup, kesadaran: CM, TD : 130/80, N: 80x/mnt, S: 36,5C. Regio occipital : luka hecting terawat baik, pus (-) A : Cedera Kepala Ringan (CKR) e.c trauma capitis Vulnus laceratum regio occipital 9

: a. IVFD : NS 20 Tpm b. Injeksi : R/ Inj Piracetam 3gr 1 ampul R/ Inj Ranitidine 3x1gr / IV R/ Inj Neurobion 5000 1x1/drip R/ Inj Antrain 3x1/ IV R/ Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV R/ Inj Neurotam 3x3gr / IV

Tanggal 6 Desember 2012 S O : Pusing : KU cukup, kesadaran: CM, TD : 120/80, N: 80x/mnt, S: 36,5C. Regio occipital : luka hecting terawat baik, pus (-) A : Cedera Kepala Ringan (CKR) e.c trauma capitis e.c elektrokusi Subkutan hematome Vulnus laceratum regio occipital P a. : IVFD : NS 20 Tpm

b. Injeksi : R/ Inj Piracetam 3gr 1 ampul R/ Inj Ranitidine 3x1gr / IV R/ Inj Neurobion 5000 1x1/drip R/ Inj Antrain 3x1/ IV R/ Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV R/ Inj Neurotam 3x3gr / IV J. FLOW SHEET 10

No.

Tanggal

Vital Sign

Status Lokalis

Keluhan

Rencana

1.

3-12-2012

Ku : cukup, CM, 456 T : 120/80 S : 36,5oC N : 98x/m

Regio occipital : Luka robek 8 cm

Pusing

Terapi dilanjutkan Mobilisasi duduk/jalan

2.

4-12-2012

Ku : cukup, CM, 456 T : 110/80 S : 36,5oC N : 80x/m

Regio occipital : Luka terawat baik

Pusing

Terapi dilanjutkan Mobilisasi duduk/ jalan

3.

5-12-2012

Ku : cukup, CM, 456 T : 130/80 S : 36,5oC N : 80x/m

Regio occipital : Luka terawat baik

Pusing

Terapi dilanjutkan Mobilisasi duduk/ jalan

4.

6-12-2012

Ku : cukup, CM, 456 T : 120/80 S : 36oC N : 80x/m

Regio occipital : Luka terawat baik

Mobilisasi duduk/ jalan

K. PROGNOSIS Dubia et bonam L. DIAGNOSTIK HOLISTIK 1. Diagnosis dari Segi Biologis 11

Hemorraghic extracranial e.c trauma capitis Vulnus laceratum regio occipital 2. Diagnosis dari Segi Psikologis Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik walaupun pasien jarang di rumah. 3. Diagnosis dari Segi Sosial Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Hubungan pasien dengan masyarakat sekitar baik namun pasien jarang aktif dalam beberapa kegiatan di lingkungan rumahnya. Aspek Personal Keluhan utama : kejatuhan besi saat bekerja Harapan : ingin cepat sembuh dan segera bekerja kembali Kekhawatiran : penyakitnya bertambah parah dan tidak sembuhsembuh Aspek Klinis Hemorraghic extracranial e.c trauma capitis Vulnus laceratum regio occipital Aspek Resiko Internal Laki-laki, usia produktif 4.Aspek Resiko Ekternal Pekerjaan buruh bangunan.

5.Aspek Fungsional Derajat fungsionalnya dengan score 4 Dalam keadaan tertentu masih mampu merawat diri, tapi sebagian besar aktivitas hanya duduk dan berbaring

12

BAB II IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA A. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Kepala Keluarga Alamat Lengkap Bentuk Keluarga Daftar Anggota Keluarga No. Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien Klinik 1. Tn. A Ayah (kepala 2. Ny. A 3. Tn. B 4. Ny. C 5. Ny. D 6. Sdr.H keluarga) Ibu Anak Anak Anak Anak P 56 thn L 32 thn P 28 thn P 25 thn L 22 thn SD SMA SMA SMA SMA IRT Pegawai IRT IRT Pegawai Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Sehat Sehat Sehat Post hecting vulnus laceratum regio 7. Sdr. E 8. Sdr. F 9. Sdr. G 10. Sdr. I Anak Anak Anak Anak L 18 thn L 15 thn L 13 thn L 9 thn SMA SMA SMP SD Tidak Tidak Tidak Tidak occipital Sehat Sehat Sehat Sehat L 60 thn SD Pegawai Tidak Sehat Ket. : Tn. A : Cirebon : nuclear family

B. FUNGSI HOLISTIK

13

1.

