Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KASUS

APPENDICITIS ACUTE

dr. Yoseph Pascalis Nurak


Intership RSUD Kefamenanu, TTU
Periode November 2019-2020
KASUS BEDAH
Nama Peserta : dr. Yoseph Pascalis Nurak

Nama Wahana : RSUD Kefamenanu NTT

Topik : Appendisitis Akut


Tanggal kasus : 02 Januari 2020
Presenter : dr. Yoseph Pascalis Nurak
Pendamping : dr. Nining
Tanggal Presentasi :
Darmawidjaja
Tempat Presentasi : Aula RSUD Kefamenanu
Obyek Presentasi : Anggota Komite Medik, Petugas Kesehatan & Dokter Internsip RSUD
Kefamenanu
◊ Keilmuan ◊ Ketrampilan ◊ Penyegaran ◊ Tinjauan Pustaka
◊ Diagnostik◊ Manajemen ◊ Masalah ◊ Istimewa
◊ Neonatus ◊ Bayi ◊ Anak ◊ Remaja ◊ Dewasa ◊ Lansia ◊ Bumil
◊ Deskripsi
Anak perempuan, 6 tahun datang diantar ibunya dengan keluhan nyeri perut bagian
kanan bawah disertai demam sejak 3 hari SMRS. Muntah 3 kali sejak 2 hari SMRS, tidak mau
makan, BAB berair 4 kali sejak 1 hari SMRS, berwarna kuning kecoklatan, ampas (-).
◊ Tujuan :
Mengetahui penyebab Appendisitis Akut, kriteria diagnosis untuk menegakkan
Appendisitis akut, Komplikasi serta tatalaksana
Bahan Bahasan ◊ Tinjauan Pustaka ◊ Riset ◊ Kasus ◊ Audit
Cara Membahas ◊ Diskusi ◊ Presentasi & Diskusi ◊ E-mail ◊ Pos
Data Pasien ◊ Nama : An.AE ◊ Nomor RM : 071457
Nama RS : RSUD
Telp. : - Terdaftar sejak :
Kefamenanu
Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :Pasien datang dalam keadaan sadar dengan keadaan
umum tampak sakit sedang. Nadi : 125 kali per menit,Pernapasan: 28 kali per
menit, Suhu: 38,4⁰C. BB= 16,8 kg
2. Riwayat Pengobatan : Berobat di dokter praktek dan diberikan Paracetamol dan
antibiotic
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Pasien pernah MRS 3 bulan yang lalu dengan keluhan
yang sama seperti saat ini.
4. Riwayat Keluarga / Lingkungan :Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan
yang sama seperti pasien
5. Lain – lain :
Hb :12,1 gr/dl
Hematokrit :32.3 %
Trombosit :187.000/mm3
Leukosit : 23.700/mm3
Daftar Pustaka
1. Kirkwood KS, Maa J. The appendix. In: Sabiston DC, Townsend CM. Sabiston
textbook of surgery: the biological basis of modern surgical practice. 18th ed.
Philadelphia: Saunders/Elsevier; 2008. p. 1333-47.
2. Bradley EL 3rd, Isaacs J. Appendiceal abscess revisited. Arch Surg 1978;113:130-2.
3. Arnbjornsson E. Management of appendiceal abscess. Curr Surg 1984;41:4-9.
4. Bagi P, Dueholm S. Nonoperative management of the ultrasonically evaluated
appendiceal mass. Surgery 1987;101:602-5.
5. Shipsey MR, O’Donnell B. Conservative management of appendix mass in children.
Ann R Coll Surg Engl 1985;67:23-4.
6. Willemsen PJ, Hoorntje LE, Eddes EH, Ploeg RJ. The need for interval appendectomy
after resolution of an appendiceal mass questioned. Dig Surg 2002;19:216-20.
7. Kang YM, Lee MS, Park KK, Song OP, Park HJ. Cecectomy with primary anastomosis
in severly complicated appendicitis. J Korean Soc Coloproctol 1995;11:265-8.
8. Mosegaard A, Nielsen OS. Interval appendectomy: a retrospective study. Acta Chir
Scand 1979;145:109-11.
9. Hurme T, Nylamo E. Conservative versus operative treatment of appendicular abscess:
experience of 147 consecutive patients. Ann Chir Gynaecol 1995;84:33-6.
10. Ein SH, Shandling B. Is interval appendectomy necessary after rupture of an
appendiceal mass? J Pediatr Surg 1996;31:849-50.
11. Karaca I, Altintoprak Z, Karkiner A, Temir G, Mir E. The management of appendiceal
mass in children: is interval appendectomy necessary? Surg Today 2001;31:675-7.
12. Tingstedt B, Bexe-Lindskog E, Ekelund M, Andersson R. Management of appendiceal
masses. Eur J Surg 2002;168:579-82.
13. Erdogan D, Karaman I, Narci A, Karaman A, Cavusoglu YH, Aslan MK, et al.
Comparison of two methods for the management of appendicular mass in children.
Pediatr Surg Int 2005; 21:81-3.
14. Poon RT, Chu KW. Inflammatory cecal masses in patients presenting with appendicitis.
World J Surg 1999;23:713-6.
15. Foran B, Berne TV, Rosoff L. Management of the appendiceal mass. Arch Surg
1978;113:1144-5.
16. Samuel M, Hosie G, Holmes K. Prospective evaluation of nonsurgical versus surgical
management of appendiceal mass. J Pediatr Surg 2002;37:882-6.
17. Skoubo-Kristensen E, Hvid I. The appendiceal mass: results of conservative
management. Ann Surg 1982;196:584-7.
Hasil Pembelajaran :
1. Penyebab Appendisitis Akut
2. Kriteria Diagnosis Appendisitis Akut
3. Tatalaksana Appendisitis Akut
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Anak perempuan, 6 tahun datang diantar ibunya dengan keluhan nyeri perut
bagian kanan bawah disertai demam sejak 3 hari SMRS. Muntah 3 kali sejak 2 hari
SMRS, tidak mau makan, BAB berair 4 kali sejak 1 hari SMRS, berwarna kuning
kecoklatan, ampas (-).

