DOKTER INTERNSHIP
UNSTABLE ANGINA
PECTORIS
Disusun Oleh:
RSUD Mandau
Dokter Pendamping:
dr. Safridawati
2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN ...................................................................... 2
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelainan
pembuluh koroner yang salah satu manifestasinya adalah sindrom koroner akut (SKA).
Sindroma koroner akut merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan gejala
akibat infark miokard akut (IMA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil (UAP), infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark miokard dengan elevasi segmen ST
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama
karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. 2 Sindrom
koroner akut masih menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Penyakit kardiovaskular
menyebabkan 17,7 juta kematian atau sekitar 31% dari seluruh penyebab kematian di dunia,
7,4 juta akibat penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan
penyebab terbesar penyakit kardiovaskular, diperkirakan pada tahun 2020 menjadi penyebab
Indonesia sebesar 1,5%, dengan peringkat prevalensi tertinggi (WEB) Provinsi Kalimantan
Utara 2,2%,DIY 2%, Gorontalo 2%. Berdasarkan jenis kelamin, Prevalensi PJK lebih tinggi
pada perempuan (1,6%) dibandingkan pada laki-laki (1,3%). Jika dilihat dari tempat tinggal,
penduduk perkotaan lebih banyak menderita Penyakit Jantung dengan prevalensi 1,6%
(SRS) Indonesia tahun 2014 menunjukkan PJK merupakan penyebab kematian tertinggi kedua
setelah stroke, yaitu sebesar 12,9% dari seluruh penyebab kematian tertinggi di Indonesia.4
2
Penatalaksanaan dari sindrom koroner akut sangat penting untuk mencegah kematian,
perawatan terhadap pasien infark miokard ditujukan untuk meminimalkan keluhan dan stres
3
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Status Pasien
Pasien masuk dengan keluhan nyeri dada kiri, nyeri dada dirasakan seperti
terhimpit, nyeri dirasakan menjalar ke lengan dan punggung kiri, nyeri dirasakan
selama lebih dari 20 menit, nyeri muncul tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat,
keluhan baru pertama kali dirasakan pasien, keluhan sesak (-), mual (-), muntah (-).
Pasien lalu dibawa ke IGD RSUD Mandau, pasien lalu didiagnosis dengan unstable
angina pectoris, dan dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar kalium
pasien rendah, pasien lalu dirawat di bangsal penyakit dalam untuk perbaikan
keadaan umum. 1 hari rawatan keluhan nyeri dada pasien sudah hilang dan setelah
cek elektrolit ulang didapatkan kadar kalium pasien sudah mulai normal, dan dari
hasil visite DPJP pasien sudah diperbolehkan pulang.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun lalu, rutin kontrol
Riwayat diabetes mellitus (-)
3. Riwayat Keluarga
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan
Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA.
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
4
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: sakit sedang
b. Kesadaran: E4V5M6
c. Tanda vital:
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi: 70 x/menit
Respirasi: 20x/menit
Suhu : 36,50C
d. Kepala: Mesosefal
e. Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
f. Leher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar
g. Thorax: retraksi (-), simetris kanan-kiri
h. Paru:
Inspeksi: Pengembangan dinding simetris
Palpasi: fremitus teraba kanan-kiri sama
Perkus : sonor/sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-)
i. Jantung
Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
Palpasi: iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, intensitas normal, bising (-)
j. Abdomen:
Inspeksi: dinding perut dan dinding dada simetris
Auskultasi: bising usus (+), dalam batas normal 12x/menit
Perkusi: timpani (+)
Palpasi: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
k. Ekstremitas: edema (-), akral hangat, capillary refill <2”
5
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Darah rutin : (02/12/2022)
Leukosit : 9.080 (N: 4500-11.000)
Hemoglobin : 12,4 (N: 12-16)
Hematokrit : 36,9 (N: 38-47)
Trombosit : 297.000 (N: 150.000-440.000)
Glukosa sewaktu: 100 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium : 141 (N:135-148)
Kalium : 2,9 (N: 3,5-5,3)
Klorida : 103 (N: 98-107)
FUNGSI GINJAL
Ureum : 44 (N:10-50)
Kreatinin: 0,4 (N: 0,5-0,9)
IMUNOLOGI
Troponin I: < 0,1 (N: < 2)
ELEKTROLIT (03/12/2022)
EKG
Kesan: ST elevasi (-), ST depresi (-), T inverted di lead V2-V5
6
2.2 Resume
Anamnesis
Pasien masuk dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri, nyeri dada dengan sifat khas
angina.
