Pembimbing :
Dokter Pendamping:
Disusun Oleh :
dr. Roaeni
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
CONGESTIF HEART FAILURE-ATRIAL FIBRILASI
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Internship Dokter Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, di Rumah Sakit Umum
Daerah Soeselo Slawi, Jawa tengah
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada konsulen pembimbing,
yakni dr. Erdiansyah Zulyadaini, Sp. JP, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan makalah kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah kasus ini, serta dokter pendamping, dr. Lusi Dwiyanti, yang telah membimbing penulis
selama mengikuti program internship ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam
penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis
dr. Roaeni
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I
Latar Belakang 4
Bab II
Laporan Kasus 5
Bab III
Tinjauan Pustaka 27
Bab IV
Kesimpulan 41
Daftar Pustaka 43
BAB I
PENDAHULUAN
CHF ( Congestive Heart Failure ) merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system
kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus meningkat. Menurut data dari WHO dilaporkan
bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika menderita CHF. Menurut American Heart Association
(AHA ) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang menderita
gagal jantung. Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut data dari
Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah
sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap
Selain itu, penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal
jantung (readmission ), walaupun pengobatan dengan rawat jalan telah diberikan secara optimal.
Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein ( 2007 ) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang
dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dukuhwaru RT 02/04 Kab Tegal,
Jaminan : JKN Non-PBI
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 22 Maret 2022
Tanggal periksa : 22 Maret 2022
Kepala:
Kalvarium : normocephali, deformitas (-), luka (-).
Wajah : Simetris
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
Hidung : simetris, deviasi septum (-)
Mulut : mukosa oral basah
Telinga : membran timpani intak +/+, sekret -/-
Leher:
JVP : 5±2 cmH2O
A. Karotis : pulsasi teraba teratur, kuat, penuh
Kel. Tiroid : tidak ada pembesaran
Trakea : terletak di tengah
Kelenjar/benjolan : tidak teraba pembesaran KGB/benjolan lainnya
Thoraks:
Paru :
Inspeksi : gerak nafas tampak simetris
Palpasi : gerak nafas teraba simetris
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : vesicular +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea axilaris anterior
Perkusi : Batas atas : linea parasternal sinistra ICS III
Batas kanan : linea parasternal dextra ICS IV
Batas kiri : linea axillaris anterior sinistra ICS V
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II ireguler, gallop (+), murmur (+)
Abdomen :
Inspeksi : tampak buncit, tidak ada caput medusae / spider naevi
Auskultasi : BU (+) 4x/menit
Palpasi : nyeri tekan (-)
Hepar : tidak ada pembesaran
Lien : tidak ada pembesaran
Vesika urinaria : tidak ada pembesaran
Perkusi : timpani
Genitalia eksterna : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2s, edema -/-/-/-
Kolumna vertebralis : dalam batas normal
Gerak leher / tubuh : dalam batas normal
Resume Medis
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Soeselo dengan keluhan sesak nafas 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan saat berbaring dan beraktivitas dan
berkurang dengan isthirahat. Batuk tidak berdahak (+), Udem tungkai (-), Mual (+),
muntah (-), nafsu makan berkurang, nyeri dada (-).pusing (+) dan lemas (+)
Pada pemeriksaan fisik umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran Compos
Mentis, kooperatif, tanda-tanda vital tekanan darah 113/89 mmHg, nadi 134
kali/menit, teratur, teraba penuh, suhu aksila 36,4 °C, pernafasan 24 kali/menit,
teratur, saturasi O2 92% room air, 98% nasal kanul 4 LPM. Pemeriksaan lain Pada
leher Jugular Venous Pressure (JVP) meningkat (5+2) cmH20. Pada toraks
didapatkan adanya ronki kedua lapang paru. Pada pemeriksaan jantung iktus kordis
terlihat dan teraba di intercostal space (ICS) V dua jari lateral dari linea midklavikula
sinistra, di auskultasi irama ireguler, murmur (+), suara gallop (+).
Tatalaksana IGD:
- O2 Nasal Kanul 4 lpm
- Inf RL 12 tpm
- Inj Furosemid 2x 1amp
- Inj Pantoprazol 2 x 40 mg
- PO Digoxin 2 x ½ tab
Konsul dr. Erdiansyah, Sp. JP:
- kirim bangsal
Prognosis:
● Quo ad vitam : dubia ad bonam
● Quo ad functionam : dubia ad bonam
● Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Hasil Rontgen Thorax (22 Maret 2022)cc
Cor: apeks jantung bergeser ke laterokaudal
Pulmo: Tampak gambaran infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskuler meningkat
Sinus costophrenicus kanan lancip
Hemidiafragma kanan kiri normal
Trachea ditengah
Sistem tulang baik
Kesan :
Gambaran bronkopneumonia, ditemukan kardiomegali
FOLLOW UP HARI KE 2
Nama : Tn. S Tekanan Darah : 138/101 mmHg
Kamar : ICU HR : 98 kali/menit
Usia : 46 tahun RR : 22 kali/menit; Suhu: 36,6oC
Tgl Follow Up : 8 Maret 2022 SpO2 : 98%
S/Permasalahan/Keluhan hari ini : Nyeri dada masih ada, sesak disangkal, pusing sesekali masih
ada
O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis
Tn. S, 46 tahun, dengan STEMI Anterior dan
hipertensi esensial grade I
Lab dan penunjang: T/
Gula darah puasa 110 mg/dL - Lanjut program SP NTG 0,5 cc / jam
Gula darah 2 jam PP 117 mg/dL murni
Asam Urat 5,5 mg/dL - Evaluasi EKG harian berkala
Kolesterol total 191 mg/dL
HDL kolesterol 35,1 mg/dL
LDL kolesterol 114,1 mg/dL
Trigliserida 133 mg/dL
EKG:
Pembacaan: Heart rate 100 kali/menit dengan
irama sinus, interval pr 0,15 s dan interval qt
0,35 s, axis normal 650, tidak tampak terdapat
elevasi segmen ST
FOLLOW UP HARI KE 3
Nama : Tn. S Tekanan Darah : 140/98 mmHg
Kamar : Cempaka HR : 107 kali/menit
Usia : 46 tahun RR : 22 kali/menit; Suhu: 36,7oC
Tgl Follow Up : 9 Maret 2022 SpO2 : 98%
S/Permasalahan/Keluhan hari ini : Nyeri dada membaik, sesak disangkal, pusing / mual
disangkal
O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis
Tn. S, 46 tahun, dengan STEMI Anterior dan
hipertensi esensial grade I
Lab dan penunjang: T/
- Inj Furosemide extra 1 ampul lanjut 1-
0-0 IV
- Bisoprolol 2,5 mg 1 – 0 – 0
- Captopril 3 x 12,5 mg PO
- Acc pindah bangsal Cempaka
EKG
Pembacaan: Heart rate 100 kali/menit
dengan irama sinus, interval pr 0,15 s
dan interval qt 0,35 s, axis normal 650 ,
terdapat elevasi segmen ST pada lead V3
– V4
FOLLOW UP HARI KE 4
Nama : Tn. S Tekanan Darah : 127/89 mmHg
Kamar : Cempaka HR : 89 kali/menit
Usia : 46 tahun RR : 22 kali/menit; Suhu: 36,7oC
Tgl Follow Up : 10 Maret 2022 SpO2 : 99%
S/Permasalahan/Keluhan hari ini : Pasien tidak merasa nyeri dada, sesak disangkal
O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis
Tn. S, 46 tahun, dengan STEMI Anterior dan
hipertensi esensial grade I
Lab dan penunjang: T/
- Tidak ada pemeriksaan penunjang - Tx lanjut
yang dilakukan - Plan Echo (11 Maret 2022)
EKG
Pembacaan :
Heart rate 100 kali/menit dengan irama sinus, interval pr 0,15 s dan interval qt 0,35 s, axis
normal 650 , terdapat penurunan elevasi segmen ST pada lead V4 – V5
FOLLOW UP HARI KE 5
Nama : Tn. S Tekanan Darah : 112/86 mmHg
Kamar : Cempaka HR : 88 kali/menit
Usia : 46 tahun RR : 22 kali/menit; Suhu: 36,7oC
Tgl Follow Up : 11 Maret 2022 SpO2 : 99%
S/Permasalahan/Keluhan hari ini : Pasien tidak memiliki keluhan
O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis
Tn. S, 46 tahun, dengan STEMI Anterior dan
hipertensi esensial grade I
Lab dan penunjang: T/
- Echo: - Rencana pulang pasca Lovenox
- Dimensi ruang jantung normal - Terapi pulang:
- Fungsi sistolik global LV normal - Furosemide PO 1 x
dengan EF 64% - Candesartan 1 x 8 mg
- Gangguan kinetik segmental ringan - Bisoprolol 1 x 2,5 mg
- Disfungsi diastolik tipe I - Atorvastatin 1 x 20 mg
- Fungsi sistolik RV normal - Miniaspi 1 x 80 mg
- Katup normal - Clopidogrel 1 x 75 mg
a. - Nitrokaf 2 x 2,5 mg
- Codein 1 x 10 mg
- KSR 2 x 1 tablet
EKG
Pembacaan:
Heart rate 75 kali/menit dengan irama sinus, interval pr 0,15 s dan interval qt 0,35 s, axis normal
650 , tidak terdapat elevasi segmen ST
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.2. Epidemiologi
2.12.3. Patofisiologi8
Proses terjadinya PJK adalah adanya manifestasi akut dari rupturnya plak ateroma
akibat perubahan komposisi plak dan penipisan pelindung fibrosa yang menutupi plak
tersebut, hal ini memicu terjadinya proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi
sehingga membentuk thrombus yang tinggi kandungan trombosit (white thrombus).
Trombus yang terbentuk oleh proses ini akan menyumbat pembuluh darah koroner baik
secara total maupun parsial terkadang juga dapat menimbulkan mikroemboli yang
menyumbat bagian distal dari pembuluh darah koroner. Hal ini juga diperparah dengan
pelepasan zat vasoaktif oleh tubuh yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
menurunkan perfusi pada otot jantung yang mendapatkan suplai pembuluh darah koroner,
fenomena terhentinya suplai aliran darah menyebabkan terjadinya iskemia miokardium
yang memiliki manifestasi terjadinya angina (nyeri dada), dengan kejadian infark yang
berlangsung > 20 menit dapat menyebabkan adanya nekrosis atau infark miokard.
PJK sendiri tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner,
misalnya dapat terjadi sumbatan subtotal dengan vasokonstriksi dinamis yang
menimbulkan iskemia dan infark miokard. Iskemia sendiri menyebabkan terjadinya
gangguan kontraktilitas miokard serta disritmia dan perubahan bentuk dan fungsi
ventrikel (ventricular remodelling).
Pada kasus ini, karena diagnosis pasien adalah STEMI maka tatalaksana kondisi ini
memiliki beberapa tahapan yang dimulai dari awal keluhan pasien yaitu:
Saat pasien datang dengan keluhan awal Diagnosis kerja infark miokard harus
telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih,
yang tidak membaik dengan pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran
nyeri ke leher, rahang bawah, atau lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan
EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan IMA-EST. Diagnosis IMA-EST
perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan,
selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk mendukung keberhasilan tata
laksana. Gambaran EKG yang atipikal pada pasien dengan tanda dan gejala iskemia
miokard yang sedang berlangsung menunjukkan perlunya tindakan segera.
Sebisa mungkin, penanganan pasien IMA-EST sebelum di rumah sakit dibuat
berdasarkan jaringan layanan regional yang dirancang untuk memberikan terapi reperfusi
secepatnya secara efektif, dan bila fasilitas memadai sebanyak mungkin pasien dilakukan
IKP. Pusat-pusat kesehatan yang mampu memberikan pelayanan IKP primer harus dapat
memberikan pelayanan setiap saat (24 jam selama 7 hari) serta dapat memulai IKP primer
sesegera mungkin <90 menit sejak panggilan awal.
Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam penanganan
pasien IMA-EST harus mencatat dan mengawasi segala penundaan yang terjadi dan
berusaha untuk mencapai dan mempertahankan target kualitas berikut ini:
1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama ≤ 10
menit
2. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:
a. Untuk fibrinolisis ≤ 30 menit
b. Untuk IKP primer ≤ 90 menit di faskes dengan kemampuan fasilitas IKP
primer (kurang dari 120 menit bila pasien perlu ditransfer ke faskes yang melakukan IKP
primer).
a. Strategi Reperfusi
Jika strategi reperfusi yang dipilih adalah fibrinolitik, maka terapi fibrinolitik
sebaiknya dimulai dalam waktu 10 menit dari diagnosis IMA-EST. Diagnosis IMA-EST
harus ditegakkan dalam waktu 10 menit dari KMP. Waktu absolut dari diagnosis IMA-EST
ke reperfusi IKP (wire crossing pada IRA) adalah 120 menit. Jika diperkirakan lebih dari
120 menit, maka fibrinolitik menjadi pilihan.
Untuk mempersingkat waktu iskemia, jika memungkinkan, fibrinolitik dapat
dipertimbangkan sebelum pasien tiba di RS. Setelah pemberian fibrinolitik, pasien dirujuk
ke RS dengan fasilitas IKP. Jika fibrinolitik gagal (resolusi segmen ST <50% dalam waktu
60-90 menit setelah pemberian fibrinolitik), atau terjadi ketidakstabilan
hemodinamik/elektrolit, perburukan iskemia, atau nyeri dada persisten, merupakan
keadaan dengan indikasi untuk dilakukan IKP rescue. Angiografi koroner rutin
direkomendasikan setelah fibrinolitik berhasil. Pasien dengan presentasi klinis IMA dan
EKG dengan segmen ST yang tidak dapat diinterpretasikan (seperti pada blok bundle
branch atau ventricular pacing), harus menjalani IKP primer.
IKP primer juga harus dikerjakan pada pasien dengan gejala yang berlangsung >12 jam
disertai:
1. EKG yang menunjukkan iskemia sedang berlangsung
2. Nyeri sedang berlangsung/rekuren dan perubahan EKG yang dinamis
3. Nyeri sedang berlangsung/rekuren, gejala dan tanda gagal jantung, syok, atau
aritmia maligna.
*jika fibrinolitik merupakan kontraindikasi, langsung lakukan IKP primer tanpa
menghiraukan waktu.
**keterlambatan target maksimal dari diagnosis IMA-EST ke pemberian fibrinolitik
dimulai dalam 10 menit, namun harus diberikan segera setelah diagnosis IMA-EST
ditegakkan (setelah menyingkirkan kontraindikasi).
b. Intervensi Koroner Perkutan Primer
Intervensi koroner perkutan (IKP) primer merupakan IKP emergensi dengan balloon, stent,
atau alat lainnya, yang dikerjakan pada arteri yang infark (infarct-related artery/IRA)
tanpa terapi fibrinolitik sebelumnya. IKP primer adalah terapi reperfusi pilihan apabila
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam waktu 120 menit dari KMP. IKP primer
diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok kardiogenik,
kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien datang
dengan awitan gejala yang telah lama. Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin
pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien
stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun belum diberikan fibrinolitik. Bila
pasien tidak memiliki kontraindikasi terhadap terapi antiplatelet ganda (dual antiplatelet
therapy/DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, lebih disarankan
drug-eluting stents (DES) dari pada bare metal stents (BMS).
c. Terapi Fibrinolitik
Fibrinolitik merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama di layanan medis yang
tidak dapat melakukan IKP pada pasien IMA-EST dalam waktu yang disarankan. Terapi
fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-
pasien tanpa kontraindikasi apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang
berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama (Kelas I-A). Pada pasien-
pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko
perdarahan rendah, fibrinolitik perlu dipertimbangkan bila waktu antara KMP dengan
inflasi balon lebih dari 90 menit (Kelas IIa-B). Fibrinolitik harus dimulai di ruang gawat
darurat.
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenecteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan
dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). Harus
diberikan aspirin oral. Clopidogrel diindikasikan diberikan sebagai tambahan untuk aspirin.
Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-pasien IMA-EST yang diobati dengan
fibrinolitik sampai revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat di rumah sakit
hingga 5 hari (Kelas I-A). Antikoagulan yang digunakan dapat berupa:
1. Enoxaparin subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak terfraksi)
(Kelas I-A).
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan
infus selama 3 hari (Kelas I-C).
3. Pada pasien-pasien yang mendapatkan streptokinase, fondaparinux intravena
secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian (Kelas IIa-B).
-
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s Principles
of Internal Medicine 19th Edition and Harrison’s Manual of Medicine 19th Edition.
McGraw-Hill Education; 2017.
3. Lilly LS, School HM. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty. Wolters Kluwer; 2016.