Anda di halaman 1dari 14

35

3. METODE PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai


penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah melalui proses
sebambangan. Supaya mendapatkan gambaran rinci dan mendalam mengenai
penyesuaian perkawinan, maka peneliti menggunakan pendekatan kualititatif
dengan tipe penelitian yaitu studi kasus.
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendekatan penelitian, meliputi
penjabaran tentang penelitian kualitatif, partisipan penelitian, teknik pengambilan
sampel, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, serta prosedur
penelitian.

3.1. Pendekatan Penelitian


3.1.1. Penelitian Kualitatif
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri
pasangan yang menikah melalui proses sebambangan. Jadi, data yang
dikumpulkan merupakan penghayatan pribadi subyek terhadap perkawinannya
hingga saat penelitian ini berlangsung, dimana faktor-faktor penyesuaiannya
antara satu individu yang satu dengan yang lain dapat berbeda-beda. Atas dasar
perbedaan inilah, maka penelitian menggunakan analisis kualitatif melalui studi
kasus dari beberapa partisipan dengan karakteristik yang telah ditentukan
sebelumnya.
Menurut Poerwandari (2005), penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Mendasarkan diri pada kekuatan narasi. Dengan kata lain, penelitian kualitatif
sangat memerlukan elaborasi naratif untuk memungkinkan pembaca
memahami kedalaman, makna, dan interpretasi terhadap keutuhan fenomena.
b. Studi dalam situasi ilmiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk
memanipulasi setting penelitian, melainkan melakukan studi terhadap suatu
fenomena dalam situasi dimana fenomena tersebut ada.
c. Analisis induktif yang secara khusus berorientasi pada eksplorasi, penemuan,
dan logika induktif (peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


36

penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan


mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut
menampilkan diri).
d. Kontak personal langsung: peneliti di lapangan agar peneliti memperoleh
pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi nyata kehidupan sehari-hari.
e. Perspektif holistik untuk memperoleh pemahaman menyeluruh dan utuh
tentang fenomena yang diteliti.
f. Perspektif dinamis, perspektif “perkembangan”. Penelitian kualitatif melihat
gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang, sebagai suatu hal
yang wajar, sudah diduga sebelumnya, dan tidak dapat dihindari.
g. Orientasi pada kasus unik. Penelitian kualitatif yang baik akan menampilkan
kedalaman dan detail, karena fokusnya memang penyelidikan yang mendalam
pada sejumlah kecil kasus.
h. Bersandar pada netralitas-empatis. Empati mengacu pada sikap peneliti
terhadap subjek yang dihadapi dan diteliti, sementara netralitas mengacu pada
sikap peneliti menghadapi temuan penelitian.
i. Ada fleksibilitas desain. Desain kualitatif memiliki sifat luwes, akan
berkembang sejalan dengan berkembangnya pekerjaan lapangan, tidak dapat
secara jelas-lengkap-pasti ditentukan di awal sebelum dilaksanakannya
pekerjaan lapangan. Namun, desain awal disusun sebaik mungkin, yang akan
menentukan fokus pertama, rencana-rencana pengamatan dan wawancara, dan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
j. Sirkuler. Pendekatan kualitatif tidak selalu mengikuti tahap-tahap kaku
terstruktur seperti yang berlangsung dalam penelitian kuantitatif.
k. Peneliti adalah instrumen kunci. Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan
besar dalam menentukan seluruh proses penelitian. Mulai dari memilih topik,
mendekati topik, mengumpulkan data hingga menganalisis dan melakukan
interpretasi.

3.1.2. Tipe Penelitian


Punch (dalam Poerwandari, 2005) membagi tipe penelitian kualitatif ke
dalam empat jenis, yaitu desain penelitian kualitatif, studi kasus, etnografi, dan

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


37

grounded theory. Dalam penelitian ini, dilakukan tipe penelitian studi kasus untuk
memperoleh jawaban dari suatu permasalahan. Dengan menggunakan tipe
penelitian studi kasus, diharapkan dapat memperoleh gambaran jelas dari suatu
kasus secara spesifik, yakni gambaran mengenai penyesuaian perkawinan pada
pasangan yang menikah melalui proses sebambangan.
Ada tiga tipe penelitian studi kasus menurut Punch (dalam Poerwandari,
2005), yaitu tipe studi kasus intrinsik dimana suatu penelitian dilakukan karena
ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus tanpa maksud untuk
menghasilkan konsep atau teori; tipe studi kasus instrumental dimana penelitian
dilakukan untuk memahami isu dengan lebih baik dan juga untuk
mengembangkan dan memperhalus teori; tipe studi kasus kolektif dimana
penelitian dilakukan terhadap beberapa kasus, tujuannya adalah untuk
mempelajari fenomena/populasi/kondisi umum yang lebih mendalam. Di dalam
penelitian ini, jenis studi kasus yang digunakan adalah studi kasus instrumental

3.2. Partisipan Penelitian


3.2.1. Karakteristik Partisipan
Kriteria partisipan yang ditentukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pasangan suami isteri yang menikah melalui proses sebambangan
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu
ingin mengetahui bagaimana gambaran penyesuaian diri pasangan yang
menikah melalui proses sebambangan, maka partisipan yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah pasangan suami isteri

2. Usia Partisipan
Usia yang ditentukan adalah pasangan yang berada pada pembagian
rentang usia menurut Papalia, Olds, & Feldman (2003) yaitu berada pada
rentang usia dewasa muda hingga dewasa madya. Atas dasar bahwa
keberhasilan tugas perkembangan dewasa muda di kehidupan perkawinan
ketika seseorang memasuki masa dewasa madya dipengaruhi oleh kehidupan
perrkawinan di masa dewasa muda, maka selain mencari partisipan yang
berada pada usia dewasa muda peneliti juga mencari partisipan yang telah

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


38

memasuki usia dewasa madya. Kehidupan perkawinan di masa dewasa madya


dipengaruhi oleh penyesuaian terhadap perubahan peran, penyesuaian diri
dengan pasangan, penyesuaian kehidupan seksual, penyesuaian dengan pihak
keluarga pasangan, penyesuaian diri dengan masa menjadi kakek atau nenek
(Hurlock, 1993)

3. minimal lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMA) atau sederajat


Alasan yang melatarbelakangi penetapan ini adalah demi alasan
kelancaran dalam proses komunikasi (wawancara) antara peneliti dan
partisipan. Peneliti berasumsi bahwa dengan tingkat pendidikan minimal
lulusan SMA, maka partisipan dapat memahami maksud dari setiap
pertanyaan yang diajukan dengan baik atau sesuai harapan peneliti

4. pasangan merupakan suku Lampung jurai Saibatin maupun jurai Pepadun


Peneliti tidak hanya memusatkan pada pasangan yang berasal dari suku
Pepadun yang memang masih banyak ditemukan kasus kawin lari di
daerahnya. Namun, peneliti juga mewawancarai pasangan dari Lampung
Saibatin. Alasan pemilihan ini karena peneliti ingin juga mengetahui
perbedaan karakteristik masyarakat Lampung Pepadun serta Saibatin.

3.2.2. Jumlah Kasus yang Diteliti


Penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus yang
sedikit karena lebih fokus pada kedalaman dan proses selama penelitian
berlangsung. Satu kasus tunggal pun dapat dipakai, bila secara potensial memang
sangat sulit bagi peneliti memperoleh kasus yang lebih banyak, dan bila dari kasus
tunggal tersebut memang diperlukan sekaligus dapat diungkap informasi yang
sangat mendalam (Banister dalam Poerwandari, 2005).
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 3 orang pasangan. Satu
pasangan Lampung Pepadun yang usia perkawinannya 1 tahun, satu pasangan
Lampung Saibatin yang usia perkawinannya 12 tahun, serta satu pasangan yang
usia perkawinannya 32 tahun.

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


39

Untuk menambah informasi mengenai sebambangan baik di masyarakat


Lampung Pepadun maupun di Lampung Saibatin, peneliti juga melakukan
wawancara kepada ketua adat Lampung Pepadun di daerah Kota Alam, Lampung
Utara. Selain itu, peneliti juga mewawancarai salah satu pengajar di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pengetahuan jurusan Sejarah Universitas Lampung.

3.3. Teknik Pengambilan Sampel


Partisipan penelitian diperoleh melalui teknik accidental sampling. Teknik
acidental sampling didasarkan pada kemudahan (waktu yang sempat untuk
mengambil data) dalam mencari populasi sampel (Kumar, 1999). Sebaiknya, jika
memperoleh sampel accidental sampling, peneliti menggunakan kehati-hatian
yang tinggi dalam melakukan analisis dan interpretasi data (Kerlinger & Lee,
2000).
Teknik penelitian accidental sampling ini tergolong non-probability
sampling atau non-random sampling, yaitu tidak seluruh anggota populasi
mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi subyek penelitian, hanya
individu yang memenuhi karakteristik penelitian dan yang dapat dijumpai saja
yang diteliti (Kerlinger & Lee, 2000). Desain penelitian non-probability sampling
atau non-random sampling digunakan jika jumlah elemen dalam suatu populasi
tidak diketahui atau tidak dapat diidentifikasi (Kumar, 1999).
Pengambilan sampel ini juga dilakukan berdasarkan kasus tipikal. Jadi,
kasus yang diambil adalah yang dianggap mewakili kelompok ‘normal’ dari
fenomena yang diteliti. Data yang dihasilkan tidak dimaksudkan untuk
digeneralisasi secara statistis, mengingat sampel tidak bersifat definitif (pasti)
melainkan ilustratif (memberi gambaran tentang kelompok yang dianggap normal
mewakili fenomena yang diteliti). Dalam pendekatan ini, suatu objek atau lokasi
penelitian dipilih bukan karena ciri-cirinya yang ekstrim atau sangat berbeda,
melainkan karena objek atau lokasi tersebut secara tipikal dapat mewakili
fenomena yang diteliti (Patton dalam Poerwandari, 2005).
Dalam mencari sampel atau partisipan, peneliti mencari informasi dari
beberapa kenalan. Partisipan disesuaikan dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


40

3.4. Metode Pengumpulan Data


Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperoleh data
kualitatif, diantaranya observasi, wawancara, focus group discussion, penelitian
parsipatoris/aksi, dokumen, data visual, audio, materi, dan sebagainya
(Poerwandari, 2005). Sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian ini, maka
metode yang dianggap paling tepat untuk penelitian ini adalah metode wawancara
karena studi ini dapat menggali data dengan lebih mendalam, dengan penunjang
berupa metode observasi langsung karena tidak semua metode pengumpulan data
sesuai untuk mendapatkan data secara kualitatif (Poerwandari, 2005).

3.4.1. Metode Wawancara


Stewart dan Cash (2000) mendefinisikan wawancara sebagai berikut.
”interview is an interactional communication process between two parties, at least one of
whom has a predetermined and serious purpose, and usually involves the asking and
answering of questions”.

Definisi lain mengenai wawancara adalah percakapan dan tanya jawab


yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan
bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna subjektif
yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud
melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan
oleh pendekatan lain (Banister dalam Poerwandari, 2005)
Dalam penelitian ini, pendekatan wawancara yang digunakan adalah
wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka. Bentuk wawancara ini,
pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan
penjabarannya dalam kalimat. Peneliti diharapkan dapat melaksanakan
wawancara dengan sekuensi yang tercantum. Keluwesan dalam mendalami
jawaban terbatas, tergantung pada sifat wawancara dan keterampilan peneliti
(Poerwandari, 2005).
Wawancara yang dilakukan perlu memperhatikan beberapa hal, salah
satunya peneliti perlu menggunakan pertanyaan terbuka, bukan pertanyaan
tertutup. Pertanyaan tertutup hanya akan menarik jawaban ya / tidak atau jawaban
lain sesuai dengan alternatif yang tersedia dan tidak mengajak responden untuk
bercerita lebih lanjut. Dengan pertanyaan tertutup, peneliti akan sulit

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


41

mengembangkan pemahaman tentang pemikiran dan perasaan responden


(Poerwandari, 2005). Secara umum, peneliti akan memulai wawancara dari
pertanyaan yang umum ke pertanyaan yang lebih khusus atau dikenal pula dengan
funelling (Smith dalam Poerwandari, 2005).
Jika didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Stewart dan Cash
(2000), wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara dengan tipe
information gathering, dimana peneliti mencoba untuk mendapatkan informasi
mengenai penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah melalui proses
sebambangan. Jadi, peneliti turun sendiri ke lapangan untuk mewawancarai
partisipan, dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang ditujukan untuk
memperoleh gambaran tentang pengalaman responden mengenai penyesuaian
dirinya dalam perkawinan melalui proses sebambangan. Adapun pedoman
wawancara yang telah dibuat berfungsi untuk memudahkan dalam pelaksanaan
wawancara.

3.4.2. Observasi
Observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis,
dapat berlangsung dalam konteks laboratorium maupun dalam konteks alamiah
Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, kegiatan-
kegiatan yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna
kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati
tersebut. Deskripsi harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi
berbagai catatan panjang yang tidak relevan (Poerwandari, 2005).

3.5. Alat Bantu Pengumpulan Data


Alat bantu pengumpulan data sangat diperlukan dalam proses
pengumpulan data saat melakukan penelitian. Peneliti memilih alat bantu berupa
pedoman wawancara, alat perekam saat melakukan wawancara, serta alat tulis.

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


42

3.5.1. Pedoman Wawancara


Pedoman wawancara yang digunakan merupakan moderately scheduled
interview, dimana peneliti telah memiliki daftar pertanyaan beserta beberapa
pertanyaan probing yang mungkin dilakukan. Keuntungan dari pedoman
wawancara tipe ini adalah bahwa pewawancara sangat mungkin melakukan
probing yang dapat diadaptasi sesuai dengan subjek wawancara dan situasi
(Stewart dan Cash, 2000)
Pedoman wawancara ini disusun berdasarkan pemikiran peneliti dan teori-
teori yang digunakan dan dipaparkan dalam Bab II. Pedoman wawancara
digunakan untuk menjaga agar wawancara tetap berada dalam konteks penelitian,
walaupun pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan terbuka (open-ended).
Langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam menyusun pedoman
wawancara dalam penelitian ini antara lain:
a. Menyusun pertanyaan-pertanyaan turunan terlebih dahulu disesuaikan dengan
teori-teori yang dikemukakan dalam bab landasan teori.
b. Menyusun pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang lebih rinci berdasarkan
pertanyaan turunan yang sudah lebih dahulu dibuat.
c. Mengajukan draft daftar pertanyaan kepada dosen pembimbing untuk
mendapatkan feedback.
d. Memperbaiki daftar pertanyaan sesuai dengan feedback yang diberikan.

Berdasarkan hasil feedback, didapatkan item pertanyaan yang dapat


dipergunakan dalam wawancara dengan para partisipan. Contoh item pertanyaan
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pandangan partisipan tentang perkawinan?
2. Bagaimana pendapat partisipan tentang kawin lari?
3. Bagaimana proses sebambangan yang dilakukan partisipan dan pasangan?
4. Bagaimana partisipan menjalankan rutinitas sehari-hari setelah menikah?
5. Apa kesamaan-kesamaan yang partisipan miliki dengan pasangan?
6. Dalam hal apa saja partisipan membuat kesepakatan dengan pasangan?
7. Apakah partisipan merasa dekat dengan pasangan?
8. Apakah partisipan puas dengan perkawinan partisipan saat ini?

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


43

9. Bagaimana partisipan mengekspresikan perasaan ke pasangan?


10. Bagaimana hubungan partisipan dengan keluarga setelah menikah?
11. Menurut partisipan, apa keuntungan sebambangan sebagai sarana menuju
perkawinan?

Sementara itu, untuk pedoman melakukan observasi, observasi dilakukan


untuk melihat:
1. Bagaimanakah interaksi pertisipan dengan pasangan?
2. Bagaimanakan sikap partisipan selama proses wawancara berlangsung?

3.5.2. Alat Perekam


Untuk mempermudah proses pengumpulan data peneliti menggunakan
tape recorder untuk merekam semua pembicaraan. Rekaman ini pada dasarnya
membantu peneliti untuk membuat verbatim, menghindari data yang terlewatkan
atau terlupakan, serta membantu peneliti dalam usaha interpretasi data.
Penggunaan tape recorder ini dilakukan dengan persetujuan partisipan yang
bersangkutan.

3.5.3. Alat Tulis


Alat tulis ini mencakup pulpen atau pensil serta kertas atau buku tulis.
Penggunaan alat tulis ini bermanfaat dalam mencatat hal-hal yang dianggap
penting (yang mungkin dikhawatirkan akan terlupa) dalam melakukan wawancara
dengan para partisipan serta juga untuk mencatat hasil observasi terhadap
partisipan selama proses wawancara.

3.6. Prosedur Penelitian


3.6.1. Tahap Persiapan
3.6.1.1. Penyusunan dan Uji Coba Alat
Alat utama dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara sebagai
panduan penelitian. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti membuat sejumlah
item pertanyaan yang terkait dengan teori serta hal yang ingin didapatkan dalam
penelitian. Item pertanyaan ini juga didasarkan pada hasil revisi yang diperoleh.

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


44

Penyusunan item pertanyaan juga berdasarkan bimbingan dari pembimbing


penelitian.
Tahap persiapan penelitian terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari informasi sebanyak mungkin hal-hal yang berkaitan dengan tema
penelitian dengan cara melakukan studi literatur, yaitu mencari informasi dari
buku-buku, skripsi, dan sumber lain yang terkait dengan tema penelitian.
2. Membuat pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai
dengan tujuan penelitian dan sesuai dengan teori yang digunakan.
3. Mengajukan panduan wawancara kepada dosen pembimbing skripsi untuk
dievaluasi
4. Melakukan wawancara awal untuk mengetahui apakah wawancara tersebut
dapat menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan penelitian atau tidak.
Wawancara awal ini dilakukan kepada salah satu pengajar di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pengetahuan jurusan Sejarah Universitas Lampung pada
hari Minggu, 9 Juli 2006 dan pada hari Sabtu, 27 Oktober 2007.
5. memperbaiki panduan wawancara berdasarkan feedback dan saran dari dosen
pembimbing skripsi, serta berdasarkan feedback saat melakukan wawancara
awal.
6. Mencari partisipan penelitian yang sesuai dengan kriteria, yakni yang
berkaitan dengan tema penelitian dan telah ditetapkan sebelumnya oleh
peneliti. Setelah ditemukan informasi mengenai calon partisipan, peneliti
melakukan konfirmasi tentang kesediaan mereka untuk diwawancarai.
Sekaligus pula menentukan kapan dan dimana partisipan bersedia untuk
diwawancara.

3.6.1.2. Cara Memperoleh Partisipan


Partisipan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara yang informal, yaitu
dengan meminta kesediaan orang-orang yang dikenal oleh orangtua, kerabat, atau
teman peneliti untuk menjadi partisipan. Pencarian partisipan dilakukan selama
rentang waktu di bulan Juni 2006 – Maret 2007.
Pada awalnya, peneliti memperoleh banyak informasi mengenai
keberadaan calon partisipan. Namun, setelah dilakukan konfirmasi ulang, ternyata

