Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2020

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

CHRONIC KIDNEY DISEASES

Disusun Oleh:

Firmandi Arafat

111 2019 2102

Pembimbing

dr. Kaharullah Yusuf, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Firmandi Arafat

Stambuk : 111 2019 2102

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Judul Laporan Kasus : Chronic Kidney Disease

Pembimbing : dr. Kaharullah Yusuf, Sp.PD

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, di

RSUD Andi Makkasau Pare-pare.

Makassar, Februari 2020

dr. Kaharullah Yusuf, Sp.PD

2
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. IM

Umur : 48 Tn

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat : Dusun Panca Wisma Mamuju Utara

Suku/Ras : Bugis

Status : Menikah

Agama : Islam

Nomor RM : 178287

Tgl. Masuk RS : 31 Januari 2020

2. SUBJEKTIF

a. Keluhan utama

Sesak napas

b. Anamnesis

Pasien datang ke IGD RSUD Andi Makassau dengan

keluhan sesak napas yang dirasakan sejak kurang lebih 1

minggu yang lalu dan memberat sejak semalam sebelum masuk

rumah sakit. Pasien mengeluh sesak jika berbaring dan sulit tidur

3
pada malam hari. Pasien juga mengeluh batuk yang disertai

lendir, nyeri dada tidak ada, demam tidak ada, mual dan muntah

tidak ada, pasien nampak pucat dan nampak bengkak pada

tungkai, BAB dan Bak kesan normal, riwayat HT dan DM

disangkal.

Riwayat Penyakit sebelumnya

Riwayat penyakit HT dan DM disangkal

Riwayat Pengobatan

Tidak meminum obat sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Kebiasaan

Tidak ada

Riwayat keluarga

Tidak Ada

Riwayat alergi

Tidak ada

3. OBJEKTIF

 Keadaan umum : Sakit sedang / gizi baik/ komposmentis

 Berat Badan : 70 kg

 Tinggi Badan : 169 cm

 IMT : 70/(1,69)2 = 21 kg/m2 (Over)

 Berat badan koreksi :

 Tekanan Darah : 140/100mmHg

 Nadi : 86 kali / menit,Irama : Reguler

4
 Pernapasan : 22 kali / menit Tipe : Abdominal-Thorakal

 Suhu : 37 0C (Aksila)

 Kepala : Normochepali, Rambut : hitam, lurus, sukar

Dicabut

 Mata : Gerakan : segala arah

Kelopak mata : edema tidak ada

Konjungtiva : Anemis (+/+)

Sklera : Ikterus (-/-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat, isokor d=2,5/2,5 mm

 Telinga : Tophi :-

Nyeri tekan di proc. Mastoideus: -

Pendengaran : normal

 Hidung : Perdarahan -, Sekret –

 Mulut : Bibir :Pucat (-) kering(-)

Gigi geligi : karies (-)

Gusi :perdarahan(-)

Lidah : kotor/tremor (-/-)

Tonsil : T1- T1,hiperemis(-)

5
Farings : hiperemis (-)

 Leher :

Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Kaku kuduk : tidak di lakukan pemeriksaan

Tumor : (-)

 Dada :

 Inspeksi : Bentuk : normochest, simetris ki-ka

Pembuluh darah: tidak ada kelainan

Buah dada : dalam batas normal

Sela iga : dalam batas normal

Lain-lain : tidak ada

6
 Paru :

 Palpasi : Fremitus raba : dalam batas normal,

simetris ki-ka

Nyeri tekan : (-)

 Perkusi : Paru kiri : sonor

Paru kanan : Sonor

Batas paru – hepar : ICS V-VI

Batas paru belakang kanan :ICS IX belakang

kanan

Batas paru belakang kiri : ICS X belakang kiri

 Auskultasi : Bunyi pernapasan : Bronkovesikuler

Bunyi tambahan : Rh (+/+) Wh (+/+)

 Jantung :

 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

 Palpasi : ictus cordis tidak teraba

 Perkusi : pekak

Batas atas jantung : ICS II sinistra

Batas kanan jantung :ICS III-IV linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra

 Auskultasi : BJ I / II : murni reguler

Bunyi tambahan: (-)

 Perut :

7
 Inspeksi : Darm countour (-) Darm Steifum (-), Scar (-)

 Palpasi : Hati : tidak teraba

Limpa : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Lain-lain : tidak teraba

 Perkusi : timpani (+)

 Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal

 Punggung :

 Palpasi : tidak ada kelainan

 Nyeri ketok : tidak ada

 Auskultasi : normal

 Gerakan : normal

 Alat Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

 Anus dan Rectum : tidak dilakukan pemeriksaan

 Ekstremitas : Edema +/+

+/+

Diagnosis Sementara

- Edema paru akut - Bronkitis

- CKD - Anemia

- CHF

8
Terapi awal :

 O2 8-10 lpm

 IVFD RL 8 tpm

 Furosemide 2 amp/ 8 Jam

 NTG 20 mg/menit/sp

 Farmavon/ 8 jam

 Moxifloxacin 0,4/ 8 jam

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

31 Januari 2020

HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

WBC 15.52 4 – 10 [103/mm3]

RBC 3.01 3.80 – 5.80 [106/mm3]

HGB 8.0 11.0 – 18.0 [g/dL]

HCT 25.3 35.0 – 50.0 [%]

PLT 188 150 – 400 [103/mm3]

MCV 84 82 – 100 [fL]

MCH 26.8 27.0 – 34.0 [pg]

9
MCHC 31.8 31.6 – 35.4 [pg]

Glukosa sewaktu 96 <140 mg/dl

HbA1c 6.0 4.0 – 6.5 U/L

Natrium 141 136 – 145 mmol/L

Kalium 6.3 3.5 – 5.1 mmol/L

Chlorida 113 98 – 107 mmol/L

SGOT 99 <= 31 U/I

SGPT 76 <= 31 U/I

Urea 187 10-50 Mg/dl

Kreatinin 21.4 0.5-0.9 Mg/dl

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan


X 0,85 =5.04 mL/min/1.73m2
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

10
EKG

Terlihat gambaran pelebaran gelombang P, tidak ada ST Depresi dan

peningkatan gelombang T

4. FOTO RADIOLOGI (USG Abdomen)

11
12
Foto Thoraks

Tampak infiltrat alveolar difus yang tidak merata dan bilateral dengan

gambaran bronkogram udara

5. DIAGNOSIS

CKD

Edema Paru Akut

CHF

6. DIAGNOSA BANDING

Bronkitis Akut

13
7. PLANNING

Non medikamentosa :

 Batasi asupan cairan dan hindari konsumsi garam berlebih

Medikamentosa :

Terapi Awal

 O2 8-10 lpm

 IVFD RL 8 tpm

 Furosemide 2 amp/ 8 Jam

 NTG 20 mg/menit/sp

 Farmavon/ 8 jam

 Moxifloxacin 0,4/ 8 jam

8. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

14
9. FOLLOW UP

S ( Subjective) O
TANGGAL Planning
(Objective) A (Asessment)

3/2/20 S: R/

Sesak (+) Nyeri dada (-) - Farmavon 1 amp/ 8 jam

batuk (+) Pilek (+) Mual (-) - PCT 1gr/ 8 jam

Muntah (-) - Moxifloxacin 1btl/24jam

O: - Kidmin 1bag/hari

- Captopril 12,5mg 2x1


- KU: SS/GB/CM
- T: 140/100 mmHg - Ketocid 3x2
- N: 80 x/menit - ISDN 10mg 3x1
- P: 22 x/menit
- Furosemide via SP (2,1
- S: 36oC
- Anemia (-), ikterus (-), cc/jam)
lidah kotor (-)
- BP: Bronkovesikuler,
BT: Rh -/-, Wh -/-
- BJ: I/II murni 15egular
BT: (-)
- Abdomen : Perut
cembung (+)
Peristaltik (+) kesan
normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema -/-

15
A: CKD on CHF

P : Cek elektrolit, Foto

thoraks, USG Abdomen

5/2/2020 S: R/

Batuk (+) Sesak (+) mulai


- Captopril 12,5 mg
berkurang
2x1
O:
- Ketocid 3x2

- KU: SS/GB/CM - ISDN 10 mg 3x1


- T: 130/80 mmHg
- Furosemide 40 mg
- N: 82 x/menit
2.0.0
- P: 22 x/menit
- S: 36 oC - PCT 500mg 3x1
- Anemia (-), ikterus (-),
- Candesartan 10mg
lidah kotor (-)
1x1
- BP: Bronkovesikuler,
BT: Rh -/-, Wh -/- - Acetylsistein 2x1
- BJ: I/II murni Regular
P/
BT: (-)
- Abdomen : Perut
cembung (+)
Peristaltik (+) kesan
normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema -/-
- GDS: 308 mg/dL
- GDS pre meal
S : 451 mg/dL

16
M: 406 mg/dL
A:

Edema Pleura + CKD on

CHF

10. RESUME

Seorang perempuan 48 tahun datang ke IGD RSUD Andi

Makassau dengan keluhan sesak yang dirasakan sejak kurang lebih 1

minggu dan memberat sejak kemarin malam sebelum masuk rumah

sakit. Pasien mengeluh sesak jika berbaring dan sulit tidur pada malam

hari. Pasien juga mengeluh batuk yang disertai lendir, nyeri dada tidak

ada, demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada, pasien nampak

pucat dan nampak bengkak pada tungkai, BAB dan Bak kesan normal,

riwayat HT dan DM disangkal.

Pada pemeriksaaan Laboratorium di dapatkan hyperkalemia

dimana terjadi peningkatan natrium, klorida, dan kalium. Didapatkan

pula peningkatan SGOT, SGPT, Ureum dan Creatinin Serum dari

pasien. Pada perhitungan LFG di dapatkan nilai 5.04 mL/min/1.73m2

Pada pemeriksaan radiologi foto thoraks, didapatkan gambaran

yang menunjukkan adanya edema paru akut. Pada pemeriksaan USG

abdomen terdapat kesan PNC Bilateral dan simple renal cyst bilateral.

17
Penanganan awal yang dilakukan adalah dengan memberikan

terapi O2 melalui sungkup dengan dosis 8-10 lpm serta pemberian

cairan RL 8 tpm. Selain itu juga diberikan inj. Furosemide per 8 jam,

NTG 20mg via SP, Farmavon 1gr/ 8jam, PCT/ 12 jam, dan

Moxifloxacin. Selama perawatan telah dilakukan juga pemeriksaan EKG

yang didapatkan gambaran pelebaran Gelombang P. Setelah di rawat

selama 6 hari, kondisi pasien nampak membaik dan dibolehkan pulang

dan diberikan terapi pulang yaitu Captopril 12,5mg 2x1, Ketocid 3x2,

ISDN 10mg 3x1, Furosemide 40mg 1x2, Candesartan 1x1, dan

Acetylsisten 2x1 untuk obat pulang.

18
PEMBAHASAN

A. CHRONIC KIDNEY DISEASE

Penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease(CKD) merupakan

penurunan progresif fungsi ginjal yang bersifat ireversibel. CKD didefinisikan

sebagai kerusakan ginjal persisten dengan karakteristik adanya kerusakan

struktural atau fungsional ( seperti microalbuminuria/proteinuria, hematuria,

ataupun kelainan histologi atau radiologi) dan atau menurunnya laju filtrasi

glomerulus (LFG) menjadi <60 ml/menit/1,73m2 selama sedikitnya satu bulan.

Derajat Klasifikasi LFG

1 Kerusakan ginjal ≥90

dengan kadar LFG

normal atau meningkat

2 Kerusakan ginjal dan 60-89

LFG meningkat ringan

3 Kerusakan ginjal 30-59

dengan LFG meningkat

sedang

4 Kerusakan ginjal 15-29

dengan LFG meningkat

berat

5 Gagal ginjal ≤15

19
Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada pasien dengan CKD dapat meliputi :

a. Penyakit yang mendasari seperti Diabetes Melitus, Sesak napas,

Hipertensi, infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, hiperurikemia,

Lupus Eritomatosus Sistemik dan lain-lain

b. Sindroma uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual dan

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, pruritus, neuropati perifer,

pericarditis, kejang-kejang bahkan sampai koma

c. Gejala komplikasi antara lain hipertensi, anemia, asidosis metabolic,

payah jantung, gangguan keseimbangan elektrolit.

Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium yang bisa ditemukan adalah penurunan

fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,

dan penurunan LFG. Selain itu, terdapat juga kelainan pada kimia

darah seperti penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam

urat, hiper/hypokalemia, hiponatremia, asidosis metabolik. Terdapat

juga kelainan pada urinalisis seperti proteinuria, hematuria, dan

leukosituria.

Gambaran Radiologi

Gambaran radiologi yang bias ditemukan pada pasien CKD

seperti :

20
Foto polos abdomen terdapat tampakan batu radiopak, pada USG

ginjal dapat gambaran ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang

menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, serta kista, massa,

atapun kalsifikasi.

Penatalaksanaan

B. Epidemiologi

Prevalensi pasien CKD di Indonesia meningkat setiap tahunnya.

Diperkirakan prevalensi pasien CKD di Indonesia berkisar 100-150 per 1 juta

penduduk dan bisa mencapai 200-250 kasus per juta penduduk. Peningkatan

prevalensi pasien CKD dihubungkan dengan meningkatnya faktor resiko CKD

seperti DM, hipertensi, dan perubahan gaya hidup masyarakat.

Secara global, penyebab CKD terbanyak adalah diabetes mellitus.

Di Indonesia sampai tahun 2000, penyebab terbanyak CKD adalah

glomerulonephritis namun beberapa tahun belakang Hipertensi menjadi

penyebab tersering pada pasien CKD.

C. Etiologi

Penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi dua, yaitu:

1. kelainan parenkim ginjal


- penyakit ginjal primer
 glomerulonephritis
 pielonefritis
 ginjal polikistik
 TBC ginjal

21
- penyakit ginjal sekunder
 nefritis lupus
 nefropati analgesic
 amyloidosis ginjal
2. penyakit ginjal obstruktif
- pembesaran prostat
- batu saluran kencing

Kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya CKD


 Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di
keluarga
 Bayi dengan berat badan lahir rendah
 Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau
serangan akut lainnya pada ginjal
 Hipoplasia atau displasia ginjal
 Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
 Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih
berulang dan parut di ginjal
 Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
 Riwayat menderita sindrom uremik hemolitik
 Riwayat menderita purpura Henoch-Schőnlein
 Diabetes Melitus
 Lupus Eritermatosus Sistemik
 Riwayat menderita hipertensi
 Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid

Klasifikasi menurut NICE 2008

1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK

22
2. Proteinuria
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45-59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3 A)
b. LFG 30-44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3 B)
4. Penanganan pada GGK tidak boleh dipengaruhi usia

Stadium GFR (ml/mnt/1,73 m2) DESKRIPSI

1 ≥90 Kerusakan ginjal dengan


GFR normal/meningkat

2 60-89 Kerusakan ginjal dengan


penuruna GFR ringan

3 30-59 Kerusakan ginjal dengan


penurunan GFR sedang

4 15-29 Kerusakan ginjal dengan


penurunan GFR berat

5 <15 Gagal ginjal

D. Patofisiologi

Hiperkalemia

Kemampuan untuk mempertahankan kalium (K) ekskresi pada tingkat mendekati


normal umumnya diselenggarakan dalam penyakit ginjal kronis selama keduanya
sekresi aldosteron dan aliran distal dipertahankan. Lain pertahanan terhadap
retensi kalium pada pasien dengan penyakit ginjal kronis meningkat ekskresi

23
kalium dalam saluran pencernaan, yang juga berada di bawah kendali
aldosteron.

Oleh karena itu, hiperkalemia biasanya berkembang ketika GFR turun menjadi
kurang dari 20-25 ml / menit karena kemampuan menurun dari ginjal
mengekskresikan kalium. Hal ini dapat diamati lebih cepat pada pasien yang
menelan makanan yang kaya potasium atau jika kadar aldosteron serum rendah,
seperti di jenis asidosis tubulus ginjal IV yang biasa terlihat pada orang dengan
diabetes atau dengan penggunaan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor atau non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID).

Hiperkalemia pada penyakit ginjal kronis dapat diperburuk oleh pergeseran


ekstraseluler kalium, seperti yang terjadi dalam pengaturan asidemia atau dari
kekurangan insulin. Hipokalemia jarang tetapi dapat berkembang di antara
pasien dengan asupan yang sangat miskin kehilangan kalium, gastrointestinal
atau urin kalium, diare, atau penggunaan diuretik.

Metabolik asidosis

Asidosis metabolik sering merupakan campuran dari anion gap yang normal dan
anion gap meningkat, yang terakhir ini umumnya diamati dengan penyakit ginjal
kronis tahap 5 tetapi dengan anion gap umumnya tidak lebih tinggi dari 20 mEq /
L. Pada penyakit ginjal kronis, ginjal tidak mampu untuk memproduksi amoniak
cukup dalam tubulus proksimal mengekskresikan asam endogen ke dalam urin
dalam bentuk amonium. Pada penyakit ginjal tahap kronis 5, akumulasi fosfat,
sulfat, dan anion organik lainnya adalah penyebab dari peningkatan anion gap.

Asidosis metabolik telah terbukti memiliki efek merusak pada keseimbangan


protein, menyebabkan berikut:

 Negatif nitrogen balance


 Peningkatan degradasi protein
 Peningkatan oksidasi asam amino esensial
 Mengurangi sintesis albumin
 Kurangnya adaptasi ke diet rendah protein

24
Oleh karena itu, asidosis metabolik berhubungan dengan kekurangan energi
protein, kehilangan massa tubuh tanpa lemak, dan kelemahan otot. Mekanisme
untuk mengurangi protein mungkin termasuk efek pada adenosin trifosfat (ATP)-
tergantung proteasomes ubiquitin dan peningkatan aktivitas dari dehydrogenases
asam rantai bercabang keto.

Asidosis metabolik menyebabkan peningkatan ammoniagenesis untuk


membantu hidrogen mengeluarkan lebih. Namun, ini menyebabkan peningkatan
fibrosis dan perkembangan yang cepat dari penyakit ginjal.

Asidosis metabolik merupakan faktor dalam pengembangan osteodistrofi ginjal,


sebagai tulang bertindak sebagai buffer untuk kelebihan asam, dengan
kehilangan resultan dari mineral. Asidosis dapat mengganggu metabolisme
vitamin D, dan pasien yang terus-menerus lebih asidosis lebih mungkin untuk
memiliki osteomalasia atau rendah turnover penyakit tulang.

Kelainan Na dan air

Garam dan air oleh ginjal penanganan diubah pada penyakit ginjal kronis.
Volume ekstraseluler ekspansi dan total-tubuh hasil volume overload dari
kegagalan natrium dan ekskresi air bebas. Ini biasanya menjadi klinis nyata
ketika GFR turun menjadi kurang dari 10-15 ml / menit, ketika mekanisme
kompensasi telah menjadi kelelahan.

Sebagai fungsi ginjal menurun lebih lanjut, retensi natrium dan volume memimpin
ekspansi ekstraseluler edema perifer dan, tidak jarang, edema paru dan
hipertensi. Pada natrium, lebih tinggi GFR dan air berlebih asupan bisa
menghasilkan gambar yang sama jika jumlah yang tertelan natrium dan air
melebihi potensi yang tersedia untuk ekskresi kompensasi.

Anemia

Normokromik normositik anemia terutama berkembang dari sintesis ginjal


penurunan eritropoietin, hormon yang bertanggung jawab untuk stimulasi
sumsum tulang untuk produksi sel darah merah (RBC). Dimulai pada awal

25
perjalanan penyakit dan menjadi lebih parah sebagai GFR semakin menurun
dengan ketersediaan massa ginjal kurang layak.

Tidak ada respon retikulosit terjadi. RBC kelangsungan hidup menurun, dan
kecenderungan perdarahan meningkat dari disfungsi uremia akibat trombosit.
Penyebab lain dari anemia pada penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:

 Kehilangan darah yang kronis


 Sekunder hiperparatiroidisme
 Peradangan
 Gizi kekurangan
 Akumulasi inhibitor dari eritropoiesis

Diabetes Melitus

Patofisiologi yang mendasari pada diabetes tipe 2 ditandai oleh tiga gangguan
berikut (1) resistensi perifer terhadap insulin, terutama pada sel otot: (2)
peningkatan produksi glukosa oleh hati, dan (3) sekresi pankreas diubah.
Peningkatan jaringan resistensi terhadap insulin umumnya terjadi pertama dan
akhirnya diikuti oleh sekresi insulin terganggu. Pankreas memproduksi insulin,
namun resistensi insulin mencegah penggunaan yang tepat pada tingkat sel.
Glukosa tidak dapat memasuki sel target dan terakumulasi dalam aliran darah,
mengakibatkan hiperglikemia. Tingkat glukosa darah tinggi sering merangsang
peningkatan produksi insulin oleh pankreas: demikian. Tipe 2 diabetes individu
seringkali memiliki produksi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia).

Resistensi insulin mengacu pada sensitivitas jaringan terhadap insulin. Reaksi


intraseluler berkurang, membuat insulin kurang efektif merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan dan mengatur pelepasan glukosa oleh hati.

Jika kadar glukosa darah yang meningkat secara konsisten untuk jangka waktu
yang signifikan, mekanisme filtrasi ginjal ditekankan, memungkinkan protein
darah bocor ke dalam urin. Akibatnya, tekanan di dalam pembuluh darah ginjal
meningkat. Diperkirakan bahwa tekanan tinggi berfungsi sebagai stimulus tingkat
nefropati.

26
Perubahan terdeteksi paling awal dalam perjalanan nefropati diabetik adalah
penebalan di glomerulus. Pada tahap ini, ginjal dapat mulai memungkinkan lebih
albumin (protein) dari normal dalam urin, dan ini dapat dideteksi dengan tes
sensitif untuk albumin. Sebagai nefropati diabetes berlangsung, peningkatan
jumlah glomeruli yang hancur. Sekarang jumlah albumin yang diekskresikan
dalam urin meningkat, dan dapat dideteksi dengan teknik urinalisis biasa. Pada
tahap ini, biopsi ginjal jelas menunjukkan nefropati diabetes dan akhirnya
menyebabkan gagal ginjal kronis.

E. Manifestasi Klinik

Efek dan gejala penyakit ginjal kronis meliputi;

 perlu sering buang air kecil , terutama pada malam hari (nokturia);

 pembengkakan pada kaki dan bengkak di sekitar mata (retensi cairan);

 tekanan darah tinggi;

 kelelahan dan kelemahan (dari anemia atau akumulasi produk limbah


dalam tubuh);

 kehilangan nafsu makan, mual dan muntah ;

 gatal kulit, memar, dan pucat mudah (anemia);

 sesak napas dari akumulasi cairan di paru-paru;

 sakit kepala , mati rasa pada kaki atau tangan (neuropati perifer),
gangguan tidur , perubahan status mental ( ensefalopati dari akumulasi
produk-produk limbah atau racun uremik), dan restless leg syndrome ;

 nyeri dada karena perikarditis (radang di sekitar jantung);

 perdarahan (karena pembekuan darah yang buruk);

 nyeri tulang dan patah tulang, dan

27
 penurunan minat seksual dan disfungsi ereksi

F. DIAGNOSIS

- Pada awalnya, gagal ginjal mungkin tanpa gejala (tidak menghasilkan

gejala apapun). Seperti penurunan fungsi ginjal, gejala terkait dengan

ketidakmampuan untuk mengatur air dan elektrolit saldo, untuk

membersihkan produk sisa dari tubuh, dan untuk mempromosikan

produksi sel darah merah. Kelesuan, kelemahan , sesak napas ,

pembengkakan dan umum dapat terjadi. Belum diakui atau tidak

diobati, keadaan yang mengancam jiwa dapat berkembang.

- Asidosis metabolik, atau peningkatan keasaman tubuh karena

ketidakmampuan untuk memproduksi bikarbonat, akan mengubah

enzim dan metabolisme oksigen, menyebabkan gagal organ.

- Ketidakmampuan untuk mengekskresikan kalium dan kadar kalium

dalam serum meningkat ( hiperkalemia ) dikaitkan dengan gangguan

irama jantung fatal ( aritmia ) termasuk takikardia ventrikel dan fibrilasi

ventrikel.

- Tingkat urea meningkat dalam darah (uremia) dapat mempengaruhi

fungsi berbagai organ mulai dari otak ( ensefalopati ) dengan

perubahan pemikiran, untuk radang selaput jantung ( perikarditis ),

untuk fungsi otot menurun karena tingkat kalsium yang rendah (

hypocalcemia).

- Kelemahan umum dapat terjadi karena anemia , suatu jumlah sel

darah menurun merah, karena tingkat lebih rendah dari erythropoietin

yang dihasilkan oleh ginjal gagal tidak cukup merangsang sumsum

tulang. Penurunan sel merah sama dengan penurunan oksigen-

28
membawa kapasitas darah, mengakibatkan pengiriman oksigen

menurun menjadi sel bagi mereka untuk melakukan pekerjaan,

sehingga ban tubuh dengan cepat. Juga, dengan oksigen sedikit, sel-

sel lebih siap menggunakan metabolisme menyebabkan peningkatan

jumlah produksi asam yang tidak dapat ditangani oleh ginjal sudah

gagal.

