FAKULTAS KEDOKTERAN
Bagian : Infeksi
Minggu :1
Nama Preseptor : dr. Limdawati, Sp. PD
Nama Mahasiswa : Gunawan, Vincent
NRP : 1915058
Identitas Pasien :
Nama (Inisial) : Tn. A
Umur : 25 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kota tempat tinggal : Bandung
Pekerjaan : PNS
Suku Bangsa : sunda
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum menikah
Anamnesis :
Keluhan utama : Demam
Anamnesis Khusus : Pasien datang ke poliklinik RS Immanuel dengan keluhan demam
sejak 1 minggu lalu, demam dirasakan naik turun tetapi tidak sampai normal. Demam
dirasakan makin hari makin berat. Pasien tidak mengukur suhu. Keluhan disertai nyeri perut
pada ulu hati sejak 3 hari lalu. Nyeri perut seperti tertusuk, bertambah dengan aktifitas,
berkurang saat istirahat. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah 1-2 kali sehari, berisi
makanan, tidak ada darah. Pasien menyangkal adanya batuk lama, menggigil, periode
sembuh saat demam, berpergian ke luar kota, diare, nyeri otot, bintik merah pada tubuh, nyeri
belakang mata.
Kebiasaan : makan di warung pinggir jalan, tidak mencuci tangan sebelum makan
Usaha berobat : pasien mengkonsumsi paracetamol, demam turun sebentar, kemudian naik
lagi
Riwayat alergi : -
Anamnesis umum :
Sistem Respirasi : tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem Gastroenterohepatobilier : nyeri perut bagian ulu hati, mual, muntah
Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan
Pemeriksaan Fisik :
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 170 cm
Status gizi : 22,5
Imunisasi :-
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 65 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu : 38,5 C
Leher : tidak ada pembesaran KGB, trakea sentral, tidak ada pembesaran tiroid, JVP 5+0
cmH2O
Punggung : nyeri ketok CVA (-/-), tidak ada kelainan tulang belakang, tidak ada nyeri tekan
Resume :
Keluhan utama : Febris
Anamnesis khusus :
Febris sejak 1 minggu lalu, naik turun tidak sampai normal, makin hari makin berat. Febris
disertai nyeri abdomen kuadran kanan atas sejak 3 hari lalu, seperti ditusuk, memberat saat
aktivitas, berkurang saat istirahat, nausea dan vomitus 1-2 kali sehari, berisi makanan
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Mulut : mukosa mulut basah, lidah tampak kering, dilapisi selaput putih, dengan
tepi kemerahan
Abdomen : Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (+) epigastrium
Penatalaksanaan :
Non-medikamentosa :
- Rawat inap
- Tirah baring
- Infus RL 1500cc/24 jam
- Kontrol tanda vital
- Jaga kecukupan cairan
- Diet lunak, rendah serat
Medikamentosa :
Definisi :
Infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi / Salmonella
paratyphi A, B, C ditandai dengan demam 1 minggu atau lebih dan gangguan pencernaan,
dengan atau tanpa gangguan kesadaran
Etiologi :
Epidemiologi :
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia, di daerah
tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah yang mana di Indonesia dijumpai dalam
keadaan endemis
Dari data CDC tahun 2013, Demam tifoid di negara maju terjadi mencapai 5.700
kasus setiap tahunnya, sedangkan di negara-negara berkembang demam tifoid mempengaruhi
sekitar 21,5 juta orang per tahun. Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar
21 juta kasus dan 222.000 menyebabkan kematian. Demam tifoid menjadi penyebab utama
terjadinya mortalitas dan morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Prevalensi demam tifoid di negara Indonesia sebesar 1,60%, tertinggi terjadi pada
kelompok usia 5–14 tahun, karena pada usia tersebut anak masih kurang memperhatikan
kebersihan dirinya serta adanya kebiasaan jajan sembarangan yang pada dasarnya dapat
menyebabkan terjadinya penularan penyakit demam tifoid. Prevalensi menurut tempat tinggal
paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan dengan
jumlah pengeluaran rumah tangga rendah.
Faktor risiko :
Patogenesis :
Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5 F
yaitu (food, finger, fomitus, fly, feses). Masa inkubasi demam typhoid rata-rata selama 10-14
hari, masa inkubasi tergantung pada jumlah kuman yang ditelan dan status gizi/imunologis
penderita. Dosis infeksius Salmonella adalah 103-106 CFU
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh manusia melalui
makanan yang telah terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imun
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika.Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag
ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Pada organ RES, kuman akan difagosit oleh makrofag, kuman yang tidak difagosit
akan berkembang biak. Kuman akan mengalami masa inkubasi kemudian kembali masuk ke
pembuluh darah (bakteriemia sekunder) dan beredar ke seluruh tubuh terutama limpa dan
kandung empedu. Dari kandung empedu kuman akan kembali ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi. Pada masa bakteriemia sekunder, kuman akan mengeluarkan
endotoksin yang menyebabkan timbulnya gejala demam tifoid.
Patofisiologi :
- Mual muntah : kuman Salmonella typhi masuk melalui mulut, ke lambung, di lambung
terjadi peningkatan asam lambung untuk membunuh bakteri sehingga menyebabkan mual dan
muntah
- Demam : bakteri mengeluarkan endotoksin yang merangsang pelepasan pirogen endogen
(IL-1, IL-6, TNF A) oleh leukosit, pirogen endogen mempengaruhi pusat termoregulator di
hipotalamus
- Typhoid tongue : beberapa hari setelah demam meningkat lidah akan tampak kering,
dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak pucat, di unung dan tepi lidah lebih
hiperemis
- Hepatosplenomegali dan pembesaran plak peyeri : peningkatan sel limfosit ke hepar, lien
dan plak peyeri sebagai respon imun terhadap bakteri
- Pansitopenia : makrofag menghasilkan monokin yang menyebabkan depresi sumsum tulang
- perubahan pada ileum : minggu 1 (hiperplasia), minggu 2 (nekrosis), minggu 3 (ulserasi).
ulkus berbentuk bulat, lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus, dapat menyebabkan
perdarahan dan perforasi usus.
Gejala Klinis :
Minggu 2 : Demam remitten, typhoid tongue, rose spot, gangguan GIT, gangguan kesadaran
ringan hingga berat
Insidensi gejala : demam (> 75%), nyeri kepala (80%), menggigil (35-45%), batuk (30%),
berkeringat (20-25%), mialgia (20%), malaise (10%), artralgia (2-4%), anoreksia (55%),
nyeri perut (30-40%), nausea (18-24%), vomiting (18%), diare (22-28%), konstipasi (13-
16%), typhoid tongue (51-56%), hepatosplenomegali (5-6%), rose spot (30%)
Pemeriksaan penunjang :
- IgM terhadap antigen Salmonella typhi 09 (Tubex-TF) : Hanya mendeteksi IgM Salmonella
typhi, dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
- Enzyme immunoassay test (Typhidot) : Mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi, dapat
dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
- Kultur Salmonella typhi (Gold Standard), dapat dilakukan pada Darah: minggu pertama
sampai akhir minggu kedua sakit, saat demam tinggi, Feses: pada minggu kedua sakit, Urin:
pada minggu kedua atau ketiga sakit, Cairan empedu: pada stadium lanjut penyakit, untuk
mendeteksi carrier, Sumsum tulang: paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan
dan pemberian antibiotic sebelumnya. Namun pengambilan BP nyeri.
Penatalaksanaan :
Non-medikamentosa :
- Tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
- Menjaga kecukupan asupan cairan secara oral maupun parenteral
- Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat
- Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
- Kontrol dan monitor tanda vital, catat dalam rekam medik pasien: TD, nadi, suhu, kesadaran
Medikamentosa :
Bila pemberian satu antibiotic lini pertama tidak efektif, bisa diganti dengan antibiotic lain
atau dipilih antibiotic lini kedua yaitu:
1. Seftriakson
Dewasa : 2-4 gr/hari selama 3-5 hari
Anak : 80 mg/kgBB/hari, IM atau IV, dosis tunggal selama 5 hari
Cepat menurunkan suhu, durasi pemberian pendek dan dapat dosis tunggal, aman
untuk anak
2. Sefiksim
Dewasa : 2 x 100-200 mg /hari selama 10 hari
Anak : 1,5-3 mg/kgBB/kali, PO, 2dd selama 10 hari
3. Kuinolon
Ciprofloxacine : 2 x 500 mg selama 7 hari
Ofoxacine : 2 x 200-400 mg selama 7 hari
Pemberian pada anak tidak dianjurkan karena efek samping pada pertumbuhan tulang
Pencegahan :
Pencegahan umum :
- Meningkatkan hygiene dan menjaga kebersihan pribadi
- Menjaga kebersihan makanan dan minuman
- Merebus air minum sampai mendidih dan memasak makanan sampai matang
- Membuang sampah di tempatnya dan menjaga sanitasi lingkungan
- Imunisasi
Komplikasi :