Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

HEMOLYSIS, ELEVATED LIVER ENZYME, LOW PLATELET


COUNT (HELLP) SYNDROME

Disususn Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Pendidikan Profesi Dokter

Pembimbing :
Dr. Gede Sri Dhyana M.A., Sp.OG

Disusun Oleh :
Pinasty Adi Astri J510170054
Rachmad Alsy Setiafadi J510170007
Rifqi R. Taniyo J510170113
Tamara Izumi J150170047

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD IR. SOEKARNO SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

i
REFERAT

HEMOLYSIS, ELEVATED LIVER ENZYME, LOW PLATELET


COUNT (HELLP) SYNDROME

Yang diajukan Oleh :


Pinasty Adi Astri J510170054
Rachmad Alsy Setiafadi J510170007
Rifqi R. Taniyo J510170113
Tamara Izumi J150170047

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Pembimbing
Nama : dr. Gede Sri Dhyana MA, Sp.OG (.................................)

Dipresentasikan di hadapan
Nama : dr. Gede Sri Dhyana MA, Sp.OG (....................................)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................i
Halaman Pengesahan ..........................................................................................ii
Daftar Isi .............................................................................................................iii
Daftar Tabel ........................................................................................................iv
Daftar Gambar .....................................................................................................iv
HELLP Syndrome ...............................................................................................1
A. Definisi ...................................................................................................1
B. Epidemiologi ...........................................................................................1
C. Factor Risiko ...........................................................................................2
D. Klasifikasi ...............................................................................................4
E. Pathogenesis ............................................................................................5
F. Patofisiologi ............................................................................................6
G. Manifestasi Klinis ..................................................................................10
H. Diagnosis .................................................................................................10
I. Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................12
J. Diagnosis Banding ..................................................................................13
K. Tatalaksana` ............................................................................................13
L. Komplikasi ..............................................................................................17
M. Prognosis .................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................22

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Faktor Risiko HELLP Syndrome ..........................................................2
Tabel 2. Kasus Khusus yang memerlukan SC setelah pemberian
Kortikosteroid .......................................................................................15

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Klasifikasi HELLP Syndrome menurut klasifikasi Mississipi
Dan Tennessee..................................................................................5
Gambar 2. Patofisiologi HELLP Syndrome ........................................................7
Gambar 3. Diagnosis HELLP Syndrome ............................................................11
Gambar 4. Komplikasi HELLP Syndrome dan penanganannya .........................20

iv
A. Definisi
HELLP Syndrome merupakan kondisi yang mengancam dalam
kehamilan dan biasanya merupakan komplikasi dari pre-eklampsia1,3,5.
Hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count (HELLP) Syndrome
merupakan komplikasi yang menyertai preeklampsia berat yang merupakan
salah satu penyebab utama kematian ibu hamil di Indonesia1,2. HELLP
Syndrome ditandai dengan adanya gangguan endotel system hepatic yang
diikuti aktivasi, agregasi dan peningkatan penggunaan platelet, yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan kematian sel hepar1,4.
HELLP Syndrome biasanya mulai pada trimester ketiga kehamilan.
Tetapi dilaporkan juga kejadian HELLP Syndrome pada usia kehamilan 21
minggu atau pada periode awal post partum. HELLP Syndrome dan pre-
eklampsia keduanya dapat terjadi pada usia kehamilan yang lanjut maupun
setelah proses melahirkan1,5.
Singkatan HELLP dibuat oleh Dr. Louis Weinstein tahun 1982 untuk
mendeskripsikan Syndrome ini. HELLP mencakup tiga (3) keadaan, yaitu1,4
H – Haemolysis
EL – Elevated Liver Enzyme
LP – Low Platelet Count

B. Epidemiologi
HELLP Syndrome diperkirakan terjadi pada 0,5% - 0,9% dari seluruh
kehamilan dan 10% -20% pada pasien dengan preeklamsia3,. HELLP
Syndrome lebih banyak terjadi pada wanita ras kaukasian dengan usia diatas
25 tahun1. Kejadian HELLP Syndrome meningkat 70% pada kondisi sebelum
melahirkan, rata-rata pada usia kehamilan 27-37 minggu, 10% kasus terjadi
pada usia kehamilan sebelum 27 minggu, 20% kasus terjadi di usia kehamilan
diatas 37 minggu. Pada periode post partum, HELLP Syndrome dapat terjadi
pada 48 jam pertama pasca persalinan3.
Angka mortalitas ibu pada HELLP Syndrome diperkirakan sekitar 2-
24%. Sedangkan angka mortalitas perinatal diperkirakan sekitar 9-65%1,5.