- Sebagai produk limbah membangun di, darah kehilangan nafsu

makan , lesu, dan kelelahan menjadi jelas. Ini akan maju ke titik di

mana fungsi mental akan berkurang dan koma dapat terjadi.

- Karena ginjal tidak dapat mengatasi beban asam yang meningkat

dalam tubuh, pernapasan menjadi lebih cepat karena paru-paru

mencoba untuk buffer keasaman dengan meniup karbon dioksida.

Tekanan darah mungkin naik karena kelebihan cairan, dan cairan ini

dapat disimpan di paru-paru, menyebabkan gagal jantung kongestif

G. Pemeriksaan Penunjang

A. Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
1. sesuai dengan penyakit yang mendasari (diabetes mellitus, hipertensi,
dll)
2. penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan
rumus kockcroft-gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan asam urat, hiper atau hypokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic

29
4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosituria,
isosisteinuria
B. Gambaran radiologi
Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronik meliputi:
1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opaque
2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran pasien terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan.
3. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. USG ginjal memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi. Indikasi USG (NICE 2008(:
- Progresif GGK (LFG ≥5 ml/min/1,73 m2 dalam 5 tahun)
- Adanya hematuria
- Ada gejala obstruksi saluran kencing
- Ada riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik dan berusia lebih dari
20 tahun
- GGK stadium 4 dan 5
- Memerlukan bipsi ginjal
pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi

H. Penatalaksanaan

 Pengendalian gangguan yang mendasari


 Kemungkinan pembatasan protein diet, fosfat, dan K
 Suplemen vitamin D
 Pengobatan anemia dan gagal jantung
 Dosis semua obat disesuaikan sesuai kebutuhan
 Dialisis untuk GFR sangat menurun, gejala uremik, atau kadang-kadang
hiperkalemia atau gagal jantung
 Transplantasi ginjal

30
Tidak ada obat untuk penyakit ginjal kronis. Empat Tujuan terapi adalah untuk:

1. memperlambat perkembangan penyakit;

2. mengobati penyebab dan faktor-faktor;

3. mengobati komplikasi penyakit, dan

4. menggantikan fungsi ginjal hilang.

Strategi untuk memperlambat progresi dan mengobati kondisi yang mendasari


penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:

 Pengendalian glukosa darah: Mempertahankan kontrol yang baik dari


diabetes sangat penting. Orang dengan diabetes yang tidak mengontrol
glukosa darah mereka memiliki risiko jauh lebih tinggi dari semua
komplikasi diabetes, termasuk penyakit ginjal kronis.

 Kontrol tekanan darah tinggi: ini juga memperlambat perkembangan


penyakit ginjal kronis. Dianjurkan untuk menjaga tekanan darah Anda di
bawah ini mmHg 130/80 jika Anda memiliki penyakit ginjal. Hal ini sering
berguna untuk memonitor tekanan darah di rumah. Obat tekanan darah
yang dikenal sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) atau
penghambat reseptor angiotensin (ARB) memiliki manfaat khusus dalam
melindungi ginjal.

 Larangan:

Pada penyakit ginjal kronis, beberapa obat dapat menjadi racun bagi ginjal dan
mungkin perlu dihindari atau diberikan dalam dosis yang disesuaikan. Di antara
over-the-counter, berikut perlu dihindari atau digunakan dengan hati-hati:

 Beberapa analgesik: Aspirin , obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID,


seperti ibuprofen

 Armada atau enema phosphosoda karena kandungan yang tinggi dari


fosfor

31
 Obat pencahar dan antasida yang mengandung magnesium dan
aluminium seperti magnesium hidroksida (Susu Magnesia) dan famotidin
(Mylanta)

 Bisul obat H2-reseptor antagonis: simetidin (Tagamet), ranitidine


(Zantac), (dosis menurun dengan penyakit ginjal)

 Dekongestan seperti pseudoephedrine (Sudafed) terutama jika Anda


memiliki tekanan darah tinggi

 obat Herbal

Gizi:

 Pembatasan garam: Batasi untuk 4-6 gram sehari untuk menghindari


retensi cairan dan membantu mengontrol tekanan darah tinggi.
 Asupan cairan: asupan air yang berlebihan tidak membantu mencegah
penyakit ginjal. Pembatasan asupan air disamakan dengan jumlah air
yang keluar melalui urin (penampungan urin per 24 jam) dikurangkan
sedikit untuk asupan air.

