Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN MEDIK

STEMI ANTERIOR EKSTENSIF

Disusun oleh :
dr. Ambarini Isa Pratiwi

Pembimbing:
dr. Wisnu Sakulat, Sp.JP

Pendamping :
dr. Ani Ruliana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSU ‘AISYIYAH PONOROGO
2021
PORTOFOLIO KASUS
No. ID dan Nama Peserta : Ambarini Isa Pratiwi
No. ID dan Nama Wahana : RSU ‘Aisyiyah Ponorogo
Topik : Kasus Kegawatdaruratan Medik
Tanggal (kasus): 01 Desember 2020
Nama Pasien: Tn. SYD/51 th No RM: 496745
Tanggal Presentasi: - Pendamping: dr. Ani Ruliana
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien laki-laki, dewasa, datang dengan keluhan nyeri dada
Tujuan: Mengoptimalkan penatalaksanaan kasus Sindroma koroner akut
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & E-mail Pos
diskusi

Data pasien Nama: Tn. SYD (59 tahun) No RM: 496745


Nama Klinik: IGD RSU Telp: 085230200030 Terdaftar sejak 01 Desember
‘Aisyiyah 2020
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama
Nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RSU’A dengan keluhan nyeri dada mendadak sejak 2 jam SMRS saat pasien
beraktivitas di sawah. Nyeri dada dirasakan terus menerus, memberat saat pasien berjalan dan tidak
membaik saat digunakan istirahat. Lokasi nyeri di dada bagian tengah dada seperti tertimpa benda
berat, nyeri dirasakan menjalar ke pundak sebelah kiri dan tembus hingga ke punggung. Pasien juga
mengeluhkan sesak nafas, badan terasa lemas, mual dan keringat dingin. Tidak ada demam, batuk, nyeri
saat tarik nafas dan muntah. Riwayat kontak dengan pasien covid disangkal. Riw berpergian keluar kota
disangkal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya hilang timbul sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu tapi jika digunakan untuk istirahat
keluhan menghilang. Riwayat kencing manis, kadar kolestrol tinggi dan tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat operasi tidak ada.
3. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga riwayat penyakit serupa.

4. Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai penjahit rumahan, riwayat perokok aktif sejak usia 21 tahun hingga sekarang,
dalam sehari kurang lebih menghabiskan 2 pak perhari.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : lemah
Kesadaan : compos mentis; GCS 456
Nadi : 59x/ menit
Tekanan darah : 90/59 mmHg
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,4 oC
Kepala & leher : anemis (-), ikterus (-), cyanosis (-), dyspneu (-)
Thorax : simetris, bentuk normal, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler/vesikuler, wheezing -/-, rhonchi -/-
Abdomen : Soepel, BU (+) normal, hepar/lien tidak teraba, ascites (-), flank pain (-)
Extremitas : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema tungkai -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• EKG (ELEKTROKARDIOGRAFI) (01/12/2020)

Irama sinus, heart rate 59x/menit, normoaxis, ST elevasi di V1-V6.


Kesimpulan : STEMI Anterior ekstensif
• FOTO THORAX (01/12/2020)

Jantung :
Ukuran tidak membesar (CTR <50%)
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Trakea di tengah
Paru :
Tidak tampak infiltrat, kalsifikasi maupun nodul di kedua lapang paru, hilus kanan kiri
normal, corakan bronkovaskular kedua paru baik.
Kedua hemidiafragma domeshape. Kedua sinus costophrenicus lancip.
Jaringan lunak dinding dada terlihat baik.
Kesimpulan :
Foto thorax normal

• PEMERIKSAAN LABORATORIUM (01/12//2020)

DARAH LENGKAP
Hematologi
Haemoglobin 15,6
Leukosit 14.600 (H)
LED -
Hematokrit 45
Trombosit 233.000
Neutrofil 85 (H)
Limfosit 13
Monosit 2
Fungsi Ginjal
BUN 15
Serum Creatinine 1,02
Fungsi Hati
SGOT -
SGPT -
Fungsi Jantung
CK-MB -
Troponin -
Gula Darah
Gula Darah Acak 141
HbA1C 6
Elektrolit
Natrium (Na) 129
Kalium (K) 3,9
Chloride (Cl) 100
Kalsium (Ca) 1,07

ASSESMENT
Diagnosa : STEMI Anterior ekstensif

PLANING
Planning Diagnosa :
- Foto Thorax
- Laboratorium darah lengkap, Serum Elektrolit, RFT, LFT, GDA
- Troponin, CKMB
Planing Terapi :
- MRS CITO ICU
- O2 nasal kanul 3 lpm
- Inf RL 20 tpm
- Loading Aspilet 4x80 mg kunyah selanjutnya 1x80 mg
- Plavix 4x75 mg selanjutnya 2x75 mg
- Atorvastatin 40 mg selanjutnya 0-0-40 mg
- Adrenaline pump 8 ampul dlm PZ 50 cc rate 2 cc/jam
- Inj Ranitidin 2x50 mg
- Fibrinolitik : pasang IV line baru Fibrion 1,5 jt IU dalam NaCl 0,9% 100 cc habis
dalam 45 menit
- KIE keluarga bahwa kondisi jantung kritis
Planing Monitoring :
- Vital Sign
- Keluhan
- EKG
TINJAUAN PUSTAKA

Sindroma Koroner Akut

1.1 Patofisiologi

Sebagian besar SKA merupakan manifestasi dari plak ateroma pembuluh darah koroner
yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan penipisan lapisan fibrosa yang
melapisinya. Kejadian ini diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi
sehingga terbentuk thrombus yang kaya trombosit (white thrombus). Thrombus ini akan
menyumbat pembuluh darah koroner, baik sebagian ataupun total. Atau menjadi
mikroemboli di pembulu koroner lain di distal. Selain itu terjadi vasokonstriksi karena
pelepasan zat vasoaktif sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Gangguan
ini meyebabkan iskemia. Jika terjadi iskemia selama kurang lebih 20 menit, akan
mengakibatkan myokard mengalami nekrosis (PERKI, 2018).
Selain nekrosis, iskemia juga mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan Stunning (setelah iskemia hilang), serta disritmia dan
remodelling ventrikel. Pada sebagian pasin, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat
spasme lokal arteri koronaria epikardial (angina prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria
tanpa spasme dan thrombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembuntuan plak atau
restenosis setelah intervensi koroner perkutan (PCI). Faktor eksterna juga dapat
mencetuskan SKA pada pasien yang sudah memiliki plak aterosklerosis, seperti : demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia (PERKI, 2018).

1.2 Klasifikasi

Sindroma koroner akut dapat dibagi menjadi 3 (PERKI, 2018), yaitu :


a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
b. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
c. Angina pectorir tidak stabil (APTS)

1.3 Diagnosis
1.3.1 Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard, bisa berupa nyeri dada yang tipikal atau atipikal
(ekuivalen). Angina tipikal berupa rasa tertekan atau berat di daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, dan epigastrium. Bisa berlangsung
intermiten (beberapa menit) atau prsisten (>20menit). Keluhan ini sering disertai dengan
keluhan diaphoresis (keringat dingin), mual, muntah nyeri abdomen, sesak nafas dan sinkop
(PERKI, 2018),
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai adalah nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, gangguan pencernaan, sesak nafas yang tidak dapat dijelaskan, atau rasa lemah
mendadak yang sulit dijelaskan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada usia muda (25-
40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita DM, gagal ginjal menahun, atau
dementia. Meskipun angina atipikal dapat muncul saat istirahat, namun keluhan ini patut
dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien
dengan riwayat PJK. Hilangnya keluhan angina setelah pemberian nitrat sublingual tidak
prediktif terhadap diagnosis SKA (PERKI, 2018),.
Pada IMA-NEST dan APTS gambaran klinis berupa (Cannon, & Braunwald, 2012; Roffi,
et. al., 2016):
a. Angina tipikal (80% kasus)
b. Angina awitan baru (30% kasus)
c. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (progresif dan kresendo). Jadi makin
sering, lebih lama atau makin berat.
d. Angina pasca infark miokard (angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark
miokard)
e. Angina ekuivalen (pada wanita, lansia, riwayat PJK, faktor risiko lain seperti: HT,
merokok, dislipid, riw PJK dini keluaarga). Angina atipikal tanpa disertai karakteristik
tertentu tersebut, berpeluang kecil merupakan presentasi dari SKA.
1.3.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk mencari faktor pencetus iskemia, komplikasi


iskemia, penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral, suara
jantung tiga, ronchi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mendeteksi
komplikasi (PERKI, 2018).

1.3.3 Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak pasien datang ke IGD.
Pemeriksaan EKG juga sebaiknya diulang setiap kali keluhan angina timbul kembali.
Diperlukan minimal sadapan 12 lead. Untuk kecurigaan infark inferior, diperlukan
sadapan V3R dan V4r, serta V7-V9. Sedangkan untuk semua pasien yang memiliki hasil
EKG non diagnostik, perlu di buat sadapan V7-V9. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali (PERKI, 2018).
Penilaian elevasi ST dilakukan pada titik J dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis IMA-EST untuk laki-laki
dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Nilai ambang untuk
diagnostic pada berbagai sadapan beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin (Tabel
1). Depresi ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh
segmen elevasi ST, dapat dijumpai pada pasien IMA-EST kecuali jika IMA-EST terjadi
di mid anterior (elevasi di V3-V6). Kriteria ini dapat diterapkan pada pasien tanpa LVH
dan LBBB (PERKI, 2018).
Tabel 1. Nilai Ambang Diagnostik Elevasi Segmen ST
Sadapan Jenis kelamin dan usia Nilai ambang ST elevasi
V1-3 Laki-laki >40th >0,2 mV
Laki-laki <40th >0,25 mV
Perempuan usia berapapun
V3R dan V4R Laki-laki & perempuan >0,05 mV
Laki-laki <30 th >0,1 mV
V7-9 Laki-laki & perempuan >0,05 mV
Sumber : PERKI, 2018

Tabel 2. Lokasi Infark Berdasarkan Sadapan EKG.

Sadapan dengan deviasi segmen ST Lokasi iskemia atau infark


V1-V4 Anterior
V5-V6, I aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan

Jika gambaran EKG pasien LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan
elevasi ST >1mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi ST >1 mm
di V1-V3, maka persangkaan infark miokard menjadi kuat. Gambaran seperti ini
disebut perubahan konkordan yang memiliki spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah
untuk diagnosis iskemia akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan
dengan kompleks QRS negatif memiliki sensitivitas dan spesivisitas sangat rendah
(PERKI, 2018).
Pada LBBB, diagnostik EKG untuk IMA sulit ditegakkan tetapi sering kali
dimungkinkan jika ditemukan abnormalitas ST yang bermakna. Pasien dengan dugaan
klinis iskemia miokard dan LBBB baru/dianggap baru, dirawat sebagai pasien IMA-
EST. sementara pasien dengan dugaan klinis iskemia miokard dan LBBB sebelumnya,
dianjurkan untuk melakukan angiografi koroner (PERKI, 2018).
Pasien dengan IMA dan RBBB memiliki prognosis buruk. Iskemia transmural
pada pasien dengan nyeri dada dan RBBB sulit terdeteksi. Karenanya strategi PCI
primer harus dipertimbangkan jika gejala-gejala iskemia persisten terjadi pada RBBB
(PERKI, 2018).
Adanya keluhan angina, tanpa disertai elevasi segmen ST masuk dalam
golongan IMA-NEST atau APTS. Depresi ST yang diagnostik untuk iskemia miokard
adalah sebesar >0,05 mV di sadapan V1-V3 dan >0,1 mv di sadapan lainnya.
Bersamaan dengan itu dapat juga dijumpai elevasi ST yang tidak persisten (<20 menit),
dan terdeteksi pada >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris >0,2
mV mempunyai spesivisitas tinggi untuk iskemia akut (PERKI, 2018).
EKG yang mungkin dijumpai pada IMA-NEST dan APTS antara lain adalah :
a. Depresi ST (Depresi segmen ST >1 mm di >2 sadapan berdekatan) dan/atau
inverse gelombang T (>2 mm). Dapat disertai dengan elevasi ST yang tidak
persisten (<20 menit)
b. Gelombang Q yang menetap
c. Non-diagnostik
d. Normal.
Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan hasil non diagnostik, namun angina
masih terjadi, maka perlu dilakukan EKG ulang 10-20 menit kemudian (rekam juga
V7-V9). Dalam keadaan EKG ulang tetap negatif, biomarker negatif namun angina
sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang setiap
terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali dalam 24 jam (PERKI, 2018).
Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa
pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap non-diagnostik, biomarker jantung
negatif dan tidak terdapat tanda-tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif
meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi APTS atau IMA-NEST.
Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjtkan dengan
rawat jalan (PERKI, 2018).
1.3.4 Biomarker

Troponin I/T lebih sensitif dan spesifik untuk mendeteksi adanya nekrosis
miosit dibandingkan CK-MB. Dua biomarker ini hanya menunjukkan adanya nekrosis
miosit, namun tidak menunjukkan penyebab nekrosisnya. Troponin I/T juga dapat naik
akibat kelainan kardiak non koroner seperti: takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan non kardiak yang dapat
meningkatkan troponin I/T adalah: Takiaritmia, gagal jantung, HT emergensi, Penyakit
kritis (sepsis, luka bakar), miokarditis, penyakit jantung structural (stenosis aorta),
emboli paru, HT pulmonal, kemoterapi, neurologic akut, insufisiensi ginjal,
hipo/hipertiroid, rabdomiolisis dll (Roffi, et. al., 2016). Troponina I lebih spesifik.
Pada keadaan nekrosis kadar Troponin I/T dan CKMB masih normal pada 4-6
jam prtama, sehingga perlu diulang setelah 8-12 jam awitan SKA. CK-MB memiliki
waktu paruh yang lebih singkat, yaitu 48 jam, sehingga lebih dipilih untuk
mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang), namun spesifisitasnya rendah karena
juga dapat meningkat akibat kerusakan otot skelet.
Tes yang negative pada 1 kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis IMA. Kadar troponin pada pasien IMA meningkat dalam
darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan
ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2-3 hari, namun bila terjadi nekrosis
luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Pada setting dimana pemeriksaan
kadar troponin tidak tersedia, pemeriksaan CK-MB bisa dijadikan alternatif. CK-MB
akan meningkat dalam waktu 4-6 jam, mencapai puncaknya pada 12 jam, dan menetap
selama 2 hari.

Gambar 1. Waktu Timbulnya Berbagai Jenis Marka Jantung


1.3.5 Pemeriksaan Non-invasif
Pemeriksaan ekokardiografi dapat memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri dan
berguna untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesiaatau akinesia ventrikel bisa
terlihat saat iskemia dan menghilang saat iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis
banding lainnya dapat didiagnosis dengan ekokardiografi, seperti stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofik atau diseksi aorta. MSCT dapat digunakan untuk
menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri dengan kemungkinan PJK rendah dan jika
pemeriksaan troponin meragukan (PERKI, 2018).
1.3.6 Pemeriksaan Invasif
Angiografi koroner dapat memberikan informasi tentang keberadaan dan tingkat
keparahan PJK, sehingga dianjurkan untuk segera dilakukan pada pasien dengan risiko
tinggi dan diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan pada angiografi yang khas
adalah : eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakan yang kabur, dan filling
defect yang mengesankan adanya thrombus intrakoroner.
1.3.7 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium selain biomarker jantung yang harus di periksa adalah
darah rutin, gula darah sewaktu, elektrolit, koagulasi darah, fungsi ginjal, dan profil
lipid. Pemeriksaan laboratorium ini tidak boleh menunda terapi SKA.
1.3.8 Pemeriksaan Foto Polos Dada
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta.
Dengan mengintegrasikan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, EKG dan
biomarker jantung, diagnosa awal pasien dengan chest pain dapat dikelompokkan
seperti bagan dibawah ini :

Sumber : Anderson et. al. 2007

Bagan 2. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana SKA


1.4 Diagnosis Banding

- Kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup jantung (stenosis atau regurgitasi katup
aorta) dapat mengakibatkan keluhan nyeri dada, perubahan ekg dan peningkatan
biomarker jantung seperti pada pasien IMA-NEST.
- Miokarditis dan pericarditis
- Stroke dapat disertai perubahan EKG dan peningkatan biomarker jantung, dan
gangguan gerak dinding jantung.
- Emboli paru, diseksi aorta (non cardiac)

1.5 Tatalaksana

1.5.1 Tatalaksana Awal

Tatalaksana awal SKA di IGD adalah :


a. Bed rest
b. Ukur saturasi oksigen perifer, jika hipoksemia <90% atau PaO2 <60% maka berikan
terapi oksigen
c. Aspirin 160-320mg diberikan segera. Aspirin sublingual lebih dipilih.
d. Penghambat reseptor adenosine difosfat (ADP)
• Dosis awal ticagrelol yang dianjurkan adalah 180mg dilanjutkan dengan
2x90mg/hr kecuali pada IMA-EST yang direncanakan reperfusi dengan
fibrinolitik
• Dosis awal clopidogrel adalah 300mg dilanjutkan dengan maintenance 75mg/hr.
Pada pasien yang direncanakan untuk reperfiusi menggunakan fibrinolitik, yang
direkomendasikan adalah clopidogrel)
e. Nitroglycerin
Nitrogliserin sublingual untuk pasien dengan angina, dan dapat diberikan ulang dalam
jeda 5 menit jika nyeri dada masih persisten, maksimal 3 kali pemberian. Jika NTG
tidak ada dapat digunakan ISDN.
f. Morfin sulfat 1-5mg IV dapat diulang setiap 10-30 menit untuk pasien yang tidak
berespon dengan pemberian NTG sublingual.
1.5.2 Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST(IMA-EST)

Tatalaksana IMA-EST adalah reperfusi. Berikut adalah alur tatalaksana nya :


Hal prtama yang harus dilakukan adalah menegakkan diagnosis IMA-EST> setelah
diagnosis tegak, maka nilailah faktor risiko. Reperfusi diindikasikan pada pasien IMA-EST
dengan onset <12 jam, atau > 12 jam dengan kondisi tertentu seperti, mengancam jiwa,
gangguan hemodinamik, gejala iskemia tidak membaik.

Bagi pasien kandidat reperfusi, namun fasilitas tidak memadahi untuk primery PCI, maka
estimasikan waktu yang dibutuhkan untuk merujuk, jika <120 menit, maka beri penanganan
awal (target 10 menit setelah terdiagnosis IMA-EST)., dan preprosedural untuk primery PCI.
Periprocedural PCI yaitu : Aspirin 300mg PO/ 250-500mg IV, Clopidogrel 600mg (bisa
langsung, atau 300mg dulu), antikoagulan ( UFH atau Enoksaparin). Stant saat PCI lebih
direkomendasikan daripada ballon.

Jika estimasi waktu rujuk>120 menit, maka berikan fibrinolitik terlebih dahulu sebelum
merujuk pasien. Fibrinolitik spesifik fibrin (tenectaplase) lebih direkomendasikan daripada
non spesifik (streptokinase). Berikut adalah kontra indikasi fibrinolitik’
Tabel 3. Kontraindikasi Fibrinolitik

Pasien post fibrinolitik harus diberikan anti koagulan hingga 5 hari atau sampai keluar
rumah sakit. Antikoagulan yang direkomendasikan adalah : enoksaparin subcutan (1A), UFH
IV (3hr) (IC), Fundaparinux IV labnjut SC, s/d 24 jam (post streptokinase) (IIA-B).

Pasien yang telah diberikan fibrinolitik, dan mengalami reperfusi, tetap diindikasikan
untuk angiografi, namun tidak urgent (routinr PCI strategy). Yaitu dilakukan maksimal 25 jam
setelah onset IMA-EST. Namun pada pasien yang gagal reperfusi dengan fibrinolitik, harus
segera dilakukan Rescue PCI.

Berikut adalah macam dan dosis fibrinolitik :

Tabel 4. Macam dan Dosis Fibrinolitik


1.5.3 Tatalaksana Jangka Panjang SKA

1.5.3.1 Non Farmakologis

Perubahan Lifestyle control faktor risiko, yaitu :


a. Berhenti merokok
b. Pengaturan Diet dan berat badan
c. Exercise sesuai kondisi jantung
d. Kembali beraktivitas rutin kontrol tekanan Darah
e. Kepatuhan pada terapi

1.5.3.2 Farmakologis

Anti iskemia
Beta bloker
Beta bloker berfungsi menurunkan konsumsi oksigen miokardium. Beta bloker oral
ini hendaknya diberikan pada 24 jam pertama. Tidak boleh diberikan pada : pasien
dengan gagal jantung, berisiko shock kardiogenik, gangguan konduksi atrio-ventrikuler
yang signifikan, astma bronchial, disfungsi akut ventrikel kiri. Beta bloker
direkomendasikan terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia dan selama
tidak ada kontraindikasi. Beta bloker tetap diberikan pada pasien dengan riwayat terapi
beta bloker kronik yang datang dengan SKA kecuali kategori kilip >III. Beta bloker
yang sering digunakan adalah bisoprolol (β1) 10mg/hr. Carvedilol (α dan β) agonis
parsial, 2x 6,25mg/hr, titrasi sampai maksimum (PERKI, 2018).
Nitrat
Nitrat memiliki efek dilatasi vena yang berakibat menurunkan preload dan volume
akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi O2 miokard menirun. Selain itu juga
memiliki efek dilatasi koroner baik yang normal maupun yang aterosklerosis. Nitrat
sublingual atau IV efektif menghilangkan keluhan nyeri dada dalam fase akut. Nitrat
intravena juga diindikasikan pada iskemia persisten, gagal jantung dan hipertensi dalam
48 jam pertama APTS/IMA-NEST, dan tidak boleh menghalangi terapi ACE dan β
bloker. Pasien APTS/IMA-NEST yang mengalami angina berlanjut dapat diberikan
nitrat sublingual setiap 5 menit, maksimal 3x, setelah itu harus dipertimbangkan nitrat
intravena. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien dengan TDS <90 atau >30mmHg
dibawah nilai awal, bradikardia berat (<50x/menit), takikardia tanpa gagal jantung, atau
infark ventrikel kanan (PERKI, 2018).
Tabel 5. Jenis dan Dosis Nitrat untuk Tatalaksana Infark Miokard

Nitrat Dosis
ISDN Sublingual 2,5 – 15 mg (onset 5 menit)
Oral 15-80 mg/hr terbagi 2-3 dosis
IV 12,5 – 5 mg/jm
Isosorbit 5 mononitrat Oral 2x20 mg/hr
Nitrogliserin Sublingual 0,3-0,6 mg – 1,5 mg
IV 5-200mcg/menit
CCB
Nifedipin dan amlodipin memiliki efek vasodilatasi arteri dengan sedikit/tanpa
efek pada SA node dan AV. Sedangkan Verapamil memiliki efek pada SA dan AV node
yang menonjol. Olehkarena itu CCB, terutama golongan golongan dihidropiridin
merupakan pilihan untuk angina vasospastik. Studi penggunaan CCB umumnya
memberikan hasil yang seimbang dengan penggunaan β bloker. CCB non dihidropiridin
dapat dipertimbangkan untuk pengganti B-boker pada pasien yang kontra indikasi
pemberian B-bloker (PERKI, 2018).

Antiplatelet

Gambar 2.
Mekanisme Kerja Obat-
obatan Antitrobotik

Aspirin
Aspirin termasuk dalam golongan COX 1 inhibitor. Aspirin menghambat aktivasi
platelet dengan cara menghambat sintesis tromboksan A2. Aspirin harus diberikann pada
semua pasien tanpa kontraindikasi dengan dosis loading 150-300 mg, dan
maintanance75-100 mg, jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan uyang
dilkukan. Suatu rendomize control trial untuk penggunaan Aspirin dengan dosis di atas,
terbukti menurunkan angka kematian dan angka kejadian infark miokard sebesar 25%
(Cannon, & Braunwald, 2012). Tidak disarankan memberikan aspirin bersamaan dengan
NSAID lain (PERKI, 2018).
ADP Antagonis
Selain COX1 Inhibitor, obat lain yang dapat menghambat aktivasi platelet adalah
golongan ADP antagonis. Termasuk didalamnya adalah Thienopyridine (clopidogrel,
Ticlopidine, Prasugrel) dan Ticagrelol. ADP antagnis tersebut perlu diberikan bersama
aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontra indikasi
(risiko perdarahan berlebih) (PERKI, 2018; Roffi, et. al., 2016).
Ticagrelol merupakan reversible blokcer dari P2Y12 reseptor platelet yang bekerja
langsung pada platelet. Ticagrelol direkomendasikan pada semua pasien dengan risiko
iskemia sedang-tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180mg,
dilanjutkan 2x90mg. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang telah mendapatkan
clopidogrel (kemudian clopidogrel dihentikan) (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelol. Dengan dosis loading 300 mg, lanjut 1x75mg. Dosis loading 600mg
direkomendasikan untuk pasien yang akan mendapatkan tindakan invasive. Penggunaan
antagosis ADP harus di hentikan selama 5 hari sebelum pasien hendak menjalani
prosedur pembedahan elektif (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Dual Antiplatelet Therapy
Pemberian Dual Anti Platelet Terapi (DAPT), aspirin dan ADP antagonis,
direkomendasikan selama 12 bulan. durasi ini dapat diperpendek ataupun diperpanjang
berdasarkan kondisi pasien (iskemia pasien dan resiko perdarahan), diperpendek menjadi
3-6 bulan, atau diperpanjang hingga 30 bulan. Obat golongan PPI, disarankan diberikan
bersama dengan DAPT, pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna, dan pasien
dengan beragam resiko seperti ; infeksi H.pylori, usia 65 tahun, serta konsumsi bersama
antikoagulan atau steroid (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
Agen ini merupakan penghambat agregasi platelet. Agen ini disarankan diberikan pada
pasien yang telah menjalani PCI yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi ,
apabila risiko perdarahan rendah. Tidak disarankan diberikan pada pasien yang belum
menjalani angiografi atau pasien dengan terapi konservatif. Agen ini memberikan risiko
perdarahan yang lebih besar dibandingan dengan placebo (PERKI, 2018).
Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.
Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan efikasi obat.
Fundaparinux memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dalam strategi
terapi konservatif, pemberian antikoagulan diberikan hingga pasien hendak dipulangkan
dari Rumah Sakit (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Heparin
Heparin, UFH, merupakan dasar dari terapi pasien dengan APTS/IMA-NEST. Suatu
meta analisis menunjukkan bahwa, angak kematian atau infark miokard menurun 33%
pada pemberian terapi heparin dan aspirin dibandingkan dengan terapi aspirin saja.
Terdapat dua jenis heparin yang tersedia, UFH dan LMWH. UFH mengaktivasi dan
mempercepat pembentukan anti thrombin yang dapat menghambat kerja thrombin dan
faktor Xa. Selain itu juga menghambat konversi protrombin menjadi thrombin. Sedangkan
LMWH memiliki efek yang lebih lama terhadap inhibisi faktor Xa, dan memiliki efek
lebih rendah pada inhibisi pembentukan thrombin (Cannon, & Braunwald, 2012). UFH
memiliki karakteristik farmakokinetik yang sangat bervariasi pada masing-masing
individu, serta memiliki therapeutic window yang sempit (Roffi, et. al., 2016).
UFH memiliki afinitas yang tinggi pada plasma protein, platelet, endotel dan makrofag,
sehingga efek antikoagulannya sulit diprediksi. Monitoring APTT diperlukan untuk
mencegah adanya efek perdarahan (Weitz, J. I., 2012). Therapeutik window berdasarkan
aPTT adalah 50-75 detik, yaitu 1,5-2,5 kali nilai normal. Meskipun demikian, UFH masih
tetap menjadi antikoagulan yang digunakan secara luas dalam terapi IMA-NEST dalam
kasus short delay angiografi dan lama rawat inap yang pendek, meskipun resiko
perdarahannya terbukti lebih besar daripada strategi lainnya (Roffi, et. al., 2016). Dosis
terapi UFH adalah 60IU/kg bolus maksimal 5000IU, dan dilanjutkan 12-15 IU/kg/hr infuse
maksimal 1000IU/jam.
Berbeda dengan UFH, LMWH memiliki afinitasnya terhadap plasma protein dan sel
lain lebih rendah. Sehingga memiliki respon antikoagulan yang lebih bisa diprediksi dan
monitoring APTT tidak diperlukan. LMWH juga memiliki DOA yang lebih panjang.
bioavailibilitas UFH rendah setelah pemberian subcutan. Sehingga pemberiannya
biasanya intravena. Bioavailibilitas LMWH melalui pemberian subkutan lebih tinggi
daripada UFH, sehingga LMWH dapat diberikan subkutan. Salahsatu LMWH yang sering
digunakan adalah enoxaparin. Enoxaparin di rekomendasikan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah, jika fundaparinux tidak tersedia. Dosis enoxaparin adalah 1mg/kg
subkutan setiap 12 jam. Dosis ini harus disesuaikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal. UFH dan LMWH di rekomendasikan jika fundaparinux tidak tersedia (Cannon, &
Braunwald, 2012).
Fundaparinux
Fundaparinux menghambat kerja faktor Xa secara selektif. Bioavailibilitasnya 100%
setelah pemberian subkutan. Waktu paruhnya 17 jam, sehingga pemberiannya cukup 1x
sehari. Eliminasinya di ginjal, sehingga fundaparinux di kontraindikasikan pada pasien
dengan eGFR<20mL/min/1,73m2. Fundaparinux memiliki profil keamanan berbanding
risiko yang paling baik. Dosis yang direkomendasikan adalah 2,5 mg setiap hari
subkutaneus. Pada studi OASIS-5 didapatkan bahwa, angka mortalitas setelah 30hari dan
6 bulan serta kejadian iskemia miokard pada penggunaan terapi fundaparinux lebih renda
dibandingkan penggunaan enoxaparin. Namun angka kejadian catheter thrombus paasca
PCI pada pemberian fundaparinux, pasca PCI, lebih tinggi daripada pemberian enoxaparin
(Roffi, et. al., 2016).
Tabel 15. Dosis rekomendasi Berbagai Macam Antikoagulan
Obat Rekomendasi
Fungsi ginjal Normal / CKD Stage 4 CKD stage 5
CKD stg 1-3
UFH Sebelum angiografi : 60-70IU/kg IV (max. 5000IU), lanjut inf. 12-
15IU/kg/jam ( maks. 1000IU/jam). Target aPTT 1,5-2,5 kali control
Selama PCI : 70-100IU/kg IV, pada pasien tanpa antikoagulan
sebelumnya. (50-70IU/kg jika pasien sudah dengan terapi GPIIb/IIIa
inhibitor) 2 hari
Enoxaparin 1 mg/kg SC 2x sehari 1 mg/kg SC 1x Tidak
Max 8 hari sehari direkomendasikan
Fundaparinux 2,5mg SC 1x seahri Tidak Tidak
Max 8 hari direkomendasikan direkomendasikan
Sumber : Roffi, et. al., 2016
ACE Inhibitor dan ARB
ACE inhibitor berfungsi menghambat remodelling dan mengurangi angka kematian
pasien infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik, dan atau tanpa gejala klinis
gagal jantung. Pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40%, pasien dengan diabetes
mellitus, hipertensi, dan CKD, ACE inhibitor diindikasikan untuk jangka panjang, kecuali
ada kontra indikasi. ARB menjadi alternative bagi pasien yang intoleransi ACE inhibitor
(Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018). Dosis rekomendasi adalah, captopril 2-3x 6,25-50mg.
ramipril 2,5-10mg/hr dalam 1-2 dosis, lisinopril 2,5-20 mg/hr dalam 1 dosis.
Statin
Tanpa melihat nilai awal LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, statin
harus diberikan pada semua penderita APTS/IMA-NEST, termasuk mereka yang telah
menjalani revaskularisasi, jika tidak ada kontra indikasi. Terapi statin intensitas tinggi
hendaknya dimulai sedini mungkin. Dosis yang direkomendasikan adalah atorvastatin 20-
40mg/hari Roffi, et. al., 2016).

Tabel 16. Rekomendasi Terapi jangka Panjang pada APTS/IMA-NEST


Penentuan durasi terapi DAPT bisa ditentukan dengan menggunakan skor dibawah ini :

Tabel 17. Skor DAPT

Sumber : Velgimigli et. al., 2018


1.5.4 Tatalaksana perdarahan Akut
Perdarahan akibat antiplatelet
Sampai saat ini belum ada antidote untuk antitrombotik oral, sehingga pilihan terapinya
masih terbatas. Efek antiagregasi aspirin dapat dikembalikan setelah 2-5 unit tranfusi
trombosit, mungkin efektif untuk mengembalikan fungsi trombosit dalam 4-6 jam
setelah konsumsi obat terakhir. Pada pasien yang mengkonsumsi ticagrelol, butuh
waktu >24 jam agar tranfusi trombosit dapat mengembalikan fungsi hemostasis (PERKI,
2018).
Perdarahan akibat antagonis Vit K
Efek antitrombotik antagonis vit K melibatkan faktor II (protrombin) dan waktu
paruhnya panjang (60-72 jam). Pada terapi warfarin, butuh waktu 2,5 hari untuk
menurunkan INR dari 6-10 menjadi 4. Umumnya perdarahan akan bermakna jika INR
>4,5. Pemberian vit K dapat dipertimbangkan jika INR>10.
DAFTAR PUSTAKA

Cannon, C.P & Braunwald, E. 2012. Ch 56 Unstable Angina and Non-ST Elevation Myocardial
Infarction. Dalam Braunwald’s Heart Disease 9th edition.
PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut Edisi Keempat. Jakarta : PERKI
Roffi, M., et. al. 2016. 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. European
Heart Journal (2016) 37, 267–315
Sebatine & Cannon, 2012. Ch 53.Approach to the Patient with Chest Pain. Dalam Braunwald’s
Heart Disease 9th edition.
Weitz, J. I., 2012. Ch. 87 Hemostasis, Thrombosis, Fibrinolysis, and Cardiovascular Disease.
Dalam Braunwald’s Heart Disease 9th edition.
Ponikowski, et. al. 2016. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure. European Heart Journal (2016) 37, 2129–2200
Joewono, B. S. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai