Anda di halaman 1dari 28

Syphilis

A Review of The Diagnostic and Treatment


Kelompok 20
Bisana Aris Wiyatna
Fransiska Y. E. Isir
Muh. Ubayyu S. Perdana MR
Paskalina S. M. Woloin
Vivi Susila Aryani
Sifilis

▪ Merupakan salah satu penyakit kelamin, yang disebabkan oleh spirokaeta


Treponema pallidum.
▪ Merupakan penyebab terjadinya morbiditas, mortalitas dan faktor
transmisi dalam penyebaran infeksi HIV.
▪ Sifilis memiliki banyak presentasi dan dapat meniru infeksi lainnya serta
penyakit yang diperantai oleh kekebalan tubuh, sehingga menyulitkan
dalam melakukan diagnosa.
▪ Pada akhir 1990-an, sifilis banyak menyerang kaum homoseksual,
terutama laki-laki.
Treponema Pallidum
Tahapan Penyakit

Sifilis Awal Sifilis Akhir


Periode menular. Periode tidak menular.
Sifilis primer Sifilis sekunder Sifilis laten awal Sifilis laten akhir Sifilis tersier
Ditandai dengan Ditandai dengan Menurut WHO & Merupakan Merupakan
chancre pada adanya ruam British guidelines kelanjutan dari manifestasi dari
tempat inokulasi makulopapular class fase ini terjadi sifilis laten awal sifilis jangka
(tidak nyeri pada telapak < 2 tahun post dan bersifat panjang &
tekan, ulkus tangan & kaki, infeksi, sedangkan asimptomatik. melibatkan
mengeras & laringitis, menurut CDC & kardiovaskuler,
bernanah). condylomata lata, IUSTI fase ini terjadi neurologis, atau
hepatitis & < 1 tahun post gummatous.
meningitis. infeksi.
Sifilis dalam Kehamilan

▪ Penularan vertikal biasanya terjadi pada tahap sifilis awal.


▪ Infeksi ini dapat mengakibatkan aborsi, lahir mati, kelahiran prematur,
berat lahir rendah atau sifilis kongenital.
▪ Sifilis kongenital dibagi menjadi 2, yaitu sifilis kongenital awal yang
terjadi kurang dari 2 tahun dan sifilis kongenital akhir yang terjadi
setelah 2 tahun.
▪ Untuk melakukan pencegahan, perlu dilakukannya skrining terhadap
semua perempuan diawal kehamilannya.
Diagnosis

▪ Mikroskop dark field (lapangan gelap).


▪ Tes imunofluoresensi.
▪ Tes serologi non-treponemal, meliputi tes Veneral Disease Research
Laboratory (VDRL) & tes Rapid Plasma Reagin (RPR).
▪ Tes serologi treponemal, meliputi Treponemal enzyme immunoassay
(EIA), T. pallidum haemagglutination assay (TPHA), T. pallidium particel
aglutination (TPPA), tes fluorescent Treponemal antibody absorption
(FTA-abs), dan T. pallidum rekombinant antigen line immunoassay.
Mikroskop dark field

▪ Dapat melakukan diagnosis segera terhadap sifilis awal.


▪ Dapat menentukan karakteristik pergerakan & morfologi T. pallidum
dari eksudat chancre primer atau dari lesi membran mukosa pada sifilis
sekunder.
▪ Namun, kurang dapat diandalkan pada lesi membran mukosa akibat
adanya kemiripan morfologis dari spirokaeta saprophytic.
▪ Dapat memberikan bukti langsung dari infeksi.
Microscope dark field
Tes imunofluoresensi

▪ Lebih sensitif.
▪ Dapat memberikan bukti langsung dari infeksi.
Tes imunofluoresensi
Tes non treponemal

▪ Sensitif, mudah dianalisis, murah & dapat diandalkan.


▪ Spesifisitas mencapai 93-98%.
▪ Pada sifilis awal, sensitivitas hanya 13-41% & biasanya akan negatif.
▪ Pada sifilis akhir, sensitivitas mencapai 60-75%.
▪ Berguna dalam diagnosis pada infeksi berulang.
▪ Sering mengalami biological false positive (positif-semu biologik) &
dapat dipicu oleh berbagai kondisi termasuk tuberkulosis, kehamilan,
penyakit autoimun dan hepatitis.
▪ Apabila tes RPR & VDRL dilakukan secara paralel akan meningkatkan
sensitivitas dari diagnosis.
▪ Tidak disarankan karena memiliki keterlambatan dalam menentukan
tahap awal, insidens dari false positive (positif semu) dan prozone
phenomenon.
Tes Serologi Non-Treponemal