1 hari rawatan, keluhan nyeri dada pasien sudah hilang, kadar kalium pasien sudah
membaik, pasien diperbolehkan pulang atas persetujuan DPJP
Pemeriksaan fisik
Kesadaran:
E4V5M6
Pemeriksaan Penunjang
2.3 Diagnosis
Unstable angina pectoris
Hipokalemia
7
2.4 Penatalaksanaan
2.5 Prognosis
8
BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit jantung iskemik akibat kurangnya
suplai oksigen ke otot-otot jantung. Kondisi ini disebabkan oleh penyempitan atau sumbatan oleh
plak di pembuluh darah koroner yang diketahui sebagai aterosklerosis arteri koronaria. 6 Plak berupa
campuran lemak, kolesterol dan timbunan kalsium akan menumpuk di arteri selama bertahun-tahun.
Seiring waktu, plak akan menyebabkan penyempitan/stenosis dan pengerasan arteri koroner dengan
3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data American Heart Association (AHA) pada tahun 2018, prevalensi penyakit
jantung koroner pada usia di atas 20 tahun berjumlah 16,5 juta dan 55% diantaranya adalah laki-laki.
World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 9 juta kematian pada tahun 2016 di sebabkan
Data dari Riskesdas (2018), prevalensi penyakit jantung di Indonesia berdasarkan diagnosis
dokter sebesar 1,5%. Berdasarkan prevalensi tersebut, angka tertinggi terdapat di provinsi
Kalimantan utara (2,2%) dan terendah di provinsi Nusa tenggara timur (0,7%). Berdasarkan jenis
kelamin, prevalensi penyakit jantung tertinggi pada perempuan 1,6% sedangkan pada laki-laki
1,3%.9
3.3 Klasifikasi
Penyakit jantung coroner terdiri dari Stable Ischemic Heart Disease (SIDH) dan Acute
Coronary Syndrome (ACS) atau juga dikenal sebagai Sidroma Koroner Akut. 10
SIDH muncul sebagai Angina Pectoris Stabil (APS). APS biasanya muncul sebagai nyeri
dada substernal atau tekanan yang memburuk dengan pengerahan tenaga atau stres emosional dan
berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin dan berlangsung dalam durasi 2 bulan.10
9
Keluhan utama APS adalah nyeri dada stabil, karakteristik nyeri dada pada APS dibagi atas
angina tipikal, angina atipikal dan nyeri dada non-angina. Angina tipikal didefinisikan sebagai nyeri
Rasa tidak nyaman pada substernal dada dengan kualitas dan durasi tertentu
Angina atipikal memiliki dua dari tiga karakter di atas, nyeri dada non-anginal hanya
memiliki satu atau tidak memiliki satu pun dari ketiganya. Angina atipikal dapat memiliki
karakteristik dan lokasi yang sama dengan angina tipikal, juga responsif terhadap nitrat, namun
tidak memiliki faktor pencetus. Nyeri seringkali dimulai saat istirahat dari intensitas rendah,
meningkat secara gradual, menetap maksimal hingga 15 menit, kemudian berkurang intensitasnya.
Gambaran karakteristik ini harus mengingatkan klinisi pada kemungkinan vasospasme koroner.
Gejala angina atipikal lainnya adalah nyeri dada dengan lokasi dan kualitas angina, yang dicetuskan
oleh aktivitas dan tidak berpengaruh terhadap nitrat. Gejala ini seringkali timbul pada pasien dengan
angina mikrovaskular.10
Nyeri dada non-angina memiliki karakteristik kualitas yang rendah, meliputi sebagian kecil
hemithorax kanan atau kiri, bertahan selama beberapa jam atau bahkan hari. Nyeri non - angina ini
biasanya tidak hilang dengan nitrat. Penyebab non-kardiak harus dievaluasi pada kasus-kasus ini.11
Klasifikasi yang dibuat oleh Canadian Cardiovascular Society (CCS) dapat digunakan
10
Kelas II Sedikit pembatasan pada aktivitas biasa. Angina saat berjalan
cepat atau naik tangga, berjalan atau naik tangga setelah makan
atau pada cuaca dingin, angina pada stress emosional, atau hanya
beberapa jam setelah bangun tidur. Berjalan lebih dari dua blok
atau menanjak lebih dari satu tangga pada kecepatan dan kondisi
normal.
Kelas III Pembatasan yang jelas pada aktivitas fisik biasa. Angina muncul
saat berjalan satu atau dua blok, naik satu lantai pada kondisi dan
kecepatan normal.
Penting untuk diingat bahwa sistem nilai ini secara eksplisit memperlihatkan bahwa nyeri
pada saat istirahat (rest pain) dapat muncul pada semua kelas sebagai manifestasi vasospasme
koroner. Kriteria berdasarkan CCS ini digunakan untuk menunjukkan keterbatasan aktivitas
Sindroma koroner akut merupakan beberapa gejala klinis iskemia miokard yang terjadi
secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke miokard yang termanifestasi sebagai angina,
perubahan segmen ST pada elektrokardiografi, dan peningkatan kadar biomarker kardiak. SKA
terdiri dari tiga kelompok yaitu angina pektoris tidak stabil/ APTS (unstable angina (UA)), non-ST-
segmen elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan ST segmen elevation myocardial infarction
(STEMI).12
11
1) Angina Pektoris Tidak Stabil
Obstruksi sebagian dan belum terjadi kerusakan miokardium sehingga biomarker jantung
tidak dapat terdeteksi. Berbeda dengan yang bersifat stabil, angina pectoris tidak stabil dapat terjadi
saat istirahat dan berdurasi lebih panjang, biasanya lebih dari 20 menit. Nyeri tidak dapat mereda
hanya dengan istirahat. Pada EKG dapat terlihat ST depresi atau inversi pada gelombang T, dan
nilai biomarker serum (troponin) normal. Pasien dengan unstable angina akan mengalami nyeri dada
saat aktivitas berat namun kemudian masih tetap berlangsung saat istirahat. Ini adalah tanda akan
terjadi Infark Miokard akut . Unstable angina dan Infark Miokard akut merupakan sindrom koroner
akut karena ruptur dari atherosclerotic plak pada pembuluh darah koroner. 12
Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi yang tidak menyeluruh dan tidak
melibatkan seluruh miokardium, proses thrombosis akut diawali dengan rupturnya plak yang tidak
stabil. Plak tidak stabil memiliki ciri yaitu inti lipid banyak, otot polos densitas rendah dan fibrous
cap tipis. NSTEMI menyebabkan enzim jantung mengalami peningkatan sehingga pada
pemeriksaaan EKG tidak ditemukan adanya elevasi segmen ST tetapi terlihat ST depresi atau
inversi pada gelombang T, dan nilai biomarker serum (troponin) meningkat atau menurun.12
Pada Infark Miokard Akut ST-elevasi (STEMI) terjadi oklusi total arteri koroner, penurunan
suplai atau berhenti secara mendadak sehingga menyebabkan daerah infark yang lebih luas meliputi
seluruh miokardium, yang pada pemeriksaan EKG ditemukan adanya elevasi segmen ST atau
gelombang Q (pada keadaan lanjut), dan nilai biomarker serum (troponin) meningkat. 12
3.4 Patofisiologi
Arterosklerosis adalah proses kronik yang progresif dan terjadi diam-diam, dikarakteristikkan
dengan akumulasi lemak, elemen fibrosa, dan molekul inflamatori pada dinding arteri besar. 13
Proses ini dimulai dengan dikeluarkannya kolesterol low-density lipoprotein (LDL) terhadap ruang
subendotelial, yang kemudian dapat dimodifikasi dan dioksidasi oleh beberapa agen.13
12
Partikel LDL yang sudah teroksidasi atau termodifikasi ini merupakan molekul kemotaktik yang
poten dan dapat merangsang ekspesi dari molekul adhesi sel vaskuler dan molekul adhesi
interselular pada permukaan endotel dan menyebabkan adhesi monosit dan migrasi ke ruang
subendotelial. Monosit berdiferensiasi menjadi makrofag si tunika intima media. 13 akhir-akhir ini
telah ditemukan beberapa subset monosit baru, dan peranannya yang berbeda jika merjuk pada fase
arterosklerosis. Makrofag mengikat LDL teroksidasi melalui reseptor scavenger untuk kemudian
menjadi sel busa (foam cells) dan juga memiliki fungsi proinflamasi, termasuk melepaskan sitokin-
sitokin seperti interleukin dan tumor necrosis factor. Hasil akhir dari proses ini adalah lesi
arterosklerosis tipe pertama, seperti lapisan lemak, dimana sel busa muncul di ruang subendotelial. 13
Dari penelitian yang dilakukan melalui otopsi, ruptur plak merupakan penyebab paling
uama dan menyebabkn thrombosis koroner yang letal. Mechanism lain yang dapat menyebabkan
thrombosis koroner yang fatal yaitu erosi superfisial, perdarahan intraplak, dan erosi dari nodul
terkalsifikasi. Ruptur plak menyebabkan dua dari tiga kasus thrombosis koroner yang fatal. 14 pada
populasi tertentu seperti pada penderita diabetes, dan wanita timbul erosi superfisial sebagai
mekanisme dari plak dan thrombosis. Erosi dari nodul kalsium juga dapat menimbulkan gangguan
plak dan thrombosis. Sebagai tambahan, pembuluh darah mikro yang rapuh pada dasar plak
arterosklerosis dapat ruptur dan menyebabkan perdarahan intraplak. Keberadaan thrombin lokal
mengakibatkan stimulasi proliferasi SMC, migrasi, dan sintesis kolagen, menjadikan terrbentuknya
3.5 Diagnosis
Anamnesis pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada
yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan.
Tanyakan pula adakah riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor risikonya antara lain
hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada
keluarga. Hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas
fisik berat, stress, emosi atau penyakit medis atau bedah. 11,12
13
Walaupun SKA dengan STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Bila dijumpai pasien dengan
nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak.
Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat seperti ditusuk, rasa
diperas dan dipelintir.
Penjalaran:biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/
Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, lemas dan cemas.
Diagnosis banding STEMI antara lain perkarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut,
kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali estremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai
kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anetrior mempunyai manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikadi dan atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark
anterior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan atau hipotensi). Peningkatan suhu
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD.
14
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan yang kuat dalam menentukan keputusan
terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak terdiagnosis
sebagai STEMI tetapi simptomatik kuat dan terdapat kecurigaan diagnosis ke sana, EKG serial
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Sebagian besar pasien dengan presentasi
awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard
gelombang non Q. Jika obstruksi tidak total, obsrtuksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pectoris unstabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac spesifik troponin
(cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. Pada pasien dengan elevasi ST dan IMA terapi
reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker. Peningkatan
kadar enzim 2 kali lipat nilai normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). 12
3.6 Penatalaksanaan
Gambar 1. Tatalaksana farmakologis dan non farmakologis pasien Angina Pectoris Stabil11
15
Angina Pektoris Tidak Stabil dan Infark miokard dengan non-elevasi segmen ST.12
a. Tatalaksana awal:
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada
hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin,
Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau
bersamaan.12
1) Tirah baring
2) Pada semua pasien IMA-EST direkomendasikan untuk mengukur saturasi oksigen perifer.
Oksigen diindikasikan pada pasien hipoksemia SaO2 ,90% atau paO2 <60% mmHg
3) Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya
terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah
16
Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2
x 90 mg/hari kecuali pada pasien IMA-EST yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan
Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari
(pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik,
5) Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena
diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.
6) Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak
17
● Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
18
c. Tatalaksana Infark miokard dengan elevasi segmen ST (IMA-EST).
19
● Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKP)12
Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKP) merupakan IKP emergensi dengan balloon, stent,
atau alat lainnya, yang dikerjakan pada arteri yang infark tanpa terapi trombolitik sebelumnya.
IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok
kardiogenik. Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah
tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien stabil dengan gejala
3.7 Komplikasi
a. Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah infark miokard akut, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis, perbaikan
fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun bila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi
mikrovaskular, terutama dinding anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupakegagalan pompa
dengan remodeling patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung yang dapat
berakhir dengan gagal jantung kronis. Gagal jantung jug adapt terjadi akibat aritmia yang
berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis. Didasari dengan adanya gejala-gejala khas
seperti dyspnea, tanda seperti sinus takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi pulmonal, dan
bukti-bukti objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi
ejeksi.12
b. Hipotensi
Hipotensi ditandai dengan tekanan darah sistolik < 90mmHg yang menetap. Keadaan ini
dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga disebabkan oleh hypovolemia, gangguan
irama atau komplikasi mekanis. Bila berlanjut hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal,
20
c. Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dengan ronkhi basah paru di segmen basal, berkurangnya saturasi
oksigen arterial, kongesti paru pada rontgen dada dan perbaikan klinis terhadap diuretic
dan/atau vasodilator.12
Keadaan output rendah menggabungkan tanda perfusi yang buruk dengan hipotensi,
e. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6 – 10% kasus AMI-EST dan merupakan penyebab
kematian utama dengan laju mortalitas di rumah sakit mendekati 50%. Pasien biasanya datang
dengan hipotensi, takikardi saat istirahat, oliguria, dan ekstremitas dingin dan kongesti paru. 12
Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan dalam beberapa jam pertama setelah
infark miokard. Monitor jantung yang dipasang melaporkan insidensi fibrilasi atrium awitan
baru sebesar 28%, VT yang tidak berlanjut sebesar 13%, blok AV derajat tinggi sebesar 10%,
sinus bradikardi sebesar 7%, henti sinus sebesar 5%, VT berkelajutan sebesar 3 %, VF sebesar
3%.12
Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat berupa manifestasi dan kondisi berat
3.8 Prognosis
arteri coroner terbaik dimulai dari evaluasi awal factor risiko untuk mencegah dan
21
Daftar Pustaka:
1. Pratiwi I. Komplikasi pada pasien infark miokard akut STEMI yang mendapat maupun tidak
mendapat terapi. Semarang; 2012.
2. ESC management of Stable Coronary Artery Disease. 2015
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil utama riset kesehatan dasar. 2018.
4. Nuti SV, Desai N, Wang S, Li J, Wang Y, Spertus J, et al. Trends in the Prevalence and
Outcomes of NIMA-EST and IMA-EST Among Patients With Acute Myocardial Infarction in
China From 2001 To 2011: China Peace Retrospective Ami Study. J Am Coll Cardiol. American
College of Cardiology Foundation; 2014;63(12):A41
5. Marleni L, Alhabib A. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner di RSI SITI Khadijah
Palembang.JKesehat.2017;8(3):478.
6. Sianturi ET, Kurniawaty E. Pengaruh Pektin terhadap Penurunan Risiko Penyakit Jantung
Koroner. Majority. 2019;8:162-167.
7. Roger VL, Go AS, Lloyd-Jones DM, et al. Heart disease and stroke statistics-2012 update: A
report from the American Heart Association. Circulation. 2012;123(4):1-8.
8. Regmi M, Siccardi MA. Coronary Artery Disease Prevention. Southern Illinois University.
StatPearls Treasure Island. 2020
9. Kemenkes RI. Pokok-pokok hasil riset kesehatan dasar provinsi Riau. Litbankes. Jakarta. 2018:
66-75
10. Shahjehan RD, Bhutta BS. Coronary Artery Disease. StatPearls - NCBI Bookshelf. 2021.
11. PERKI. Pedoman Tata Laksana Angina Pektoris Stabil. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia. 2019.
12. PERKI. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia. 2018
13. Sayols-Baixeras S, Lluís-Ganella C, Lucas G, Elosua R. Pathogenesis of coronary artery disease:
focus on genetic risk factors and identification of genetic variants. Appl Clin Genet. 2014;7:15-
32. Published 2014 Jan 16. doi:10.2147/TACG.S35301
14. Libby P, Theroux P. Pathophysiology of Coronary Artery Disease. American Heart Association.
2015.
22