Fungsi Biologis : Keluarga terdiri dari ayah dan ibu pasien dan 8 anaknya termasuk pasien (Sdr. H). Diagnosis klinis Sdr. H adalah cedera kepala ringan (CKR) dan vulnus laceratum regio occipital.

2.

Fungsi Psikologis : Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik walaupun pasien jarang di rumah. 3. Fungsi Sosial : Hubungan pasien dengan masyarakat sekitar baik, namun pasien kurang aktif dalam beberapa kegiatan di lingkungan rumahnya. B. FUNGSI FISIOLOGIS ADAPTATION Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang lain. PARTNERSHIP Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut. GROWTH Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut. AFFECTION Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga. RESOLVE Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.

APGAR Terhadap Keluarga Sdr. H Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga 2 saya bila saya menghadapi masalah 14

P G

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru Saya puas dengan cara keluarga

2 2

saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon R emosi saya seperti kemarahan, perhatian, dll Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama SKOR Skoring : Hampir selalu : 2 poin Kadang kadang : 1 poin Hampir tak pernah : 0 poin Total APGAR score keluarga Sdr. H adalah = 10 Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga Sdr. H baik. C. FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREEM SCREEM SUMBER PATHOLOGY Social Sdr. H jarang ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya Cultural Dalam kesehariannya Sdr. H dan keluarga menggunakan bahasa Religius Economy Educatio n Medical jawa Sdr. H dan keluarga taat beribadah sholat 5 waktu. Sdr. H dan ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan. penghasilan keluarga cukup untuk kehidupan sehari-hari. Sdr. H lulusan SMA, tingkat pemahaman tentang kesehatanya kurang. Jika sakit pergi ke dokter KET + 2 10

Kesimpulan : fungsi patologis pada keluarga ini terletak pada fungsi sosial. D. GENOGRAM : Bentuk Keluarga : nuclear Family

15

Keterangan : : pasien : perempuan : laki-laki E. INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA Pola interaksi keluarga Sdr. H : laki-laki sudah meninggal : perempuan sudah meninggal

Sdr. I Tn.

Tn.A

Ny. A Tn. B

Sdr. G Ny. C Sdr. F Sdr. H Ny. D

Sdr. E

Keterangan : Hubungan baik : hubungan kurang baik Kesimpulan : Hubungan antara anggota keluarga di keluarga ini baik

16

BAB III IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN A. IDENTIFIKASI KELUARGA 1. Faktor Perilaku Keluarga a. Pengetahuan Keluarga kurang memahami kesehatan penderita. b. Sikap Keluarga ini peduli terhadap kesehatan penderita c. Tindakan keluarga membawa Sdr. H ke pelayanan kesehatan terdekat 2. Faktor Non Perilaku a. Lingkungan Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memenuhi standar kesehatan. Kebersihan lingkungan terjaga dengan baik dengan pencahayaan ruangan dan ventilasi rumah yang cukup memadai. Untuk kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari sumur yang terletak di belakang rumah. b. Keturunan Tidak terdapat faktor keturunan. c. Pelayanan Kesehatan Keluarga Sdr. H biasanya pergi ke dokter yang berada di dekat rumah Sdr. H sebagai sarana untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU

17

Pemahaman: keluarga kurang memahami penyakit penderita

Lingkungan : rumah cukup memenuhi syarat kesehatan

Sikap: keluarga sudah peduli terhadap penyakit penderita

Keluarga Sdr. H

Keturunan : Tidak ada faktor keturunan

Tindakan: keluarga ikut mengantarkan Sdr. H untuk berobat

Pelayanan Kesehatan : Jika sakit ke dokter

Faktor Perilaku Faktor Non Perilaku Kesimpulan : Faktor perilaku keluarga berpengaruh positif terhadap kesehatan Sdr. H karena pengetahuan keluarga tentang kesehatan masih kurang terutama tentang penyakit yang diderita. Faktor non-perilaku keluarga berpengaruh positif terhadap kesehatan Sdr. H.

