Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS KE - 1

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP


NOMMENSEN MEDAN

“DEMAM TIFOID”

Dokter muda :
Dionisius Iman Saputra Hia
NPM : 14000028

Dokter Pembimbing :

dr. Trio Adoratee Lieming Putra, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

MURNI TEGUH MEMORIAL HOSPITAL

MEDAN

2018

1
Laporan Kasus 2 Supervisor
Sabtu, 28 Juni 2018
RS MTMH
(dr. Trio Adoratee Lieming Putra, SpPD)

Demam Tifoid
Dionisius Iman Saputra Hia
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
Murni Teguh Memorial Hospital

Abstrak

Demam tifoid masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia.
Penyakit ini lebih sering terjadi secara endemik, dimana penyebarannya sangat
dipengaruhi oleh keadaan sanitasi, higiene yang buruk, dan pengetahuan yang kurang
mengenai penyakit ini. Indonesia adalah salah satu daerah endemik penyakit ini.
Presentasi klinisnya bervariasi, terutama diawali oleh demam, malaise, rasa tidak
nyaman di perut, dan gejala non sepesifik lainnya.

Dilaporkan satu kasus demam tifoid pada seorang laki-laki berusia 20 tahun yang
berobat ke MTMH dengan keluhan demam satu minggu yang disertai oleh gejala
gastrointestinal, malaise, dan nyeri kepala. Beberapa diagnosa banding telah
dipertimbangkan, namun dengan hasil uji Tubex TF positif, pasien dikonfirmasi dengan
diagnosa demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Segera setelah diagnosa
dikonfimasi, pengobatan empiris dimulai dengan pemberian ciprofloxacin dan
menunjukkan respon klinis yang baik tanpa komplikasi selama masa rawatan. Pasien
kemudian pulang setelah masa rawatan 4 hari.

Kata kunci : demam tifoid, Salmonella typhi, endemik, ciprofloxacin

2
Pendahuluan

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella


enteritica dengan serotipe Salmonella typhi.1 Penyakit ini termasuk penyakit menular
yang mudah menular sehingga dapat menimbulkan wabah yang tercantum dalam
Undang-Undang No. 6 Tahun 1962 tentang wabah. Penyakit ini masih menjadi masalah
kesehatan di berbagai belahan dunia, terutama negara berkembang seperti Indonesia.
Berdasarkan kepada laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2014,
diestimasikan secara global terdapat 21 juta kasus demam tifoid dan 222.000 orang
meninggal dunia pertahunnya.1 Hal ini berhubungan erat dengan keadaan sanitasi,
kebiasaan higiene yang buruk, dan tingkat pendidikan yang rendah.2

Demam tifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara


epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah. Di Indonesia demam
tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik
terjadi pada anak-anak.3 Etiologi demam tifoid adalah infeksi kuman Salmonella typhi.
Sumber penularannya adalah pasien dengan demam tifoid atau carrier, dan air yang
tercemar merupakan salah satu sumber transmisi pada daerah endemik. Sedangkan pada
daerah nonedemik, makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan
yang paling sering terjadi.3 Carrier atau pembawa adalah orang yang sembuh dari
demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari satu tahun.4

Masa tunas demam tifoid berlangsung 6 sampai 30 hari, dengan gejala yang
timbul sangat bervariasi dari gejala ringan yang sulit di diagnosis hingga gejala khas
dengan komplikasi dan kematian.5 Perbedaan klinis ini tidak hanya di berbagai belahan
dunia saja namun juga terjadi di dalam daerah yang sama dari waktu ke waktu. Gejala
klinis yang umumnya terjadi adalah demam 5 hari atau lebih, gangguan pencernaan, dan
gangguan kesadaran.5,6

3
Laporan kasus

1. Status Pasien

Tanggal Masuk Dokter Penanggung Jawab Pasien:


30/05/2018 dr. Bistok Sihombing, Sp.PD
Jam Dokter Jaga :
14.30 WIB dr. Eric Tannaka
Ruang Mahasiswa Co-ass :
WARD 6 WEST/633B Dionisius Iman Saputra Hia

ANAMNESIS PRIBADI

Nama : Evan Marteen Halawa


Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Nias
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jln. Sena

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Demam


Telaah : Demam dialami sejak 1 minggu lalu, tidak naik turun,
tidak menggigil, dan tidak dirasakan turun setelah
pemberian obat penurun panas. Nyeri kepala (+) dialami
sejak 4 hari yang lalu, menjalar keseluruh bagian kepala.
Perdarahan spontan dari hidung dan gusi tidak dijumpai.
Nyeri saat menelan tidak dijumpai. Batuk (+) berdahak,
berwarna putih keruh, darah tidak dijumpai, dialami sejak
5 hari yang lalu. Nyeri ulu hati (+) dialami sejak 4 hari
yang lalu, dirasakan menjalar keseluruh bagian perut.
Mual (+) dialami sejak 2 hari yang lalu, muntah (-).
BAB (+) mencret, 2-3 kali/hari, warna kuning kecoklatan,
air > ampas, BAK (+) sedikit.Pasien juga mengeluhkan
nyeri pada seluruh sendi badan,nafsu makan menurun,
asupan makanan dan minuman (+) namun berkurang sejak
1 minggu terakhir, riwayat berpergian ke luar kota (-).
RPT : tidak dijumpai
RPO : Paracetamol, Vitamin B complex, Ambroxol syp

4
ANAMNESIS ORGAN

Jantung
Sesak Nafas : (-)
Angina Pektoris : (-)
Edema : (-)
Palpitasi : (-)
Lain-lain : dbn

Saluran Pernafasan
Batuk-batuk : (+)
Dahak : (+)
Asma/Bronkitis : (-)
Lain-lain : dbn

Saluran Pencernaan
Nafsu Makan : (+), menurun
Keluhan Menelan : (-)
Keluhan Perut : (+)
Penurunan BB : tidak dapat dinilai
Keluhan defekasi : (-)
Lain-lain : dbn

Saluran Urogenital
Sakit Buang Air Kecil : (-)
Mengandung Batu : (-)
Haid : (-)
BAK tersendat : (-)
Keadaan urin : kuning, tidak pekat
Lain-lain : dbn

Sendi dan Tulang


Sakit Pinggang : (-)
Keluhan Persendian : (+), minimal, dirasakan pada seluruh tubuh
Keterbatasan gerak : (-)
Lain-lain : dbn

Endokrin
Haus/Polidipsi : (-)
Poliuri : (-)
Polifagi : (-)
Gugup : (-)

5
Perubahan suara : (-)
Lain-lain : (-)

Saraf Pusat
Sakit Kepala : (+), dirasakan pada seluruh bagian
Hoyong : (+)
Lain-lain : dbn

Darah dan Pembuluh Darah


Pucat : (+), minimal
Petechiae : (-)
Purpura : (-)
Perdarahan : (-)
Lain-lain : dbn

Siklus Perifer
Claudicatio Intermitten : (-)
Lain-lain : (-)

ANAMNESIS FAMILI : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENT
Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
BP : 120/80 mmHg
HR : 105 x/i,reg/irreg,t/v : R+1
RR : 22 x/i
Temp. : 39,6 OC
Keadaan Penyakit
Pancaran wajah : lemas, VAS = 1
Sikap Paksa : (-)
Refleks Fisiologis : dalam batas normal
Refleks Patologis : (-)
Anemia (-) Ikterus (-) Dispnea (-)
Sianosis (-) Edema (-) Purpura (-)
Turgor kulit Baik/Sedang/Jelek
Keadaan Gizi
TB : 172 cm
BB : 82 kg
IMT : Overweight

6
Kepala
Mata
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil : isokor / unisokor, ukuran refleks
cahaya direk (tidak dilakukan)/indirek (tidak dilakukan), kesan : Anemis
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut
lidah : lidah kotor (-), pinggir hipermis (-), tremor lidah (-) minimal
gigi geligi : dalam batas normal
tonsil/faring : pembesaran (-), dinding hiperemis (-)

Leher
Struma membesar/tidak membesar, tingkat : (-) nodular / multi nodular / diffuse.
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi : (-) jumlah (-) konsistensi (-) mobilitas (-) nyeri
tekan (-).
Posisi Trakea : Medial, TVJ : R + 2 cm H2O
Kaku kuduk ( -), lain-lain : dbn

Thorax depan
Inspeksi
Bentuk : simetris, barrel chest (-)
Pergerakan : pola bernapas normal, keinggalan pernapasan (-)
Lainnya : spider navi (-), ginekomasti (-), retraksi dinding dada (-),
scars (-)
Palpasi
Nyeri Tekan : (-)
Fremitus Suara : kiri = kanan
Iktus : (+) ICR 5 linea mid clavicula sinistra
Lainnya : pembesaran KGB (-)
Perkusi
Batas Paru–Hati R/A : pekak pada ICR 5/6 linea mid clavicula dextra
Batas Kiri Jantung : iktus pada ICR 5 mid clavicula sinistra
Batas Kanan Jantung : linea parasternalis dextra
Batas Paru Lambung : ICR 8 linea axilla anterolateral
Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : vesikuler, suara tambahan (-)
Jantung
M1 > M2, P1 < P2, T1 > T2, A1 < A2, desah sistolis (-), tingkat : (-)
desah diastolis (-), HR : 105 x/menit, reg/irreg, intensitas: baik, lain : (-)

7
Thorax Belakang
Inspeksi : scars (-), pembesaran (-)
Palpasi : benjolan (-)
Perkusi : kanan/kiri setinggi v.thorakal X-XI
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen
Inspeksi
Bentuk : bulat lonjong, kesan obesitas sentral
Gerakan Lambung/Usus : (+), dalam batas normal
Vena Kolateral : (-)
Caput Medusae : (-)

Palpasi
Dinding Abdomen : soepel
HATI
Pembesaran : (-), BAC (0 cm), BPX (0 cm)
Permukaan : tidak teraba
Pinggir : tidak teraba
Nyeri Tekan : (-)
LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner : 0, Haecket : 0
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain : (-)

UTERUS / OVARIUM : (-)


TUMOR : (-)

Perkusi
Pekak Hati : (+) ICS 5/6
Pekak Beralih : puddle sign (-), shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi
Peristaltik Usus : (+) 9 kali/menit normal
Lain-lain : (-)

Pinggang
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-), Kiri / Kanan

Inguinal : a. femoralis (+), KGB (-)


Genitalia luar : tidak dapat diperiksa

8
Pemeriksaan Colok Dubur (RT)
Perineum : peradangan (-)
Sphincter Ani : intake (+)
Lumen : massa tumor (-), prostat tidak teraba
Mukosa : licin
Sarung Tangan : feses / lendir / darah
Lainnya : nyeri (-)

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan
Deformitas Sendi : (-) Edema : (-) (-)
Lokasi : (-) Arteri Femoralis : (+) (+)
Jari Tabuh : (-) Arteri Tibia Posterior : (+) (+)
Tremor Ujung Jari : (-) Arteri Dorsalis Pedis : (+) (+)
Telapak Tangan Sembab : (-) Refleks KPR : dbn dbn
Sianosis : (-) Refleks APR : dbn dbn
Eritema Palmaris : (-) Refleks Fisiologis : dbn dbn
Lain-lain : dbn Refleks Patologis : (-) (-)
Lain-lain : dbn dbn

Darah Kemih Tinja


Hb : g% Warna : Warna :
Eritrosit : x 106/mm3 Protein : Konsistensi :
Leukosit : x 103/mm3 Reduksi : Eritrosit :
Trombosit : x 103/mm3 Bilirubin : Leukosit :
Ht : % Urobilinogen : Amobe/Kista :
LED : mm/jam
Hitung Jenis : Sedimen Telur Cacing :
Eosinofil : Eritrosit : /lpb Ascaris :
Basofil : Leukosit : /lpb Ankylostoma :
Neutrofil Batang : Silinder : /lpb T.trichiura :
Neutrofil Segmen : Epitel : /lpb Kremi :
Limfosit :
Monosit :

*pemeriksaan penunjang dilampirkan terpisah

9
2. Resume

Keadaan Umum : Compos Mentis


Telaah : Demam (+) gradual, menggigil (-), naik
turun (-) sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri kepala (+)
dirasakan pada seluruh regio cranial. Epistaksis (-),
gusi berdarah (-). Disfagia (-). Dispnea (-), batuk (+),
ANAMNESIS
sputum (+) berwarna putih, darah (-). Nyeri tekan
abdomen (+) dirasakan diffuse pada kuadaran perut
atas. Mual (+), muntah (-). BAB (+) 2-3 kali/hari, air >
ampas, warna kuning kecoklatan. BAK (+) sedikit,
disuria (-). Riwayat berpergian ke luar kota (-).
Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk
STATUS PASIEN Keadaan Penyakit : Ringan / Sedang / Berat
Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih
 Kunjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera
ikterus (-/-)
 Typhoid tongue (-) putih, pinggir hiperemis,
tremor (-)
PEMERIKSAAN FISIK  Limfadenopati (-)
 Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrium,
hikondrium dextra dan hipokondrium sinistra,
murphy sign (-), hepar/lien/renal tidak teraba
 Perdarahan spontan (-), petechiae (-)
Darah : Hb normal, leukosit normal, trombosit
normal, neutrofilia (+) 76,6 %, parasit malaria (-),
Tuubex TF/IgM Salmonella (+8)
LABORATORIUM RUTIN
Kemih : tidak dilakukan
Tinja : kuning, cair, parasit (-), telur cacing (-),
jamur (-)
1. Demam tifoid
2. Malaria
DIAGNOSIS BANDING 3. Demam dengue
4. Gastroenteritis akut
5. Dispepsia
DIAGNOSA SEMENTARA Demam tifoid ec. Salmonella typhi + Dehidrasi sedang
Aktivitas : bed rest
Diet : rendah lemak, tinggi karbohidrat, tinggi protein
dalam bentuk M2
Tindakan Suportif : Rawat inap
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
IVFD RL 20 gtt/mnt
IVFD Paracetamol 1 gr/8 jam
Inj. Ranitidine 150 mg /6 jam

10
Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan

1. Darah rutin 6. Ig G dan IgM dengue

2. Urin dan faeces rutin 7.

3. Darah tepi 8.

4. Elektrolit 9.

5. Tubex TF/IgM Salmonella typhi 10.

3. Lembar follow up pasien

Hari/Tanggal/Waktu SOAP
Kamis, 31/05/2018 S : Demam (+), batuk berdahak (+), nyeri perut (+), mual (+)
(09.00 WIB) muntah (-), nyeri kepala (+) hilang timbul, hoyong (+)
O:
 TD : 110/80 mmHg
HR : 102 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 39,2 0C
 Konjungtiva palpebra anemis (-/-)
 Typhoid tongue (+)
 Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrium
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
 Bed rest, diet rendah lemak, tinggi protein, tinggi
karbohidrat dalam bentuk M2
 IVFD RL 20 gtt/mnt
IVFD Paracetamol 1 gr/12 jam
IV Ranitidine 150 mg/8 jam
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab
Ambroxol syp 60 ml 3×1 cth
Jumat, 01/06/2018 S : Demam (+), batuk berdahak (+), nyeri perut (+) dirasakan
(07.45 WIB) berkurang, mual (+) muntah (-), nyeri kepala (-), hoyong (-)
O:
 TD : 120/80 mmHg
HR : 85 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 38,9 0C
 Typhoid tongue (+), tremor (-)
 Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrium
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
 Bed rest, diet rendah lemak, tinggi protein, tinggi

11
karbohidrat dalam bentuk M2
 IVFD Asering 500 ml 20 gtt/mnt
IVFD Paracetamol 500 mg/12 jam
IV Ranitidine 150 mg/8 jam
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab
Ambroxol syp 60 ml 3×1 cth
Sabtu, 02/06/2018 S : Demam (+), batuk berdahak (-), nyeri perut (+), mual (-)
(08.15 WIB) O:
 TD : 110/80 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 38,2 0C
 Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrium
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
 Bed rest, diet rendah lemak, tinggi protein, tinggi
karbohidrat dalam bentuk M2
 IVFD Paracetamol 500 mg/12 jam
IV Ranitidine 150 mg/8 jam
Ciprofloxacin 500 mg 3×1 tab
Minggu, 03/06/2018 S : Demam (-), nyeri perut (+) minimal
(07.40 WIB) O:
 TD : 125/80 mmHg
HR : 78 x/mnt
RR : 21 x/mnt
Temp : 36,7 0C
 Nyeri tekan abdomen (-)
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
 Beraktivitas secara bertahap, diet rendah lemak, tinggi
protein, tinggi karbohidrat dalam bentuk MB
 Paracetamol 500 mg tab bila demam
Ranitidine 150 mg 2×1 tab
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab
Senin, 04/06/2018 Patient discharged
(07.00 WIB)
 TD : 125/80 mmHg
HR : 78 x/mnt
RR : 21 x/mnt
Temp : 36,7 0C

 Beraktivitas secara bertahap, tidak langsung


melakukan aktivitas berat, diet rendah lemak, tinggi
protein, tinggi karbohidrat dalam bentuk MB, selektif
terhadap asupan makanan bersih, memperbanyak
intake cairan, menjada higienitas diri.

12
 Paracetamol 500 mg tab bila demam
Ranitidine 150 mg 2×1 tab bila nyeri ulu hati
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab selama 3 hari

Diskusi

Salmonella typhi merupakan kuman gram negatif berbentuk batang yang hanya
ditemukan pada manusia. Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang
memiliki lebih dari 2300 serotipe. Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonella
yang termasuk dalam jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak
bersporulasi, termasuk dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa yang
mereduksi nitrat menjadi nitrit.7

Penularan penyakit demam tifoid adalah secara “faeco-oral”, dan banyak terdapat
di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman Salmonella typhi
masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau minuman yang tercemar.
Pada dasarnya kuman ini merupakan salah satu flora normal di dalam usus, namun bila
jumlahnya telah mencapai 10^5 – 10^9 kuman masuk ke dalam usus, maka kuman ini
akan bersifat infeksius.7 Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus mukosa
usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe (bakteremia pertama). Selanjutnya,
kuman menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll),
kuman berkembang biak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali (bakteriemia
kedua). Meskipun melalui peredaran darah kuman menyebar ke semua sistem tubuh dan
menimbulkan berbagai gejala, proses utama ialah di ileum terminalis. Bila infeksi yang
terjadi berat, seluruh ileum dapat terkena dan dapat menimbulkan perforasi atau
perdarahan. Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen
endogen. Zat ini mempengeruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan
menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang
biak di dalam makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat
menetap atau bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya relaps atau carrier (pembawa).4,8

Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, malaise, gejala gastrointestinal
ringan hingga berat, lidah tifoid, meteorismus, dan dapat ditemukannya hepatomegali

13
serta rose spot. Diagnosis ini didukung oleh hasil pemeriksaan serologis, yaitu dengan
Uji Tubex TF untuk mendeteksi IgM Salmonella typhi, dapat dilakukan 4-5 hari
pertama demam.3,5

Gambar 1. Rose spot dan lidah kotor pada infeksi Salmonella typhi

Skor Interpretasi nilai Interpretasi hasil Uji Tubex


<2 Negatif Tidak menunjukan infeksi tifoid akut
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian,
bila masih meragukan ulangi beberapa hari kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid
Tabel 1. Interpretasi hasil Uji Tubex

Pasien sejak satu minggu terakhir mengeluh demam, yang dirasakan semakin
meninggi dari hari ke hari. Pasien merasakan nyeri kepala, terkadang pusing, batuk
disertai dahak, nyeri perut disertai mual, dan buang air besar encer. Dalam seminggu
terakhir juga pasien merasakan lemas, dan nyeri sendi di seluruh bagian badan. Gejala
ini diduga merupakan gejala prodromal pada masa inkubasi Salmonella typhi. Demam
yang dialami pasien dirasakan berangsur-angsur meningkat setiap harinya. Tipe demam
demikian sesuai dengan stepladder fever pattern yang ditimbulkan akibat infeksi
Salmonella typhi. Nyeri ulu hati yang dirasakan pasien di duga merupakan referred pain
dari lokasi infeksi Salmonella typhi pada ileum terminalis.6

Jika perjalanan penyakit demam tifoid pasien terus dimonitor, maka biasanya pada
minggu kedua didapatkan gejala-gejala yang lebih jelas. Gejala yang timbul pada
minggu kedua berupa demam tinggi, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor di tengah,
tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan

14
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, rose spot jarang
ditemukan pada orang Indonesia.6,8

Penatalaksanaan Demam tifoid yakni : (1) Pemberian antibiotik; untuk


menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat dipakai
adalah Kloramfenikol dosis hari pertama 4×250 mg, hari kedua 4×500 mg, diberikan
selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan
menjadi 4×250 mg selama 5 hari kemudian. Ampisilin/Amoksisilin 50-150 mg/kgBB
diberikan selama 2 minggu, Kotrimoksazol 2×2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol – 80 mg trimetroprim) diberikan selama 2 minggu. Sefalosporin
generasi II dan III yakni : seftriakson 4 gr/hari selama 3 hari. Fluoroquinolon yakni :
norfloksasin 2×400 mg/hari selama 2 minggu, ciprofloksacin 2×500 mg/hari selama 6
hari, ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari, pefloksasin 400 mg/hari selama 1 minggu,
fleroksasin 400 mg/hari selama 1 minggu; (2) Istirahat dan perawatan profesional;
bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Dalam perawatan higiene seseorang sangat diperlukan, kebersihan tempat tidur, dan
peralatan yang dipakai oleh pasien. (3) Diet dan terapi penunjang; berdasarkan kepada
beratnya keluhan pencernaan yang dialami pasien, pertama-tama pasien diberikan diet
bubur saring, bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien.6,9

Pada kasus ini, ciprofloksacin digunakan atas indikasi tingginya angka multidrug-
resistant (MDR) Salmonella typhi terhadap antibiotik tiga lini pertama yakni
kloramfenikol, ampicillin, dan kotrimoksazol.10 Penggunaan obat golongan
fluoroquinolon ini juga atas indikasi dosis minimum yang lebih efektif membunuh
Salmonella typhi bila dibandingkan dengan dosis penggunaan sefalosporin generasi III
serta memiliki tingkat kesembuhan yang lebih baik.11

15
Kesimpulan

Telah dilaporkan sebuah kasus demam tifoid pada seorang pasien laki-laki umur
20 tahun yang di rawat di Murni Teguh Memorial Hospital Medan. Konfirmasi cepat
terhadap diagnosa demam tifoid dengan uji Tubex TF sangat di perlukan dalam
tindakan pengobatan terutama terhadap tindakan inisiasi terapi empirisnya. Penggunaan
antibiotik ciprofloxacin sangat di rekomendasikan atas indikasi MDR Salmonella typhi
terhadap tiga antibiotik lini pertama dalam pengobatan Salmonella typhi.

16
Daftar pustaka

1. World Health Organization. Tropical Infectious Disease : Typhoid fever


[Internet]. WHO. 2015 [Dikutip 25 Juni 2018]. Tersedia pada:
http://who.int.com

2. Artanti NW. Hubungan antara sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan


karakteristik individu dengan kejadian demam tifoid di wiliyah kerja puskesmas
kedungmundu kota Semarang tahun 2012 [skripsi]. Semarang; Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang; 2013.

3. Alba S, Bakker MI, Hatta M, Scheelbeek PFD, Dwiyanti R, Usman R. Risk


Factor of Typhoid in the Indonesian Archipelago. PLOT One. 2016; 11(6): 534.

4. Gunn JS, Marshall JM, Baker S, Dongol S, Charles RC, Ryan ET. Salmonella
chronic carriage epidemiology, diagnosis, and galdbladder persistence. Els
Infect Dis. 2014; 25(3):1

5. The Centers for Disease Control and Prevention. Typhoid and Paratyphoid
[Internet]. CDC. 2018 [Dikutip 25 juni 2018]. Tersedia pada : http://cdc.gov

6. Juwono R. Penyakit tropik dan menular : Demam tifoid. Dalam: Noer MS,
Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid III. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2014. h. 435-445

7. Clotchko A. Salmonella Infection : Salmonelosis [internet]. 2017 [dikuti 25 Juni


2018]. Tersedia pada : URL: http://www.emedicine.com/med/topic2331.html

8. Sanborn WR, Vieu JF, Komalarini S, Sinta, Trenggonowati R, Kadirman IL, et


al. Salmonellosis in Indonesia : phage type distribution of Salmonella typhi.
BMC Infect Dis. 2014;35(6):169.

9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta


Kedokteran. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2016. h. 421-425.

10. Kumar S, Risvi M, Berry N. Rising prevalence of enteric fever due to multidrug-
resistant Salmonella : an epidemiological study. J Med Microbiol. 2008;57(Pt
10):1247-50

11. Lugito Hardjo NP, Cucunawangsih. Antimicrobial Resistance of Salmonella


enterica Serovars Typhi and Paratyphi Isolates from a General Hospital in
Karawaci, Tangerang, Indonesia: A Five-Year Review. Int J of Microbiol. 2017.

17
Lampiran daftar pustaka :
1. WHO reports

2. Hubungan antara sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan karakteristik


individu dengan kejadian demam tifoid di wiliyah kerja puskesmas
kedungmundu kota Semarang tahun 2012 (Artanti, 2013)

18
3. “Risk Factor of Typhoid in the Indonesian Archipelago” (Alba S, Bakker MI,
Hatta M, dkk, 2016).

4. Salmonella chronic carriage epidemiology, diagnosis, and galdbladder


persistence (Gunn JS, Marshall JM, Baker S, dkk, 2014)

5. CDC articles

19
6. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam (Demam tifoid, penyunting : Djoko Widodo)

7. Medscape : Salmonella Infection : salmonellosis (Clotchko A, 2017)

8. Salmonellosis in Indonesia (Sanborn WF, Vieue F, Komalarini S, dkk, 2016)

20
9. Kapita Selekta

10. Rising prevalence of enteric fever due to multidrug-resistant Salmonella : an


epidemiological study.

11. Antimicrobial Resistance of Salmonella enterica Serovars Typhi and Paratyphi


Isolates from a General Hospital in Karawaci, Tangerang, Indonesia: A Five-
Year Review.

21

Anda mungkin juga menyukai