 Pembatasan Kalium: Hal ini diperlukan pada penyakit ginjal maju karena
ginjal tidak mampu mengeluarkan kalium. Tingginya kadar kalium bisa
menyebabkan irama jantung abnormal . Contoh makanan tinggi kalium
meliputi pisang, jeruk, kacang-kacangan, dan kentang.

 Pembatasan protein berat pada penyakit ginjal masih kontroversial.


Namun, pembatasan moderat (0,8 g / kg / hari) aman dan mudah untuk
sebagian besar pasien untuk mentolerir. Beberapa ahli
merekomendasikan 0,6 g / kg / hari untuk pasien dengan diabetes dan,
untuk pasien tanpa diabetes,> 0,8 g / kg / hari jika GFR adalah 25 sampai
2
55 mL/min/1.73 m atau 0,6 g / kg / hari jika GFR adalah 13 sampai 24
2.
mL/min/1.73 m Gejala uremik Banyak nyata mengurangi ketika protein
katabolisme dan generasi urea berkurang. Karbohidrat dan lemak yang
cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah

32
ketosis. Pasien untuk siapa <0,8 g / kg / hari telah diresepkan harus
diikuti oleh ahli gizi. Karena pembatasan diet dapat mengurangi asupan
vitamin yang diperlukan, pasien harus mengambil multivitamin yang
mengandung vitamin yang larut dalam air. Administrasi vitamin A dan E
tidak diperlukan. Vitamin D dalam bentuk 1,25-dihydroxyvitamin D

I. Komplikasi

Komplikasi penyakit ginjal kronis mungkin memerlukan perawatan medis.

 Retensi cairan dapat diobati dengan salah satu dari sejumlah obat
diuretik, yang menghilangkan kelebihan air dari tubuh. Namun, obat ini
tidak cocok untuk semua pasien.

 Anemia dapat diobati dengan agen eritropoiesis merangsang seperti


erythropoietin atau darbepoetin (Aranesp, Aranesp Gratis Albumin,
Aranesp SureClick). Eritropoiesis merangsang agen adalah kelompok
obat yang menggantikan kekurangan erythropoietin, yang biasanya
diproduksi oleh ginjal sehat. Seringkali, pasien yang dirawat dengan obat
tersebut membutuhkan suplemen besi dengan mulut atau kadang-kadang
bahkan intravena.

 Penyakit tulang berkembang pada penyakit ginjal karena


ketidakmampuan untuk mengeluarkan fosfor dan kegagalan untuk
membentuk aktif vitamin D. Dalam keadaan seperti itu, dokter anda
mungkin meresepkan obat fosfor mengikat dalam usus, dan mungkin
meresepkan bentuk aktif vitamin D.

 Asidosis dapat berkembang dengan penyakit ginjal. Asidosis dapat


menyebabkan kerusakan protein, peradangan, dan penyakit tulang. Jika

33
asidosis signifikan, dokter mungkin menggunakan obat-obatan seperti
natrium bikarbonat (baking soda) untuk memperbaiki masalah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

2. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. 2005. Penerbit : Erlangga. Hal :

258, Gagal ginjal Kronis dan pasien dialisis.

3. Kathuria, Yogendra, MD, FACP, FASN. 2012. Chronic Kidney Disease.


http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/article_em.htm
4. Arora, Pradeep, MD. Mar 28, 2012. Chronic Kidney Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
5. Kaufman, Dixon B, MD, PhD. Jan 25, 2012. Renal Transplantation
(Medical). http://emedicine.medscape.com/article/429314-overview
6. PATHOPHYSIOLOGY: Chronic kidney failure secondary to Diabetes
Mellitus type II.
http://nursingdepartment.blogspot.com/2009/03/pathophysiology-of
diabetes-milletus.html
7. James I. McMillan, MD. December 2007. Chronic Kidney Disease
(Chronic Renal Failure).
http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal
_failure/chronic_kidney_disease.html
8. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book. 2004.

34
9. Physiology of Kidney. 2012. http://www.ivy
rose.co.uk/HumanBody/Urinary/Urinary_System_Kidneys_Actions.php

35

Anda mungkin juga menyukai