Tes VDRL Tes RPR


Tes treponemal

▪ Tes EIA memiliki spesifitas & sensitivitas tinggi terhadap antigen T.


pallidum sehingga lebih umum digunakan untuk melakukan skrining
terhadap sifilis.
▪ Sensitivitas dari EIA IgM mencapai 48-77% pada sifilis awal.
▪ Tes EIA akan menjadi positif sebelum tes non treponemal, akan
menjadi positif sekitar 2 minggu post infeksi & akan tetap positif
seumur hidup.
▪ Setelah TPPA/TPHA menjadi reaktif biasanya akan tetap demikian
selama hidup dan tidak memberikan indikasi dari aktivitas penyakit
terbaru.
▪ Tes rapid syphilis point of care (POC) yang telah dikembangkan
menggunakan RPR dan immunochromographic based strips (ICS) dapat
memberikan hasil yang cepat sehingga dapat segera melakukan
pengobatan.
▪ Belum digunakan secara luas.
▪ Tidak dapat mengidentifikasi infeksi ulang.
▪ Sensitivitas mencapai 93,7-100% dan spesifisitas mencapai 94,1-100%.
▪ Semua sera dengan hasil reaktif harus dilakukan pengujian ulang di
laboratorium & sera dengan hasil positif harus dikonfirmasi dengan
spesimen kedua.
Tes Serologi Treponemal
Tes EIA

Tes TPHA
Tes POC
Diagnosis pada neurosifilis
▪ Diagnosis dari neurosifilis berpusat pada temuan klinis dan analisis
cerebrospinal fluid (CSF).
▪ Sebagian besar tanpa gejala.
▪ Menggunakan pemeriksaan pungsi lumbal.
▪ Pemeriksaan pungsi lumbal dianjurkan bila :
* Terdapat neurogical auricular atau tanda-tanda & gejala oftalmik.
* Terdapat bukti adanya sifilis tersier.
* Terjadi kegagalan dalam pengobatan (secara klinis atau serologi).
* Terdapat infeksi HIV yang disertai dengan sifilis laten akhir.
* Sifilis dengan jangka waktu yang tidak diketahui.
▪ Namun, perlu dipertimbangkan jika :
* VDRL/RPR > 1:32.
* Infeksi HIV dengan CD4 < 350.
* Pengobatan non penicillin.
▪ Apabila terdapat > 5/mm3 sel mononuklear dalam CSF dengan
menggunakan tes positive treponemal CSF akan menunjukkan
diagnosis neurosifilis tetapi tidak dapat digunakan untuk interpretasi
pada pasien terinfeksi HIV.
Pungsi Lumbal
Pengobatan

▪ Saat ini menggunakan terapi penicillin.


▪ Biasanya diberikan secara intravena dalam bentuk aqueous crystalline
penicilline G atau secara intramuskular sebagai aqueous Procaine atau
Benzathine penicillin G.
▪ Namun, dosis optimal & durasi pengobatan belum ditentukan dengan
jalur terkontrol. Saat ini pemberiannya hanya mengikuti pengalaman
& hasil observasi yang telah dipraktekan dari abad ke-20.
▪ Ada 3 reaksi yang dapat terjadi ketika diberikan pengobatan, yaitu :
* Reaksi anafilaksis.
* Reaksi Jarisch-Herxheimer.
* Reaksi prokain atau psikosis prokain.
▪ Setelah pengobatan, pasien dianjurkan untuk tetap mengontrolkan
keadaannya pada bulan ke 3, 6 & 12.
▪ Hal ini untuk memastikan respon terhadap pengobatan.
Saran

▪ Dengan peningkatan prevalensi infeksi sifilis perlu diadakan kewaspadaan


klinis dan peningkatan pengujian untuk sifilis.
▪ Kualitas diagnosis serologi perlu ditingkatkan dengan menggunakan
kombinasi tes treponemal dan non treponemal.
▪ Pengembangan lebih lanjut terhadap peralatan skrining dapat membantu
dalam perluasaan program skrining.
▪ Pengobatan yang efektif banyak tersedia dalam bentuk penisilin, namun
pilihan terapi untuk pasien alergi penisilin masih terbatas.
▪ Pengendalian sifilis memerlukan identifikasi dan pengobatan yang cepat.
▪ Pencegahan penyebaran sifilis memerlukan peningkatan dalam
pendidikan, diagnosa dini dan pemberitahuan yang cepat kepada petugas
kesehatan.
▪ Perlu juga dilakukan evaluasi mengenai pemberian pengobatan, dosis &
durasi, serta pemberian obat alternatif penicilin.
Sekian & Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai