“SIROSIS HATI”
Dokter muda :
Dionisius Iman Saputra Hia
NPM : 14000028
Dokter Pembimbing :
MEDAN
2018
1
Laporan Kasus 2 Supervisor
Senin, 23 Juli 2018
RS MTMH
(dr. Trio Adoreatee Lieming Putra, SpPD)
Sirosis Hati
Dionisius Iman Saputra Hia
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
Murni Teguh Memorial Hospital
Abstrak
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hati dan pembentukan nodulus regeneratif, dimana hal ini terbentuk akibat jejas dari
penyakit hati akut ataupun kronis. Penyebabnya beraneka ragam namun mayoritas
merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus maupun
kebiasaan minum alkohol. Sirosis hati seringkali muncul tanpa gejala dan ditemukan
saat pemeriksaan rutin, namun dalam keadaan lanjut dapat timbul komplikasi kegagalan
hati dan hipertensi porta. Terapi pada penderita sirosis hepatis bertujuan untuk
mengurangi progresifitas penyakit berupa menghindarkan kerusakan hati lebih lanjut,
pencegahan, dan penanganan komplikasi.
Kata kunci : sirosis hati, ensefalopati hepatik, hepatorenal syndrome, asites, hipertensi
portal, Child-Turcotte-Pugh
2
PENDAHULUAN
Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.1 Hal ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler dimana jaringan retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Kerusakan yang terjadi akan
mengubah jaringan normal hepar menjadi jaringan parut.
CDC (Centers for Disease Control and Preventions), melaporkan pada rentang
periode 2014 - 2015 terdapat 3,9 juta orang dewasa di diagnosis sirosis hati dan 40.326
orang meninggal dunia.2 Di Amerika Serikat, sekitar 20 - 50% dari jumlah orang
dewasa yang terdiagnosis sirosis hati diakibatkan oleh alkohol dan hepatitis C.3 Di
Indonesia sendiri, di laporkan angka kejadian sirosis hati pada pria lebih banyak dari
wanita (5 : 1) dengan usia rata-rata 30 – 59 tahun.2
Berdasarkan kepada gejala klinisnya, sirosis hati dapat dibedakan menjadi
kompensata dan dekompensata. Pada stadium dekompensata, gejala klinis akan jelas
terlihat dan komplikasi dari sirosis hati pada umumnya akan berkembang setelah pasien
berada pada fase ini. Fase ini diawali oleh hipertensi portal yang diakibatkan oleh
retensi aliran vaskular menuju hepar.4 Salah satu komplikasi lainnya adalah hepatic
encephalopathy. Keadaan ini diakibatkan oleh tingginya kadar amonia di dalam darah
akibat gangguan pada sintesis di hepar dan masuk kedalam sirkulasi cerebri yang
menyebabkan penurunan fungsi pada lobus frontal. Pada keadaan ini, pasien seringkali
mengalami penurunan kesadaran dari apatis sampai koma.
3
LAPORAN KASUS
1. Status Pasien
Anamnesis pribadi
Nama : Jaherman
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Melayu
Agama : Islam
Alamat : Jln. Pancing
Anamnesis penyakit
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Telaah :
ALLOANAMNESIS. Pasien datang dengan penurunan
kesadaran sejak sore hari sepulangnya dari rumah sakit
mengantri membeli obat, kejang (-), kecelakaan (-). Pada
pagi hari pasien tiba-tiba lupa cara membuka dan
menutup pintu, pasien tampak mengantuk, tidak berespon
terhadap suara maupun perintah sederhana. Demam (+)
sejak pagi hari, nyeri kepala (-), sesak napas (-), nyeri ulu
hati (+), mual (+), muntah (-) sejak 1 hari yang lalu. Nafsu
makan menurun dan mudah merasa capek saat
beraktivitas dikeluhkan pasien sejak 1 bulan terakhir.
BAB (+) 2-3 kali/hari, sedikit dan berwarna kuning,
buang angin(+). BAK (+) sedikit, berwarna seperti teh.
Mata kuning (+) dialami pasien sejak 1 bulan terakhir,
riwayat sakit kuning (-) dan kaki bengkak dialami pasien
sejak beberapa hari terakhir. Riwayat perokok (-), alkohol
(+). RPO : Ricovir 300 mg 1x/hari selama 1 bulan terakhir
namun tidak terkontrol, RPT : hepatitis B, sirosis hati.
4
Anamnesis organ
Jantung
Sesak Nafas : (-) Edema : (-)
Angina Pektoris : (-) Palpitasi : (-)
Lain-lain : (-)
Saluran Pernafasan
Batuk-batuk : (-) Asma, bronkitis : (-)
Dahak : (-) Lain-lain : (-)
Saluran Pencernaan
Nafsu Makan : Turun Penurunan BB : (-)
Keluhan Menelan : (-) Keluhan Defekasi : (-)
Keluhan Perut : (+) Lain-lain : (-)
Saluran Urogenital
Sakit Buang Air Kecil : (-) Buang Air Kecil Tersendat : (-)
Mengandung Batu : (-) Keadaan Urin : warna teh
Haid : (-) Lain-lain : (-)
Endokrin
Haus/Polidipsi : (-) Gugup : (-)
Poliuri : (-) Perubahan Suara : (-)
Polifagi : (-) Lain-lain : (-)
Saraf Pusat
Sakit Kepala : (-) Hoyong : (-)
Lain-lain : (-)
Siklus Perifer
Claudicatio Intermitten : (-) Lain-lain : (-)
5
Status present
Keadaan Umum
Sensorium : delirium
Tekanan Darah : 145/75 mmHg
Nadi : 121 x/i,reg/irreg,t/v:
Pernafasan : 22 x/i
Temperatur : 39,9 OC
Pancaran wajah : cemas (+)
Sikap Paksa : (+)
Keadaan Gizi : obesitas
Anemia (+), Ikterus (+), Dispnea (-), Sianosis (-), Edema (-), Pupura (-)
Tugor Kulit : Baik / Sedang / Jelek
TB : 157 cm
BB : 85 Kg
Pemeriksaan fisik
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+), ikterus (+), pupil : isokor /
unisokor, ukuran refleks cahaya direk (+)/indirek (+), kesan ikterik
Lain – lain : (-)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut
lidah : dalam batas normal
gigi geligi : dalam batas normal
tonsil/faring : dalam batas normal
Leher
Struma membesar / tidak membesar, tingkat : (-) nodular / multi
nodular / diffuse (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi : (-) jumlah (-) konsistensi (-)
Mobilitas (-) nyeri tekan (-).
Posisi Trakea : Medial
TVJ : R+2 cmH2O
Kaku kuduk (-), lain-lain : (-)
Thorax depan
Inspeksi
Bentuk : simetris
Pergerakan : pola pernapasan normal
6
Palpasi
Nyeri Tekan : (-)
Fremitus Suara : tidak dapat diperiksa
Iktus : ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi
Paru
Batas Paru – Hati R / A : ICS 5/6 linea midclavicula sinistra
Batas Kanan Jantung : linea parasternalis dextra
Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : vesikular
Suara Tambahan : ronkhi (-)
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>Ai, desah sistolis (-), tingkat: (-)
Desah diastolis (-), lain-lain: (-)
HR : 121 x/menit, reg/irreg, intensitas : baik
Thorax belakang
Inspeksi : dalam batas normal
Palpasi : dalam batas normal
Perkuisi : dalam batas normal
Auskultasi : dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : pembesaran (+)
Gerakan Lambung/Usus : (+)
Vena Kolateral : (+)
Caput Medusae : (+)
Hati
Pembesaran : (-)
Permukaan : tidak dapat diraba
Pinggir : tidak dapat diraba
Nyeri Tekan : (-)
7
Limfa
Pembesaran : (-)
Ginjal
Ballotement : (-)
Perkusi
Pekak Hati : (+)
Pekak Beralih : shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi
Peristaltik Usus : (+) 8 x/mnt
Lain-lain : double sound (+)
Pinggang
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-)
8
2. Resume
Keadaan Umum : delirium
Telaah : Delirium (+), konvulsan (-), riwayat trauma (-).
Febris (+). Abdominal pain (+) regio epigastrium, nausea
(+), vomitus (-), anoreksia (+). Fatigue (+) saat beraktivitas.
ANAMNESIS
Defekasi (+) flatus (+), feces berwarna kuning. Miksi (+)
volume minimal, berwarna teh sejak 1 bulan terakhir. Edema
pretibial (+) sejak beberapa hari yanglalu. RPO : ricovir 300
mg tab, RPT : hepatitis B, sirosis hati
Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk
STATUS PASIEN Keadaan Penyakit : Ringan / Sedang / Berat
Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih
Conjungtiva palpebra anemis (+), sklera ikterus (+/+)
Abdomen : shifting dullness (+), undulasi (+), vena
PEMERIKSAAN FISIK kolateral (+), caput medusa (+), double sound (+)
Ekstremitas inferior : edema pretibial (+/+), pitting
edema (+/+)
1. Penurunan kesadaran ec. hepatic encephalopathy grade
III DD/ hipoglikemi, stroke iskemik
2. Sirosis hati dekompensata DD/ hepatitis B, obstruksi
DIAGNOSIS BANDING jaundice
3. Hepatorenal syndrome DD/ electrolyte imbalance
4. Hipertensi portal DD/ Budd-Chiari syndrome
5. Anemia penyakit kronis DD/ anemia defisiensi besi
DIAGNOSA Penurunan kesadaran ec. hepatic encephalopathy grade III
SEMENTARA DD/ hipoglikemi, stroke iskemik
Aktivitas : Tirah baring
Diet : Diet hati III dalam bentuk M2
Medikamentosa :
IVFD Dextrose 5% 20 gtt/mnt
IVFD Paracetamol 1 gr/8 jam
Ranitidine 150 mg /6 jam IV
RENCANA Ceftriaxon 1 gr/12 jam IV
PENATALAKSANAAN Spironolactone 2 x 200 mg tab PO/hari
Lactulose syp 3 x 15 ml cth/hari
Propanolol 2 x 40 mg tab PO/hari (varises esophagus)
Monitoring : Gejala klinis dan laboratorium
Edukasi : Menerangkan dan menjelaskan keadaan,
penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada pasien dan
keluarga
9
Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan
5. Elektrolit (Na/K/Cl/Ca)
6. KGD AR
7. Protrombin time
10
3. Lembar follow up pasien
Hari/Tanggal/Waktu SOAP
Senin, 04/06/2018 S : Demam (-), hoyong (+). Nyeri uluhati (+), perut berasa
(09.00 WIB) kembung dan penuh (+), nafsu makan (-). Badan terasa lemas
(+) dan banyak tidur. BAB (+) sedikit, BAK (+) sedikit, tidak
lancar, dan berwarna seperti teh.
O:
Compos mentis
TD : 135/80 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 36,8 0C
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (+)
Asites (+), vena kolateral (+), caput medusa (+), nyeri
tekan (+) regio epigastrium
Ekstremitas inferior : edema pretibial (+/+) berkurang
Konsentrasi menurun
A : Hipertensi portal + Hipoalbumin + Hepatorenal syndrome
+ Hepatic encephalopathy grade I ec. Sirosis hati + Hepatitis
B + Electrolyte imbalance + Hipoglikemia + Dispepsia
P:
Bed rest, diet hati III dalam bentuk M2, kurangi
minum air
IVFD Dextrose 5% 5 gtt/mnt
IVFD Aminoleban 1 fls/hari
Ca Glukonas 2 gr/hari IV
Sprironolakton 200 mg/hari
Furosemide 80 mg 3 x 1 tab
Cefotaxime 1 gr/12 jam IV
Laktulosa 30 ml 3 x 1 cth/hari
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
Observasi gejala klinis, laboratorium, dan temuan
pada pemeriksaan fisik
Selasa, 05/06/2018 S : Nyeri uluhati (-), perut kembung dan terasa penuh (+),
(07.45 WIB) nafsu makan (-) tidak nyaman setiap makanan masuk.
Hoyong (+) sejak subuh. BAB (+) sedikit, BAK (+) tidak
lancar dan berwarna seperti teh
O:
Compos mentis
TD : 140/80 mmHg
HR : 78 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 36,2 0C
Sklera ikterik (+/+)
Asites (+), vena kolateral (+), caput medusa (+)
Ekstremitas inferior : edema pretibial (-/+)
11
Konsentrasi membaik
A : Hipertensi portal + Hepatorenal syndrome + Hepatic
encephalopathy grade I ec. Sirosis hati + Hepatitis B +
Electrolyte imbalance
P:
Bed rest, diet hati III dalam bentuk MB, kurangi
minum air
Spironolakton 200 mg/hari
Furosemide 80 mg 3 x 1 tab
Cefotaxime 1 gr/12 jam IV
Ranitidine 150 mg/8 jam IV
Laktulosa 30 ml 3 x 1 cth/hari
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
Observasi gejala klinis, laboratorium, dan temuan
pada pemeriksaan fisik
Rabu, 06/06/2018 S : Perut kembung dan terasa penuh (+), nafsu makan (+).
(08.15 WIB) BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar berwarna seperti teh
O:
Compos mentis
TD : 140/80 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 36,2 0C
Sklera ikterik (+/+)
Shifting dullness (+), undulasi (-), vena kolateral (-),
caput medusa (+)
Ekstremitas inferior : edema pretibial (-/-)
A : Hipertensi portal + Hepatorenal syndrome + Hepatic
encephalopathy ec. Sirosis hati + Hepatitis B
P:
Bed rest, diet hati III dalam bentuk MB, kurangi
minum air
Spironolakton 200 mg/hari
Furosemide 80 mg 3 x 1 tab
Cefotaxime 1 gr/12 jam IV
Ranitidine 150 mg/8 jam IV
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
Observasi gejala klinis, laboratorium, dan temuan
pada pemeriksaan fisik
Kamis, 07/06/2018 S : Perut kembung dan terasa penuh (-). BAB (+) sedikit,
(07.40 WIB) BAK (+) lancar berwarna seperti teh
O:
Compos mentis
TD : 135/80 mmHg
HR : 84 x/mnt
RR : 21 x/mnt
12
Temp : 36,7 0C
Sklera ikterik (+/+)
Shifting dullness (-), caput medusa (-)
A : Hepatorenal syndrome ec. Sirosis hati + Hepatitis B
P:
Aktivitas minimal, diet hati III dalam bentuk MB,
kurangi minum air
Spirolactone 100 mg 3 x 1 tab
Ciprofloxacin 500 mg 2 x 1 tab
Tenofovir 150 mg 3 x 1 tab/hari
Laxadine syp 60 ml 2 x 1 cth
Observasi gejala klinis dan temuan pada pemeriksaan
fisik
13
DISKUSI
Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita
sirosis hati awalnya telah menderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus
hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan meminum
alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya
adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit
atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease,
kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan
hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab
tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C
dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab
sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang
mendata kasus sirosis akibat alkohol.1,5,7
Pada kasus ini kemungkinan yang menjadi penyebab dari sirosis adalah
perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh infeksi virus hepatitis B
dan alkohol. Dari anamnesis yang telah dilakukan terhadap pasien, di dapati bahwa
14
pasien telah didiagnosa hepatitis B sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penggunaan
obat anti virus hepatitis tidak terkontrol dan pasien tidak pernah kontrol kembali kepada
dokter. Peradangan dan nekrosis pada hepar yang diakibatkan oleh infeksi virus
hepatitis B ini menyebabkan perubahan jaringan parenkim hati normal menjadi fibrosis.
Perkembangan dari penyakit hati kronis ini di perparah oleh riwayat pasien yang sering
meminum minuman alkohol tradisional. Dari anamnesis yang dilakukan, di dapatkan
bahwa pasien dulunya gemar meminum minuman alkohol tradisional hampir setiap
harinya. Alkohol merupakan faktor resiko terjadinya sirosis hati karena dapat
menyebabkan terjadinya hepatitis alkoholik dan dapat berkembang menjadi sirosis hati.
Gejala Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan
hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut,
(berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam. Selain itu, dapat pula disertai
dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.1,8 Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang mendasar yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis
ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan mendasar
tersebut.1
Gejala kegagalan fungsi hati Gejala Hipertensi Portal
Ikterus Varises
Spider navi esofagus/cardia
Ginekomasti Splenomegali
Hipoalbumin Pelebaran vena
15
Rambut rontok kolateral
Asites Asites
Eritema palmaris Hemoroid
White nails Caput medusa
16
Pada kasus ini tanda dan beberapa gejala kompensata dan dekompensata di
temukan. Pasien mengeluhkan perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, sering merasakan mual, gangguan tidur, dan
demam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda dari kegagalan hati dan hipertensi
porta yakni meliputi gangguan pembekuan darah, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, asites, vena kolateral, caput medusa, dan edema pretibial. Pada hari
pertama masuk rumah sakit, juga ditemukan beberapa gejala meliputi perubahan mental,
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, dan agitasi. Gejala ini di duga akibat
komplikasi sirosis yang menyebabkan zat-zat neurotoksin masuk ke dalam otak dan
mengakibatkan terjadinya ensefalopati hepatik.
Patogenesis
17
dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh
sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya
sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis /nekrosis
bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati.
Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun. Sel yang
mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya imunologis yang
berlangsung terus – menerus sampai terjadinya kerusakan hati.1,4,9
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin,
dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum
glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya
lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap
tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami
peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa
ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan
konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi
bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis
hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim
hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara
itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder
dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan
menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang
karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat
kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis
dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya
akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan
18
gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang
berkaitan dengan adanya hipertensi porta.
Pada pemeriksaan darah rutin terhadap pasien ini ditemukan penurunan kadar
hemoglobin dengan nilai MCV meningkat dan MCHC yang masih dalam batas normal.
Hal ini menunjukkan adanya anemia ringan normokromik makrositer. Peningkatan
MCV kemungkinan disebabkan oleh riwayat konsumsi alkohol, sedangkan penurunan
hemoglobin kemungkinan disebabkan oleh pemecahan imatur dari sel-sel darah di hati.
Leukositosis terjadi akibat infeksi virus hepatitis B, sedangkan penurunan trombosit dan
eritrosit kemungkinan disebabkan oleh penurunan fungsi hepar dan renal dalam
menghasilkan sel-sel prekursor. Pada pemeriksaan fungsi ginjal di dapatkan
peningkatan kadar urea dan kreatinin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kerusakan
sedang pada ginjal dengan Glomerular Filtration Rate GFR) 58 ml/mnt/1,73m2 dan
Blood Urea Nitrogen (BUN) 29 mg/dl. Pada pemeriksaan fungsi hati di dapatkan
peningkatan nilai AST/SGOT, alkaline phosphatase, dan gamma GT. Peningkatan nilai
ini kemungkinan disebabkan oleh kebocoran dari sel-sel yang rusak, namun
peningkatan gamma GT juga dapat disebabkan oleh riwayat konsumsi alkohol pasien
yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit hati alkoholik kronik. Peningkatan
billirubin direk/indirek kemungkinan disebabkan oleh gangguan pada metabolisme
bilirubin pre-hepatik, intra-hepatik ataupun post-hepatik. Hipoalbuminemia yang terjadi
pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh penurunan fungsi sintesis hepar. Pada
pemeriksaan serologi marker pada pasien ini di dapatkan HbsAG positif. Pada pasien
ini tidak dilakukan pemeriksaan protrombin time.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita
sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling
sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan
pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan
yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui
pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati,
permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati
akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan
19
ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada
tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada
tidaknya karsinoma hati. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan USG.
Diagnosis
Diagnosis pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati
ditegakkan dengan biopsi hati. Sedangkan pada stadium dekompensata diagnosis
kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak
dengan adanya komplikasi.1,7
Pada pasien ini telah dilakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik dan
ditemukan beberapa gejala kompensata serta dekompensata dari sirosis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium juga di dapatkan gangguan pada hematologi, fungsi ginjal,
fungsi hati, dan serologi HbsAg positif.
Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati,
akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya :1,4,9,10
1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat
reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi
kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari
derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4
dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.6 Patogenesis terjadinya ensefalopati
hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan
peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah
20
otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine,
octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid
(GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa
peningkatan kadar amonia serum.
2. Hipertensi Portal
3. Asites
21
menurun. Sebagai akibat tubuh mengkompensasi dengan mempertahankan tekanan
arterial dengan pengaktivasian hemeostasis oleh vasokonstriksor dan antinatriuretic
faktor sehingga menyebabkan retensi natrium dan cairan.
Kombinasi portal hipertensi dan vasodilatasi splanchnic arterial menyebabkan
perubahan tekanan kapiler dan permeabilitasnya yang membantu akumulasi retensi
cairan di dalam kavitas abdomen. Seterusnya dengan berlanjutnya penyakit ini, terjadi
renal disfungsi dalam mengeskresi cairan tubuh dan terjadi vasokonstriksi renal
sehingga menyebabkan dilutional hyponatremia dan hepatorenal sindrom.1,10
4. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta
yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan
angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.
6. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati
pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan
22
oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan
menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine
clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl,
volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.1,4,6,11
Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat dapat dikombinasi dengan furosemid dengan
dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid boleh ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites boleh hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin. Terapi lini pertama pada pasien yang mengalami asites akibat sirosis adalah
diet rendah garam yang tidak lebih dari 2 gram/hari, diuretik dan menghindari dari
konsumsi alkohol.1
Ensefalopati hepatik : laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin dapat digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. Prinsip pengobatan pada ensefalopati
hepatik adalah pemberian terapi suportif, identifikasi dan eliminasi faktor resiko serta
menurunkan kadar sisa toksik nitrogen pada tubuh.1
Varises esofagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan β-
blocker (propranolol). Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin
atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
23
Peritonitis bakterial spontan : diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin atau aminoglikosida. Transplantasi hati merupakan terapi definitif pada
pasien sirosis dekompensata. Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan sirkulasi
darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Hemodialisa biasanya dilakukan
untuk mengontrol azotemia pada sindrom hepatorenal dan membetulkan gangguan
elektrolit tubuh.1
Prognosis
Prognosa sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis, dimana
variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga
status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C.1
Derajat kerusakan 1 2 3
Billirubin serum (mg/dl) <2 2–3 >3
Albumin serum (gr/dl) > 3,5 2,8 – 3,5 < 2,8
Asites Tidak ada Minimal Sedang - Berat
Ensefalopati Tidak ada Minimal Sedang - Berat
Protrombin time (detik) 1-3 4–6 >6
Pada pasien ini di dapatkan nilai bilirubin total 7,20 mg/dl diberi nilai 3, albumin
1,6 gr/dl diberi nilai 3, asites dengan undulasi positif maka cairan sebanyak ± 500 cc
diberi nilai 3, ensefalopati derajat 3 diberi nilai 3, protrombin time tidak dilakukan
pemeriksaan. Dari penilaian yang dilakukan total score adalah 12. Dengan demikian
pasien ini berada pada kategori C dengan angka kelangsungan hidup selama setahun
adalah 45%, sehingga prognosis dari pasien ini kurang baik (dubia ad malam).
24
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
2. The Centers for Disease Control and Prevention. Chronic Liver Disease and
Cirrhosis. [Internet]. CDC. 2015 [Dikutip 21 juli 2018]. Tersedia pada :
http://cdc.gov
4. Nusrat S, Khan MS, Fadzilli J, Madhoun MJ. Cirrhosis and its complications :
evidence by treatment. World J Gastroenterol. 2014; 25(3):1
6. Shah NL, Banaei YP, Hojnowski KL, Cornella SL. Management options in
decompensated cirrhosis. Hepat Med. 2017;7:43-50
10. Pedersen JS, Bendtsen F, Moller S. Management of cirrhosis ascites. Ther Adv
Chronic Dis. 2015 :6(3);124-137
26
Lampiran daftar pustaka :
27
4. WJG : Cirrhosis and its complications
28
7. The etiology, diagnosis, and prevention of liver cirrhosis
29
9. WJG : Pathohenesis of liver cirrhosis
30