2. Obyektif:
 Status Present:
TAmpak sakit sedang/Gizi baik/Compos mentis
 Tanda Vital:
Nadi : 125 kali/ menit(Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 28 kali/ menit(Thoracoabdominal)
Suhu : 38,4o (axial)
 Status generalisata
Kepala:
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
Gerakan : Ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebral (-), ptosis (-)
Konjungtiva ODS : Anemis (-)
Sklera ODS : Ikterus (-)
Kornea ODS : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil ODS : Bulat, isokor ∅3mm; RCL +; RCTL +
Telinga:
Bentuk : Simetris
Pendengaran : Dalam batas normal
Sekret : (-)
Hidung:
Deviasi septum : (-)
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Hiperemis : (-)
Mulut:
Bibir : lembab, stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), massa tumor (-)
Paru:
o Inspeksi :bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi
Intercostals (-), irama nafas regular
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan
 Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal IX
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal X
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan : Bronko vesikuler
 Bunyi Tambahan :
Ronkhi - / - Wheezing - / -
Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi :Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan:linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler
 Bunyi Tambahan : Bising (-)
Perut:
o Inspeksi : Cembung, Distensi (+), caput medusa (-)
o Auskultasi : Bising Usus (+) normal
o Palpasi : Defans Muscular (+) local pada kuadran kanan bawah
abdomen, Nyeri tekan seluruh regio abdomen
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
o Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)

Alat Kelamin : Tidak ada kelainan


Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
Kulit : Turgor kulit kembali cepat
Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
 Ekstremitas
- Bentuk : Simetris, refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
- Akral : Hangat, sianosis perifer (-),bintik pendarahan (-)
- Kuku dan jari : Lengkap, normal
Capillary refil test : < 3’’

 Assesment:
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis pasien ini mengarah pada Peritonitis Generalisata e.c appendicitis perforasi.
Dari anamnesis diperoleh informasi Anak perempuan, 6 tahun datang diantar
ibunya dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah disertai demam sejak 3 hari
SMRS. Muntah 3 kali sejak 2 hari SMRS, tidak mau makan, BAB berair 4 kali sejak 1
hari SMRS, berwarna kuning kecoklatan, ampas (-). Informasi yang diperoleh dari
anamnesis, hasil pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis
Peritonitis e.c Appendisitis Akut perforasi.

1. Plan
Pengobatan
Pada pasien ini diberikan terapi:
 IVFD RL 18 tpm
 Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
 Ondancetron 3 x 4 mg IV
 Paracetamol 3 x 240 mg IV
 Rencana Laparotomi Eksplorasi
Pendidikan
Kita menjelaskan prognosis dari penyakit tersebut, serta komplikasi yang
mungkin terjadi.
Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis bedah untuk penanganan lebih lanjut.
Rujukan
-
Peserta, Pendamping,

dr. Yoseph Pascalis Nurak dr. Nining Darmawidjaja


TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-


15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya4. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang


caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis

appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus
yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan

mengalami gangren5.
Gambar 1. Variasi lokasi Appendix

2.2 FISIOLOGI

Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jkumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di sal uran cerna

dan di seluruh tubuh5.


2.3 INSIDENSI

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya
dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena
dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim
panas. Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang,
tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan
oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan

perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi6

2.4 ETIOLOGI

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi
kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi
karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan
pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang
parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix
oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis

yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans streptococci

Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila


species Lactobacillus species
2.5 PATOGENESIS

Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam
setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith,
gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi
epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar
20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks.
Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi
terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab
dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella,
dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius
vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus
enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic
fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya
jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji
sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan
herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis5 Awalnya, pasien akan merasa gejala
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang
minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis,
khususnya pada anak-anak5. Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf
visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah
menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul
lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain5. Appendiks yang obstruksi merupakan
tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan
intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene.
Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis
akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi
dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s.
Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral
sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena
eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan
penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang.
Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica
urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi
urine5. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal ata u peritonitis umum.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien
berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu
melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien
dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa
perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko
perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak
omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang

dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik5 Konstipasi jarang dijumpai tetapi
tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar,
akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess

pelvis5

2.6 GAMBARAN KLINIS

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada
neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis jauh
lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali
dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan
waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiri ng
dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri
yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai
terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri
punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan
appendicitis retrocecal arau pelvis1. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau
bladder, gejal dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam
beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat
infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat
yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis.
Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat
terjadi pada anak dengan appendicitis1. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan
(37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan
appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha
kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun
bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis
biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan

kadang-kadang lutut diflexikan 1. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita
appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat
perangsangan ureter.

2.7 PEMERIKSAAN FISIK

Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut9. Secara klinis, dikenal beberapa manuver

diagnostik4 Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen
menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Seri ng positif

tapi tidak spesifik4 · Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri
sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas
kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess.Dasar
anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal
akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini · Obturator sign: dilakukan dengan
posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial.
Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu
diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah
mengalami radang atau perforasi.Dasar anatomis terjadinya Obturator sign · Blumberg’s sign:
nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) · Wahl’s sign: nyeri
perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. · Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan
ditekuk. · Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix. · Nyeri
pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis. ·
Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher. · Dunphy sign: nyeri ketika batuk10. Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut. Tabel Alvarado scale untuk membantu
menegakkan diagnosis Manifestasi Skor Gejala Adanya migrasi nyeri 1 Anoreksia 1
Mual/muntah 1 Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas 1 Febris 1 Laboratorium Leukositosis 2 Shift to
the left 1 Total poin 10 Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis
Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan11.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-
18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal
leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan
pada pasien dengan appendicitis1. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan
appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan
pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter1. Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada
kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas
USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih,
didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix1. False positif dapat
muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis a tau inflammatory
bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga
usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1. CT-Scan CT scan merupakan
pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak
jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi
klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test
diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih
dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga
memberi gambaran “halo”
2.9 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin
Pada anak-anak balita àntara lain intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut. Intususepsi
paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika
dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya
berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory
mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah
gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare,
mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses. · Pada anak -anak usia sekolah à
gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada gastroenteritis, didap atkan gejala-gejala yang
mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah
satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark
omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala- gejalanya dapat menyerupai appendicitis.
Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah · Pada pria
dewasa muda Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s disease, klitis
ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan
diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya. · Pada wanita usia
muda Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan dengan
kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan
infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada
kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi. · Pada usia lanjut
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering
terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran
reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan
dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar
untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan.
Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang
tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

2.10 KOMPLIKASI

1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi
dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus
besar.
2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.

3. Perforasi

4. Peritonitis

5. Syok septik

6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar

7. Ga ngguan peristaltik 8. Ileus

2.11 PENATALAKSANAAN

Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan antiemetik
jika diperlukan untuk mengurangi gejala n Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik
tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. n Pertimbangkan DD/ KET terutama pada
wanita usia reproduksi. n Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi n Penelitian menunjukkan
pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang
sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang
memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika
preoperative n Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi
post opersi. n Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob
n Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. n Antibiotik profilaksis harus
diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime
dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi
bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,
Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. Teknik operasi Appendectomy 2,,5 A. Open
Appendectomy 1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal
Oblique 3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae
tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial.

Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2
supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terj adi
hernia cicatricalis. 2 lapis M.rectus abd. sayatan b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot. Lokasi insisi yang sering digunakan pada
Appendectomy B. Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983.
Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut
abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut
ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparosko

Anda mungkin juga menyukai