PENDAHULUAN
terbanyak pada usia kurang dari 45 tahun dan lebih dari setengahnya merupakan ajibat
dari cedera kepala. Menurut American Trauma Society, kira-kira 500.000 orang
masuk ke Rumah Sakit setiap tahunnya karena cedera kepala, 75.000 hingga 90.000
meninggal dan sisanya ada yang sehat tanpa meninggalkan gejala sisa dan selebihnya
mengalami disabilitas.
Trauma kepala merupakan kejadian yang sering dijumpai pada anak. Trauma
kepala pada anak berbeda dengan orang dewasa. Trauma kepala pada anak
berdasarkan umur dibagi atas 2 jenis : 1) anak usia di bawah 2 tahun dan 2) anak di
atas 2 tahun. Pembagian ini dilakukan oleh karena trauma kepala pada anak di bawah
kematian akibat cedera pada anak-anak. Cedera kepala hebat juga bisa menyebabkan
kerusakan yang serius pada otak yang sedang berkembang, sehingga mempengaruhi
jangka panjang.
Cedera kepala paling sering ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang
dari 1 tahun dan pada remaja diatas 15 tahun, serta lebih banyak terjadi pada anak
laki-laki. Setiap cedera kepala berpotensi menimbulkan akibat yang serius, karena itu
setiap anak yang mengalami cedera kepala sebaiknya diperiksa secara seksama.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : NLA
Jenis : Perempuan
Usia : 8 tahun
Alamat : Karangasem
ALLOANAMNESIS
Keluhan Tambahan : Pingsan (-), Muntah (+), Pusing (+), Benjolan di kepala (-)
Pasien datang dari rujukan Rumah Sakit Bali Med Karangasem dengan
CKR memburuk. Pasien sempat dirawat dan pulang kemarin sore. Sebelumnya
Pasien jatuh saat bermain, jatuh kearah belakang. Pasien mengeluh nyeri
kepala.
Riwayat pingsan (-), muntah (+) sejak kemarin, saat ini sudah 9x
muntah. Riwayat batuk (-), demam (-), pilek (-), sesak (-). BAK dan BAB
2
Riwayat pengobatan
Riwayat Psikososial
Ibu pasien mengaku, pasien makan tidak teratur dan susah makan,
Riwayat kelahiran
Riwayat makanan
Riwayat perkembangan
Saat ini pasien berusia 8 tahun masih SD, ibu pasien mengaku mampu mengikuti
Riwayat Imuninisasi
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
- Suhu : 36,9°C
- Nadi : 88x/menit
3
- Nafas : 27x/menit
- TD : 110/70 mmHg
Primary Survey
a. Airway
b. Breathing
• Inspeksi : jejas/bekas trauma pada dinding toraks (-), gerak dada simetris,
c. Circulation
• Eks. Superior : bekas trauma (-/-), soft tissue swelling (-/-), akral hangat
• Inferior : bekas trauma (-/-), tissue swelling (-/-), Akral hangat(+/+), RCT
d. Disability
4
• Refleks cahaya +/+
e. Exposure
• Mata
• Hidung :
• Mulut :
• Palpasi : NT (+)
STATUS GENERALIS
Kepala :
Mata :
langsung dan tidak langsung (+/+) , Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Ekimosis periorbita (-), Ptosis tidak ada, konjungtiva tidak anemis, pupil anisokor 2
mm / 4 mm, RC +/+
Hidung :
Mukosa hidung merah muda, sekret (-/-), epistksis (-/-), Septum deviasi (-/-),
5
Telinga :
Normotia, serumen (-/-), Otorrhea (-/-), Membran tympani intact, battle sign
(-/-)
Mulut :
Mukosa oral tidak sianosis, lidah kotor (-), bibir kering (-), Tonsil T1/T1,
Leher :
Turgor :
Baik
Paru-paru :
I : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)
Jantung
Abdoment
P : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan kuadran kanan atas (-)
6
P: Timpani pada 4 kuadran abdomen
Extremitas
Atas :akral dingin, peteki(-/-), udem (-/-), pucat (-),RCT < 2 detik
Bawah :akral dingin, peteki(-/-), udem (-/-), pucat (-), RCT < 2 detik
Status lokalis
7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
DIAGNOSIS BANDING
1. CKR
3. CKB
DIAGNOSA KERJA
Rencana Terapi
2. Ondancentron 3 x 2 mg (IV)
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi
A. Kulit Kepala
1. Skin
2. Connective Tissue
3. Aponeurosis
5. Perikranium
10
Loose areolar tissue yang memisahkan antara galea dengan
diatasi hanya dengan menekan sebentar saja daerah yang berdarah dan
Terdiri dari :
a. Calvarium, tipis pada regio temporalis namun dilapisi oleh otot temporal.