1
Onset terjadinya HELLP Syndrome cepat, bervariasi dan terkadang
atipikal, sehingga penegakan diagnosis terkadang tertunda 5-7 hari.
Kebanyakan terjadi misdiagnosis dengan penyakit lain, seperti colesistitis,
esophagitis, gastritis, hepatitis, viral fever maupun trombositopeni idiopatik.
Tanda klinis yang khas untuk HELLP Syndrome adalah nyeri pada perut
kuadran kanan atas atau nyeri di area epigastrium, mual dan muntah. Nyeri
perut bersifat kolik, intermiten dan diikuti malaise beberapa hari
sebelumnya3.

C. Factor risiko
Belum diketahui penyebab tunggal terjadinya HELLP Syndrome, tetapi
berbagai penelitian medis menyimpulkan beberapa factor risiko yang dapat
merningkatkan angka kejadian HELLP Syndrome. Pre-eklampsia merupakan
factor risiko terbesar terjadinya HELLP Syndrome. Ditandai dengan tekanan
darah yang tinggi dan terjadi selama kehamilan trimester ketiga. Tetapi tidak
semua wanita hamil dengan pre-eklampsia akan berkembang menjadi HELLP
Syndrome1,5.
Factor risiko lain yang meningkatkan kejadian HELLP Syndrome,
antara lain : usia > 25 tahun, ras kaukasian, multipara, obesitas, kurang
olahraga, diabetes1,5.

Tabel 1. Faktor Risiko HELLP Syndrome9

2
Berbagai faktor risiko antara lain :
1. Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan.1,11,12
a) Kelainan kromosom
b) Mola hydatidosa
c) Hydrops fetalis
d) Kehamilan multifetus
e) Inseminasi donor atau donor oosit
f) Kelainan struktur kongenital
2. Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan
maternal.1,12
a) Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada
primigravida tua. Primigravida
b) tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
c) Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu
hamil berusia diatas 35 tahun
d) dapat terjadi hipertensi laten.
e) Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil
berusia dibawah 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
f) Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
g) Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit
darah tinggi atau penyakit ginjal.
h) Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara
perempuannya pernah mengalami preeklamsia. Jika ada
riwayat preeklamsia pada ibu/nenek penderita, factor risiko
meningkat sampai ± 25%.
i) Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.

3
D. Klasifikasi
1. Berdasarkan kadar trombosit darah, maka HELLP Syndrome
diklasifikasikan dengan nama “Klasifikasi Mississippi (2006)”
a) Kelas 1 : Kadar Trombosit ≤ 50.000/ml; LDH ≥ 600 IU/l; AST
dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
b) Kelas II : Kadar Trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml; LDH ≥ 600 IU/l;
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
c) Kelas III : Kadar Trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml; LDH ≥ 600
IU/l; AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
2. Klasifikasi Tennessee1,3.
Berdasarkan kriteria laboratorium :
a) Trombosit < 100.000/µl;
b) AST 70 IU/l;
c) LDH 600 IU/l; hemolisis pada apusan darah tepi.
Berdasarkan kriteria laboratorium, Klasifikasi Tennessee terdiri atas :
a) HELLP Syndrome parsial : memenuhi 2 dari 3 kriteria – dapat
ditatalaksana dengan terapi konservatif.
b) HELLP Syndrome total : memenuhi semua (tiga) kriteria – berisiko
tinggi terjadi komplikasii, misalnya DIC, dan kehamilan harus
diterminasi dalam waktu 48 jam.

4
Gambar 1. Klasifikasi HELLP Syndrome menurut
Klasifikasi Mississippi dan Tennessee8

E. Pathogenesis
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang
ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler,
vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit
dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan
sebagai anemi hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas. Sel darah
merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya
rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan hapusan darah tepi ditemukan
spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells. Peningkatan kadar
enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh
deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan
pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom
subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan
gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan.6,11

5
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau
destruksi trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP
sebagai suatu variasi dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC),
karena nilai parameter koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu
parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal.11,12
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia
menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya
anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31
minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan
abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari
setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama seminggu.12

F. Patofisiologi
Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom
menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi
platelet intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan
tromboksan A dan serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme,
aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade
ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi kehamilan.6,13
Terjadinya sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan
endotel mikrovaskular dan aktivasi platelet intravaskular. Pada sindroma
HELLP terjadi anemia mikroangiopati akibat fragmentasi, sel darah merah
akan lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang telah mengalami
kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambran
darah tepi akan terlihat gambaran spherocytes, schistoscytes, triangular cell
dan burr cell.14,15
Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran
histopatologisnya terlihat nekrosis parenkim periportal atau fokal yang disertai
dengan deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid.
Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan

6
obstruksi aliran darah di hepar yang akan merupakan dasar terjadinya
peningkatan enzim hepar dan terdapatnya nyeri perut kwadran kanan atas.
Gambaran nekrosis seluler dan pendarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada
kasus yang berat dapat dijumpai adanya pendarahan intrahepatik dan hematom
subkapsular atau ruptur hepar.6
Penurunan jumlah platelet pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya komsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya komsumsi
platelet terjadi karena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel
endotel, penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun
peningkatan jumlah radikal bebas.6
Beberapa penelitian berangapan bahwa DIC merupakan proses primer
yang terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun gambran histopatologis
mikrotrombi yang mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada
sindroma HELLP tidak terjadi koagulopati intravaskular. Pada sindroma
HELLP terjadi mikroangiopati dan kadar fibrinogen yang normal.6

Gambar 2. Patofisiologi HELLP Syndrome19

7
Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar dari
pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya
timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar,
akibatnya enzim hepar akan meningkat.6
Proses ini berkaitan dengan terjadinya eklasia terutama terjadi di hati,
dan dapat menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis
periportal dan akhirnya mempengaruhi organ lainnya.
Gagal Ginjal Akut
Sangat jarang kejadian dimana nekrosis tubular akut yang disebabkan
oleh preeklamsia saja. Meskipun derajat ringan ditemui dalam beberapa kasus,
gagal ginjal klinis jelas hampir selalu disebabkan oleh hipotensi hemorrhagic
yang sebelumnya sudah ada. 6,13
Hal ini biasanya disebabkan oleh perdarahan obstetri berat yang tidak
mendapat penggantian darah yang memadai. Drakeley dan rekan kerja (2002)
mendapatkan 72 wanita preeklampsia dengan gagal ginjal. Setengah
diantaranya adalah sindrom HELLP dan sepertiga adalah solusio plasenta.
Haddad dan rekan (2000) melaporkan bahwa 5 persen dari 183 wanita dengan
sindrom HELLP menderita gagal ginjal akut. Setengah dari ini juga memiliki
solusio, dan sebagian besar menngalami perdarahan postpartum.6,13
Hepar
Perubahan hepar pada wanita dengan eklampsia yang parah telah
digambarkan pada tahun 1856 oleh Virchow. Lesi yang khas banyak
ditemukan adalah perdarahan periportal di daerah pinggiran hepar. Dalam
studi otopsi mereka, Sheehan dan Lynch (1973) menjelaskan bahwa
didapatkan infark hepar disertai perdarahan di hampir separuh dari wanita
yang meninggal dengan eklampsia. Hal ini sejalan dengan laporan yang
muncul selama tahun 1960-an menggambarkan peningkatan kadar serum
transaminase hati.6,13
Seiring dengan pengamatan sebelumnya oleh Pritchard dan rekan
(1954), yang menggambarkan hemolisis dan trombositopenia dengan
eklampsia, Konstelasi ini yang menggambarkan kumpulan gejala hemolisis,

8
nekrosis hepatoseluler, dan trombositopenia kemudian disebut sindrom
HELLP oleh Weinstein (1985). 6,13
Luas lesi anatomis seperti ditunjukkan pada gambar di bawah jarang
diidentifikasi dengan biopsi hati dalam kasus-kasus fatal (Barton dan rekan,
1992). 6,13
Dari sudut pandang pragmatis, keterlibatan hepar pada preeklamsia
mungkin secara klinis signifikan dalam beberapa situasi sebagai berikut: 2,3
Gejala yang menunjukkan keterlibatan hepar, yang biasanya ditunjukkan
dengan adanya nyeri epigastrik. Pada beberapa kasus, beberapa wanita juga
akan mengalami peningkatan level aminotransferase (aspartat transferase atau
alanin transferase), 6,13
Peningkatan level transaminase hepatik (AST dan ALT)
dipertimbangkan sebagai marker untuk preeklampsia. Nilainya kadang
melewati 500U/L, namun pernah dilaporkan mencapai lebih dari 2000U/L
pada beberapa wanita. Secara umum, peningkatan serum ini biasanya disertai
dengan penurunan platelet, dan biasanya akan kembali normal dalam 3 hari
setelah melahirkan. 6,13
Perdarahan pada hepar dari area yang terkena infark dapat melebar dan
membentuk hematoma hepatik. Perubahan ini dapat berlanjut mnjadi
hematoma subskapular yang mudah pecah. Keadaan ini dapat dideteksi
dengan menggunakan CT scan. Hematoma yang tidak ruptur lebih sering
terjadi, terutama pada HELLP syndrome. 6,13
Accute fatty liver pada kehamilan kadang-kadang mengaburkan
diagnosis pada kasus preeklampsi. Keadaan ini juga memiliki onset yang
lambat pada akhir kehamilan, dan sering disertai hipertensi, pningkatan serum
transaminase dan kreatinin dan trombositopenia. 6,13
Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya
eklampsia dan pre eklampsia. Salah satunya adalah adanya peningkatan
sintesis bahan vasokonstriktor (angiotensin dan tromboksan A2) dan sintesis
bahan vasodilator yang menurun (prostasiklin), yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan endotel yang luas. Manifestasinya adalah vasospasme

9
arteriol, retensi Na dan air, serta perubahan koagulasi. Penyebab lain
eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein
dengan densitas yang rendah dengan pencegahan keracunan, perubahan sistem
imun, dan perubahan genetik. 6,13
Berkurangnya resistensi vaskuler serebral, ditambah dengan adanya
kerusakan endotel, menyebabkan terjadinya edema serebri. Meskipun
dikatakan bahwa kejang yang diakibatkan oleh eklampsia tidak akan
menyebabkan kerusakan otak yang menetap, tetapi perdarahan intrakranial
dapat terjadi. 6,13

G. Manifestasi Klinis
Kira-kira 90 persen pasien terdapat lelah, 65 persen dengan nyeri
epigastrium, 30 persen dengan mual dan muntah, dan 31 persen dengan sakit
kepala. Karena diagnosis awal pada sindrom ini sangat penting, setiap pasien
dengan gejala lemah atau gejala yang mirip penyakit viral pada trimester
ketiga harus dievaluasi dengan pemeriksaan darah rutin dan tes fungsi hati.6,16
Dengan penemuan ini, sindrom HELLP dapat diklasifikan termasuk
sindrom HELLP total (memiliki semua kelainan) atau parsial (kurang dari
tiga kelainan). Dapat juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah trombosit
menjadi kelas I (<50.000), kelas II (50-100.000), dan kelas III (100-150.000),
makin rendah kelasnya makin tinggi morbiditasnya. Pemeriksaan fisik
mungkin normal pada pasien dengan Sindrom HELLP.6,16
Karena gejala klinis yang kurang jelas, diagnosis Sindrom HELLP
biasanya terlambat sampai kira-kira 8 hari. Banyak wanita dengan Sindrom
HELLP mengalami salah diagnosis dengan kelainan lain seperti kolesistitis,
esofagitis, gastritis, hepatitis, atau trombositopenia idiopatik.6,16

H. Diagnosis
Tiga kelainan utama yang ditemukan pada Sindrom HELLP adalah
hemolisis, peningkatan enzim hati, dan rendahnya nilai trombosit. Penurunan
hematokrit mungkin tanda terakhir pada tiga kelainan utama.4,5,9

10
Sindroma HELLP cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi
tertunda. jika terjadi sindroma HELLP, bayi segera dilahirkan melalui operasi
sesar. setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-
tanda terjadinya eklamsi. 25% kasus eklamsi terjadi setelah persalinan,
biasanya dalam waktu 2-4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah
biasanya tetap tinggi selama 6-8 minggu. jika lebih dari 8 minggu tekanan
darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan
pre-eklamsi.4,5
Sindroma HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan
tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang
diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Insidens sindroma hellp pada
kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %,4-12% pada preeklampsia berat, dan
menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta mortalitas
perinatal antara 7,7%-60%.4,9
Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP merupakan suatu
gambaran adanya Hemolisis (H), Peningkatan enzim hati (Elevated Liver
Enzym-EL), dan trombositopeni (Low Platelets-LP). Sindroma HELLP dapat
timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari
setelah melahirkan.5,9

Gambar 3. Diagnosis HELLP Syndrome8

11
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika
keadaan sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium
dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni.
Sampai saat ini diagnosis Sindroma HELLP lebih berdasarkan parameter
laboratorium, dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada
keadaan sindroma HELLP lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu
maupun janin cukup tinggi.4,5,9

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi.16
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka
merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400
iu, merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik.16
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi
intravaskuler. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis
dengan adanya kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells.
Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate
dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar di-refleksikan dari peningkatan
enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin
Transaminase (ALT/GPT), dan juga peningkatan LDH.Semakin lanjut
proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan
hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial
tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana
trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-
hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah

12
terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC
pada sindroma HELLP 4-38%.16

J. Diagnosis Banding
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat
bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya
sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan
pembedahan.1,18
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:
1. Perlemakan hati akut dalam kehamilan
2. Apendistis
3. Gastroenteritis
4. Kolesistitis
5. Batu ginjal
6. Pielonefritis
7. Ulkus peptikum
8. Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
9. Trombositipeni purpura tromboti
10. Sindrom hemolitik uremia
11. Ensefalopati dengan berbagai etiologi

K. Tatalaksana
Diagnosis dini dan manajemen preeklampsia, eklamsia, dan sindrom
HELLP sangat penting dengan keterlibatan tim multidisiplin yang mencakup
Obstetri, Maternal Fetal Medicine, dan Critical Care. Presentasi non spesifik
dari penyakit ini (misalnya, nyeri epigastrium, malaise, mual, muntah, sakit
kepala, dan gejala mirip flu) dapat menyebabkan tertundanya diagnosis.
Namun, deteksi dini dan manajemen preeklampsia, eklampsia, dan sindrom
HELLP adalah kunci karena membantu mencegah komplikasi berat.
Meskipun pengobatan untuk preeklamsia dan sindrom HELLP serupa, kedua
kondisi ini harus dianggap sebagai entitas yang terpisah karena perubahan

13
dalam sistem renin-angiotensin, hipertensi, dan proteinuria mungkin tidak ada
dalam sindrom HELLP. Selain itu, faktor risiko untuk dua kondisi yang
berbeda sebagai sindrom HELLP cenderung mempengaruhi wanita yang
lebih tua, kaukasia dan multipara dibandingkan dengan preeklamsia.10
Preeklampsia berat, eklampsia, dan sindrom HELLP adalah penyebab
umum dari perawatan Intensive Care Unit (ICU) di antara pasien kebidanan.
Karena kondisi ini mengancam jiwa dan memiliki tingkat kematian ibu dan
bayi yang tinggi, perawatan ICU dianjurkan ketika dua atau lebih sistem
organ gagal dan ada kebutuhan untuk dukungan ventilator. Setelah
menetapkan diagnosis, manajemen preeklampsia, eklampsia, dan sindrom
HELLP yang optimal mencakup pemantauan ketat untuk tanda-tanda
komplikasi obstetri, manajemen kejang, kontrol tekanan darah, dan persalinan
pada waktu yang optimal untuk kesejahteraan ibu dan bayi.10
1. Pemantauan ketat dan manajemen hamil
Meskipun kontroversial, manajemen kehamilan dapat diterima sebelum
34 minggu di rumah sakit perawatan tersier. Hal ini harus mencakup
pengawasan ketat ibu dan janin (tanda vital ibu dan keseimbangan cairan,
pemeriksaan cardiotocography, dan Doppler untuk penilaian janin) serta
pemeriksaan laboratorium serial (hitung darah lengkap, panel metabolik
komprehensif, urinalisis, profil koagulasi, dan dehidrogenase laktat).
Selain itu, terapi kortikosteroid (CS), terapi magnesium sulfat parenteral
(hingga 48 jam), dan manajemen antihipertensi direkomendasikan untuk
kehamilan antara 24 dan 34 minggu kehamilan. Namun, manajemen
konservatif harus ditimbang terhadap risiko komplikasi ibu dan janin.
Persalinan tidak dapat dihindarkan jika kondisi ibu atau janin memburuk
dengan sebagian besar kasus-kasus ini memerlukan seksio sesarea.10,12
2. Terapi kortikosteroid
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) Task
Force pada Hypertension in Pregnancy merekomendasikan terapi CS
antenatal untuk mempercepat kematangan paru janin untuk wanita hamil
yang terkena dengan preeklampsia berat antara 24 dan 34 minggu

14
kehamilan. Persalinan ditunjukkan setelah 48 jam terapi CS pada kasus-
kasus khusus yang ditunjukkan pada Tabel 2. Di sisi lain, pengiriman
dianjurkan segera setelah stabilisasi ibu tanpa penundaan untuk CS pada
kasus eklamsia, edema paru, DIC, hipertensi berat yang tidak terkendali,
tes janin abnormal , janin yang tidak dapat hidup, kematian janin
intrauterin, atau abrupsi plasenta.10,17

Tabel 2. Kasus khusus yang memerlukan SC setelah pemberian kortikosteroid10

3. Kelahiran
Kelahiran adalah satu-satunya obat untuk preeclampsia, eclampsia, dan
sindrom HELLP. Indikasi, waktu, dan metode kelahiran sangat
tergantung pada kecerdasan klinis. Jika eclampsia atau sindrom HELLP
berkembang sebelum 24 minggu kehamilan, penghentian kehamilan
harus dipertimbangkan. Operasi caesar harus dipertimbangkan pada
pasien dengan sindrom HELLP dan eklampsia <32-34 minggu kehamilan
di mana induksi panjang dengan agen pematangan serviks diharapkan.
Paling sering, bradikardia janin terjadi selama dan segera setelah kejang.
Namun, pola denyut jantung janin membaik dengan intervensi terapeutik
pada ibu dan janin. Dalam kasus ini, pembedahan dapat ditunda untuk
waktu yang singkat untuk memungkinkan resusitasi uterus sebelum
persalinan.10,17
4. Terapi magnesium sulfat parenteral
Pasien dengan preeklampsia berat dan suspek sindrom HELLP harus
mendapat terapi magnesium sulfat parenteral sebagai profilaksis untuk
kejang. Regimen magnesium sulfat termasuk loading dose 6 g intravena

15
(IV) selama 20 menit diikuti oleh infus kontinyu 2 gram / jam mulai
selama periode pengamatan dan berlanjut sampai 24 jam postpartum.
Jika terjadi kejang rekuren, bolus tambahan 2 g magnesium sulfat dapat
diberikan selama 3-5 menit. Pemantauan ketat untuk toksisitas
magnesium adalah suatu keharusan. Jika kejang tidak terkontrol setelah
dua bolus magnesium sulfat, obat anti kejang lain (misalnya, diazepam,
lorazepam, dan midazolam) dapat dicoba. Gugus Tugas ACOG juga
merekomendasikan terapi magnesium sulfat dalam pengaturan eklampsia
untuk mencegah kejang berulang daripada untuk mengendalikan kejang
awal karena kejang awal biasanya terbatas.5,10,17
5. Manajemen antihipertensi
ACOG Task Force merekomendasikan terapi antihipertensi untuk
preeklamsia berat dan sindrom HELLP jika tekanan darah ≥160 / 110
mmHg. Peningkatan tekanan darah yang parah dapat menyebabkan
cedera serebrovaskular dalam bentuk ensefalopati hipertensi dengan
peningkatan tekanan intrakranial yang besar dan menyebabkan edema
serebrum atau perdarahan intrakranial. Untuk menghindari hal ini, obat
antihipertensi (dosis bolus IV 5–10 mg hydralazine diberikan lebih dari 2
menit atau bolus IV 20–80 mg labetalol selama 2 menit atau dosis oral
10-20 nifedipin) digunakan untuk mempertahankan tekanan darah dalam
kisaran aman (140-150 / 90-100) tanpa mengorbankan perfusi serebral
dan aliran uteroplasenta. Alternatif lini kedua termasuk tetes labetalol
atau nicardipine. Sodium nitroprussiate harus disediakan hanya untuk
keadaan darurat yang ekstrim karena potensi sianida dan toksisitas
tiosianat serta risiko tekanan intrakranial yang meningkat.10,17
6. Transfusi trombosit
Transfusi trombosit disarankan untuk pasien dengan sindrom HELLP
Kelas I (trombositopenia berat atau trombosit <50.000 / μL) sebelum
seksio sesaria atau ketika trombosit ≤20,000–25,000 / μL sebelum
persalinan pervaginam. Selain itu, aktif pendarahan pasien dengan
trombositopenia dan semua orang dengan jumlah trombosit <20.000 / μL

16
harus menerima transfusi trombosit untuk mencegah perdarahan yang
berlebihan saat melahirkan. Namun, transfusi trombosit berulang tidak
diperlukan karena waktu paruh trombosit yang singkat. Rekomendasi ini
telah ditantang oleh orang lain. Vigil-De Gracia melaporkan bahwa
penambahan transfusi trombosit ke terapi CS untuk meningkatkan jumlah
trombosit tidak meningkatkan kondisi ibu dalam sindrom HELLP (yaitu,
resolusi sindrom HELLP yang diakui sebagai normalisasi jumlah
trombosit dan lama rawat inap mengindikasikan stabilisasi penyakit).10,17

L. Komplikasi
Sindrom HELLP sering menyertai preeklampsia dan/ atau eklampsia,
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Ini dapat
menyebabkan kegagalan organ multisistem. Di bawah ini adalah beberapa
komplikasi penting dari spektrum penyakit.10,15
1. Koagulopati dan pendarahan / koagulasi intravaskular diseminata
Coagulopathy, hemorrhage, dan DIC adalah komplikasi serius
preeklamsia dan / atau sindrom HELLP. DIC telah dilaporkan pada
15% -38% pasien dengan sindrom HELLP. DIC pada preeklampsia atau
sindrom HELLP membutuhkan kelahiran caesar yang mendesak dan
manajemen multimodal untuk menghentikan perkembangan penyakit.
Manajemen hemostatik yang tepat (yaitu, transfusi masif produk darah
dan kontraksi manual atau farmakologis uterus) dan pemeriksaan klinis
dan laboratorium oleh tim multidisiplin dapat menyebabkan pemulihan
spontan dalam 24-48 jam setelah persalinan. Kami merekomendasikan
memulai transfusi dengan kecurigaan klinis koagulopati bahkan jika
laboratorium tidak tersedia. Pasien yang tidak menanggapi transfusi
masif dapat mengambil manfaat dari rekombinan faktor VIIa meskipun
hal ini masih kontroversial.6,10,17
2. Sindrom distres pernapasan akut
Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) adalah komplikasi
serius yang mempengaruhi <1% pasien dengan sindrom HELLP. Ini

17
dapat mendorong kebutuhan akan ventilasi mekanis. Telah dilaporkan
bahwa tingkat kematian antepartum dan postpartum dari ARDS adalah
23% dan 50%, masing-masing. Satu hal yang harus diingat dalam
pengaturan ini adalah bahwa pasien seperti itu biasanya memiliki
edema laring yang dapat mempersulit intubasi dan menyebabkan
kematian. Untuk alasan ini, bantuan bedah harus di tangan untuk
menyediakan jalan napas bedah darurat jika diperlukan.6,10
3. Ketidakstabilan kardiovaskular dan stroke
Meskipun beberapa penelitian telah menemukan peningkatan
risiko perdarahan intracerebral dan stroke non-hemoragik pada pasien
dengan spektrum penyakit ini, studi klinis dan neuroimaging
menunjukkan edema serebral akibat gangguan vasomotor sebagai
penyebab utama defisit neurologis pada pasien ini. Kejadian stroke
yang tepat dalam pengaturan akut sulit ditentukan karena data yang
terbatas dari penelitian retrospektif kecil atau diagnosis pada saat otopsi
yang mungkin tidak mewakili pasien yang selamat. Sementara beberapa
penelitian gagal menunjukkan hubungan HELLP dengan pendarahan
otak, yang lain menunjukkan insidensi hingga 40%.6,10
Preeklamsia, eklamsia, dan sindrom HELLP juga terkait dengan
hasil CV jangka panjang yang merugikan. Preeklamsia meningkatkan
risiko CV pada wanita sebanyak 2-4 kali yang sebanding dengan risiko
CV yang terkait dengan merokok. Penelitian telah melaporkan bahwa
komplikasi hipertensi kehamilan terkait dengan hipertensi kronis, infark
miokard prematur, dan kecelakaan CV. Namun, hubungan risiko CV ini
perlu diteliti dan dievaluasi lebih lanjut. Dalam hal ini, tindak lanjut
untuk menyaring hasil CV dan modifikasi gaya hidup (misalnya,
olahraga, diet, dan penurunan berat badan) harus dipertimbangkan pada
pasien dengan riwayat preeklamsia, eklamsia, dan / atau sindrom
HELLP.6,10

18
4. Gagal ginjal akut
ARF ditemukan pada 1% -2% dan 7,4% dari pasien dengan
preeklamsia-eklampsia dan sindrom HELLP, masing-masing. Penelitian
lain telah melaporkan ARF pada hingga 40% dari kasus preeklamsia
berat, eklamsia, dan sindrom HELLP. GGA akibat komplikasi
hipertensi yang diinduksi kehamilan meningkatkan angka kematian ibu.
Penatalaksanaan dini pada kasus-kasus seperti ini termasuk stabilisasi
hemodinamik, keseimbangan cairan, koreksi elektrolit, dan mungkin
dialisis bersama dengan pemantauan ketat janin.6,10
5. Infeksi / sepsis
Kehamilan sendiri merupakan predisposisi wanita hamil untuk
infeksi tertentu (misalnya, pielonefritis, pneumonia, endometritis, dan
aborsi septik). Penelitian telah melaporkan bahwa sindrom HELLP
dikaitkan dengan infeksi yang sering terjadi terutama jika bedah caesar
dilakukan. Agen penyebab infeksi yang paling umum selama kehamilan
termasuk streptokokus beta-hemolitik grup A dan Escherichia coli.
Oleh karena itu, resusitasi cairan yang adekuat, antibiotik empiris, dan
tindakan pencegahan terhadap infeksi harus dipertimbangkan.6,10
6. Gangguan fungsi hati / pecah hati / hematoma hati
Gagal hati dan perdarahan hati atau hematoma adalah komplikasi
serius sindrom HELLP. Hematoma subkapsular mempengaruhi 0,9% -
1,6% dari pasien yang menderita sindrom HELLP. Mungkin keliru
untuk pulmonary embolism atau patologi intra-abdomen lainnya.
Pecahnya hematoma subcapsular dapat menyebabkan hasil bencana.
Manajemen konservatif termasuk transfusi darah sesuai kebutuhan,
koreksi koagulopati, dan pencitraan serial dengan ultrasound atau
tomografi komputer untuk memantau ukuran hematoma.10
7. Persyaratan ventilasi
Ventilasi mekanik diperlukan pada 30% pasien dengan sindrom
HELLP yang dirawat di ICU. Penyebab paling umum untuk intubasi
dan ventilasi mekanis adalah kegagalan pernafasan, ketidakstabilan

19
hemodinamik, dan riwayat seksio sesaria darurat. Pasien dengan
sindrom HELLP yang membutuhkan ventilasi mekanis memiliki
prognosis yang buruk.10

Gambar 4. Komplikasi HELLP Syndrome dan penanganannya10

20
M. Prognosis
Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%.
Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan
pembekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar, dan kegagalan organ
multiple.13
Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami
preeclampsia dengan komplikasi sindrom HELLP memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan mereka yang tidak mengalami komplikasi ini.
Dalam ulasan mereka terhadap 693 perempuan dengan sindrom HELLP,
Keisser dkk (2009), melaporkan 10 persen diantaranya mengalami eklampsia.
Sep dkk, (2009) juga mengambarkan risiko komplikasi yang meningkat secara
bermakna pada perempuan dengan sindrom HELLP dibandingkan dengan
perempuan yang mengalami preeclampsia saja. Komplikasi-komplikasi yang
mereka laporkan melliputi eklampsia 15%, persalinan kurang bulan 93 vs
78%, dan angka kematian perinatal 9-4%.13
Pasien yang mengalami sindrom HELLP harus diberi konseling bahwa
mereka memiliki 19 hingga 27 persen risiko mengembangkan sindrom ini
pada kehamilan berikutnya. Mereka juga memiliki hingga 43 persen risiko
mengembangkan preeklamsia pada kehamilan lain. Pasien dengan sindrom
kelas I HELLP memiliki risiko kekambuhan tertinggi. Ketika sindrom ini
berulang, ia cenderung berkembang di kemudian hari dan umumnya kurang
berat setelah dua episode. Pasien yang telah mengalami sindrom HELLP
dapat kemudian menggunakan pil kontrasepsi oral dengan aman. Pasien yang
mengembangkan preeklampsia onset awal atipikal atau sindrom HELLP
harus diskrining antibodi antiphospholipid.5,17

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Yeasmin, S., Nazneen, R., Akhter, S., Jahan, N., 2015. HELLP Syndrome –
A diagnostic dilemma. Northern International Medical College Journal. 7 (1)
: 87-90
2. Angesti, W., Ernawati, Susanti, D., 2015. Characteristics of HELLP
Syndrome in Severe Preeclampsia Patients in DR. Soetomo Hospital
Surabaya. Folia Medicina Indonesiana. 51 (4) : 272-276
3. Kota, L.N., Garikapati, K., Kodey, P.D., Gayathri, K.B., 2017. Study on
HELLP Syndrome – maternal and perinatal outcome. International Journal of
Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology. 6 (2) : 714-719
4. Campos, A., Goncalves, A., Massa, A., Amaral, P., Silva, P., Aguilar, S.,
2016. HELLP Syndrome a severe form of preeclampsia: A comparative study
of clinical and laboratorial parameters. American Journal of Experimental
and Clinical Research. 3 (3) : 170-174
5. Isukapalli, V., Saiaja, G., Radhika. 2015. HELLP Syndrome: A Dangerous
Complication of Preeclampsia. International Journal of Current Medical and
Applied Science. 5 (3): 191-194
6. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2012. Obstetric
Williams Edisi 23 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
7. Roeshadi H. Ilmu Kedokteran Fetomaternal : sindroma HELLP. Surabaya:
Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia ; 2014. 505-500.
8. Hemant S, Chabi S, Frey D. 2013. Review Article: Hellp Syndrome. The
Journal of Obstetric and Gynecology of India. Available from URL:
http://medind.nic.in/jaq/t09/i1/jaqt09i1p30.pdf.
9. Haram, K., Svender, E., Abildgaard, U., 2012 The HELLP syndrome:
Clinical tissue and management a review. BMC Pregnancy and Chilbirth.
10. Lam M, Dierking E. Intensive Care Unit issues in eclampsia and HELLP
syndrome. International Journal of Critical Illness & Injury Science. 2017
Jul-Sep; 7(3): 136–141.

22
11. Sibai, Baha. 2013. A practical plan to detect and manage HELLP syndrome.
Journal Obstetric and Gynecology Management.
12. Sibai. 2013. Diagnosis, Controversies, and Management of the Syndrome of
Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count. The American
College of Obstetricians and Gynecologists. Journal. Vol. 103, No. 5, Part 1,
May.
13. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta ; PT Bina Pustaka;
2014. Hal. 530-50.
14. Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In:
Danforth’s obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2014: 258-266
15. T. Gupta, Gupta N, dkk. 2013.Maternal And Perinatal Outcome In Patients
With Severe Preeclampsia/ Eclampsia With And Without Hellp Syndrome.
Journal of Universal College of Medical Sciences Vol.1 No.04
16. Bilano VL, Ota E, Ganchimeg T, et al. Risk factors of
preeclampsia/eclampsia and its adverse outcomes in low and middle-income
countries: a WHO secondary analysis. PLos one. 2014; 9(3):1-9.
17. Gul A, Cebeci A, Aslan H, Polat I, Ozdemir A, Ceylan Y, et al. Perinatal
outcomes in severe preeclampsia-eclampsia with and without HELLP
syndrome. Gynecol Obstet Invest. 2015;59:113–8.
18. Roberts, J.M., Hubel, C.A. 2014. Oxidative Stress in Preeclampsia.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, 190:1177– 8.
19. Parikh, S.M., Karumanchi, S.A., 2008. Putting Pressure on Pre-eclampsia.
Nature Medicine. 14(8): 810-812.

23

Anda mungkin juga menyukai