Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi

adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikroorganisme) di dalam jaringan tubuh.

Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius

dan membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala

sisa neurologis yang serius dan memastikan kelangsungan hidup pasien.1,2

Penyakit infeksi pada anak yang mendapat perhatian khusus dan

membutuhkan perawatan intensif antara lain penyakit infeksi dan inflamasi sistem

saraf pusat yaitu meningitis dan ensefalitis. Meningitis dan ensefalitis dapat

bersifat primer atau hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik.1,2

Meningitis dan ensefalitis merupakan radang pada sistem saraf pusat.

Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau semua

lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang,

yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri

spesifik/non spesifik atau virus, sedangkan ensefalitis merupakan suatu

peradangan yang mengenai jaringan otak. Meningitis dan ensefalitis yang terjadi

secara bersamaan disebut meningoensefalitis.3,4,5,6,7

Insiden meningitis lebih tinggi di negara-negara berkembang karena

kurangnya akses pelayanan untuk pencegahan, seperti vaksinasi. Di negara-negara

berkembang, kejadian meningitis dilaporkan 10 kali lebih tinggi daripada di

negara-negara maju. Meningitis mempengaruhi semua ras. Hampir 4100 kasus

dengan 500 kematian yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, meningitis
1
bakteri terus menjadi sumber signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Kejadian

tahunan di Amerika Serikat adalah 1,33 kasus per 100.000 penduduk. Belum ada

data epidemiologi mengenai meningitis dan ensefalitis di Indonesia.8

2
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. H.H.T
Tanggal lahir : 29 Oktober 2011 (5 tahun)
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Alamat : Passo
No. rekam medik : 18 57 61
Tanggal pemeriksaan : 03 November 2016
Tanggal masuk RS : 29 Oktober 2016

B. Anamnesis (Aloanamnesis)
1. Keluhan utama
Lengan kiri dan tungkai kiri lemah dan sulit digerakkan
2. Anamnesis terpimpin
- Anamnesis sistematis
Dialami sejak ± 6 hari sebelum masuk rumah sakit, sebelum timbul
kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri pasien sempat kejang
beberapa kali, kejang seluruh badan dan mata menjeling ke atas, saat
kejang pasien tidak sadar, durasi setiap kali kejang kurang dari 5 menit
dan kejang diawali dengan demam tinggi. Pasien juga mengeluh nyeri
seluruh kepala hilang timbul yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk,
Sebelum dibawa ke RSUD Dr. M. Haulussy, pasien sempat dirawat di
rumah sakit di daerah Nabire Papua dan pasien dicurigai malaria.
Namun hasil laboratorium tidak menunjukkan pemeriksaan malaria
negatif. Mual muntah tidak ada, BAK dan BAB lancar normal. Pasien
memiliki riwayat radang tonsil yang terjadi berulang-ulang sejak usia 4
tahun. Riwayat trauma kepala tidak ada.

3
Riwayat imunisasi sejak lahir lengkap. Riwayat pemberian ASI
eksklusif sampai usia 6 bulan tanpa makanan tambahan.
- Riwayat kebiasaan: sering minum es manis sewaktu berumur 4 tahun.
- Riwayat pengobatan: pasien dirawat di RS Nabire sebelum dibawa ke
RSUD Haulussy Ambon. Obat-obat yang diberikan selama dirawat di
RS Nabire sudah tidak diingat keluarga pasien.
- Riwayat penyakit keluarga: tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan yang sama.
- Riwayat pekerjaan/keluarga/hobi: tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Status gizi : Kesan cukup
Kesadaran : Kompos mentis (GCS E4M6V5)
Tanda Vital
Tekanan darah :110/70 mmHg BB : 19 kg
HR : 102 x/menit, regular TB : 105 cm
Pernapasan : 21x/menit Status gizi : baik
Suhu : 37,5° C
Kepala : Bentuk normosefal, wajah simetris, deformitas (-)
Mata : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), ptosis (-), refleks kornea
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : Pendengaran normal, tofi (-/-), deformitas (-), serumen (-/-),
nyeri tekan prosesus mastoideus (-/-).
Hidung : Rinorea (-/-), deformitas (-), deviasi septum nasal (-),
pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), gigi geligi intak, perdarahan gusi (-), tonsil
T1-T1, faring normal, hiperemis (-), lidah bersih.