B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH Lingkungan Luar Rumah Keluarga tinggal di rumah berdempetan disebuah perkampungan. Memiliki pekarangan rumah dan terdapat pagar pembatas. Saluran pembuangan limbah sudah tersalur ke got. Pembuangan sampah di rumah diangkut oleh petugas kebersihan. Lingkungan Dalam Rumah Dinding rumah terbuat dari batu bata yang di cat, sedangkan lantai rumah sudah menggunakan keramik. Rumah ini terdiri dari Sembilan ruangan yaitu ruang tamu, 6 kamar tidur, satu dapur dan satu kamar mandi. Rumah ini mempunyai dua pintu untuk keluar masuk (di bagian depan dan belakang) serta dua jendela kaca. Keluarga ini sudah mempunyai fasilitas MCK keluarga dan fasilitas air yang didapat dari sumur. Ventilasi udara cukup karena tedapat jendela pada tiap ruangan.

18

BAB IV DAFTAR MASALAH A. MASALAH MEDIS : a. b. Hemorraghic extracranial e.c trauma capitis Vulnus laceratum regio occipital

B. MASALAH NON MEDIS : 1. Rendahnya tingkat pengetahuan kesehatan 2. Kepedulian terhadap penyakit penderita kurang C. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan
1.

2. Kepedulian terhadap penyakit penderita kurang

Sdr. H Hemorraghic extracranial

e.c

trauma capitis
Vulnus laceratum regio occipital

19

BAB V TINJAUAN PUSTAKA CEDERA KEPALA (TRAUMA CAPITIS) A. PENDAHULUAN Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan di jalan raya (Smeltzer & Bare 2001). Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas. Adapun pembagian trauma kapitis adalah: Simple head injury Commotio cerebri Contusion cerebri Laceratio cerebri Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala berat. Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit. B. EPIDEMIOLOGI Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Jawa Timur, selama lima tahun terakhir, jumlah rata-rata penderita CO adalah 2043 kasus setiap tahun yang terdiri dari CO ringan (COR), CO sedang (COS) dan CO berat (COB). Di Amerika Serikat pada tahun 1990 hampir 148.500 orang meninggal dunia akibat cidera akut dan diperkirakan 44% 50% diantaranya disebabkan oleh CO. Tingkat kematian bervariasi dari 14 hingga 30 per 10.000 populasi per tahun. Biaya sosial yang diakibatkan CO ternyata sangat mengejutkan, baik dari 20

sosial maupun ekonomi. Hampir 100% COB dan 66% COS menyebabkan kecacatan yang permanen dan tidak akan kembali ke tingkat fungsi awal. Di USA biaya perawatan CO diperkirakan lebih dari $ 25 milyard ter tahun (FCA 1998, Shepard 2001). Celakanya CO lebih banyak dialami oleh kelompok dewasa muda antara 15 - 30 tahun daripada anak-anak dan orang tua, dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita hal ini dikarenakan usia dewasa muda dan laki-laki lebih mobile atau lebih banyak menggunakan kendaraan (Umar Kasan 1999, M.Arifin 2002, Hafid B. 2000). C. ANATOMI 1. Kulit kapala Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluhpembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak (intracranial). Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi. 2. Tengkorak Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tengkorak terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural. 3. Lapisan Pelindung otak / Meningen Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter. - Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter : 1. Melindungi otak. 2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ). 3. Membentuk periosteum tabula interna. 21

- Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala. - Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena. 4. Otak. Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma. Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan arena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peningkatan tekanan dalam rongga tengkorak (peningkatan tekanan intra cranial). 5. Tekanan Intra Kranial (TIK). Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, 22

adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian. D.MEKANISME DAN PATOLOGI Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus. Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (contra coup). E. PATOFISIOLOGI Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal. Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup. F. JENIS CEDERA 1. Fraktur Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan splintering. 23

Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008). Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak

atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoons eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004). Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004). 2. Gegar Otak (Komosio Serebri) Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada kepala. Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah, pandangan ganda. 3. Luka Memar (Kontusio) Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi: a. b. Gangguan intracranial yang dapat menyebabkan kematian. pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan

24

c.

Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi)

d.

Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku dalam sikap ekstensi). Luka memar terjadi apabila kerusakan jaringan subkutan dimana

pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004). 4. Hematoma Epidural Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil. 5. Hematoma Subdural Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil. Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis : 25

a.

Hematoma Subdural Akut Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.

b.

Hematoma Subdural Sub-Akut Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul disekitarnya.

c.

Hematoma Subdural Kronik

Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma. Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung pembuluhpembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri. 6. Hematoma Intraserebral Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat. Gejalagejala yang ditemukan adalah : a. Hemiplegi b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat. c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri d. perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal. 7. Laserasi (Luka Robek) Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut. 8. Abrasi Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan 26

subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak. 9. Avulsi Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000). G. Cedera Kepala Berdasarkan Letak Perdarahanya 1. Perdarahan Intra Kranial a. Perdarahan Epidural Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. b. Perdarahan Sub Dural Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu: a. Perdarahan Sub Dural Akut Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak. b. Perdarahn Sub Dural Sub Akut Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan

penurunan tingkat kesadaran. 27

c. Perdarahan Sub Dural Kronis Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik. c. Perdarahan Sub Arachnoid Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007). d. Perdarahan Intra Ventrikular Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral. 2. Perdarahan Intra Serebral Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008). 3. Cedera Kpala Berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas: Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15 Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13 Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8 Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CTscan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya 28

a. Cedera Kepala Ringan

kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004). b. Cedera Kepala Sedang Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004). c. Cedera Kepala Berat Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar ratarata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004). H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah: 1. CT-Scan 29

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. 2. Lumbal Pungsi Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma 3. EEG Dapat digunakan untuk mencari lesi 4. Roentgen foto kepala Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak I. DIAGNOSA Berdasarkan : Ada tidaknya riwayat trauma kapitis Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi. J. KOMPLIKASI Jangka pendek : 1. Hematom Epidural o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial. o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam) o Interval lucid o Peningkatan TIK o Gejala lateralisasi hemiparese o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tandatanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif. o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks 30

o LCS : jernih o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah. 2. Hematom subdural o Letak : di bawah duramater o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent. Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak) Isodens terlihat dari midline yang bergeser o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi. 3. Perdarahan Intraserebral Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena. 4. Oedema serebri Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi. TIK meningkat Cephalgia memberat Kesadaran menurun 31

Jangka Panjang : 1. Gangguan neurologis Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese 2. Sindrom pasca trauma Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi. K. TERAPI CKR : CKS : CKB : Seperti pada CKS Antibiotik dosis tinggi Konsultasi bedah saraf Perawatan selama 7-10 hari Anti cerebral edem Anti perdarahan Simptomatik Neurotropik Operasi jika ada komplikasi Perawatan selama 3-5 hari Mobilisasi bertahap Terapi simptomatik Observasi tanda vital

L.PROGNOSA Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.

32

BAB VI KESIMPULAN HOLISTIK I. Diagnosis Holistik:

Sdr. H. usia 22 tahun datang dengan keluhan kepala kejatuhan besi saat bekerja. Sdr. H tinggal dalam bentuk keluarga nuclear family. Hubungan Sdr. H dengan keluarganya harmonis. Sdr. H adalah anggota masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan. 1. Diagnosis dari segi biologis: Hemorraghic extracranial e.c trauma capitis Vulnus laceratum regio occipital 2. 3. Diagnosis dari segi psikologis: Hubungan Sdr. H dengan keluarganya harmonis. Diagnosis dari segi sosial: Hubungan mereka dengan anggota masyarakat yang lain (tetangga) terjalin baik. Jarang mengikuti kegiatan kemasyarakatan di rumahnya. II. Promotif : Mengadakan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan diri sendiri, penyuluhan tentang kejadian cedera kepala (gejala klinis, penyebabnya, komplikasi, penanggulangan). Preventif : Berhati-hati dalam melakukan segala pekerjaan Memakai pelindung kepala saat bekerja Kuratif Teratur minum obat yang telah diberikan Rehabilitatif Edukasi dan motivasi pasien bahwa penderita post hecting regio occipital akibat cedera kepala sebaiknnya membatasi aktifitas, terutama aktifitas berat, makanmakanan yang mengandung protein. Saran komprehensif

33

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 1991 Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003 Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta, 1981 Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 1981 Gennarelli, T.A. and Thibault, L.E.(1985). Biomechanics of head injury. In : Neurosurgery volume II. Editors : Wilkins, R.H. and Rengachary, S.S., Mc Graw Hill USA, pp 1531 1535 6. Umar Kasan, Sajid, D and A. Hafid (1992). Patofisiologi cidera otak. Pada kongres Nasional III Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia. Surabaya, 15 September

34

Anda mungkin juga menyukai