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


45

tidak semua calon partisipan memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti.
Misalnya, latar belakang pendidikan calon partisipan hanya lulusan Sekolah
Menengah Pertama, suami-isteri sedang bertengkar, usia calon partisipan di atas
usia 60 tahun sehingga dikhawatirkan tidak dapat memahami pertanyaan dengan
benar, serta salah satu dari pasangan tidak bersedia untuk diwawancara.
Setelah memperoleh kepastian mengenai siapa saja yang bisa dijadkan
partisipan, peneliti kemudian menjalin rapport. Rapport dijalin melalui telepon
karena untuk menjali rapport dengan tatap muka langsung ada kendalanya.
Kendala berupa kesulitan dalam melakukan pertemuan karena masing-masing
partisipan bekerja, bahkan ada yang bekerja dan tinggal di luar kota Bandar
Lampung. Rapport cukup mudah untuk dilakukan karena semua partisipan
merupakan orang-orang yang dikenal baik oleh keluarga atau teman dari peneliti.
Apalagi, sebelum peneliti menjalin rapport, peneliti dibantu oleh keluarga atau
teman yang mengenal baik para partisipan dalam menjelaskan maksud dan tujuan
dari diadakannya wawancara. Peneliti pun menjelaskan pula bahwa pertanyaan
yang diajukan berupa berbagi pengalaman mengenai proses saat melakukan
sebambangan hingga setelah perkawinan terjadi. Saat partisipan bersedia, peneliti
kemudian membuat janji untuk melakukan wawancara sesuai waktu dan tempat
yang telah disepakati.

3.6.2. Tahap Pelaksanaan


3.6.2.1. Persiapan Wawancara
Sebelum proses wawancara berlangsung, peneliti mempersiapkan semua
perlengkapan yang dibutuhkan dalam memperoleh data penelitian, yaitu
mempersiapkan pedoman wawancara, alat perekam, serta alat tulis.

3.6.2.2. Pelaksanaan wawancara.


Wawancara terhadap para partisipan akan dilakukan pada waktu dan
tempat yang kemudian disepakati oleh kedua belah pihak (peneliti dan partisipan).
Pelaksanaan wawancara dilakukan berbeda-beda pada setiap partisipan, rata-rata
dilakukan sebanyak 2 hingga 3 kali. Porsi wawancara disesuaikan dengan
kelengkapan jawaban yang diberikan para partisipan. Wawancara pertama

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


46

dilakukan pada pertengahan bulan Maret hingga awal bulan April 2007.
Wawancara kedua dan ketiga dilakukan pada awal bulan Juni 2007. Waktu yang
dibutuhkan selama melakukan wawancara per partisipan rata-rata dari 10 menit
hingga 2 jam. Perbedaan ini dikarenakan ada partisipan yang menjawab
pertanyaan (sejak diberikan pertanyaan) dengan cepat dan ada yang menjawab
dengan lambat, ada yang menjawab langsung ke poin utama pertanyaan dan ada
pula yang memberikan penjelasan panjang lebar terlebih dahulu. Perbedaan waktu
juga tergantung pada jumlah pertanyaan yang diajukan kepada para partisipan.
Pada tahap pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah yaitu:
1. Mempersiapkan semua kelengkapan yang dilakukan untuk melakukan
wawancara seperti tape recorder, panduan wawancara, dan alat tulis.
2. Melakukan orientasi wawancara yakni dengan menjelaskan tujuan dan
manfaat dari penelitian yang dilakukan serta alasan pemilihan sebagai
partisipan penelitian. Pada tahap ini juga dijelaskan bahwa data diri mereka
akan dijaga dan nama asli akan dijaga kerahasiaannya.
3. Meminta izin kepada partisipan penelitian untuk menggunakan alat perekam
4. Melakukan wawancara kepada partisipan. Peneliti memulai wawancara
dengan mengajukan pertanyaan sesuai pedoman yang telah dibuat. Terkadang,
tidak semua pertanyaan diajukan secara berurutan karena disesuaikan pula
dengan jawaban yang diberikan partisipan.

3.6.3. Tahap Analisis Data


Pada tahap analisis data, terdapat beberapa hal yang tim peneliti lakukan
yaitu:
1. Mengumpulkan data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi
terhadap partisipan penelitian.
2. Membuat verbatim dari hasil wawancara.
3. Melakukan identifikasi dan kategorisasi terhadap data-data yang didapatkan
dari hasil wawancara.
4. Melakukan analisis intrakasus pada masing-masing partisipan penelitian.
Analisis ini dengan membandingkan kasus per pasangan.

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


47

5. Melakukan analisis interkasus pada semua partisipan penelitian. Analisis ini


dengan membandingkan analisis di setiap pasangan berdasarkan hasil
diperoleh saat melakukan analisis intrakasus. Kemudian, diambil suatu
kesimpulan dari seluruh pasangan.
6. Menarik hasil akhir dari hasil analisis dilanjutkan dengan menyusun diskusi.
Diskusi ini juga memuat kekurangan-kekurangan yang terjadi selama
penelitian berlangsung dan hal-hal lain yang masih terkait dengan penelitian.
Sebagai langkah terakhir adalah pembuatan saran untuk peneliti berikutnya
yang ingin meneliti topik yang sama.

3.7. Metode Pengolahan Data Penelitian Kualitatif


Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan absolut untuk
mengolah da menganalisis data. Hal ini berbeda dari peneltian kuantitatif yang
memiliki teknik dan cara pasti dalam mengukur validitas, reliabilitas atau
signifikansi perbedaan. Akan tetapi, bukan berarti penelitian kualitatif tidak
memiliki pedoman atau saran tentang prosedur yang harus dijalani berkenaan
dengan analisis dan interpretasi data. Yang harus diingat, peneliti wajib
memonitor dan melaporkan proses dan prosedur analisis secara jujur dan
selangkap mungkin (Poerwandari, 2005).
Langkah pertama sebelum analisis kualitatif dilakukan adalah
membubuhkan kode pada materi yang diperoleh. Koding dilakukan untuk
mengorganisasi data dengan lengkap dan rinci, sehingga dapat memunculkan
gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan demikian, peneliti akan dapat
menemukan makna dari data yang dikumpulkan (Poerwandari, 2005).
Langkah awal koding dapat dilakukan melalui (Poerwandari, 2005):
1. menyusun transkrip verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangan yang
diperoleh dari hasil wawancara. Di dalam catatan lapangan dibuat kolom yang
cukup besar di sebelah kiri atau kanan transkrip. Hal ini dapat memudahkan
dalam membubuhkan kode atau catatan tertentu di kolom tersebut.
2. melakukan penomoran secara urut dan kontinyu pada baris transkrip dan/atau
catatan lapangan tersebut.

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia


48

3. memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Kode


yang dipilih harus kode yang mudah diingat dan dianggap paling tepat
mewakili berkas tersebut.

Setelah langkah penyusunan koding, peneliti dapat mulai memberikan


perhatian pada substansi data yang dikumpulkan. Pada saat inilah dilakukan tahap
tematik. Yang biasa dilakukan pada tahap ini yaitu membaca transkrip yang telah
selesai dibuat untuk mengidentifikasi kemungkinan tema-tema yang muncul.
Tahap selanjutnya yang dilakukan biasanya membaca trasnkrip berulang-ulang
sebelum melakukan koding untuk memperoleh ide umum tentang tema, sekaligus
untuk menghindari kesulitan dalam mengambil kesimpulan (Poerwandari, 2005).
Setelah tahap koding selesai, dimulai tahap analisis. Peneliti perlu
mempertimbangkan apakah akan melakukan analisis kasus satu demi satu secara
mendalam atau langsung melakukan analisis antar kasus. Analisis antar kasus
akan lebih mudah dan lebih cepat dilakukan bila pengambilan data dilakukan
melalui wawancara terstruktur. Bila yang dilakkan adalah analisis kasus satu demi
satu, maka peneliti perlu membuat secara tertulis laporan studi kasus untuk tiap
orang yang diwawancara. Setelah itu, bila diperlukan peneliti dapat melakukan
analisis antar kasus (Patton dalam Poerwandari, 2005). Akan tetapi, dalam
pendekatan studi kasus dan analisis antar kasus tidak eksklusif satu sama lain.
Cukup sering dalam suatu penelitian dibutuhkan kedua pendekatan ini
(Poerwandari, 2005).
Langkah akhir dalam pengolahan data adalah tahap interpretasi. Kvale
(dalam Poerwandari, 2005) menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya
memahami apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui pandangan
tersebut. Peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan
partisipan untuk mengembangkan struktur dan hubungan bermakna yang biasanya
tidak segera terlihat dalam teks (data mentah atau transkrip wawancara).

Penyesuaian perkawinan..., Kurniati Fajriyani, F.PSI UI, 2007 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai