Anda di halaman 1dari 19

DELIRIUM

M . H a f i z ( 10 2 1 2 2 0 2 6 )

Pe m b i m b i n g :
P r o f. D r. d r. E l m e i d a E f fe n d y, M . Ke d , S p. K J ( K )

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
TAHUN 2022
LATAR BELAKANG

• Istilah delirium berasal dari kata Latin delirare, yang berarti keluar dari jalur. Delirium
adalah sindrom neuropsikiatri parah yang ditandai dengan onset akut defisit perhatian dan
aspek kognisi lainnya. Pasien sering mengalami perubahan gairah, dari penurunan respons
pada tingkat hampir koma hingga kewaspadaan yang berlebihan dan agitasi yang parah.
Mereka mungkin juga mengalami gejala psikosis yang sangat menyusahkan, termasuk
delusi dan halusinasi, dan suasana hati yang berubah. Fitur delirium cenderung
berfluktuasi dalam kehadiran dan tingkat keparahan.
• Delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien di rumah sakit. Sindrom ini
sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya
kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien sudah berada di unit gawat darurat atau unit
rawat jalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya.
Setidaknya 32% - 67% dari sindrom ini tidak terdiagnosis, padahal kondisi ini dapat
dicegah
LATAR BELAKANG

• Delirium merupakan suatu keadaan mental yang abnormal dan bukan merupakan suatu
penyakit. Gangguan ini dapat terlihat dengan ditemukannya sejumlah gejala yang
menunjukkan penurunan fungsi mental. Berbagai keadaan atau penyakit seperti dehidrasi
ringan sampai keracunan obat atau infeksi yang bisa berakibat fatal, bisa menyebabkan
delirium.
DEFINISI

Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran yang disertai dengan
perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam waktu singkat, kadang kadang tidak
lebih dari beberapa jam, dan berfluktuasi atau berubah sepanjang hari. Klien sulit
memberikan perhatian, mudah terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguan
sensori seperti ilusi, salah interpretasi atau halusinasi.
EPIDEMIOLOGI

• Delirium adalah sindrom psikiatri yang paling umum diamati pada pasien rawat inap.
Insiden di bangsal medis umum berkisar antara 11% sampai 42%6, dan setinggi 87% di
antara pasien sakit kritis. Pada pasien yang tidak memiliki gangguan delirium saat masuk
ke rumah sakit, lima sampai tiga puluh persen dilaporkan terkena gangguan delirium
selama dirawat inap. Diagnosis demensia yang sudah ada sebelumnya meningkatkan
risiko delirium lima kali lipat. Faktor risiko lain termasuk penyakit medis yang parah,
usia, gangguan sensorik, dan jenis kelamin laki-laki. Kelas obat deliriogenik yang umum
termasuk narkotika, hipnotik (seperti benzodiazepin), dan antikolinergik. Insiden delirium
sangat tinggi di antara pasien luka bakar (39%), pasien pasca operasi nonelektif (>50%),
dan pasien yang menerima ventilasi mekanis di unit perawatan intensif (ICU) (>70%)10.
FAKTOR PREDISPOSISI

• Faktor predisposisi adalah faktor dari riwayat hidup pasien yang membuat pasien rentan
terkena suatu gangguan jiwa. Mengelola faktor predisposisi dari delirium menjadi penting
dalam mengurangi episode delirium dan morbiditas di masa depan, serta kematian yang
terkait.
FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor Predisposisi Delirium :


Karakteristik Demografi: Usia 65 tahun atau lebih dan laki-laki
Status kognitif: Demensia, gangguan kognitif, riwayat menderita delirium dan depresi.
Status fungsional: Bergantung dengan orang lain, tidak bisa bergerak, riwayat pernah
jatuh dan sedikit beraktivitas.
Gangguan sensorik. Gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan.
Dehidrasi dan malnutrisif.
Zat: Pengobatan dengan obat psikoaktif, pengobatan dengan obat anti-kolinergik dan
penyalahgunaan alcohol
Penyakit penyerta: Penyakit medis yang berat, gagal ginjal kronis atau penyakit pada
hepar, stroke, penyakit pada saraf, gangguan metabolisme, HIV/AIDS, trauma atau fraktur
dan penyakit terminal.
ETIOLOGI

• Penyebab paling sering dari delirium adalah penyakit di sistem saraf pusat (contohnya
epilepsi), penyakit sistemik (contohnya gagal jantung), dan intoksikasi atau withdrawal
dariobat atau zat beracun. Saat melakukan evaluasi pasien dengan delirium, klinisi harus
mengidentifikasi zat yang digunakan pasien yang mungkin merupakan etiologi yang
relevan terhadap delirium.
ETIOLOGI
Adapun penyebab umum pada delirium sebagai berikut:
 Gangguan sistem saraf pusat: Kejang, migraine, trauma kepala, tumor otak, perdarahan otak, dan lain-
lain
 Gangguan metabolisme: Kekurangan elektrolit, diabetes, hipoglikemia, hiperglikemia, dan lain-lain.
 Penyakit sistemik: Infeksi, trauma, kekurangan nutrisi, luka baka.
 Pengobatan: Obat anti nyeri, antibiotik, antiviral, antifungi, steroid, anastesi, antihipertensi, dan lain-
lain
 Zat yang berpotensi menyebabkan sindrom serotonin: Herbal dan suplemen nutrisi.
 Tumbuh-tumbuhan: Jimsonweed, oleander, foxglove, hemlock, dieffenbachia, dan amanitaphalloides.
 Penyakit Jantung: Gagal jantung, aritmia, myocardial infarction, cardiac assist device, dan bedah
jantung/ Paru: Chronic obstructive pulmonary disease, hipoksia, ketidakseimbangan asam-basa, dan
lain-lain. / Endokrin: Adrenal crisis atau adrenal failure, gangguan pada kelenjar tiroid dan gangguan
pada kelenjar paratiroid. / Hematologi: Anemia, leukemia, transplantasi sel stem, dan lainlain./ Ginjal:
Gagal ginjal, uremia, dan syndrome of inappropriate secretion of antidiuretichormone. / Hati:
KRITERIA DIAGNOSTIK

Kriteria diagnostik delirium menurut DSM V (Diagnosis and Statistical Manual of Mental
Disorders, 5th edition) :
 Gangguan pada perhatian (menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian) dan kesadaran (menurunnya orientasi terhadap
lingkungan).
 Gangguan berkembang dalam periode waktu yang singkat (beberapa jam hingga beberapa hari) dan
cenderung berfluktuasi dalam satu hari.
 Adanya gangguan tambahan pada fungsi kognitif
 Gangguan pada Kriteria A dan C tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan neurokognitif
lain yang sudah ada sebelumnya, terbentuk, atau berkembang dan tidak terjadi dalam konteks tingkat
gairah yang sangat berkurang, seperti koma.
 Ditemukan bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaanpenunjang bahwa gangguan yang
ada disebabkan langsung oleh responsfisiologis akibat kondisi medis lain, intoksikasi atau putus zat.
KRITERIA DIAGNOSTIK

DSM V mengklasifikasi delirium menurut etiologi sebagai berikut :


 Delirium intoksikasi substansi
 Delirium penghentian substansi
 Delirium diinduksi medikasi (obat-obatan)
 Delirium akibat kondisi medis lain
 Delirium akibat etiologi yang multipel
 Delirium dengan klasifikasi lain
 Delirium tidak terklasifikasi.
KRITERIA DIAGNOSTIK

Berdasarkan aktivitas psikomotor, DSM V mengklasifikasi delirium yaitu:


 Hiperaktif, yaitu ketika penderita memiliki level aktivitas psikomotor yang tinggi, mungkin disertai
mood yang labil, agitasi, dan atau menolak untuk bersikap kooperatif dengan tenaga medis.
 Hipoaktif, yaitu ketika penderita memiliki level aktivitas psikomotor yang rendah, mungkin disertai
dengan kelesuan dan letargi yang dapat mengarah menjadistupor.
 Campuran, yaitu ketika penderita memiliki level aktivitas psikomotor yang normal, namun
memiliki gangguan perhatian dan kesadaran. Juga termasuk penderita dengan level aktivitas
yang berfluktuatif.
KRITERIA DIAGNOSTIK

Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) III


 Gangguan kesadaran dan perhatian: • Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma • Menurunnya
kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian
 Gangguan kognitif secara umum: • Distorsi persepsi, ilusi, dan halusinasi-seringkali visual • Hendaya daya
pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang bersifat sementara• Hendaya daya ingat segera
dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif masih utuh • Disorientasi waktu
 Gangguan psikomotor: Hipo atau hiper-aktifitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terdugadari satu ke
yang lain
 Gangguan siklus tidur-bangun
 Gangguan Emosional: Misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau rasa
kehilangan akal.
 Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang-timbul sepanjang hari,dan keadan itu berlangsung
kurang dari 6 bulan
PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG

• Penilaian status mental yang bisa dilakukan di samping tempat tidur pasien, seperti Mini-
Mental State Examination (MMSE), penilaian status mental ,atau tanda neurologis dapat
digunakan untuk mendokumentasikan gangguan kognitif dan memberikan dasar untuk
mengukur perjalanan klinis pasien.
• Pemeriksaan penunjang dari pasien delirium harus mencakup tes standar dan
studitambahan sesuai dengan kondisi klinis pasien. Pada delirium, karakterteristik EEG
menunjukkan perlambatan aktivitas secara umum dan mungkin berguna dalam
membedakandelirium dari depresi atau psikosis. EEG dari pasien delirium kadang-kadang
menunjukkan area fokal dari hiperaktivitas.
DIAGNOSA BANDING

• Gangguan psikosis, bipolar, dan gangguan depresi dengan psikosis


• Gangguan stres akut
• Malingering dan gangguan buatan
• Gangguan neurokognitif lain
TATALAKSANA
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin membutuhkan tatalaksana farmakologi ada
psikosis dan insomnia. Untuk gejala psikosis dapat diberikan antipsikosis tipikal ataupun
yang atipikal. Untuk gejala insomnia dapat diberikan obat golongan benzodiazepin. Pilihan
obat-obatnya antara lain :
1. Haloperidol (Haldol) • Dosis: 0,5-1 mg per oral, dua kali sehari (dapat diberikansetiap
4-6 jam jika diperlukan) • Efek samping: Efek samping ekstrapiramidal, interval QT
memanjang • Catatan: Obat ini paling umum digunakan, dapat diberikan secara
intramuscular
2. Antipsikosis atipikal
Risperidone (Risperdal) • Dosis : 0,5-1 mg sehari • Efek samping : Interval QT memanjang, efek
samping Ekstrapiramidal
Olanzapine (Zyprexa) • Dosis : 5-10 mg sehari • Efek samping : Interval QT memanjang, sindrom
metabolic
Quetiapine (Seroquel) • Dosis : 25-150 mg sehari • Efek samping : Interval QT memanjang, bersifat
lebih sedatif
TATALAKSANA

3. Lorazepam (Ativan) • Dosis : 0,5-3 mg sehari dan dapat diberikan setiap 4 jam jika
Dibutuhkan • Efek samping : Depresi pernapasan, agitasi paradoksikal • Catatan : Paling
baik digunakan pada delirium akibat reaksi putus zat dari alkohol atau benzodiazepine.
Dapat memperberat delirium

Tujuan penting lainnya dari terapi adalah untuk menyediakan dukungan fisik, indera dan
lingkungan. Dukungan fisik dibutuhkan agar pasien delirium tidak jatuh ke dalam situasi
dimana mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium seharusnya tidak
berada pada kondisi tanpa stimulasi, namun juga tidak berada pada kondisi dengan stimulasi
berlebihan.
PROGNOSIS

• Gejala delirium biasanya bertahan selama faktor penyebabnya masih ada, walaupun
biasanya delirium berlangsung tidak lebih dari 1 minggu. Setelah identifikasi dan faktor
penyebab dapat diatasi, gejala delirium akan menghilang dalam 3 sampai 7 hari, walaupun
beberapa gejala mungkin membutuhkan 2 minggu agar benar-benar menghilang. Semakin
tua pasien dan semakin lama pasien memiliki gejala delirium, maka semakin lama juga
waktu yang dibutuhkan sampai gejala deliriumnya menghilang
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai