Oleh
Pendamping
dr. Resmanto
Topik : IMAEST (Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST)
Tanggal (Kasus) : 20 Februari 2020 Presenter : dr. Amyatena Leonie
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Resmanto
2. Objektif :
Keadaan Umum : Compos mentis
Vital sign :
TD = 100/80 mmHg
HR = 58 x/i
RR = 20x/i
T = 36.6 ºC
A. Status Generalis.
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), palpebra edema (-/-) ptosis
(-/-), pupil isokor (+/+)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Wajah : Edema (-)
Leher : Bentuk simetris, pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tyroid (-),
peningkatan JVP (-), deviasi trakea (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris kanan = kiri, gerakan dada tertinggal (-), iktus kordis (-),
retraksi (-), pelebaran sela iga (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan dada (-), tidak teraba massa
dan tidak teraba iktus kordis
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar dalam batas normal,
batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara pernafasan bronkial, suara tambahan : ronki basah saat ekspirasi
(-), bunyi jantung I/II reguler, murmur(-), bising(-).
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut tampak lebih tinggi dari dari dinding dada,, pergerakan
Dinding perut simetris
Palpasi : supel pada seluruh regio perut
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok kuadran kanan bawah (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+), kesan normal, tidak ada bising aorta abdominalis
Genitalia : Perdarahan (-), Massa(-)
Ekstremitas : Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-), deformitas (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-), deformitas (-)
B. Pemeriksaan laboratorium:
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.1 Anatomi
2.1.2 Histologi
Struktur dan komposisi umum dari pembuluh darah hampir sama pada seluruh
sistem kardiovaskular. Komposisi dari dinding pembuluh darah adalah Extracellular
Matrix (ECM) yang mempunyai kandungan elastin, kolagen, dan
glycosaminoglycans. Dinding pembuluh darah terdiri atas tiga bagian yaitu tunika
intima, tunika media, dan tunika adventisia. Batas antara tunika intima dan tunika
media disebut lamina elastika interna, dan batas antara tunika media dan tunika
adventisia adalah lamina elastika externa. Pada arteri yang normal tunika intima
terdiri atas monolayer cells dan ECM yang dikelilingi oleh jaringan ikat, serat saraf,
dan pembuluh darah kecil dari adventisia. Tunika media mendapatkan nutrisi dan
oksigen dari lumen pembuluh darah.6
Aliran darah koroner (Coronary blood flow) yang normal adalah rata-rata sekitar
225 mililiter/menit, dimana jumlah ini sekitar 4-5% dari jumlah curah jantung total.
Selama aktivitas berat, jantung orang dewasa muda meningkat curah jantungnya
menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah melawan tekanan arteri yang lebih tinggi
dari normalnya. Akibatnya, kerja jantung dalam kondisi yang berat meningkat 6-9
kali lipat. Pada waktu yang sama, aliran darah koroner meningkat 3-4 kali lipat untuk
menyuplai nutrisi yang dibutuhkan jantung lebih banyak, tetapi ini tidak sebanding
dengan kerja jantung yang meningkat dimana berarti rasio energi yang dikeluarkan
jantung dengan aliran darah koroner meningkat. Jadi, energi yang digunakan oleh
jantung meningkat dan tidak sebanding dengan suplai darah yang relatif kurang.5
Gambar 2.2 Diagram vaskularisasi jantung pada lapisan epikardial, intramuskular, dan
subendokardial.5
Nutrisi tidak dapat berdifusi cukup cepat dari darah di ruang jantung untuk
menyuplai seluruh lapisan sel yang menyusun dinding jantung. Alasan inilah yang
membuat miokardium mempunyai jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi
aliran darah koroner. Aliran darah koroner yang melewati ventrikel kiri menurun
sampai jumlah yang minimal ketika otot jantung berkontraksi karena pembuluh darah
kecil, terutama di daerah miokardium terkompresi oleh kontraksi otot
jantung. Aliran darah pada arteri koroner kiri selama fase sistol hanya 10-30 % dari
jumlah darah ketika fase diastol dimana otot jantung mengalami relaksasi dan banyak
aliran darah terjadi. Efek kompresi dari sistol pada aliran darah koroner sangat kecil
pada atrium kanan sebagai akibat dari tekanan ventrikel yang lebih rendah sehingga
kompresi pada arteri koronernya sangat sedikit. Perubahan aliran darah koroner
selama siklus jantung pada orang yang sehat tidak terlalu berdampak walaupun
sewaktu aktivitas berat.5
Berbeda dengan orang yang memiliki gangguan pada arteri koroner, sedikit
peningkatan denyut jantung yang mengurangi waktu diastol, akan mengganggu aliran
darah koroner. Otot jantung mendapat perfusi nutrisi dari permukaan epikardial (luar)
ke permukaan endokardial (dalam). Selama sistol, gaya kompresi lebih berefek pada
aliran darah koroner pada lapisan miokardium dimana gaya kompresi lebih tinggi dan
tekanan pembuluh darah jantung lebih rendah sehingga aliran darah koroner bagian
miokardium menurun. Tetapi pembuluh darah besar pada pleksus subendokardial
yang normal dapat mengompensasi hal tersebut.
Menurut Guyton & Hall, ada beberapa hal yang mempengaruhi aliran darah
koroner, yaitu :
2.2.1 Definisi
2.2.2 Patofisiologi
IMAEST umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMAEST
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. IMAEST terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.7
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada IMAEST gambaran
patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar
sehingga IMAEST memberi respons terhadap terapi trombolitik.7
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin,
epinefrin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens
asam amino pada protein adesi yang larut (integrin) seperti vWF dan fibrinogen, di
mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang
berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
thrombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang
terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari
agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, IMAEST dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik.7
2.2.3 Diagnosis
2.2.3.1 Anamnesis
Diagnosa IMAEST menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan ada penyakit aterosklerosis non koroner, diketahui mempunyai PJK
dan atas dasar pernah mengalami infark miokard / bedah pintas koroner / IKP,
mempunyai faktor risiko (umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, DM, riwayat PJK
dini dalam keluarga). Keluhan pasien dengan iskemik dapat berupa nyeri dada yang
tipikal seperti rasa terbakar, tertekan atau berat pada daerah retrosternal, dan menjalar
ke lengan kiri, leher, rahang, area inters kapular, bahu atau epigastrium. Keluhan ini
dapat berlangsung intermiten atau persisten (lebih dari 20 menit). Keluhan sering
disertai mual atau muntah, nyeri abdominal, sesak napas, sinkop dan diaphoresis.
2.2.3.2 Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan gejala yang sedang berlangsung biasanya berbaring diam di tempat
tidur dan pucat dan mengeluarkan keringat. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
a) Umum : kecemasan, sesak, keringat dingin, tekanan darah < 80 - 90 mmHg,
HR : takikardia, RR meningkat, suhu badan tinggi dalam 24 - 48 jam.
b) Leher : normal atau sedikit peningkatan TVJ.
c) Jantung : S1 lemah, S4 dan S3 gallop, keterlambatan pengisian kapiler.
d) Paru : mengi dan rongki bila terdapat gagal jantung.
e) Ekstremitas : normal atau dingin.
2.4.2.2 Elektrokardiografi
2.2.3.3 Biomarker
> 0,1 ng/mL dengan terjadinya kerusakan otot jantung pada penderita SKA.9
a) CK-MB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
b) Troponin T : enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan masih dapat dideteksi setelah 5-14
hari.
c) Pemeriksaan lainnya : mioglobin, creatinine kinase dan lactic
dehidrogenase.
Gambar 2.5 Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung.10
2.2.4 Penatalaksanaan
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat,
sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang
dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak
harus diberikan semua atau bersamaan.3
1. Tirah baring.
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
oksigen arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen arteri.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a) Ticagrelor dengan dosis awal yang dianjurkan adalah 180 mg,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari, kecuali pada
pasien IMAEST yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik.
Atau
b) Clopidogrel dengan dosis awal adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogrel).
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbide dinitrat (ISDN) dapat dipakai
sebagai pengganti.
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
2. American Heart Association (AHA), 2015, ‘Heart and Stroke Statistics’, accessed 11 May
2019. Available at : https://www.heart.org/en/about-us/heart-and-stroke- association-statistics
4. Morrow DA, Antman EM, Parsons L, De Lemos JA, Cannon CP, Giugliano RP, et al.
'Application of the TIMI risk score for ST-elevation MI in the National Registry of
Myocardial Infarction 3'. J Am Med Assoc. 2001;286(11):1356-9.
5. Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012, ‘Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition’,
United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
6. Robbins, et al., 2007, ‘Buku Ajar Patologi’, Vol. 2., Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Leonard, Lilly S., Jung, H., Lin, K.Y., Come, P.C., 2011, ‘Acute Coronary Syndrome’,
Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition A Collaborative Project of Medical Students
and Faculty, pp. 44-73.
9. Hasan, H., Tarigan, E., 2005, ‘Hubungan Kadar Troponin T dengan Gambaran Klinis
Penderita Sindroma Koroner Akut’, Universitas Sumatera Utara
10. Bertrand, M.E., et al., 2002, ‘Management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation’, European Heart Journal, Vol.23, Issue
23, pp.1809–1840.
11. Alwi, I., 2014, ‘Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST’ Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 6𝑡ℎ edn, eds. A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.
12. Santoso M. & Setiawan T., 2005, ‘Penyakit Jantung Koroner’, Cermin Dunia Kedokteran,
Vol. 147, 5-9.
13. Alitu M., Jim E., Joseph V., 2018, 'Hubungan Framingham Risk Score dengan Derajat
TIMI Risk Score pada Pasien Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Periode Januari-September 2018', Jurnal e-Clinic, Vol.6, no.2, p.142-146.