4
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
gondok (-), JVP 5-2 cm H2O, pembuluh darah teraba, kaku
kuduk (+), tumor (-).
Dada
1. Paru
a) Inspeksi
Gerakan napas simetris (kiri-kanan), bentuk simetris, venektasi (-),
pelebaran sela iga (-), benjolan (-), jaringan parut (-).
b) Palpasi
Tidak ada pergeseran trakea, nyeri tekan (-), fremitus taktil normal
(tidak meningkat maupun berkurang).
c) Perkusi
Paru kiri dan kanan sonor, batas bawah paru belakang setinggi torakal
X dan batas kanan lebih tinggi 1 jari dari batas kiri.
d) Auskultasi
Bunyi pernapasan : vesikuler kiri-kanan
Bunyi tambahan : ronki -/-, wheezing -/-
2. Jantung
a. Inspeksi
Iktus kordis tidak terlihat
b. Palpasi
Iktus kordis teraba pada ICS V sejajar midklavikula sinistra, kuat
angkat (+), thrill (-)
c. Perkusi
Pinggang jantung di ICS III dekstra, batas jantung di linea sternalis
dekstra, batas kiri jantung di linea midklavikula sinistra
d. Auskultasi
Bunyi jantung I/II murni regular normal, murmur (-), gallop (-)

5
Perut
a. Inspeksi : Datar, supel, purpura (-), ikterus (-), jaringan parut (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Peristaltik usus normal 6 kali/menit
Punggung
a. Inspeksi : Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), massa (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-)
c. Nyeri ketok : CVA (-/-)
d. Auskultasi : Vesikuler
e. Gerakan : Simetris kiri kanan
Alat genitalia : Tidak Diperiksa
Anus dan rektum : Tidak Diperiksa
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, sianosis (-/-), atrofi otot (-/-),
deformitas tungkai kiri (+), turgor kulit baik.

D. Status Neurologis
GCS : 15 (E4V5M6)
N. I : Dalam batas normal
N. II
Ketajaman penglihatan : Dalam batas normal
Lapangan pandang : Dalam batas normal
Funduskopi : Tidak diperiksa
N. III, IV, VI
Celah kelopak mata : Normal
Ptosis : (-)
Eksoftalmus : (-)
Ptosis bola mata : (-)
Pupil :
Ukuran/bentuk : OD: 3 mm/bulat, OS: 3 mm/bulat
Isokor/anisokor : Isokor

6
Refleks cahaya langsung/tak langsung : OD: +/+, OS:+/+
Refleks akomodasi : Normal
Gerakan bola mata
Parese ke arah : (-)
Nistagmus : (-)

N. V (Trigeminus)
Sensibilitas:
1. NV1 : Normal
2. NV2 : Normal
3. NV3 : Normal
Motorik : Inspeksi/palpasi (Istirahat/menggigit) : Simetris/sulit dievaluasi
Refleks dagu/masseter : Normal
Refleks kornea : +/+ mengedip

N. VII (Fasialis)
- Motorik: M. frontalis M. orbik. okuli M. orbik. oris
- Istirahat : simetris simetris simetris
- mimik : sulit dievaluasi sulit dievaluasi sulit dievaluasi
- Pengecap 2/3 lidah bagian depan: Sulit dievaluasi

N. VIII(Vestibulokoklearis)
- Pendengaran : Kesan normal
- Test rinne/weber : Sulit dievaluasi
- Tes Swabach : Sulit dievaluasi
- Fungsi vestibuler : Sulit dievaluasi

N. IX/X (Glosofaringeus/Vagus)
Posisi arkus faring : Di tengah
Refleks telan/muntah : Sulit dievaluasi
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Sulit dievaluasi
Suara : (+)
Takikardia/bradikardia : (-/-)

7
N. XI (Aksesorius):
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : Dapat dilakukan
Angkat bahu : Bahu kiri tidak dapat diangkat

N.XII (Hipoglosus):
Deviasi lidah : (-)
Fasikulasi : (-)
Atrofi : (-)
Tremor : (-)
Ataksia : (-)

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk : (+)
Tanda Kernig : Sulit dievaluasi
Brudzinski I : Sulit dievaluasi
Brudzinski II : Sulit dievaluasi

Ekstremitas
Motorik
Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Trofi otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Motorik 5 2 5 2

Tonus otot Eutoni Hipertoni Eutoni Hipertoni

Refleks fisiologik
 Biseps ……++…… …+++…… KPR .....++…… …+++.…
 Triseps ……++… …+++…… APR ……++…… …+++…
 Radius …...++…… …+++……
 Ulna ……..++…… …+++……

8
Klonus
Lutut : -/-
Kaki : -/-

Refleks patologik
Hoffman-trommer : -/-
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Schaefer : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-

Sensorik
Ekstroseptif
Nyeri : +/+
Suhu : +/+
Raba halus : +/+
Proprioseptif :+
Fungsi kortikal :+

Koordinasi dan kesimbangan


Tes jari hidung : +/-
Tes tumit : +/-
Tes pronasi supinasi : +/-
Tes telunjuk telunjuk : +/-
Tes romberg : sulit dievaluasi
Gait :-
Sistem otonom
Miksi : Spontan
Defekasi : Spontan

9
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium Darah Rutin
Dilakukan pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin pada tanggal 29-10-
2016, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah rutin An. H.H.T
Hematologi Hasil Nilai Rujukan Unit

WBC 17.7 4-10 [103/mm3]

RBC 4.33 3.8-6.5 [106/mm3]

HGB 9,9 11.5-17 [g/dL]

HCT 31.8 37-54 [%]

MCV 74,5 80-100 [fL]

MCH 23,2 27-32 [pg]

MCHC 31,1 32-36 [pg]

PLT 282 150-500 [103/mm3]

NEU 57.9 50-70 [%]

LYM 29.6 25-40 [%]

MON 2.3 2-8 [%]

EOS 3,1 2-4 [%]

LED 76 mm/jam

Kesan: Leukositosis, Anemia


b. Pemeriksaan foto polos kepala : tidak ditemukan kelainan.
F. Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis : Kejang, sefalgia, hemiparesis sinistra
Diagnosis Topis : Hemisfer serebri dekstra, meningen
Diagnosis Etiologi : Infeksi bakteri
Diagnosis Patologi : Inflamasi

10
Kesimpulan : Meningoensefalitis bakteri
G. Diagnosis Banding
 Tumor otak
 Malaria serebral
H. Penatalaksanaan
 IVFD/Venflon Nacl 0,9% 14-16 Tpm Mikrodrips
 Seftriakson 2x1 gr/IV
 Deksametason 2 x 1 Amp/ IV
 Ranitidin 2 x 1 amp/ IV
 Ketorolak 3 x 30 mg
 Vit B komplex 2x1 tab
 Konsul Fisioterapi
I. Prognosis
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanasionam : Dubia ad bonam
Ad vitam : Dubia ad bonam

11
J. Follow up
Tanggal/Jam Hasil Pemeriksaan, Analisa, Dan Tindak Lanjut

Catatan Perkembangan

S (Subjektif), O (Objektif), A P (Planning)


(Assessment)

31/10/2016 S: Nyeri kepala, lemah sisi kiri  IVFD/Venflon Nacl


09% 14-16 Tpm
O: GCS: E4M6V5
Mikrodrips
TD: -
 Seftriakson 2x1
HR: 120x/menit
gr/IV
P: 20x/menit
 Deksametason 2 x 1
S: 37,5o C
Amp/ IV
Mata: pupil isokor
 Ranitidin 2 x 1 amp/
Ekstremitas: KM 5 2
IV
5 2
 Ketorolak 3 x 30 mg
Kesan hemiparesis sinistra
 Vit B komplex 2x1
Kaku kuduk (+)
tab
Refleks patologi babinski (-).
 Konsul Fisioterapi
A: Meningoensefalitis bakteri
03/11/2016 S: nyeri kepala, kejang (-), lemah  IVFD/Venflon Nacl
sisi kiri, Belum BAB 3 hari 09% 14-16 Tpm
Mikrodrips
O: GCS: E4M6V5
 Seftriakson 2x1
TD: -
gr/IV
HR: 120x/menit
 Deksametason 2 x 1
P: 20x/menit
Amp/ IV
S: 37,5o C
 Ranitidin 2 x 1 amp/
Mata: pupil isokor
IV
Abdomen : cembung, supel,
NT(-), peristaltik usus (+)  Ketorolak 3 x 30 mg
4x/menit berkurang.
12
Ekstremitas: KM 5 2  Vit B komplex 2x1
5 2 tab
Kesan hemiparesis sinistra  Dulkolax supp 5 mg
Kaku kuduk (+)  Diet tinggi serat
Refleks patologi babinski (-).  Konsul Fisioterapi
A: Meningoensefalitis bakteri
04/11/2016 S: nyeri kepala, kejang (-), lemah  IVFD/Venflon Nacl
sisi kiri. 09% 14-16 Tpm
Mikrodrips
O: GCS: E4M6V5
 Seftriakson 2x1
TD: -
gr/IV
HR: 118x/menit
 Deksametason 2 x 1
P: 21x/menit
Amp/ IV
S: 36,8o C
 Ranitidin 2 x 1 amp/
Mata: pupil isokor
IV
Abdomen : cembung, supel,
NT(-), peristaltik usus (+)  Ketorolak 3 x 30 mg
7x/menit normal  Vit B komplex 2x1
Ekstremitas: KM 5 3 tab
5 3  Diet tinggi serat
Kesan hemiparesis sinistra  Konsul Fisioterapi
Kaku kuduk (-)
Refleks patologi babinski (-).
A: Meningoensefalitis bakteri
05/11/2016 S: nyeri kepala berkurang, kejang  Sefadroksil kapsul
(-), lemah sisi kiri. 2x250 mg
 Noosefal sirup 2x
O: GCS: E4M6V5
CTH 1
TD: -
 Boleh pulang
HR: 120x/menit
(kontrol di poli)
P: 20x/menit

13
S: 36,5o C
Mata: pupil isokor
Abdomen : cembung, supel,
NT(-), peristaltik usus (+)
7x/menit normal
Ekstremitas: KM 54
54
Kesan hemiparesis sinistra
Kaku kuduk (-)
Refleks patologi babinski (-).
A: Meningoensefalitis bakteri

14
DISKUSI

Pasien laki-laki umur 5 tahun datang dengan keluhan kelemahan pada

lengan kiri dan tungkai kiri yang Dialami sejak ± 6 hari sebelum masuk rumah

sakit, sebelum timbul kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri pasien sempat

kejang beberapa kali, kejang seluruh badan dan mata menjeling ke atas, saat

kejang pasien tidak sadar, durasi setiap kali kejang kurang dari 5 menit dan kejang

diawali dengan demam tinggi. Pasien juga mengeluh nyeri seluruh kepala hilang

timbul yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, Sebelum dibawa ke RSUD Dr. M.

Haulussy, pasien sempat dirawat di rumah sakit di daerah Nabire Papua dan

pasien dicurigai malaria. Namun hasil laboratorium tidak menunjukkan

pemeriksaan malaria negatif. Mual muntah tidak ada, BAK dan BAB lancar

normal. Pasien memiliki riwayat radang tonsil yang terjadi berulang-ulang sejak

usia 4 tahun. Riwayat trauma kepala tidak ada. Riwayat imunisasi sejak lahir

lengkap. Riwayat pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan tanpa makanan

tambahan.

Pada pemeriksaan fisik ditemuan kesadaran kompos mentis, GCS E4V5M6.

Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 102 x/menit, pernapasan 21x/menit, suhu

37,50C, kaku kuduk (+), pemeriksaan motorik hipotoni ekstremitas sinistra.

Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan peningkatan

laju endap darah. Pada pemeriksaan foto polos kepala tidak ditemukan kelainan.

A. Definisi Meningoensefalitis

Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya

yaitu serebromeningitis, ensefalomeningitis, meningoserebritis. Meningitis adalah

15
radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus,

riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan

ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,

cacing, protozoa, jamur, riketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat

dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan

sehingga disebut meningoensefalitis. 8,9 10,11

Meningoensefalitis dapat terjadi karena selama meningitis bakteri,

mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam

parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis,

reaksi radang mencapai cairan serebrospinal (CSS) sehingga menimbulkan gejala-

gejala iritasi meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan

ensefalitis dan pada beberapa agen etiologi dapat menyerang meningen maupun

otak misalnya enterovirus.12,13

Pada kasus ini dikatakan meningoensefalitis bakteri karena terdapat

demam, gejala neurologik fokal seperti kelemahan ekstremitas kiri dan kejang.

Peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala. Terdapat tanda rangsangan

meningeal (kaku kuduk). Serta pada pemeriksaan darah rutin didapatkan

leukositosis dan peningkatan Laju Endap Darah yang semakin mengarah ke

diagnosis meningoensefalitis bakteri.

B. Etiologi Meningoensefalitis

Meningoensefalitis bakteri jauh lebih berat daripada agen penyebab virus.

Penyebab meningoensefalitis terbagi atas beberapa golongan umur:5,16

1. Neonatus: E. Koli, Streptokokus beta hemolitikus, Listeria monositogenes

16
2. Anak di bawah 4 tahun: Hemofilus influenza, meningokokus, Pneumokokus.

3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa: Meningokokus, Pneumokokus.

Sehingga apabila disesuaikan dengan kasus pasien di atas, pasien yang

berumur 5 tahun kemungkinan agen penyebab infeksi meningoensefalitis bakteri

adalah meningokokus, pneumokokus.

C. Epidemiologi Meningoensefalitis

Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan etiologi dan hubungannya

dengan sumber pelayanan medis. Insiden ini lebih tinggi di negara-negara

berkembang karena kurangnya akses pelayanan untuk pencegahan, seperti

vaksinasi. Di negara-negara berkembang, kejadian meningitis dilaporkan 10 kali

lebih tinggi daripada di negara-negara maju. Meningitis mempengaruhi semua ras.

Di Amerika Serikat, orang kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dari orang kulit

putih dan orang Hispanik. Hampir 4100 kasus dengan 500 kematian yang terjadi

setiap tahun di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus menjadi sumber

signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di Amerika Serikat

adalah 1,33 kasus per 100.000 penduduk.8,17

Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150-

3000 kasus, yang kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika

Serikat. Kebanyakan kasus herpes virus ensefalitis di Amerika Serikat. Arbovirus

ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari daerah

ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis adalah tipe yang paling

umum, ensefalitis arbovirus di Amerika Serikat, dan ensefalitis Jepang adalah tipe

17
yang paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis lebih sering terjadi pada anak-

anak dan orang dewasa muda.18,19

Dari segi epidemiologi, kasus sesuai dengan teori di atas yang mengatakan

bahwa angka kejadian meningitis ditemukan 10 kali lebih banyak di negara

berkembang. Sedangkan kasus ensefalitis banyak ditemukan pada anak dan orang

dewasa muda.

D. Patofisiologi Meningoensefalitis

Infeksi primer pada kasus ini yang diperoleh dari anamnesis adalah

riwayat tonsilitis berulang sejak usia 4 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang

mengatakan bahwa meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk

melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan

kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk

sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran

langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian

tengah, tonsilitis berulang dan sinus paranasalis. Mula-mula terjadi peradangan

supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat,

trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang

sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan timbul edema, perlunakan,

dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian

melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di

sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan

limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat

18
membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang

subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.2

E. Manifestasi Klinis Meningoensefalitis

Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala

meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomitus) diikuti

oleh perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal,

tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik.

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis secara umum sama

berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang, dan penurunan kesadaran.

Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.

Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan.

Masa prodormal berlangsung antara 1-4 hari yang ditandai dengan demam, sakit

kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri pada ekstremitas dan

pucat, kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung

distribusi dan luasnya lesi pada neuron.17,18,19

Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas

tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang,

minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang 44%

anak dengan penyebab H. influenza, 25% oleh Streptokokus pneumonia, 78%

oleh streptokokus dan 10% oleh infeksi meningokokus. Gangguan kesadaran

berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan

hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang,

menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk dan tanda Kernig

19
dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi, sakit

kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensorik, fotofobia, mudah

terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk,

tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa

permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat

sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya

dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku

kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena

septikimia.2,18

Gejala klinis meningitis dan ensefalitis pada anak umur lebih 2 tahun lebih

khas dibandingkan anak yang lebih muda. Gejala tersebut antara lain terdapatnya

panas, menggigil, muntah, nyeri kepala, kejang, gangguan kesadaran, dan yang

paling utama terdapatnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti kaku kuduk,

tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque. 2,18

Sesuai dengan kasus menunjukkan gejala yang sama dengan teori yaitu

kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri dan kejang (tanda-tanda neurologik

fokal), nyeri seluruh kepala (tanda peningkatan tekanan intrakranial) dan demam.

Tanda rangsangan meningeal seperti kaku kuduk juga ditemukan pada pasien.

Walaupun tidak semua gejala muncul sesuai dengan teori seperti tidak ada

gangguan/penurunan kesadaran pada pasien. Hal ini dikarenakan berat ringannya

gejala dan tanda yang timbul pada meningoensefalitis tergantung distribusi dan

luasnya lesi pada neuron.

20
F. Diagnosis Meningoensefalitis

Selain berdasarkan gejala yang muncul berdasarkan anamnesis dengan

pasien, beberapa hal yang dapat mendukung diagnosis meningitis adalah

munculnya tanda-tanda rangsangan meningeal pada pasien. Tanda-tanda

rangsangan meningeal tersebut adalah sebagai berikut:11

1. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi

dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan

tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri sehingga dagu tidak

dapat disentuhkan ke dada. Kaku kuduk yang disebabkan oleh iritasi selaput

otak tahanan didapatkan ketika menekukan kepala, sedangkan bila kepala

hiperekstensi dan rotasi kepala dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan

pada kelainan lain (miositis otot kuduk, artritis servikalis, tetanus) biasanya

rotasi dan hiperekstensi kepala terganggu.11

Pemeriksaan kaku kuduk ditemukan positif (+) pada pasien ini yang

menandakan ada suatu proses spesifik di selaput meningen.

2. Pemeriksaan tanda Lasegue

Pasien berbaring terlentang diluruskan kedua tungkainya. Kemudian satu

tungkai diangkat lurus dan difleksikan pada persendian panggul. Tungkai sisi

sebelahnya harus dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal dapat

mencapai sudut 70 derajat sebelum timbulnya rasa nyeri atau tahanan, bila

sudah terdapat nyeri atau tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka dapat

dikatakan Lasegue positif. Tanda Lasegue juga ditemukan pada keadaan

21
iskialgia, iritasi akar lumbosakral atau pleksusnya (misalnya pada HNP

Lumbal).11

Pada pasien ini, pemeriksaan tes lasegue sulit dilakukan/dievaluasi.

3. Pemeriksaan tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, lalu difleksikan paha pada persendian panggul

sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada

persendian lutut. Biasanya dapat dilakukan ekstensi hingga sudut tangan 135°

antara tungkai bawah dan tungkai atas. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi

sendi lutut tidak mencapai sudut 135° yang disertai nyeri dan adanya tahanan.

Seperti pada tanda Lasegue, tanda Kernig positif terjadi pada keadaan iritasi

meningeal dan iritasi akar lumbosakral atau pleksusnya (misalnya pada HNP

Lumbal). Pada meningitis tanda Kernig positif bilateral sedangkan HNP

Lumbal Kernig positif unilateral.11

Pemeriksaan tes kernig sulit dilakukan/dievaluasi pada pasien.

4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya

dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan

fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I

positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai.11

Pemeriksaan tes brudzinski 1 sulit dilakukan/dievaluasi pada pasien.

5. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi paha pada sendi panggul

sedangkan tungkai satunya lagi dalam keadaan ekstensi. Tanda Brudzinski II

22
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi pada sendi panggul

kontralateral.11

Dalam kasus pasien ini, pemeriksan tes brudzinski 2 sulit

dilakukan/dievaluasi.

Selain berdasarkan anamnesis dan gejala klinis yang muncul, ada beberapa

pemeriksaan penunjang yang mampu mendiagnosis meningoensefalitis. Beberapa

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis

meningoensefalitis adalah pemeriksaan pungsi lumbal, pemeriksaan darah, dan

pemeriksaan radiologis.

1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan

serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan

campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.

Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan serebrospinal,

biasanya disertai limfositosis, peningkatan protein, dan kadar glukosa yang

normal. Penyebab dengan Mikobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan

cairan otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan

meningkat, gula menurun, klorida menurun. Pemeriksaan cairan serebrospinal

pada amuba meningoensefalitis yang diperiksa secara mikroskopik, mungkin

dapat ditemukan trofozoit amuba. Penyebab dengan Toksoplasma gondii

didapat protein yang meningkat, kadar glukosa normal atau turun. Penyebab

dengan kriptokokus, tekanan cairan otak normal atau meningkat, protein

meningkat, kadar glukosa menurun. Lumbal pungsi tidak dilakukan bila

23
terdapat edema papil, atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Pada

kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan massa

dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT scan atau MRI

kepala.2,11,18,20

Pada tabel berikut ditampilkan hasil analisa cairan serebrospinal pada

beberapa jenis meningitis:

Tabel 2. Hasil analisis cairan serebrospinal pada beberapa jenis meningitis 17

Tes Meningitis Bakterial Meningitis Virus Meningitis TBC

Warna Keruh Jernih Xanthochromia

Jumlah sel > 1000/ml < 100/ml Bervariasi

Jenis sel Predominan PMN Predominan MN Predominan MN

Protein Sedikit meningkat Normal/meningkat Meningkat

Glukosa Normal/menurun Biasanya normal Rendah

Pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan pada pasien karena merupakan prosedur

yang sangat invasif pada pasien anak-anak dan dikhawatirkan tidak kooperatif saat

prosedur ini.

2. Pemeriksaan Darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit,

kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan

peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya

terdapat kenaikan jumlah leukosit. Gangguan elektrolit sering terjadi karena

dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran

hormon anti diuretik yang menurun. Pada Mikobakteri tuberkulosa, leukosit

meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuklear yang dominan,


24
pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah leukosit meningkat sampai

20.000, dan tes tuberkulin sering positif. 2,11

Pada pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan pada pasien

didapatkan leukositosis 17.700 mm3 dan peningkatan LED 76 mm/jam yang

mengarah ke diagnosis meningoensefalitis bakteri.

3. Pemeriksaan Radiologis

CT scan dan MRI otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa

dan menunjukkan edema otak. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab

herpes simpleks, diagnosis dini dapat dibantu dengan imunoasai antigen virus

dan PCR untuk amplifikasi DNA virus. Elektroensefalografi (EEG)

menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak difus.15

Apabila disesuaikan dengan kasus, pada pasien tidak dilakukan

pemeriksaan CT-Scan atau MRI karena keterbatasan sarana penunjang ini.

G. Tatalaksana Meningoensefalitis

Pengobatan suportif diberikan dalam kebanyakan kasus meningitis virus

dan ensefalitis. Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv

setiap 8 jam selama 10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga

efektif terhadap virus Varisela zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk

kortikosteroid, interferon, atau terapi adjuvan lain pada ensefalitis virus dan yang

disebabkan oleh bakteri dapat diberikan kloramfenikol 50-75 mg/kg bb/hari

maksimum 4 gr/hari.13,9

Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E. Koli,

Steptokokus grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida,

25
dengan menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Meningitis tuberkulosis

diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol. Herpetik

meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravena, sitarabin atau antimetabolit

lainnya. Pengobatan meningoensefalitis amuba dilakukan dengan memberikan

amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. 20

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah antibiotik golongan

sefalosporin generasi ke 3 (seftriakson). Antibiotik ini merupakan spektrum luas.

Pasien tidak diberikan antibiotik spesifik gram (+) atau (-) karena belum

dilakukan kultur bakteri untuk menentukan penyebab meningoensefalitis.

Sedangkan deksametason yang diberikan pada pasien ini bertujuan untuk anti

inflamasi. Ranitidin, ketorolak dan vitamin B kompleks masing-masing diberikan

sebagai terapi simptomatis untuk mencegah stres lambung, mengatasi nyeri

kepala, dan sebagai vitamin.

H. Prognosis

Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan

pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan

penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama

perawatan. Prognosisnya jelek pada bayi berumur < 2 tahun dan orang tua > 60

tahun. Prognosis juga tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari,

antibiotik yang diberikan, hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala

atau sakit sebelum dirawat, serta adanya kondisi patologik lainnya.2,8

Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan

dari rumah sakit akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan

26
koklea belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan

pendengaran.14

Pada kasus ini prognosisnya masih ragu-ragu dikarenakan gejala

kelemahan lengan kiri dan tungkai kiri masih ada walaupun waktu pulang sudah

semakin membaik dari hari-hari perawatan sebelumnya di rumah sakit. Evaluasi

terhadap pemberian antibiotik dan kontrol di poliklinik/dokter ahli saraf sangat

membantu untuk mengevaluasi keadaan pasien ke depan.

27
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Diagnosis pasien pada laporan kasus ini ditegakkan dari hasil

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang yang tersedia.

Pasien didiagnosis meningoensefalitis bakteri karena terdapat keluhan

kelemahan pada ekstremitas kiri, nyeri seluruh kepala, kejang dan demam.

Dan terdapat riwayat mengalami infeksi tenggorokan (tonsilitis) yang

berulang sejak usia 4 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kaku kuduk

(+) dan hipotoni pada ekstremitas kiri.

Hal ini dapat menjadi dasar pasien didagnosis dengan

meningoensefalitis bakteri. Pemeriksaan darah rutin menunjukkan

leukositosis dan peningkatan laju endap darah. Hal ini semakin mengarah ke

diagnosis meningitis bakteri.

A. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan :

1. Mengedukasi orang tua pasien agar mengurangi konsumsi es manis/air

es agar tidak terjadi tonsilitis

2. Mejelaskan kepada orangtua pasien tentang penyakit anaknya dan

menjelaskan juga mengenai berbagai penyakit yang bisa menyebabkan

infeksi ke otak.

3. Minum obat yang diberikan dokter secara teratur dan rutin kontrol ke

dokter ahli saraf

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat. Jakarta

2. Gogor Mesadona, Anne Dina Soebroto, Riwanti Estiasari. 2015. Diagnosis dan

Tatalaksana Meningitis Bakterialis. CDK-224 vol 42 no 1:15-1

3. Hoffman O & Weber J R. 2009Pathophysiology and treatment of bacterial

meningitis.401-412

4. Domingo P, Pomar V, Benit N & Coll N.2013. The spectrum of acute bacterial

meningitis in elderly patients. Domingo et al. BMC Infectious Diseases

5. E.M. Der1, R.K. Gyasi1, M. Mutocheluh2 and J.T. Anim. 2015. HIV co-infection

and mortality pattern of purulent meningitis: A 5 year retrospective autopsy study

at the Korle-Bu Teaching Hospital. 1(4): 13-20 © UDS Publishers Limited All

Right Reserved 2026-6294

6. Bamberger D M. 2010. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of

Meningitis. 82(12):1491-1498

7. Bitnun A & Susan E Richardson S E. 2015. Childhood encephalitis in Canada in

2015. Vol 26

8. Lazoff M. Encephalitis. [Online] February 26, 2010 [Cited Nov 5, 2016].

Available from: URL;

www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/htm

9. Pilalas D, Skoura L, Margariti A, Chatzidimitriou D, Sarantopoulos A,

Tsachouridou O, Papa A & Metallidis S. 2017. West Nile virus meningitis in a

29
patient with human immunodeficiency virus type 1 infection. Department of

Internal Medicine, AHEPA University Hospital.

10. Michael C. Thigpen, M.D., Cynthia G. Whitney, M.D., M.P.H., Nancy E.

Messonnier, M.D., Elizabeth R. Zell, M.Stat., Ruth Lynfield, M.D.,Dkk. 2011.

Bacterial Meningitis in the United States, 1998–2007. 364;21

11. E Lee Ford-Jones MD, Daune MacGregor MD,Dkk. 1998. Acute childhood

encephalitis and meningoencephalitis: Diagnosis and management. Vol 3 No 1

12. Kennedy P G E. Viral Encephalitis: Causes, Differential Diagnosis, And

Management. Neurol Neurosurg Psychiatry 2004;75(Suppl I):i10–i15. doi:

10.1136/jnnp.2003.034280

13. Rodrigo, Hasbun. 2015. Meningitis. www.emedicine.medscape.com (diakses

November 2015)

14. Meningitis and Encephalitis (December 4, 2017) at:

https://labtestsonline.org/conditions/meningitis-and-encephalitis

15. P J Newton, W Newsholme, N S Brink, H Manji, I G Williams, R F Mille.

2002.Lesson of the week Acute meningoencephalitis and meningitis due to

primary HIV infection. Vol 325

16. A Chaudhuri and P G E Kennedy. 2008.Diagnosis and treatment of viral

encephalitis. 78;575-583

17. Rodrigo Hasbun, MD, MPH; Chief Editor: Michael Stuart Bronze, MD. 2017.

Meningitis Treatment & Management at :

https://emedicine.medscape.com/article/232915-treatment

30
18. Husbun R. 2017. Menginitis Treatment & Management at :

https//emedicine.medscape.com/article/2329115-treatment

19. Wang Y J, Chiua NC, Ho CS & Chia H. 2016. Comperasion of Childhood Aseptic

Menginitis with Batcerial in a Tertiary Children’s Hospital of Taiwan. Vol 1.

Taiwan

20. Tacon L T & Flower O. 2012. Diagnosis and Management of Bacterial Meningitis

in the Paediatric Population: A Review. Hindawi Publishing Corporation

Emergency Medicine International.

31

Anda mungkin juga menyukai