PENDAHULUAN
Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri
dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke
ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula
spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula
spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus
ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang
raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa
informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
1
kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra
cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit
otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi
motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas
pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury)
atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).
Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya pada penyakit
infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom Guillain Barre
(SGB), Polineuropati, Miastenia Grafis, atau Amyotrophic Lateral Sclerosis
(ALS).
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. I
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Alamat : Desa Hagu Tengah, Kec. Banda Sakti
Suku Bangsa : Aceh
Agama : Islam
No. MR : 07.43.13
Tanggal MRS : 16 Februari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 17 Februari 2016
Pekerjaan : Outsourching Exxon Mobile Oil Bag. Listrik
Status Perkawinan : Menikah
3
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kelemahan Tangan dan Kaki
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGSD RSUD Cut Meutia dengan keluhan utama
kelemahan tangan dan kaki. Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
dan semakin memburuk. Sebelum keluhan ini (4 bulan yang lalu) pasien
mengatakan pernah mengalami demam dan tidak nafsu makan. Demam
dirasakan naik turun sepanjang hari. Pasien tidak mau makan karena setiap
diberikan nasi langsung merasa mual. Pasien juga mengeluhkan mencret-
mencret lebih kurang 5 kali dalam sehari sejak seminggu SMRS.
3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan pernah jatuh dua kali ketika
masih bekerja di Exxon Mobile. Pasien juga menderita penyakit Hipertensi
sejak 4 tahun yang lalu dan rutin berobat. Pasien juga mengalami penyakit
BPH sejak 3 bulan yang lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga : keluarga mengatakan tidak pernah menderita
sakit berat, namun ada sesekali anggota keluarga sakit flu, batuk, demam dll.
5. Riwayat pemakaian obat: Pasien mengkonsumsi beberapa obat untuk penyakit
Hipertensi dan BPH nya.
4
a. Kulit
a.Warna : kecoklatan.
b. Sianosis : (-)
c.Ikterus : (-)
d. Edema : (+)
e.Lemak subkutis : (↓↓)
b. Kepala
a.Rambut : berwarna abu-abu, lurus, pendek.
b. Mata : Konjungtiva pucat (+/+), konjungtiva hiperemis
(-/-), ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+)
c.Telinga : Simetris, sekret (-/-), otorrhea (-/-)
d. Hidung : Normal, sekret (-/-), rinorrhea (-/-)
e.Mulut : tonsil T1, Lidah dalam batas normal,
c. Leher
a. Pulsasi Vena Jugularis: tidak terlihat
b. Pembesaran kelenjar: tidak ada
c. Kuduk kaku: tidak ada
d. Toraks
a.Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetri, benjolan di mammae
dextra dengan diameter 10 cm
b. Palpasi : benjolan memiliki permukaan datar, konsistensi
lunak, berbatas tidak tegas, fluktuasi (-)
c.Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
d. Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wheezing (-/-),
e. Jantung
a.Inspeksi : Ictus Cordis terlihat 3 jari dibawah papilla mammae
sinistra
b. Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V sejajar garis aksilaris
anterior
c.Perkusi batas jantung: terjadi pergeseran batas kiri jantung
d. Auskultasi : BJ I > BJ II, bising jantung (-)
f. Abdomen
5
a.Inspeksi : bentuk dalam batas normal, kulit dalam batas normal
b. Palpasi : Soepel, organomegali (-)
c.Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : bising usus (+) normal
g. Ekstremitas atas : Akral dingin (-),sianosis (-/-), lainnya dalam batas
normal
h. Ekstremitas bawah : Akral dingin (-),sianosis (-/-), lainnya dalam
batas normal
D. Pemeriksaan Klinis Neurologis
a. Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 M5 V6
b. Fungsi Kortikal Luhur (menggunakan tes MMSE)
Orientasi : skor 5
Registrasi : skor 2
Atensi dan Kalkulasi : skor 0
Mengingat kembali (Memori) : skor 0
Bahasa : skor 5
Interpretasi : total skor 12 artinya pasien memiliki gangguan
kognitif
c. Rangsang Selaput Otak
Kaku Kuduk : tidak ditemukan
Kernig Sign : tidak ditemukan
Laseque Sign : tidak ditemukan
Brudzinski 1 : tidak ditemukan
Brudzinski 2 : tidak ditemukan
Brudzinski 3 : tidak ditemukan
Brudzinski 4 : tidak ditemukan
d. Pemeriksaan Saraf Kranial
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan (Normosmia)
2. N-II (Optikus)
Visus : (6/6) menggunakan hitung jari
Warna : Tidak ada gangguan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
6
Lapang pandang : normal
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+),
medial (+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral
(+/+), bawah medial (+/+)
Ptosis :- /-
Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
Refleks Pupil langsung : + / + ; tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
Motorik : + (Pasien dapat merapatkan gigi dan
membuka mulut)
Refleks kornea : Normal
5. N-VII (Fasialis)
a.Sensorik (indra pengecap) : normal
b. Motorik
Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : +/+
Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
Menyeringai` : kanan (baik), kiri (baik)
Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Refleks menelan : +
Refleks batuk : +
Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Refleks muntah : normal.
Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Aksesorius)
Kekuatan M. Sternokleidomastoideus :+ /+
Kekuatan M. Trapezius : + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
Tremor lidah :-
Atrofi lidah :-
Ujung lidah saat istirahat : -
Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kiri
Fasikulasi :-
e. Sistem Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : N/N
Triceps : N/N
Achiles : N/N
Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
Babinski : -/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
8
Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
3555 5553
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
3333 3333
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
f. Sistem Sensorik
1. Eksteroseptif
Rasa Raba : +/+
Rasa Nyeri : +/+
Rasa Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
2. Proprioseptif
Rasa Gerak : +/+
Rasa Sikap : +/+
Rasa Tekan: +/+
Rasa Dalam : +
3. Enteroseptif
Rasa Mulas : +
Rasa Lapar : +
9
2.4 Pemeriksaan penunjang
17 November 2015
HEMATOLOGI KLINIK
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 6,8 g% 12-16
LED - <20
Eritrosit 2,9 x 103/mm3 3,8-5,8 x 103/mm3
Leukosit 13,7 x 103/mm3 4-11
Hematokrit 35,0 % 37-47
MCV 68 fl 76-96
MCH 21,6 pg 27-32
18 November 2015
HEMATOLOGI KLINIK
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 8,6 g% 12-16
Pemeriksaan CT-Scan
10
Interpretasi : Ditemukan kalsifikasi
2.5 Diagnosis
2.6 Terapi
a. Non Farmakologi:
Istirahat (Bed Rest)
Perawatan metabolic
11
+ +
+ +
Dukungan Nutrisi
Terapi Okupasi
b. Farmakologi: +2 +2
Tgl. S O A P
17 feb Mencret 3 kali, kaki TD 160/90 mmHg Tetraparesis IVFD Futrolit 1 fls/Hari
2016 lemah, tangan tidak N 78x/menit
IVFD Asering 20 tetes/menit
bisa menggenggam,
nyeri saat BAK GCS E4V5M6 IV Citicollin 500 mg/12 jam
Pupil bulat isokor
IV Lapibal 20 mg/12 jam
3mm/3mm
RCL +/+ Cotrimoxazole tab 2x1
RCTL +/+
Gabapentin tab 2x1
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
18 feb Nyeri saat BAK, sakit TD 160/90 mmHg Tetraparesis IVFD Futrolit 1 fls/Hari
2016 BAB, Mencret, sakit GCS E4V5M6
IVFD Asering 20 tetes/menit
kepala Pupil bulat isokor
3mm/3mm IV Citicollin 500 mg/12 jam
12
+ +
+ +
+ +
+ +
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
19 feb Nyeri kepala, nyeri TD 140/90 mmHg Tetraparesis IVFD Futrolit 1 fls/Hari
2016 perut, nyeri saat BAK, GCS E4V5M6
IVFD Asering 20 tetes/menit
mencret, lemas, tidak Pupil bulat isokor
nafsu makan, nyeri 3mm/3mm IV Citicollin 500 mg/12 jam
pinggang RCL +/+
IV Lapibal 20 mg/12 jam
RCTL +/+
Kaku kuduk (-) IV Novalgin (K/P)
Meningeal (-)
Cotrimoxazole tab 2x1
Refleks fisiologis
Gabapentin tab 2x1
Refleks patologis Lacbon 3x1
(- / -) Transfusi PRC 2 Bag
Motorik Fisioterapi (+)
Sensorik
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
20 feb Tidak nafsu makan, TD 170/100 mmHg Tetraparesis IVFD Futrolit 1 fls/Hari
2016 BAK (N), BAB (N), GCS E4V5M6
IVFD Asering 20 tetes/menit
tidak bisa menahan Pupil bulat isokor
BAK 3mm/3mm IV Citicollin 500 mg/12 jam
RCL +/+
IV Lapibal 20 mg/12 jam
RCTL +/+
Kaku kuduk (-) IV Novalgin (K/P)
Meningeal (-)
Cotrimoxazole tab 2x1
Refleks fisiologis
Harnal tab 1x1
Refleks patologis Lacbon 3x1
(- / -) Transfusi PRC 2 Bag
Motorik Fisioterapi (+)
13
Sensorik
Otonom : +2 +2
BAK (+) +2 +2
BAB (+)
21 feb Inkontinensia Urin, TD 160/100 mmHg Tetraparesis IVFD Futrolit 1 fls/Hari
2016 BAK(N), BAB(N),
355 555 IVFD Asering 20 tetes/menit
mual, sakit pinggang,
sakit lutut 5 3 IV Citicollin 500 mg/12 jam
555 555
5 5 IV Lapibal 20 mg/12 jam
GCS E4V5M6 IV Novalgin (K/P)
Pupil
+ + Cotrimoxazole tab 2x1
bulat
+ + isokor Harnal tab 1x1
3mm/3mm Lacbon 3x1
RCL +/+ Transfusi PRC 2 Bag
RCTL +/+ Fisioterapi (+)
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
22 feb Nyeri ulu Hati, mual, TD 140/100 mmHg Tetraparesis IVFD Futrolit 1 fls/Hari
2016 terasa sesak, demam GCS E4V5M6
IVFD Asering 20 tetes/menit
sore, nafsu makan Pupil bulat isokor
menurun, bicara tidak 3mm/3mm IV Citicollin 500 mg/12 jam
jelas RCL +/+
IV Lapibal 20 mg/12 jam
RCTL +/+
Kaku kuduk (-) IV Novalgin (K/P)
Meningeal (-)
Cotrimoxazole tab 2x1
Refleks fisiologis
Harnal tab 1x1
Refleks patologis Lacbon 3x1
(- / -) Transfusi PRC 2 Bag
Motorik Fisioterapi (+)
Sensorik
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
23 feb Sakit kepala, mual, TD 150/110 mmHg Tetraparesis IVFD Futrolit 1 fls/Hari
2016 sakit dada, sakit GCS E4V5M6
IVFD Asering 20 tetes/menit
tenggorokan, Pupil bulat isokor
gangguan memori, 3mm/3mm IV Citicollin 500 mg/12 jam
BAK (N) RCL +/+
IV Lapibal 20 mg/12 jam
RCTL +/+
Kaku kuduk (-) IV Novalgin (K/P)
14
Meningeal (-) IV Metil Prednisolon 125
Refleks fisiologis
mg/12
+2 j +2
Refleks patologis IV+2
Sotatic
+21a/12j
(- / -)
Cotrimoxazole tab 2x1
Motorik
Harnal tab 1x1
355 555 Lacbon 3x1
5 3 Transfusi PRC 2 Bag
555 555 Fisioterapi (+)
5 5
Sensorik
+ +
+ +
Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
15
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
16
Gambar 1. Tulang belakang
17
dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri
vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior
dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis 5.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati
suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari
medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang
nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu 3,4,5:
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina 3,4.
18
Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra
3. 2. Parese
19
3.3 Tetraparese
20
- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
- Transverse myelitis Acute myelitis
- Anterior spinal artery occlusion
- Spinal cord compression
- Haemorrhage into syringomyelic cavaty
- Poliomyelitis
3.3.2 Epidemiologi
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di
Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena
cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2)
paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)
tetraparese komplet (18,5%) 9.
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau
hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
21
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese
flacsid 4,11,12.
22
Gambar 3. Lesi pada Lower motor neuron (LMN).
23
Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor
Neuron (LMN) 1.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau
selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi
herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat
melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat
menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal
lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim
kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini
kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa
enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui 1.
24
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat
ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah
terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika
kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis
serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut
bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi
lemak 1.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai
berikut 14:
25
adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan
medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau
material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah
bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada
Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat
mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat
meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera 8,9,15.
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku
26
M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda (C8)
27
lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri
basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral 16,17.
a. Penyakit infeksi
- Mielitis transversa
- Poliomielitis
Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula
spinalis yang mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula
spinalis setinggi servikal atas maka dapat menyebabkan kelemahan
pada anggota gerak atas dan bawah . Pada umumnya kelompok
motoneuron di segmen-segmen intumesensia servikal dan lumbalis
merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada
akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan
LMN adalah ekstremitas 1.
28
b. Polineuropati
29
ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu mulai dari ekstrimitas
atas yang turun ke ekstrimitas bawah 18.
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
30
Gambar 4. Sindrom Guillain Barr
d. Miastenia Grafis
31
Gambar 5. Miastenia Gravis
32
penyebab matinya sel-sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti
molekul radikal bebas dan kalsium kemungkinan juga ikut terlibat 22,23.
f. Spondilosis servikalis
33
Gambar 7. Spondilosis Servikalis
g. Spondilitis Tuberkulosa
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan
spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang
bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit
Pott, paraplegi Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2.(1,2,3,4).
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis
tulang dan sendi. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan
34
oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3
dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum
yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara
hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan
tulang. 6 hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan
fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi
tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan
tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling
sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya
mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral,
bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi
hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise,
discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian
depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal
sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap
pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus
menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang
yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah
ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra
di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi
ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia
35
paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus
sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan
dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.
Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea,
esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya
tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah
paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses
pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul
paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk
mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal
pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah
krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis
pada trigonum skarpei atau region glutea.14
3.3.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan
riwayat penyakit keluarga).
- Pemeriksaan penunjang :
Foto vertebrae servikal/lumbal→untuk mengetahui adanya
trauma, penyempitan maupun pergeseran susunan tulang
belakang.
Fungsi lumbal→untuk menyingkirkan beberapa penyakit
pembanding seperti sindrom guillain barr→adanya peningkatan
protein sito albumin yang disertai peningkatan jumlah selnya.
Elektromiografi→menunjukan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi
dan denervasi (pada penyakit ALS)
MRI.7
3.3.8 Penatalaksanaan
36
1. Medikamentosa
Kortikosteroid→ untuk mengurangi nyeri, juga dipercaya dapat
menghasilkan perbaikan neurologis.
Antidiabetika→ pada kasus-kasus yang diperburuk oleh penyakit
diabetes mellitus.
2. Terapi konservatif
a.Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak
vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
3. Fisioterapi :
Program : Infra Red, ROM (range of motion) dan meningkatkan
kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah.
Terapi Okupasi
Program :
3.3.9 Prognosis
Prognosis penderita dipengaruhi oleh pengobatan terhadap
penyebab tetraparesis itu sendiri. Diagnosis sedini mungkin dan
dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa
37
tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak
teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat.9
BAB 4
PENUTUP
38
gerakan terganggu. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan
oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Tetraparese dapat
disebabkan karena adanya kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) atau
kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) atau kerusakan di keduanya.
Kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi
di medula spinalis setinggi servikal atas, kerusakan pada Lower motor neuron
(LMN ) bisa mengenai motorneuronya, radiks, maupun pada otot itu sendiri. Jika
kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron
(LMN) maka lesinya pada Low cervical cord.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
14. Wagener L.M., Stewart A.J., Stenger M.K., Spinal Cord Injury a Guide for
Patients, University of Lowa Hospitals and Clinics, first edition, 2007.
15. Islam S.M., Terapi Stem Cell pada Cedera Medula Spinalis, Cermin Dunia
Kedokteran, SMF saraf Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2006.
16. Kim H. D.,Ludwig C.S., Vaccaro R.A., Chang J., Atlas Of Spine Trauma
Adult and Pediatric, Phyladelphia, 2008.
17. Japardi I., Cervical Injury, Fakultas Bagian Bedah USU digital Library, 2002
18. Snell S. R., Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, 2007:
154-59
19. Dawodu T. S., Spinal Cord Injury: Definition, Epidemiology,
Pathophysiology,www.emedicine.com, Mar 30, 2009.
20. Gondim A.A.F., Spinal Cord Trauma and Related Diseases. Department of
Physiology and Pharmacology Neurology Residency Program Director,
www.emedicine.com, Jan 24, 2008.
21. Platzer W., Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia Sistem Lokomotor
Muskuloskeletal & Topografi, Jilid I, edisi 6, 1997; 36-39.
22. Grundy D., Swain A., ABC of Spinal Cord Injury, Fourth edition, BMJ, 2002.
23. Harsono, Kapita selekta Neurologi, edisi kedua, Gajah Mada University Press,
2007; 319-27.
24. Rothman H., R., Simeone, A., F., The Spine, Second Edition, WB Saunders
Company, Phyladelphia London Toronto, 1982; Hal : 97-99.
41