Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Disusun oleh:
dr. Hanantyo Iqbal Diandaru

Pendamping Stase IGD :


dr. Layali Musafiroh

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD SURADADI
KABUPATEN TEGAL
2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Gagal Jantung Kongestif

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka


memenuhi tugas Internsip di rumah sakit

DPJP DOKTER PENDAMPING


INTERNSIP STASE IGD

dr. M. Luqman, Sp. PD dr. Layali Musafiroh


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantiasa saya junjungkan ke hadirat Nabi
Muhammad SAW, semoga rahmat dan hidayahNya selalu tercurah kepada kita selaku
umatNya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Luqman, Sp. PD, dr. Layali
Musafiroh, dan dr. Dyah Noviyanti yang telah memberikan bimbingannya selama masa
internsip. Saya juga mengucapkan terimakasih banyak untuk kedua orangtua, teman sejawat,
dan seluruh civitas RSUD Suradadi atas segala bantuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan kasus ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari semua pihak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan khususnya bagi saya yang
sedang menjalani program internsip ini.

Tegal, Agustus 2020


Hanantyo Iqbal Diandaru
BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Definisi gagal yaitu
relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada
fungsi miokardium, gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi
mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan
menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.
Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5% sampai
2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000 diantaranya harus
dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering
adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75 tahun.
Terdapat 2 juta kunjungan pasien rawat jalan per tahun yang menderita CHF, biaya yang
dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun. Faktor risiko terpenting untuk CHF
adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor
risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia,
gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.
Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif dalam kurun
beberapa tahun kedepan akan bergerak naik jika para praktisi medis khususnya tidak
segera memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi awal mula penyakit ini. Dengan
demikian perlu adanya penanganan dari segala aspek baik secara biomedik maupun
biopsikososial. Dan untuk itu kasus ini diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab
sebagai praktisi medis agar dapat mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar
mengaplikasikan teori pengobatan yang rasional.
BAB II

LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 66 tahun
Alamat : Kreman
Pekerjaan : Petani
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
MRS : 3 Juli 2020

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak napas ± 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak awalnya dirasakan
ketika pasien sedang mandi kemudian memberat beberapa saat SMRS sehingga pasien
memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Sebelumnya, pasien juga sering terbangun saat
tidur karena sesak dan merasa lebih nyaman apabila tidur dengan 3 bantal. Sesak dirasakan
di seluruh bagian dada dan menetap meskipun pasien sudah minum obat rutin dari poli
penyakit dalam RSUD Suradadi. Selain sesak, pasien juga mengeluh bengkak pada kedua
kaki yang muncul setelah pasien merasa sesak. Mual (-) muntah (-) nyeri ulu hati (-) nyeri
dada (-) batuk (-) mengi (-) demam (-). BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat ACS STEMI dan dirawat 1 minggu SMRS
 Riwayat CHF
 Riwayat DM
 Riwayat HT disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat dispepsia disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat penyakit jantung

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah menikah dan bekerja sebagai petani

PEMERIKSAAN FISIK (3 Juli 2020)


Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 135/80 mmHg
Nadi : 102 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 24 kali per menit
Suhu : 36,7o C
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 163 cm

Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephal, rambut warna hitam
Mata : Normal
 Palpebra : Tidak tampak edema
 Konjungtiva : Tidak anemis
 Sklera : Tidak tampak ikterik
 Pupil : Bulat isokor
 Refleks Cahaya : Langsung +/ + , tidak langsung +/+
Leher :

 JVP 5+2 cm H2O


Thoraks
 Inspeksi
 Dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis
 Normochest, diameter ventrolateral : AP = 2 : 1
 Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi
 Ictus cordis tidak teraba
 Fremitus taktil/vokal simetris, tidak ada pergerakan dinding
dada yang tertinggal
 Perkusi
 Terdengar sonor pada lapangan paru
 Batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra
 Batas jantung kiri pada ICS VI satu jari medial linea
midclavicularis sinistra
 Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis
dextra
 Auskultasi
 S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) Regulitas Reguler
Murmur (-) Gallop (-)
 Vesikuler di kedua hemitoraks , Rh +/+ basal paru, Wh -/-
Abdomen
 Inspeksi
 Permukaan rata, simetris.
 Auskultasi
 Bising usus ( + )
 Perkusi
 Timpani pada seluruh lapang abdomnen
 Palpasi
 Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba adanya pembesaran
 Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas pada abdomen (-)
Ekstremitas
 Akral hangat, perfusi baik
 Edema pada kedua tungkai
 Sianosis tidak ditemukan pada keempat ekstremitas

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 3 Juli 2020
Hematologi
No Pemeriksaan Hasil
1 Hemoglobin 15,1 g/dl
2 Eritrosit 5.240.000
3 Hematokrit 44,8 vol%
4 Leukosit 6800/mm3

Kimia Klinik
No Pemeriksaan Hasil
3 Ureum 26 mg/dl
4 Kreatinin 1,6 mg/dl
8 SGOT 35 U/I
9 SGPT 53 U/I

Ro/ Thorax:
Cor : Kardiomegali
EKG:
Sinus takikardi dengan LAD, OMI anteroapikal, dan STEMI anterior

DIAGNOSIS KERJA
CHF NYHA II-III, ACS STEMI anterior, DM tipe 2
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis :
- Posisi setengah duduk
- Oksigen nasal kanul 3 liter permenit
- Pasang DC
- Pro ICU
Farmakologis :
- IVFD RL 8 tpm
- Furosemid 3x40 mg iv
- KSR 2x1 tab PO
- Aspilet 1x80 mg PO
- CPG 1x75 mg PO
- Humalog 3x10 IU SC
- Levemir 1x20 IU SC

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
FOLLOW UP
Tanggal 4 Juli 2020
S Sesak berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 116/89 mmHg
Nadi 80 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,5 0C

Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sklera ikterik(-)
Leher JVP (5+2) cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba LAA sinistra ICS VI
P : batas atas ICS II, batas kanan Linea parasternalis dextra,
batas kiri LAA sinistra ICS VI
A : HR 80 x/ menit

vesikuler normal, ronkhi (+) di basal kedua paru, wheezing


Paru (-)

I : datar
Abdomen P : lemas, hepar teraba 2 jari di bawah arcus coatae, lien tidak
teraba.
P : thympani, shifting dullness (-)
A : bising usus (+) normal

Tidak diperiksa
Genitalia

Ekstremitas Edema (+/+)


A CHF, ACS STEMI, DM
P Non Farmakologis :
- Posisi setengah duduk
- Oksigen nasal kanul 3 liter permenit
Farmakologis :
- IVFD RL 8 tpm
- Furosemid 3x40 mg iv
- KSR 2x1 tab PO
- Aspilet 1x80 mg PO
- CPG 1x75 mg PO
- Humalog 3x10 IU SC
- Levemir 1x20 IU SC
- Arixtra 2,5 mg SC

Tanggal 5 Juli 2020


S Sesak berkurang
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 104/77 mmHg
Nadi 93 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C

Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sklera ikterik(-)
Leher JVP (5+2) cmH2O
Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Jantung I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba LAA sinistra ICS VI
P : batas atas ICS II, batas kanan Linea parasternalis dextra,
batas kiri LAA sinistra ICS VI
A : HR 93 x/ menit
Paru vesikuler normal, ronkhi (-) wheezing (-)

I : datar
Abdomen P : lemas, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien
tidak teraba.
P : thympani, shifting dullness (-)
A : bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa

Ekstremitas Edema (-)

A CHF, ACS STEMI, DM


P Non Farmakologis :
- Posisi setengah duduk
- Oksigen nasal kanul 3 liter permenit
Farmakologis :
- IVFD RL 8 tpm
- Furosemid 3x40 mg iv
- KSR 2x1 tab PO
- Aspilet 1x80 mg PO
- CPG 1x75 mg PO
- Humalog 3x10 IU SC
- Levemir 1x20 IU SC
- Arixtra 2,5 mg SC
Tanggal 6 Juli 2020
S Sesak (-)
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 115/85 mmHg
Nadi 88 x/menit
Pernapasan 19 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sklera ikterik(-)
Leher JVP (5+2) cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba LAA sinistra ICS VI
P : batas atas ICS II, batas kanan Linea Sternalis dextra, batas
kiri LAA sinistra ICS VI
A : HR 88 x/ menit

Paru vesikuler normal, ronkhi (-) wheezing (-)

I : datar
Abdomen P : lemas, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien
tidak teraba.
P : thympani, shifting dullness (-)
A : bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa

Ekstremitas Edema (-)

A CHF, ACS STEMI, DM


P Non Farmakologis :
- Posisi setengah duduk
- Oksigen nasal kanul 3 liter permenit
- Pindah ruangan biasa
Farmakologis :
- IVFD RL 8 tpm
- Furosemid 3x40 mg iv
- KSR 2x1 tab PO
- Aspilet 1x80 mg PO
- CPG 1x75 mg PO
- Humalog 3x10 IU SC
- Levemir 1x20 IU SC
- Arixtra 2,5 mg SC

Tanggal 7 Juli 2020


S Tidak ada keluhan
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi 89 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sklera ikterik(-)
Leher JVP (5+2) cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba LAA sinistra ICS VI
P : batas atas ICS II, batas kanan Linea Sternalis dextra,
batas kiri LAA sinistra ICS VI
A : HR 89 x/ menit

Paru
vesikuler normal, ronkhi (-) wheezing (-)
I : datar
Abdomen
P : lemas, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien
tidak teraba.
P : thympani, shifting dullness (-)
A : bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa

Ekstremitas Edema (-)

A CHF, ACS STEMI, DM


P Non Farmakologis :
- Posisi setengah duduk
- Oksigen nasal kanul 3 liter permenit
Farmakologis :
- IVFD RL 8 tpm
- Furosemid 3x40 mg iv
- KSR 2x1 tab PO
- Aspilet 1x80 mg PO
- CPG 1x75 mg PO
- Humalog 3x10 IU SC
- Levemir 1x20 IU SC
- Arixtra 2,5 mg SC

Tanggal 8 Juli 2020


S Tidak ada keluhan
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 85 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C

Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sklera ikterik(-)
Leher JVP (5+2) cmH2O
Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Jantung I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba LAA sinistra ICS VI
P : batas atas ICS II, batas kanan Linea Sternalis dextra,
batas kiri LAA sinistra ICS VI
A : HR 85 x/ menit

Paru vesikuler normal, ronkhi (-) wheezing (-)

I : datar
Abdomen P : lemas, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien
tidak teraba.
P : thympani, shifting dullness (-)
A : bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa

Ekstremitas Edema (-)

A CHF, ACS STEMI, DM


P Non Farmakologis :
- Posisi setengah duduk
- Oksigen nasal kanul 3 liter permenit
Farmakologis :
- IVFD RL 8 tpm
- Furosemid 3x40 mg iv
- KSR 2x1 tab PO
- Aspilet 1x80 mg PO
- CPG 1x75 mg PO
- Humalog 3x10 IU SC
- Levemir 1x20 IU SC
- Arixtra 2,5 mg SC
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gagal Jantung

Definisi
Gagal jantung adalah sindroma kompleks sebagai akibat dari kelainan jantung
secara struktural maupun fungsional yang mengganggu kemampuan jantung sebagai
pompa untuk mendukung sirkulasi fisiologis. Sindroma dari gagal jantung dicirikan oleh
gejala-gejala seperti sesak nafas dan mudah lelah, dan tanda-tanda seperti retensi cairan.
Definisi lain mengenai gagal jantung yang diketahui secara luas adalah kondisi
patofisiologis dimana abnormalitas fungsi jantung bertanggung jawab terhadap gagalnya
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Definisi ini
menitikberatkan pada fisiologi sirkulasi. Definisi yang lebih baru sudah lebih
mengalami pendekatan yang pragmatis (praktis) dan bermanfaat secara klinis meskipun
sebenarnya definisi gagal jantung masih banyak perbedaan hingga hari ini.

Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting
untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan
penyakit jantung akibat malnutrisi. Secara garis besar penyebab gagal jantung dapat
diklasifikasikan ke dalam enam kategori utama: (1) abnormalitas miokardium, misalnya
pada kehilangan miosit (infark miokard), gangguan kontraksi (misal pada blok left
bundle branch), lemahnya kontraksi (kardiomiopati, kardiotoksisitas), disorientasi sel
(misalnya hipertrofi kardiomiopati); (2) kegagalan terkait beban kerja jantung yang
berlebihan (misalnya hipertensi atau stenosis aorta); (3) kegagalan terkait abnormalitas
katup; (4) gangguan ritme jantung (takiaritmia); (5) abnormalitas perikardium / efusi
perikardium (tamponade jantung); dan (6) kelainan kongenital jantung. Dikarenakan
bentuk penyakit jantung apapun dapat mengakibatkan gagal jantung, maka tidak ada
mekanisme tunggal yang menyebabkan gagal jantung itu sendiri.

Berbagai kondisi yang menyebabkan perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel
kiri dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien,
meskipun etiologi gagal jantung pada pasien dengan preserved dan reduced ejection
fraction(EF) berbeda, banyak etiologi yang tumpang tindih dari kedua keadaan tersebut.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab yang dominan pada 60-75%
pada kasus gagal jantung pada pria dan wanita di negara-negara industri. Hipertensi
memberi kontribusi pada perkembangan penyakit gagal jantung pada 75% pasien,
termasuk pasien dengan PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi memperbesar risiko
pada gagal jantung, seperti pada diabetes mellitus.

Tabel 2. Etiologi Gagal Jantung

FE Menurun (<39%)
Penyakit jantung koroner Kardiomiopati iskemik terdilatasi
Infark miokard Kelainan genetik
Iskemia miokard Kelainan infiltratif
Chronic pressure overload Kerusakan diinduksi obat/racun
Hipertensi Penyakit metabolik
Penyakit katup obstruksi Virus
Chronic volume overload Penyakit Chagas
Penyakit katup regurgitasi Kelainan denyut dan ritme jantung
Pirau kiri ke kanan intrakardiak Bradiaritmia kronik
Pirau ekstrakardiak Takiaritmia kronik

FE Tidak Menurun (>39-50%)


Hipertrofi patologis Kardiomiopati restriktif
Primer (kardiomiopati hipertrofi) Kelainan infiltratif (amyloidosis,
sarcoidosis)
Sekunder (hipertensi) Penyakit simpanan (hemochromatosis)
Penuaan Fibrosis
Kelainan endomiokard

Penyakit Jantung Paru


Cor pulmonale
Kelainan vaskuler paru
Status High-Output
Kelainan metabolik Kebutuhan aliran darah berlebih
Tirotoksikosis Pirau arteri-vena sistemik
Malnutrisi (beri-beri) Anemia kronis
Jantung memiliki mekanisme kompensasi di dalam mengatasi penurunan fungsi
pompa jantung, sehingga pada umumnya pasien gagal jantung akan tetap asimtomatik,
hingga adanya faktor presipitasi yang memperberat keadaan, sehingga pada pasien
mulai timbul gejala, faktor-faktor yang dapat bertindak sebagai faktor presipitasi dalam
gagal jantung adalah infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan,
emosi atau konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, demam
reumatik, dan endokarditis infektif.

Faktor resiko terjadinya gagal jantung yaitu: infeksi pada paru, demam atau
sepsis, anemia akut dan menahun, emboli paru, stres, emosional, dan hipertensi tak
terkendali.

Patofisiologi

Disfungsi kardiovaskuler dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 5

mekanisme dibawah ini:

1. Kegagalan Pompa

Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah/inadekuat atau

karena relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian

ventrikel.

2. Obstruksi aliran

Terdapat lesi yang mencegah terbukanya katup atau menyebabkan

peningkatan tekanan ruang jantung, misalnya stenosis aorta, hipertensi

sistemik dan koartasio aorta.

3. Regurgitasi

Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik beban kerja ruang

jantung, misalnya ventrikel kiri pada regurgitasi aorta atau atrium serta

pada regurgitasi mitral.


4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak

selaras dan tidak efesien.

5. Diskontinuitas sistem sirkulasi

Mekanisme ini memungkinkan darah lolos, misalnya luka tembak

yang menembus aorta.

Pada saat gagal jantung terjadi, tubuh melakukan proses-proses adaptasi

yang terjadi di jantung dan sistemik. Jika volume sekuncup salah satu ventrikel

berkurang karena kontraktilitas otot jantung yang menurun atau volume afterload

yang berlebihan, end diastolic volume dan tekanan di ruang tersebut akan

meningkat. Hal ini dapat memperpanjang serat miokardium saat fase diastolik

akhir, yang kemudian menyebabkan kontraksi serat otot yang lebih kuat saat fase

sistolik (hukum Starling), jika kondisi ini berlangsung kronis, akan berakibat

dilatasi ventrikel. Walaupun hal ini akan memperbaiki cardiac output saat

istirahat, peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung kronis akan dijalarkan

ke atrium dan ke sirkulasi pulmoner serta vena sistemik. Lebih lagi, bertambahnya

tekanan kapiler dapat mendorong terjadinya transudasi cairan yang selanjutnya

akan mengakibatkan terjadinya edema pulmonal atau sistemik.

Cardiac output (COP) yang menurun, terutama bila diasosiasikan dengan

berkurangnya tekanan arteri atau perfusi ginjal, juga akan mengaktifkan beberapa

sistem neural dan humoral. Bertambahnya aktivitas sistem saraf simpatis, akan

menstimulasi kontraktilitas miokardium, detak jantung, dan tonus vena.

Perubahan yang terakhir adalah hasil dari kenaikan volume efektif darah sentral,

yang mendasari semakin meningkatnya preload.


Walaupun adaptasi tersebut dirancang untuk meningkatkan cardiac output,

tetapi mekanisme tersebut dapat juga merugikan. Takikardia dan peningkatan

kontraktilitas dapat mempercepat iskemia pada pasien dengan Penyakit Jantung

Koroner, dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktifasi sistem saraf simpatis juga meningkatkan resistensi pembuluh darah

perifer, adaptasi ini dirancang untuk mengatur perfusi ke organ-organ vital, tetapi

jika berlebihan, mekanisme ini akan mengurangi aliran darah ginjal dan jaringan

yang lain. Resistensi pembuluh darah perifer juga merupakan faktor penentu

mayor dari afterload ventrikel kiri, maka aktifitas simpatis yang berlebihan dapat

menekan fungsi jantung lebih jauh lagi.

Efek yang lebih penting dari cardiac output yang lebih rendah adalah

menurunnya aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, yang akan mendorong

terjadinya retensi garam dan cairan. Sistem renin angiotensin aldosteron juga

diaktifkan, mengakibatkan peningkatan lebih besar resistensi pembuluh darah

perifer dan afterload ventrikel kiri seperti halnya retensi garam dan cairan. Gagal

jantung diasosiasikan dengan bertambahnya tingkatan arginine vasopressin di

sirkulasi, yang juga bertindak sebagai vasokonstriktor dan Inhibitoribitor ekskresi

air.

Sementara pelepasan atrial natriuretic peptide bertambah pada gagal

jantung oleh karena naiknya tekanan atrium, ada bukti tentang resistensi efek

vasodilatasi dan natriuretik.


Kriteria Gagal Jantung

Kriteria yang biasanya digunakan untuk mendiagnosis gagal jantung


kongestif adalah kriteria Framingham, seperti ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Framingham Diagnosis Gagal Jantung

Kriteria mayor :
paroxysmal nocturnal dyspnea
distensi vena leher
ronchi paru
kardiomegali
edema paru akut
suara Gallop S3
peningkatan tekanan vena jugularis > 16 cmH2O
refluks hepatojugular
waktu sirkulasi > 25 detik
Kriteria minor :
edema ekstremitas
batuk malam hari
dispneu d’effort
hepatomegali
efusi pleura
penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
takikardia (>120/menit)

Kriteria mayor ataupun minor : kehilangan berat badan >4,5 kg dalam 5

hari sebagai respon terhadap pengobatan.

Diagnosis pasti gagal jantung apabila memenuhi dua kriteria mayor, atau

satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.


Klasifikasi dan Jenis

Salah satu klasifikasi yang sering digunakan yaitu klasifikasi berdasarkan

abnormalitas struktural jantung yang disusun oleh American

Heart Association/American College of Cardiology (AHA/ACC)

atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional yang disusun oleh

New York Heart Association (NYHA).Tersaji pada tabel 4.

Tabel 4.Klasifikasi gagal jantung

Klasifikasi menurut ACC/AHA Klasifikasi menurut NYHA


Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Pasien dengan penyakit jantung tetapi
berkembang menjadi gagal jantung. tidak ada pembatasan aktivitas fisik.
Tidak terdapat gangguan struktural Aktivitas fisik biasa tidak
atau fungsional jantung. menyebabkan kelelahan berlebihan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktural Pasien dengan penyakit jantung
jantung yang berhubungan dengan dengan sedikit pembatasan aktivitas
perkembangan gagal jantung, tidak fisik. Merasa nyaman saat istirahat.
terdapat tanda dan gejala. Hasil aktivitas normal menyebabkan
fisik kelelahan, palpitasi, dispnea atau
nyeri angina.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatis Pasien dengan penyakit jantung yang
berhubungan dengan penyakit terdapat pembatasan aktivitas fisik.
struktural jantung yang mendasari Merasa nyaman saat istirahat. Aktifitas
fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium D Kelas IV
Penyakit struktural jantung yang lanjut Pasien dengan penyakit jantung yang
serta gejala gagal jantung yang sangat mengakibatkan ketidakmampuan
bermakna saat istirahat walaupun telah untuk melakukan aktivitas fisik
mendapat terapi. apapun tanpa ketidaknyamanan.
Gejala gagal jantung dapat muncul
bahkan pada saat istirahat. Keluhan
meningkat saat melakukan aktifitas.
Ada beberapa jenis gagal jantung yang telah disepakati hingga kini.

Pembagiannya ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 5. Jenis-Jenis Gagal Jantung


Berdasarkan Onset
gagal jantung akut
gagal jantung kronik / kongestif
Berdasarkan Lokasi
gagal jantung kanan
gagal jantung kiri

Berdasarkan Fungsi dan


Timing
gagal jantung sistolik
gagal jantung diastolik

Gagal jantung akut atau disebut juga gagal jantung akut dekompensasi

adalah suatu perubahan cepat jangka pendek di mana muncul tanda dan gejala

gagal jantung yang membutuhkan penanganan segera. Gejala dapat muncul cepat

dan progresif dalam hitungan jam, hari, atau minggu, kadang disertai kejadian

iskemia regional akut atau infark miokard, fibrilasi atrium, aritmia, atau kerusakan

fungsi katup yang disebabkan oleh rupturnya m. Papillaris atau chordae tendinea.

Gagal jantung akut dibedakan dengan gagal jantung kronik di mana pada gagal

jantung kronik kondisinya lebih stabil namun terdapat gejala-gejala gagal jantung

atau disebut juga gagal jantung terkompensasi. Faktor-faktor spesifik yang terlibat

pada perubahan status terkompensasi menjadi dekompensasi pada tiap-tiap pasien

gagal jantung dapat bervariasi, tidak sepenuhnya dipahami, dan dapat memakan

waktu harian hingga mingguan. Pada gagal jantung kronik dapat terjadi kelelahan

karena menurunnya cardiac output dan sinyal neurologis yang berasal dari otot-

otot skelet yang rusak karena kurang mendapat suplai darah. Selain itu, akumulasi
cairan juga dapat terjadi yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer

yang disebut gagal jantung kongestif.

Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dibedakan menurut lokasi

kelainan secara anatomis yang juga bermanifestasi klinis berbeda. Sisi kiri dan

kanan jantung merupakan satu rangkaian sirkulasi. Gejala dan tanda dari gagal

jantung kiri meliputi peningkatan tekanan dan kongesti pada vena pulmonalis dan

kapiler. Sedangkan gagal jantung kanan bermanifes sebagai peningkatan tekanan

dan kongesti vena-vena sistemik yang dapat diperiksa pada pembesaran vena

jugularis serta kongesti hepar.

Gagal jantung sistolik dideskripsikan sebagai gagal jantung dengan

kelainan dinding ventrikel berupa dilatasi, pembesaran, dan hipertrofi, di mana

output terbatas karena ejeksi yang terganggu selama sistol. Sementara itu, gagal

jantung diastolik merujuk kepada dinding ventrikel yang menebal, ruang ventrikel

mengecil, di mana pengisian selama diastol terganggu.

Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung


Pengobatan untuk pasien gagal jantung secara garis besar dibagi menjadi

terapi farmakologik dan terapi non-farmakologik. Terapi farmakologik meliputi

obat-obatan diuretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitoribitors (ACE

Inhibitor), beta blocker, aldosteront/mineralocorticoid antagonist, Angiotensin

Receptor Blocker (ARB), ivabradine untuk memperlambat heart rate, digoksin,

serta kombinasi hydralazine dan isosorbide dinitrate (ISDN). Sedangkan untuk

terapi non-farmakologik meliputi pemasangan Implantable Cardioverter

Defibrillator (ICD) pada gagal jantung simptomatis NYHA kelas II-III dengan FE

≤35% meskipun mendapat terapi farmakologi optimal selama ≥3 bulan, untuk

mencegah kematian mendadak dan Cardiac Resynchronization Therapy (CRT)


bila didapatkan pemanjangan gelombang QRS ≥150 ms. Algoritma Pengobatan

Pasien Gagal Jantung Simptomatis dan reduced ejection fraction(EF) dapat dilihat

pada gambar 1.

Anda mungkin juga menyukai