“DEMAM TIFOID”
Dokter muda :
Dionisius Iman Saputra Hia
NPM : 14000028
Dokter Pembimbing :
MEDAN
2018
1
Laporan Kasus 2 Supervisor
Sabtu, 28 Juni 2018
RS MTMH
(dr. Trio Adoratee Lieming Putra, SpPD)
Demam Tifoid
Dionisius Iman Saputra Hia
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
Murni Teguh Memorial Hospital
Abstrak
Demam tifoid masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia.
Penyakit ini lebih sering terjadi secara endemik, dimana penyebarannya sangat
dipengaruhi oleh keadaan sanitasi, higiene yang buruk, dan pengetahuan yang kurang
mengenai penyakit ini. Indonesia adalah salah satu daerah endemik penyakit ini.
Presentasi klinisnya bervariasi, terutama diawali oleh demam, malaise, rasa tidak
nyaman di perut, dan gejala non sepesifik lainnya.
Dilaporkan satu kasus demam tifoid pada seorang laki-laki berusia 20 tahun yang
berobat ke MTMH dengan keluhan demam satu minggu yang disertai oleh gejala
gastrointestinal, malaise, dan nyeri kepala. Beberapa diagnosa banding telah
dipertimbangkan, namun dengan hasil uji Tubex TF positif, pasien dikonfirmasi dengan
diagnosa demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Segera setelah diagnosa
dikonfimasi, pengobatan empiris dimulai dengan pemberian ciprofloxacin dan
menunjukkan respon klinis yang baik tanpa komplikasi selama masa rawatan. Pasien
kemudian pulang setelah masa rawatan 4 hari.
2
Pendahuluan
Masa tunas demam tifoid berlangsung 6 sampai 30 hari, dengan gejala yang
timbul sangat bervariasi dari gejala ringan yang sulit di diagnosis hingga gejala khas
dengan komplikasi dan kematian.5 Perbedaan klinis ini tidak hanya di berbagai belahan
dunia saja namun juga terjadi di dalam daerah yang sama dari waktu ke waktu. Gejala
klinis yang umumnya terjadi adalah demam 5 hari atau lebih, gangguan pencernaan, dan
gangguan kesadaran.5,6
3
Laporan kasus
1. Status Pasien
ANAMNESIS PRIBADI
ANAMNESIS PENYAKIT
4
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Nafas : (-)
Angina Pektoris : (-)
Edema : (-)
Palpitasi : (-)
Lain-lain : dbn
Saluran Pernafasan
Batuk-batuk : (+)
Dahak : (+)
Asma/Bronkitis : (-)
Lain-lain : dbn
Saluran Pencernaan
Nafsu Makan : (+), menurun
Keluhan Menelan : (-)
Keluhan Perut : (+)
Penurunan BB : tidak dapat dinilai
Keluhan defekasi : (-)
Lain-lain : dbn
Saluran Urogenital
Sakit Buang Air Kecil : (-)
Mengandung Batu : (-)
Haid : (-)
BAK tersendat : (-)
Keadaan urin : kuning, tidak pekat
Lain-lain : dbn
Endokrin
Haus/Polidipsi : (-)
Poliuri : (-)
Polifagi : (-)
Gugup : (-)
5
Perubahan suara : (-)
Lain-lain : (-)
Saraf Pusat
Sakit Kepala : (+), dirasakan pada seluruh bagian
Hoyong : (+)
Lain-lain : dbn
Siklus Perifer
Claudicatio Intermitten : (-)
Lain-lain : (-)
STATUS PRESENT
Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
BP : 120/80 mmHg
HR : 105 x/i,reg/irreg,t/v : R+1
RR : 22 x/i
Temp. : 39,6 OC
Keadaan Penyakit
Pancaran wajah : lemas, VAS = 1
Sikap Paksa : (-)
Refleks Fisiologis : dalam batas normal
Refleks Patologis : (-)
Anemia (-) Ikterus (-) Dispnea (-)
Sianosis (-) Edema (-) Purpura (-)
Turgor kulit Baik/Sedang/Jelek
Keadaan Gizi
TB : 172 cm
BB : 82 kg
IMT : Overweight
6
Kepala
Mata
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil : isokor / unisokor, ukuran refleks
cahaya direk (tidak dilakukan)/indirek (tidak dilakukan), kesan : Anemis
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut
lidah : lidah kotor (-), pinggir hipermis (-), tremor lidah (-) minimal
gigi geligi : dalam batas normal
tonsil/faring : pembesaran (-), dinding hiperemis (-)
Leher
Struma membesar/tidak membesar, tingkat : (-) nodular / multi nodular / diffuse.
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi : (-) jumlah (-) konsistensi (-) mobilitas (-) nyeri
tekan (-).
Posisi Trakea : Medial, TVJ : R + 2 cm H2O
Kaku kuduk ( -), lain-lain : dbn
Thorax depan
Inspeksi
Bentuk : simetris, barrel chest (-)
Pergerakan : pola bernapas normal, keinggalan pernapasan (-)
Lainnya : spider navi (-), ginekomasti (-), retraksi dinding dada (-),
scars (-)
Palpasi
Nyeri Tekan : (-)
Fremitus Suara : kiri = kanan
Iktus : (+) ICR 5 linea mid clavicula sinistra
Lainnya : pembesaran KGB (-)
Perkusi
Batas Paru–Hati R/A : pekak pada ICR 5/6 linea mid clavicula dextra
Batas Kiri Jantung : iktus pada ICR 5 mid clavicula sinistra
Batas Kanan Jantung : linea parasternalis dextra
Batas Paru Lambung : ICR 8 linea axilla anterolateral
Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : vesikuler, suara tambahan (-)
Jantung
M1 > M2, P1 < P2, T1 > T2, A1 < A2, desah sistolis (-), tingkat : (-)
desah diastolis (-), HR : 105 x/menit, reg/irreg, intensitas: baik, lain : (-)
7
Thorax Belakang
Inspeksi : scars (-), pembesaran (-)
Palpasi : benjolan (-)
Perkusi : kanan/kiri setinggi v.thorakal X-XI
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : bulat lonjong, kesan obesitas sentral
Gerakan Lambung/Usus : (+), dalam batas normal
Vena Kolateral : (-)
Caput Medusae : (-)
Palpasi
Dinding Abdomen : soepel
HATI
Pembesaran : (-), BAC (0 cm), BPX (0 cm)
Permukaan : tidak teraba
Pinggir : tidak teraba
Nyeri Tekan : (-)
LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner : 0, Haecket : 0
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain : (-)
Perkusi
Pekak Hati : (+) ICS 5/6
Pekak Beralih : puddle sign (-), shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi
Peristaltik Usus : (+) 9 kali/menit normal
Lain-lain : (-)
Pinggang
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-), Kiri / Kanan
8
Pemeriksaan Colok Dubur (RT)
Perineum : peradangan (-)
Sphincter Ani : intake (+)
Lumen : massa tumor (-), prostat tidak teraba
Mukosa : licin
Sarung Tangan : feses / lendir / darah
Lainnya : nyeri (-)
9
2. Resume
10
Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan
3. Darah tepi 8.
4. Elektrolit 9.
Hari/Tanggal/Waktu SOAP
Kamis, 31/05/2018 S : Demam (+), batuk berdahak (+), nyeri perut (+), mual (+)
(09.00 WIB) muntah (-), nyeri kepala (+) hilang timbul, hoyong (+)
O:
TD : 110/80 mmHg
HR : 102 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 39,2 0C
Konjungtiva palpebra anemis (-/-)
Typhoid tongue (+)
Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrium
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
Bed rest, diet rendah lemak, tinggi protein, tinggi
karbohidrat dalam bentuk M2
IVFD RL 20 gtt/mnt
IVFD Paracetamol 1 gr/12 jam
IV Ranitidine 150 mg/8 jam
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab
Ambroxol syp 60 ml 3×1 cth
Jumat, 01/06/2018 S : Demam (+), batuk berdahak (+), nyeri perut (+) dirasakan
(07.45 WIB) berkurang, mual (+) muntah (-), nyeri kepala (-), hoyong (-)
O:
TD : 120/80 mmHg
HR : 85 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 38,9 0C
Typhoid tongue (+), tremor (-)
Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrium
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
Bed rest, diet rendah lemak, tinggi protein, tinggi
11
karbohidrat dalam bentuk M2
IVFD Asering 500 ml 20 gtt/mnt
IVFD Paracetamol 500 mg/12 jam
IV Ranitidine 150 mg/8 jam
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab
Ambroxol syp 60 ml 3×1 cth
Sabtu, 02/06/2018 S : Demam (+), batuk berdahak (-), nyeri perut (+), mual (-)
(08.15 WIB) O:
TD : 110/80 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 38,2 0C
Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrium
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
Bed rest, diet rendah lemak, tinggi protein, tinggi
karbohidrat dalam bentuk M2
IVFD Paracetamol 500 mg/12 jam
IV Ranitidine 150 mg/8 jam
Ciprofloxacin 500 mg 3×1 tab
Minggu, 03/06/2018 S : Demam (-), nyeri perut (+) minimal
(07.40 WIB) O:
TD : 125/80 mmHg
HR : 78 x/mnt
RR : 21 x/mnt
Temp : 36,7 0C
Nyeri tekan abdomen (-)
A : Demam tifoid ec. Salmonella typhi
P:
Beraktivitas secara bertahap, diet rendah lemak, tinggi
protein, tinggi karbohidrat dalam bentuk MB
Paracetamol 500 mg tab bila demam
Ranitidine 150 mg 2×1 tab
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab
Senin, 04/06/2018 Patient discharged
(07.00 WIB)
TD : 125/80 mmHg
HR : 78 x/mnt
RR : 21 x/mnt
Temp : 36,7 0C
12
Paracetamol 500 mg tab bila demam
Ranitidine 150 mg 2×1 tab bila nyeri ulu hati
Ciprofloxacin 500 mg 2×1 tab selama 3 hari
Diskusi
Salmonella typhi merupakan kuman gram negatif berbentuk batang yang hanya
ditemukan pada manusia. Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang
memiliki lebih dari 2300 serotipe. Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonella
yang termasuk dalam jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak
bersporulasi, termasuk dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa yang
mereduksi nitrat menjadi nitrit.7
Penularan penyakit demam tifoid adalah secara “faeco-oral”, dan banyak terdapat
di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman Salmonella typhi
masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau minuman yang tercemar.
Pada dasarnya kuman ini merupakan salah satu flora normal di dalam usus, namun bila
jumlahnya telah mencapai 10^5 – 10^9 kuman masuk ke dalam usus, maka kuman ini
akan bersifat infeksius.7 Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus mukosa
usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe (bakteremia pertama). Selanjutnya,
kuman menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll),
kuman berkembang biak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali (bakteriemia
kedua). Meskipun melalui peredaran darah kuman menyebar ke semua sistem tubuh dan
menimbulkan berbagai gejala, proses utama ialah di ileum terminalis. Bila infeksi yang
terjadi berat, seluruh ileum dapat terkena dan dapat menimbulkan perforasi atau
perdarahan. Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen
endogen. Zat ini mempengeruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan
menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang
biak di dalam makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat
menetap atau bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya relaps atau carrier (pembawa).4,8
Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, malaise, gejala gastrointestinal
ringan hingga berat, lidah tifoid, meteorismus, dan dapat ditemukannya hepatomegali
13
serta rose spot. Diagnosis ini didukung oleh hasil pemeriksaan serologis, yaitu dengan
Uji Tubex TF untuk mendeteksi IgM Salmonella typhi, dapat dilakukan 4-5 hari
pertama demam.3,5
Gambar 1. Rose spot dan lidah kotor pada infeksi Salmonella typhi
Pasien sejak satu minggu terakhir mengeluh demam, yang dirasakan semakin
meninggi dari hari ke hari. Pasien merasakan nyeri kepala, terkadang pusing, batuk
disertai dahak, nyeri perut disertai mual, dan buang air besar encer. Dalam seminggu
terakhir juga pasien merasakan lemas, dan nyeri sendi di seluruh bagian badan. Gejala
ini diduga merupakan gejala prodromal pada masa inkubasi Salmonella typhi. Demam
yang dialami pasien dirasakan berangsur-angsur meningkat setiap harinya. Tipe demam
demikian sesuai dengan stepladder fever pattern yang ditimbulkan akibat infeksi
Salmonella typhi. Nyeri ulu hati yang dirasakan pasien di duga merupakan referred pain
dari lokasi infeksi Salmonella typhi pada ileum terminalis.6
Jika perjalanan penyakit demam tifoid pasien terus dimonitor, maka biasanya pada
minggu kedua didapatkan gejala-gejala yang lebih jelas. Gejala yang timbul pada
minggu kedua berupa demam tinggi, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor di tengah,
tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan
14
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, rose spot jarang
ditemukan pada orang Indonesia.6,8
Pada kasus ini, ciprofloksacin digunakan atas indikasi tingginya angka multidrug-
resistant (MDR) Salmonella typhi terhadap antibiotik tiga lini pertama yakni
kloramfenikol, ampicillin, dan kotrimoksazol.10 Penggunaan obat golongan
fluoroquinolon ini juga atas indikasi dosis minimum yang lebih efektif membunuh
Salmonella typhi bila dibandingkan dengan dosis penggunaan sefalosporin generasi III
serta memiliki tingkat kesembuhan yang lebih baik.11
15
Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus demam tifoid pada seorang pasien laki-laki umur
20 tahun yang di rawat di Murni Teguh Memorial Hospital Medan. Konfirmasi cepat
terhadap diagnosa demam tifoid dengan uji Tubex TF sangat di perlukan dalam
tindakan pengobatan terutama terhadap tindakan inisiasi terapi empirisnya. Penggunaan
antibiotik ciprofloxacin sangat di rekomendasikan atas indikasi MDR Salmonella typhi
terhadap tiga antibiotik lini pertama dalam pengobatan Salmonella typhi.
16
Daftar pustaka
4. Gunn JS, Marshall JM, Baker S, Dongol S, Charles RC, Ryan ET. Salmonella
chronic carriage epidemiology, diagnosis, and galdbladder persistence. Els
Infect Dis. 2014; 25(3):1
5. The Centers for Disease Control and Prevention. Typhoid and Paratyphoid
[Internet]. CDC. 2018 [Dikutip 25 juni 2018]. Tersedia pada : http://cdc.gov
6. Juwono R. Penyakit tropik dan menular : Demam tifoid. Dalam: Noer MS,
Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid III. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2014. h. 435-445
10. Kumar S, Risvi M, Berry N. Rising prevalence of enteric fever due to multidrug-
resistant Salmonella : an epidemiological study. J Med Microbiol. 2008;57(Pt
10):1247-50
17
Lampiran daftar pustaka :
1. WHO reports
18
3. “Risk Factor of Typhoid in the Indonesian Archipelago” (Alba S, Bakker MI,
Hatta M, dkk, 2016).
5. CDC articles
19
6. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam (Demam tifoid, penyunting : Djoko Widodo)
20
9. Kapita Selekta
21