b. Basis Kranii, berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Duramater
11
Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
2. Arachnoid
terletak antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial,
3. Piamater
12
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah
membrana vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
D. Otak
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada
hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang
frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus
oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Batang otak terdiri dari
pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam
dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
dengan medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.
13
II.2 Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
atau permanent.
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
II.3 Epidemiologi
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%
sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama
terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas
14
pediatrik adalah sekitar 200 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mencakup semua
cedera kepala yang mengakibatkan rawat inap, kematian, atau keduanya pada
orang berusia 0-19 tahun. Distribusi trauma kepala relatif stabil sepanjang masa.
Bayi berusia kurang dari 1 tahun juga memiliki insiden tinggi trauma kepala,
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB.
sebagai perempuan dan memiliki 4 kali resiko trauma fatal. Remaja laki-laki
hitam account untuk sebagian besar senjata api terkait cedera SSP dalam
populasi anak.
II.4 Etiologi
Data Centers for Disease Control and Prevention pada tahun 2011
a. Jatuh 35,2%
15
Kebanyakan cedera kepala terjadi sekunder terhadap kecelakaan
sesuai dengan usia, kelompok, dan jenis kelamin. Beberapa faktor (misalnya,
narkoba) dikenal untuk meningkatkan kerentanan anak atau remaja untuk jenis
membela diri.
dari 15 tahun, korban adalah pejalan kaki atau pengendara sepeda, pejalan kaki
kecelakaan pada anak usia 5-9 tahun adalah penyebab paling sering kedua
Jatuh adalah penyebab paling umum dari cedera pada anak-anak muda
dari 4 tahun, berkontribusi 24% dari semua kasus trauma kepala. Kegiatan
rekreasi memiliki distribusi musiman, dengan puncak selama musim semi dan
musim panas bulan. Mereka mewakili 21% dari semua cedera otak anak,
II.5 Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada
kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan
benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses
16
akselarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa
17
II.6 Klasifikasi
praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme,
A. Berdasarkan mekanisme
tengkorak.
lasersai duramater. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign dan
18
dan merusak sinus sigmoideus, jaringan dibelakang telinga dan
Trauma kepala pada anak berbeda dengan orang dewasa. Trauma kepala
keretakan tulang kepala akibat trauma ringan dan sering terjadi kerusakan
jaringan otak.
C. Berdasarkan Morfologi
1. Fraktur tengkorak
19
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada
tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan
pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura
400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak
20
2. Lesi Intrakranial
difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi
terakhir ini.
3. Hematoma Epidural
21
robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya
22
4. Hematoma Subdural
tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang
23
Gejala Klinis
Subdural hematom diklasifikasikan menjadi :
Subdural hematoma
Akut (hiperdens) bila kurang dari beberapa hari atau dalam
24 sampai 48 jam setelah trauma.
Subdural hematom subakut (isodens) antara 2 -3 minggu
Subdural hematom kronik bila lebih dari 3 minggu setela
trauma.
Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari uku
ran hematom dan derajat kerusakan parenkim otak. Subdural he
matom biasanya bersifat unilateral.
Gejala neurologiyang sering muncul adalah:
1. Perubahan tingkat kesadaran, dalam hal ini terjadi penuru
an kesadaran
2. Dilatasi pupil ipsilateral hematom
24
3. Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya
4. Hemiparesis kontralateral
5. Papiledema
beberapa hari.
25
D. Berdasarkan Beratnya
pemeriksaan neurologis
anggota gerak
pasien dengan cedera kepala berat meliputi survei primer dan survei sekunder.
26
mengidentifikasi dan mengobati kondisi yang mengancam jiwa yang ada dalam
pasien trauma dan dengan demikian mencegah cedera otak sekunder. Survei
sekunder pasien dengan trauma kepala adalah pemeriksaan rinci dan penilaian
I. Survei Primer
Airway
benda asing, gigi lepas, luka wajah dan ketidakstabilan tulang, deviasi
dapat menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas atas, terutama ketika pola
Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang
baik meliputi fungsi baik dari paru, dinding thoraks, dan diafragma. Dada
Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan
jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan
Sirkulasi
a. Volume darah
27
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolemik sampai
terbukti sebaliknya.
Nadi
b. Perdarahan
Dissability
(AVPU) sistem dan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dan modifikasi
28
dikembangkan untuk anak-anak muda dari 5 tahun sebagai alat yang lebih
akurat yang akan menghindari kesalahan yang terjadi ketika GCS ini
terbatas. Sebuah PGCs total skor 13-15 merupakan cedera ringan, skor 8-
nyeri nyeri
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Pediatric Glasgow Coma Scale
29
SCORE ≥1 Year 0-1 Year
6 Mengikuti perintah N/A
5 Mengetahui lokasi nyeri Mengetahui lokasi nyeri
4 Reaksi menghindar Reaksi menghindar
3 Reaksi flexi (dekortikasi) Reaksi flexi (dekortikasi)
2 Reaksi ekstensi (deserebrasi) Reaksi ekstensi (deserebrasi)
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Kepala
patognomonik untuk basilar patah tulang tengkorak. Ini adalah hasil dari darah
bedah di daerah oksipital dan mastoid dari tengkorak terganggu korteks. Mata
rakun atau ekimosis periorbital merupakan indikasi dari basilar patah tulang
tengkorak. Itu juga merupakan hasil darah membedah dari tengkorak terganggu
fraktur tulang temporal petrosa dan mungkin terkait dengan gangguan saraf
30
CSF otorrhea dan rhinorrhea dapat hadir dengan basilar patah tulang
Pola Pernapasan
atau ekor.
Pemeriksaan neurologis
naeurologis lengkap.
N III bilateral
Dilatasi unilateral (equal) Reaksi Cedera N. Optikus
31
menyilang(Marcus-
Gunn)
Konstriksi Bilatral Sulit dilihat Obta atau opiat, enchepalopati
jejas.
Pemeriksaan Laboratorium
perdarahan dicurigai pada pasien dengan trauma kepala. Studi kimia darah,
organ lainnya.
dan tingkat fibrinogen harus diperoleh pada pasien dengan trauma kepala karena
pasien ini mungkin memiliki dasar atau trauma-dipicu koagulopati. Nilai gas
lanjut.
32
Pemeriksaan toksikologi darah atau urin harus diperoleh di samping panel
rutin, terutama pada pasien yang telah terjadi perubahan status mental, kejang,
CT-Scan
Computed tomography (CT) dari kepala tetap studi pencitraan yang paling
berguna untuk pasien dengan trauma kepala berat atau tidak stabil beberapa
cedera organ.
dalam setiap pasien pediatrik dengan skor GCS <15), kejang pasca trauma,
amnesia, sakit kepala progresif, sejarah tidak dapat diandalkan atau pemeriksaan
lebih dari 5 menit, tanda-tanda fisik dari basilar patah tulang tengkorak, muntah
berulang atau muntah selama lebih dari 8 jam setelah cedera, dan
Satu studi mencatat bahwa CT scan mungkin tidak diperlukan bagi anak-
anak yang beresiko sangat rendah untuk cedera otak traumatis klinis penting
(TBI) setelah trauma kepala tertutup. Dalam studi ini, aturan prediksi untuk
anak-anak muda dari 2 tahun yang status normal mental, tidak ada kulit kepala
kesadaran kurang dari 5 detik, mekanisme cedera nonsevere, tidak ada patah
tulang tengkorak teraba, dan perilaku normal yang dianggap oleh orang tua.
Aturan prediksi untuk anak-anak dari 2 tahun yang status normal mental, tidak
33
ada kehilangan kesadaran, tidak muntah, mekanisme cedera nonsevere, tidak
ada tanda-tanda patah tulang tengkorak basilar, dan tidak ada sakit kepala berat.
operasi.
Integritas jaringan lunak dan tulang, ukuran ubun-ubun dan garis jahitan,
Munculnya struktur normal, ada atau tidak adanya perdarahan, dan tanda-
massa
intracranial (ICP), pemeriksaan rutin CT scan ulang lebih dari 24 jam setelah
masuk dan follow-up awal tidak dapat diindikasikan untuk keputusan tentang
MRI
34
dan pembuluh darah dan proses mielinasi dan memungkinkan deteksi
dan memprediksi hasilnya pada pasien neurologis stabil. Hal ini tidak praktis
dan peralatan pendukung kehidupan yang dibutuhkan oleh pasien yang tidak
stabil. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan studi MRI yang
intrakranial, itu tidak mudah diperoleh akut setelah cedera dan belum secara
Ultrasonografi
II.9 Penatalaksanaan
pentingnya.
35
1. Cairan Intravena
Vecuronium
mekanik. Hal ini diberikan sebagai tambahan untuk agen obat penenang
atau hipnotis.
3. Anticonvulsants, Barbiturates
dengan trauma kepala dan dalam pengelolaan ICP. Mereka juga dapat
Pentobarbital (Nembutal)
36
tinggi untuk menginduksi koma barbiturat untuk pengobatan refraktori
peningkatan ICP.
Fenobarbital
trauma kepala.
4. Anxiolytics, Benzodiazepines
langsung dari aktivitas kejang atau sebagai tambahan untuk narkotika dan
Midazolam
Lorazepam (Ativan)
5. Diuretics
Furosemide (lasix)
37
Furosemide adalah loop diuretik yang membantu menurunkan ICP
Mannitol (Osmitrol)
6. Anticonvulsants
pencegahan kejang lebih dari 1 minggu setelah trauma kepala. Obat ini
untuk fase tonik dari grand mal kejang. Fenitoin lebih disukai untuk
Fosphenytoin
38
Fosphenytoin adalah garam ester difosfat fenitoin yang bertindak
diberikan IV dan IM, rute IV merupakan rute pilihan dan harus digunakan
• Status Neurologis
• Status Radiologis
•EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran midline dengan
39
•Pasien-pasien dengan penurunan kesadaran yang diikuti dengan
II.10 Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari cedera kepala yang umum pada anak-
anak, dan mereka terkait dengan cedera primer maupun sekunder. Kejang lebih
tengkorak basilar, efek massa, atau herniasi. Cerebral oculomotor karena cedera
tengkorak saraf VI, III, atau IV. Trauma saraf VII menyebabkan kelumpuhan
saraf wajah. Gangguan pendengaran dapat terjadi karena cedera saraf kranial
VIII.
perhatian fisik, kognitif, dan gejala emosional (terutama untuk pasien dengan
gejala persisten).
setelah trauma kepala, biasanya sembuh secara spontan dalam waktu 24 jam.
40
vasospasme sementara. Kebutaan kortikal sekarang dianggap hasil dari
perubahan transien kecil dalam fungsi otak yang dipicu oleh peristiwa traumatis.
Trauma yang disebabkan migrain mungkin mulai dari menit sampai jam
setelah cedera dan dapat berlangsung dari jam ke hari. Beta-blocker merupakan
obat pilihan untuk komplikasi ini. Hasil Hidrosefalus baik dari obstruksi yang
pembuluh darah paru dan pergeseran dalam distribusi darah dari sistemik ke
sirkulasi paru-paru. Infeksi paru sering hadir pada pasien dengan trauma kepala
daripada untuk orang dewasa dengan skor cedera yang sama. Waktu untuk
hasil yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan cedera kepala saja.
dapat digunakan sebagai prediktor awal, tapi skala ini memiliki keterbatasan
prediktor signifikan dari hasil klinis dan fungsional di debit untuk pasien cedera
ekuivalen.
trauma kepala adalah 29% pada populasi anak. Data ini didasarkan pada
41
informasi kematian sertifikat, dan 29% bisa menjadi meremehkan tingkat
pediatrik.
Pasien dengan trauma kepala berat dan skor 3-5 PGCs memiliki kematian
6-35%, angka ini meningkat menjadi 50-60% bagi mereka dengan skor PGCs
dari 3. Dari mereka dengan skor PGCs 3-5 yang bertahan hidup, 90%
membutuhkan rehabilitasi setelah keluar rumah sakit, dan sebagian besar dari
pada 10-20% anak dengan cedera kepala sedang sampai berat (skor PGCs, 6-8),
terutama jika koma berlangsung lebih dari 3 minggu. Pasien dengan skor 6-8
PGCs yang paling mungkin untuk sadar kembali dalam waktu 3 minggu, tetapi
sepertiga yang tersisa dengan defisit neurologis fokal dan kesulitan belajar,
Lebih dari separuh anak-anak dengan skor 3-5 PGCs memiliki defisit
neurologis permanen. Pasien dengan skor PGCs dari 3 memiliki hasil neurologis
sangat miskin. Sebuah studi yang terutama diselidiki pasien TBI dewasa
mengungkapkan bahwa korban TBI diabetes memiliki rasio odds kematian yang
tidak menguntungkan (1,5), dengan tren yang buruk bagi pasien insulin-
42
dependent diabetes daripada yang noninsulin-dependent. Penelitian ini
kematian TBI, baik bersama atau bebas dari perubahan glukosa setelah TBI.
glukosa pasien TBI diabetes, insulin yang cocok untuk karbohidrat administrasi
populasi ini. Perawatan masih harus diambil untuk tidak menginduksi kejadian
II.11 Prognosis
daripada untuk orang dewasa dengan skor cedera yang sama. Waktu untuk
hasil yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan cedera kepala saja.
dapat digunakan sebagai prediktor awal, tapi skala ini memiliki keterbatasan
prediktor signifikan dari hasil klinis dan fungsional di debit untuk pasien cedera
ekuivalen.
43
Menurut Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan, angka kematian dari
trauma kepala adalah 29% pada populasi anak. Data ini didasarkan pada
pediatrik.
Pasien dengan trauma kepala berat dan skor 3-5 PGCs memiliki kematian
6-35%, angka ini meningkat menjadi 50-60% bagi mereka dengan skor PGCs
dari 3. Dari mereka dengan skor PGCs 3-5 yang bertahan hidup, 90%
membutuhkan rehabilitasi setelah keluar rumah sakit, dan sebagian besar dari
dalam 10-20% dari anak-anak dengan cedera kepala sedang sampai berat (skor
PGCs, 6-8), terutama jika koma berlangsung lebih dari 3 minggu. Pasien dengan
skor 6-8 PGCs yang paling mungkin untuk sadar kembali dalam waktu 3
minggu, tetapi sepertiga yang tersisa dengan defisit neurologis fokal dan
dari separuh anak-anak dengan skor 3-5 PGCs memiliki defisit neurologis
permanen. Pasien dengan skor PGCs dari 3 memiliki hasil neurologis sangat
miskin. (1,2)
44
BAB III
KESIMPULAN
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu rudapaksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala
dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.
Sedangkan cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer berupa
untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta
penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada
tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Prinsip
penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan
survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation,
disability dan exposure yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita
cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting
untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. Tidak semua
45
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
2. Chelly H, Chaari A, Daoud E, et al. Diffuse axonal injury in patients with head
2011;71(4):838-46.
3. Hymel KP, Stoiko MA, Herman BE, et al. Head injury depth as an indicator of
4. Pinto PS, Poretti A, Meoded A, Tekes A, Huisman TA. The unique features of
Suppl 3: p. 391-405.
6. Kochanek PM, Carney N, Adelson PD, et al. Guidelines for the acute medical
46