Anda di halaman 1dari 43

Sindrom Delirium Akut

Disusun oleh :
Cica Riyanti (1915047)
Gunawan, Vincent (1915058)
Vanessa Rahmadia (1915059)

Pembimbing :
dr. Vera, Sp. PD-K.Ger
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
SUB BAGIAN GERIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RS IMMANUEL BANDUNG
2020
Pendahuluan
● Sindrom Delirium ⇒ kondisi yang sering dijumpai pada pasien geriatri di rumah sakit.
● Sindrom ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat
kurangnya kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien sudah berada di unit gawat
darurat atau unit rawat jalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu
penyebabnya.
● 32% - 67% dari sindrom ini tidak terdiagnosis, padahal kondisi ini dapat dicegah. Sindrom
delirium sering muncul sebagai keluhan utama atau tak jarang justru terjadi pada hari
pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi.
Pendahuluan
Sindrom delirium memiliki banyak nama, beberapa literature menggunakan istilah
seperti:

● acute mental status change


● altered mental status
● reversible dementia
● toxic/metabolic encephalopathy
● organic brain sybdrome
● dysergasticreaction dan acute confusional state
Pendahuluan
● Salah satu gangguan yang berkaitan dengan penurunan daya konsentrasi/masalah
pemusatan perhatian adalah delirium.
● Delirium adalah keadaan dimana penderita mengalami penurunan kemampuan dalam
memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak
mampu berfikir secara jernih.
● Gangguan delirium ini biasanya bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak.
● Gangguan ini dapat terlihat dengan ditemukannya sejumlah gejala yang menunjukkan
penurunan fungsi mental.
● Berbagai keadaan atau penyakit seperti dehidrasi ringan sampai keracunan obat atau
infeksi yang bisa berakibat fatal, bisa menyebabkan delirium.
Pendahuluan
● Gangguan delirium sering terjadi pada usia lanjut dan penderita yang otaknya
telah mengalami gangguan, termasuk orang yang sakit berat, mengkonsumsi
obat yang menyebabkan perubahan pikiran atau perilaku dan orang yang
mengalami demensia.
● Perbedaan antara delirium dengan beberapa penyakit/gangguan yang
berkaitan dengan masalah penurunan konsentrasi adalah bahwa delirium ini
bersifat sementara dan bukan merupakan suatu penyakit.
Definisi
Delirium ⇒ Diagnosis klinis, gangguan otak difus yg dikarakteristikkan dengan variasi kognitif
dan gangguan tingkah laku. Ditandai dengan:

● Gangguan kesadaran
● Kelainan mood bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif
● Persepsi dan perilaku : gejala psikiatrik (tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urin)
● Onset mendadak (beberapa jam atau hari)
● Perjalanan yang singkat, berfluktuasi, dan perbaikan cepat
● Dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun tersering pada usia diatas 60 tahun
● Fluktuasi (mengigau) dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau kurang
● Dengan delirium dengan fluktuasi menetap lebih dari 6 bulan jarang menjadi progresif
kearah dementia
Epidemiologi
● Delirium 14-56% pasien rawat dengan 30% mengalami sindrom parsial
● Rata-rata umur 75 tahun
● Pada studi 325 di RS (levkoff), hanya 10% delirium dengan 31% yg timbul selama
perawatan
● Pada studi 225 pasien rawat di unit geriatri (O’Keffe & Lavan), 18% delirium
selama perawatan dengan 29% terjadi kemudian
● Rata-rata gejala yg memenuhi kriteria DSM III adalah 7 hari, 5% menetap lebih
dari 4 minggu setelah didiagnosis, 38% dengan perburukan dari orientasi dan
daya ingat selama 1 bulan, 32% mengalami perbaikan gejala
Etiologi

● Penyakit susunan saraf pusat (epilepsi)


● Penyakit sistemik (gagal jantung)
● Intoksikasi atau putus obat maupun zat toksik
● Gagal ginjal atau hati
Faktor Predisposisi
● Usia ● Kadar elektrolit, garam dan mineral yang
● Kerusakan otak tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi
● Riwayat delirium atau penyakit tertentu
● Ketergantungan alkohol ● Infeksi akut disertai demam
● Diabetes ● Hidrosefalus bertekanan normal
● Kanker ● Hematoma epidural
● Gangguan panca indra ● Meningitis, ensefalitis, sifilis
● Malnutrisi ● Kekurangan tiamin dan vitamin B12
● Alkohol, obat-obatan dan bahan ● Hipotiroidisme
beracun ● Tumor otak
● Efek toksik dari pengobatan ● Patah tulang punggung
● Stroke
Klasifikasi
Hiperaktif Hipoaktif

● agitasi, psikosis, labilitas mood, ● Pasien tampak bingung, lethargia, dan


penolakan untuk terapi medis, dan malas.
tindakan dispruptif lainnya. ● dibedakan dengan keadaan fatigue dan
● diperlukan pengawas karena pasien somnolen, bedanya pasien akan dengan
mungkin mencabut selang infus atau mudah dibangunkan dan dalam berada
kathether, atau mencoba pergi dari dalam tingkat kesadaran yang normal.
tempat tidur. ● Rangsang yang kuat diperlukan untuk
● asien delirium karena intoksikasi, obat membangunkan , biasanya bangun tidak
antikolinergik, dan alkohol withdrawal komplet dan transient.
● Penyakit yang mendasari adalah metabolit
dan ensepalopati.
Patofisiologi
● Hipotesis terbaru menunjukkan defisiensi jalur kolinergik dapat merupakan salah satu faktor
penyebab delirium. Delirium yang diakibatkan oleh penghentiannsubstansi seperti alkohol,
benzodiazepin, atau nikotin dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain.

● Pada delirium akibat penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan mekanisme inhibisi dan
eksitasi pada system neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara reguler dapat menyebabkan
inhibisi reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan aktivasi reseptor GABA-A
(gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan dengan perubahan
neurotransmitter yang memperkuat transmisi dopaminergik dan noradrenergik, adapun
perubahan ini memberikan manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan
kecenderungan kejang epileptik
Patofisiologi

● Penghentian benzodiazepine menyebabkan delirium melalui jalur penurunan


transmisi GABA-ergik dan dapat timbul kejang epileptik
● Delirium yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul melalui
berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik
dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik
Patofisiologi
Perubahan transmisi neuronal yang dijumpaipada delirium melibatkan berbagai
mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis utama, yaitu:

● Efek Langsung

Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem neurotransmiter, khususnya


agen antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti
hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung mengganggu fungsi neuronal dan
mengurangi pembentukan atau pelepasan neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada
wanita dengan kanker payudara merupakan penyebab utama delirium
Patofisiologi
● Inflamasi

Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti penyakit inflamasi,
trauma, atau prosedur bedah. Padabeberapa kasus, respons infl amasi sistemik
menyebabkan peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk
memproduksi reaksi infl amasi pada otak. Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron,
sitokin juga mengganggu pembentukan dan pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi
berperan menyebabkan delirium pada pasien dengan penyakit utama di otak (terutama
penyakit neurodegeneratif ).
Patofisiologi
● Stres

Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk melepaskan lebih banyak
noradrenalin, dan aksis hipotalamuspituitari- adrenokortikal untuk melepaskan
lebih banyak glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan menyebab
kan kerusakan neuron
Gejala Klinis
● Gambaran dapat bervariasi tergantung pada masing-masing individu. Mood, persepsi, dan tingkah-
laku yang abnormal merupakan gejala-gejala psikiatrik umum; tremor, asteriksis, nistagmus
inkoordinasi, inkontinensia urin, dan disfasia merupakan gejala-gejala neurologik umum.
● Gangguan kognitif global : gangguan memori (recent memory), gangguan persepsi (halusinasi
ilusi), gangguan proses berpikir (disorientasi waktu, tempat, orang)
● Gejala yang mudah diamati namun terlewatkan adalah komunikasi yang tidak relevan, atau
autonamnesis yang sulit dipahami; kadang-kadang pasien terlihat seperti mengomel terus atau
terdapat ide ide pembicaraan yang melompat-lompat
● Perubahan aktifitas psikomotor : hipoaktif(25%), hiperaktif (25%) campuran keduanya (35%), normal
(15%)
● Gangguan siklus tidur (siang hari tertidur sedangkan malam hari terjaga)
Diagnosis
Klasifikasi & Kriteria Diagnosis Delirium dpt berdasarkan DSM V (Diangosis
and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition)

DSM V mengklasifikasi Delirium menurut Etiologi sbg :

1. Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umu


2. Delirium intoksikasi substansi (Penyalahgunaan Obat)
3. Delirium penghentian substansi
4. Delirium diinduksi substansi (Pengobatan atau Toksin)
5. Delirium yang berhubungan dengan etiologi multipel
6. Delirium tidak terklasifikasi
Diagnosis
Diagnosis Delirium memerlukan 5 Kriteria dari DSM V :

a. Gangguan Kesadaran (berupa penurunan kejernihan kesadaran thdp


lingkungan) dengan penurunan kemampuan fokus, mempertahankan
atau mengubah perhatian
b. Gangguan Berkembang dalam Periode Singkat (biasanya beberapa jam-
hari) dan cenderung berfluktuasi dalam perjalanannya
c. Perubahan Kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak dapat
dimasukkan ke dalam kondisi demensia
Diagnosis
d. Gangguan pada Kriteria (a) dan (c) tidak disebabkan oleh gangguan
neurokognitif lain yang telah ada, terbentuk ataupun sedang berkembang
dan tidak timbul pada kondisi penurunan tingkat kesadaran berat,
seperti koma

e. Temuan bukti dari Riwayat, Pemeriksaan FIisk, atau Laboratorium yang


mengindikasikan gangguan terjadi akibat konsentrasi fisiologik langsung
suatu kondisi medik umum, intoksikasi atau penghentian substansi (seperti
penyalahgunaan obat atau pengobatan), pemaparan terhadap toksin,
atau karena etiologi multipel.
Diagnosis
Suatu algoritma dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
Sindrom Delirium yang dikenal dengan Confusion Assesment Method
(CAM) ⇒ telah divalidasi shg dapat digunakan untuk penegakan
diagnosis.

CAM + Uji Status Mental lain dpt digunakan sbg Gold Standar Diagnosis
- Algoritma CAM memiliki sensitivitas 94-100%, spesifisitas 90-95% &
tingkat reliabilitas inter-observer tinggi apabila digunakan oleh
tenaga terlatih
Diagnosis
Uji Status Mental lain yg sudah lazim dikenal :
- Mini-mental Status Examination (MMSE)
- Delirium Rating Scale
- Delirium Symptom Interview

⇒ Kombinasi pemeriksaan tsb dapat dikerjakan dalam waktu


sekitar 15 menit oleh tenaga kesehatan terlatih, cukup andal,
spesifik serta sensitif.
Diagnosis Banding

Demensia

Demensia dan delirium juga sering terdapat bersamaan; gangguan


yang acap kali tumpang tindih antara lain gangguan orientasi, memori
dan komunikasi. Demensia sendiri merupakan factor risiko untuk
terjadinya sindrom delirium terutama jika terdapat factor pencetus
penyakit akut.
Diagnosis Banding

Demensia
● Beberapa jenis demensia seperti demensia Lewy body dan
demensia lobus frontalis menunjukkan perubahan perilaku dan
gangguan kognitif yang sulit dibedakan dari sindrom delirium.
● Sindrom delirium dengan gejala psikomotor yang hiperaktif sering
keliru dianggap sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan
hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi.
Diagnosis Banding
Demensia
● Pada depresi terdapat perubahan yang bertahap dalam beberapa hari
atau minggu. Sindrom delirium biasanya gejala berkembang dalam
beberapa jam.
● Tingkat kesadaran pada depresi → compos mentis, proses berfikirnya
utuh. Depresi → kehilangan minat, depressed mood dan faal
sensorium yang normal.
● Sindrom delirium akan berfluktuasi dari waktu ke waktu, sementara
pada depresi dan demensia lebih menetap.
Diagnosis Banding
Gangguan Kognitif Pasca – Operasi (GKPO)
● GKPO jarang disertai penurunan tingkat kesadaran dan perjalanannya
tidak berfluktuasi.
● 2 minggu pasca-operasi jantung insidensnya mencapai 30- 70%
● minggu 3 hingga bulan keenam, insidensnya turun sampai 10-40% .
● Operasi non-jantung insidensnya lebih rendah yakni sekitar 10-25%
segera setelah operasi dan menurun hingga 5-15% pada beberapa bulan
pasca-operasi.
Diagnosis Banding

Depresi
● Depresi bisa terjadi mimic hypoactive deliriumdengan penolakan
yang jelas, retardasi psikomotor, melambatnya pembicaraan, apatis,
dan pseudodemensia. Depresi tidak mempengaruhi derajat
kesadaran.
Diagnosis Banding

Psikosis
● Psikosis bisa terjadi mimic hyperactive delirium. Psikosis fungsoinal
berbeda karena halusinasi suara. Lebih banyak khayalan, dan lebih
sedikit fluktuatif.
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah menentukan dan mengatasi pencetus serta factor
predisposisi. Keselamatan pasien dan keluarga harus diperhatikan.

Pengobatan/penanganan yang diberikan tidak saja menyangkut aspek fisik, namun juga
psikologik/psikiatrik, kognitif, lingkungan, serta pemberian obat.

Untuk mencegah pasien tidak membahayakan dirinya sendiri atau orang lain (pasien yang
hiperaktif, gaduh, gelisah bias menendang-nendang, sangat agitatif, agresif, bias terjatuh
dari tempat tidur atau bias menciderai diri sendiri) → pasien ditemani pedamping atau
yang biasa mendampingi pasien.
Penatalaksanaan
Data empiris manfaat obat untuk mengatasi gejala sindrom delirium masih terbatas.

Obat pilihan utama pada fase akut (agitasi hebat, perilaku agresif, hostility, halusinasi, atau gejala
lain yang membahayakan dirinya) → haloperidol pilihan utama. Dosis obat per oral pada dapat
diterima dengan baik, namun jika pasien tak mampu menelan maka dapat diberikan intramuscular
maupun intravena.

Antipsikotik dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara bertahap jika diperlukan.

Walau resiko efek samping yang mungkin muncul rendah namun beberapa efek serius seperti
perpanjangan PT dan torsades de pointes, gejala ekstrapiramidal dan diskinesia putus obat dapat tjd
Penatalaksanaan
Penanganan suportif :

1. Asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan pasien harus


diupayakan seoptimal mungkin.
2. Keberadaan anggota keluarga atau yang selama ini biasanya merawat akan sangat
berperan dalam memulihkan orientasi.
3. Ruangan pasien haruslah tenang dan cukup penerangan.
4. Dokter dan perawat harus mengetahui apakah sehari-hari pasien mengenakan
kacamata untuk melihat atau alat bantu dengar untuk berkomunikasi dan
mengusahakan agar pasien dapat mengenakan manakala diperlukan setiap saat.
Penatalaksanaan
Selama perawatan, tanda vital harus lebih sering dievaluasi, setidaknya setiap empat
jam, jika diperlukan dapat dinilai setiap dua atau bahkansetiap satu jam tergantung
kondisi pasien.

Jumlah produksi urin dan cairan yang masuk harus diukur dengan cermat setiap
empat jam dan dilaporkan kepada yang merawat agar perubahan instruksi yang
diperlukan dapat segera dilaksanakan tanpa menunggu laporan keesokan harinya
(akan terlambat).
Penatalaksanaan Delirium
sangat kompleks sehingga di simpulkan :
● Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar
tidak terjadi kerusakan otak yang menetap.
● Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu
diberi stimulansia.
● Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan
sedativa dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong,
tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi
bertambah gelisah.
Penatalaksanaan Delirium
sangat kompleks sehingga di simpulkan :
● Penderita harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk
dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun
untuk orang lain.
● Dicoba menenangkan pasien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau
dengan kompres es. pasien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau
barang yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , pasien tidak
tahan terlalu diisolasi.
● Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika,
terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.
Pencegahan

Strategi lainnya:

● Hindari penggunaan obat-obatan benzodiazepin/antikolinergik


● Mengelola rasa sakit
● Menjaga nutrisi
● Evaluasi pengobatan secara menyeluruh
● Melepaskan kateter bila memungkinkan → ❌ ISK
● Posisi tempat tidur yang baik → mencegah aspirasi saat makan
● Meminimalisir penggunaan pengekangan/tali
Pencegahan
Mengatasi faktor risiko (HELP: Hospital Elder Life Program)

1. Gangguan kognitif
2. Kurang tidur
3. Mobilisasi dini untuk mengatasi imobilisasi
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Dehidrasi
Komplikasi

● Perilaku agresif
● Malnutrisi
● Ulkus Dekubitus
Prognosis
● Delirium selama rawat inap dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien
● Biasanya mengalami penurunan kognitif
● Hampir setengah pasien delirium keluar dari kondisi rawatan akut rumah sakit
dengan gejala persisten
● 20-40% di antaranya masih mengalami delirium hingga 12 bulan
● Prognosis jangka panjang lebih buruk dibandingkan pasien yang mengalami
perbaikan sempurna pada akhir rawatan
● Pasien sindrom delirium memiliki risiko kematian lebih tinggi jika komorbiditasnya
tinggi, penyakitnya lebih berat (nilai APACHE II tinggi), dan jenis kelamin laki-laki
● Episode delirium juga lebih panjang pada kelompok pasien demensia
Kesimpulan
● Delirium → suatu kondisi neuropsikiatrik yang seringkali dialami oleh pasien.
● Gejala klinis yang utama adalah penurunan kesadaran yang disertai dengan
adanya suatu tanda fungsi kognitif yang akut dan fluktuatif. Tanda bersifat
menyeluruh, mempengaruhi kesadaran,perhatian, memori dan kemampuan
perencanaan dan organisasi.
● Patofisiologi delirium melibatkan berbagai mekanisme dengan tiga hipotesis
utama, yaitu efek langsung pada sistem neurotransmiter, inflamasi, dan stres.
Kesimpulan
● Diagnosis delirium dapat menggunakan kriteria DSM V dengan
terpenuhinya 4 kriteria; Confusion Assessment Method (CAM) merupakan
algoritma telah tervalidasi yang dapat digunakan untuk membantu
penegakan diagnosis delirium.
● Strategi penanganan delirium melibatkan peran berbagai faktor termasuk
pada deteksi dini risiko delirium, penanganan kondisi delirium, dan
pencegahan berulangnya delirium.

Anda mungkin juga menyukai