Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS KE - 2

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP


NOMMENSEN MEDAN

“SIROSIS HATI”

Dokter muda :
Dionisius Iman Saputra Hia
NPM : 14000028

Dokter Pembimbing :

dr. Trio Adoratee Lieming Putra, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

MURNI TEGUH MEMORIAL HOSPITAL

MEDAN

2018

1
Laporan Kasus 2 Supervisor
Senin, 23 Juli 2018
RS MTMH
(dr. Trio Adoreatee Lieming Putra, SpPD)

Sirosis Hati
Dionisius Iman Saputra Hia
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
Murni Teguh Memorial Hospital

Abstrak

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hati dan pembentukan nodulus regeneratif, dimana hal ini terbentuk akibat jejas dari
penyakit hati akut ataupun kronis. Penyebabnya beraneka ragam namun mayoritas
merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus maupun
kebiasaan minum alkohol. Sirosis hati seringkali muncul tanpa gejala dan ditemukan
saat pemeriksaan rutin, namun dalam keadaan lanjut dapat timbul komplikasi kegagalan
hati dan hipertensi porta. Terapi pada penderita sirosis hepatis bertujuan untuk
mengurangi progresifitas penyakit berupa menghindarkan kerusakan hati lebih lanjut,
pencegahan, dan penanganan komplikasi.

Kata kunci : sirosis hati, ensefalopati hepatik, hepatorenal syndrome, asites, hipertensi
portal, Child-Turcotte-Pugh

2
PENDAHULUAN

Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.1 Hal ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler dimana jaringan retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Kerusakan yang terjadi akan
mengubah jaringan normal hepar menjadi jaringan parut.
CDC (Centers for Disease Control and Preventions), melaporkan pada rentang
periode 2014 - 2015 terdapat 3,9 juta orang dewasa di diagnosis sirosis hati dan 40.326
orang meninggal dunia.2 Di Amerika Serikat, sekitar 20 - 50% dari jumlah orang
dewasa yang terdiagnosis sirosis hati diakibatkan oleh alkohol dan hepatitis C.3 Di
Indonesia sendiri, di laporkan angka kejadian sirosis hati pada pria lebih banyak dari
wanita (5 : 1) dengan usia rata-rata 30 – 59 tahun.2
Berdasarkan kepada gejala klinisnya, sirosis hati dapat dibedakan menjadi
kompensata dan dekompensata. Pada stadium dekompensata, gejala klinis akan jelas
terlihat dan komplikasi dari sirosis hati pada umumnya akan berkembang setelah pasien
berada pada fase ini. Fase ini diawali oleh hipertensi portal yang diakibatkan oleh
retensi aliran vaskular menuju hepar.4 Salah satu komplikasi lainnya adalah hepatic
encephalopathy. Keadaan ini diakibatkan oleh tingginya kadar amonia di dalam darah
akibat gangguan pada sintesis di hepar dan masuk kedalam sirkulasi cerebri yang
menyebabkan penurunan fungsi pada lobus frontal. Pada keadaan ini, pasien seringkali
mengalami penurunan kesadaran dari apatis sampai koma.

3
LAPORAN KASUS

1. Status Pasien

Tanggal Masuk Dokter Penanggung Jawab Pasien:


03/06/2018 dr. Herryanto Tobing, Sp.PD, KGEH
Jam Dokter Jaga :
22.00 WIB dr. Eric Tannaka
Ruang Mahasiswa Co-ass :
WARD B2 Dionisius Iman Saputra Hia

Anamnesis pribadi
Nama : Jaherman
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Melayu
Agama : Islam
Alamat : Jln. Pancing

Anamnesis penyakit
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Telaah :
ALLOANAMNESIS. Pasien datang dengan penurunan
kesadaran sejak sore hari sepulangnya dari rumah sakit
mengantri membeli obat, kejang (-), kecelakaan (-). Pada
pagi hari pasien tiba-tiba lupa cara membuka dan
menutup pintu, pasien tampak mengantuk, tidak berespon
terhadap suara maupun perintah sederhana. Demam (+)
sejak pagi hari, nyeri kepala (-), sesak napas (-), nyeri ulu
hati (+), mual (+), muntah (-) sejak 1 hari yang lalu. Nafsu
makan menurun dan mudah merasa capek saat
beraktivitas dikeluhkan pasien sejak 1 bulan terakhir.
BAB (+) 2-3 kali/hari, sedikit dan berwarna kuning,
buang angin(+). BAK (+) sedikit, berwarna seperti teh.
Mata kuning (+) dialami pasien sejak 1 bulan terakhir,
riwayat sakit kuning (-) dan kaki bengkak dialami pasien
sejak beberapa hari terakhir. Riwayat perokok (-), alkohol
(+). RPO : Ricovir 300 mg 1x/hari selama 1 bulan terakhir
namun tidak terkontrol, RPT : hepatitis B, sirosis hati.

4
Anamnesis organ
Jantung
Sesak Nafas : (-) Edema : (-)
Angina Pektoris : (-) Palpitasi : (-)
Lain-lain : (-)

Saluran Pernafasan
Batuk-batuk : (-) Asma, bronkitis : (-)
Dahak : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Pencernaan
Nafsu Makan : Turun Penurunan BB : (-)
Keluhan Menelan : (-) Keluhan Defekasi : (-)
Keluhan Perut : (+) Lain-lain : (-)

Saluran Urogenital
Sakit Buang Air Kecil : (-) Buang Air Kecil Tersendat : (-)
Mengandung Batu : (-) Keadaan Urin : warna teh
Haid : (-) Lain-lain : (-)

Sendi dan Tulang


Sakit Pinggang : (-) Keterbatasan Gerak : (-)
Keluhan Persendian : (-) Lain-lain : (-)

Endokrin
Haus/Polidipsi : (-) Gugup : (-)
Poliuri : (-) Perubahan Suara : (-)
Polifagi : (-) Lain-lain : (-)

Saraf Pusat
Sakit Kepala : (-) Hoyong : (-)
Lain-lain : (-)

Darah dan Pembuluh Darah


Pucat : (+) Perdarahan : (-)
Petechiae : (-) Purpura : (-)
Lain-lain : (-)

Siklus Perifer
Claudicatio Intermitten : (-) Lain-lain : (-)

5
Status present

Keadaan Umum
Sensorium : delirium
Tekanan Darah : 145/75 mmHg
Nadi : 121 x/i,reg/irreg,t/v:
Pernafasan : 22 x/i
Temperatur : 39,9 OC
Pancaran wajah : cemas (+)
Sikap Paksa : (+)
Keadaan Gizi : obesitas
Anemia (+), Ikterus (+), Dispnea (-), Sianosis (-), Edema (-), Pupura (-)
Tugor Kulit : Baik / Sedang / Jelek
TB : 157 cm
BB : 85 Kg

Pemeriksaan fisik
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+), ikterus (+), pupil : isokor /
unisokor, ukuran refleks cahaya direk (+)/indirek (+), kesan ikterik
Lain – lain : (-)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut
lidah : dalam batas normal
gigi geligi : dalam batas normal
tonsil/faring : dalam batas normal

Leher
Struma membesar / tidak membesar, tingkat : (-) nodular / multi
nodular / diffuse (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi : (-) jumlah (-) konsistensi (-)
Mobilitas (-) nyeri tekan (-).
Posisi Trakea : Medial
TVJ : R+2 cmH2O
Kaku kuduk (-), lain-lain : (-)

Thorax depan
Inspeksi
Bentuk : simetris
Pergerakan : pola pernapasan normal

6
Palpasi
Nyeri Tekan : (-)
Fremitus Suara : tidak dapat diperiksa
Iktus : ICS 5 linea midclavicula sinistra

Perkusi
Paru
Batas Paru – Hati R / A : ICS 5/6 linea midclavicula sinistra
Batas Kanan Jantung : linea parasternalis dextra

Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : vesikular
Suara Tambahan : ronkhi (-)
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>Ai, desah sistolis (-), tingkat: (-)
Desah diastolis (-), lain-lain: (-)
HR : 121 x/menit, reg/irreg, intensitas : baik

Thorax belakang
Inspeksi : dalam batas normal
Palpasi : dalam batas normal
Perkuisi : dalam batas normal
Auskultasi : dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi
Bentuk : pembesaran (+)
Gerakan Lambung/Usus : (+)
Vena Kolateral : (+)
Caput Medusae : (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), murphy sign (-),


ludwig sign (-)
Dinding Abdomen : soepel

Hati
Pembesaran : (-)
Permukaan : tidak dapat diraba
Pinggir : tidak dapat diraba
Nyeri Tekan : (-)

7
Limfa
Pembesaran : (-)
Ginjal
Ballotement : (-)

Uterus / Ovarium : (-)


Tumor : (-)

Perkusi
Pekak Hati : (+)
Pekak Beralih : shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi
Peristaltik Usus : (+) 8 x/mnt
Lain-lain : double sound (+)

Pinggang
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-)

Inguinal : pembesaran KGB (-)


Genitalia luar : tidak dapat diperiksa

Pemeriksaan colok dubur (RT)


Perineum : tidak dapat diperiksa
Sphincter Ani : tidak dapat diperiksa
Lumen : tidak dapat diperiksa
Mukosa : tidak dapat diperiksa
Sarung Tangan : Feses / Lendir / Darah

Anggota gerak atas


Deformitas Sendi : (-/-) Lokasi : (-/-)
Jari Tabuh : (-/-) Tremor Ujung Jari : (-/-)
Telapak Tangan Sembab : (-/-) Sianosis : (-/-)
Eritema Palmaris : (-/-) Lain-lain :

Anggota gerak bawah


Edema : (+/+) Arteri Femoralis : (+/+)
Arteri Tibialis Post : (-/-) Arteri Dorsalis Pedis : (-/-)
Refleks KPR : dbn Refleks APR : dbn
Refleks Fisiologis : dbn Refleks Patologis : (-/-)
Lain-lain : dbn

8
2. Resume
Keadaan Umum : delirium
Telaah : Delirium (+), konvulsan (-), riwayat trauma (-).
Febris (+). Abdominal pain (+) regio epigastrium, nausea
(+), vomitus (-), anoreksia (+). Fatigue (+) saat beraktivitas.
ANAMNESIS
Defekasi (+) flatus (+), feces berwarna kuning. Miksi (+)
volume minimal, berwarna teh sejak 1 bulan terakhir. Edema
pretibial (+) sejak beberapa hari yanglalu. RPO : ricovir 300
mg tab, RPT : hepatitis B, sirosis hati
Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk
STATUS PASIEN Keadaan Penyakit : Ringan / Sedang / Berat
Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih
 Conjungtiva palpebra anemis (+), sklera ikterus (+/+)
 Abdomen : shifting dullness (+), undulasi (+), vena
PEMERIKSAAN FISIK kolateral (+), caput medusa (+), double sound (+)
Ekstremitas inferior : edema pretibial (+/+), pitting
edema (+/+)
1. Penurunan kesadaran ec. hepatic encephalopathy grade
III DD/ hipoglikemi, stroke iskemik
2. Sirosis hati dekompensata DD/ hepatitis B, obstruksi
DIAGNOSIS BANDING jaundice
3. Hepatorenal syndrome DD/ electrolyte imbalance
4. Hipertensi portal DD/ Budd-Chiari syndrome
5. Anemia penyakit kronis DD/ anemia defisiensi besi
DIAGNOSA Penurunan kesadaran ec. hepatic encephalopathy grade III
SEMENTARA DD/ hipoglikemi, stroke iskemik
Aktivitas : Tirah baring
Diet : Diet hati III dalam bentuk M2
Medikamentosa :
IVFD Dextrose 5% 20 gtt/mnt
IVFD Paracetamol 1 gr/8 jam
Ranitidine 150 mg /6 jam IV
RENCANA Ceftriaxon 1 gr/12 jam IV
PENATALAKSANAAN Spironolactone 2 x 200 mg tab PO/hari
Lactulose syp 3 x 15 ml cth/hari
Propanolol 2 x 40 mg tab PO/hari (varises esophagus)
Monitoring : Gejala klinis dan laboratorium
Edukasi : Menerangkan dan menjelaskan keadaan,
penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada pasien dan
keluarga

9
Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan

1. Darah rutin / Urin rutin


2. Morfologi darah tepi
3. LFT (SGOT / SGPT / Total Protein /
Albumin / Globulin / Billirubin total +
billirubin direct / Al. Phosphatase /
Gamma GT)
4. RFT (Ureum / Creatinine)

5. Elektrolit (Na/K/Cl/Ca)

6. KGD AR

7. Protrombin time

8. HbsAg / Anti HCV

9. Imaging (USG U/L abdomen / CT-


Scan kepala
10. Gastroscopy

10
3. Lembar follow up pasien

Hari/Tanggal/Waktu SOAP
Senin, 04/06/2018 S : Demam (-), hoyong (+). Nyeri uluhati (+), perut berasa
(09.00 WIB) kembung dan penuh (+), nafsu makan (-). Badan terasa lemas
(+) dan banyak tidur. BAB (+) sedikit, BAK (+) sedikit, tidak
lancar, dan berwarna seperti teh.
O:
 Compos mentis
TD : 135/80 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 36,8 0C
 Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (+)
 Asites (+), vena kolateral (+), caput medusa (+), nyeri
tekan (+) regio epigastrium
 Ekstremitas inferior : edema pretibial (+/+) berkurang
 Konsentrasi menurun
A : Hipertensi portal + Hipoalbumin + Hepatorenal syndrome
+ Hepatic encephalopathy grade I ec. Sirosis hati + Hepatitis
B + Electrolyte imbalance + Hipoglikemia + Dispepsia
P:
 Bed rest, diet hati III dalam bentuk M2, kurangi
minum air
 IVFD Dextrose 5% 5 gtt/mnt
IVFD Aminoleban 1 fls/hari
Ca Glukonas 2 gr/hari IV
Sprironolakton 200 mg/hari
Furosemide 80 mg 3 x 1 tab
Cefotaxime 1 gr/12 jam IV
Laktulosa 30 ml 3 x 1 cth/hari
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
 Observasi gejala klinis, laboratorium, dan temuan
pada pemeriksaan fisik

Selasa, 05/06/2018 S : Nyeri uluhati (-), perut kembung dan terasa penuh (+),
(07.45 WIB) nafsu makan (-) tidak nyaman setiap makanan masuk.
Hoyong (+) sejak subuh. BAB (+) sedikit, BAK (+) tidak
lancar dan berwarna seperti teh
O:
 Compos mentis
TD : 140/80 mmHg
HR : 78 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 36,2 0C
 Sklera ikterik (+/+)
 Asites (+), vena kolateral (+), caput medusa (+)
 Ekstremitas inferior : edema pretibial (-/+)

11
 Konsentrasi membaik
A : Hipertensi portal + Hepatorenal syndrome + Hepatic
encephalopathy grade I ec. Sirosis hati + Hepatitis B +
Electrolyte imbalance
P:
 Bed rest, diet hati III dalam bentuk MB, kurangi
minum air
 Spironolakton 200 mg/hari
Furosemide 80 mg 3 x 1 tab
Cefotaxime 1 gr/12 jam IV
Ranitidine 150 mg/8 jam IV
Laktulosa 30 ml 3 x 1 cth/hari
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
 Observasi gejala klinis, laboratorium, dan temuan
pada pemeriksaan fisik

Rabu, 06/06/2018 S : Perut kembung dan terasa penuh (+), nafsu makan (+).
(08.15 WIB) BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar berwarna seperti teh
O:
 Compos mentis
TD : 140/80 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 36,2 0C
 Sklera ikterik (+/+)
 Shifting dullness (+), undulasi (-), vena kolateral (-),
caput medusa (+)
 Ekstremitas inferior : edema pretibial (-/-)
A : Hipertensi portal + Hepatorenal syndrome + Hepatic
encephalopathy ec. Sirosis hati + Hepatitis B
P:
 Bed rest, diet hati III dalam bentuk MB, kurangi
minum air
 Spironolakton 200 mg/hari
Furosemide 80 mg 3 x 1 tab
Cefotaxime 1 gr/12 jam IV
Ranitidine 150 mg/8 jam IV
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
 Observasi gejala klinis, laboratorium, dan temuan
pada pemeriksaan fisik

Kamis, 07/06/2018 S : Perut kembung dan terasa penuh (-). BAB (+) sedikit,
(07.40 WIB) BAK (+) lancar berwarna seperti teh
O:
 Compos mentis
TD : 135/80 mmHg
HR : 84 x/mnt
RR : 21 x/mnt

12
Temp : 36,7 0C
 Sklera ikterik (+/+)
 Shifting dullness (-), caput medusa (-)
A : Hepatorenal syndrome ec. Sirosis hati + Hepatitis B
P:
 Aktivitas minimal, diet hati III dalam bentuk MB,
kurangi minum air
 Spirolactone 100 mg 3 x 1 tab
Ciprofloxacin 500 mg 2 x 1 tab
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
Laxadine syp 60 ml 2 x 1 cth
 Observasi gejala klinis dan temuan pada pemeriksaan
fisik

Jumat, 08/06/2018 Patient discharged


(09.00 WIB)

13
DISKUSI

Sirosis adalah satu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir


fibrosis hepatik yang bergantung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan
vaskular, dan regenerasi nodularis perenkim hati.1 Sirosis hati kompensata (laten sirosis)
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata (aktif
sirosis) yang ditandai dengan gejala dan tanda klinis yang nyata. Sirosis hati
kompenseta merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat
tidak terdapat perbedaan secara klinis. Pada umumnya di dapati saat proseduk
screening.1 Sedangkan sirosis hati dekompensata digambarkan oleh gejala-gejala klinis
yang diakibatkan oleh hipertensi portal.5 Pada stadium ini gejala yang ditimbulkan
dapat berupa asites, edema, dan ikterus.6

Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita
sirosis hati awalnya telah menderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus
hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan meminum
alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya
adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit
atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease,
kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan
hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab
tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C
dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab
sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang
mendata kasus sirosis akibat alkohol.1,5,7
Pada kasus ini kemungkinan yang menjadi penyebab dari sirosis adalah
perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh infeksi virus hepatitis B
dan alkohol. Dari anamnesis yang telah dilakukan terhadap pasien, di dapati bahwa

14
pasien telah didiagnosa hepatitis B sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penggunaan
obat anti virus hepatitis tidak terkontrol dan pasien tidak pernah kontrol kembali kepada
dokter. Peradangan dan nekrosis pada hepar yang diakibatkan oleh infeksi virus
hepatitis B ini menyebabkan perubahan jaringan parenkim hati normal menjadi fibrosis.
Perkembangan dari penyakit hati kronis ini di perparah oleh riwayat pasien yang sering
meminum minuman alkohol tradisional. Dari anamnesis yang dilakukan, di dapatkan
bahwa pasien dulunya gemar meminum minuman alkohol tradisional hampir setiap
harinya. Alkohol merupakan faktor resiko terjadinya sirosis hati karena dapat
menyebabkan terjadinya hepatitis alkoholik dan dapat berkembang menjadi sirosis hati.

Gejala Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan
hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut,
(berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam. Selain itu, dapat pula disertai
dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.1,8 Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang mendasar yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis
ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan mendasar
tersebut.1
Gejala kegagalan fungsi hati Gejala Hipertensi Portal
 Ikterus  Varises
 Spider navi esofagus/cardia
 Ginekomasti  Splenomegali
 Hipoalbumin  Pelebaran vena

15
 Rambut rontok kolateral
 Asites  Asites
 Eritema palmaris  Hemoroid
 White nails  Caput medusa

Asites, pelebaran vena kolateral, caput medusa Ertitema palmaris

Ginekomasti Spider navi

Varises esofagus White nails

16
Pada kasus ini tanda dan beberapa gejala kompensata dan dekompensata di
temukan. Pasien mengeluhkan perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, sering merasakan mual, gangguan tidur, dan
demam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda dari kegagalan hati dan hipertensi
porta yakni meliputi gangguan pembekuan darah, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, asites, vena kolateral, caput medusa, dan edema pretibial. Pada hari
pertama masuk rumah sakit, juga ditemukan beberapa gejala meliputi perubahan mental,
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, dan agitasi. Gejala ini di duga akibat
komplikasi sirosis yang menyebabkan zat-zat neurotoksin masuk ke dalam otak dan
mengakibatkan terjadinya ensefalopati hepatik.

Patogenesis

Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis meliputi daerah


yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa boleh dibentuk
dari sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut
ini dapat menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan
sentral (bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal.
Tahap berikutnya, terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid,
retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen berubah dari
reversibel ke irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah
portal dan parenkhim hati sel limfosit dan makrofag menghasilkan limfokin dan
monokin sebagai mediator fibrinogen, septal aktif ini berasal dari portal yang menyebar
ke parenkhim hati. Kolagen sendiri terdiri dari 4 tipe yaitu dengan lokasi daerah
sinusoid sentral, sinusoid, jaringan retikulin (sinusoidportal), dan membrane basal.
Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen
tersebut. Pembentukan kologen dirangsang oleh nekrosis hepatoseluler dan asidosis
laktat merupakan faktor perangsang. Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara
mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas

17
dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh
sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya
sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis /nekrosis
bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati.
Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun. Sel yang
mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya imunologis yang
berlangsung terus – menerus sampai terjadinya kerusakan hati.1,4,9

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin,
dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum
glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya
lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap
tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami
peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa
ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan
konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi
bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis
hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim
hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara
itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder
dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan
menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang
karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat
kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis
dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya
akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan

18
gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang
berkaitan dengan adanya hipertensi porta.
Pada pemeriksaan darah rutin terhadap pasien ini ditemukan penurunan kadar
hemoglobin dengan nilai MCV meningkat dan MCHC yang masih dalam batas normal.
Hal ini menunjukkan adanya anemia ringan normokromik makrositer. Peningkatan
MCV kemungkinan disebabkan oleh riwayat konsumsi alkohol, sedangkan penurunan
hemoglobin kemungkinan disebabkan oleh pemecahan imatur dari sel-sel darah di hati.
Leukositosis terjadi akibat infeksi virus hepatitis B, sedangkan penurunan trombosit dan
eritrosit kemungkinan disebabkan oleh penurunan fungsi hepar dan renal dalam
menghasilkan sel-sel prekursor. Pada pemeriksaan fungsi ginjal di dapatkan
peningkatan kadar urea dan kreatinin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kerusakan
sedang pada ginjal dengan Glomerular Filtration Rate GFR) 58 ml/mnt/1,73m2 dan
Blood Urea Nitrogen (BUN) 29 mg/dl. Pada pemeriksaan fungsi hati di dapatkan
peningkatan nilai AST/SGOT, alkaline phosphatase, dan gamma GT. Peningkatan nilai
ini kemungkinan disebabkan oleh kebocoran dari sel-sel yang rusak, namun
peningkatan gamma GT juga dapat disebabkan oleh riwayat konsumsi alkohol pasien
yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit hati alkoholik kronik. Peningkatan
billirubin direk/indirek kemungkinan disebabkan oleh gangguan pada metabolisme
bilirubin pre-hepatik, intra-hepatik ataupun post-hepatik. Hipoalbuminemia yang terjadi
pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh penurunan fungsi sintesis hepar. Pada
pemeriksaan serologi marker pada pasien ini di dapatkan HbsAG positif. Pada pasien
ini tidak dilakukan pemeriksaan protrombin time.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita
sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling
sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan
pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan
yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui
pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati,
permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati
akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan

19
ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada
tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada
tidaknya karsinoma hati. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan USG.

Diagnosis
Diagnosis pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati
ditegakkan dengan biopsi hati. Sedangkan pada stadium dekompensata diagnosis
kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak
dengan adanya komplikasi.1,7
Pada pasien ini telah dilakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik dan
ditemukan beberapa gejala kompensata serta dekompensata dari sirosis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium juga di dapatkan gangguan pada hematologi, fungsi ginjal,
fungsi hati, dan serologi HbsAg positif.

Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati,
akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya :1,4,9,10

1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat
reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi
kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari
derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4
dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.6 Patogenesis terjadinya ensefalopati
hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan
peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah

20
otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine,
octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid
(GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa
peningkatan kadar amonia serum.

2. Hipertensi Portal

Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra


hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik
meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi
berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari
vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan
septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus
vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator
(seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik
disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang
merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri
splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac
output dan penurunan resistensi vaskular sistemik.

3. Asites

Penyebab utama asites adalah vasodilatasi splanchnic. Terjadi peningkatan


resistansi aliran hepatic portal karena sirosis sehingga menyebabkan peningkatan portal
hipertensi secara bertahap, terbentuknya collateral vein dan shunting pembuluh darah ke
sistemik. Setelah terjadinya portal hipertensi, terjadi vasodilatasi lokal oleh karena
terdapat peningkatan nitric oxide sehingga terjadi splanchnic arterial vasodilatasi. Pada
stadium awal terjadinya sirosis, vasodilatasi splanchnic arterial vasodilatasi moderate
dan hanya menyebabkan efek yang kecil terhadap effective arterial blood volume,
dimana dipertahankan kadar normal volume plasma dan cardiac output.
Pada stadium sirosis yang lanjut, terjadi vasodilatasi yang hebat sehingga
effective arterial blood volume menurun secara mendadak, sehingga tekanan arterial

21
menurun. Sebagai akibat tubuh mengkompensasi dengan mempertahankan tekanan
arterial dengan pengaktivasian hemeostasis oleh vasokonstriksor dan antinatriuretic
faktor sehingga menyebabkan retensi natrium dan cairan.
Kombinasi portal hipertensi dan vasodilatasi splanchnic arterial menyebabkan
perubahan tekanan kapiler dan permeabilitasnya yang membantu akumulasi retensi
cairan di dalam kavitas abdomen. Seterusnya dengan berlanjutnya penyakit ini, terjadi
renal disfungsi dalam mengeskresi cairan tubuh dan terjadi vasokonstriksi renal
sehingga menyebabkan dilutional hyponatremia dan hepatorenal sindrom.1,10

4. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta
yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan
angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.

5. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)


Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan
proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah,
yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi.
PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus
dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara
lain escherechia coli, streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme
enterik gram negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan
asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur
cairan asites yang positif.

6. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati
pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan

22
oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan
menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine
clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl,
volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.1,4,6,11
Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat dapat dikombinasi dengan furosemid dengan
dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid boleh ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites boleh hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin. Terapi lini pertama pada pasien yang mengalami asites akibat sirosis adalah
diet rendah garam yang tidak lebih dari 2 gram/hari, diuretik dan menghindari dari
konsumsi alkohol.1
Ensefalopati hepatik : laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin dapat digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. Prinsip pengobatan pada ensefalopati
hepatik adalah pemberian terapi suportif, identifikasi dan eliminasi faktor resiko serta
menurunkan kadar sisa toksik nitrogen pada tubuh.1
Varises esofagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan β-
blocker (propranolol). Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin
atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

23
Peritonitis bakterial spontan : diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin atau aminoglikosida. Transplantasi hati merupakan terapi definitif pada
pasien sirosis dekompensata. Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan sirkulasi
darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Hemodialisa biasanya dilakukan
untuk mengontrol azotemia pada sindrom hepatorenal dan membetulkan gangguan
elektrolit tubuh.1

Prognosis
Prognosa sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis, dimana
variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga
status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C.1
Derajat kerusakan 1 2 3
Billirubin serum (mg/dl) <2 2–3 >3
Albumin serum (gr/dl) > 3,5 2,8 – 3,5 < 2,8
Asites Tidak ada Minimal Sedang - Berat
Ensefalopati Tidak ada Minimal Sedang - Berat
Protrombin time (detik) 1-3 4–6 >6

Total Score Child-Pugh Class 1 year 2 year


5–6 A 100% 85%
7–9 B 81% 57%
10 - 15 C 45% 35%

Pada pasien ini di dapatkan nilai bilirubin total 7,20 mg/dl diberi nilai 3, albumin
1,6 gr/dl diberi nilai 3, asites dengan undulasi positif maka cairan sebanyak ± 500 cc
diberi nilai 3, ensefalopati derajat 3 diberi nilai 3, protrombin time tidak dilakukan
pemeriksaan. Dari penilaian yang dilakukan total score adalah 12. Dengan demikian
pasien ini berada pada kategori C dengan angka kelangsungan hidup selama setahun
adalah 45%, sehingga prognosis dari pasien ini kurang baik (dubia ad malam).

24
KESIMPULAN

Penatalaksanaan sirosis hati bersifat simptomatik, dan etiologinya perlu


diidentifikasi sedini mungkin. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mencapai prognosis
yang baik dan untuk menekan progresifitas komplikasinya. Apabila etiologi
penyebabnya gagal atau terlambat ditegakkan maka prognosisnya cenderung tidak baik.
Oleh karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam
penatalaksanaan sirosis hati.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurjanah S. Hepatobilier : Sirosis Hati. Dalam : Sudoyo WA, Setiohadi B, Alwi


I, K Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke – IV. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. h. 443-446.

2. The Centers for Disease Control and Prevention. Chronic Liver Disease and
Cirrhosis. [Internet]. CDC. 2015 [Dikutip 21 juli 2018]. Tersedia pada :
http://cdc.gov

3. World Health Organization. Age-standardized death of Liver Cirrhosis


[Internet]. WHO. 2017 [Dikutip 21 juli 2018]. Tersedia pada :
http://who.int.com

4. Nusrat S, Khan MS, Fadzilli J, Madhoun MJ. Cirrhosis and its complications :
evidence by treatment. World J Gastroenterol. 2014; 25(3):1

5. Mura VL, Nicolini A, Tosseti G, Primignani M. Cirrhosis and Portal


Hypertension : The important of risk stratification, the role of hepatic venous
pressure gradient meassurement. World J Hepatol. 2015; 7(4):688-695

6. Shah NL, Banaei YP, Hojnowski KL, Cornella SL. Management options in
decompensated cirrhosis. Hepat Med. 2017;7:43-50

7. Wiegand J, Berg T. The Etiology, Diagnosis, and Prevention of Liver Cirrhosis.


Inf Med. 2013; 20(1):4

8. Marcellina MNT. Gambaran Sirosis Hati : Studi Kasus di RSUP DR Kariadi


Semarang 2010 – 2012 [Skripsi]. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2014.

9. Zhou WC, Zhang QB, Qiao L. Pathogenesis of liver cirrhosis. World J


Gastroenterol. 2014; 20(23):7312-7324

10. Pedersen JS, Bendtsen F, Moller S. Management of cirrhosis ascites. Ther Adv
Chronic Dis. 2015 :6(3);124-137

11. Grattagliano I, Ubaldi E, Bonfrate L, Portincasa P. Management of liver


cirrhosis between primary care and specialist. World J Gastroenterol.
2011:17(18);2273-2282

26
Lampiran daftar pustaka :

1. Sirosis hati : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam

2. CDC : cirrhosis epidemiology

3. GHO data in WHO report of Age-standardized rates of liver cirrhosis

27
4. WJG : Cirrhosis and its complications

5. WJH : Cirrhosis and Portal Hypertension

6. PMC Journal : Management options in decompensated cirrhosis

28
7. The etiology, diagnosis, and prevention of liver cirrhosis

8. Skripsi Sirosis Hati

29
9. WJG : Pathohenesis of liver cirrhosis

10. SAGE : Manegement of cirrhosis ascites

30

Anda mungkin juga menyukai