Anda di halaman 1dari 31

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Diskusi kasus

Fakultas Kedokteran Agustus 2017


Universitas Halu Oleo

THALASEMIA

Oleh :
RAKHNIATI
CHICI ENDAH PURNAMASARI

Pembimbing
dr. Mustaring, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. Andi Ardikal
Umur : 3 tahun 3 bulan
Tanggal Lahir : 11 April 2014
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Desa Lamomea Kec. Konda Konawe Selatan
Agama : Islam
Ruangan : Mawar Anak Lt. 2
Nama Ayah : Tn. Arnol.
Umur : 44 tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA
Nama Ibu : Ny. Ece
Umur : 44 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
No.Telp yang bisa dihubungi : 0812-4571-5800
Tanggal Masuk RS : 17 July 2017
Tanggal Keluar RS : 20 July 2017

B. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit diberikan oleh : Alloanamnesis dengan ibu pasien
Keluhan utama : Pucat hari ke 7
Anamnesis terpimpin:
Pasien diantar keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan tampak pucat sejak 1 minggu
yang lalu sebelum masuk rumah sakit yang semakin lama semakin memberat. Keluhan
pucat tersebut telah sering dialami pasien sejak pasien berumur 16 bulan. Keluhan
disertai letih, lesu, sakit kepala dan pusing, sehingga merasa tidak kuat untuk berdiri
maupun berjalan lama, namun nafsu makan dan minum masih baik, merasa mual,
namun tidak muntah dan tidak ada nyeri perut. Sebelumnya pasien sudah sering berobat
dengan keluhan yang sama dan didiagnosa dengan penyakit darah.

2
Hingga saat ini pasien sudah 14 kali masuk opname untuk tranfusi darah sejak berusia 16
bulan. Pasien juga telah sering mendapatkan tranfusi darah setiap 3 bulan sekali, Tetapi
saat ini pasien belum melakukan transfusi selama 5 bulan lamanya karena ibu pasien
melihat pasien masih nampak baik-baik saja, namun seminggu terakhir pasien mulai
menunjukkan gejala pucat lagi sehingga ibu membawanya ke rumah sakit. Pasien belum
BAB sejak 2 hari lalu, dan BAK baik kesan normal.
Riwayat keluarga dengan keluhan sering pucat dan gejala anemia: Disangkal
Riwayat Penyakit Terdahulu: Thalassemia
Riwayat Prenatal: ANC (-), Riwayat penyakit selama hamil (-), Konsumsi obat-obatan
dan jamu selama kehamilan (-), Merokok (-), Trauma (-)
Riwayat Natal: Lahir anak laki-laki dari ibu 41 thn dengan G6P6A0, Aterm, Spontan,
ditolong bidan dirumah, langsung menangis. BBL (lupa), PBL (lupa),
Kelainan congenital (-).
Riwayat Postnatal: Vit k (+), Imunisasi lengkap sesuai usia, Keluhan sering Pucat sejak
usia 16 bulan.
Riwayat Tumbuh kembang: Tidak teridentifikasi dikarenakan Ibu pasien lupa.
Riwayat Makan dan Minum: Pasien mengkonsumsi ASI sampai usia 6 bulan.
Riwayat Saudara : Pasien merupakan anak ke-6 dari 6 bersaudara. Semua Sehat dan
menurut ibu tidak menunjukkan gejala seperti pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Status Gizi : 81% (Gizi kurang)
BB : 13 kg
TB : 93 cm
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Pernapasan : 40 kali/menit
Suhu : 37,6 oC
Pucat : (+)
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
3
Keadaan Spesifik
Pucat : + Sianosis: - Tonus : Normal
Ikterus: - Turgor : baik Busung : -
Kepala
Bentuk : Normocephal
Muka : Simetris kanan dan kiri, Facies cooley(-), penonjolan tulang
frontal (+)
Rambut : Hitam, Tidak mudah tercabut
UUB : Tertutup
Mata : sklera ikterik (-), konjungtiva palpebra inferior anemis (+),
edema palpebra (-), pupil isokor (+/+), refleks cahaya (+/+)
Hidung : Sekret (-), Rinorhea (-), napas cuping hidung (-)
Bibir : Kering (-), sianosis (-), pucat (+)
Lidah : papil lidah artropi (-), tremor (-)
Telinga : Sekret(-/-), Otorhea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), pembesaran tiroid (-)
Kulit : telapak tangan dan kaki nampak pucat (+), Ikterik (-),
berkeringat dingin (+)
Tenggorok : tidak hiperemis
Tonsil : T1/T1
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, retraksi subcostal (-)
Palpasi : massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan: Rhonki basah halus (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kiri : ICS V midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan: ICS IV linea parasternal dekstra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II murni regular, murmur (-),
S3 gallop (-)
4
Abdomen
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas. caput medusa (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, Bruit (-)
Palpasi : massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tympani (+)
Limpa : Tidak teraba pembesaran
Hati : Tidak teraba pembesaran
Kelenjar Limfe : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe
Alat kelamin : Tidak terdapat kelainan
AnggotaGerak : Wasting (-) Edema pretibial (-/-), eritema palmaris (-)
Col. Vertebralis : Spondilitis (-), Skoliosis (-)
Refleks Patologis : Tidak ditemukan
Pemeriksaan lain
Ling. Lengan Atas : 15 cm
Lingkar kepala : 50 cm
Lingkar Dada : 56 cm
Lingkar perut : 56 cm

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH RUTIN 17 JULY 2017
WBC 8,87 x (10*3/uL) (4.00-10.00)
RBC 0,88 x (10*6/uL) (4.00-6.00)
HGB 2,2 g/dl * – (g/dL) (12.0-16.0)
HCT 6,7 % (%) (37.0-48.0)
MCV 76,1 FL (fL) (80.0-97.0)
MCH 25,0 pg (pg) (26.5-33.0)
MCHC 32,8 g/dl (g/dL) (31.5-35.0)
PLT 462 x 10³/ul (10*3/uL) (150-400)
NEUT 1,88 (10*3/uL) (1.50-7.00)
LYMPH 5.67 (10*3/uL) (1.00-3.70)
MONO 0.68 (10*3/uL)` (0.00-0.70)
EO 0.58 (10*3/uL) (0.00-0.40)
BASO 0.06 (10*3/uL) (0.00-0.10)
5
DARAH RUTIN 20 JULY 2017
WBC 8,96 x (10*3/uL) (4.00-10.00)
RBC 4,48 x (10*6/uL) (4.00-6.00)
HGB 12,3 g/dl * – (g/dL) (12.0-16.0)
HCT 35,4 % (%) (37.0-48.0)
MCV 79,0 FL (fL) (80.0-97.0)
MCH 27,5 pg (pg) (26.5-33.0)
MCHC 34,7 g/dl (g/dL) (31.5-35.0)
PLT 367 x 10³/ul (10*3/uL) (150-400)
NEUT 4,06 (10*3/uL) (1.50-7.00)
LYMPH 3,85 (10*3/uL) (1.00-3.70)
MONO 0.98 (10*3/uL)` (0.00-0.70)
EO 0.03 (10*3/uL) (0.00-0.40)
BASO 0.04 (10*3/uL) (0.00-0.10)

E. DIAGNOSA KERJA

- ANEMIA GRAVIS + TALASEMIA β MAYOR

F. RESUME

Anak laki-laki umur 3 tahun 3 bulan datang dengan keluhan tampak pucat sejak 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit yang semakin lama semakin memberat.
Keluhan pucat tersebut telah sering dialami pasien sejak pasien berumur 16 bulan.
Gejala anemia (+), Sakit kepala (+), pusing (+). Mual (+), Muntah (-). Nyeri Perut (-),
Nafsu makan baik. Sebelumnya pasien sudah sering berobat dengan keluhan yang sama
dan didiagnosa dengan penyakit darah. BAB (-) 2hari, BAK baik kesan normal.
Riwayat Transfusi darah (+) sejak 16 bulan tiap 3 bulan sekali. tetapi belum transfusi
darah lagi sejak 5 bulan yang lalu.
Riwayat keluarga dengan keluhan sering pucat dan gejala anemia: Disangkal
Riwayat Penyakit Terdahulu: Thalassemia
Riwayat Tumbuh kembang: Tidak teridentifikasi dikarenakan Ibu pasien lupa.

6
Riwayat Saudara : Pasien merupakan anak ke-6 dari 6 bersaudara. Semua Sehat dan
menurut ibu tidak menunjukkan gejala seperti pasien.
Pemeriksan fisik: Sakit Sedang, Kesadaran Composmentis, Status Gizi: 81% (Gizi
kurang),BB: 13 kg, TB: 93 cm, TD: 90/50 mmHg, Nadi: 100
o
kali/menit, Pernapasan: 40 kali/menit, Suhu : 37,6 C, Pucat (+),
Facies cooley(-), Penonjolan tulang frontal (+), konjungtiva palpebra
inferior anemis (+), Bibir pucat dan kering (+), Kulit : telapak
tangan dan kaki nampak pucat (+), berkeringat dingin (+), Limpa dan
Hati: Tidak teraba pembesaran
Temuan Lab:
DARAH RUTIN 17 JULY 2017
HGB 2,2 g/dl * – (g/dL)

DARAH RUTIN 20 JULY 2017


HGB 12,3 g/dl * – (g/dL)

G. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :
- IVFD NaCL 0,9% 18 TPM Makrodrips
- Transfusi PRC 500 cc

Kebutuhan Cairan :
BB x kebutuhan cairan x tetesan = 13 x 100 x 20 = 18 tpm
24 (jam) x 60 (menit) 1440

Transfusi PRC
=BB x 4 x (Hb target - Hb Aktual)
=13 x 4 x (12 – 2,2)
=52 x 9,8
=509,6 = 500 cc

Non Medikamentosa
- Tirah baring

7
H. FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan penyakit Intruksi pengobatan

17/7/2017 S: Sakit kepala (+), pusing Infus NaCL 0,9% 18 Tpm


(+). Mual (+), Muntah (-). Transfusi PRC 200 cc
Nyeri Perut (-), Nafsu makan
baik

O: TD: 90/50 mmHg, Nadi:


100 kali/menit, Pernapasan: 40
kali/menit, Suhu 37,6 0C : 37,6 oC
Konjungtiva palpebra inferior
anemis (+), Facies cooley (-),
Akral dingin (+)

A: Thalassemia
18/7/2017 S: Sakit kepala (+), pusing (+). Infus NaCL 0,9% 18 Tpm
Mual (+), Muntah (-). Nyeri Transfusi PRC 200 cc
Perut (-), Nafsu makan baik

O: TD: 90/60 mmHg, Nadi:


110 kali/menit, Pernapasan: 24
kali/menit, Suhu 36,5 0C : 37,6 oC
Konjungtiva palpebra inferior
anemis (+), Facies cooley (-),
Akral dingin (+)

A: Thalassemia
19/2/2017 S: Sakit kepala (-), pusing (-). Infus NaCL 0,9% 18 Tpm
Mual (-),Muntah (-). Nyeri Transfusi PRC 100 cc
Perut (-), Nafsu makan baik

O: TD: 90/60 mmHg, Nadi:


112 kali/menit, Pernapasan: 22
kali/menit, Suhu 36,5 0C : 37,6 oC
Konjungtiva palpebra inferior
anemis (-), Facies cooley (-),
Akral dingin (-)

A: Thalassemia

8
I. ANALISIS KASUS

Anak laki-laki umur 3 tahun 3 bulan datang dengan keluhan tampak pucat sejak 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit yang semakin lama semakin memberat.
Keluhan pucat tersebut telah sering dialami pasien sejak pasien berumur 16 bulan.
Gejala anemia (+), Sakit kepala (+), pusing (+). Mual (+), Muntah (-). Nyeri Perut (-),
Nafsu makan baik. Sebelumnya pasien sudah sering berobat dengan keluhan yang sama
dan didiagnosa dengan penyakit darah. BAB (-) 2hari, BAK baik kesan normal.
Riwayat Transfusi darah (+) sejak 16 bulan tiap 3 bulan sekali. tetapi belum transfusi
darah lagi sejak 5 bulan yang lalu.
Riwayat keluarga dengan keluhan sering pucat dan gejala anemia: Disangkal
Riwayat Penyakit Terdahulu: Thalassemia
Riwayat Tumbuh kembang: Tidak teridentifikasi dikarenakan Ibu pasien lupa.
Riwayat Saudara : Pasien merupakan anak ke-6 dari 6 bersaudara. Semua Sehat dan
menurut ibu tidak menunjukkan gejala seperti pasien.
Pemeriksan fisik: Sakit Sedang, Kesadaran Composmentis, Status Gizi: 81% (Gizi
kurang),BB: 13 kg, TB: 93 cm, TD: 90/50 mmHg, Nadi: 100
o
kali/menit, Pernapasan: 40 kali/menit, Suhu : 37,6 C, Pucat (+),
Facies cooley(-), Penonjolan tulang frontal (+), konjungtiva palpebra
inferior anemis (+), Bibir pucat dan kering (+), Kulit : telapak
tangan dan kaki nampak pucat (+), berkeringat dingin (+), Limpa dan
Hati: Tidak teraba pembesaran

Temuan Lab:
DARAH RUTIN 17 JULY 2017
HGB 2,2 g/dl * – (g/dL)

DARAH RUTIN 20 JULY 2017


HGB 12,3 g/dl * – (g/dL)

9
J. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :
- IVFD NaCL 0,9% 18 TPM Makrodrips
- Transfusi PRC 500 cc

Kebutuhan Cairan :
BB x kebutuhan cairan x tetesan = 13 x 100 x 20 = 18 tpm
24 (jam) x 60 (menit) 1440

Transfusi PRC
=BB x 4 x (Hb target - Hb Aktual)
=13 x 4 x (12 – 2,2)
=52 x 9,8
=509,6 = 500 cc

Non Medikamentosa
- Tirah baring

10
TINJAUAN PUSTAKA

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat


keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan
substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah
penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan
mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis
rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan
fenotip thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat.
Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural
adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer
abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal.
Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip
thalassemia.
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan
Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara.
Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam
Amerika membawa gen untuk thalassemia-β. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40
% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia.

A. Epidemiologi

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang
hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia.
Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani, Itali,
dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki
insidens thalassemia-β mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum
ditemukan di Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-
α lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

11
Mortalitas dan Morbiditas

Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena
akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah
mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang bertahan setelah
mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang
ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan
penderita thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai
neonatus dengan thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa
transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb
fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas bervariasi
sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor yang berat akan
berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload
adalah penyebab tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau
komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan
penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.

Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi;
mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami
bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang
kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak,
tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.

Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya
gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan
kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada
saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada
neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.

12
Gambar 1. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus

Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua
tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan penggabungannya
ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia.
Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia,
mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh)
mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun.
Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia-β
intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.

B. Patofisiologi

Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi
rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan
menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi
rantai globin lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan
rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari
rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel
menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini
merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada
sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-
tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena
defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.

13
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi
bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete
absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya
dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada
tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi
rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik).
Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke
gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir
pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu
atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier,
karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya
meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α bebas
yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan
pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam
kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai
α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang
berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi
di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak
sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas
yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri
(misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas
rantai β pada thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley, berlaku
patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan. Kelebihan
rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan terjadinya
pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).

Produksi Rantai Globin

Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali dengan
baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit
rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan
Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan

14
membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari
dua rantai globin α (atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb
terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb
memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan
kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi dengan rantai
γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2).
Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan
rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2.
Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.

Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-rantai non-α untuk
memproduksi bermacam-macam Hb normal.

Patofisiologi seluler

Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai
globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-
beda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu
membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan
berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma
thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada tahun-tahun
pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif
bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil,
mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan

15
Hb H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada
manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut
(insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan
kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang
bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai
yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun
eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai γ,
yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan untuk membentuk
Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak
diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang
memiliki kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan
thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan
terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi
dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan
menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju
metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi
laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses
di limpa, yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang
tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan
terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara teratur,
maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah atau
dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan
lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena
penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada
penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan
absorpsi besi karena adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon
hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi
besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
16
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita
thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan
mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun
penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah
penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita
dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang
berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai
contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki
jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi
darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat,
transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena
memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada
organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).

Hipotesa Malaria

Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk
bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria. Hardane
berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit,
dan defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis.
Insidens dari mutasi genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan
antara kematian dini pada penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita
heterozigot.

17
Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum jelas. Sel
Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan,
berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-β, malaria
serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah.
Sel darah merah pada penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif
terhadap pertumbuhan parasit. Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait
thalassemia-α.

C. Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya

Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan penurunan
produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb yang
ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah
sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.

Thalassemia-α

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak


ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen
globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada
individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan
delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini

18
Tabel 1. Thalassemia-α

Genotip Jumlah gen α Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis

Saat Lahir > 6 bulan

αα/αα 4 Normal N N

-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N

--/αα atau 2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N

–α/-α

--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H

--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

 Silent carrier thalassemia-α

o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan


secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada
kromosom 16.
o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,
hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam
beberapa pemeriksaan.
o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa
juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya
orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah
satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa
penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis
thalasemia.

19
 Trait thalassemia-α

o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu
kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini
sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak
terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel

 Penyakit Hb H

o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan


thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,
ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah
tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah
merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan
terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball.
Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

20
Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies

 Thalassemia-α mayor

o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-
bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah
kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen.
o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan
gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan
manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan
transfusi.

21
Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara
lain :
 Silent carrier thalassemia-β
o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu
thalassemia-β+.
o Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika
diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan
sindrom thalassemia intermedia.

Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

 Trait thalassemia-β

o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan


elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A 2, Hb
F, atau keduanya

22
o Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan
preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan
trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2
normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili
thalassemia tipe δβ.
 Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
o Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat
thalassemia-β mayor
o Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia
Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet
dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka
biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
o Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.
Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan
seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi
biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.

o MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan
ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda
hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.

23
 Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini
untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang
disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5
tahun pertama kehidupan.
o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis
dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah
dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler
dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian
besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.

24
Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia

o Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung,
termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh
siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis
berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan
sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama
setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi
kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara
cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi
dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran
biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam
eritrosit.

D. Stadium Thalassemia

Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif


transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang
melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada
pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :

25
 Stadium I
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red
Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG)
hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan
elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
 Stadium II
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi
pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular
abnormal pada EKG dalam 24 jam
 Stadium III
o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya
fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur
dari atrial dan ventrikular.
E. Terapi

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang
dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial
pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan
kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk
terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai
pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal
untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa
transfusi.
Transfusi Darah
 Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5
gr/dL sepanjang waktu.
 Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah
merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.

26
 Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan
kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat
untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
 Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk
mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan
infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih
mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.
Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis
B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis
C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan
thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris
pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi
dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi
dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
 Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda
onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah
kelainan jantung tersebut.
 Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka
rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
 Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat
pasien tidur selama 5 hari/minggu.

27
Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali,
fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis
bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita
yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi ,
termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi
daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.

Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien
dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu,
fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi
besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan
splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga
melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat
membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan
kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL
/ kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan
kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

28
Gambar 8. Splenektomi

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur


sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan
sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu
diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin®
setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca
splenektomi.
Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut : asam
folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan
makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu
mengurangi penyerapan zat besi di usus.

F. Skrining

Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau bisa juga
dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit,
kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat
yang bisa menganalisis rantai α.

29
G. Prognosis

Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan
sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan
asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke-15.

Jakarta : EGC ; 1996

2. Mansjoer, A, dkk. Kapita selekta kedokteran jilid I. Jakarta : Media

Aesculapius, 2001.

3. Mirzanie, H. Internoid. Yogyakarta : Tosca Enterprise, 2005.

4. Ikhwan Rinaldi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, jilid II. Jakarta :

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2007.

5. Slyvia A. Price, Lorraine M.Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC. 2006.

6. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th Edition.

New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division ; 2007

7. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan Kedua.

Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006

8. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan pelayanan medic.

Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006.

9. Daniel W. Foster. 1994. Thalassemia in Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta

10. Prof. DR. Dr. A. halim Mubin SpPd, MSc, KPTI, Ilmu Penyakit Dalam, Diagnosis

dan Terapi.

31

Anda mungkin juga menyukai