Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS (UKP) BORANG INTERNSHIP

1. BRONCHOPNEUMONIA

S: IDENTITAS PASIEN
Nama : An. SA
Umur : 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 10 FEB 2021
Ruangan : IGD
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak laki-laki 11 bulan datang dengan keluhan batuk sejak 6 hari sebelum
masuk rumah sakit. Batuk berlendir kuning, dan tidak terdapat darah. Ibu pasien juga
mengeluhkan sesak napas yang dialami pasien 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak
napas terjadi tiba-tiba dan tidak terdapat kebiruan pada bibir dan ujung jari. Keluhan
penyerta lain adalah demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam turun ketika
diberikan obat penurun demam Sanmol, namun demam kembali naik setelah beberapa jam.
Tidak ada keluhan kejang, mimisan, dan gusi berdarah. Nafsu makan menurun sejak sakit,
tidak ada mual dan muntah. Buang air besar dan buang air kecil biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan sesak napas tanpa disertai demam saat berumur 6
bulan, segera sembuh setelah berobat ke dokter praktek.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Kakak pasien berumur 4 tahun pernah mengalami keluhan yang sama
 Ibu pasien memilki riwayat asma
Anamnesis Makanan
Pasien diberikan ASI sejak lahir sampai sekarang, dan susu formula sejak pasien
berusia 4 bulan serta makanan keluarga sejak pasien berusia 10 bulan.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien dilahirkan di Puskesmas dengan persalinan normal, cukup bulan dan dibantu
oleh bidan. Setelah persalinan, pasien tidak menangis dan langsung membiru. Berat badan
lahir 4000 gram, panjang badan tidak diketahui. Saat hamil, ibu pasien melakukan
pemeriksaan kehamilan secara teratur, tidak ada riwayat demam dan penggunaan obat-
obatan saat masa kehamilan.
Kemampuan dan Kepandaian Anak
Pasien sudah mampu berbicara ‘mama papa’ dan menunjuk atau meminta sesuatu.
Tidak ditemukan gangguan tumbuh kembang pada pasien.
Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar di Puskesmas BCG 1 kali, Hepatitis B 3
kali, Polio 3 kali, DPT 3 kali dan Campak 1 kali.
Keadaan Sosial Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien merupakan anak kedua dan berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah
kebawah. Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya dan seorang kakak laki-laki di rumah
permanen dengan ventilasi dan jendela yang kurang. Ayah pasien seorang perokok dan
sering merokok di dalam rumah.
O: PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kondisi Umum : Sakit sedang BB : 8 kg
Tingkat Kesadaran : Composmentis PB : 76 cm
Status Gizi : Z skor antara -2 – (-3) SD (Gizi kurang)
Tanda Vital
Tekanan Darah : - Suhu : 39,50
Denyut Nadi : 108 kali/menit Respirasi : 56 kali/menit
Kepala : Normochepal, massa (-), rambut hitam sukar dicabut
  Pupil bulat isokor (+/+),  refleks cahaya (+/+)
  Konjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
  Otorhea (-/-), Rhinorhea (+), pernapasan cuping hidung (-)
  Lidah kotor (-), tonsil T1 - T1 hiperemis (+)
  Faring hiperemis (+)
Leher : Pembesaran Kelenjar getah bening (-)
  Pembesaran Kelenjar tiroid (-)

Thorax
Paru-paru :
Inspeksi : Simetris bilateral, Retraksi subkosta (+/+)
Palpasi : Fremitus taktil simetris bilateral kesan meningkat (+),
  massa (-)
Perkusi : Redup (+/+)
Auskultasi : Bunyi pernapasan bronkovesikuler (+/+)
  Rhonki basah halus (+/+), Wheezing (+/+)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada area midklavikula sinistra SIC V
Perkusi : Batas Jantung :
 Atas : Parasternal sinistra SIC II
 Kanan : Parasternal dextra SIC IV
 Kiri : Midclavicula sinistra SIC V
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bunyi tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan datar, massa (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani seluruh kuadran
Palpasi : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstremitas Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Ekstremitas Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Otot-otot : Tidak ada atrofi otot, tonus aktif
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah Rutin
Jenis  Hasil  Satuan  Nilai acuan

WBC 14,80 H 103/μL 5,00 – 10,00


LYM 38,18 % 20,00 – 50,00
MON 10,56 % 1,00 – 15,00
GRA 51,26 % 40,00 – 70,00
RBC 4,91 106/ μL 3,50 – 8,50
HGB 10,3 L g/dL 12,0 – 18,0
MCHC 27,63 H+ g/dL 32,00 – 35,50
MCH 20,98 L pg 27,80 – 33,80
MCV 77,75 L µm3 83,90 – 89,10
RDW-CV 18,73 H % 10,00 – 15,00
RDW-SD 46,53 fL 35,00 – 56,00
HCT 37,02 % 35,00 – 52,00
PLT 449 L 103/μL 150,00 – 450,00
MPV 6,95 fL 7,00 – 11,00
PDW 11,79 L- % 10,00 – 18,00
PCT 0,31 % 0,10 – 0,50
P-LCR 8,68 % 13,00 – 43,00

V. RESUME
Pasien anak laki-laki 11 bulan datang dengan keluhan batuk sejak kurang lebih 6 hari
sebelum masuk rumah sakit, batuk disertai mucus, dispneu, pilek dan febris. anoreksia (+),
buang air besar dan buang air kecil biasa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,50C, denyut nadi 108 kali per menit, dan
respirasi 32 kali per menit. Pada pemeriksaan thorax didapatkan adanya retraksi subkosta,
fremitus taktil meningkat dan bunyi pernapasan ronki basah halus dan mengi. Pada hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya leukositosis 14,80 x 103/μL.
A: DIAGNOSIS
Bronkopneumonia 
P: ANJURAN
 Pemeriksaan Foto Thorax X-Ray
 Kultur Darah
 Uji resistensi
MANAJEMEN
 Oksigen 2 liter per menit
 IVFD Ringer Laktat 12 tetes per menit
 Amoksisilin setiap 8 jam (200 – 400 mg per kali pemberian)
Syrup 125mg/5ml, 1/2 cth setiap 8 jam
 Paracetamol 3 - 4 kali sehari (80 – 120 mg per kali pemberian)
Syrup 120mg/5ml, 1 cth 3 kali sehari
 Ambroxol 3 kali sehari (4 mg per kali pemberian ~5 mg per kali pemberian) Syrup
15mg/5ml, 1/3 cth 3 kali sehari
 Salbutamol 3 – 4 kali sehari (0,8 – 1,2 mg per hari)
Syrup 2 mg per 5 ml, 1/4 cth 4 kali sehari

ABSTRAK LAPORAN

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan dewasa.1
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah:
1. Faktor Infeksi
A. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)
B. Pada bayi:
1. Virus: Virus parainfluenza, virus influenza, adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
2. Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3. Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetellapertusis.
C. Pada anak-anak:
1. Virus: Parainfluenza, Influenza Virus, Adenovirus, RSV
2. Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia
3. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
D. Pada anak besar - dewasa muda:
1. Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2. Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:
A. Bronkopneumonia hidrokarbon:
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
B. Bronkopneumonia lipoid:
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang
menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor diatas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti
AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor
predisposisi terjadinya penyakit ini.3
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-
paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan
faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi rambut hidung,
refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal
dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag
alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme
di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran
nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas,
dan jarang melalui hematogen.2,5
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru
yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Secara patologis, terdapat 4 stadium
pneumonia, yaitu :
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.  Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut  juga  stadium  resolusi,  yang  terjadi sewaktu respon imun dan 
peradangan  mereda, sisa-sisa sel fibrin dan  eksudat lisis dan diabsorsi oleh 
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.7
Gejala klinis yang khas dari pneumonia yaitu: Batuk, demam dan sesak napas.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Menurut Henry Goma, Dkk,
pneumonia diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 atau lebih gejala berikut:6,5,7
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Demam
3. Batuk
4. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
5. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
6. Leukositosis 
WHO mengembangkan pedoman klinis untuk memudahkan diagnosis klinis dan tata
laksana pneumonia pada anak. Berdasarkan pneumonia dibedakan menjadi:4
 Pneumonia sangat berat, bila dijumpai sesaknafas, nafas cepat, terjadi sianosis sentral,
tidak dapat minum serta kesadaran menurun
 Pneumonia berat, bila dijumpaisesak, nafas cepat,adanya retraksi namun tanpa sianosis
dan masih dapat minum
 Pneumonia, bila hanya dijumpai nafas cepat tanpa adanya retraksi.
Kriteria napas cepat yaitu:2
 Bayi kurang 2 bulan : frekunsi nafas > 60 kali per menit
 Usia 2 bulan – 1 tahun : frekuensi nafas > 50 kali per menit
 Usia 1 – 5 tahun : frekuensi nafas > 40 kali per menit
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas selama beberapa hari
dan suhu tubuh yang meningkat hingga 39-40˚ C. Pada  pemeriksaan fisik dapat ditemukan
pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung. Pada pemeriksaan thoraks, dapat di
temukan ronki basah halus pada auskultasi, sedangkan pada perkusi sering tidak ditemukan
kelainan.8
Pneumonia secara umum memiliki faktor resiko seperti tidak mendapat imunisasi yang
lengkap, asi tidak adekuat, sering terpajan polusi seperti asap rokok, adanya penyakit paru seperti
asma, pasien dengan malnutrisi, pasien dengan imunosupresi dan imunodefisiensi seperti pada
pasien dengan HIV, pasien dengan defek anatomi bawaan, adanya penyakit paru dan penyakit
penyerta lainnya. 
Berdasarkan pedoman klinis WHO, kasus pada pasien ini tergolong dalam pneumonia
berat karena terjadi retraksi dada namun tidak disertai dengan sianosis.9
Pemeriksaan darah rutin pada pasien ini menunjukkan adanya leukositosis sebesar 14,9 x
103/L. Berdasarkan teori, Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin pada
bronkopneumonia menunjukkan leukositosis. Leukositosis pada bronkopneumonia menunjukkan
adanya infeksi. Pneumonia yang disebabkan oleh virus dapat normal atau meningkat tetapi tidak
melebihi 20.000/mm3 dengan predominan limfosit, sedangkan pada pneumonia bakterial  dapat
meningkat 15.000- 40.000/mm3 dan predominant granulosit. Dari nilai leukosit pada pasien ini
kemungkinan pneunomia pada pasien disebabkan oleh bakteri.5
Pemeriksaan radiologi ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial. Pemeriksaan foto thorax pada pasien ini didapatkan gambaran
khas bronkopneumonia.6, 7
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus:2,7
1. Penatalaksanaan Suportif
a. Pemberian oksigen 2-4 L/menit
b. Pemberian cairan intravena.
2. Penatalaksanaan Kausal
a. Mukolitik dan ekspektoran
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita demam
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak dilakukan secara empirik
sesuai dengan pola bakteri tersering yaitu Streptococcus Pneumonia dan Haemophilus
Influenza. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan penisilin seperti ampisillin
100 mg/ kgBB/ 24 jam IV dalam 4 dosis dan gentamisin 5 mg/kgBB/24 jam IV, dalam 2
dosis. Untuk usia > 3 bulan, amoxicillin dipadu dengan kloramfenikol merupakan obat
pilihan pertama. Jika kondisi pasien berat, antibiotik pilihan adalah golongan
sefalosporin. Antibiotik paranteral diberikan 48-72 jam, dilanjutkan dengan pemberian
per oral selama 7-10 hari. Jika diduga penyebab adalah Stafilokokus, maka dapat
diberikan kloksasilin.8
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax
(seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran secara  hematologi. Meningitis,
artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi. Komplikasi pada anak meliputi empiema, perikarditis, pneumotoraks,atau infeksi
ektrapulmoner seperti meningtis purulenta. Empiema merupakan komplikasi tersering yang
terjadi pada pneumonia bakteri.2,8
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik karena didiagnosis secara
dini dan ditangani secara adekuat. Prognosis bergantung pada cepat atau lambatnya penanganan
yang dilakukan.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Meadow R & Newell S, 2005,  Lecture Notes Pediatrika, EMS,  Jakarta.


2. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi
Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Bradley JS., Byington CL., Shah SS., dkk., 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical
Practice Guidelines by The Pediatric Infectious Diseases Society and The Infectious
Disease Society of America. Clin Infect Dis.53 (7): 617-630.
4. Permana, Adhy, dkk.2010.The Disease: Diagnosis & Terapi. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
5. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman R.E., et.al
(editor). 2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelson’s vol. 2 edisi. 15. Jakarta: EGC.
6. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
7. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.Jakarta :Badan Penerbit
IDAI.
8. FKUI. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
9. Alsagaff, Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Penyakit Paru dan
Saluran Nafas FK UNAIR. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai